• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya bahasa kiasan dalam wacana ``Ole Internasional`` di tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gaya bahasa kiasan dalam wacana ``Ole Internasional`` di tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006 - USD Repository"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA BAHASA KIASAN

DALAM WACANA “OLE INTERNASIONAL”

DI TABLOID

BOLA

TANGGAL 3 MARET 2006

SAMPAI DENGAN 22 SEPTEMBER 2006

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Disusun oleh : Setiawan Werokila

NIM : 014114003

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Jika kesakitan ini atas kehendak-Mu,

itu pula yang aku inginkan…

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Papa dan Mama tercinta (Yustus Yonas Werokila dan Wawa

Widaningsih)

2. Arwin, Yan Peter, Mariana Werokila

3. Alm.Kakek Nie Goan San, Alm.Kakek Arloji Werokila,Alm. Qu Undang

4. Pak Samuel, Bu Anna dan PJ-nya (Shine Jogja)

5. Ibu Ester dan keluarga (Shine Jakarta)

6. Ernawati Ludji

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.

Yogyakarta,………2007

Penulis

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Sahabatku, Yesus Kristus, karena perkenan-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi berjudul “Gaya Bahasa Kiasan dalam Wacana “Ole Internasional” di Tabloid Bola Tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, kebaikan, dan dukungan baik material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan, perhatian, bantuan, dan dukungan tersebut sudah dirasakan penulis sejak awal menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini.

1. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar dan penuh perhatian memberikan dorongan, semangat, masukan, dan kritikan kepada penulis.

2. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah memberi masukan kepada penulis dengan penuh perhatian

3. Bapak Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Ibu Dra. Tjandrasih Adji, M.Hum., Bapak Drs. F.X Santosa, M.Hum., Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., dan Ibu S.E. Peni Adji ,S.S, M.Hum., atas bimbingannya selama penulis menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.

4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanannya dalam bidang administrasi.

(7)

6. Papa dan Mama tercinta (Yustus Yonas Werokila dan Wawa Widaningsih) yang dalam kesakitannya telah mendoakan, memberi semangat, dukungan dan usaha keras agar penulis bisa menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

7. Kakak Arwin Werokila dan keluarga, Kakak Yan Peter Werokila dan keluarga, Adikku tercinta Mariana Werokila yang senantiasa telah mendoakan, memberi semangat tak henti-hentinya agar penulis sukses selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

8. Saudara-saudaraku di Garut dan Sulawesi atas dorongan dan doanya.

9. Alm.Kakek Nie Goan San, Alm.Kakek Arloji Werokila,Alm. Qu Undang yang semasa hidupnya memberikan dukungan moril kepada penulis.

10.Pak Samuel, Bu Anna dan PJ-nya (Shine Jogja), Ibu Ester dan keluarga (Shine Jakarta) yang memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani selama menyelesaikan skripsi (Pertolongan Tuhan memang tepat pada waktunya).

11.Anak-anak Shine Jogja, Surabaya, Jakarta, terima kasih untuk doanya.

12.Teman-teman angkatan 2001, terima kasih atas kebersamaannya selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

13. Matias Gilang, Feri Irawan, Sidhi Pratomo Harja, Kristin Pundong dan Henry Krisbudi (untuk dukungan materi).

14.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Yogyakarta, ………2007

Penulis

(8)

ABSTRAK

Werokila, Setiawan. 2007. Gaya Bahasa Kiasan dalam Wacana “Ole Internasional” di Tabloid Bola Tanggal 3 Maret 2006 sampai

dengan 22 September 2006. Skripsi Strata I (S1) Program Studi

Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini membahas gaya bahasa kiasan dalam wacana “Ole Internasional” di tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006. Tujuannya adalah (1) Mendeskripsikan jenis gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam suatu kalimat dalam wacana “Ole Internasional” di tabloid Bola, dan (2) Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa kiasan dalam wacana “Ole Internasional”. Data diperoleh dari tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa dalam wacana “Ole Internasional” pada tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006, setiap hari Selasa dan Jumat. Metode simak dilaksanakan dengan teknik catat yaitu mencatat kalimat yang mengandung gaya bahasa kiasan pada kartu data.

(9)

Hasil penelitian mengenai gaya bahasa kiasan dalam wacana “Ole Internasional” di tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006 adalah sebagai berikut. Pertama, sebuah kalimat dapat memiliki lebih dari satu gaya bahasa. Kedua, pada tabloid Bola, khususnya dalam wacana “Ole Internasional”, jenis gaya bahasa yang paling banyak ditemukan adalah gaya bahasa kiasan yang meliputi: (i) sinekdoke totem pro parte (ii) sinekdoke pars pro toto (iii) metafora (iv) simile (v) hiperbola (vi) personifikasi (vii) oksimoron.

Fungsi gaya bahasa metafora untuk meningkatkan efek kalimat dan memberikan variasi arti. Penggunaan gaya bahasa sinekdoke totem pro parte lebih pada fungsi praktis yaitu untuk menyingkat sebuah frase menjadi sebuah kata, sedangkan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto, dan simile member variasi dalam penulisan berita olah raga. Untuk gaya bahasa hiperbola dimunculkan jurnalis untuk memperhebat dan meningkatkan kesan.

(10)

ABSTRACT

Werokila, Setiawan, 2007. Metaphors in Ole Internasional News Column of Bola Tabloid Dated March 13- September 22,2006. Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Literary, Indonesian Literature

Course, Sanata Dharma University .

This thesis explains metaphors in Ole International news column of Bola tabloid dated March 13-September 22, 2006. The aims of this thesis are (1) to describe the type of metaphors used in a sentence in Ole International news column of Bola tabloid, and (2) to describe the function of figurative language style in Ole International news column. The data are derived from Bola tabloid dates March 13-September 22, 2006.

The data collecting method that is used in this research is simak method, a method that observe attentively the using of its langue in Ole International news column of Bola tabloid dated March 13- September 22, 2006 every Tuesday and Friday. Observe method is executed with the note technic, i.e. noted sentences that contain metaphors in the data card.

Data analysis method used is agih method. It is an analysis data method that uses the languages element it self as the determiner. The continued technique of sharing method are subtitusion technique and broading technique. Subtitusion technique is used to prove metaphor, simile, hyperbole, personification, oksimoron, and sinekdoke pars pro toto figurative language. Broading technique is used to prove sinekdoke totem pro parte. The analytical result from the data is served with informal method, presented of data analysis method that uses word, not formulas, symbols, or diagrams.

(11)

include: (i) sinekdoke totem proparte (ii) sinekdoke pars pro toto (iii) metaphor (iv) simile (v) hyperbole (vi) personification (vii) oksimoron.

Metaphoric language style to improve sentence’s effect and give meaning variation. The application of sinekdoke totem pro parte language style is tends to the practical function, i.e. to sort the phrase into a word, whereas sinekdoke pars pro toto language styles and simile gives variation in writing process of sport news. The hyperbole language style appeared by the journalist to improve and dramatize the impression.

