• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PASAL 8 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PASAL 8 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal) - Test Repository"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI PASAL 8

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS

KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI

(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah

Oleh

Samsul Bahri

NIM 21209008

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)

ii

IMPLEMENTASI PASAL 8

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS

KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI

(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah

Oleh

Samsul Bahri

NIM 21209008

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

MOTTO

DAN PERSEMBAHAN

















Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Ibunda penulis tersayang yang senantiasa berdoa serta

memberikan restunya

Kakak, adik dan seluruh kelurga penulis tersayang yang selalu

memberikan semangat kepada penulis.

Keluarga Besar MAN Tengaran Kab. Semarang yang selalu

memberikan motivasi dan menghibur penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

Sahabat-sahabat penulis jurusan AS Non Reguler ’09 yang

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Indah dengan segala keindahanNya, Dzat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayangNya, yang terlepas dari sifat lemah semua makhlukNya, Alhamdullilah berkat rahmat dan hidayaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalahNya.

Akhirnya dengan kerendahan hati izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam rangka menyelesaikan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Badwan, M.Ag Selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Illya Muhsin, S.Hi M.Si selaku Ketua Prodi Ahwal Syakhshiyyah 3. Hakim beserta Staff Pengadilan Agama Salatiga yang telah membimbing

dalam menyelesaikan skripsi ini,

4. Orang tuaku yang senantiasa berdoa serta memberikan restunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait, semoga kebaikan yang diberikan oleh semua pihak kepada penulis menjadi amal sholeh yang senantiasa mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amin.

Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan ini, untuk itu saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Salatiga, Februari 2014

(10)

ix

Abstrak

Bahri, Samsul. 2013. Implementasi pasal 8 Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 tentang Pembagian Gaji PNS Kepada Mantan Isteri yang dicerai (Studi Putusan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Salatiga).Skripsi Jurusan Syariah Prodi Ahwal Al Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing ; Drs. Badwan, M.Ag

Bagi pegawai negeri sipil (PNS), mengenai pembagian nafkah bagi bekas istri pegawai negeri sipil (PNS)juga sudah diatur didalamnya yaitu pada pasal 8 PP. No. 10 tahun 1983 Jo. No. 45 tahun 1990. Sedangkan di dalam PP. No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45 tahun 1990, disitu tidak ditemukan suatu penjelasan bahwa mengenai pembagian gaji yang mengatur adalah kepala atau instansi PNS tersebut bekerja. Yang merijadi rumusan masalah adalah

bagaimana putusan Pengadilan Agama Salatiga dan pertimbangan

hukumnya tentang pemberian gaji PNS terhadap bekas istri yang diserahkan kepada instansi atau atasan terkait pasca perceraian? Bagaimana Pelaksanaannya di instansi Pembagian Gaji PNS kepada mantan isteri yang ditalak?

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Persetujuan Pembimbing ……… ii

Pengesahan Kelulusan ……… iii

Pernyataan Keaslian Tulisan……… iv

Motto dan Persembahan……….. v

Kata Pengantar………. vii

Abstrak ………. vii

Daftar Isi……… viii

BAB I PENDAHULUAN ………. A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 5

C. Tujuan Penelitian……… 6

D. Kegunaan Penelitian……… 6

E. Penegasan Istilah………. 7

F. Metode Penelitian……… 8

G. Sistematka Penulisan……… 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA... ... 12

A. Pengertian Perkawinan ……….. 12

(12)

xi

2. Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974……. 13

B. Tinjauan Umum Mengenai Putusnya Perkawinan………. 15

1. Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam……….. 16

2. Putusnya Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974……….. 18

C. Akibat Putusnya Perkawinan………. 20

1. Akkibat Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam……… 20

2. Akibat Putusnya Perkawinan menurut Undnag-undang No. 1 tahun 1974………. 22

3. Akibat Putusnya Perkawinan menurut PP No. Tahun 1990….. 23

4. Penelitian Terdahulu………. 25

BAB III HASIL PENELITIAN……… 28

A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga……… 28

1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga………. 28

2. Tugas Pokok Pengadilan Agama Salatiga………. 29

3. Fungsi Pengadilan Agama Salatiga……… 34

4. Ketenagaan Pengadilan Agama Salatiga………. 36

B. Data Perceraian Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012……… 37

C. Alasan-alasan dikeluarkannya PP No. 45 tahun 1990……….. 39

BAB IV Pembahasan……… 41

A. Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal.... 40

(13)

xii

C. Pembahasan Penyelesaian Pembagian Gaji PNS Pasca Perceraian…. 62

BAB V PENUTUP……….. 49

A. Kesimpulan ………. 49

B. Saran………. 50

Daftar Pustaka………. 51

Daftar Riwayat Hidup………. 53

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah kata yang sering kita dengar. Secara etimologis,

nikah (berasal dari bahasa arab) berarti berhimpun. Adapun dalam bahasa

Indonesia sering disebut kawin. Secara terminologis, nikah berarti perjanjian

antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami dan beristri secara resmi.

Hidup berhimpun bersama antara suami istri ini disebut rumah tangga.(Irfan,

1:2007)

Dalam Undang-Udang No. 1 Tahun 1974 Bab I pasal 1 disebutkan

bahwa : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”. Dengan demikian Pernikahan atau tazwij merupakan ucapan sermonial

yang sacral. (Tihami, 8:2009)

Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh

untuk hidup bersama secara sah dalam membentuk keluarga yang kekal,

dimana antara suami istri itu harus saling menyantuni, kasih-mengasihi,

dapat menciptakan keadaan aman dan tenteram penuh kebahagiaan baik

moral, spiritual dan materiil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia

bukan saja dipandang sebagai hubungan secara lahir saja, tetapi lebih dari itu

ia merupakan bentuk (sarana) ibadah kepada Sang Pencipta Yang Maha di

(15)

2

Apabila akad nikah sudah terikrar dengan sempurna secara syar’i,

maka suami dan istri diikat oleh ketentuan-ketentuan agama yang

berhubungan dengan kehidupan suami istri. Kedua belah pihak diberi

kewajiban luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah

dan rahmah.

