• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL. Faktor Internal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL. Faktor Internal"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis Kelamin

Lebih dari separuh konsumen (66,9%) berjenis kelamin perempuan, sementara 33,1 persen sisanya laki-laki. Dapat dilihat bahwa konsumen perempuan lebih mendominasi pasar beras merah. Salah satu dugaan yang muncul adalah karena penggunaan teknik snowball dalam proses pengambilan contoh, sehingga sebarannya menjadi tidak merata. Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-laki 43 33,1

Perempuan 87 66,9

Total 130 100,0

Usia

Menurut Sumarwan (2004), perbedaan usia pada konsumen akan mempengaruhi selera dan kesukaannya. Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Berdasarkan siklus hidupnya, usia konsumen dapat dikelompokkan menjadi sebelas, yaitu:

1. Bayi di bawah satu tahun 2. Bayi di bawah tiga tahun 3. Bayi di bawah lima tahun 4. Anak usia sekolah (6-12 tahun) 5. Remaja awal (13-15 tahun) 6. Remaja lanjut (16-18 tahun) 7. Dewasa awal (19-24 tahun) 8. Dewasa lanjut (25-35 tahun) 9. Separuh baya (36-50 tahun) 10. Tua (51-65 tahun)

11. Lanjut usia (di atas 65 tahun)

Konsumen termuda dalam penelitian ini berusia 15 tahun, sementara yang tertua berusia 78 tahun. Rataan usia konsumen adalah 32,1 tahun. Proporsi terbesar jumlah konsumen berada pada kelompok usia dewasa awal, tepatnya 36,9 persen. Walaupun demikian, jumlah ini tidak berbeda jauh dengan kelompok usia separuh baya yang mencakup 32,3 persen konsumen. Jumlah

(2)

yang terkonsentrasi pada dua kelompok usia ini diduga terkait dengan kelompok pertemanan konsumen yang cenderung dengan usia sebaya.

Hampir seluruh konsumen pada kelompok usia remaja, baik awal maupun lanjut, melakukan konsumsi beras merah karena mendapatkan intervensi dari ibu selaku pembuat keputusan mengenai menu makanan di rumah. Sebaran konsumen berdasarkan usia secara lebih rinci ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran konsumen berdasarkan usia

Usia (th) Jumlah (n) Persentase (%)

Remaja awal (13-15) 1 0,8 Remaja lanjut (16-18) 9 6,9 Dewasa awal (19-24) 48 36,9 Dewasa lanjut (25-35) 19 14,6 Separuh baya (36-50) 42 32,3 Tua (51-65) 10 7,7 Lanjut usia (>65) 1 0,8 Total 130 100,0 Minimum – Maksimum 15 – 78

Rataan ± Standar Deviasi 32,1 ± 12,7

Status Pernikahan

Sebagian jumlah konsumen (50,8%) merupakan individu yang belum menikah. Tidak berbeda jauh dengan jumlah tersebut, konsumen yang telah menikah sebanyak 46,1 persen. Hal ini diduga memiliki keterkaitan dengan usia konsumen yang didominasi kelompok dewasa awal dengan rentang usia yang cukup jauh dari 18 hingga 40 tahun. Sisanya sebanyak 3,1 persen adalah janda, baik yang cerai hidup maupun cerai mati. Tidak ada konsumen yang berstatus sebagai duda. Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan

Status Pernikahan Jumlah (n) Persentase (%)

Belum menikah 66 50,8

Menikah 60 46,1

Janda 4 3,1

Total 130 100,0

Pendidikan

Seluruh konsumen telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun. Berdasarkan sebaran konsumen pada Tabel 9, hanya terdapat 8,46 persen konsumen yang berpendidikan terakhir SMP. Beberapa konsumen masih berstatus siswa SMA sehingga sebagian besar konsumen yang memiliki pendidikan akhir di tingkat SMP bukan karena keterbatasan kemampuan untuk

(3)

melanjutkan sekolah. Lebih dari separuh konsumen (52,3%) merupakan lulusan perguruan tinggi dengan gelar sarjana. Untuk jenjang pendidikan yang paling tinggi (pascasarjana) hanya terdapat enam orang konsumen yang termasuk dalam kategori ini.

Tabel 9 Sebaran konsumen berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%)

SD/sederajat 0 0,0 SMP/sederajat 11 8,5 SMA/sederajat 38 29,2 Diploma 7 5,4 Sarjana 68 52,3 Pascasarjana 6 4,6 Total 130 100,0 Pekerjaan

Hampir sepertiga (30,0%) dari jumlah konsumen merupakan individu yang belum bekerja. Kategori ini didominasi oleh konsumen yang masih berstatus pelajar, mahasiswa, dan sarjana baru (fresh gradute). Konsumen yang bekerja sebagai pegawai swasta dan wirausahawan menempati porsi yang hampir sama, yaitu berturut-turut 16,9 persen dan 17,7 persen. Hanya terdapat satu konsumen (0,8%) yang merupakan pensiunan pegawai. Tabel 10 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan jenis pekerjaan.

Tabel 10 Sebaran konsumen berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)

Belum bekerja 39 30,0 IRT 11 8,5 PNS 19 14,6 Pegawai swasta 22 16,9 Wirausaha 23 17,7 Pensiunan 1 0,78 Lainnya 15 11,5 Total 130 100,0

Alasan Mengonsumsi Beras Merah

Alasan konsumen dalam mengonsumsi beras merah sebagian besar didasarkan oleh faktor kesehatan, yaitu sebanyak 68,5 persen. Faktor kesehatan ini di antaranya meliputi faktor penyakit yang diderita, keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain. Sebayak 15,4 persen konsumen lainnya memiliki alasan nilai gizi yang terkandung dalam beras merah, antara lain kadar antioksidan dan nilai Indeks Glikemik beras merah. Hanya 10,0 persen yang mengatakan alasannya mengonsumsi beras merah karena dipengaruhi orang lain, salah satunya adalah saat berada dalam situasi saat

(4)

makanan pokok yang disajikan di rumahnya hanya beras merah. Sebaran konsumen berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran konsumen berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah

Alasan Konsumsi Jumlah (n) Persentase (%)

Faktor kesehatan 89 68,5

Nilai gizi beras merah 20 15,4

Terpengaruh orang lain 13 10,0

Lainnya 8 6,1

Total 130 100,0

Lokasi Perolehan Beras Merah

Sebaran konsumen berdasarkan lokasi perolehan beras merah ditampilkan dalam Tabel 12. Jumlah konsumen yang melakukan pembelian beras merah di pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern/swalayan, menempati porsi yang cukup besar dan hampir sama (44,6% di pasar tradisional dan 46,9% di pasar modern/swalayan). Sisanya (8,5%) memperoleh beras merah di lokasi lainnya yang beragam, antara lain dari pemberian kerabat, pembelian di kantor, dan hasil panen sendiri.

