• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR (Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang) - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR (Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang) - Raden Intan Repository"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI

KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR

(Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala

Timur Kab.Tulang Bawang)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum Oleh:

YUPITA SARI PANGGABEAN

NPM. 1321030027

Program Study : Muamalah (Hukum Ekonomi Syari’ah)

Pembimbing I : Drs. H. Irwantoni M.Hum.

Pembimbing II : Dr. Siti Mahmudah,. S.Ag,. M.Ag.

FAKULTAS

SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG

LAMPUNG

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI

KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR

(Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala

Timur Kab.Tulang Bawang)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum

Oleh:

YUPITA SARI PANGGABEAN

NPM. 1321030027

Program Study : Muamalah (Hukum Ekonomi Syari’ah)

Pembimbing I : Drs. H. Irwantoni M.Hum.

Pembimbing II : Dr. Siti Mahmudah,. S.Ag,. M.Ag.

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG

LAMPUNG

(3)

ABSTRAK

Jual beli merupakan suatu bagian dari muamalah yang biasa dialami oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dalam hal ekonomi.. Jual beli merupakan sebuah transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yakni penjual dan pembeli dalam hal pemindahaan hak pemilikan suatu benda yang didahuli dengan akad dan penyerahan sejumlah uang yang telah ditentukan. Dari pelaksanaan jual beli itu maka apa yang dibutuhkan manusia dapat diperoleh, bahkan dengan jual beli ini pula manusia dapat memperoleh keuntungan yang akhirnya dapat meninggkatkan taraf hidup perekonomian mereka. Banyak orang beramai-ramai melakukan penyimpangan atau kecurangan demi memperoleh keuntungan yang lebih banyak lagi. Seperti yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur Kab. Tulang bawang, penyimpangan atau kecurangan yang dilakukan oleh penjual (petani karet) dalam memanipulasi berat timbangan karet diisi dengan kadar air yang banyak sehingga timbangan pun bertambah sedangkan pembeli (tengkulak karet) merasakan ruginya. Fenomena tentang adanya kecurangan atau penyimpangan banyak terjadi pada masyarakat Muslim. Kurangnya pemahaman masyarakat Muslim tentang aturan jual beli dalam Islam merupakan salah satu penyebab terjadinya penimpangan-penyimpangan tersebut.

Rumusan masalah skripsi ini adalah bagaimana praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya dan bagaimana tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya.

(4)

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field research), yang bersifat deskriftif kualitatif. Sumber data yang dikumpulkan adalah data primer yang diambil dari sejumlah responden yang terdiri dari pihak petani selaku penjual karet dan tengkulak selaku pembeli karet. Sedangkan data sekunder dapat dilakukan melalui kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data-data dan informasi dengan bantuan buku-buku yang terdapat pada perpustakaan. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, interview dan pustaka.

Berdasarkan penelitian ini dapat dikemukakan bahwa praktik yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur Kab.Tulang Bawang bahwa pembeli hanya melihat bagian luar saja yang nampak. Sedangkan bagian dalamnya pembeli tidak mengetahui secara pasti

apakah karet yang dibagian dalam kualiatasnya sama seperti karet yang

diperlihatkan di bagian luar. Disini pembeli merasa dirugikan karena

pada praktiknya kualitas karet pada bagian luar dengan karet yang berada

pada bagian dalam terdapat perbedaan. Sedangkan pandangan hukum

Islam, jual beli karet dengan praktik tambahan kadar air ini tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan Islam, karena mengandung unsur

gharar adanya ketidakjelasan kualitas dan julmah berat karet yang diperjualbelikan, mendorong adanya spekulasi dan masuk dalam unsur

(5)
(6)
(7)

MOTTO                                           

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di

antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

(Q.S. An-Nisa : 29)1

1

Departemen AgamaRI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro),

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi sederhana ini penulis persembahkan sebagai tanda cinta, kasih sayang, dan hormat yang tak tehingga kepada:

1. Kedua orang tuaku Ayahanda Muhammad Yunan Panggabean (Alm) dan Ibunda Suwartini tercinta yang telah melindungi, mengasuh, menyayangi dan mendidik saya sejak dari kandungan hingga dewasa, serta senantiasa mendo‟akan dan sangat mengharapkan kerberhasilan saya. Dan berkat do‟a restunya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah ini. Semoga semua ini merupakan hadiah terindah untuk kedua orang tua saya.

2. Kakak-kakakku tersayang Jeri Setiawan Panggabean dan Desma Sari, kakak tersayang Neliana Dewi Kartika Panggabean, yang telah tulus dan ikhlas membiayai, dan adik Achmad Juniardo Panggabean serta Keluarga besar saya, yang selalu mendo‟akan dan memberikan semangat motivasi bagi keberhasilan saya selama studi.

3. Seluruh dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan tulus ikhlas.

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis mempunyai nama lengkap Yupita Sari Panggabean, anak ketiga dari empat bersaudara putri pasangan Bapak Muhammad Yunan Panggabean (Alm) dan Ibu Suwartini. Lahir di Tulang Bawang pada tanggal 13 Februari 1996.

Penulis mempunyai riwayat pendidikan pada :

1. Taman Kanan-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal, Kec. Banjar Agung, kab. Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 2001;

2. Sekolah Dasar Negeri 1 Dwi Warga Tunggal Jaya, Kec. Banjar Agung, Kab. Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 2007;

3. SMP Negeri 6 Banjar Agung, Kec. Banjar Agung, Kab. Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 2010;

4. MAN 1 Metro, Kec. Batang Hari, Kab. Lampung Timur, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), diselesaikan pada tahun 2013;

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk sehingga skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam tentang Jual Beli Karet Dengan Tambahan Kadar Air (Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang) dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang setia kepadanya hingga akhir zaman.

Skripsi ini ditulis dan diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program Strata Satu (S1) Jurusan Mu‟amalah Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) dalam bidang Ilmu Syari‟ah.

Atas semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, tak lupa penulis haturkan terima kasih sebesar-besarnya. Secara rinci ungkapan terima kasih itu disampaikan kepada :

1. Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan-kesulitan mahasiswa;

2. Dr. H. Khairuddin, M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.

3. Drs. Haryanto H, M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.

4. Drs. H. Chaidir Nasution, M.H,. selaku Wakil Dekan III Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.

5. H. A. Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H., dan Khoiruddin M.S.I selaku Ketua Jurusan Mu‟amalah dan Sekertaris Jurusan Mu‟amalah Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Drs. H. Irwantoni M.Hum. selaku Pembimbing I dan Dr. Siti Mahmudah, S.Ag., M.Ag., selaku Pembimbing II yang yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing serta memberi arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

7. Bapak / Ibu Dosen dan Staf Karyawan Fakultas Syari‟ah;

8. Ayah (alm) dan Ibu yang selalu mendukung setiap langkahku serta doa yang tak pernah henti dihanturkan disetiap sujudmu.

9. Kakak tersayang dan tercinta Neliana Dewi Kartika Panggabean yang tak pernah putus memberi masukan, dukungan, semangat dan kasih sayang. 10. Kakak Jeri Setiawan Panggabean, Desma Sari dan adik Achmad Juniardo

Panggabean.