Dalam masalah perkawinan, pemerintah telah mengeluarkan UU No.1 tahun 1974 untuk mengatur pelaksanaan perkawinan bagi warga Negara Indonesia. Sedangkan untuk operasionalnya dikeluarkan PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974. Dengan adanya UU perkawinan diharapkan akan terjaga hak-hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga bersama anak-anak mereka secara yuridis.

Pemerintah menganggap bahwa warga Negara Indonesia yang

berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mempunyai kekhususan dari warga

Negara Indonesia lainnya, sehingga diperlukan aturan tersendiri. Maka pada

tanggal 21 April 1983 dikeluarkan PP No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45

tahun 1990 yang mengatur secara khusus tentang izin perkawinan dan

perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS). Dengan kata lain, peraturan

ini merupakan pangecualian dari UU No. Tahun 1974 yang bersifat umum.

Dalam kenyataan sejarah umat manusia yang telah berusia ratusan

ribu tahun telah membuktikan bahwa tidak selalu tujuan itu dapat dicapai

bahkan sebaliknya kandas di tengah jalan karena tidak terdapatnya

kesepakatan atau kerukunan antara suami dan istri, bahkan terjadi

(16)

3

menghindarinya. Perkawinan yang buruk keadaannya itu tidak baik

dibiarkan berlarut- larut, sehingga demi kepentingan kedua belah pihak

perkawinan yang demikian itu lebih baik diputuskan secara sah di depan

Pengadilan Agama berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan

Undang-undang.

Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini ialah Pengadilan Negeri

bagi yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama bagi yang

beragama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 tahun 1989

juncto UU No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama pada Pasal 2

bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam, yang salah satu kewenangannya adalah di bidang

perkawinan.

Sedangkan bagi pegawai negeri sipil (PNS) disamping berlaku

undang-undang yang telah penulis sebutkan sebelumnya, mengenai

pembagian nafkah bagi bekas istri pegawai negeri sipil (PNS) juga

sudah diatur didalamnya yaitu pada pasal 8 PP. No. 10 tahun 1983 Jo. No.

45 tahun 1990 yang berbunyi :

1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria,

maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan

bekas istri dan anak-anaknya.

2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah

(17)

4

sepertiga untuk bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-

anaknya.

3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji

yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas

istrinya ialah setengah dari gajinya.

4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan

perceraian disebabkan karena istri berzina, dan atau melakukan

kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin

terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat dan

penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan

suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa

alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas

bagian penghasilan dari bekas suaminya.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku,

apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzina, dan

atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir

maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat,

dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah

meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan

tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

(18)

5

7. Apabila bekas istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin

lagi, maka haknya atas bagian gaji bekas suaminya menjadi hapus

terhitung ia mulai ia kawin lagi.

Sedangkan di dalam PP. No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45 tahun 1990, disitu tidak ditemukan suatu penjelasan mengenai pembagian gaji yang mengatur adalah kepala atau instansi PNS tersebut bekerja.

B. Rumusan Masalah

Masalah adalah sesuatu hal yang membutuhkan penyelesaian, oleh

karena itu dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan apa saja yang

menjadi masalah menegenai penerapan pembagian gaji PNS kepada mantan

isteri dan anak yang dicerai di Pengadilan Agama Salatiga

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menfokuskan

pada beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apa yang menjadikan pertimbangan majlis hakim menyerahkan kepada

isntansi pembagian gaji PNS terhadap mantan isteri yang ditalak?

2. Bagaimana Pelaksanaannya di instansi Pembagian Gaji PNS kepada

mantan isteri yang ditalak?

3. Bagaimana Pembagian hadhonahnya kepada anak dari isteri yang dicerai

(19)

6 C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini anatara lain :

1. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama Salatiga dan

pertimbangan hukumnya tentang pemberian gaji PNS terhadap bekas istri

yang diserahkan kepada instansi atau atasan terkait pasca perceraian.

2. Untuk mengetahui efektifitas putusan Pengadilan Agama Salatiga

tentang pembagian gaji PNS terhadap bekas istri yang diserahkan kepada

instansi atau atasan terkait pasca perceraian

D. Kegunaan dan Manfaat Penelitian

Mafaaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Menmbah pengetahuan penulis di bidang hukum Ilsam khusunya yang

menyangkaut efektif dan tidaknya pelaksanaan putusan tentang

pembagian gaji PNS pasca perceraian.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

tentang hukum Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi

siapa saja yang membutuhkannya.

b. Hasil pemikiran ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

upaya penyelesaian permasalahan permasalahan hukum Islam

(20)

7 E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang

berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata dalam judul,

msks kiranya perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi variabel

penelitaian.

Adapun yang perlu dijelaskan antara lain adalah :

1. Penyelesaian

Penyelesaian adalah cara atau proses mnyelesaikan (Depdiknas,

1020:2002)

2. Gaji

Gaji adalah uang upah kerja yang dibayarkan diwaktu yang tetap

misalnya mingguan atau bulanan atau balas jasa yang diterima pekerja

dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu (Kamus Besar Bahasa

Indonesia)

3. PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Pegawai Negeri Sipil atau sering disebut PNS adalah pegawai

pemerintah yang berada diluar politik, bertugas melaksanakan administrasi

pemerintah berdasarkan perarturan perundang undangan yang telah

ditetapkan dan bukan merupakan militer.

