Korespondensi:Indah Juliana
Email: ummu.izzati@gmail.com; Hp: 0811264030
Pengaruh Simvastatin Terhadap Kadar MMP-9 Serum dan Nilai
VEP
1% pada PPOK Stabil
Indah Juliana, Suradi, Ana Rima Setijadi
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
Abstrak
Latar belakang: Inflamasi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) bersifat persisten dan progresif. Inhalasi kronik asap rokok menyebabkan infiltrasi neutrofil ke saluran napas, melepaskan sitokin, kemokin proinflamasi, dan protease terutama MMP-9. Abnormalitas struktur menyebabkan hiperinflasi dan tanda obstruksi, dinilai dengan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1%). Simvastatin diharapkan
dapat menghambat inflamasi PPOK. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh simvastatin terhadap kadar MMP-9 serum dan % VEP1 PPOK stabil.
Metode: Rancangan penelitian adalah uji klinis quasi experimental, pre dan post design pada pasien PPOK stabil di poliklinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, diambil secara consecutive sampling mulai Agustus-Oktober 2015 diberikan perlakuan simvastatin 1x20 mg dan plasebo selama 4 minggu. Inflamasi diukur berdasarkan kadar enzim MMP-9 serum, penilaian klinis diukur dengan VEP1%. Analisis data
berdistribusi normal menggunakan uji paired t test atau independent sample t test dan wilcoxon signed rank test atau mann-whitney test jika tidak normal.
Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 33 laki-laki dan 1 perempuan. Empat pasien diskontinyu karena eksaserbasi (1), meninggal dunia (1), dan tidak patuh minum obat (2) sehingga totalnya 30 pasien laki-laki. Tidak ada perbedaan bermakna distribusi umur, derajat merokok, komorbid, dan pengelompokan PPOK pada kedua kelompok (p>0,05).Penurunan selisih VEP1% pada simvastatin vs plasebo
(-1,36+7,77 vs -1,31+7,82) tidak berbeda bermakna (p=0,852). Peningkatan MMP-9 terjadi pada simvastatin dan plasebo (587,69±752,26 vs 143,41±459,75) dengan p=0,061.
Kesimpulan: Pemberian simvastatin 1x20 mg selama 4 minggu pada pasien PPOK tidak mempengaruhi kadar MMP-9 serum dan VEP1%.
(J Respir Indo. 2016; 36: 231-6)
Kata kunci: Simvastatin, MMP-9,VEP1, PPOK
Effect of Simvastatin Against Serum levels of MMP-9 and Values
FEV
1% in Stable COPD
Abstract
Background: Inflammation of COPD is persistent and progressive. Chronic inhalation of cigarette smoke causes the neutrophil infiltration into the airways, release cytokines, proinflammatory chemokines and proteases, especially MMP-9. Structural abnormalities lead to hyperinflation and a sign of obstruction, assessed value of VEP%. Simvastatin is expected to inhibit the inflammation of COPD. This study aimed to identify and analyze the effect of simvastatin on levels of serum MMP-9 and% VEP stable COPD.
Methods: The study design used quasi-experimental clinical trial, pre and post design in stable COPD patients in Dr. Moewardi Surakarta hospital, taken by using consecutive sampling on August to October 2015, given 1x20 mg simvastatin treatment and placebo for 4 weeks. Inflamasi measured by levels of the enzyme MMP-9 serum, clinical assessment measured by VEP%. Analysis of normal distribution of data using a paired t test or independent sample t test and Wilcoxon signed rank test or the Mann-Whitney test if it is not normal.
Results: The subjects consisted of 33 men and one woman. Four patients discontinuous due to exacerbation (1), died (1), and are not obedient to take medication (2) for a total of 30 male patients. No significant difference in the age distribution, the degree of smoking, comorbidities, and grouping of COPD in both groups (p> 0.05) difference. Different of VEP1% between the simvastatin and placebo (-1.36 vs
-1.31 + 7.77 + 7,82) was not significantly different (p = 0.852). Increased MMP-9 occurred in the simvastatin and placebo (587.69 ± 752.26 vs 143.41 ± 459.75) with p = 0.061.