Metaphore and sinekdoke totem pro parte languages style are often used by Bola journalist for Ole International news column. Sinekdoke totem pro parte is mostly found when there is a football match between nations. On his/her writing, sport reporter directly uses word nation to represented the name of the related football team, automatically that found of writing is included to sinekdoke totem proparte language style (wholly mentioning to represented some part). Metaphore is divided into three, i.e., antropomorphosis methapore, animal, and sinestetik. While sinekdoke totem pro parte with the nation mentioning sinekdoke totem pro parte with the clubs name mentioning. Hyperbole figurative language is divided into three type, quantitative hyperbole, qualitative hyperbole, and frequentive hyperbole. Simile is marked with the comparation word such as seperti, layaknya, dan bak.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v

KATA PENGANTAR………. vi

ABSTRAK……….. viii

ABSTRACT……….. x

DAFTAR ISI……… xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….. 1

1.2Rumusan Masalah………. 6

1.3Tujuan Penelitian……….. 6

1.4Manfaat Penelitian ………... 6

1.5Tinjauan Pustaka………... 7

1.6Landasan Teori……….. 11

1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa………. 11

(13)

1.6.3 Pengertian Berita………18

1.7Metode dan Teknik Penelitian……….19

1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data…………19

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data……….20

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis………...22

1.8Sistematika Penelitian………..22

BAB II JENIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM SUATU KALIMAT PADA KOLOM BERITA OLE INTERNASIONAL

2.1 Pengantar………24

2.2 Dua Gaya Bahasa dalam Satu Kalimat………...24

2.2.1 Sinekdoke totem pro parte dan Metafora………..24

2.2.1.1 Sinekdoke Totem pro parte berupa nama

klub mendahului metafora antropomorfis

berupa verba... 24

2.2.1.2 Sinekdoke totem pro parte berupa nama

klub mendahului metafora antropomorfis

berupa nomina……….. 25

2.2.1.3 Sinekdoke totem pro parte berupa

nama klub mendahului metafora

binatang……….... 27

(14)

nama klub mengapit metafora

antropomorfis berupa verba………..28

2.2.1.5 Dua Sinekdoke totem pro parte

berupa nama klub mengapit metafora

antropomorfis berupa nomina………30

2.2.1.6 Sinekdoke totem pro parte berupa

nama negara mendahului metafora

antropomorfis berupa verba………...31

2.2.1.7 Metafora antropomorfis berupa verba

mendahului Sinekdoke totem pro parte

berupa nama negara………...32

2.2.1.8 Metafora antropomorfis berupa verba

mendahului sinekdoke totem pro parte

berupa nama klub………33

2.2.1.9 Metafora antropomorfis berupa nomina

mendahului sinekdoke totem pro parte

berupa nama negara……….35

2.2.2 Sinekdoke Totem Pro Parte dan Sinekdoke Pars

pro toto……….36

2.2.2.1 Sinekdoke Totem pro parte mendahului

(15)

2.2.2.2 Sinekdoke pro parte mendahului

sinekdoke totem pro parte………..37

2.2.2.3 Sinekdoke Totem pro parte berupa

nama negara mendahului Sinekdoke

pars pro toto berupa bagian tubuh ………38

2.2.2.4 Sinekdoke pars pro toto berupa

bagian tubuh mendahului sinekdoke

totem pro parte berupa nama negara…….39

2.2.2.5 Sinekdoke totem pro parte berupa

nama klub mendahului sinekdoke pars

pro toto bagian tubuh………...40

2.2.3 Sinekdoke totem pro parte dan hiperbola……..41

2.2.3.1 Sinekdoke totem pro parte berupa

nama negara mendahului hiperbola

kuantitatif………..41

2.2.4 Sinekdoke pars pro toto dan metafora …...42

2.2.4.1 Sinekdoke pars pro toto mendahului

metafora antropomorfis berupa verba …..42

2.2.4.2 Sinekdoke pars pro toto mendahului

(16)

2.2.4.3 Metafora antropomorfis berupa

nomina mendahului sinekdoke pars pro

toto………. 44

2.2.5 Metafora dan Hiperbola………..45

2.2.5.1 Metafora antropomorfis berupa

nomina mendahului hiperbola

kuantitatif……… 45

2.2.5.2 Hiperbola kuantitatif mendahului

metafora binatang ……….. 46

2.2.5.3 Hiperbola frekuentif mendahului

metafora binatang……….. 47

2.2.6 Metafora dan simile……… 49

2.2.6.1 Metafora antropomorfis berupa

nomina mendahului simile dengan

kata pembanding seperti……… 49

2.2.6.2 Metafora sinestetik mendahului simile

dengan kata pembanding seperti

layaknya……….. 50

2.2.6.3 Simile dengan kata pembanding

bak mendahului metafora antropomorfis

(17)

2.2.7Metafora dan Oksimoron……… 52

2.2.7.1Metafora berupa nomina mendahului

oksimoron……….. 52

2.2.8 Simile dan Personifikasi……….. 53

2.2.8.1 Simile yang ditandai dengan kata

pembanding adalah mendahului

personifikasi ………. 53

2.2.8.2 Simile yang ditandai dengan kata

pembanding seolah mendahului

personifikasi……….. 53

2.2.9 Simile dan Hiperbola……….. 54

2.2.9.1 Simile dengan kata pembanding

tak ubahnya mendahului hiperbola

kualitatif……… 54

2.3 Tiga gaya bahasa dalam satu kalimat……… 55

2.3.1 Simile yang ditandai dengan kata

penghubung bak, metafora antropomorfis

berupa nomina, dan sinekdoke totem pro

parte penyebutan negara………... 55

2.3.2 Metafora antropomorfis berupa nomina,

(18)

penyebutan negara , dan hiperbola

kuantitatif……….. 56

BAB III FUNGSI GAYA BAHASA KIASAN DALAM TABLOID OLAH RAGA 3.1 Fungsi Gaya Bahasa Kiasan dalam Tabloid Olahraga Khususnya Tabloid Bola……….. 58

3.1.1 Fungsi Metafora……… 58

3.1.2 Fungsi Sinekdoke totem pro parte……… 59

3.1.3 Fungsi-fungsi Gaya bahasa lainnya………….. 59

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………. 62

4.2 Saran………... 63

DAFTAR PUSTAKA………. 64

LAMPIRAN………..65

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara luas, gaya bahasa mempunyai susunan kata yang terjadi karena timbul perasaan dalam hati penulis dan memberikan akibat munculnya perasaan tertentu pada pembaca (Slamet Muljana via Pradopo, 1995:93). Junus (1989:192) mengatakan bahwa gaya bahasa tidak kosong, tetapi berkaitan dengan suatu ideologi. Pikiran atau ide muncul lebih dulu, kemudian diutarakan atau dibungkus dengan cara tertentu. Dari beberapa jenis gaya bahasa, penulis memilih gaya bahasa kiasan sebagai obyek penelitian dan kalimat yang memiliki gaya bahasa kiasan sebagai data penelitian.

Penulis memilih gaya bahasa kiasan yang ada dalam kolom berita pada “Ole Internasional” di tabloid Bola karena dijumpai penulisan berita yang menggunakan gaya bahasa kiasan. Berikut contoh gaya bahasa kiasan di kolom berita tabloid Bola:

(1) Tapi, harian La Stampa, yang bermarkas di Torino, menyebut bahwa sekarang saat yang tepat bagi Juventus untuk melepas Ibra (Bola, Jumat, 6 April hal. 11).

Pada kalimat (1), metafora ditunjukkan dengan penggunaan verba bermarkas.

(20)

(1a) Tentara Batalyon Parahyangan bermarkas di Kabupaten Garut.

Dengan demikian, secara implisit ada perbandingan antara harian La Stampa (sebuah koran harian) dengan tentara atau apapun yang mempunyai markas. Arti metaforis dari kata bermarkas pada kalimat (1) adalah bertempat tinggal atau beralamat. Dapat dibuktikan dengan teknik ganti, maka kalimat (1) menjadi,

(1b) Tapi, harian La Stampa, yang beralamat di Torino, menyebut bahwa sekarang saat yang tepat bagi Juventus untuk melepas Ibra.

Penggantian verba bermarkas dengan verba beralamat, tidak mengubah makna kalimat (1).

Selain mengandung metafora, kalimat (1) juga mengandung gaya bahasa Sinekdoke Totemproparte yang ditunjukkan dengan nama klub Juventus. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip, maka kalimat (1) menjadi,

(1c) Tapi, harian La Stampa, yang bermarkas di Torino, menyebut bahwa sekarang saat yang tepat bagi manajemen Juventus untuk melepas Ibra.

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Juventus hanya untuk mewakili

manajemen klub Juventus.