4. Cerai talak

Thalaq artinya lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya

hubungan perkawinan

(21)

8 (istri). ( Purwodarminto, 2006 :1187)

F. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

efektifitas pembagian gaji setelah perceraian yang ada dalam PP No.10

Tahun 1983 juncto PP No.45 Tahun 1990 diterapkan dalam putusan

pengadilan dalam kaitannya dengan pertimbangan hakim dalam

menetapkan kewajiban biaya kehidupan bagi anak dan mantan istri setelah

perceraian yang diserahkan pada instansi terkait.

2. Sumber Data

Sumber data primer dalam skripsi ini diperoleh dari hasil

wawancara secara bebas dengan hakim Pengadilan Agama Salatiga

yang memutus perkara perceraian yang putusan pengadilannya

menjadi data sekunder dalam penelitian ini. Sehingga data sekunder

dalam skripsi ini adalah dokumen berupa putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap mengenai perceraian PNS yang mencakup

permasalahan mengenai pembagian gaji sebagai akibat perceraian tersebut

khusus dalam penelitian ini yaitu Putusan Perkara No.

0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Serta hasil dari studi kepustakaan terhadap buku

fiqh, buku hukum umum, peraturan perundang-undangan, karya tulis

(22)

9 3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menelusuri dan mempelajari putusan pengadilan dalam hal ini yaitu

putusan pengadilan mengenai perkara perceraian PNS yang berkaitan

erat dengan permasalahan pembagian gaji kepada bekas istri dan anak

sebagai akibat percer aian, khusus dalam penelitian ini yaitu

Putusan Perkara 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal.

Terhadap putusan pengadilan tersebut kemudian dilakukan

wawancara secara bebas pada hakim yang terkait guna menguatkan

pemahaman penulis terhadap materi putusan perkara yang dimaksud.

Selain itu juga dengan melakukan wawancara kepada pihak yang

bercerai dan melakukan studi kepustakaan terhadap peraturan

perundang-undangan, buku hukum umum, buku fiqh, karya tulis ilmiah

dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan permasalahan

dalam penelitian skripsi ini.

4. Pendekatan yang Digunakan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif, yakni untuk memahami suatu masalah yang

diteliti dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan ketentuan nash Al-Qur’an, Al-Hadist maupun

kitab-kitab fiqh. Serta melalui pendekatan yuridis yakni dengan

melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan penelitian ini

(23)

10

tetap, untuk memahami sekaligus menganalisa putusan hakim

khusus dalam hal pelaksanaan ketentuan pembagian gaji PNS

sebagai akibat perceraian. Dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah

bagaimana ketentuan pembagian gaji setelah perceraian menurut PP No

10 tahun 1983 juncto PP No 45 Tahun 1990 diterapkan dalam putusan

hakim yang dikaitkan dengan kewajiban nafkah dan biaya kehidupan

setelah perceraian dengan meninjau putusan-putusan pengadilan dalam

perkara cerai talak PNS di Pengadilan Agama Salatiga.

5. Analisis Data

Data yang berupa data sekunder tersebut disusun secara

sistematis, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh mengenai

masalah ketentuan pembagian gaji setelah perceraian dengan meninjau

aturan mengenai nafkah ‘iddah dan mut’ah dalam Islam, dan aturan

dalam hukum positif selanjutnya data tersebut dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif. Analisa kualitatif disebut juga analisa

non statistik yang sesuai untuk data deskriptif atau data textular. Data

deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, oleh karena itu

analisa semacam ini juga disebut analisis isi (content analysis).

Sedangkan dalam mengambil kesimpulan digunakan pola berpikir

deduktif yaitu suatu cara menarik kesimpulan dari yang umum ke yang

khusus, sedangkan pola berpikir induktif yaitu suatu cara menarik

(24)

11 G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan menyelesaikan penelitian ini, maka penulis

mencoba memberikan gambaran seluruh penelitian dengan sistematika

penulisan , yakni :

BAB I PENDAHULUAN berupa : latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian dan yag terakhir sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA berupa : Pengertian Peperkawinan meliputi,

perkawinan menurut Undang-undang, perkawinan menurut hukum Islam,

dan tinjauan umum mengenai putusnya perkawinan meliputi putusnya

perkawinan menurut Hukum Islam, Putusnya perkawinan menurut

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, akibat hukum putusnya perkawinan menurut

hukum Islam dan menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974, Akibat

Putusnya Perkawinan Menurut PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45

Tahun 1990, Penelitian Terdahulu

BAB III HASIL PENELITIAN meliputi : sejarah dan Profil Pengadilan

Agama Salatiga, Putusan Putusan Pengadilan Agama Salatiga mengenai

Perceraian PNS.

BAB IV PEMBAHASAN meliputi : Putusan Pengadilan Agama Salatiga

dengan No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Analisis Putusan

No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Pembahasan Penyelesaian Pembagaian Gaji

PNS Pasca Perceraian,

(25)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan

1. Perkawinan menurut Hukum Islam

Pernikahan adalah percampuran, penyelarasan atau ikatan. Jika

dikatakan bahwa sesuatu dinikahkan dengan sesuatu yang lain maka

berarti keduanya diikatkan. (Majid, 2005:1). Perkawinan salah satu

sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada

manusia, hewan maupun tumbuhan.