Conclusion: Delivery of simvastatin 1x20 mg for 4 weeks in patients with COPD did not affect serum levels of MMP-9 and VEP%. (J Respir Indo. 2016; 36: 231-6)
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru pakan masalah kesehatan utama di dunia, terutama di negara berkembang.1 Terdapat 4,8 juta pasien di
Indonesia dengan prevalens PPOK sekitar 5,6%. Inflamasi PPOK bersifat persisten dan progresif.2 Inha
lasi kronik asap rokok menyebabkan infiltrasi neutrofil ke saluran napas.3 Neutrofil di paru mensekresi berbagai
sitokin, kemokin proinflamasi4 dan melepaskan protease
termasuk matrix metalloprotease 9 (MMP9), sebagai protease utama destruksi serat elastin intraaleveolar.5
Remodeling jaringan ikat dan kerusakan menetap menye babkan emfisema paru dan menimbulkan hiper inflasi dan tanda obstruksi.3 Derajat keparahan PPOK
ditentukan dengan mengukur VEP1.6
Simvastatin sebagai obat penurun kolesterol golongan statin mempunyai efek pleiotropik ter masuk sebagai antiinflamasi, imunomodulator, dan antioksidan sehingga dapat diharapkan mengurangi morbiditas PPOK. Penggunaan simvastatin pada PPOK dari berbagai penelitian tersebut masih bersifat kontradiktif, belum banyak diteliti, dan pada sebagian penelitian baru terbukti pada hewan coba. Penelitian ini membuktikan pengaruh simvastatin terhadap kadar MMP9 serum dan nilai VEP1%pada PPOK stabil. Tujuan penelitian ini membuktikan apakah pemberian simvastatin dapat menurunkan kadar MMP9 serum dan meningkatkan nilai VEP1% pada PPOK stabil.
METODE
Penelitian dilakukan di RSUD Dr Moewardi Sura karta bulan Agustus sampai Oktober 2015. Ran cangan penelitian yang dilakukan adalah quasi experimental,
pretest dan posttest design. Cara pemilihan sampel penelitian adalah consequtive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien terdiagnosis PPOK stabil secara klinis kakilaki dan perempuan, umur lebih dari 40 tahun, berdasarkan selisih hari kela hiran dengan ulang tahun terakhir pada saat penelitian, bersedia mengisi kuesioner secara lengkap dan benar, bersedia diikutkan dalam penelitian dan menandatangani lembar persetujuan. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang memerlukan perawatan ICU dan
ventilator, mengalami eksaserbasi akut, menggunakan antiinflamasi lain diluar terapi rekomendasi selama pene litian berlangsung, sedang hamil, menderita penyakit hati/gagal ginjal/keganasan. Kriteria diskontinyu adalah mengundurkan diri atau meninggal dunia, kepatuhan minum obat < 80% atau > 120%, muncul efek samping serius dari simvastatin jika didapatkan miopati yang nyata, peningkatan SGOT/SGPT tiga kali batas atas normal dan kreatin kinase sepuluh kali nilai atas.
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan edukasi, dicatat identitas, riwayat merokok, penyakit lain yang diderita, dan lainlain pada formulir yang disediakan. Data awal subjek diperoleh dari anamnesis, dilakukan pemeriksaan fungsi paru VEP1%, dan diambil darah vena untuk memeriksa kadar MMP 9 serum. Subjek dibagi menjadi 2 grup secara random, kelompok Imendapat simvastatin 1x20 mg dan kelompok II mendapat plasebo diminum antara jam 19.00 – 22.00 selama 4 minggu. Simvastatin dan plasebo dikemas dengan warna yang sama. Bronkodilator, kortikosteroid, antibiotik dan terapi suportif lainnya diberikan sesuai prosedur terapi PPOK. Pasien di follow-up dan dievaluasi efek samping melalui telepon dan saat pasien kontrol, dicari adanya efek samping simvastatin atau plasebo. Indikasi untuk penghentian perlakuan bila memenuhi kriteria diskontinyu. Dilakukan penghitungan jumlah obat tiap kali kontrol dan akhir penelitian. Setelah 4 minggu, dilakukan kembali pemeriksaan %VEP1 dan MMP9 serum.
Analisis data menggunakan uji beda paired t test dan independent sample t test jika berdistribusi normal, serta wilcoxon signed rank test atau mann-whitney test jika tidak berdistribusi normal.