(2) Tapi serangan-serangan Argentina gagal sampai akhirnya datang sulap Rodriguez

(21)

Kalimat (2) mengandung gaya bahasa Sinekdoke Totemproparte yang ditunjukkan dengan kata negara Argentina. Untuk membuktikannya digunakan teknik perluas untuk unsur Argentina, maka kalimat (2) menjadi,

(2a) Tapi serangan-serangan tim sepakbola Argentina gagal sampai akhirnya datang sulap Rodriguez.

Dengan demikian, jelas bahwa penggunaan kata Argentina hanya untuk mewakili tim

sepakbola Argentina, bukan keseluruhan warga Argentina.

Selain mengandung Sinekdoke Totemproparte, kalimat (2) juga memiliki gaya bahasa metafora yang ditunjukkan dengan penggunaan frase sulap Rodriguez. Makna denotasi dari sulap adalah sejenis permainan yang menggunakan ketangkasan dan kecepatan gerak tangan sehingga penonton menyaksikan suatu keanehan yang mengherankan (Badudu-Zain, 1994:1369). Adapun contohnya sebagai berikut,

(2b) Dedi Corbuzier, sang pesulap ternama mempertunjukkan kebolehan sulap

mengubah air menjadi api.

Secara implisit ada perbandingan antara Rodriguez (pemain sepakbola) dengan orang yang biasa melakukan sulap atau pesulap. Dalam konteks kalimat di atas, Rodriguez melakukan atraksi dalam sepakbola yang mengherankan penonton. Jadi arti metaforis sulap dalam kalimat di atas adalah sebuah atraksi dalam sepakbola. Dapat dibuktikan melalui teknik ganti. Maka kalimat (2) menjadi,

(22)

Penggantian kata sulap oleh frase atraksi sepakbola tidak mengubah makna kalimat (2).

(3) Gol tendangan geledek William Gallas pada menit kedua injury time itu

disambut gembira tuan rumah seperti layaknya mereka memenangi sebuah laga di turnamen dengan sistem gugur (Bola, 14 Maret 2006, hal.18).

Metafora berupa nomina yang mendahului simile ditunjukkan dengan penggunaan nomina tendangan geledek. Makna denotasi dari geledek adalah guruh atau guntur yang keras; petir (Badudu-Zain, 1994:439), seperti dalam kalimat,

(3a) Pak Jokir meninggal disambar geledek.

Atau dengan menggunakan teknik sisip, kalimat (3) menjadi

(3b) Gol tendangan bak geledek William Gallas pada menit kedua injury time itu disambut gembira tuan rumah seperti layaknya mereka memenangi sebuah laga di turnamen dengan sistem gugur.

Dengan demikian terlihat jelas ada perbandingan antara tendangan (kegiatan manusia) dengan gejala alam seperti geledek. Arti geledek untuk menggambarkan betapa kerasnya tendangan tersebut.

Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (3) menjadi,

(3c) Gol tendangan yang keras William Gallas pada menit kedua injury time itu disambut gembira tuan rumah seperti layaknya mereka memenangi sebuah laga di turnamen dengan sistem gugur.

(23)

Pada kalimat (3) penggunaan simile yang didahului oleh metafora ditunjukkan dengan klausa seperti layaknya mereka memenangi sebuah laga di turnamen dengan sistem

gugur. Dengan demikian ada perbandingan langsung atau secara eksplisit antara

kegembiraan karena terjadi gol di injury time dengan kegembiraan memenangi sebuah laga di turnamen dengan sistem gugur.

(4) Pasukan Korea bukan hanya harus menjalani wajib militer, tapi juga

menyaksikan publiknya banjir air mata akibat kegagalan di Piala Dunia 2006 (Bola, 27 Juni 2006, hal. 33).

Pada kalimat (4) hiperbola kuantitatif ditunjukkan dengan klausa banjir air mata. Walaupun warga Korea banyak yang mengeluarkan air mata/menangis karena kegagalan tim sepakbola Korea di Piala Dunia 2006, namun banyaknya/kuantitas air mata yang keluar tidak sampai membuat banjir seperti banjir yang melanda Jakarta, maka hiperbola di atas termasuk ke dalam hiperbola kuantitatif.

(5) Gelsenkirchen adalah kota yang cuek, acuh tak acuh (Bola, 20 Juni 2006, hal.3).

Pada kalimat (5) personifikasi ditunjukkan dengan penggunaan klausa kota yang cuek,

acuhtak acuh. Cuek, acuh tak cuh adalah sifat yang dimiliki oleh manusia. Pada kalimat

(5), pemakaian kata cuek, acuh tak acuh dipasangkan dengan kota yang notabene adalah benda mati.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah (butir 1.1), masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1.2.1 Gaya bahasa kiasan apa saja yang muncul dalam suatu kalimat pada kolom berita “Ole Internasional” ?

1.2.2 Apakah fungsi gaya bahasa kiasan pada kolom berita dalam “Ole Internasional” ? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1.3.1 Mendeskripsikan jenis gaya bahasa kiasan apa saja yang digunakan dalam suatu kalimat di kolom berita pada “Ole Internasional” dalam tabloid Bola.

1.3.2 Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa kiasan pada kolom berita dalam “Ole Internasional”.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam bidang stilistika, sosiolinguistik, dan semantik. Dalam bidang stilistik, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya khazanah kajian gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam berita olahraga, sebagai contoh, penggunaan gaya bahasa hiperbola dalam kalimat,

(6) Pasukan Korea bukan hanya harus menjalani wajib militer, tapi juga

(25)

Dalam bidang sosiolinguistik, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberi informasi tentang ragam gaya penulisan berita olahraga khususnya sepakbola. Kata-kata atau frase seperti hujan gol, penyerang haus gol, penyerang mandul, mematikan sayap kiri, dsb, hanya akan ditemui dalam lingkup olahraga sepakbola saja. Jadi masyarakat penggemar sepakbola merupakan suatu kelompok dengan istilah sendiri.

Dalam bidang semantik, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna kalimat dapat diungkapkan dengan berbagai cara yang terwujud dalam gaya bahasa. Sementara itu, manfaat praktis penelitian ini adalah pengembangan bahasa bidang jurnalistik dalam penggunaan gaya bahasa kiasan di kolom berita.

1.5 Tinjauan Pustaka

Supratmi (1990) dalam skripsinya yang berjudul “Gaya Penulisan Berita dalam Majalah Hai” menyatakan adanya gaya bahasa akibat dari perbedaan arah dan tujuan serta hal yang dibicarakan. Penggunaan gaya bahasa satu dengan yang lain yang dibicarakan tentunya akan berbeda. Dalam suasana resmi dan formal akan digunakan gaya bahasa yang resmi pula. Ini bisa ditemui pada situasi rapat, pidato atau situasi resmi lainnya. Orang tidak akan bicara seenaknya dalam situasi resmi. Sebaliknya dalam suasana santai akan terasa kaku apabila digunakan gaya bahasa resmi.

(26)

Yuliastuti (1995) dalam skripsinya yang berjudul “Gaya Tuturan Wacana Iklan pada Majalah Wanita” membahas truktur kalimat iklan pada majalah wanita yang menggunakan gaya bahasa sebagai salah satu pendukung pesan, retorik yang digunakan dalam wacana iklan yang terdapat dalam majalah wanita, sudut pandang yang digunakan dalam analisis iklan tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah wacana iklan pada majalah wanita, sedangkan sampelnya pemakaian bahasa iklan dalam majalah wanita. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan mengambil 3 (tiga) majalah wanita. Majalah-majalah tersebut adalah Femina, Kartini, dan Sarinah. Data ini diperoleh dengan mencatat iklan yang terdapat dalam majalah, kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan persentase. Analisis selanjutnya dengan menggunakan metode padan pragmatis dengan teknik pilah unsur penentu dan menggunakan teknik lanjutan, yaitu teknik hubung banding menyamakan hal pokok. Temuan dari penelitian tersebut mencakup 3 (tiga) yaitu : pertama, wacana yang bersifat periodik (klimaks). Kedua, wacana yang kalimatnya mendapat tekanan pada awal kalimat (antiklimaks). Ketiga, wacana yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi dan berimbang termasuk paralelisme, antitesis, anafora, dan epistofora. Retorik yang ditonjolkan dalam penelitian wacana iklan pada majalah wanita adalah retorik berdasarkan informasi dan retorik berdasarkan maknanya. Sudut pandang yang ditonjolkan dalam wacana iklan tersebut meliputi sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua dan sudut pandang orang pertama, kedua dan ketiga (campuran).