(11)

12. Sahabat-sahabat tersayangku Rohmah Fauziah, Anggita, Resti Ramayanti, dan Cucu Anggun.

13. Orang-orang yang selalu mendukungku Antoni Miftah, Mugiyarti, Sinorita Winahyu, Yayuk Cholifah, Aminatuz, Firdamila, Riza Aprilia, Juwita, Eka Permata, Laela Eka S, Ayu Sintia, Arlicia Dzulva, mba Eva Artemis & mas pujo, Bang Basri, Rini Sanjaya, Diana Oktafiani, Nofilia Citra, Diana Ngadira W, Indah Pangestuti.

14. Teman-teman Muamalah angkatan 2013, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas kebersamaan perjuangan selama ini.

15. Teman-teman Al-Kahfi angkatan 2010 MAN 1 Lamtim, teman KKN, begitu juga teman SD 1 DWT JAYA,SMP 2 Banjar Agung dan semua adik-adik dan kakak-kakak tingkatku.

16. Dan semua pihak yang membantu dan terlibat dalam perjalanan kehidupanku.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka dan ucapan terimakasih. Namun demikian, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Aamiin.

Bandar Lampung, 29 Oktober 2017

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... PEN DAHULUAN ... 1

A.Penegasan Judul ... 1

B.Alasan Memilih Judul ... 2

C.Latar Belakang Masalah ... 3

D.Rumusan Masalah ... 7

E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

F. Metode Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A.Hukum Islam tentang Jual Beli ... 15

1. Pengertian Jual Beli ... 15

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 19

3. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 24

4. Khiyar dalam Jual Beli ... 30

5. Macam-macam Jual Beli ... 32

(13)

B.Karet ... 49

1. Pengertian Karet ... 49

2. Jenis-jenis Karet ... 50

3. Budi Daya Karet ... 57

4. Penyadapan Karet ... 60

5. Prakoagulasi ... 62

6. Aneka Barang Karet... 66

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 67

A.Gambaran Umum Masyarakat Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ... 67

1. Sejarah berdirinya Desa Tri Makmur Jaya ... 67

2. Kondisi geografis dan demografis Desa Tri Makmur Jaya . 68 3. Kondisi sosial ekonomi ... 70

4. Kondisi sosial budaya ... 71

5. Kondisi sosial keagamaan ... 73

6. Struktur organisasi ... 74

B.Sistem Jual Beli Karet ... 75

C.Praktik Penambahan Kadar Air dalam Karet ... 78

BAB IV ANALISIS DATA ... 80

A.Praktik Jual Beli dengan Penambahan Kadar Air di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang ... 80

B.Jual Beli Karet dengan Penambahan Kadar Air dalam Perspektif Hukum Islam ... 85

BAB V PENUTUP ... 90

A.Kesimpulan ... 90

B.Saran ... 91

(14)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Permohonan Seminar Proposal

2. Surat Rekomendasi Penelitian / Survei Kesbangpol Lampung

3. Surat izin Penelitian / Survei Kesbangpol Menggala

4. Surat Keterangan Izin Riset Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Kecamatan

Menggala Timur Kampung Tri Makmur Jaya

5. Daftar Pertanyaan Wawancara Pembeli

6. Daftar Pertanyaan Wawancara Penjual

7. Surat Keterangan Wawancara

(15)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur

Kab. Tulang Bawang Menurut Kelompok Umur ... 69 2. Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur

Kab. Tulang Bawang Menurut Kelompok Pendidikan ... 69 3. Perincian Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur

Kab. Tulang Bawang Menurut Tingkat Ekonomi ... 70 4. Perincian Bangunan Peribadatan Umat Islam Desa Tri Makmur Jaya

Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ... 73 5. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tri Makmur Jaya

Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ... 74 6. Daftar Nama Responden Jual Beli Desa Tri Makmur Jaya

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Sebagai kerangka awal guna mendapatkan gambaran yang jelas dan

memudahkan dalam memahami proposal ini, maka perlu adanya uraian

terhadap penegasan arti dan makna dari beberapa istilah yang terkait dengan

tujuan proposal ini. Dengan penegasan tersebut diharapkan tidak akan terjadi

kesalah pahaman terhadap pemaknaan judul dari beberapa istilah yang

digunakan, disamping itu langkah ini merupakan proses penekanan terhadap

pokok permasalahan yang akan dibahas.

Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli

Karet dengan Tambahan Kadar Air (Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya

Kab.Tulang Bawang Kec.Menggala Timur)”. Untuk itu perlu diuraikan

pengertian dari istilah-istilah judul tersebut yaitu sebagai berikut :

Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah

dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.2

Jual Beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau barang

dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang

lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan

2

(17)

syara‟ (hukum islam).3 Sedangkan dalam syari‟at islam jual beli adalah

pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antar

keduanya. Atau dengan pengertian lain memindahkan hak milik dengan hak

milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.4

Karet adalah tumbuhan besar yang kulit batangnya menghasilkan

getah sebagai bahan pembuat ban, bola, dan sebagainya.5

Kadar air adalah persentase air yang ada pada pulp, kertas, atau

karbon yang ditetapkan dengan cara mengeringkan.6 Kadar air disini ialah

persentase air yang ada dalam karet.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

maksud judul skripsi ini adalah aturan hukum Islam mengenai jual beli karet

yang dalam pelaksanaannya ditemukan adanya proses,cara atau perbuatan

menambahkan kadar air.

B. Alasan Memilih Judul

Adapun yang menjadi alasan penulis memilih dan menetapkan judul

ini adalah sebagai berikut :

1. Alasan Objektif, mengingat perkembangan jual beli yang beraneka ragam

maka persoalan muamalah pun berkembang pada zaman sekarang ini,

3

A. Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis), (Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung:Bandar Lampung, 2015), h. 140.

4

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, Cet ke-10 (Bandung: Al-Ma‟arif, 1996), h. 120

5

Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemprer, Modern English

Pers, (Jakarta, 1991), h. 665

6

(18)

lebih spesifik kepada praktik jual beli karet dengan penambahan kadar air

di Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kab.Tulang Bawang

Kec.Menggala Timur

2. Alasan subjektif

a. Tema tentang “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Karet

dengan Tambahan Kadar Air” menurut penulis sangatlah menarik

untuk dikaji dan diteliti.

b. Judul ini dipilih oleh penulis karena sangat relevan dengan disiplin

ilmu yang diketahui penulis di fakultas syari‟ah jurusan Mu‟amalah.

C. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki berbagai keperluan

hidup, telah disediakan Allah SWT beragam benda yang dapat memenuhi

kebutuhannya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut

tidak mungkin dapat diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Oleh karena itu, ia harus bekerja sama dengan orang lain.7 Hal ini disebabkan

karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa peran

dan bantuan orang lain. Karna itu Allah memberikan naluri kepada manusia

untuk melakukan interaksi sosial dengan manusia lain (muamalah), seperti:

pinjam-meminjam, jual beli, sewa-menyewa, utang piutang dan sebagainya.

Setiap orang Islam berkewajiban untuk bertingkah laku dalam

hidupnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur‟an dan Sunnah yang

7

(19)

telah menentukan batasan-batasan dan aturan-aturan hukum seperti syarat dan

rukun yang dipenuhi ketika akan melakukan transaksi jual beli.

