• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakteristik Beton Aspal AC WC Menggunakan Benda Uji 4 Inci Dan 6 Inci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Karakteristik Beton Aspal AC WC Menggunakan Benda Uji 4 Inci Dan 6 Inci"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Karakteristik Beton Aspal AC – WC

Menggunakan Benda Uji 4 Inci Dan 6 Inci

LUKMAN AULIA

1

, SILVIA SUKIRMAN

2

, RAHMI ZURNI

2

1

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Itenas

2

Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Itenas

Email : lukmanaulia53@yahoo.com

ABSTRAK

Marshall memiliki dua ukuran mold yaitu berdiameter 4 inci dan 6 inci. Umumnya

mold berdiameter 4 inci digunakan pada lapisan permukaan, sedangkan mold

berdiameter 6 inci digunakan pada lapisan pondasi, pada penelitian ini menggunakan alat Marshall dengan ukuran mold yang berbeda dengan menggunakan campuran Laston AC-WC untuk mengetahui perbedaan karakteristik pada campuran beton aspal. Agregat dan aspal terlebih dahulu diuji sesuai prosedur SNI. Pembuatan 3 benda uji dari masing masing variasi KAA untuk mendapatkan KAO. Hasil pengujian Marshall menggunakan mold 6 inci memiliki nilai VMA dan VIM lebih kecil karena energi yang dihasilkan lebih besar, sehingga dimungkinkan terjadi degradasi pada campuran. Nilai VFA menggunakan mold ukuran 6 inci lebih besar dikarenakan pada saat menerima tekanan yang besar, beton aspal menjadi lebih padat. Besarnya tekanan pada saat pemadatan juga mempengaruhi nilai Stabilitas terjadinya perubahan bentuk agregat maka akan mengurangi kekuatan beton aspal sehingga nilai stabilitasnya turun.

Kata kunci: Laston AC-WC, KAO, VMA, dan VIM

ABSTRACT

Marshall has two mold size is 4 inches in diameter and 6 inches. 4 inch diameter mold is generally used in the surface layer, while the 6-inch diameter mold used in the base layer, in this study using a Marshall with a different mold sizes by using a mixture of AC-WC Laston to determine differences in the characteristics of asphalt concrete mixtures. Aggregates and asphalt first tested in accordance with ISO procedures. Preparation of 3 specimen of each variation KAA to get KAO. Marshall test results using a 6-inch mold has a value of VMA and VIM smaller because of the energy generated is greater, so it is possible degradation in the mix. VFA value using a mold 6 inches larger sizes due upon receipt of tremendous pressure, becoming more dense asphalt concrete. The amount of pressure during solidification also affect the stability of the change in the value of the aggregate will reduce the strength of asphalt concrete so that the value of stability down.

(2)

1.PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Layaknya negara yang sedang berkembang, Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan khususnya di bidang ekonomi dan industri. Pertumbuhan ekonomi dan industri yang bertumbuh dengan pesat, maka berdampak pada peningkatan pergerakan lalu lintas baik orang maupun barang. Kelancaran pergerakan lalu lintas ini sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana transportasi yang tersedia.

Lalu lintas menjadi lancar, aman dan nyaman. Salah satu jenis perkerasan yang digunakan Jalan raya sebagai penunjang kelancaran dari transportasi darat mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan suatu daerah. Sehingga dibutuhkan perkerasan jalan yang bagus supaya di Indonesia adalah perkerasan lentur dengan beton aspal. Marshall memiliki dua ukuran mold yaitu berdiameter 4 inci dan 6 inci. Umumnya mold berdiameter 4 inci digunakan pada lapisan permukaan. Sedangkan mold berdiameter 6 inci digunakan pada lapisan pondasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian menggunakan alat Marshall dengan ukuran mold yang berbeda tetapi menggunakan campuran yang sama untuk mengetahui perbedaan karakteristik pada campuran beton aspal.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji karakteristik beton aspal AC – WC yang dinyatakan dengan parameter Marshall menggunakan benda uji berukuran mold 4 inci dan 6 inci untuk mengetahui perbedaan dari kedua ukuran mold tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Pekerjaan Jalan

Perkerasan jalan berdasarkan bahan pengikatnya menurut Sukirman, S., (2010) dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalulintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak di bawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

2. Perkerasan kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat. Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, atau jalan yang melayani kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah.