Firman Allah SWT Surat Adz-Dzariat:49

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah”. (Depag RI, 2009:312)

Firman Allah Surat Yasiin:36

Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri

mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Depag RI, 2009:

(26)

13

Para sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu terdiri

dari dua pasangan. Misalnya air yang kita minum (terdiri dari oksigen dan

hidrogen), listrik ada positif dan negatif dan sbegainya.

Firman Allah Surat Ar Ruum 21:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 2009:477)

Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan

Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah

menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan

aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat

semaunya. Allah telah memberi batas dengan peraturan_peraturaNya,

yaitu syariat yang terdapat dalam kitab-Nya dan hadits Rasul-Nya dengan

hukum-hukum perkawinan. (Alhamdani, 1989:15-16)

2. Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara otentik

diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Lembaran Negara RI Tahun 1974

Nomor 1.

Bagi bangsa Indonesia adalah mutlak adanya undang-undang

(27)

14

memberikan landasan hukum perkawinan yang selama iini menjadi

pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.

( Sudarsono, 2005:6)

Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan

kata sepakat antara kedua calon suami-isteri. Dengan demikian jelaslah

bahwa kalau perkawinan itu adalah suatu persetujuan. (Afandi, 1997:88)

Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur

tentang dasar perkawinan:

1) Pasal 1 ditegaskan menegenai pengertian perkawinan bahwa :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membenttuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Didalam penjelasan ditegaskan

bahwa sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila

yang pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan

agama atau kerohanian, sehingga perkawinan mempunyai

peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia erat

hubungannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan

perkawinan.

2) Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan

(28)

15

a) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukakan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

b) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan ini dimuat dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974. Dengan

perumusan pada pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan diluar hukum

masing-masing agamnya dan kepercayaan itu, sesuai dengan

Undang-Undang Dasar 1945 (Sudarsono, 2005:10)

B. Tinjauan Umum mengenai Putusnya Perkawinan

Sesuai dengan prinsipnya, perkawinan itu untuk selamnya dan

dilakukan dalam rangka teriptanya keluarga bahagia. Itulah sebabnya

Rasulullah SAW mengingatkan :

قلاَّطلا ِهّللا َدْنِع ِلَلاَْلْا ُضَغْ بَا

“Sesungguhnya yang halal yang sangat tidak disukai Allah adalah

perceraian.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majjah)

Walaupun perceraian itu pada prinsipnya tidak dikehendaki bahkan

dibenci, dalam kehidupan rumah tangga hal itu merupakan jalan yang

terakhir. Perceraian dibolehkan karena dinamika rumah tangga itu

kadang-kadang menjurus ke arah yang bertentangan dengan tujuan rumah tangga

yang sakinah. Ini kalau dipaksakan juga niscaya akan mengakibatkan madarat

(29)

16

perceraian dalam Islam, hanya untuk kemaslahatan dan kebaikan semua

pihak. (Hasan, 2008:319-320)

Perceraian atau firqah menurut syara’ adalah berakhirnya akad nikah

karena salah satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan perkawinan

itu berakhir. (Majid, 2005:305).

Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa suami isteri dapat

diceraikan dengan keputusan Hakim, misalnya karena suami tidak memberi

nafkah, apabila isteri dan suami tersbut tidak mempunyai kekakyaan yang

jelas ( Alhamdani, 1989:221)

Perceraian adalah perbuatan tercela dan dibenci Allah, Suami isteri

boleh melakukannya apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat

dipertahankan lagi. Namun demikian, perceraian harus mempunyai

alasan-alasan seperti yang diatur dalam undang-undnag, bahwa antara suami dan

isteri tdak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.

1. Putusnya perkawinan menurut Hukum Islam

Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut “talak” atau “furqah”.

Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan

“furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu

dipakai oleh para ahli Fiqih sebagai satu istilah, yang berarti perceraian

antara suami-isteri.

Perkataan talak dalam istilah ahli Fiqih mempunyai dua arti, yakni

arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti

(30)

17

ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya

atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri.

Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak

suami.

Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada

yang disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang

dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus.

Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu

perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang

dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap

memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan

asas – asas Hukum Islam.

Yang menjadi sebab putusnya perkawinan ialah:

a. Talak

b. Khulu’

c. Syiqaq

d. Fasakh

e. Ta’lik talak

f. Ila’

g. Zhihar

h. Li’aan

(31)

18 j. Murtad

(http://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/)

2. Putusnya Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974

Perceraian menurut adat merupakan peristiwa luar biasa,

merupakan problem sosial dan yuridis yang penting di beberapa daerah.

Pada dasarnya tiap keluarga, kerabat serta persekutuan menghendaki

sesuatu perkawinan yang sudah dilakukan itu dipertahankan untuk

selamnya. (Surojo, 1990:143)

Dalam kenyataanya, tujuan perkawinan itu kadang tidak tercapai

secara utuh. Tercapainya itu baru mengenai pembentukan keluarga atau

pembentukan rumah tangga, karena dapat diukur secara kuantitatif.

Sedangkan predikat bahagia dan kekal belum, bahkan tidak tercapai sama

sekali. Akan tetapi, hubungan lahir itu ada kemungkinan tidak dapat kekal.

Pada suatu waktu dapat terjadi putusnya hubungan, baik sengaja maupun

tidak sengaja dilakukan karena suatu sebab yang mengganggu

berlanjutnya hubungan itu. Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Perkawinan dapat putus, karena:

a. Kematian

b. Perceraian

c. Atas keputusan pengadilan.

Undang-undang Nomor 1. Tahun 1974 Tentang perkawinan tidak

(32)

19

perceraian, begitu pula peraturan organiknya seperti Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975. Peraturan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi

golongan penduduk yang beragama Islam, tetapi juga bagi golongan yang

bukan beragama Islam. Dan khusus bagi umat Islam pada tahun 1991 telah

dikeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,

yang isinya di samping penambahan norma hukum baru dan merupakan

penegasan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya.