Tabel 12 Sebaran konsumen berdasarkan lokasi perolehan beras merah

Lokasi Perolehan Jumlah (n) Persentase (%)

Pasar tradisional 58 44,6

Pasar swalayan 61 46,9

Lainnya 11 8,5

Jumlah 130 100,0

Besar Keluarga

Berdasarkan Tabel 13, diketahui lebih dari separuh konsumen memiliki keluarga dengan ukuran kecil, tepatnya sebesar 64,6 persen. Hanya terdapat 2,3 persen konsumen yang memiliki keluarga berukuran besar. BKKBN (1998) dalam Sari (2010) membagi ukuran keluarga ke dalam tiga kategori, yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5 sampai 6 orang, dan keluarga besar yang jumlah anggotanya lebih dari atau sama dengan 7 orang.

Tabel 13 Sebaran konsumen berdasarkan besar keluarga

Ukuran Keluarga (org) Jumlah (n) Persentase (%)

Kecil (≤ 4) 84 64,6

Sedang (5-6) 43 33,1

Besar (≥7) 3 2,3

Total 130 100,0

Minimum – Maksimum 3 – 8

(5)

Pendapatan Keluarga per Bulan

Pengeluaran keluarga per bulan diklasifikasikan berdasarkan skala Socio-Economic Status atau SES menurut Nielsen, yang terbagi ke dalam enam golongan (Vidinur 2010). Tabel 14 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan. Hampir seluruh konsumen (90,8%) tergolong dalam SES A yang merupakan kelompok dengan pendapatan tertinggi. Dapat dikatakan bahwa konsumen beras merah didominasi oleh yang berstatus sosial ekonomi menengah ke atas.

Pendapatan merupakan sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen dan biasanya diterima dalam bentuk uang. Jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli seorang konsumen (Sumarwan 2004). Dalam upaya menghindari ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan oleh konsumen untuk mengungkapkan pendapatan keluarganya, digunakan pendekatan pengeluaran yang dianggap sebagai indikator pendapatan keluarga per bulan.

Tabel 14 Sebaran konsumen berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan

Golongan Total Pendapatan Jumlah (n) Persentase (%)

SES A ≥ Rp 3.000.000 118 90,8 SES B Rp 2.000.000 - 3.000.000 9 6,9 SES C1 Rp 1.500.000 - 2.000.000 1 0,8 SES C2 Rp 1.000.000 - 1.500.000 2 1,5 SES D Rp 700.000 - 1.000.000 0 0,0 SES E < Rp 700.000 0 0,0 Total 130 100,0 Minimum – Maksimum (Rp) 1.000.000 – 55.000.000

Rataan ± Standar Deviasi (Rp) 7.956.153,8 ± 6.601.221,4

Faktor Eksternal Media

Dalam penelitian ini, media yang dimaksud adalah media informasi yang bersifat impersonal berupa media massa, baik cetak maupun elektronik. Lima penyataan diberikan kepada konsumen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah. Sebagian besar jawaban konsumen tersebar pada pilihan “setuju” dan “kurang setuju”. Hanya terdapat sebagian kecil konsumen yang menjawab “tidak setuju” pada pernyataan nomor 3, 4, dan 5, sementara untuk pernyataan nomor 1 dan 2 tidak ada konsumen yang menjawab “tidak setuju”. Tabel 15 menunjukkan sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap media.

(6)

Tabel 15 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap media

No. Pernyataan Jumlah (%) Total

(%) SS S KS TS STS

1. Mengingat informasi dari media 10.0 48.5 35.4 6.2 0.0 100,0 2. Mendapat informasi dari media 9.2 41.5 39.2 10.0 0.0 100,0 3. Frekuensi melihat informasi dari media 7.7 31.5 45.4 14.6 0.8 100,0 4. Waktu untuk mencari informasi dari media 6.9 39.2 36.9 16.2 0.8 100,0 5. Pengaruh informasi dari media 20.8 50.0 20.0 8.5 0.8 100,0 Sebaran konsumen berdasarkan skor media dapat dilihat pada Tabel 16. Proporsi yang sama dapat dilihat pada skor sedang dan tinggi, yaitu masing-masing 40,8 persen. Hanya sebagian kecil konsumen yang memiliki skor media yang rendah (18,5%).

Tabel 16 Sebaran konsumen berdasarkan skor media

Media Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (10-15) 24 18,5

Sedang (16-20) 53 40,8

Tinggi (21-25) 53 40,8

Total 130 100,0

Minimum – Maksimum 10,0 – 25,0

Rataan ± Standar Deviasi 17,6 ± 3,0

Kelompok Acuan

Kelompok acuan konsumen dibagi ke dalam dua aspek, yaitu kelompok tenaga ahli atau pakar dan juga kelompok sosial yang meliputi keluarga dan atau teman. Selebritas, karakter dagang, maupun juru bicara (spokes person) tidak dimasukkan karena sangat jarang ditemukan dalam pemasaran beras merah. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen, disediakan sepuluh pernyataan yang dibagi ke dalam dua aspek. Secara umum, dapat dilihat pada Tabel 17 bahwa sebagian besar jawaban konsumen berada pada pilihan “setuju”, disusul dengan pilihan “kurang setuju”. Pilihan “tidak setuju” menempati proporsi yang paling kecil.

Tabel 17 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kelompok acuan

No. Pernyataan Jumlah (%) Total

(%) SS S KS TS STS Tenaga Ahli/Pakar

1. Awal pengenalan beras merah 13.1 44.6 20.8 15.4 6.2 100,0 2. Sumber informasi beras merah 18.5 43.1 19.2 14.6 4.6 100,0 3. Frekuensi informasi makanan sehat 20.0 46.9 16.2 12.3 4.6 100,0 4. Perilaku imitasi konsumsi beras merah 17.7 37.7 20.8 17.7 6.2 100,0

5. Rekomendasi 18.5 40.0 18.5 17.7 5.4 100,0

Kelompok Sosial

6. Awal pengenalan beras merah 28.5 42.3 21.5 6.9 0.8 100,0 7. Sumber informasi beras merah 27.7 42.3 22.3 6.2 1.5 100,0

8. Trend 8.5 38.5 28.5 17.7 6.9 100,0

9. Perilaku imitasi konsumsi beras merah 24.6 42.3 23.1 6.9 3.1 100,0

(7)

Skor tenaga ahli atau pakar dalam mengonsumsi beras merah menempati skor yang cukup tinggi, yakni sebanyak 61,5 persen konsumen memiliki skor tenaga ahli atau pakar yang tinggi. Sementara itu, proporsi terbesar skor kelompok sosial yang terdiri atas keluarga dan atau teman juga menempati posisi tinggi (72,3%).

Skor tenaga ahli atau pakar dan kelompok sosial kemudian dikompositkan menjadi skor total kelompok acuan. Ketika skor telah digabungkan, ternyata sebagian besar konsumen (72,3%) dinilai memiliki skor kelompok acuan dalam kategori tinggi. Tabel 18 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan kelompok acuan.