3. Perkerasan komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat dikatakan perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.2 Agregat

Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, karena jumlah yang dibutuhkan dalam campuran perkerasan umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total campuran, atau 75% - 85% dari volume campuran yang sebagian besar ditentukan oleh karakteristik agregat yang digunakan. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran dengan material lain.

(3)

Agregat yang baik maka agregat dapat diklasifikasikan dan diidentifikasi menurut ukuran dan gradasi, kebersihan, kekuatan atau kekerasan, bentuk butiran, tekstur permukaan, porositas, kemampuan menyerap air, berat jenis dan kelekatannya terhadap aspal. Namun demikian, pemilihan suatu agregat untuk material perkerasan jalan tidak hanya dilihat dari karakteristik agregatnya saja.

Tabel. 1 Perbedaan Sifat Campuran Gradasi Agregat

Sifat Bergradasi Buruk Bergradasi Baik

Permeabilitas Baik Buruk

Tingkat Kepadatan Buruk Baik

Rongga Pori Besar Sedikit

Stabilitas Buruk Baik

Sumber: Sukirman, S., 2012

Lebih luas lagi, pemilihan agregat untuk material perkerasan jalan meliputi juga mengenai ketersediaan agregat, kemudahan mendapatkannya, harga dan jenis gradasi agregat yang digunakan. Oleh karena itu pemilihan jenis agregat merupakan hal yang penting dalam campuran beraspal karena berkaitan dengan kestabilan dari konstruksi jalan.

Sifat karakteristik agregat ditinjau dalam perencanaan perkerasan antara lain: 1. Ukuran dan Gradasi

2. Kebersihan agregat (cleanliness) 3. Kekuatan atau Kekerasan Agregat 4. Bentuk Agregat

5. Tekstur permukaan agregat

6. Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (Affinity for asphalt) 7. Berat Jenis

8. Penyerapan

Persyaratan agregat yang akan digunakan sebagai campuran beton aspal terdiri dari persyaratan untuk:

1. Agregat Kasar

Spesifikasi baru campuran beraspal Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2010 Rev. 3 menyatakan bahwa agregat kasar untuk rancangan campuran adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari ayakan No. 4 (4,75mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi mortar sehingga campuran menjadi ekonomis.

2. Agregat Halus

Spesifikasi baru campuran beraspal Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2010 Rev. 3 menyatakan bahwa agregat halus untuk rancangan campuran adalah material yang terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan no.4 (4,75 mm). Agregat halus berfungsi untuk menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci (interlocking) dari agregat kasar.

3. Bahan Pengisi (Filler)

(4)

PU Direktorat Jenderal Bina Marga 2010, bahan pengisi (filler) yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan harus mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 (75 micron) dan tidak kurang dari 75% terhadap beratnya. Bahan pengisi (filler) terdiri dari debu batu kapur

(limestone dust), abu terbang, semen (PC), kapur padam (hydrated lime). semua

campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan tidak kurang dari 1% dan maksimum 2% dari berat total agregat

4. Gradasi Agregat Gabungan

Gradasi agregat adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, ukuran butir dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisa saringan. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos atau tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat dan bahan pengisi. Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dalam proses pelaksanaan. Penentuan distribusi ukuran agregat akan mempengaruhi kekakuan jenis campuran aspal. Spesifikasi teknis Gradasi agregat gabungan diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan (mm)

% Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat dalam Campuran Laston (AC) WC BC Base 3,75 - - 100 25 - 100 90-100 19 100 90-100 76-90 12,5 90-100 75-90 60-78 9,5 70-90 66-82 52-71 4,75 55-69 46-64 35-54 2,36 33-53 30-49 23-41 1,18 21-40 18-38 13-30 0,600 9-22 12-28 10-22 0,300 9-22 7-20 6-15 0,150 6-15 5-15 4-10 0,075 4-9 4-8 3-7

Sumber: Bina Marga, 2010

2.3 Bahan Pengikat (Aspal)

Aspal merupakan campuran dari bitumen dan mineral, yang sering juga disebut bitumen, hal tersebut disebabkan karena bahan dasar utama dari aspal adalah bitumen. Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya.