HASIL
Penderita PPOK yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada awal penelitian sebanyak 34 orang tetapi selama periode penelitian dieksklusi dan diskontinyu karena eksaserbasi 1 pasien, meninggal dunia 1 pasien dan tidak patuh minum obat 2 pasien. Total subjek penelitian sebanyak 30 orang lakilaki, terdiri 15 pasien PPOK stabil pada tiap kelompok. Keseluruhan subjek penelitian ini adalah 30 pasien lakilaki. Rerata umur subjek
kelompok simvastatin 63±8,09 tahun dan 69,0±6,590 tahun pada plasebo. Pada kelompok simvastatin, sebaran frekuensi indeks massa tubuh (IMT) kurang 3 orang (20%), normal 9 orang (60%), dan lebih 3 orang (20%), sedangkan pada kelompok plasebo IMT kurang 2 orang (13,3%), normal 9 orang (60%), dan lebih 4 orang (26,7%). Derajat Indeks Brinkman berat kelompok simvastatin 6(40%), sedang 5 (33,3%), ringan 4 (26,7%), sedang kelompok plasebo IB berat 6(40%), sedang 9(60%), IB ringan tidak didapatkan. Sebagian besar kelompok simvastatin dan plasebo (10 (33,3%) vs 5 (33,3%) tidak mempunyai komorbid, Pengelompokan PPOK paling banyak pada grup D untuk kelompok simvastatin 13 (86,7%) dan kelompok plasebo 10 (66,7%). Berdasarkan Tabel 1 tentang karakteristik dasar subjek penelitian, nilai p>0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik subjek penelitian diantara kedua kelompok.
Berdasarkan Tabel 2, rerata kadar MMP9 sebelum pemberian plasebo 1719,06 + 501,97 sedang kan setelah pemberian plasebo meningkat menjadi 1862,47 + 437,43 dengan p = 0,247. Rerata nilai VEP1% menurun menjadi 46,96±17,84 setelah plasebo jika dibandingkan sebelum plasebo 48,27 + 16,53 dengan p = 0,527. Perubahan signifikan tidak didapatkan pada kedua variabel (nilai p > 0,05).
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian Karakteristik SimvastatinKelompok
(n=15) Kelompok Plasebo (n=15) p 1 Umur (tahun) Mean ± SD Median (MinMax) 63,87 + 8,0964 (50 – 76) 69,00 + 6,59069 (57 – 82) 0,067 IMT Kurang (<18,5) Normal (18,522,9) Lebih (>22,9) 3 (20,0%) 9 (60,0%) 3 (20,0%) 2 (13,3%) 9 (60,0%) 4 (26,7%) 0,570 Derajat Merokok (IB)
Tidak merokok Ringan (0200) Sedang (> 200600) Berat (> 600) 0 (0,0%) 4 (26,7%) 5 (33,3%) 6 (40,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 9 (60,0%) 6 (40,0%) 0,413 Komorbid Hipertensi Hipertensive heart disease (HD) Penyakit jantung Diabetes Mellitus (DM) Tidak ada 2 (13,3%) 1 (6,7%) 1 (6,7%) 1 (6,7%) 10 (66,7%) 6 (40,0%) 1 (6,7%) 1 (6,7%) 2 (13,3%) 5 (33,3%) 0,406 Grup PPOK A B C D 1 (6,7%) 0 (0,0%) 1 (6,7%) 13 (86,7%) 1 (6,7%) 3 (20,0%) 1 (6,7%) 10 (66,7%) 0,208
Tabel 2. Perbandingan nilai awal (pre) dan nilai akhir (post) variabel penelitian pada kelompok plasebo
Variabel Nilai awal(Pre) Nilai akhir(Post) p Kadar MMP9 (ng/mL) Mean±SD Median (MinMax) 1719,06 + 501,97 1491,80 (1123,50 – 2657,0) 1862,47 + 437,43 1846,3 (841,0 – 2420,50) 0,247 VEP1 % (%) Mean ± SD Median (MinMax) 48,27 + 16,53 48,01 (27,65 – 80,58) 46,96 + 17,84 41,74 (25,62 – 81,97) 0,527
Berdasarkan Tabel 3, rerata nilai VEP1% menu run menjadi 50,34+13,23 setelah simvastatin diban dingkan sebelum simvastatin 51,69+15,64, peru bahan tersebut secara statistik tidak bermakna (p = 0,509). Peningkatan signifikan pada rerata kadar MMP9 sete lah pemberian simvastatin menjadi 1436,56 +593,79 dibandingkan sebelum pemberian simvas tatin 848,8 +609,98 (p = 0,012). nilai p < 0,05 menunjukkan MMP9 secara statistik bermakna.