Menurut hukum Islam, yang dimaksud dengan jual beli adalah

menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling

merelakan.8

Dan jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an surat Al-Baqarah

ayat 275, yakni:

         

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba9

Oleh karena itu, setiap orang harus memperhatikan mana yang

dilarang (haram),mana yang dibolehkan (halal) dan mana yang mana haq

(kebenaran), juga batil (kesesatan).

Karena jual beli itu sendiri memberikan kemanfaatan di antara kedua

belah pihak, jual beli juga tidak diperbolehkan melakukan praktek-praktek

kecurangan, seperti pengurangan atau penambahan didalam timbangan,

penipuan dan praktek-praktek lainnya yang dapat merugikan salah satu pihak.

firman Allah SWT dalam surah An-Nisa‟ ayat 29:

                                           8

Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi‟iyah,( Jakarta: Karya Indah, 1986), h. 5.

9

(20)

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”.10

Namun prilaku kecurangan dalam jual beli sering sekali terjadi antara

penjual dengan pembeli dan sebaliknya karena sebagian hanyut dalam

komoditi angka dan laba. Hampir-hampir mereka tidak pernah ingat akan

keberadaan Allah SWT, kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, atau meningingat

akhirat.Dalam islam tujuan dari seseorang berdagang bukanlah semata-mata

mencari keuntungan yang sebesar-besarnya akan tetapi, untuk mendapatkan

keberkahan. Keberkahan usaha adalah kemantapan dari usaha itu dengan

memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai Allah SWT.11

Desa Tri Makmur Jaya merupakan salah satu desa yang sangat subur

diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Menggala Timur Kabupaten

Tulang Bawang. Dimana sebagian masyarakatnya bekerja dalam bidang

perkebunan karet, alasannya bahwa kondisi tanah di desa tersebut sangat

cocok untuk tanaman sejenis karet, selain alasan tersebut tanaman karet juga

merupakan model tanaman yang mudah dirawat.

Hasil dari perkebunan tersebut menjadi sebuah aktifitas tersendiri

(selain bertani) bagi petani untuk melakukan perdagangan (jual beli) baik di

rumah maupun di pabrik. Jual beli yang dilakukan di rumah biasanya petani

menjual hasil panen ke pembeli karet (tengkulak) terdekat yang ada di desa,

10

Ibid, h. 83.

11

Burhannudin, Etika Individu Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta:PT.Rineka

(21)

sedangkan jual beli yang dilakukan di pabrik yaitu pembeli karet (tengkulak)

menjual hasilnya ke pabrik karet yang terletak jauh dari pedesaan.

Adapun yang menjadi ketetapan praktik yang dilakukan tengkulak

bahwa setiap penimbangan bahwasannya memotong berat karet mencapai 2

kg dan berat karet rata-ratanya kurang lebih mencapai 30kg setiap sekali

timbangan guna memotong kadar air yang melekat pada karet tersebut.12 Dan

dalam pelaksanaan transaksi jual beli sebagian dari pembeli karet (tengkulak)

mengeluh dengan hasil panen yang dibeli dari petani yang selalu menyusut

kadar air dari karet tersebut sebelum disetor ke pabrik, ini disebabkan petani

melakukan penyelewengan yakni dengan memanipulasi berat dengan cara

menemambahkan air ke dalam karet, hal tersebut merupakn upaya petani

untuk melakukan kecurangan dan merugikan pihak tengkulak.

Dengan demikian kecurangan yang dilakukan para petani merupakan

sebuah kejanggalan yang dirasakan oleh pembeli karet (tengkulak) Desa Tri

Makmur Jaya. Adanya kecurangan tersebut terkadang membuat pembeli

enggan untuk membeli haseil panen petani, namun karena kecurangan ini

sudah umum dan telah menjadi kebiasaan yang terjadi di tersebut, bahkan

dilapangan tidak nampak adanya transaksi yang jelas terutama pada lafadz

yang diucapkan oleh pemjual maupun pembeli. Sehingga sangat menarik bagi

penyusun melakukan penelitian terhadap permasalahan yang timbul dari

praktik jual beli karet dengan penambahan kadar air yang telah berlangsung

12

Bapak Suwito, tengkulak karet di Desa Tri Makmur Jaya, Wawancara, pada tanggal 24

(22)

sejak lama di Desa Tri Mkamur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten

Tulang Bawang yang kemudian akan ditinjau dari pandangan hukum Islam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah proposal ini adalah :

1. Bagaimana praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri

Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet dengan tambahan

kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur

Kabupaten Tulang Bawang?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air

di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang

Bawang.

b. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet

dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala

Timur Kab.Tulang Bawang.

2. Kegunaan Penelitian

(23)

a. Secara teoritis, bagi masyarakat penelitian ini diharapkan mampu

memberikan pemahaman mengenai sistem praktik dalam jual beli

menurut perspektif hukum Islam dan diharapkan dapat memperkaya

khazanah pemikiran Keislaman pada umumnya civitas akademik

Fakultas Syari‟ah dan Hukum Jurusan Muamalah pada khususnya.

Selain itu diharapkan menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya

sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan

memperoleh hasil yang maksimal.

b. Secara Praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu yarat

memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar S.H pada Fakultas

Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.

F. Metode Penelitian

Dalam hal ini, penulis memperoleh data dari penelitian lapangan

langsung tentang jual beli makanan dengan penambahan kadar air yang akan

dianalisa menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan induktif,

alasannya unyuk menarik sebuah kesimpulan dari hasil penelitian dengan

metode yang dipelajari dari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan

kaidah-kaidah yang berlaku dilapangan dan lebih umum mengenai fenomena

yang diselidiki.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu penelitian lapangan

(24)

lapangan dalam fakta yang sebenarnya. Penulis melakukan penelitian

langsung terhadap warga masyarakat yang melakukan jual beli karet

dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala

Timur Kab.Tulang Bawang.

Selain lapangan penelitian ini juga menggunakan penelitian

kepustakaan (library resach) sebagai pendukung dalam melakukan

penelitian, dengan menggunakan berbagai literature yang ada di

perpustakaan yang relevan dengan masalah yang diangkat untuk diteliti.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu prosedur

penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berwujud uraian

dengan kata atau kalimat baik tertulis maupun lisan dari orang-orang

yang berprilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini

menggambarkan permasalahan yang ada secara obyektif, guna

mendeskripsikan pelaksanaan jual beli karet terhadap tambahan kadar air

di Desa Tri Makmur Jaya Kac.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang

sebagaimana adanya, kemudian menganalisa berdasarkan data yang ada

dari hasil penelitian dan literature-literatur yang ada kaitannya dengan

permasalahan tersebut, supaya mendapatkan sebuah kesimpulan.