(27)

Gaya bahasa berdasar langsung tidaknya makna yang ia temukan meliputi; gaya bahasa hiperbola, ellipsis, personifikasi, retoris, aliterasi, polisindenton, asindenton, metonimia, asonansi, simile, epitet, dan pleonasme. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat meliputi; gaya bahasa repetisi, klimaks, dan antiklimaks.

Dibanding gaya bahasa yang lain, gaya bahasa hiperbola menduduki urutan teratas. Gaya bahasa tersebut diklasifikasikan menjadi tujuh macam, yaitu; (i) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh kata paling, (ii) gaya bahasa hiperbola yang ditandai dengan afiks ter-, (iii) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh kata seba dan segala, (iv) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh frase negatif, (v) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh kata-kata yang menyatakan kemampuan luas biasa, (vi) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh kata pertama dan satu-satunya, dan (viii) gaya bahasa hiperbola yang ditandai oleh afiks se-.

(28)

untuk menarik perhatian para pembaca, berita di surat kabar pun menggunakan berbagai macam gaya bahasa. Ketepatan pemakaian gaya bahasa sangat menentukan menarik tidaknya sebuah tulisan.

Dalam penelitian ini, akan dianalisis jenis-jenis gaya bahasa kiasan apa saja yang muncul dalam satu kalimat. Terdapat dua atau lebih gaya bahasa yang muncul dalam satu kalimat. Sebagai contoh, gaya bahasa Sinekdoke totem proparte dan metafora yang muncul bersamaan dalam kalimat,

(7) Tiket ke ronde kedua sudah dipegang Tim Matador saat menjamu Arab Saudi di laga terakhir grup (Bola, 27 Juni 2006, hal.17).

Arab Saudi mewakili tim sepakbola Arab Saudi dan ronde kias dari babak dalam olahraga tinju.

Selain itu, dijelaskan pula fungsi gaya bahasa dalam tabloid olahraga. Sebagai contoh, gaya bahasa sinekdoke totem pro parte berfungsi untuk menyingkat, misalnya penggunaan kata negara untuk mewakili tim sepakbolanya.

1.6 Landasan Teori

Untuk keperluan penelitian ini, digunakan landasan teori sebagai berikut: (i) pengertian gaya bahasa, (ii) jenis-jenis gaya bahasa kiasan, dan (iii) pengertian berita. 1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa

(29)

bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja (Warriner, 1977:602). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Keempat, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung 3 (tiga) unsur berikut: kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 1985:113).

Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan diri sendiri baik melalui bahasa maupun tingkah laku dan sebagainya. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah serta menimbulkan konotasi berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Dale, 1970:20 dalam Tarigan, 1985:5). Menurut Kridalaksana (1983:49), gaya bahasa adalah suatu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur kata atau menulis. Menurut Keraf (2002:113) style atau gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

1.6.2 Jenis-Jenis Gaya Bahasa Kiasan

Teori-teori tentang jenis-jenis gaya bahasa kiasan menurut Keraf (2002:121-128). Jenis-jenis gaya bahasa kiasan mencakup:

a. Persamaan atau Simile

(30)

dengan hal yang lain. Untuk itu memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, misalnya: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dsb.

b. Metafora

Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yaitu membandingkan 2 hal atau lebih, secara implisit dan sekedar memberikan sugesti adanya suatu perbandingan. Konteks metafora hanya merupakan fragmen dan dapat berdiri sendiri. Konteks dalam sebuah metafora justru membatasi arti dari metafora itu. Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna asli dari konotasinya sekarang ini, maka metafora itu masih hidup; tetapi kalau sudah tidak bisa menentukan konotasinya maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan klise.

Perahu itu menggergaji ombak

Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi Pemuda dan pemudi adalah bunga bangsa

Kata-kata menggergaji, batuk-batuk, bunga dan bangsa masih hidup

(31)

berkembang, dsb. Metafora semacam ini merupakan metafora mati. Dengan matinya sebuah metafora kita berada kembali di depan sebuah kata yang mempunyai denotasi baru. Metafora semacam ini bisa berbentuk sebuah kata kerja, kata sifat, kata benda atau frasa atau klausa: menarik hati, memegang jabatan, mengembangkan, menduga dsb., banyak sedikitnya merupakan metafora pada mulanya (Keraf 2002:124-125).

Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk obyek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan; mis. kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia.

Metafora pengabstrakan adalah metafora berupa pemakaian kata atau bentuk lain yang bersangkutan dengan obyek konkret untuk obyek atau konsep abstrak; mis. namanya harum (bandingkan dengan bunga itu harum), sambutan yang dingin (bandingkan dengan air dingin) (Harimurti Kridalaksana 1982: 106).

(32)

adalah muara. Jadi mulut sungai diasosiasikan untuk menyebut muara sungai. Metafora binatang ialah metafora yang membandingkan sifat-sifat binatang dan sifat-sifat manusia yang menampak, misalnya Tulisanmu cakar ayam. Tulisanmu cakar ayam diasosiasikan untuk menyatakan tulisan yang buruk. Metafora sinestetik ialah metafora yang didasarkan pada perubahan kegiatan dari indera satu ke indera yang lain, misalnya dari indera penghilatan ke indera perasa yang menghasilkan metafora, misalnya warna

yang manis. Warna yang manis diasosiasikan untuk mengatakan warna yang

cocok atau serasi. c. Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Benda-benda itu bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Misalnya, Rembulan tersenyum-senyum.

d. Alusi adalah acuan yang berusaha untuk mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau peristiwa. Biasanya alusi ini merupakan suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa atau tokoh-tokoh dalam kehidupan nyata, mitologi, atau tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya, Bandung adalah Paris Jawa.

e. Metonimi

(33)

dapat berupa: akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Misalnya, Ia membeli sebuah chevrolet.

f. Sinekdoke

Sinekdoke berasal dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhannya (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro

parte). Misalnya, Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp.100,-

g. Hiperbol

Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir meledak aku.

h. .Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.

Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

i. Oksimoron

(34)

berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebanb itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

Keramah-tamahan yang bengis.

j. Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu digunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada pada sebuah kata yang lain.

Ia berbaring di atas bantal yang gelisah. (Yang gelisah adalah

manusianya, bukan bantal)

k. Eponim

Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu diapakai untuk menyatakan sifat itu, misalnya: Hercules, untuk menyatakan kekuatan; Helen

dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

l. Epitet

Adalah semacam acuan yang berbentuk sebuah frasa deskriptiff yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

Lonceng pagi untuk ‘ayam jantan’.

m. Pun atau paranomasia

Adalah permainan kata-kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

(35)

1.6.3 Pengertian Berita

Kata berita berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah:

a) Laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat b) Informasi (terutama yang resmi)

c) Laporan pers.