Berdasarkan Tabel 4, didapatkan peningkatan kadar MMP9 dan penurunan VEP1% pada kelompok simvastatin dan plasebo pada akhir penelitian. Rerata
kadar MMP9 pada kedua kelompok menga lami
peningkatan setelah diberikan simvastatin (587,69 ±752,27) dan plasebo (143,41±459,75) dengan nilai p = 0,061. Rerata VEP1% pada kedua kelompok mengalami penurunan, pada kelompok simvastatin 1,36±7,77 dan pada kelompok plasebo 1,31±7,82 dengan nilai p = 0,852. Berdasarkan nilai p > 0,05, dapat disimpulkan tidak didapatkan perubahan signifikan selisih nilai(post – pre) baik pada variabel MMP9, % neutrofil sputum, skor CAT, dan VEP1% antara kedua kelompok.
PEMBAHASAN
Perubahan patologi pada PPOK mem pengaruhi saluran napas perifer dan proksimal, parenkim paru, dan pembuluh darah yang menyebabkan bron ki tis kronik, emfisema, dan hipertensi pulmonal.7
Penatalaksanaan PPOK menggunakan bronkodilator (LABA dan atau LAMA) dan kombinasi kortikosteroid inhalasi dengan LABA yang lebih efektif dibandingkan monoterapi, akan tetapi infamasi di paru masih terjadi sehingga dibutuhkan antiinflamasi lain, salah satunya dengan golongan statin (simvastatin).8
Tabel 3. Perbandingan nilai awal (pre) dan nilai akhir (post) variabel penelitian pada kelompok simvastatin
Variabel Nilai awal(Pre) Nilai akhir(Post) p1
Kadar MMP9 (ng/mL) Mean ± SD Median (MinMax) 848,87 + 609,98 694,70 (207,40 – 2066,50) 1436,56 + 593,79 1493,90 (505,60 – 2333,60) 0,012* VEP1% Mean ± SD Median (MinMax) 51,69 + 15,64 52,11 (19,97 – 83,29) 50,34 + 13,23 53,64 (26,67 – 69,20) 0,509
Tabel 4. Perbandingan selisih nilai variabel penelitian antara kedua kelompok
Variabel SimvastatinKelompok (n=15) Kelompok Plasebo (n=15) p1 Post – Pre MMP9 (ng/mL) Mean± SD Median (MinMax) 587,69 + 752,26 680,10 (1205,50 – 1695,10) 143,41 +459,75 163,5 (516,50 – 1047,20) 0,061 Post – Pre VEP1% (%) Mean ± SD Median (MinMax) 1,36 + 7,77 0,48 (17,48 – 14,03) 1,31 + 7,82 0,00 (25,49 – 9,27) 0,852
Keseluruhan subjek penelitian yang dianalisis adalah 30 orang, keseluruhan sampel adalah laki laki. Rerata umur subjek penelitian pada kelompok simvastatin 63±8,09 tahun dan 69,0±6,590 tahun pada kelompok plasebo dengan p = 0,067. Penelitian Afonso et al.9 menyebutkan pasien PPOK lebih banyak
pada laki laki (n = 7308 pasien, 57%) insidensi PPOK lebih tinggi pada lakilaki (3,54; 95%CI 3,333,77) dibanding dengan perempuan (2,34; 95%CI2,172,52). Faktor risiko terjadi insidensi PPOK dipengaruhi status merokok, jenis kelamin lakilaki, dan pertambahan usia,9
meskipun belum jelas hubungannya apakah karena usia yang menyebabkan PPOK atau pertambahan usia mencerminkan kumulatif paparan selama hidup.6
Indeks massa tubuh subjek penelitian sebagian besar masih normoweight yaitu 9 pasien (60%) baik pada kelompok simvastatin maupun kelompok plasebo. Status nutrisi pada emfisema biasanya buruk dan seringkali berkembang kearah kakeksia, sedangkan pada tipe bronkitis kronik mempunyai IMT normal atau berlebih.10 Keseluruhan pasien pada
penelitian ini adalah bekas perokok. Indeks Brinkman kelompok simvastatin paling banyak adalah IB berat
(n = 6,60%), sedangkan pada kelompok plasebo dengan IB sedang (n = 9,60%). Risiko PPOK pada perokok dipengaruhi dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks Brinkman). Peningkatan mortalitas PPOK dihubungkan dengan bertambahnya paparan asap rokok dan usia.6 Komorbid penelitian
ini pada kedua kelompok paling banyak dilaporkan karena gangguan jantung, meliputi hipertensi, HHD, penyakit jantung lain dan diabetes melitus (DM). Penelitian ini mendapatkan distribusi komorbid bersifat homogen dikedua kelompok sehingga komorbid tidak mempengaruhi outcome penelitian. Pengelompokan PPOK pada penelitian ini paling banyak pada Grup D yaitu 13 (86,7%) kelompok simvastatin dan 10 (66,7%) kelompok plasebo. Pengelompokan PPOK ditentukan berdasarkan gejala klinis (menggunakan skor CAT), derajat obstruksi (VEP1% uji paska bronkodilator), riwayat eksaserbasi, dan rawat inap.