3. Data Penelitian

(25)

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

responden atau objek yan diteliti. Yang menjadi sumber dari data

primer adalah pedagang karet (petani) dan pembeli karet (tengkulak)

di Desa Tri Makmur Jaya Kab.Tulang Bawang Kec.Menggala

Timur.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Berupa

data yang diambil dari beberapa buku, dokumen, dan wawancara

dengan petani dan tengkulak yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang

memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap, objek atau nilai yang

akan diteliti dalam populasi dapat berupa orang, perusahaan, lembaga,

media dan sebagainya.13 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah

keseluruhan dari tengkulak (berjumlah 3 orang) dan petani (berjumlah

lebih dari 100 orang). Jadi populasi dari penelitian ini berjumlah lebih

dari 103 orang yang terdiri dari petani karet (penjual) dan tengkulak karet

(pembeli).

13

(26)

Sample adalah bagian dari populasi yang diambil dengan

cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap

dan dapat dianggap mewakili populasi.14 Jumlah populasi yang tersedia

lebih dari 103 orang.

Berdasarkan buku Dr. Suharsimi Arikunto yang menyebutkan

apabila subjuknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, jika

objeknya lebih besar dapat di ambil antara 10%-15% atau 20%-25%.

Oleh karena itu berdasarkan penentuan jumlah sampel yang dijelaskan,

penulis mengambil sampel sebanyak 10% dari populasi yang tersedia

yaitu kurang lebih sebanyak sepuluh orang yang terdiri dari petani karet

yang berjumlah 7 orang dan tengkulak karet yang berjumlah 3 orang.

Jadi, maksud dari metode purposive sampling yaitu dalam

penetapan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa orang-orang

yang mengetahui permasalahan yang dikaji, sehingga sampel dapat

benar-benar mewakili dari keseluruhan sampel yang ada. Adapun yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Pembeli karet (tengkulak)berjumlah 3 orang

b. Penjual karet (petani) 7 orang sebagai responden dalam

penulisan proposal ini.

14

(27)

5. Metode Pengumpulan Data

Medapatkan data dan informasi yang falid dan lengkap, maka

digunakan beberapa metode sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi (pengamatan) adalah pengamatan dan pencatatan

dengan sistematika atas fenomena-fenomena yang diteliti, dalam hal

ini peneliti memperoleh data yang diperlukan dengan cara datang

dan melihat di lapangan terhadap praktik jual beli karet terhadap

tambahan kadar air itu berlangsung, yaitu pada salah satu rumah si

tengkulak yang digunakan untuk transaksi pelaksanaan jual beli

karet.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang

variable yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, dan lain

sebagainya. Data yang terkait dengan data dilapangan yaitu nota

transaksi jual beli dan catatan-catatan transaksi oleh tengkulak.

c. Wawancara (interview)

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap

(28)

keterangan-keterangan.15 Yang diwawancarai yaitu para tengkulak

(pembeli karet) dan petani (penjual karet). Dengan tujuan

memperoleh informasi faktual, untuk menarik dan menimba

kepribadian individu atau untuk tujuan-tujuan konseling atau

penyuluh. Dalam wawancara ini mengadakan wawancara dengan

beberapa masyarakat Desa Tri Makmur Jaya untuk memperoleh

informasi yang berhubungan dengan skripsi.

6. Metode Pengolahan Data

a. Pemeriksaan data (editing)

Pemeriksaan data atau editing adalah memeriksa daftar

pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.16

Tujuannya yaitu untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi, sehingga

kekurangannya dapat dilengkapi dan di perbaiki.

b. Sistematika Data

Bertujuan menempatkan data menurut kerangka sistematika

bahasan berdasarkan urutan masalah, dengan cara melakukan

pengelompokan data yang telah diedit dan kemudian diberi tanda

menurut kategori-kategori dan urutan masalah.

15

Cholid Narbuko, Abu Achmad, Metodologi Penelitian, Cet.ke-4, (Jakarta: Bumi

Aksara,2015), h.83.

16

(29)

7. Metode Analisis Data

Setelah semua data terkumpul melalui instrumen pengumpulan

data, selanjutnya data tersebut akan dianalisa. Metode analisa data yang

digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kajian penelitian,

yaitu jual beli karet dengan penambahan kadar air yang kemudian

ditinjau dari pandangan hukum islam. Setelah analisis data selesai maka

hasilnya akan disajikan secara deskriptif analisis kualitatif secara

bertahap dan berlapis, yaitu suatu penjelasan dan penginterprestasian

secara logis, sistemetis. Yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan

yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hukum Islam Tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut bahasa (etimologi) berarti “al-bai‟ )حيبلا)” yang

berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu lain.

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba‟i, al-tijarah, dan

al-mubadalah, hal ini sebagaimana firman Allah Swt. : 17

…

 



Artinya : …mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan

rugi” (Q.S. Fathir (35) : 29) 18

Secara istilah (terminologi) terdapat beberapa pendapat ulama fiqh

mendefinisikan jual beli, sekalipun memiliki substansi dan tujuan yang

sama antara lain sebagai berikut :

a. Menurut ulama Hanafiah membagi definisi jual beli ke dalam dua

macam, yaitu :

17

Hendi Suhendi, Fiqh Mu‟amalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), h. 67.

18

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-quran dan Terjemahannya, Cetakan

(31)

1) Definisi dalam arti umum, yaitu :

ِدْقَّ نلاِب ِةَعْلِّسلا ُةَلَداَبُمْوَأ اَىِوَْنََو ِةَّضِفْلاَو ِبَىَّذلا ِنْيَدْقَّ نلاِب ِْيَْعْلا ُعْيَ بَوُىَو

ٍ ْوُ َْ ِوْ َو َلَ اِىِوَْنَ ْوَأ

.

19

Artinya : “Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata

uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang

dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.”

2) Definisi dalam arti khusus, yaitu :

َ َد اَبُم َوُىَو

ٌ

ٍ ْوُ َْ ِوْ َو َلَ ِ اَ ْلاِب ِ اَ ْلا

.

20

Artinya : “Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta

menurut cara yang khusus.”

b. Menurut ulama Malikiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua

macam, yaitu dalam arti umum dan arti khusus.

1) Definisi dalam arti umum, yaitu :

ِ َّذَل ِةَعْ ُم َ َو َعِ اَنَم ِْ َ َلَ ِةَ َو اَعُم ُدْقَ َوُ َ

.

21

Artinya : “Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik)

atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.”

19

Adurrahman Al-Jazairy, Khitabul Fiqh „Alal Madzahib al-Arba‟ah, Juz II, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah, 1990), h. 134

20Ibid.

, h. 135

21

Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz III, (Beirut: Dar

(32)

Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar

sesuatu yang bukan kemanfaatan atau kenikmatan. Perikatan adalah

akad yang mengikat kedua belah pihak. Sesuatu yang bukan

manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat

(berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan

manfaatnya atau hasilnya.22

2) Definisi dalam arti khusus, yaitu :

ُدَحَأ ِةَسَي اَكُم ْوَأ ِ َّذَل ِةَعْ ُم َ َو َعِ اَنَم ِْ َ َلَ ِةَ َو اَعُم ُدْقَ َوُ َ

ِوْيِ ِْيَْعْلا ُ ْ يَ ٌَّيَْعُم ٍةَّضِ َ َو ٍبَىَ ُ ْ يَ ِةْيَ َوِ

.

23

Artinya : “Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas bukan utang.”