Tabel 18 Sebaran konsumen berdasarkan skor kelompok acuan

Kelompok Acuan Jumlah (n) Persentase (%) Tenaga Ahli/Pakar

Rendah (5-11) 19 14,6

Sedang (12-18) 31 23,8

Tinggi (19-25) 80 61,5

Minimum – Maksimum 5,0 – 25,0

Rataan ± Standar Deviasi 19,8 ± 5,1

Kelompok Sosial

Rendah (5-11) 5 3,8

Sedang (12-18) 31 23,8

Tinggi (19-25) 94 72,3

Minimum – Maksimum 5,0 – 25,0

Rataan ± Standar Deviasi 18,5 ± 3,6

Skor Total

Rendah (15-25) 5 3,8

Sedang (26-36) 31 23,8

Tinggi (37-47) 94 72,3

Minimum – Maksimum 15,0 – 46,0

Rataan ± Standar Deviasi 36,0 ± 6,0

Total 130 100,00

Kesadaran

Sebanyak sepuluh pernyataan diberikan kepada konsumen untuk mengetahui kesadaran konsumen tentang pentingnya mengonsumsi beras merah. Sebagian besar jawaban terpusat pada pilihan “setuju”, sementara tidak ada konsumen yang memilih “sangat tidak setuju”. Tabel 19 menunjukkan sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran konsumsi beras merah.

Sebagian besar jawaban konsumen konsumen cenderung pada pilihan setuju dan sangat setuju. Rata-rata lebih dari separuh jumlah konsumen berada pada pilihan setuju. Hanya terdapat sebagian kecil konsumen yang menjawab tidak setuju, bahkan tidak ada konsumen yang menganggap sangat tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diberikan.

(8)

Tabel 19 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran

No. Pernyataan Jumlah (%) Total

(%) SS S KS TS STS

1. Beras merah cocok dikonsumsi semua usia 30,0 56,9 12,3 0,8 0,0 100,0 2. Beras merah memiliki tekstur yang pera 24,6 54,6 15,4 5,4 0,0 100,0 3. Beras merah dapat dikonsumsi sebagai

pengganti beras putih

28,5 61,5 10,0 0,0 0,0 100,0 4. Beras merah mengandung banyak serat yang

dapat membantu menurunkan kadar kolesterol

31,5 63,1 5,4 0,0 0,0 100,0 5. Beras merah mengandung antioksidan yang

dapat mengurangi risiko penyakit degenerative

21,5 64,6 13,8 0,0 0,0 100,0 6. Kandungan vitamin dan mineral dalam beras

merah lebih banyak daripada beras putih

32,3 62,3 5,4 0,0 0,0 100,0 7. Beras merah mengandung lebih banyak vitamin

dan mineral dibandingkan beras putih

33,1 58,5 8,5 0,0 0,0 100,0 8. Mengonsumsi beras merah cocok untuk diet

menurunkan berat badan

32,3 57,7 8,5 1,5 0,0 100,0 9. Mengonsumsi beras merah dapat menurunkan

risiko terkena diabetes

27,7 63,8 7,7 0,8 0,0 100,0 10. Beras merah lebih baik dikonsumsi apabila

memiliki keluhan diabetes

30,8 57,7 10,0 1,5 0,0 100,0

Pada kasus konsumsi beras merah, diketahui kesadaran konsumen masih belum tinggi. Fakta ini tercermin dari proporsi konsumen yang memiliki tingkat kesadaran yang masih rendah berada pada posisi teratas (47,7%), seperti yang terlihat pada Tabel 20. Konsumen dengan tingkat kesadaran yang tergolong tinggi justru menempati proporsi terrendah dengan hanya mencapai 21,5 persen.

Dari total sepuluh pernyataan yang diberikan dan dengan total skor 50 poin, skor terendah yang dicapai konsumen adalah 35 poin, sementara skor tertinggi adalah 50 poin. Rataan dari skor adalah 41,7 poin. Skor rataan ini termasuk ke dalam kategori sedang, dengan standar deviasi sebesar 4,0.

Tabel 20 Sebaran konsumen berdasarkan skor kesadaran konsumsi beras merah

Kesadaran Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (35-40) 62 47,7

Sedang (41-45) 40 30,8

Tinggi (46-50) 28 21,5

Jumlah 130 100,0

Minimum – Maksimum 35,0 – 50,0

Rataan ± Standar Deviasi 41,7 ± 4,0

Konsumsi Beras Merah

Tingkat konsumsi beras merah diukur dari frekuensi dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam suatu waktu tertentu. Setiap konsumen memiliki frekuensi yang beragam dalam mengonsumsi beras merah. Hampir seluruh konsumen mengonsumsi beras merah sebagai pelengkap beras putih. Hanya beberapa konsumen tertentu yang telah mengganti seluruh konsumsi beras

(9)

putihnya dengan beras merah. Walaupun demikian, tidak ditelusuri lebih lanjut mengenai konsistensi konsumsi beras merah jika konsumen makan di luar rumah. Frekuensi konsumsinya pun ada yang teratur, ada pula yang tidak teratur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21.

Lebih dari separuh konsumen (51,5%) mengonsumsi beras merah empat kali dalam satu bulan terakhir. Hal ini menunjukkan frekuensi yang cukup rendah, yang mengindikasikan konsumen melakukan konsumsi satu kali dalam seminggu, atau bahkan dua minggu sekali. Walaupun demikian, hampir seperlima dari jumlah konsumen telah melakukan konsumsi beras merah secara cukup rutin, yaitu dengan frekuensi lebih dari dua puluh kali dalam satu bulan terakhir (17,7%), atau setidaknya lebih dari lima kali per minggunya.

Tabel 21 Sebaran konsumen berdasarkan konsumsi beras merah

Konsumsi Jumlah (n) Persentase (%)

Frekuensi Konsumsi (kali/bln)

≤4 67 51,5

5-12 27 20,8

13-20 13 10,0

>20 23 17,7

Jumlah Konsumsi Bulanan (kg)

0 – 0,99 38 29,2 1 – 1,99 16 12,3 2 – 2,99 33 25,4 3 – 3,99 5 3,8 4 – 4,99 33 25,4 ≥5 5 3,8 Minimum – Maksimum 0,8 – 8,4 Rataan ± SD 2,4 ± 1,5 Jumlah 130 100,0

Rata-rata konsumen mengonsumsi beras merah sebanyak 2,4 kg dalam sebulan, dengan angka standar deviasi sebesar 1,5. Jumlah paling sedikit yang dikonsumsi adalah 0,8 kg dan jumlah terbanyak adalah 8,4 kg per bulannya.

Dalam sebulan terdapat beberapa variasi jumlah beras merah yang dikonsumsi. Sebaran dengan proporsi terbesar ditempati oleh konsumen dengan jumlah konsumsi bulanan kurang dari 1 kg (29,2%). Sementara itu, jumlah konsumen dengan konsumsi bulanan 2-2,99 kg dan 4-4,99 kg adalah sama, yaitu 25,4 persen.

Hubungan Faktor Internal dengan Media dan Kelompok Acuan

Sebelum dilakukan uji hubungan menggunakan analisis korelasi Pearson

(Lampiran 4), terlebih dahulu dilihat sebaran setiap variabel faktor internal yang akan diuji keeratan hubungannya dengan media melalui tabulasi silang. Dari

(10)

Tabel 22, dapat dilihat adanya kecenderungan konsumen berjenis kelamin perempuan memiliki skor media yang lebih tinggi. Begitu pula dengan konsumen yang berusia lebih muda dan berpendidikan sarjana. Setelah dilakukan uji hubungan dengan korelasi Pearson, diketahui hanya terdapat satu variabel dari seluruh variabel faktor internal, yaitu pendidikan, yang memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan media (r=0,189).