Peningkatan selisih nilai rerata MMP9 pada kelompok plasebo 143,41±459,75 dan kelompok simvastatin 587,69±752,26 meskipun secara statistik perbedaan keduanya tidak bermakna (p=0,061). Peningkatan MMP9 serum terjadi setelah pemberian simvastatinmeskipun secara statistik tidak bermakna, hal ini tidak sesuai hipotesis terdapat penurunan MMP9 serum setelah diberikan simvastatin. Pening katan MMP9 ini masih dimungkinkan karena terjadi coexisting disease lain yang tidak dikenali dan tidak diterapi secara baik sehingga proses inflamasi yang terjadi terus berlangsung. Pelacakan coexisting
disease pada subjek penelitian ini hanya dilakukan secara anamnesis dan dari catatan rekam medik, tetapi tidak dilakukan pemeriksaan secara obyektif sehingga tidak dikenali dan tidak mendapatkan penatalaksanaan sesuai terapi rekomendasi. Selain itu, pengukuran MMP9 yang berasal dari darah dianggap tidak cukup mewakili karena tempat utama inflamasi PPOK berada di saluran pernapasan, sebaiknya material yang diperiksa berasal dari metode exhaled
air condensate atau BAL. Peningkatan MMP9 serum juga mungkin disebabkan penurunan secara relatif dari specific endogenous inhibitor of MMP-9 dan TIMP sehingga mempengaruhi keseimbangan protease
dan antiprotease pada proses inflamasi di paru. Hal yang sama pada penelitian Maneechotesuwan
et al.dengan metode randomized, double blind, plasebo-controlled crossover study pada 30 pasien yang mendapat simvastatin 20 mg per hari selama 4 minggu, didapatkan peningkatan MMP9 serum, dimungkinkan terjadi inflamasi neutrofilik melalui jalur inflamasi lain menyebabkan neutrofilia saluran napas sehingga tidak dapat ditekan simvastatin. Jalur inflamasi tersebut melalui N acetyl proline glycine
proline (NacPGP), suatu kolagen tripeptida, bera sal dari pemecahan ESM pada proses destruksi alveolar dan berperan pada inflamasi neutrofilik parenkim paru dan saluran napas.11 Aktivasi Nac
PGP dipicu oleh paparan asap rokok. NacPGP merupakan kemoatraktan neutrofil, neutrofil menjadi aktif, menyebabkan terjadi self perpetuating cycle, infiltrasi neutrofil, inflamasi kronik, dan emfisema paru. EkstraselularNacPGP persisten yang di hasil kan tersebut menginduksi inflamasi neutrofil yang resisten terhadap terapi golongan statin.12
Penurunan selisih nilai VEP1% didapatkan pada kelompok simvastatin 1,36+7,77, begitu juga pada kelompok plasebo 1,31+7,82 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan nilai VEP1% pada kedua kelompok yang secara statistik tidak bermakna (p = 0,852).Pada penelitian ini didapatkan penurunan VEP1% setelah penggunaan simvastatin, dapat di mungkin kan karena terjadi peningkatan MMP9 serum yang menandakan bahwa proses inflamasi masih berlangsung. Selain itu, peningkatan VEP1 dikarenakan sebagian besar subjek penelitian ini termasuk grup D PPOK berdasarkan pengelompokan GOLD 2015 sehingga akan mempengaruhi keterampilanpasien dalam bermanuver. Faktor perancu lain antara lain paparan asap rokok dan polutan tidak dapat diken dalikan dalam penelitian ini menyebabkan proses inflamasi juga tidak dapat dikendalikan. Selain itu, manajemen terapi rekomendasi pada PPOK hanya bersifat simptomatik dan tidak dapat memperbaiki kerusakan jaringan paru yang sudah terjadi sehingga nilai VEP1% tidak menunjukkan adanya perbaikan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Alexeeff et al.13 secara longitudinal pada 803 subjek