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu

yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang

mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula

perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak

ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di

hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui

sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.24

c. Menurut Imam Syafi‟i memberikan definisi jual beli yaitu pada

prinsipnya, praktik jual beli itu diperbolehkan apabila dilandasi dengan

22

Hendi Suhendi, Op.Cit., h. 69

23

Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Op.Cit., h. 372

24

(33)

keridhaan (kerelaan) dua orang yang diperbolehkan mengadakan jual

beli barang yang diperbolehkan.25

d. Menurut Ibnu Qudamah berpendapat bahwa jual beli adalah :

اًكُّلََتَ َو اًكْيِلَْتَ ِلَ ْلا اِب ِ اَ ْلا ُةَلَد اَبُم

.

26

Artinya : “Pertukaran harta dengan harta (yang lain) untuk saling

menjadikan milik.”

e. Menurut Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan jual beli menurut istilah

adalah tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya

dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu‟athaa

(tanpa ijab qabul).27

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa

pengertian jual beli ialah suatu perjanjian untuk melakukan pertukaran

benda atau barang dalam bentuk pemindahan hak milik dan kepemilikan

secara sukarela antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian

dimana salah satu pihak sebagai pemberi benda atau barang dan pihak

lain sebagai penerima benda atau barang sesuai dengan ketentuan yang

dibenarkan oleh syara‟ dan disepakati.

25 Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad

bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm, penerjemah: Imron Rosadi, Amiruddin dan Imam Awaluddin, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), h. 1

26

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz III, h. 559

27

(34)

2. Dasar Hukum Jual Beli

Al-bai‟ atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini

berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an, Hadits dan

Ijma‟ Ulama. Adapun sumber-sumber hukum jual beli dalam Islam

diantaranya yaitu:

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya

melalui perantara malaikat Jibril ke dalam hati Rasul dengan lafadz

bahasa arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah

bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasul, menjadi undang-undang

bagi manusia yang mengikuti petunjuknya dan menjadi ibadah dengan

membacanya.28

Ada beberapa ayat Al-Qur‟an yang menyingung tentang jual

beli, di antaranya:

1) Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 275 :

. . .











Artinya : “…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba…”(Q.S. Al-Baqarah : 275) 29

Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas dalam bukunya

yaitu jual beli adalah transaksi yang menguntungkan.

28

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Amam, 2003), h. 18

29

(35)

Keuntungan yang pertama diperoleh melalui kerja manusia, yang

kedua yang menghasilkan uang bukan kerja manusia dan jual beli

menurut aktivitas manusia.30

Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang kebolehan

melakukan transaksi jual beli dan mengharamkan riba. Riba

adalah salah satu kejahatan jailiyah yang amat hina.31 Menurut

Syeikh Ali Ahmad Al-Jurjawi adapun yang disebabkan riba

tersebut yaitu bencana besar, musibah yang kelam, dan penyakit

yang berbahaya. Orang yang menerima riba maka kefakiran akan

datang padanya dengan cepat.32

2) Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 198 :

              

Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki

hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 198) 33

3) Q.S. An-Nisaa‟ (4) ayat 29 :

                                          

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara

30

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 721

31

Haji Abdul Maluk Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, Juz‟ 1-3, Yayasan Nurul Islam, h. 65

32

Surawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 31

33

(36)

kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisaa (4) : 29) 34

Isi kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa larangan

memakan harta yang berada di tengah mereka dengan bathil itu

mengandung makna larangan melakukan transaksi atau

perpindahan harta yang tidak mengantar masyarakat kepada

kesuksesan, bahkan mengantarkannya kepada kebejatan dan

kehancuran, seperti praktek-praktek riba, perjudian, jual beli yang

mengandung penipuan, dan lain-lain.35

Penghalalan Allah Swt. terhadap jual beli itu mengandung

dua makna, salah satunya adalah bahwa Allah Swt. mengahalalkan

setiap jual beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang yang

diperbolehkan untuk diperjualbelikan atas dasar suka sama suka.36

Maka dari itu, Allah menganjurkan kita untuk melakukan

perniagaan atas dasar suka sama suka.

b. Hadits

1) Hadits Riwayat Bukhari Muslim

َناَدْعَم ِنْب ِدِلاَخ ْنَ ٍرْوُ ث ْنَ َسْيِ اَنَ َ بْخَأ َسْوُم ُنْب ُمْيِىاَ ْ بِإ اَنَ ثَّدَح

َ اَ َمَّلَسَو ِوْيَلَ ُاا َلَ ِاا ِ ْوُسَر ْنَ ُوْنَ ُاا َ ِ َر ِااَدْقِ ْلا ِنَ

:

ِاا ُِبَِن َّنِإَو ِهِدَي ِلَ َ ْنِم َلُكْأَي ْنأ ْنِم اً ْ يَخ ُّطَ اًماَعَط ٌدَحَأ َلَكَأاَم

ِهِدَي ِلَ َ ْنِم ُلُكْأَي َناَك ُاَلاَّسلا ِوْيَلَ َدُواَد

.

(

ملسمو يراخبلا هاور

)

37

34

Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., h. 84

35

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Op.Cit., h. 413

36Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Loc.Cit.

, h. 1

37

Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Op.Cit., No. Hadits

(37)

Artinya : Diceritakan Ibrahim bin Musa, mengabarkan „Isa, dari Tsaur, dari Kholidi bin Ma‟dan, dari Miqdam r.a. bahwa Rasulullah Saw. berkata : “Tidak ada makanan yang dimakan seseorang, sekali-kali tidak ada yang lebih baik daripada makanan-makanan dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud a.s. makan dari hasil usaha tangan beliau sendiri.” (H.R. Bukhari Muslim)

2) Hadits Riwayat Al-Bazzar

َّلِئُس َمَّلَس َو ِوْيَلَ ُاا َلَ َِّبَِّنلا َّنَا ُوْنَ ُاا َ ِ َر ٍعِ اَر ُنْبا ِةَ اَ ِر ْنَ

:

َ اَ ؟ ُبِّيَّطلَا ِبْسَكْلا ُّيَا

:

ٍرْوُ ْ بَم ٍعْيَ ب ُّلُك َو ِهِدَيِب ِلُ َّ لا ُلَ َ

.

(

مكالحا وحّح و راّزبلا هاور

)

38

Artinya : Dari Rifa‟ah bin Rafi‟i r.a., bahwasanya Nabi Saw. pernah ditanya, “Pekerjaan apa yang paling baik?”, maka Beliau menjawab : “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik.” (H.R. Al-Bazzar dan dianggap shahih

menurut Hakim)

c. Ijma‟

Para ulama fiqih dari dahulu sampai sekarang telah

sepakat bahwa jual beli itu diperbolehkan, jika di dalamnya

telah terpenuhi rukun dan syarat. Alasannya karena manusia

tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan

orang lain.39 Kebutuhan manusia untuk mengadakan

transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli

seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang

38

Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, penerjemah

Achmad Sunarto, Cetakan Pertama, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 303

39

(38)

diinginkan tanpa melanggar batasan yang di syari‟at. Oleh

karena itu praktik jual beli yang dilakukan manusia

semenjak masa Rasulullah SAW, hingga saat ini

menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan

disyariatkannya jual beli.40

Agama Islam melindungi hak manusia dalam

pemilikan harta yang dimilikinya dan memberi jalan keluar

untuk masing-masing manusia untuk memiliki harta orang

lain dengan jalan yang telah ditentukan, seingga dalam

Islam prinsip perdagangan yang diatur adalah kesepakatan

kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli. Sebagaimana

yang telah di gariskan oleh prinsip muamalah,41 yaitu:

1) Prinsip Kerelaan

2) Prinsip Bermanfaat

3) Prinsip Tolong Menolong

4) Prinsip Tidak Terlarang

Berdasarkan kandungan ayat-ayat Allah,

sabda-sabda Rasul dan Ijma‟ di atas, para fuqaha mengatakan

bahwa hukum asal dari jual beli adalah mubah (boleh).

Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu, hukum jual beli

40

Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, alih bahasa oleh Kamaluddin A. Marzuki, Terjemahan Fiqih Sunnah, Jilid III (Bandung: Al Ma‟arif, 1987), h. 46

41

(39)

bisa berubah. Jual beli bisa menjadi manbud pada waktu

harga mahal, bisa menjadi makruh seperti menjual mushaf,

beda dengan Imam Ghozali sebagaimana dikutip dalam

bukunya Abdul Aziz Muhammad Azzam yang bejudul Fiqih

Muamalah bahwa bisa juga menjadi haram jika menjual

anggur kepada orang yang bisa membuat arak, atau menjual

kurma basah kepada orang yang bisa membuat arak

walupun si pembeli adalah orang kafir.42

Hukum asal jual beli adalah boleh, akan tetapi

hukumnya bisa berubah menjadi wajib, mahdub, makruh

bahkan bisa menjadi haram pada situasi-situasi tertentu.43

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun Jual Beli

Dalam menetapkan rukun jual beli, diantara para ulama terjadi

perbedaan pendapat. Menurut Mazhab Hanafi rukun jual beli hanya

ijab dan kabul saja, menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual

beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli.

Namun, karena unsur kerelaan itu berhubungan dengan hati yang

sering tidak kelihatan, maka diperlukan indikator (qarinah) yang

menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak. Dapat adalam

42

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalah: Sistem Transaksi Dalam

Islam, Penerjemah: Nadirsyah Hawari (Jakarta: Amzah, 2010), h. 89

43

(40)

bentuk perkataan (ijab dan kabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu

saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).44

Adapun rukun jual beli adalah:

1) Penjual

Penjual, yaitu pemilik harta yang menjual barangnya, atau orang

yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual

haruslah cakap dalam melakukan transaski jual beli (mukallaf).

2) Pembeli

Yaitu orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya

(uanganya).45 Tidak boleh orang bodoh dan anak kecil yang

belum diizinkan untuk itu

3) Barang yang dijual

Barang yang dijual harus mubah dan bersih serta dapat diterima,

dan diketahui (walaupun hanya sifatnya) oleh pembeli.

4) Sighat

Shighat (ijab dan qabul) yaitu persetujuan antara pihak penjual

dan pihak pembeli untuk melakukan transaksi jual beli, dimana

pihak pembeli menyerahkan uang dan pihak penjual menyerahkan

barang (serah terima), baik transaksi menyerahkan barang lisan

maupun tulisan.46

44Ibid,

h. 76.

45Kumedi Ja‟far, Op.Cit

, h. 141

46

(41)

5) Persetujuan kedua belah pihak

Tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak (penjual dan

pembeli), jual beli tidak sah.47

Dengan demikian jika suatu pekerjaan tidak memenuhi

rukun-rukunnya maka suatu pekerjaan tersebut batal karena tidak

terpenuhinya syara‟, tidak terkecuali dalam urusan jual beli harus

memenuhi rukun-rukunnya agar jual beli tersebut dinyatakan sah.

b. Syarat Jual Beli

Syarat adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh rukun itu

sendiri. Jual beli haruslah memenuhi syarat, baik tentang lafal. Adapun

syarat jual beli antara lain:

1) Dua pihak yang berakad (aqidain), syaratnya yaitu:

a) Baligh

Baligh yaitu menurut hukum Islam(fiqh), dikatakan baligh

(dewasa apabila telah berusia 15 tahun bagi anak laki-laki dan

telah datang bulan(haidh) bagi anak perempuan). Ciri-ciri

baligh yaitu:

(1) Ihtilam : keluarnya mani dari kemaluan laki-laki atau

perempuan, dalam keadaan jaga atau tidur.

(2) Haidh : keluarnya darah kotor bagi prempuan

(3) Rambut : tumbuhnya rambut-rambut pada area kemaluan.

(4) Umur : umurnya tidak kurang dari 15 tahun.

47

(42)

Oleh karena itu, setiap manusia yang sudah memasuki

masa baligh artinya sudah wajib baginya untuk menjalankan

syariat Islam.48

b) Berakal

Berakal yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang

terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak

tidak berakal maka jual beli yang dilakukan tidak sah. Hal ini

sebagaimana firman Allah SWT:



Artinya : “dan janganlah kamu memberikan hartamu kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya....” (Q.S. An-Nissa (4) :5)

c) Dengan kehendak sendiri

Dengan kehendak sendiri atau tidak terpaksa, maksudnya

bahwa dalam melakukan transaksi jual beli salah satu pihak

tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak lain,

sehingga pihak lain pun melakukan transaksi jual beli bukan

karena kehendaknya sendiri. Oleh karena itu jual beli yang

dilakukan bukan atas dasar kehendak sendiri adalah tidak

sah.49

d) Tidak pemboros atau tidak mubazir

Maksudnya bahwa para pihak yang mengikatkan diri dalam

transaksi jual beli bukanlah orang-orang yang boros (mubazir),

48Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Hukum Islam,

(Bandung: CV Diponegoro, 1992), h. 80.

49Hamzah Ya‟qub

(43)

sebab orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai

orang yang tidak cakap bertindak, artinya ia tidak dapat

melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum meskipun hukum

tersebut menyangkut kepentingan semata.50

2) Objek akad atau (ma‟qud alaih), harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a) Suci atau bersihnya barang

Maksudnya bahwa barang yang diperjual belikan bukanlah

barang atau benda yang digolongkan sebagai barang atau

benda yang najis atau yang diharamkan.

b) Harus dapat dimanfaatkan

Oleh sebab itu, bangkai, khamar, dan benda-benda haram

lainnya, tidak sah menjadi objek jual beli, karena benda-benda

tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dalam pandangan

syara‟.

c) Barang itu hendaklah dimiliki oleh orang yang berakad

Syarat yang ketiga ialah barang yang dijual harus dimiliki

orang yang berakad (si penjual). Apabila dia sendiri yang

melakukan akad jual beli itu, maka barangnya harus ia miliki.

Dan apabila dia melakukan akad untuk orang lain, ada kalanya

dengan pemberian kekuasaan, atau atas nama wakil, maka

barang itu harus dimiliki orang lain itu.