(5)

Aspal merupakan hasil terakhir dari hasil penyulingan minyak bumi yang tidak dapat menguap lagi. Pada proses penyulingan tersebut menghasilkan aspal dengan sifat-sifat khususnya yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap sumber dari minyak bumi menghasilkan komposisi molekul yang beragam. Komposisi aspal terdiri dari asphaltene

dan maltene. Asphaltene sebagai filler merupakan material berwarna hitam atau coklat tua

yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, heptane merupakan material cairan kental yang terdiri dari resin dan oil. Resin merupakan prapolimer yang memiliki plastisitas tinggi, berwarna kuning atau coklat yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltene dan resin.

Maltenes merupakan komposisi yang mudah berubah sesuai perubahan temperatur dan

umur pelayanan.

Proporsi dari asphaltene, resin, dan oil berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran. Bagian komposisi aspal dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Sukirman, S., 2012

Gambar 1. Komposisi Aspal

Aspal yang akan dipergunakan adalah aspal yang memenuhi persyaratan spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum,2010 revisi 3. Pengujian yang dilakukan meliputi :

1. Berat Jenis 2. Titik Lembek 3. Penetrasi 4. Viskositas

2.4 Campuran Beton Aspal

Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan atau tanpa bahan tambahan. Untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi mutu yang diharapkan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan agregat. Di samping itu, pengetahuan tentang sifat bahan pengikat seperti aspal menjadi dasar untuk merancang campuran sesuai jenis perkerasan yang diinginkan. Kekuatan dari perkerasan beton aspal diperoleh melalui struktur agregat yang saling mengunci (interlocking), sehingga menghasilkan geseran internal yang tinggi dan saling melekat bersama oleh lapis tipis aspal diantara butiran agregat.

Adapun karekteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal yaitu: 1. Stabilitas.

(6)

3. Mudah dilaksanakan (workability

4. Kedap air (impermeabilitas) 5. Kelenturan (flexibility) 6. Kekesatan (skid resistance) 7. Ketahanan

2.5 Pengujian Marshall

Pengujian perendaman Marshall dilakukan untuk memeriksa kerentanan campuran terhadap kerusakan yang disebabkan oleh air. Konsep dari percobaan Marshall dikembangkan oleh Bruce Marshall, seorang tenaga ahli dibidang aspal pada Mississipi State Highway

Departement. Prosedur percobaan Marshall di Indonesia mengikuti SNI 06-2489.Tujuan dari

pengujian Marshall adalah untuk mendapatkan nilai stabilitas dan flow dari benda uji dengan menggunakan parameter lainnya seperti, volume rongga dalam beton aspal padat (VIM), volume rongga diantara butir agregat (VMA), volume rongga beton aspal yang terisi oleh aspal (VFA), dan diperoleh kadar aspal optimum (KAO).

Sumber: Sukirman, S., 2012

Gambar 2. Skematis berbagai jenis volume beton aspal

Pada penelitian ini pengujian Marshall menggunakan mold berukuran 4 inci dan 6 inci. Pembuatan benda uji berbentuk silinder berdiameter 102 mm dan tinggi 63 mm menggunakan alat pemadat standar cetakan berbentuk silinder dengan berat hammer 4, 54 kg , diameter 98 mm, tinggi jatuh 457 mm dan jumlah tumbukan 75 kali untuk mold

berukuran 4 inci, sedangkan mold berukuran 6 inci diameter benda uji 152 mm dan tinggi 63 mm mengggunakan hammer dengan berat 10,206 kg, diameter 149 mm, tinggi jatuh 457 mm dan jumlah tumbukan sebanyak 75 kali. Benda uji ini akan diuji ketahanannya terhadap deformasi pada suhu 60° C dengan laju deformasi yang tetap yaitu 51 mm/menit setelah sebelumnya benda uji tersebut direndam terlebih dahulu selama 24 jam dan akan didapat nilai rata-rata stabilitas dan flow.