Tabel 22 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan media, serta nilai koefisien korelasi Pearson

Faktor Internal

Media

Total Rendah (10-15) Sedang (16-20) Tinggi (21-25)

n % n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 7 16,3 20 46,5 16 37,2 43 100,0 Perempuan 17 19,5 33 37,9 37 42,5 87 100,0 Usia (th)1 Remaja awal (13-15) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 3 100,0 Remaja lanjut (16-18) 2 22,2 2 22,2 5 55,6 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 8 16,7 19 39,6 21 43,8 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 3 15,8 10 52,6 6 31,6 19 100,0 Separuh baya (36-50) 8 19,0 17 40,5 17 40,5 42 100,0 Tua (51-65) 2 20,0 5 50,0 3 30 10 100,0 Lanjut usia (>65) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,116

Status Pernikahan Menikah 13 21,7 26 43,3 21 35,0 60 100,0 Tidak Menikah 11 15,7 27 38,6 32 45,7 70 100,0 Pendidikan2 SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 3 27,3 2 18,2 6 54,5 11 100,0 SMA/sederajat 12 31,6 16 42,1 10 26,3 38 100,0 Diploma 0 0,0 5 71,4 2 28,6 7 100,0 Sarjana 8 11,8 28 41,2 32 47,1 68 100,0 Pascasarjana 1 16,7 2 33,3 3 50,0 6 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,189*

Status Pekerjaan Bekerja 14 17,7 35 44,3 30 38,0 79 100,0 Tidak Bekerja 10 19,6 18 35,3 23 45,1 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 14 15,7 41 46,1 34 38,2 89 100,0 Lainnya 10 24,4 12 29,3 19 46,3 41 100,0

Besar Keluarga (org) 1

Kecil (≤4) 16 19,0 37 44,0 31 36,9 84 100,0

Sedang (5-6) 7 16,3 16 37,2 20 46,5 43 100,0

Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 2 66,7 3 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,107

Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) 1

< 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 2 100,0 0 0,0 0 0,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 1 11,1 0 0,0 8 88,9 9 100,0 ≥ 3.000.000 21 17,8 53 44,9 44 37,3 118 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,048

Total 24 18,5 53 40,8 53 40,8 130 100,0

Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2

(11)

Untuk mengetahui faktor internal yang memiliki keeratan hubungan dengan kelompok acuan, juga dilihat sebaran setiap variabel faktor internal dengan kelompok acuan terlebih dahulu (Tabel 23). Terlihat bahwa sebagian besar konsumen, berdasarkan karakteristik apapun, cenderung memiliki skor kelompok acuan yang tinggi. Setelah melalui uji hubungan, diketahui usia konsumen (r=0,220) memiliki hubungan nyata dengan kelompok acuan.

Tabel 23 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kelompok acuan, serta nilai koefisien korelasi Pearson

Faktor Internal

Kelompok Acuan

Total Rendah (15-25) Sedang (26-36) Tinggi (37-47)

n % N % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 3 7,0 7 16,3 33 76,7 43 100,0 Perempuan 2 2,3 24 27,6 61 70,1 87 100,0 Usia (th)2 Remaja awal (13-15) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0 Remaja lanjut (16-18) 0 0,0 3 33,3 6 66,7 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 2 4,2 17 35,4 29 60,4 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 1 5,3 3 15,8 15 78,9 19 100,0 Separuh baya (36-50) 2 4,8 7 16,7 33 78,6 42 100,0 Tua (51-65) 0 0,0 1 10,0 9 90,0 10 100,0 Lanjut usia (>65) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,220*

Status Pernikahan Menikah 3 5,0 10 16,7 47 78,3 60 100,0 Tidak Menikah 2 2,9 21 30,0 47 67,1 70 100,0 Pendidikan1 SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 1 9,1 3 27,3 7 63,6 11 100,0 SMA/sederajat 2 5,3 9 23,7 27 71,1 38 100,0 Diploma 0 0,0 1 14,3 6 85,7 7 100,0 Sarjana 1 1,5 17 25,0 50 73,5 68 100,0 Pascasarjana 1 16,7 1 16,7 4 66,7 6 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,109

Status Pekerjaan Bekerja 3 3,8 11 13,9 65 82,3 79 100,0 Tidak Bekerja 2 3,9 20 39,2 29 56,9 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 1 1,1 16 18,0 72 80,9 89 100,0 Lainnya 4 9,8 15 36,6 22 53,7 41 100,0

Besar Keluarga (org) 1

Kecil (≤4) 3 3,6 16 19,0 65 77,4 84 100,0

Sedang (5-6) 1 2,3 15 34,9 27 62,8 43 100,0

Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 2 66,7 3 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,162

Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) 1

< 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 2 1,5 0 0,0 0 0,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 0 0,0 3 33,3 6 66,7 9 100,0 ≥ 3.000.000 3 2,5 28 23,7 87 73,7 118 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,172

Total 5 3,8 31 23,8 94 72,3 130 100,0

Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2

(12)

Hubungan Faktor Internal dengan Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah

Hubungan faktor internal dengan kesadaran dilihat melalui sebaran pada Tabel 24. Konsumen yang berusia lebih tua cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi. Diduga usia tua membuat kondisi kesehatan menurun sehingga konsumen lebih peduli pada asupan makanannya. Akan tetapi hasil uji hubungan hanya menunjukkan signifikansi antara pendidikan dan kesadaran (r=0,206). Tabel 24 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kesadaran, serta

nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Internal

Kesadaran

Total Rendah (35-40) Sedang (41-45) Tinggi (46-50)

n % n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 24 55,8 15 34,9 4 9,3 43 100,0 Perempuan 38 43,7 25 28,7 24 27,6 87 100,0 Usia (th) 1 Remaja awal (13-15) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 Remaja lanjut (16-18) 5 55,6 3 33,3 1 11,1 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 26 54,2 13 27,1 9 18,8 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 10 52,6 3 21,1 5 26,3 19 100,0 Separuh baya (36-50) 17 40,5 15 35,7 10 23,8 42 100,0 Tua (51-65) 3 30,0 4 40,0 3 30,0 10 100,0 Lanjut usia (>65) 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,101

Status Pernikahan Menikah 23 38,3 20 33,3 17 23,8 60 100,0 Tidak Menikah 39 55,7 20 28,6 11 15,7 70 100,0 Pendidikan2 SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 8 72,7 2 18,2 1 9,1 11 100,0 SMA/sederajat 19 50,0 15 39,5 4 10,5 38 100,0 Diploma 3 42,9 3 42,9 1 14,3 7 100,0 Sarjana 30 4,1 19 27,9 19 27,9 68 100,0 Pascasarjana 2 33,7 1 16,7 3 50,0 6 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,206*

Status Pekerjaan Bekerja 40 50,6 22 27,8 17 21,5 79 100,0 Tidak Bekerja 22 43,1 18 35,3 11 21,6 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 43 48,3 25 28,1 21 23,6 89 100,0 Lainnya 19 46,3 15 36,6 7 17,1 41 100,0

Besar Keluarga (org) 1

Kecil (≤4) 42 50,0 26 31,0 16 19,0 84 100,0

Sedang (5-6) 20 46,5 13 30,2 10 23,3 43 100,0

Besar (≥7) 0 0,0 1 33,3 2 66,7 3 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,084

Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) 1

< 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 0 0,0 1 50,0 1 50,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 5 55,6 2 22,2 2 22,2 9 100,0 ≥ 3.000.000 56 47,5 37 31,4 25 21,2 118 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,087

Total 62 47,7 40 30,8 28 21,5 130 100,0

Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2

(13)

Seperti variabel kesadaran, variabel konsumsi juga terlebih dahulu dilihat sebarannya dengan tabulasi silang. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 25. Jumlah beras merah yang dikonsumsi konsumen laki-laki cenderung lebih banyak daripada konsumen perempuan. Walaupun demikian, ternyata konsumen dengan jumlah konsumsi lebih dari 5 kg dalam sebulan terakhir didominasi oleh perempuan.