Dalam pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo Pasal 39

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa: “Perceraian

hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

pihak”. Selanjutnya di dalam angka 7 Penjelasan umum Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 ditegaskan bahwa: “Undang-Undang Perkawinan

bertujuan antara lain melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak

isteri pada khususnya….”.

Hukum perkawinan di Indonesia mengatur bahwa perceraian itu

harus dilakukan di depan sidang pengadilan, dan tidak diakui perceraian

yang dilakukan di luar pengadilan. Dalam Penjelasan Umum

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa

Undang-Undang Perkawinan bertujuan antara lain untuk melindungi kaum

(33)

20

secara yuridis undang-undang tersebut bertujuan adalah untuk

mendapatkan suatu kepastian hukum.

Suatu perceraian yang dilakukan diluar pengadilan, sama halnya

dengan suatu perkawinan yang dilakukan dengan tidak mencatatkannya. Ia

tidak diakui oleh hukum, oleh karenanya, tidak dilindungi hukum. Lebih

tegas lagi dapat dikatakan bahwa perceraian yang dilakukan diluar

pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Oleh

karena itu, hukum menganggapnya tidak pernah ada (never existed). Suatu

perceraian yang dilakukan diluar pengadilan akan menimbulkan kesukaran

bagi si istri atau bahkan bagi si suami. Hal itu karena hampir dapat

dipastikan bahwa dalam setiap talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap

isterinya diluar pengadilan, suami tidak pernah memperhitungkan hak-hak

isteri sebagai akibat dari perceraian tersebut, semisal nafkah iddah, nafkah

madiyah, mut’ah dan pembagian harta bersama. Selain dari itu, tidak ada

suatu penilaian tentang apakah talak yang dijatuhkan oleh suami itu

benar-benar didasarkan kepada suatu alasan yang dibenar-benarkan oleh agama, yang

intinya adalah karena suatu kesalahan dari pihak isteri.

C. Akibat Hukum Putusnya Perkawinan

1. Akibat Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam

Akibat Putusnya Perkawinan khususnya cerai talak diatur dalam

Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yakni: Bilamana perkawinan putus

(34)

21

kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri

tersebut qobla al dukhul; b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada

bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak

ba1in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil; c) melunasi mahar yang

masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul; d)

memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun

Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam akibat Putusnya Perkawinan

karena Perceraian ialah anak yang belum muayyiz berhak mendapatkan

hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka

kedudukannya digantikan oleh wanita-wanita dalam garis ke atas dari ibu,

ayah, wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah, saudara

perempuan dari anak yang bersangkutan, wanita-wanita kerabat sedarah

menurut garis samping dari ayah.

Anak yang mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya, apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin

keselamatan jasamani dan rohani anak. Meskipun biaya hadhanah telah

dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan

agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak

menjadi tanggungjawab ayah menurut kemampuannya, sekurang

kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri

(35)

22

anak, Pengadilan Agama memberikan putusanya berdasarkan huruf (a),(b)

dan (d). Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan pendidikan anak-anak yang

turut padanya. (KHI, 2000:72)

2. Akibat Hukum Putusnya perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun

1974

Perceraian yang menjadikan putusnya perkawinan dapat membawa

akibat, baik akibat terhadap anak dan isteri, akibat terhadap harta

perkawinan dan akibat terhadap status. (Abdulkadir, 1990:116)

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 41 disebutkan

akibat putusnya perkawinan karena perceraian sebagai berikut :

1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana

ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi

keputusan

2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam

kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat

menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut

3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu

(36)

23

Perceraian mengakibatkan perkawinan dibubarkan, sehingga juga

gugurlah semua akibat dari perkawinan itu. Demikianlah, kalau disitu ada

kebersamaan harta perkawinan, kebersamaan itu bubar dan gugurlah

kekuasaan marital dari suami, tentu demikian juga dengan kewajiban

untuk tinggal bersama dalam satu rumah.

Selain itu perceraian juga mempunyai akibat dalam bidang finansial,

juga terhadap anak-anak yang dlahirkan dalam perkawinan itu. Orang tua

yang tidak ditunjuk oleh pengadilan untuk memelihara anak dapat

diwajibkan untuk mmeberikan urunan bagi pemeliharaan dan pemberian

pendidikan anak-anaknya. (Vollmar :1983 :114-116).

3. Akibat Putusnya Perkawinan Menurut PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP

Nomor 45 Tahun 1990

Selain ketentuan dalam peraturan di atas, terdapat satu perangkat

hukum dalam hukum positif Indonesia yang merupakan sumber hukum

perkawinan nasional yang bersifat khusus, yang mengatur tentang izin

perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS) yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (selanjutnya disebut PP

No. 10 Tahun 1983 juncto PP No. 45 Tahun 1990), yang di dalamnya

mencakup mengenai permasalahan kewajiban pegawai negeri sipil

untuk memberikan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istrinya

(37)

24

Adapun ketentuan pembagian gaji setelah perceraian tersebut,

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 PP No 10 Tahun 1983 juncto PP

No. 45 Tahun 1990 yang berbunyi :

1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria,

maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan

bekas istri dan anak-anaknya.

2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah

sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan,

sepertiga untuk bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-

anaknya.

3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji

yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas

istrinya ialah setengah dari gajinya.

4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan

perceraian disebabkan karena istri berzina, dan atau melakukan

kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin

terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat dan

penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan

suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa

Alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak

atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.