3.Metode Penelitian

3.1 Rencana Kerja

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penyusunan rencana kerja dan persiapan bahan, persiapan bahan dilakukan agar bahan yang digunakan sesuai dengan SNI.

(7)

Setelah bahan memasuki persyaratan maka perlu menentukan kadar aspal acuan. Setelah mendapatkan kadar aspal acuan dibuat 3 benda uji untuk setiap variasi kadar aspal dari kedua ukuran mold hal ini dimaksudkan untuk mempermudah membandingkan pada penelitian, dari pembuatan benda uji maka didapatkan kadar aspal optimum dan peremeter marshall yang akan dibandingkan dari kedua ukuran mold tersebut.

4.KESIMPULAN

4.1 Data Pemeriksaan Aspal

Pemeriksaan aspal mengikuti prosedur pengujian SNI. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pemeriksaan Aspal Penetrasi 60

Jenis Pemeriksaan

Persyaratan Hasil

Satuan Min Max Murni Aspal

1. Penetrasi 60 70 65,5 0,1 mm

2. Titik Lembek 48 - 51 °C

3. Viskositas >300 - 528 Cst

4. Berat Jenis 1 - 1,040 -

4.2 Hasil Pengujian Berat Jenis Kasar dan Halus

Pengujian berat jenis untuk agregat kasar mengikuti prosedur SNI 03-1969-1990 sedangkan untuk agregat halus mengikuti prosedur SNI 03-1970-1990. Adapun hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar

Jenis Pengujian Ukuran Ayakan

½ 3/8 No.4 No.8

Berat Jenis (bulk) 2,529 2,519 2,487 2,376

Berat Jenis Permukaan Jenuh (SSD) 2,601 2,591 2,547 2,436 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,723 2,714 2,647 2,527 Penyerapan (Absorption) (%) 2,815 2,853 2,428 2,518

Berat Jenis Efektif 2,565 2,555 2,517 2,406

Tabel 5.Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus dan Filler

Jenis Pengujian Ukuran Ayakan

No.16 No.30 No.50 No.100 No.200 Berat Jenis (bulk) 2,404 2,267 2,316 2,608 2,412 Berat Jenis Permukaan Jenuh 2,459 2,325 2,370 2,682 2,473 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,545 2,405 2,448 2,817 2,568 Penyerapan (Absorbtion) (%) 2,312 2,522 2,333 2,838 2,522 Berat Jenis Efektif 2,432 2,296 2,343 2,645 2,442

(8)

4.3 Penentuan Kadar Aspal Acuan

Pembuatan benda uji untuk campuran beton aspal dimulai dari pembuatan benda uji dengan menentukan kadar aspal acuan. Kadar aspal acuan yang didapat adalah 4,5% , 5% , 5,5% , 6% , 6,5% , dan 7% , setiap variasi dibuat 3 benda uji menggunakan ukuran mold 4 inci dan 6 inci.

4.4 Penentuan Kadar Aspal Optimum

Penentuan kadar aspal optimum dihasilkan dari analisis uji Marshall dengan cara menghubungkan nilai dari parameter-parameter Marshall yang dihasilkan dengan syarat Laston.

Hasil pengujian Marshall untuk ukuran mold 4 inci dapat dilihat pada Gambar 4. dan 6 inci pada tabel 5.

Gambar 4. Penentuan Kadar Aspal Optimum 4 inci

Karakteristik Marshall kadar aspal optimum seperti pada Gambar 4. yang memenuhi spesifikasi Laston AC-WC berada pada rentang 5,9% dan 6,8% sehingga kadar aspal optimum diperoleh sebesar 6,35%.