Menurut Badudu dan Zain (dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1994:195), berita adalah kabar, warta yang dikirimkan dari satu tempat ke tempat lain juga merupakan laporan peristiwa yang dituliskan dalam surat-surat kabar, misalnya:

a) Berita acara adalah laporan polisi tentang suatu peristiwa atau perkara tentang dimana, bila terjadi, bagaimana kejadiannya, dsb.

b) Berita keluarga adalah berita tentang keluarga misalnya kematian, kehilangan, penculikan, dsb.

c) Berita kriminal, berita tentang kejahatan yang didapat dari polisi.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S Poerwadarminta (1992: 219), berita adalah;

a) Kabar; warta; misalnya , tidak ada kabar beritanya artinya tidak ada kabarnya sama sekali.

b) Rencana (laporan tentang suatu hal)

(36)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yakni : (i) penyediaan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis. Berikut diuraikan metode dan teknik untuk masing-masing tahap penelitian ini.

1.7.1 Metode danTeknik Penyediaan Data

Objek penelitian ini adalah gaya bahasa kiasan pada “Ole Internasional” dalam Tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai 22 September 2006. Objek penelitian ini berada dalam data yang berupa kalimat dalam kolom berita. Data diperoleh dari sumber tertulis, yaitu tabloid Bola tanggal 3 Maret 2006 sampai 22 September 2006. Tabloid

Bola terbit 2 (dua) kali dalam seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat.

Data yang dikumpulkan adalah berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa kiasan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak., yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Teknik yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah teknik nonpartisipan atau teknik simak bebas lihat cakap dengan mengamati dan mencatat data berupa kolom berita yang mengandung gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam tabloid Bola pada kartu data (Sudaryanto, 1993:132-133). Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan berdasarkan jenisnya.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

(37)

unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31).

Teknik lanjutan dari metode agih yang dipakai adalah teknik ganti dan teknik perluas.

Teknik ganti dilaksanakan dengan menggantikan unsur tertentu satuan lingual dengan unsur tertentu yang lain di luar satuaan lingual yang bersangkutan. Teknik ganti digunakan untuk mengetahui kadar kesamaan kelas antara unsur terganti dengan unsur pengganti. Bila dapat digantikan atau saling menggantikan berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama (Sudaryanto, 1993:48-49). Sebagai contoh,

(8) Namun, belakangan Chelsea ikut memburu striker Atletico Madrid

tersebut (Bola, 27 Juni 2006, hal.40).

Pada kalimat (8), metafora berupa verba ditunjukkan dengan penggunaan verba

memburu. Makna denotasi dari memburu adalah mencari untuk menangkap binatang

(Badudu-Zain, 1994:232). Seperti dalam kalimat,

(8b) Pangeran Henry biasa memburu harimau di dekat istananya.

Secara implisit ada perbandingan antara striker Atletico Madrid (seorang manusia) dengan binatang atau apapun yang biasa diburu. Arti metaforis memburu dalam konteks kalimat (8) adalah menawar (karena dalam urusan jual beli yang melibatkan manajemen klub). Dibuktikan melalui teknik ganti, maka kalimat (8) menjadi,

(38)

Penggantian verba memburu oleh verba menawar tidak mengubah makna kalimat. Verba

memburu bersifat tidak langsung (implisit) sedangkan verba menawarkan bersifat

eksplisit (langsung).

Teknik perluas dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan ke kanan atau ke kiri dan perluasan itu menggunakan unsur tertentu. Teknik perluas digunakan untuk menentukan segi-segi kemaknaan satuan lingkungan tertentu yaitu untuk mengetahui kadar kesinoniman bila menyangkut dua satuan atau dua unsur satuan yang berlainan tetapi diduga bersinonim satu sama lain. Dalam hal ini, sinonim berarti sama informasinya, sama maknanya. Selain itu tataran ke kata dan kata majemuk atau frase, teknik diperluas digunakan untuk menentukan kadar kesamaan jenis satuan lingual (Sudaryanto, 1993: 55-59). Sebagai contoh,

(9) Perancis punya segudang pengalaman dalam hal turnamen-turnamen besar (Bola,

11 Juli 2006, hal.30).

Pada kalimat (9) penggunaan Sinekdoke Totem pro parte ditunjukkan dengan penyebutan negara Perancis. Dibuktikan dengan menggunakan teknik perluas ke kiri, maka kalimat (9) menjadi,

(9a) Tim sepakbola Perancis punya segudang pengalaman dalam hal turnamen-turnamen besar.

(39)

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis

Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data. Analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode informal, yaitu metode penyajian analisis data dengan kata-kata biasa, artinya penyajian hasil analisis tidak menggunakan rumus, lambing-lambang atau diagram (Sudaryanto, 1993:145).

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian hasil laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I berisi Pendahuluan, yang mencakup: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian.

(40)

BAB II

JENIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM SUATU KALIMAT

PADA KOLOM BERITA

OLE INTERNASIONAL

2. 1 Pengantar

Dalam bab ini diuraikan tentang jenis gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam sebuah kalimat di kolom berita “Ole Internasional”. Penelitian ini khusus meneliti gaya bahasa kiasan yang muncul dalam satu kalimat, tidak hanya satu tetapi dua sampai tiga gaya bahasa. Jenis-jenis gaya bahasa kiasan adalah simile, metafora, personifikasi, alusi, metonimi, sinekdoke, hiperbola, paradoks,

oksimoron, hipalase, hiponim, epitet, dan paranomosia (Keraf, 2002:121).

2.2 Dua Gaya Bahasa dalam Satu Kalimat

2.2.1 Sinekdoke totem pro parte dan Metafora

2.2.1.1 Sinekdoke Totem pro parte berupa nama klub mendahului metafora antropomorfis berupa verba

(10) Namun, belakangan Chelsea ikut memburu striker Atletico Madrid tersebut (Bola, 27 Juni 2006, hal.40).

(41)

(10a) Namun, belakangan manajemen Chelsea ikut memburu striker Atletico Madrid tersebut.

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, ofisial tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Chelsea hanya untuk mewakili manajemen klub Chelsea.

Sedangkan metafora antropomorfis berupa verba yang didahului sinekdoke totem pro parte berupa nama klub, ditunjukkan dengan penggunaan verba memburu. Memburu adalah kegiatan manusia Makna denotasi dari memburu adalah mencari untuk menangkap binatang (Badudu-Zain, 1994:232). Seperti dalam kalimat,

(10b) Pangeran Henry biasa memburu harimau di dekat istananya.

Secara implisit ada perbandingan antara striker Atletico Madrid (seorang manusia) dengan binatang atau apapun yang biasa diburu. Arti metaforis memburu dalam konteks kalimat (10) adalah menawar (karena dalam urusan jual beli yang melibatkan manajemen klub). Dibuktikan melalui teknik ganti, maka kalimat (10) menjadi,

(10c) Namun, belakangan Chelsea ikut menawar striker Atletico Madrid tersebut.

(42)

(11) Sepertinya kali ini Madrid hanya ingin agar dagangannya cepat laku dan tidak menuntut keuntungan (Bola, 29 Agustus 2006, hal.13).

Pada kalimat (11) terdapat gaya bahasa Sinekdoke Totemproparte berupa nama klub yang mendahului metafora antropormofis berupa nomina, yaitu kata Madrid. Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat (11) menjadi,

(11a) Sepertinya kali ini manajemen Madrid hanya ingin agar dagangannya cepat laku dan tidak menuntut keuntungan.

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, ofisial tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Madrid hanya untuk mewakili manajemen klub Madrid.

(43)

(11b) Dari tadi belum ada dagangannya yang laku.

Jadi secara implisit ada perbandingan antara pemain sepakbola dengan barang dagangan, itu dikarenakan pemain sepakbola pun dapat dijual atau dibeli seperti barang dagangan. Arti metaforis dari dagangan adalah pemain sepakbola yang siap atau akan dijual Dibuktikan melalui teknik ganti maka kalimat (11) menjadi,

(11c) Sepertinya kali ini manajemen Madrid hanya ingin agar pemain yang akan dijual cepat laku dan tidak menuntut keuntungan.