(38)

25

apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzina,

dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik

lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk,

pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami

telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin

istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

7. Apabila bekas istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin

lagi, maka haknya atas bagian gaji bekas suaminya menjadi hapus

terhitung ia mulai ia kawin lagi.

Meninjau peraturan-peraturan tersebut, dalam hukum Islam sendiri

(yang berlaku di Pengadilan Agama), untuk bekas istri tersebut

hanyalah mungkin diberikan uang penghibur yang diistilahkan mut’ah

dan uang nafkah selama dalam masa ‘iddah itupun dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan segala seginya, di antaranya

keadaan dan kemampuan bekas suami atau si ayah. Hukum Islam tidak

pernah mengenal adanya nafkah untuk bekas istri yang berlaku sampai

ia kawin lagi atau meninggal dunia.

D. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang penentuan kewajiban untuk memberi biaya

penghimpunan oleh suami yang berstatus PNS kepada bekas Isteri telah

banyak diteliti Mahasiswa, akan tetapi peneliti belum menemukan topik yang

(39)

26

pasal 8 tentang penyerahan sebagian gaji untuk mantan isteri. berikut ini

beberapa hasil penelitian yang pernah dibahas oleh para peneliti terdahulu.

Ritatik Wahyuni, UIN Malang dalam Skripsinya yang berjudul “ Hak

-hak Mantan Isteri PNS yang dicerai (studi komparasi atas Kompilasi Hukum

Islam dengan PP No. 10 Tahun 1983 JO PP No. 45 Tahun 1990”. Penelitian

dilakukakn dengan mengunakan jenis penelitian pustaka/literer dan memakai

pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti mengkompariskan antara

KHI dengan PP No. 10 Tahun 1983 8 Jo PP No. 45 Tahun 1990 mengenai

hak-hak mantan isteri PNS yang dicerai. Hasil dari penelitian ini adalah

bahwasannya dalam KHI pasal 149 ditemukan bahwa jika dalam perceraian

karena talak maka suami harus memberikan hak-hak isteri setelah terjadi

talak/perceraian yaitu memberi nafkah sampai habis masa iddahnya.

Sedangkan dalam PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No. 45 Tahun 1990 pasal 8

ditentukan bahwa bagi seorang PNS yang menceraikan isterinya, maka ia

mempunyai kewajiban terhadap isteri yaitu memberikan sepertiga gajinya

untuk mantan isteri sampai mantan isteri tersebut kawin lagi.

Muchamad Najib Rif’an, UIN Malang dalam skripsnya yang berjudul “

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No.

45 Tahun 1990 (Analisis tentang Pembagian Gaji PNS Kepada Bekas Isteri).

Metode penelitian ini menggunakan dekriptif verivikatif yaitu dengan

mendiskripsikan rumusan pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No. 45 Tahun

1990 kemudian menverifikasikan degan tinjauan hukum Islam menurut empat

(40)

27

untuk memberi biaya penghidupan kepada bekas isteri dalam hal-hal tertentu

menurut yang ma’ruf. Mengenai jumlah nafkah yang berhak diterima isteri

tidak ada ketetatapan yang pasti dari Allah dan RasulNya. Hal ini

disesuaiakan dengan tingkat kemampuan suami.

Mariani, Unhas Makasar dalam Skripsinya yang berjudul “Pembagian

gaji pada Perceraian PNS”. Metode Penelitian ini dengan menggunakan

metode pengelolaan data secara deduktif, yaitu dimulai dari dasar-dasar

pengetahuan yang umum kemudian meneliti hal yang bersifat khusus.

Kemudian dari analisis tersebut, selanjutnya dipergunakan untuk menjawab

permasalahan yang ada. Hasil dari Penelitian ini adalah bahwa peraturan

pemerintah tersebut tidak menjadi pertimbangan lagi dalam kasus perceraian

pegawai negeri sipil, kecuali sebagai syarat administratif di Pengadilan

Agama, dan untuk memenuhi hak bagian gaji bekas istri dari mantan suami

yang berstatus pegawai negeri sipil, yang bersangkutan bisa langsung ke

(41)

28 BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

Pengadilan Agama Salatiga adalah merupakan Pengadilan yang

ada sejak zaman Kolonial Belanda yang dibentuk berdasarkan Staatsblad

Tahun 1882 Nomor : 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor : 116 dan

610. Pengadilan Agama Salatiga sebelumnya menempati sebuah

bangunan di Jl. Diponegoro 72 Salatiga diatas sebidang tanah seluas 1730

m2 luas bangunan gedung 362,60 m2. Gedung kantor Pengadilan Agama

Salatiga adalah bangunan pada zaman belanda yang merupakan cagar

budaya sehingga tidak mungkin untuk di renovasi sebagai kantor

Pengadilan yang representatif. Pengadilan Agama Salatiga pada DIPA

Tahun Anggaran 2008 mendapat Belanja Modal Pembangunan Gedung

yang dibangun diatas tanah terletak di Jl. Raya Lingkar Selatan, Dusun.