Gambar 5. Penentuan Kadar Aspal Optimum 6 inci

x 6.9 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V MA (% ) KADAR ASPAL (%) V IM (% ) 95 x 6.9 7 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V IM (% ) KADAR ASPAL (%) 5.0 5,9 6,8 6.9 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V FA (% ) KADAR ASPAL (%) FL O W (mm) 5,7 6.9 7 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 FL O W (mm) KADAR ASPAL (%) x 6.9 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V MA (% ) KADAR ASPAL (%) 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V IM (% ) KADAR ASPAL (%) 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V FA (% ) KADAR ASPAL (%) 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 FL O W (mm) KADAR ASPAL (%) 200 300 400 500 600 4.5 5 5.5 6 6.5 7 M Q (k g/ m m ) Kadar Aspal (%) 800 1000 1200 1400 1600 4.5 5 5.5 6 6.5 7 ST A B ILI TA S (k g) Kadar Aspal (%) 5,9 6,8 5,3 Parameter Marshall Stabilitas flow VMA VFA VIM

Rentang Kadar Aspal Yang Memenuhi Spesifikasi

Kadar Aspal Optimum 7 6,5 6 5,5 5 4,5 5,9 6,8 6,8 KA0 = 6,35 ` 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V M A (% ) KADAR ASPAL (%) ` 7 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V IM (% ) KADAR ASPAL (%) 6,3 40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 65.0 70.0 75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V FA (% ) KADAR ASPAL (%) 5,3 7 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 FL O W (mm ) KADAR ASPAL (%) ` 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 VMA (% ) KADAR ASPAL (%) 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 VI M (% ) KADAR ASPAL (%) 40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 65.0 70.0 75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 VF A (% ) KADAR ASPAL (%) 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 FL O W (mm ) KADAR ASPAL (%) 200 300 400 500 600 4.5 5 5.5 6 6.5 7 M Q (k g/ m m ) Kadar Aspal (%) 600 800 1000 1200 1400 1600 4.5 5 5.5 6 6.5 7 ST A BI LI TA S (k g) Kadar Aspal (%) 6,3 5,3

ParameterRentang Kadar Aspal Yang Memenuhi Spesifikasi

Marshall Stabilitas flow VMA VIM VFA Kadar Aspal Optimum 7 6,5 6 5,5 5 4,5 5,5 5,9 6,3 KA0 = 5,9

(9)

Karakteristik Marshall kadar aspal optimum seperti pada Gambar 5. yang memenuhi spesifikasi Laston AC-WC berada pada rentang 5,5% dan 6,3% sehingga kadar aspal optimum diperoleh sebesar 5,9%.

4.5 Analisis Parameter Marshall mold 4 inci dan 6 inci

Analisis hasil campuran Laston AC-WC meliputi parameter Marshall dengan menggunakan

mold 4 inci dan 6 inci.

Parameter Marshall untuk ukuran mold 4 inci dan 6 inci dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Parameter Marshall mold 4 inci dan 6 inci

Perbandingan parameter Marshall untuk ukuran mold 4 inci dan 6 inci seperti pada Gambar 4.3. Campuran beton aspal AC-WC menggunakan mold 6 inci untuk nilai VMA lebih kecil dikarenakan energi yang dihasilkan pada pembuatan benda uji lebih besar dimungkinkan rongga antara agregat terisi oleh agregat yang pecah atau degradasi begitu juga untuk nilai VIM yang semakin mengecil. Mengecilnya nilai VIM dipengaruhi oleh terisinya pori pada campuran beton aspal, bahkan nilai VFA menggunakan mold ukuran 6 inci lebih besar dikarenakan setelah menerima energi yang besar campuran beton aspal lebih padat dari ukuran mold 4 inci. Besarnya tekanan pada saat pemadatan juga mempengaruhi nilai Stabilitas karena kemungkinan agregat pada campuran pecah maka terjadinya perubahan bidang kontak gesekan antara agregat , sehingga nilai Stabilitas menurun.

5.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari data pengujian di laboratorium, maka dapat disimpulkan bahwa agregat dan aspal yang digunakan memenuhi persyaratan SNI.Nilai Kadar Aspal Optimum ukuran mold 6 inci lebih kecil 7% dibandingkan menggunakan mold berukuran 4 inci yang dipengaruhi oleh VIM , VMA , VFA , Stabilitas , dan Flow.Nilai VMA pada campuran beton aspal ukuran mold 6 inci cenderung menurun, dikarenakan lebih terusinya oleh aspal pada saat menerima energi yang besar.Nilai VIM pada campuran beton aspal ukuran mold 6 inci menurun dikarenakan pori pada campuran sudah terisi oleh aspal sehingga menghasilkan nilai VIM yang kecil.Nilai VFA untuk mold ukuran 6 inci lebih besar dikarenakan setelah menerima energi yang besar campuran beton aspal lebih padat dari ukuran mold 4 inci.Besarnya tekanan pada saat pemadatan campuran juga mempengaruhi nilai Stabilitas karena dimungkinkan agregat pada campuran pecah maka terjadinya perubahan bidang kontak gesekan antara agregat sehingga nilai Stabilitas menurun.