2.2.1.3 Sinekdoke totem pro parte berupa nama klub mendahului metafora binatang

(12) Beberapa tahun lampau, Diego Tristan pernah dibanderol 50 juta pound oleh La Coruna untuk mengenyahkan lalat-lalat peminat (Bola, 18 Juli 2006, hal. 19).

Gaya bahasa Sinekdoke totem pro parte berupa nama klub yang mendahului metafora binatang yang terkandung dalam kalimat (12) adalah kata La Coruna. Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat

(12) menjadi,

(12a) Beberapa tahun lampau, Diego Tristan pernah dibanderol 50 juta pound oleh manajemen La Coruna untuk mengenyahkan lalat-lalat peminat.

(44)

pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata La Coruna hanya untuk mewakili manajemen klub La Coruna.

Pada kalimat (12), metafora binatang yang didahului sinekdoke totemp pro parte berupa nama klub, adalah nomina lalat-lalat peminat. Makna denotasi dari lalat-lalat adalah semacam serangga yang hinggap di makanan atau benda-benda

yang busuk, pada luka dan sebagainya. (Badudu-Zain, 1994:758). Seperti dalam kalimat,

(12b) Bak sampah yang tidak terawat mengundang lalat-lalat hijau.

Jadi secara implisit ada perbandingan antara manajemen klub peminat dengan lalat. Karena lalat berukuran kecil, arti metaforis lalat-lalat peminat adalah manajemen klub-klub kecil. Dibuktikan melalui teknik ganti maka kalimat (12) menjadi,

(12c) Beberapa tahun lampau, Diego Tristan pernah dibanderol 50 juta pound oleh La Coruna untuk mengenyahkan manajemen klub-klub kecil.

Contoh kalimat lainnya yang memiliki pola serupa adalah,

(a) Sepertinya kali ini Madrid hanya ingin agar dagangannya cepat laku dan tidak menuntut keuntungan (Bola, 29 Agustus 2006, hal.13).

(45)

(13) Dengan Chelsea yang juga siap membajak Alessandro Nesta (Milan) dan Gianluca Zambrotta (Juventus), praktis cuma Arsenal yang relatif pasif menanggapi gejala eksodus tersebut (Bola, 18 Juli 2006, hal. 21).

Pada kalimat (13) terdapat dua Sinekdoke Totem pro parte berupa nama klub yang mengapit metafora antropomorfis berupa verba adalah kata Chelsea dan Arsenal. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip, maka kalimat (13)

menjadi,

(13a) Dengan manajemen Chelsea yang juga siap membajak Alessandro Nesta (Milan) dan Gianluca Zambrota (Juventus), praktis cuma manajemen Arsenal yang relatif pasif menanggapi gejala eksodus tersebut.

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Chelsea dan Arsenal untuk mewakili manajemen klub bersangkutan.

(46)

(13b) Para TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan para perompak yang hendak membajak kapal feri Senopati.

Dengan demikian, secara implisit manajemen Chelsea dibandingkan dengan pembajak atau perompak atau siapapun yang biasa melakukan kegiatan membajak. Arti metaforis dari membajak dalam konteks kalimat di atas adalah membeli pemain sebelum masa kontraknya habis. Untuk membuktikannya digunakan teknik ganti dan teknik perluas, maka kalimat (13) menjadi,

(13c) Dengan Chelsea yang juga siap membeli Alessandro Nesta (Milan) dan Gianluca Zambrotta (Juventus) sebelum masa kontraknya habis, praktis cuma Arsenal yang relatif pasif menanggapi gejala eksodus tersebut.

2.2.1.5 Dua Sinekdoke totem pro parte berupa nama klub mengapit metafora antropomorfis berupa nomina

(14) Pada akhir Juni lalu, Benfica memang telah sempat memberi lampu hijau pada sang pemain untuk bernegoisasi dengan Valencia seusai Piala Dunia 2006 (Bola, 18 Juli 2006, hal.10).

Pada kalimat (14) terdapat dua Sinekdoke Totemproparte berupa nama klub yaitu klub Benfica dan Valencia. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip, maka kalimat (14) menjadi,

(47)

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Benfica dan Valencia hanya untuk mewakili manajemen klub bersangkutan.

Sedangkan metafora antropomorfis berupa nomina yang diapit dua sinekdoke totem pro parte berupa nama klub yaitu nomina lampu hijau. Lampu hijau dalam keseharian dikenal dalam rambu-rambu lalu lintas yang berarti boleh

jalan. (Badudu-Zain, 1994:763) dan tentu saja berhubungan erat dengan kegiatan manusia. Seperti dalam kalimat,

(14b) Di jalan Adi Sucipto menunggu lampu hijau setelah lampu merah sangat lama.

Secara implisit ada perbandingan antara manajemen klub dengan rambu-rambu lalu lintas yang bisa menyala warna merah, kuning, hijau. Arti metaforis lampu hijau dalam kalimat (14) adalah kebebasan, kesempatan. Untuk

membuktikannya digunakan teknik ganti, maka kalimat (14) menjadi,

(14c) Pada akhir Juni lalu, Benfica memang telah sempat memberi kebebasan pada sang pemain untuk bernegoisasi dengan Valencia seusai Piala Dunia 2006.

Contoh kalimat lain yang memiliki pola serupa adalah,

(48)

2.2.1.6 Sinekdoke totem pro parte berupa nama negara mendahului metafora antropomorfis berupa verba

(15) Salah satu syarat untuk mengalahkan Prancis adalah dengan mematikan Zinedine Zidane (Bola, 11 Juli 2006, hal.15).

Pada kalimat (15) terdapat Sinekdoke Totem pro parte berupa nama negara mendahului metafora antropomorfis berupa verba, yaitu kata Prancis. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip untuk unsur Perancis, maka kalimat (15) menjadi,

(15a) Salah satu syarat untuk mengalahkan tim sepakbola Prancis adalah dengan mematikan Zinedine Zidane.

Dengan demikian akan semakin jelas bahwa penggunaan kata Prancis hanya untuk mewakili tim sepakbola Prancis, bukan keseluruhan warga Prancis.

Pada kalimat (15) terkandung metafora antropomorfis berupa verba yaitu kata mematikan. Mematikan adalah kegiatan manusia. Makna denotasi dari mematikan adalah membuat menjadi mati, membunuh; atau memadamkan lampu.

(Badudu-Zain, 1994:877). Seperti dalam kalimat,

(15b) Ular Cobra memiliki bisa mematikan.

(15c) Lampu teras dimatikan mulai pukul 06.00

(49)

konteks sepak bola adalah menjaga ketat pergerakan. Dapat dibuktikan melalui teknik ganti. Maka kalimat (15) menjadi,

(15d) Salah satu syarat untuk mengalahkan Prancis adalah dengan menjaga ketat pergerakan Zinedine Zidane.

Contoh kalimat lainnya yang memiliki pola serupa yaitu:,

(a) Sebaiknya Mesir hanya mampu membalas melalui satu gol yang lahir dari tendangan penalti Samir Ibrahim pada menit 70 (Bola, 28 Juli 2006, hal. 22).

(b) Sebelumnya, 50 negara UEFA akan bertarung memperebutkan 14 tiket (Bola, 1 September 2006, hal. 2).

2.2.1.7 Metafora antropomorfis berupa verba mendahului Sinekdoke totem pro parte berupa nama negara

(16) Tiket ke final, diperoleh dengan melumpuhkan perlawanan Uruguay (Bola, 28 April 2006, hal. 18).

(50)

(16a) Polisi berhasil melumpuhkan para penjahat dengan menembak kakinya.

Dengan demikian terlihat, secara implisit ada perbandingan antara tim sepakbola (tim yang mengalahkan Uruguay) dengan polisi atau siapapun yang melakukan kegiatan melumpuhkan. Arti metaforis melumpuhkan adalah mengalahkan. Dapat dibuktikan melalui teknik ganti, maka kalimat (16) menjadi,

(16b) Tiket ke final, diperoleh dengan mengalahkan perlawanan Uruguay.