yang dilakukan pengukuran fungsi paru 24 kali antara tahun 19952005 dan dicatat riwayat merokok setiap kali kunjungan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pemberian statin dapat menghambat penu runan fungsi paru pada populasi usia lanjut. Subjek yang tidak menggunakan statin mengalami penurunan VEP1 23,9 ml/tahun (95%CI 27,8 sampai 20,1 ml/ tahun), sedangkan subjek yang menggunakan statin penurunan fungsi parunya lebih lambat 10,9 ml/tahun (95%CI 16,9 sampai 5,0 ml/tahun) dengan nilai p < 0,00.13
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penggunaan simvastatin dapat tidak dapat menurunkan MMP9 serum dan mengurangi derajat obstruksi berdasarkan VEP1%.
KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini bahwa simvastatin 20 mg selama 4 minggu tidak berpengaruh menu runkan kadar MMP9 serum dan VEP1%. Penelitian lanjutan disarankan memeriksa marker inflamasi dari material yang berasal dari saluran pernapasan. Pemeriksaan kadar MMP9 dapat dilengkapi dengan pemeriksaan TIMP sehingga dapat diketahui ke seim bangan kedua kadar tersebut. Pajanan asap rokok dan polutan lain dikendalikan dalam penelitian ini sehingga tidak mempengaruhi proses inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes P J. New antiinflammatory targets for chronic obstructive pulmonary disease. Nature Rev. 2013;12:54359.
2. Barnes P J. The cytokine network in chronic obstruvtive pulmonary disease. Am J Respir Cell Mol Biol. 2009:41;6318.
3. Suradi. Peran kadar IL1β, IL12, IFNγ dan IL10 terhadap kadar elastase MMP9 pada emfisema paru suatu pendekatan immunopatobiologi (diser tasi). Universitas Airlangga. Surabaya: 2003. 4. Singh D, Edwards L, TalSinger R, Rennard S.
Sputum neutrophils as a biomarker in COPD: findings from the ECLIPSE study. Respiratory Research. 2010;11:112.
5. Stockley R A. Neutrofil and protease/anti protease imbalance. Am J Respir Crit Care Med. 1999;160:54952.
6. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2015) Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease updated 2015. Manchester: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Inc. 2015.p.180.
7. Kaczmarek P, Sladek K, Skucha W, Rzeszutko M, Iwaniec T, Dziedzina S. The influence of simvastatin on selected inflammatory markers in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Polskie Archiwum Medycyny Wewnetrzne J. 2010;120:118. 8. Loukides S, Bartziokas K, Vestbo J, Singh D.
Novel antiinflammatory agents in COPD: tar geting lung and systemic inflammation. Current Drug Targets. 2013;14:23545.
9. Afonso A S M, Verhamme K M C, Sturkenboom M C J M, Brusselle G G O. COPD in the general
population: prevalence, incidence and survival. Respiratory Medicine. 2011;105:187284.
10. Thajono H D. Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi nafsu makan pada pasien dengan penyakit pernapasan obstruktif kronis di RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya. Universitas Indonesia. Jakarta: 2011.
11. Maneechotesuwan K, Wongkajornsilp A, Bar nes P J. Simvastatin suppresses airway IL17 and IL10 in patients with stable COPD. Chest. 2015;148:116476.
12. O’Reilly P J, Jackson, P. L., Wells, J. M., Dransfield M T, Scanlon P D, Blalock J E. Sputum PGP is reduced by azithromycin treat ment in patients with COPD and correlates with exacerbations. BMJ Open. 2013;3:e004140.
13. Alexeeff S E, Litonjua A A., Sparrow D, Pantel S, Vokonas P S, Schwartz J. Statin use reduces decline in lung function VA normative aging study. Am J Respir Crit Care Med. 2007;176:742–7.