Tabel 25 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson

Faktor Internal

Konsumsi Beras Merah (kg)

Total 0-0,99 1-1,99 2-2,99 3-3,99 4-4,99 ≥5 n % n % n % n % n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 11 25,6 5 11,6 9 20,9 3 7,0 14 32,6 1 2,3 43 100,0 Perempuan 27 31,0 11 12,6 24 27,6 2 2,3 19 21,8 4 4,6 87 100,0 Usia (th) 1 Remaja awal (13-15) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 Remaja lanjut (16-18) 4 44,4 0 0,0 2 22,2 0 0,0 3 33,3 0 0,0 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 20 41,7 6 12,5 6 12,5 0 0,0 15 31,2 1 2,1 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 5 26,3 4 21,1 6 31,6 1 5,3 2 10,6 1 5,3 19 100,0 Separuh baya (36-50) 7 16,7 4 9,5 16 38,1 2 4,8 10 23,8 3 7,1 42 100,0 Tua (51-65) 1 10,0 2 20,0 2 20,0 2 20,0 3 30,0 0 0,0 10 100,0 Lanjut usia (>65) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,141

Status Pernikahan Menikah 11 18,3 6 10,0 21 35,0 5 8,3 13 21,7 4 6,7 60 100,0 Tidak Menikah 27 38,6 10 14,3 12 17,1 0 0,0 20 28,6 1 1,4 70 100,0 Pendidikan2 SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 4 36,4 0 0,0 3 27,3 0 0,0 3 27,3 1 9,1 11 100,0 SMA/sederajat 17 44,7 2 5,3 7 18,4 0 0,0 12 31,6 0 0,0 38 100,0 Diploma 1 14,3 1 14,3 3 42,9 0 0,0 2 28,6 0 0,0 7 100,0 Sarjana 15 22,1 13 19,1 18 26,5 5 7,4 13 19,1 4 5,9 68 100,0 Pascasarjana 1 16,7 0 0,0 2 33,3 0 0,0 3 50,0 0 0,0 6 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,180*

Status Pekerjaan Bekerja 21 26,6 10 12,7 20 25,3 5 6,3 19 24,1 4 5,1 79 100,0 Tidak Bekerja 17 33,3 6 11,8 13 25,5 0 0,0 14 27,5 1 2,0 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 25 28,1 12 13,5 23 25,8 5 5,6 21 23,6 3 3,4 89 100,0 Lainnya 13 31,7 4 9,8 10 24,4 0 0,0 12 29,3 2 4,9 41 100,0

Besar Keluarga (org) 1

Kecil (≤4) 26 31,0 13 15,5 23 27,4 2 2,4 19 22,6 1 1,2 84 100,0 Sedang (5-6) 11 25,6 3 7,0 10 23,3 3 7,0 12 27,9 4 9,3 43 100,0 Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 66,7 0 0,0 3 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,031

Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) 2

< 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 50,0 1 50,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 3 33,3 1 11,1 2 22,2 0 0,0 3 33,3 0 0,0 9 100,0 ≥ 3.000.000 35 29,7 15 12,7 30 25,4 5 4,2 29 24,6 4 3,4 118 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,211*

Total 38 29,2 16 12,3 33 25,4 5 3,8 33 25,4 5 3,8 130 100,0 Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson

2

(14)

Selain kecenderungan dari sisi jenis kelamin, terlihat pula kecenderungan mengonsumsi beras merah lebih banyak pada konsumen yang berusia lebih tua, berpendidikan tinggi, dan sudah menikah. Menurut hasil uji korelasi Pearson, hubungan yang positif ditunjukkan antara pendidikan (r=0,180) dan pendapatan keluarga per bulan (r=0,211) dengan konsumsi.

Hubungan Media, Kelompok Acuan, Kesadaran, dan Konsumsi Beras Merah

Sebelum dilakukan uji hubungan, terlebih dahulu dilihat sebaran variabel yang akan diuji hubungannya melalui metode tabulasi silang. Hasil tabulasi silang antara media dan kelompok acuan dengan kesadaran konsumsi beras merah disajikan pada Tabel 26. Baik pada konsumen dengan skor media rendah, sedang, maupun tinggi, ternyata tingkat kesadarannya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu rendah. Sementara itu, konsumen dengan skor kelompok acuan yang lebih tinggi justru cenderung memiliki kesadaran yang lebih rendah. Tabel 26 Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, dan

kesadaran konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi

Pearson Faktor Eksternal

Kesadaran

Total Rendah (35-40) Sedang (41-45) Tinggi (46-50)

n % n % n % n %

Media2

Rendah (10-15) 10 41,7 10 41,7 4 16,7 24 100,0 Sedang (16-20) 28 52,8 16 30,2 9 17,0 53 100,0 Tinggi (21-25) 24 45,3 14 26,4 15 28,3 53 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,185*

Kelompok Acuan1

Rendah (15-25) 1 20,0 2 40,0 2 40,0 5 100,0

Sedang (26-36) 11 35,5 5 16,1 15 48,4 31 100,0 Tinggi (37-47) 50 53,2 33 35,1 11 11,7 94 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,145

Total 62 47,7 40 30,8 28 21,5 130 100,0

Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2

memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson

Uji korelasi Pearson menampilkan hubungan yang positif antara media dengan kesadaran. Nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,185 yang berarti sebanyak 18,5 persen data kedua variabel ini berhubungan secara positif. Semakin tinggi skor media, maka kesadaran konsumen juga akan meningkat.

Tabulasi silang juga dilakukan untuk melihat sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, dan kesadaran dengan konsumsi beras merah seperti yang ditampilkan Tabel 27. Ditemukan kecenderungan bahwa konsumen dengan kesadaran yang rendah mengonsumsi beras merah

(15)

dalam jumlah yang lebih sedikit, begitu pula sebaliknya. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Pearson yang memberikan gambaran keeratan hubungan antara kesadaran dengan konsumsi beras merah per bulan (r=0,175). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi beras merah dengan kelompok acuan.