Sedangkan Sinekdoke totem pro parte berupa nama negara yang didahului metafora berupa verba, adalah kata Uruguay. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip, maka kalimat (16) menjadi,

(16a) Tiket ke final, diperoleh dengan melumpuhkan perlawanan tim sepak bola Uruguay.

Dengan demikian akan semakin jelas bahwa penggunaan kata Uruguay hanya untuk mewakili tim sepakbola Uruguay, bukan keseluruhan warga Uruguay.

Contoh kalimat lain yang memiliki pola serupa yaitu,

(a) Terlepas dari hasil yang direguk The Republic melawan Swedia pada Rabu (3/1), Keane merasa sangat tersanjung dipercaya mengemban tanggung jawab itu (Bola, 3 Maret 2006, hal.8).

(51)

(17) Tapi, harian La Stampa, yang bermarkas di Torino, menyebut bahwa sekarang saat yang tepat bagi Juventus untuk melepas Ibra (Bola, Jumat, 6 April hal. 11).

Pada kalimat (17) terkandung metafora antropomorfis berupa verba yang mendahului Sinekdoke totem pro parte yaitu kata bermarkas. Makna denotasi dari markas adalah tempat kedudukan tentara. (Badudu-Zain, 1994:866). Seperti dalam kalimat,

(17a) Tentara Batalyon Parahyangan bermarkas di Kabupaten Garut.

Dengan demikian, secara implisit ada perbandingan antara Harian La Stampa (Sebuah koran harian) dengan tentara atau apapun yang mempunyai markas. Arti metaforis dari kata bermarkas pada kalimat (17) adalah bertempat tinggal atau beralamat. Dapat dibuktikan dengan teknik ganti, maka kalimat (17) menjadi,

(17b) Tapi, harian La Stampa, yang beralamat di Torino, menyebut bahwa sekarang saat yang tepat bagi Juventus untuk melepas Ibra.

Sedangkan Sinekdoke totem pro parte berupa nama klub yang didahului metafora yaitu kata Juventus. Untuk membuktikannya digunakan teknik sisip, maka kalimat (17) menjadi,

(52)

Dalam hal jual beli pemain sebuah klub sepakbola, yang mengaturnya adalah manajemen klub tersebut. Jadi tidak keseluruhan komponen klub, seperti pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penggunaan kata Juventus hanya untuk mewakili manajemen klub Juventus.

2.2.1.9 Metafora antropomorfis berupa nomina mendahului sinekdoke totem pro parte berupa nama negara

(18) Tiket ke ronde kedua sudah dipegang Tim Matador saat menjamu Arab Saudi di laga terakhir grup (Bola, 27 Juni 2006, hal.17).

Metafora antropomorfis berupa nomina yang terkandung dalam kalimat (18) adalah frase ronde kedua. Makna denotasi dari frase ronde adalah babak dalam pertandingan tinju yang berlangsun 3 menit. (Badudu-Zain, 1994:1177). Seperti dalam kalimat,

(18a) Pertandingan tinju Chris John melawan Jose Rojas berlangsung dalam 12 ronde.

Jadi secara implisit teradapat perbandingan babak dalam sepakbola dengan babak dalam tinju. Arti metaforis dari ronde kedua dalam konteks kalimat (18) adalah putaran kedua yang berarti babak knock out/ sistem gugur. Dapat dibuktikan dengan teknik ganti, maka kalimat (18) menjadi,

(53)

Penggantian nomina ronde kedua dengan sistem gugur tidak mengubah makna dari kalimat (18).

Pada kalimat (18) penggunaan Sinekdoke Totemproparte dengan penyebutan nama negara yang didahului metafora berupa nomina, ditunjukkan dengan penyebutan negara Arab Saudi. Dapat dibuktikan dengan penggunaan teknik sisip, maka kalimat (18) menjadi,

(18c) Tiket ke ronde kedua sudah dipegang Tim Matador saat menjamu tim sepakbola Arab Saudi di laga terakhir grup.

Dengan demikian penggunaan kata Arab Saudi hanya untuk mewakili tim sepakbola Arab Saudi, bukan keseluruhan warga Arab Saudi.

2.2.2 Sinekdoke Totem Pro Parte dan Sinekdoke Pars pro toto

2.2.2.1Sinekdoke Totem pro parte mendahului Sinekdoke Pars pro toto

(19) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah muka baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi Yunani (Bola, 1 September 2006, hal. 4).

(54)

(19a) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah muka baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi tim sepak bola Yunani.

Dengan demikian akan semakin jelas bahwa penggunaan kata Yunani hanya untuk mewakili tim sepakbola Yunani, bukan keseluruhan warga Yunani.

Sedangkan sinekdoke pars pro toto yang didahului sinekdoke totem pro parte adalah nomina muka baru. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (19) menjadi,

(19b) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah pemain baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi Yunani.

Dengan demikian bukan hanya mukanya saja yang disisipkan dalam skuad bayangan McClaren, namun keseluruhan tubuhnya. Kata muka mewakili tubuh keseluruhan.

Contoh kalimat lainnya yang polanya serupa adalah,

(a) Musim ini Milan mendatangkan dua muka baru di lini pertahanan (Bola, 9 Mei 2006, hal. 20)

(55)

2.2.2.2Sinekdoke pro parte mendahului sinekdoke totem pro parte

(20) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah muka baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi Yunani (Bola, 1 September 2006, hal. 4).

Pada kalimat (20) sinekdoke pars pro toto yang mendahului sinekdoke totem pro parte, adalah nomina muka baru. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (20) menjadi,

(20a) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah pemain baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi Yunani.

Dengan demikian bukan hanya mukanya saja yang disisipkan dalam skuad bayangan McClaren, namun keseluruhan tubuhnya. Kata muka mewakili tubuh keseluruhan.

Pada kalimat (20) terkandung Sinekdoke totem pro parte yang didahului sinekdoke pars pro toto yaitu kata Yunani. Dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat (20) menjadi,

(20b) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah muka baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi tim sepak bola Yunani.

(56)

Contoh kalimat lainnya yang memiliki pola serupa,

(a) Robert Donadoni berani memainkan muka-muka baru dan non langganan timnas dalam laga debut melawan Kroasia pada Agustus lalu (Bola, 8 September 2006, hal.2).

2.2.2.3Sinekdoke Totem pro parte berupa nama negara mendahului Sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh

(21) Semua pergerakan Ekuador bermula dari kakinya (Bola, 28 Juli 2006, hal. 16).

Pada kalimat (21) terkandung Sinekdoke Totemproparte berupa nama negara yang mendahului sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh, yaitu kata Ekuador. Dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat (21)

menjadi,

(21a) Semua pergerakan tim sepakbola Ekuador bermula dari kakinya.

Dengan demikian akan semakin jelas bahwa penggunaan kata Ekuador untuk mewakili tim sepakbola Ekuador, bukan keseluruhan warga Ekuador.

Pada kalimat (21) terdapat sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh yang didahului sinekdoke totem pro parte berupa nama negara yaitu kata kakinya. Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik lesap, maka kalimat (21) menjadi,

(57)

Dengan demikian, pergerakan tim sepak bola Ekuador bukan dari kakinya saja, tapi keseluruhan tubuhnya pun ikut terlibat. Kata kaki mewakili tubuh keseluruhan.

2.2.2.4Sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh mendahului sinekdoke totem pro parte berupa nama negara

(22) Robert Donadoni berani memainkan muka-muka baru dan non langganan timnas dalam laga debut melawan Kroasia pada Agustus lalu (Bola, 8 September 2006, hal.2).