50Kumedi Ja‟far,

(44)

Al Wazir pernah berpendapat bahwa para ulama sepakat

bahwa diperbolehkan menjual barang yang bukan miliknya

sendiri dan bukan kekuasaannya, kemudian ada yang

membelinya. Proses jual beli semacam ini dianggap sebagai

proses jual beli yang bathil.51

d) Berkuasa menyerahkan barang itu

Syarat yang keempat ialah berkuasa atau mampu menyerahkan

barang yang dijual. Baik kemampuan yang dapat dilihat mata,

ataupun kemampuan menurut ukuran syara‟.

e) Barang itu dapat diketahui

Adalah barang yang hendak diperjualbelikan harus dapat

diketahui oleh pembeli. Syarat yang ini tidak boleh

ditinggalkan, sebab Nabi SAW melarang jual beli yang

mengandung penipuan. Akan tetapi tidak disyaratkan tahu

segala-galanya, cukup pemberi tahu bendanya, ukurannya, dan

sifat-sifatnya. Oleh karenanya, penjual harus menerangkan

barang yang hendak diperjualbelikan.

3) Lafadz akad atau shighat (ijab dan qabul)

Menurut ulama yang mewajibkan lafadz, terdapat bebrapa syarat

yang perlu diperhatikan, antara lain:52

a) Satu sama yang lainnya berhubungan disuatu tempat tanpa ada

pemisahan yang merusak. 51

Saleh Al-Fauzan, Op.Cit., h. 367.

52

(45)

b) Ada kesepakatan ijab dengan qabul pada barang yang saling

mereka rela berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika

sekiranya kedua belah pihak tidak sepakat, jual beli (akad)

dinyatakan tidak sah.

c) Tidak disngkutkan dengan sesuatu urusan seperti perkataan

saya jual jika sya jadi pergi dan perkataan lain yang serupa.

d) Tidak berwaktu, artinya tidak boleh jual beli dalam tempo

waktu yang tertentu atau jual beli yang sifatnya sementara

waktu.53

4. Khiyar Dalam Jual Beli

Khiyar adalah jual beli di mana para pihak memberikan

kesempatan untuk memilih.54Khiyar seacara syar‟i adalah hak orang yang

berakad dalam membatalkan akad atau meneruskannya sesuai dengan

kesepakatan ketika berakad.

Khiyar ada tiga macam, yaitu:55

a. Khiyar majelis, artinya si pembeli dan si penjual boleh mamilih selama

keduanya masih berada di tempat jual beli;

b. Khiyar syarat, artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh

keduanya atau oleh salah satu pihak;

53

Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa oleh Kamaluddin A.Marzuki, Op.Cit., h. 50.

54

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu‟amalat, penerjemah Nadirsyah Hawari, Cet.

Ke-1, (Jakarta:Amzah, 2010), h. 99.

55

(46)

c. Khiyar aib‟, artinya pembeli boleh mengembalikan barang yang

dibelinya apabila pada barang terdapat suatu cacat yang mengurangi

harganya, sedangkan pada biasanya barang itu baik, dan sewaktu akad

cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak tahu, atau terjadi

sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.

Selain ketiga kategori khiyar tersebut, Prof. Dr Muhammad Thahir

Mansori membagi khiyar ke dalam empat macam, tambahannya adalah

khiyar al-ghabn. Khiyar al-ghabn adalah hak untuk membatalkan kontrak

karena penipuan. Khiyar al-ghabn dapat diimpelentasikan ke dalam situasi

berikut ini:56

a. Tasriyah

Tasriyah bermakna mengikat kantong susu unta betina

atau kambing supaya air susu binatang tersebut berkumpul di

kanting susunya untuk memberikan kesan kepada yang berniat

membeli bahwa air susunya sudak banyak.

Menurut pandangan nayoritas ulama, tindakan tasriyah ini

membuat kontrak dapat dibatalkan, tergantung pilihan pembeli

yang telah menderita karena penipuan.

b. Tanajush

Tanajush bermakna menawar harga yang tinggi suatu

barang tanpa ada niat untuk membelinya, dengan tujuan

56

(47)

mata untuk menipu orabg lain yang ingin benar-benar membeli

barang tersebut.

c. Ghabn Fahisy

Ghabn fahisy adalah kerugian besar yang diderita oleh

suatu pihak dari kontrak sebagai hasil dari penggelapan atau

penggambaran yang salah, atau penipuan oleh pihak lain.

d. Talaqqi al-Rukban

Talaqqi al-rukban merupakan transaksi dimana orang kota

mengambil keuntungan dari ketidaktahuan orang Badui yang

membawa barang primer dan kebutuhan pokok untu dijual.

5. Macam-macam Jual Beli

Dalam macam atau bentuk jual beli, terdapat beberapa klasifikasi

yang dikemukakan oleh para ulama, antara lain:

a. Ulama Hanafiyah, membagi jual beli dari segi atau setidaknya tiga

bentuk, yaitu:

1) Jual beli yang shahih

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih

apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang

ditentukan, bukan milik orang lain, dan tidak tergantung pada

Khiyar lagi. Misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda

empat. Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi.

(48)

ada cacat, tidak ada yang rusak, tidak terjadi manipulasi harga dan

harga buku itu pun telah diserahkan, serta tidak ada lagi hak khiyar

dalam jual beli itu. Jual beli seperti ini hukumnya shahih dan

mengikat kedua belah pihak.

2) Jual beli yang batal

Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah

satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli tersebut

pada dasar dan sifatnya tidak disyari‟atkan atau barang yang dijual

adalah barang-barang yang diharamkan syara‟. Jenis-jenis jual beli

yang batil antara lain :

a) Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat

menyatakan jual beli yang seperti ini tidak sah atau batil.

Misalnya, memperjualbelikan buahan yang putiknya pun

belum muncul di pohon.

b) Menjual barang yang tidak boleh diserahkan oleh pembeli,

seperti menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang

lepas dan terbang di udara. Hukum ini disepakati oleh ulama

fiqh dan termasuk ke dalam kategori bai al-gharar (jual beli

tipuan).

c) Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada

lahirnya baik, tetapi ternyata dibalik itu semua terdapat unsur

(49)

d) Jual beli benda-benda najis, seperti khamar, babi, bangkai, dan

darah, karena semuanya itu dalam pandangan Islam adalah

najis dan tidak mengandung harta.

e) Jual beli al-„arbun, yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan

melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan

uangnya seharga barang yang diserahkan kepada penjual,

dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju maka jual

beli sah. Tetapi apabila pembeli tidak setuju dan barang

dikembalikan, maka uang yang telah diberikan kepada penjual,

menjadi hibah bagi penjual.

f) Memperjual belikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang

tidak boleh dimiliki seseorang karena air yang tidak dimiliki

seseorang merupakan hak bersama ummat manusia, tidak

boleh diperjualbelikan.