Tabel 27 Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, kesadaran dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi

Pearson Variabel

Konsumsi Beras Merah (kg)

Total 0-0,99 1-1,99 2-2,99 3-3,99 4-4,99 ≥5 n % n % n % n % n % n % n % Media1 Rendah (10-15) 7 29,2 3 12,5 5 20,8 1 4,2 6 25,0 2 8,3 24 100,0 Sedang (16-20) 14 26,4 7 13,2 17 32,1 3 5,7 11 20,8 1 1,9 53 100,0 Tinggi (21-25) 17 32,1 6 11,3 11 20,8 1 1,9 16 30,2 2 3,8 53 100,0

Koefisien korelasi Pearson -0,131

Kelompok Acuan1

Rendah (15-25) 0 0,0 0 0,0 2 40,0 0 0,0 2 40,0 1 20,0 5 100,0 Sedang (26-36) 10 32,3 4 12,9 4 12,9 0 0,0 10 32,3 3 9,7 31 100,0 Tinggi (37-47) 28 29,8 12 12,8 27 28,7 5 5,3 21 22,3 1 1,1 94 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,136

Kesadaran2

Rendah (35-40) 24 38,7 8 12,9 11 17,7 3 4,8 15 24,2 1 1,6 62 100,0 Sedang (41-45) 10 25,0 4 10,0 14 35,0 1 2,5 9 22,5 2 5,0 40 100,0 Tinggi (46-50) 4 14,3 4 14,3 8 28,6 1 3,6 9 32,1 2 7,1 28 100,0

Koefisien korelasi Pearson 0,175*

Total 38 29,2 16 12,3 33 25,4 5 3,8 33 25,4 5 3,8 130 100,0 Keterangan: 1 tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson

2

memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Media dan Kelompok Acuan

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap media dilakukan dengan mengunakan uji regresi linier berganda (Lampiran 5). Pada model ini variabel-variabel independen yang dimasukkan adalah variabel faktor internal, meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, status kerja, alasan konsumsi, dan pendapatan keluarga per bulan. Hasil uji regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 28.

Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa hanya variabel pendidikan konsumen yang berpengaruh secara nyata terhadap media dengan koefisien β belum terstandardisasi sebesar 0,299. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 tahun lama pendidikan akan menaikkan skor media sebesar 0,299 poin. Nilai adjusted R square dari model ini adalah sebesar 0,030, menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 3,0 persen pengaruh variabel faktor internal terhadap media, sementara sisanya (97,0%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

(16)

Tabel 28 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap media dan kelompok acuan

Variabel

Media Kelompok Acuan

β Unstandar β Standar Sig. β Unstandar β Standar Sig.

Jenis Kelamin (laki-laki=1) -0,063 -0,010 0,916 -1,185 -0,093 0,289 Usia (tahun) -0,054 -0,225 0,103 0,092 0,196 0,131 Status Pernikahan

(menikah=1) -0,003 0,000 0,997 -0,736 -0,061 0,644 Pendidikan (tahun) 0,299 0,283 0,009** -0,378 -0,181 0,076 Status Kerja (bekerja=1) -0,235 -0,038 0,719 1,799 0,147 0,140 Alasan Konsumsi

(faktor kesehatan=1) 0,253 0,039 0,698 4,514 0,351 0,000** Pendapatan Keluarga per

Bulan (Rp.) -6,081E-9 -0,013 0,889 9,862E-8 0,108 0,225 Keterangan: ** sangat nyata pada P<0.01

Alasan konsumsi (β = 4,514) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kelompok acuan. Maksudnya adalah jika alasan konsumsinya adalah karena faktor kesehatan, maka skor kelompok acuan akan naik sebesar 4,514 poin. Nilai adjusted R square yang didapat dari model ini adalah sebesar 0,145. Nilai ini menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 14,5 persen pengaruh variabel-variabel faktor internal terhadap kelompok acuan, sementara 85,5 persen sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesadaran

Kesadaran konsumen tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran konsumen, khususnya dalam mengonsumsi beras merah, dilakukan uji regresi linier berganda. Variabel-variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, alasan konsumsi, pendapatan keluarga per bulan, serta kekuatan kelompok acuan.

Dari Tabel 29 yang menunjukkan hasil uji regresi linier berganda, dapat dilihat bahwa pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap kesadaran dengan β=0,281. Nilai ini berarti setiap kenaikan 1 tahun lama pendidikan akan menaikkan skor kesadaran sebesar 0,281 poin. Kekuatan kelompok acuan berpengaruh secara nyata terhadap kesadaran namun dalam bentuk negatif (β = -2,009). Angka ini memiliki arti jika kekuatan kelompok acuan tergolong kuat, maka skor kesadaran akan turun sebesar 2,009 poin.

Dari model regresi ini, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,095. Ini berarti model regresi tersebut hanya mampu menjelaskan 9,5 persen

(17)

pengaruh faktor internal, media, dan kelompok acuan terhadap kesadaran konsumen. Sisanya (90,5%) dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Tabel 29 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran

Variabel β Unstandar β Standar Sig.

Jenis Kelamin (laki-laki=1) -1,314 -0,156 0,077

Usia (th) 0,030 0,095 0,327

Pendidikan (th) 0,281 0,202 0,049*

Alasan Konsumsi (faktor kesehatan=1) 0,258 0,030 0,764 Pendapatan Keluarga per Bulan (Rp.) -5,689E-8 -0,094 0,303 Kekuatan kelompok acuan (kuat=1) -2,009 -0,241 0,011* Keterangan: * nyata pada P<0,05

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Konsumsi

Terdapat tujuh variabel yang diduga mempengaruhi jumlah konsumsi bulanan yang dilakukan oleh konsumen. Variabel yang dimasukkan sebagai variabel independen ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, alasan, pengeluaran keluarga per bulan, kekuatan kelompok acuan, dan kesadaran. Untuk mengetahui variabel apa yang memiliki pengaruh terhadap jumlah konsumsi ini, dilakukan uji regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda ditunjukkan pada Tabel 30.

Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa hanya kesadaran yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras merah (β=0,046). Hasil ini dapat diartikan setiap kenaikan 1 poin skor kesadaran akan meningkatkan konsumsi bulanan sebanyak 0,046 kg.

Tabel 30 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi

Variabel β Unstandar β Standar Sig.

Jenis Kelamin (laki-laki=1) 0,224 0,117 0,193

Usia (tahun) 0,005 0,072 0,465

Pendidikan (tahun) 0,005 0,017 0,873

Alasan Konsumsi (faktor kesehatan=1) 0,212 0,110 0,282 Pendapatan Keluarga per Bulan (Rp.) 2,190E-8 0,160 0,086

Kekuatan kelompok acuan (kuat=1) 0,034 0,018 0,852

Kesadaran (skor) 0,046 0,202 0,029*

Keterangan: * nyata pada P<0,05

Koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) yang diperoleh dari model ini adalah 0,072, yang berarti model regresi ini dapat menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap jumlah konsumsi sebanyak 7,2 persen. Sisanya (92,8%) dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti.