Jagalan Kelurahan. Cebongan, Kecamatan. Argomulyo Kota Salatiga,

Propinsi Jawa Tengah 50736 dengan luas 5.425 m2 lebar depan 54,50 m

dan panjang 104,10 m. Tanah tersebut diperoleh dari DIPA Pengadilan

Tinggi Agama Jawa Tengah Tahun Anggaran 2007. Gedung Baru

Pengadilan Salatiga meulai ditempati pada tahun 2010

Yuridiksi Pengadilan Agama Salatiga berdasarkan Keputusan

(42)

29

RI Nomor : 303 tahun 1990 meliputi 13 kecamatan, yaitu kecamatan yang

berada di wilayah Kota Salatiga dan sebagian Kecamatan wilayah

Kabupaten Semarang sebagai berikut :

Yang termasuk wilayah Kota Salatiga yaitu :

a. Kecamatan Sidomukti,

b. Kecamatan Tingkir,

c. Kecamatan Argomulyo,

d. KecamatanSidorejo,

Yang termasuk wilayah Kabupaten Semarang yaitu :

a. Kecamatan Bringin,

b. Kecamatan Bancak,

c. Kecamatan Suruh,

d. Kecamatan Susukan,

e. Kecamatan Kaliwungu,

f. Kecamatan Pabelan,

g. Kecamatan Tuntang,

h. Kecamatan Tengaran,

(http://pengadilanagamasalatiga.blogspot.com/2009/03/profil-pengadilan-agama-salatiga.html)

2. Tugas Pokok

Pengadilan Agama Salatiga melaksanakan tugasnya sesuai dengan

ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

(43)

30

Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan

Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang

mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah,

antara lain :

1) Izin beristri lebih dari seorang;

2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21

(dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau

keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;

3) Dispensasi kawin;

4) Pencegahan perkawinan;

5) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;

6) Pembatalan perkawinan;

7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;

8) Perceraian karena talak;

9) Gugatan perceraian;

10) Penyelesaian harta bersama;

11) Penguasaan anak-anak;

12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak

bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak

(44)

31

13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami

kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas

istri;

14) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;

15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;

16) Pencabutan kekuasaan wali;

17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal

kekuasaan seorang wali dicabut;

18) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum

Cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua

orang tuanya;

19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak

yang ada di bawah keuasaannya;

20) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan

anak berdasarkan hukum Islam;

21) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk

melakukan perkawinan campuran;

22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum

Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974

b. Waris

Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai

harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

(45)

32

pengadilan atas permohoonan seseorang tentang penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris

c. Wasiat

Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat

kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah

yang memberi tersebut meninggal dunia

d. Hibah

Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari

seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki

e. Wakaf

Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk

memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya

untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau

kesejahteraan umum menurut syari'ah.

f. Zakat

Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau

badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan

ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya.

g. Infak

Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain

(46)

33

mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan

sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah

Subhanahu Wata'ala.

h. Shodaqah

Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain

atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa

dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho

Allah swt. dan pahala semata.

i. Ekonomi Syariah

Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut

prinsip syari'ah, antara lain meliputi:

1) Bank syari'ah;

2) Lembaga keuangan mikro syari'ah;

3) Asuransi syari'ah;

4) Reasuransi syari'ah;

5) Reksa dana syari'ah;

6) Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah

syari'ah;

7) Sekuritas syari'ah;

8) Pembiayaan syari'ah;

9) Pegadaian syari'ah;

10) Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah;

(47)

34 3. Fungsi

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama

mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :

a. Fungsi mengadili (judicial power)

Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan

perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat

pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

b. Fungsi pembinaan

Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada

pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut

teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi

umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide

: pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA

Nomor KMA/080/VIII/2006).

c. Fungsi pengawasan

Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan

tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan

Jurusita / Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan

diselenggarakan dengan seksama dan sewajaranya (vide : Pasal 53 ayat

(1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap

pelaksanaan administarsi umum kesekretariatan serta pembangunan.

(48)

35 d. Fungsi nasehat

Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada

instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vidwe :

Pasal 52 ayat (1) Undang-undang nomor 3 tahun 2006.

e. Fungsi administratif

Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan

persidangan), dan administratsi umum (kepegawaian, keuangan, dan

umum/perlengkapan). (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).

f. Fungsi lainnya :

1) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat

dengan instansi lain yang terkait,

2) Seperti DEPAG, MUI,Ormas Islam dan lain-lain (vide : Pasal 52 A

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

3) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penilitian dan

sebagainya serta memberi akses yang

4) Seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan

transparansi informasi peradilan,

5) Sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI

Nomor KMA/144/SK/VIII/2007

6) Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

(49)

36 4. Ketenagaan Pengadilan Agama Salatiga

Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Salatiga ( sejak berdirinya

sampai dengan sekarang )

a. Tahun 1949 - 1952 : K. Irsyam

b. Tahun 1953 - 1962 : KH. Muslih

c. Tahun 1963 - 1966 : KH. Musyafak

d. Tahun 1967 - 1974 : K. Sa'dullah

e. Tahun 1975 - 1980 : Drs. H. Imron

f. Tahun 1981 - 1985 : Drs. H. Samsudi Anwar

g. Tahun 1986 - 1988 : Drs. H. Ali Muhson, MH

h. Tahun 1989 - 1993 : Drs. H. Nuh Muslim

i. Tahun 1994 - 1998 : Drs. H. Fadhil Sumadi, SH. M.Hum

j. Tahun 1999 - 2002 : Drs. H. Izzudin Mahbub, SH

k. Tahun 2002 - 2004 : Drs. H. Arifin Bustam, MH

l. Tahun 2004 - 2005 : Drs. Hm. Fauzi Humaidi, SH. MH

m. Tahun 2006 - 2008 : Drs. H. Ahmad Ahrory, SH

n. Tahun 2008 - 2009 : Drs. Faizin, SH. Mhum (Plt Ketua)

o. Tahun 2009 - 2011 : Drs. H. Masruhan MSi, SH. MH

(50)

37

B. Data Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012

Perceraian di Pengadilan Agama sangatlah memprihatinkan, data perkara

perceraian di Pengadilan Agama tahun 2012 meliputi cerai gugat sebanyak 744

dan cerai talak sebanyak 380. Untuk cerai gugat yang diputus selama tahun 2012

sebanyak 701 dan untuk cerai talak yang diputus sebanyak. 358. Sedangkan

perkara cerai gugat yang dicabut 27 dan cerai talak yang dicabut sebanyak 18.