14.0 14.5 15.0 15.5 16.0 16.5 17.0 17.5 18.0 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V M A (% ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch 4 Inch 6 Inch 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V IM (% ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 4.5 5 5.5 6 6.5 7 V F A (% ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 4.5 5 5.5 6 6.5 7 F L O W (m m ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 4.5 5 5.5 6 6.5 7 S T A B IL IT A S (k g ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch 200 250 300 350 400 450 500 550 600 4.5 5 5.5 6 6.5 7 M Q ( k g /m m ) KADAR ASPAL (% ) 4 Inch 6 Inch

(10)

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pekerjaan Umum, (2010), Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, “Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal Revisi 3”.

Hafizulhimah. R., 2010, "Kajian Parameter Marshall Laston AC - WC Dengan Material Daur

Ulang", Bndung: Institut Teknologi Nasional,

Laboratorium Material Perkerasan Jalan Jurusan Teknik Sipil Itenas, 2012, "Rangkuman Teori

dan Praktikum Material Perkerasan Jalan", Bandung: Institut Teknologi Nasional.

Pradipta. W., 2011, “Kinerja Modulus Resilien Dan Fatigue Dari Campuran Lapis Aus (AC-WC) Yang Memakai Material Hasil Daur Ulang (Reclaimed Asphalt Pavement) dan Polimer

Sasobit® Dalam Aspal Campuran Hangat (Warm Mix Asphalt)”, Tesis, Program Magister

Sistem Dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi Bandung,

Sukirman, S., 2005, “Panduan Praktikum Material Perkerasan Jalan", Bandung: Institut Teknologi Nasional.

Sukirman, S., 2006, “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur”, Bandung: Institut Teknologi Nasional.

Sukirman, S., 2012, “Beton Aspal Campuran Panas”, Bandung: Institut Teknologi Nasional. Sulistiana, T., 2007,"Studi Korelasi Antara Nilai Stabilitas Marshall Dengan Kuat Tekan Untuk

Campuran Laston AC-WC", Bandung: Institut Teknologi Nasional.

www.algaztsagala.wordpress. Pengujian Aspal Dengan Metode Marshall. www.academia.edu. Rancangan Campuran Metode Marshall.

Gambar

Tabel 2 Spesifikasi Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal
Gambar 1. Komposisi Aspal
Gambar 2. Skematis berbagai jenis volume beton aspal
Tabel 3. Pemeriksaan Aspal Penetrasi 60
+3

Referensi

Dokumen terkait

1. Dalam penelitian ini, hasil responden berdasarkan lama penggunaan produk paling banyak adalah lebih dari 2 bulan pemakaian produk hand body lotion “citra” dengan jumlah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan diuraikan sesuai dengan metode analisis, maka dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan hasil penelitian Purnama

(3) Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Pelaksana Pemula, pangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a sampai dengan Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Penyelia, pangkat

Hasil penelitian yang pertama menunjukkan bahwa Net Interest Margin lebih mendominasi sektor perbankan di Indonesia bila dibandingkan dengan Non Interest Income

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos di perairan Sungai Jangkok, mengetahui kualitas perairan Sungai Jangkok jika dikaji berdasarkan

Salah satu faktor penentu keberhasilan ketahanan pangan nasional adalah terkait masalah stabilisasi harga terutama komoditas pangan.. Dengan berbagai strategi

bagaimanapun telah masuk Bahasa mereka itu dalam Bahasa arab dan telah jadi sebahagian Bahasa arab maka dari pehak ini telah di perarabkan dan boleh di katakan bahwa setiap