(18)
(19)

berjenis kelamin perempuan. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), laki-laki dan perempuan memiliki orientasi afektif dan perilaku yang berbeda. Sebagian didasarkan pada unsur genetik dan sebagian lagi pada praktik sosialisasi. Selain itu, pengaruh teknik pengambilan contoh dengan metode snowball juga diduga mempengaruhi rasio jenis kelamin. Pada beberapa konsumen laki-laki, diketahui konsumsi beras merah dilakukannya karena penyediaan makanan yang dilakukan oleh istri atau ibu mereka. Selain itu, peran ibu juga terlihat pada konsumen berusia remaja atau konsumen berusia dewasa awal yang masih tinggal bersama orang tua. Hal ini seperti tergambar dalam hasil penelitian Bayaniah (2011) yang mengungkapkan dominasi peran ibu dalam hampir seluruh tahap pengambilan keputusan konsumsi produk pangan dalam keluarga. Kelompok usia dewasa awal menempati proporsi terbesar dari jumlah konsumen. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Menurut Hurlock (1980), seseorang yang baru memasuki fase dewasa (awal 20 tahun) seringkali masih menggantungkan keuangannya pada orang tua. Selain dewasa awal, konsumen yang berusia separuh baya juga cukup banyak. Pada usia ini, biasanya konsumen telah mapan dari segi ekonomi, kekuasaan, serta prestise (Hurlock 1980).

Tingkat pendidikan konsumen dapat digolongkan tinggi. Seluruh konsumen telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun dan lebih dari separuh konsumen merupakan lulusan perguruan tinggi. Selain itu, beberapa konsumen masih berstatus siswa SMA sehingga sebagian besar konsumen yang memiliki pendidikan akhir di tingkat SMP bukan karena keterbatasan kemampuan melanjutkan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan keluarga konsumen yang hampir seluruhnya tergolong dalam SES A yang merupakan kelompok dengan pendapatan tertinggi berdasarkan skala Socio-Economic Status atau SES menurut Nielsen. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa pendidikan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam selera konsumen. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.

(20)

Walaupun tingkat pendidikan konsumen dapat dikatakan tinggi dan variabel pekerjaan sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan konsumen, jumlah konsumen yang tidak bekerja (meliputi yang belum bekerja, ibu rumah tangga, dan pensiunan) ternyata cukup banyak. Diduga fenomena ini terjadi karena beberapa konsumen masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, dan sarjana baru (fresh graduate). Jenis pekerjaan yang dominan adalah pegawai swasta dan wirausaha.

Sebagian besar konsumen mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan yang antara lain meliputi faktor penyakit yang diderita, keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain. Selain itu, terdapat alasan lain, seperti karena nilai gizi yang terkandung pada beras merah atau karena terpengaruh lingkungan. Alasan konsumen untuk melakukan tindakan konsumsi pada suatu produk belum tentu sama walaupun produk yang dikonsumsi sama. Alasan konsumen mengonsumsi beras merah, atau jika dapat dikatakan sebagai motivasi, merupakan kondisi yang timbul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen.

Lokasi pembelian beras merah yang dilakukan oleh konsumen secara garis besar terbagi menjadi dua tempat, yaitu pasar tradisional dan pasar modern (swalayan). Proporsi keduanya pun hampir sama. Dari beberapa konsumen diketahui bahwa salah satu alasan utama pembelian dilakukan di pasar tradisional adalah faktor harga yang lebih murah, sementara alasan pembelian di pasar modern antara lain karena kenyamanan dan jaminan kualitas. Pengetahuan tentang lokasi pembelian suatu produk termasuk dalam pengetahuan produk. Ketika konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk, maka akan ditentukan pula di mana produk tersebut akan dibeli (Sumarwan 2004). Selain kedua lokasi tersebut, lokasi lain yang disebutkan sebagian kecil konsumen di antaranya adalah sawah pribadi. Sawah tersebut sengaja disisihkan sepetak untuk ditanami beras merah yang nantinya untuk dikonsumsi sendiri. Ada pula konsumen yang mendapatkan beras merah karena pemberian dari kerabatnya atau membeli di tempat lain.

Pada umumnya konsumen berasal dari keluarga berukuran kecil. Ukuran keluarga asal yang dimaksud adalah keluarga inti (ayah, ibu, dan anak). Dominasi keluarga berukuran kecil merupakan salah satu indikator keberhasilan program Keluarga Berencana yang berdampak pada perilaku konsumsi keluarga dan anggotanya. Berdasarkan skala Socio-Economic Status (SES) menurut

(21)

Nielsen, konsumen beras merah didominasi oleh kelompok yang berstatus sosial ekonomi menengah ke atas. Hal ini diduga selain harga beras merah yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras putih biasa, kelompok SES A juga umumnya memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik.

Pada faktor eksternal media, sebagian besar konsumen berada pada kategori sedang dan tinggi. Hanya sebagian kecil konsumen yang termasuk rendah. Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia. Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, media informasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan teknologi informasi ini berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat (Adidharta 2011).

Media berhubungan nyata dengan dan sekaligus dipengaruhi oleh pendidikan. Hanya sebagian kecil konsumen yang memiliki skor media yang rendah dan hal ini didukung dengan tingkat pendidikan konsumen yang rata-rata tinggi. Sumarwan (2004) menyebutkan bahwa konsumen dengan pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi.

Kelompok acuan didominasi oleh konsumen dengan kategori tinggi, baik setelah dikompositkan maupun saat masih terpisah menjadi dua aspek (tenaga ahli/pakar dan kelompok sosial). Kelompok acuan digunakan konsumen sebagai dasar sebuah perbandingan terhadap suatu produk sekaligus memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Selebritas, karakter dagang, maupun juru bicara (spokes person) tidak dimasukkan karena sangat jarang ditemukan dalam pemasaran beras merah.

Kelompok acuan berhubungan nyata dengan usia konsumen. Hurlock (1980) menjelaskan bahwa individu yang baru memasuki tahap dewasa awal masih cenderung bergantung pada orang-orang di sekelilingnya dalam beberapa hal selama jangka waktu yang berbeda-beda. Seluruh konsumen pada kelompok dewasa awal merupakan individu yang belum menikah. Menurut Papalia dan Olds (2009), seorang dewasa awal yang masih melajang sangat bergantung pada pertemanan untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka dibandingkan mereka yang sudah menikah. Pertemanan pada masa dewasa awal dan pertengahan cenderung berpusat pada aktivitas berbagi kepercayaan diri dan masukan.

Berdasarkan hasil uji pengaruh, diketahui kelompok acuan dipengaruhi oleh alasan konsumsi. Faktor kesehatan yang menjadi alasan lebih dari separuh konsumen, terutama karena adanya penyakit yang diderita atau keinginan untuk

(22)

memiliki tubuh yang lebih sehat, membuat konsumen terlebih dahulu mendengarkan pendapat dokter maupun pakar kesehatan lainnya sebelum mengonsumsi beras merah. Seiring dengan meningkatnya persepsi risiko, konsumen akan mencari lebih banyak informasi (Sumarwan 2004), salah satunya adalah dari kelompok acuan.

Kesadaran diharapkan dapat berujung pada perilaku adopsi yang terus-menerus. Hampir sebagian konsumen memiliki tingkat kesadaran akan konsumsi beras merah yang masih rendah. Walaupun demikian, skor terendah yang diperoleh adalah 35 dari total 50 poin. Nilai rataannya pun cukup besar, yaitu 41,7.