Pada kalimat (22) terdapat sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh mendahului sinekdoke totem pro parte berupa nama negara, yaitu nomina muka-muka baru. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (22) menjadi,

(22a) Robert Donadoni berani memainkan pemain-pemain baru dan non langganan timnas dalam laga debut melawan Kroasia pada Agustus lalu.

Dengan demikian bukan hanya mukanya saja yang dimainkan Robert Donadoni, namun keseluruhan tubuhnya. Penyebutan kata muka mewakili tubuh keseluruhan.

Sedangkan Sinekdoke Totemproparte berupa nama negara yaitu kata Kroasia. Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat (22)

(58)

(22a) Robert Donadoni berani memainkan muka-muka baru dan non langganan timnas dalam laga debut melawan tim sepakbola Kroasia pada Agustus lalu.

Dengan demikian penggunaan kata Kroasia hanya untuk mewakili tim sepakbola Kroasia, bukan keseluruhan warga Kroasia.

Contoh kalimat lain yang memiliki pola serupa,

(a) Dalam 24 nama yang dipanggil McClaren, ada sejumlah muka baru yang disisipkan dalam skuad bayangan saat menghadapi Yunani (Bola, 1 September 2006, hal. 4).

2.2.2.5Sinekdoke totem pro parte berupa nama klub mendahului sinekdoke pars pro toto bagian tubuh

(23) Musim ini Milan mendatangkan dua muka baru di lini pertahanan. (Bola, 9 Mei 2006, hal. 20).

Pada kalimat (23) terdapat Sinekdoke Totemproparte berupa nama klub yang mendahului sinekdoke pars pro toto yaitu kata Milan. Dibuktikan melalui teknik sisip, maka kalimat (23) menjadi,

(23a) Musim ini manajemen Milan mendatangkan dua muka baru di lini pertahanan.

(59)

pendukung, pemain, official tim, dan pelatih. Jadi penyebutan klub Milan hanya untuk mewakili manajemen klub bersangkutan.

Sedangkan sinekdoke pars pro toto berupa bagian tubuh yang didahului sinekdoke totem pro parte, yaitu nomina muka baru. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (23) menjadi,

(23b) Musim ini manajemen Milan mendatangkan dua pemain baru di lini pertahanan.

Dengan demikian bukan hanya mukanya saja yang didatangkan manajemen Milan, namun keseluruhan tubuhnya. Kata muka mewakili tubuh keseluruhan.

2.2.3 Sinekdoke totem pro parte dan Hiperbola

2.2.3.1Sinekdoke totem pro parte berupa nama negara mendahului hiperbola kuantitatif

(24)Perancis punya segudang pengalaman dalam hal turnamen-turnamen besar (Bola, 11 Juli 2006, hal.30).

Pada kalimat (24) terdapat gaya bahasa Sinekdoke Totem pro parte berupa nama negara yang mendahului hiperbola kuantitatif yaitu kata Perancis. Dibuktikan dengan menggunakan teknik sisip, maka kalimat (24) menjadi,

(60)

Dengan demikian, penyebutan negara Prancis hanya untuk mewakili tim sepakbola Perancis, bukan keseluruhan warga Prancis.

Sedangkan gaya bahasa hiperbola kuantitatif yang didahului sinekdoke totem pro parte dengan penyebutan nama negara, adalah kata segudang. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, kalimat (24) menjadi,

(24b) Tim sepakbola Perancis punya banyak pengalaman dalam hal turnamen-turnamen besar.

Ada perbandingan antara kata banyak dengan segudang. Tim sepak bola Perancis memang memiliki banyak pengalaman di turnamen besar namun dari segi kuantitas, banyaknya tidak mencapai satu gudang. Dalam konteks kalimat di atas yang dilebihkan adalah kuantitas pengalamannya, maka termasuk dalam jenis hiperbola kuantitatif.

2.2.4 Sinekdoke pars pro toto dan metafora

2.2.4.1 Sinekdoke pars pro toto mendahului metafora antropomorfis berupa verba

(25) Wajah-wajah yang kerap menghiasi timnya kembali dipanggil (Bola, 1 September 2006, hal.7)

Kalimat (25), mengandung sinekdoke pars prototo yang mendahului metafora antropomorfis yaitu kata Peter Lovenkrands. Dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (25) menjadi,

(61)

Dengan demikian bukan hanya wajahnya saja yang menghiasi tim, namun keseluruhan tubuhnya. Kata wajah mewakili tubuh keseluruhan.

Selain Sinekdoke pars pro toto terdapat pula gaya bahasa metafora antropomorfis yaitu verba menghiasi. Menghiasi adalah kegiatan manusia. Makna denotasi dari menghiasi adalah mempercantik, memperbagus dengan benda-benda yang bagus (Badudu-Zain, 1994: 508) . Seperti dalam kalimat,

(25b) Pernak-pernik bintang laut menghiasi kamarnya.

Jadi, ada perbandingan antara pemain sepak bola dengan benda-benda bagus atau cantik yang biasa digunakan untuk menghias. Arti metaforis dari menghiasi adalah memperkuat. Dapat dibuktikan melalui teknik ganti, maka

kalimat (25) menjadi,

(25c) Wajah-wajah yang kerap memperkuat timnya kembali dipanggil.

Contoh kalimat lain yang memiliki pola serupa yaitu,

(a) Tapi, buat bomber tajam Peter Lovenkrands, yang tersingkir oleh Villareal, niat membantai Killmarnock pekan ini adalah awal bisnis serius untuk kembali ke LC musim depan (Bola, 10 Maret 2006, hal. 22).

2.2.4.2 Sinekdoke pars pro toto mendahului metafora binatang

(62)

seberang itu mulai menunjukkan taringnya (Bola, 19 September 2006, hal.8).

Sinekdoke pars pro toto yang terkandung dalam kalimat (26), adalah kata muka. Dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti, maka kalimat (26) menjadi,

(26a) Gerrard cs juga tidak bisa menutup mata bahwa Toon Army bisa saja mencuatkan kejutan di Anfield lantaran sejumlah pemain baru di kubu seberang itu mulai menunjukkan taringnya.

Dengan demikian bukan hanya mukanya saja yang masuk ke dalam tim, namun keseluruhan tubuhnya juga. Kata muka mewakili tubuh keseluruhan.

Sedangkan metafora binatang yang didahului sinekdoke pars pro toto adalah menunjukkan taringnya. Menunjukkan taring adalah kebiasaan yang dilakukan oleh hewan-hewan buas. Jadi ada perbandingan secara implisit antara pemain sepak bola dengan dengan hewan buas. Arti metaforis dari menunjukkan taring adalah memperlihatkan kemampuannya atau kapasitasnya. Dapat

dibuktikan melalui teknik ganti, maka kalimat (26) menjadi,

(26b) Gerrard cs juga tidak bisa menutup mata bahwa Toon Army bisa saja mencuatkan kejutan di Anfield lantaran sejumlah muka baru di kubu seberang itu mulai memperlihatkan kemampuannya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dengan judul “Analisis Kebijakan Devaluasi Yuan dan Cadangan Devisa sebagai Faktor-faktor Penyebab Depresiasi Nilai Tukar Rupiah

Hubungan antara variabel tipe kepribadian secara langsung terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan mempunyai nilai original sample (O) pada tabel 4.12.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode bootstrap dapat menguji hipotesis mengenai dua mean populasi dengan baik.. Selanjutnya metode bootstrap diimplementasikan pada

Hasil penelitian ini menunjukkan sistem penataan arsip sudah berjalan dengan baik ,bidang Catatan Sipil Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Tebing Tinggi menggunakan

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Bunyi bahasa ( speech sound ) merupakan satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan diamati dalam fonetik sebagai fon atau dalam fonologi sebagai fonem

jadwal tanam. Permasalahan lanjutan dari adanya pergeseran jadwal tanam adalah terjadi perubahan perhitungan potensi kebutuhan air pertanian, sehingga dapat menyebabkan