3) Jual beli fasid adalah jual beli yang rusak dan apabila kerusakan

itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki. Jenis-jenis jual

beli fasid, antara lain:

a) Jual beli al-majhul, yaitu jual beli yang barangnya secara

global tidak dapat diketahui, dengan syarat kemajhulannya

bersifat menyeluruh . Akan tetapi, apabila kemajhulannya

bersifat sedikit, maka jual belinya sah.

b) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat. Menurut ulama

(50)

syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan

dalam akad jatuh tempo.

c) Menjual barang ghaib yang tidak dapat dihadirkan pada saat

jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat langsung

oleh pembeli.

d) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta.

e) Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya

menjadikan barang-barang yang diharamkkan sebagai harta,

seperti babi, khamr, bangkai, dan darah.

f) Jual beli ajal, misalnya seseorang menjual barangnya kepada

orang lain yang pembayarannya ditunda selama satu bulan,

kemudian setelah penyerahan kepada pembeli, pemilik barang

pertama membeli barang itu dengan harga yang lebih rendah,

sehingga pertama tetap berhutang kepada penjual. Jual beli

seperti ini dikatakan fasid karena jual beli ini menyerupai dan

menjurus kepada riba.

g) Jual beli anggur dan buah-buahan lainnya untuk tujuan

pembuaan khamr.

h) Jual beli dnegan dua syarat. Misalnya seperti ungkapan

pedagangyang mengatakan, “Jika tunai harganya Rp. 50.000,

(51)

i) jual beli barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari

satuannya. Misalnya membeli tanduk kerbau pada kerbau yang

masih hidup.

j) Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna

matangnya untuk dipanen.

b. Ulama malikiyah, membagi jual beli dari segi terlihat atau tidaknya

barang dan kepastian akad, antara lain:

1) Jual beli dilihat dari segi terlihat atau tidaknya barang, yaitu:

a) Jual beli yang hadir, artinya barang yang dijadikan objek jual beli

Nampak pada saat transaksi berlangsung;

b) Jual beli yang barangnya dianggap kelihatan seperti jual beli

salam. Salam atau salaf itu sama artinya dengan pesan. Dikatakan

jual beli salam karena orang yang memesan itu sanggup

menyerahkan uang modal di majelis akad.

2) Jual beli dilihat dari segi kepastian akad, yaitu:

a) Jual beli tanpa Khiyar,

b) Jual beli Khiyar.

6. Jual Beli yang dilarang menurut hukum Islam

Rasulullah SAW. Melarang jual-beli barang yang terdapat unsur

penipuan sehingga mengakibatkan termakannya harta manusia dengan

(52)

perselisihan, dan permusuhan dikalangan kaum muslim.57 Berkaitan

dengan hal ini, Wahbah al-Juhaili58 membagai :

a. Jual beli yang dilarang karena ahliah atau ahli akad (penjual dan

pembeli), antara lain :

1) Jual beli orang gila

Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan orang yang

gila tidak sah, begitu juga jual beli orang yang sedang mabuk

juga dianggap tidak sah, sebab ia dipandang tidak berakal.

2) Jual beli anak kecil

Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan anak kecil

(belum mumazzis) dipandang tidak sah, kecuali dalm

perkara-perkara yang ringan.

3) Jual beli orang buta

Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli yang dilakukan

orang buta tanpa diterangkan sifatnya dipandang tidak sah,

karena ia dianggap tidak bisa membedakan barang yang jelek

dan yang baik, bahkan menurut ulama Syafi‟iyah walaupun

diterangkan sifatnya tetap dipandang tidak sah.59

4) Jual beli Fudhlul

Yaitu jual beli milik orang lain tanpa seizing pemiliknya,

oleh karena itu menurut para ulama jual beli yang demikian

57

Hendi Suhendi, Op.Cit, h. 78

58

Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit., h. 99

59

(53)

dipandang tidak sah, sebab dianggap mengambil hak orang

lain (mencuri).60

5) Jual beli orang yang terhalang (sakit, bodoh atau pemboros)

Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan oleh

orang-orang yang terhalang baik karena sakit maupun kebodohannya

dipandang tidak sah, sebab ia dianggap tidak punya

kepandaian dan ucapannya dipandang tidak dapat dipegang.

6) Jual beli Malja‟

Yaitu jual beli yang dilakukan oleh orang yang sedang

dalam bahaya. Jual beli yang demikian menurut kebanyakan

ulama tidak sah, karena dipandang tidak normal sebagaimana

yang terjadi pada umumnya.

b. Jual beli yang dilarang karena objek jual beli (barang yang

diperjual-belikan), antara lain:

1) Jual beli Gharar

Gharar menurut bahasa artinya keraguan, tipuan atau

tindakan yang bertujuan untuk merugikan phak lain. Suatu

akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian

baik mengenai ada atau tidak adanya obyek akad, besar kecil

jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.

Pengertian gharar menurut para ulama fiqh Imam

Al-Qarafi, Imam Sarakhsi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim

60

(54)

Jauziyah, Ibnu Hazam, sebagaimana dikutip oleh M. Ali

Hasan61 sebagai berikut: Imam al-Qarafi mengemukakan

gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas,

apakah efek akad terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual

beli ikan yang masih dalam air (tambak). Pendapat al-Qarafi

ini sejalan dengan pendapat Imam Sarakhsi dan Ibnu

Taimiyah yang memandang gharar dari ketidakpastian akibat

yang timbl dari suatu akad. Ibnu Qayyim al-Jauziyah

mengatakan, bahwa gharar adalah suatu akad yang tidak

mampu diserahkan, baik obyek itu ada maupun tidak ada,

seperti menjual sapi yang sedang lepas. Ibnu Hazam

memandang gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak

yang berakad tentang apa yang menjadi akad tersebut.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil pengertian

bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung tipu

daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang

diperjual-belikan tidak daoat dipastikan adanya, atau tidak

dapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau karena tidak

mungkin dapat diserah-terimakan.62

Hukum jual beli gharar dalam Islam berdasarkan al-Qur‟an dan hadist. Larangan jual beli gharar didasarkan pada

61

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 147-148.

62 Gh

Gambar

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun jika dianalisis dengan hukum Islam ialah bahwa praktek jual beli getah karet di lingkungan Ujung Lombang Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Berdasarkan dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem jual beli getah karet yang berlangsung di Desa Jati Indah, Kecamatan Tanjung Bintang dilakukan dengan

Sedangkan tinjauan hukum Islam tentang jual beli dedeh sebagai pakan ternak lele yang terjadi di Desa Tanjung Sari dianggap sah menurut hukum Islam berdasarkan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan praktik jual beli pakaian bekas di Pasar Perumnas Way Halim Bandar Lampung dilihat dari sisi pandangan hukum Islam dari

“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD JUAL BELI MELALUI SISTEM DROPSHIPPING (STUDI KASUS RIMA GROSIROLSHOP CIREBON)”, 2022.. Di era globalisasi saat ini menuntut

Penelitian ini terjadi adanya praktik yang sering terjadi pada jual beli getah karet yang dilakukan oleh petani dan pengepul di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan hingga sampai

Namun kesadaran masyarakat dalam jual beli tidak banyak yang mengetahui hukum Islam dalam jual beli seperti halnya praktik jual beli yang ada di pasar Babat yakni pembelian

xv TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PRAKTIK JUAL BELI TANAH TAHUNAN DI LINGKUNGAN KARANG ANYAR KELURAHAN PAGESANGAN TIMUR KOTA MATARAM Oleh: KHAIRUL HADI NIM 170201021 ABSTRAK