Kesadaran memiliki hubungan yang nyata dengan sekaligus dipengaruhi oleh pendidikan. Media juga berhubungan nyata dengan kesadaran. Menurut Sumarwan (2004), pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dan cara pandang konsumen terhadap sesuatu. Seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, kesadaran juga akan meningkat. Temuan ini sesuai dengan penelitian Nurasrina (2010) yang mengungkapkan hubungan antara pendidikan dengan kesadaran. Konsumen dengan pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Seiring dengan semakin banyak informasi yang didapat dari media, kesadarannya untuk mengonsumsi beras merah pun akan meningkat.

Selain dipengaruhi oleh pendidikan, kesadaran juga dipengaruhi oleh kekuatan kelompok acuan namun dalam bentuk yang negatif. Semakin banyak informasi yang didapat dari kelompok acuan ternyata kesadarannya akan semakin rendah. Timbul dua macam dugaan atas hal ini, salah satunya adalah adanya fenomena information overload yang dirasakan konsumen sebagai akibat banyaknya informasi yang diterima sehingga penerimaannya menjadi kurang efektif. Dugaan lainnya yang timbul adalah konsumen senantiasa melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang didapatnya melalui media.

Menurut Loudon dan Bitta (1985), lingkungan menghasilkan lebih banyak stimulus daripada yang sanggup ditampung oleh konsumen. Terdapat batas jumlah informasi yang dapat diproses oleh konsumen. Keterpaparan konsumen terhadap jumlah informasi yang melebihi ambang kemampuannya akan menghasilkan kondisi information overload. Dijelaskan lebih jauh bahwa saat konsumen mengalami kondisi information overload, konsumen akan memiliki pemahaman atau memilih keputusan dengan kualitas yang lebih rendah

(23)

daripada saat memiliki lebih sedikit informasi. Selain karena jumlah informasi yang terlalu banyak, information overload juga bisa terjadi akibat kontradiksi dan ketidakakuratan informasi yang tersedia.

Tingkat konsumsi beras merah konsumen dapat diukur dari frekuensi konsumsi dan jumlah yang dikonsumsi dalam satuan waktu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan satuan per bulan. Konsumen yang melakukan konsumsi ≤4 kali/bln menempati urutan teratas. Pada umumnya konsumen ini hanya sekedar ingin merasakan, kebetulan mendapat pemberian beras merah, atau kebetulan beras merah merupakan menu yang disajikan di rumahnya saat itu. Walaupun demikian jumlah konsumen yang melakukan konsumsi dengan frekuensi paling sering (>20 kali/bln) juga tidak begitu sedikit. Sebagian besar konsumen yang melakukan konsumsi rutin ini mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan.

Dengan frekuensi konsumsi yang cukup beragam, jumlah beras merah yang dikonsumsi dalam sebulan terakhir pun beragam. Sebaran terbanyak terdapat pada kelompok konsumen dengan jumlah konsumsi bulanan 0-0,99 kg. Terdapat beberapa konsumen yang melakukan konsumsi secara rutin namun jumlahnya tidak besar. Alasannya adalah beras merah yang dikonsumsi dicampur dengan beras putih untuk mendapatkan rasa yang menurutnya lebih enak. Di samping itu, beberapa konsumen dengan jumlah konsumsi yang tergolong tinggi (≥4 kg/bln) ternyata memang telah mengganti makanan pokoknya (beras putih) dengan beras merah secara keseluruhan. Jumlah konsumsi yang masih sedikit ini juga diduga merupakan imbas dari ketersediaan komoditas beras merah yang tidak menentu di pasar, walaupun hal ini tidak diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.

Konsumsi beras merah memiliki hubungan yang nyata dengan pendidikan dan pendapatan keluarga. Konsumsi beras merah juga berhubungan dengan sekaligus dipengaruhi oleh kesadaran. Temuan ini linier dengan temuan sebelumnya yang mengungkapkan bahwa kesadaran dipengaruhi oleh pendidikan. Kesadaran kemudian mempengaruhi konsumsi beras merah yang dilakukan konsumen. Oleh karena itu dapat ditemukan hubungan yang signifikan antara konsumsi beras merah dengan pendidikan. Pada beberapa penelitian, kesadaran kerap dimasukkan dalam aspek kognitif. Menurut Sari (2010) dalam penelitiannya, aspek kognitif merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi konsumsi. Temuan dalam penelitian ini juga didukung oleh Riyadi (1996) yang

(24)

menjelaskan faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi, yaitu rasa lapar, selera, motivasi, ketersediaan pangan, agama, status sosial-ekonomi, dan pendidikan.

Sumarwan (2004) menjabarkan bahwa status sosial-ekonomi adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas yang berbeda. Perbedaan kelas ini menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, serta gaya hidup yang dianut. Perbedaan-perbedaan tersebut kemudian akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan hanya di Bogor dan tidak memantau perubahan antarwaktu. Hasil penelitian ini pun tidak dapat digeneralisasi karena teknik penarikan contoh yang digunakan (snowball sampling) tidak memadai untuk hal tersebut. Hal ini disebabkan sulitnya menentukan populasi dari konsumen beras merah.

Instrumen yang digunakan merupakan hasil pengembangan oleh peneliti. Instrumen ini belum dapat menunjukkan arah yang mengindikasikan tingkat kepercayaan terhadap kelompok acuan yang lebih tinggi atau lebih rendah jika dibandingkan dengan media. Selain itu, tidak terdapat perlakuan pembatasan sumber informasi yang diperoleh konsumen.

Instrumen ini juga dapat dikembangkan lagi karena belum menyertakan pertanyaan mengenai pengeluaran pangan, sehingga belum dapat dilihat seberapa besar proporsi yang dikeluarkan untuk beras merah dari keseluruhan pangan konsumen. Instrumen penelitian ini juga belum mengukur konsumsi pangan secara detail melainkan hanya menggunakan perkiraan konsumen.

Gambar

Tabel 19 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran
Tabel  22,  dapat  dilihat  adanya  kecenderungan  konsumen  berjenis  kelamin  perempuan memiliki skor media yang lebih tinggi
Tabel  23  Sebaran  konsumen  berdasarkan  faktor  internal  dan  kelompok  acuan,  serta nilai koefisien korelasi Pearson
Tabel  25  Sebaran  konsumen  berdasarkan  faktor  internal  dan  konsumsi  beras  merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson

Referensi

Dokumen terkait

Terbuka pada program Pascasarjana universitas Islam Negeri Raden Intan

Referring to the main characteristic of architectural identity which includes the relationship with the context (environment and natural), material, form and shape, it is

Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis ingin melihat seberapa efisien dan efektif sistem sumber daya manusia yang ada pada PT Perkebunan Nusantara IX dengan

Dendrogram karakter morfologi menunjukkan terdapat 3 kelompok yaitu potensi hasil (PH), jumlah gabah isi (JGI), jumlah gabah total (JGT), dan umur berbunga (UB) sebagai

Perencanaan merupakan program yang berisi tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Penelitian Tindakan Kelas. Untuk mendukung pelaksanaan tindakan direncanakan

Pada saat transformator memberikan output sisi positif dari gelombang AC maka diode dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi.. Judul Penelitian : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengelolaan Dana PUAP di Gapoktan Karya

Untuk itu pengurus PERPARI (Perhimpunan Respirologi Indonesia) Cabang Bandung bekerjasama dengan perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) Jabar