Sisanya masing masing 16 untuk cerai gugat dan 4 untuk cerai talak ditolak atau

tidak diterima

Tabel 1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada tahun 2012

(51)

38 Sumber ( http://infoperkara.badilag.net/)

Dari keseluruhan data perceraian selama tahun 2012 penulis lebih

memfokuskan lagi untuk pengambilan data perceraian khususnya cerai talak yang

didalamnya membahas tentang perceraian PNS yakni Putusan Pengadilan Agama

Salatiga dengan Register 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal

C. Alasan – alasan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun

1990

Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur Negara, abdi

Negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi

masyarakat daam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada

perundang-undangan yang berlaku termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.

Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian, maka kehidupan

Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera

dan bahagia, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan

tugasnya tidak akan terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarga.

Dengan demikian, dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai

Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian, maka dipandang

perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai izin perkawinan dan

perceraian bagi PNS, yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983

tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS diundangkan pada tanggal 21

April 1983 (Lembaran Negara No. 13 Tahun 1983).

Dalam pelaksanaannya beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah No.10

(52)

39

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1983, dapat menghindar baik secara

sengaja maupun tidak terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu Pejabat tidak

dapat mengambil tindakan yang tegas, karena ketidakjelasan rumusan

ketentuan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 itu sendiri, sehingga dapat

memberi peluang untuk melakukan penafsiran individu.

Oleh karena itu dipandang perlu melakukan penyempurnaan dengan

menambah dan/atau mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah

No.10 tahun 1983 tersebut. Beberapa perubahan yang dimaksud adalah

mengenai :

1. kejelasan tentang keharusan mengajukan permintaan izin dalam hal akan

ada perceraian.

2. Larangan bagi PNS wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.

3. Pembagian gaji sebagai akibat terjadinya perceraian yang diharapkan dapat

lebih terjamin keadilan bagi kedua belah pihak.

4. Pengertian hidup bersama.

Berdasarkan alasan-alasan/pertimbangan di atas, maka pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 1990 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi PNS tanggal 6 september 1990 (Lembaran Negara No.61

(53)

40

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Putusan Pengadilan Agama Salatiga dengan No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal

1. Identitas Para Pihak

J S bin S, Umur 48 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS (Kantor

Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung), Pendidikan S1, bertempat

tinggal di Perum Telaga Mukti C 169 RT 06/07 Kelurahan Jurang,

Kabupaten Temanggung, sebagai Pemohon/Tergugat Rekonpensi

Melawan

E M binti E S, Umur 48 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS

(Guru), Pendidikan S1, bertempat tinggal di Desa Soka RT 05/07

Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, sebagai

Termohon/Penggugat Rekonpensi.

DALAM REKONPENSI

Menimbang, bahwa dalam gugatan Rekonpensi, Penggugat

Rekonpensi mengajukan gugatan agar anak bernama N Y A ditetapkan

dalam pemeliharaan Penggugat Rekonpensi agar Penggugat

Rekonpensi membayar kepada Tergugat Rekonpensi nafkah iddah,

mut’ah, maskan, kiswah, nafkah lampau yang lowong dan nafkah anak.

Menimbang, bahwa gugatan rekonpensi diajukan saat jawaban

dan atas hal yang relevan dengan perkara konpensi, maka secara formil

(54)

41

Menimbang, bahwa hal-hal yang telah dipertimbangkan dalam

konpensi, harus pula dinyatakan termasuk dalam pertimbangan dalam

rekonpensi.

Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi telah menyatakan

keberatan untuk bercerai dengan Tergugat Rekonpensi, seperti dalam

sikap dan pernyataan dalam konpensi, maka Penggugat Rekonpensi

telah bersikap mendua (contrario in terminis).

Menimbang, bahwa seperti jawaban Tergugat Rekonpensi, yang

menyatakan Penggugat Rekonpensi pergi sejak awal Januari 2009 dan

baru ditemukan oleh Tergugat Rekonpensi pada bulan April 2009

merupakan bantahan Tergugat Rekonpensi.

Menimbang, bahwa oleh karenanya gugatan Penggugat

Rekonpensi mengenai nafkah yang lalu, nafkah iddah kiswah dan

maskan harus ditolak.

Menimbang, bahwa mengenai mut’ah seperti diatur dalam Pasal

49 huruf (a) KHI dan lagi pula Penggugat rekonpensi mengajukan

gugatan, sedang Tergugat Rekonpensi menyanggupinya sebesar Rp.

5.000.000,- maka menjadi kewajiban bagi Tergugat Rekonpensi untuk

memberikan mut’ah sejumlah tersebut.

Menimbang, bahwa mengenai gugatan terhadap pemeliharaan dan

perwalian atas anak bernama N YA maka dipertimbangkan atas hal

(55)

42

Menimbang, bahwa selama ini Penggugat Rekonpensi telah pergi

meninggalkan Tergugat Rekonpensi beserta anaknya, maka demi

kepentingan anak semata-mata anak tersebut ditetapkan dalam

pemeliharaan Tergugat Rekonpensi.

Menimbang, bahwa seperti bukti P4, Bukti P5 dan P9 sebagai

bukti permulaan, memberi persangkaan sifat Penggugat Rekonpensi

tidak tepat sebagai pemegang hak pemeliharaan anak.

Menimbang, bahwa atas pertimbangan-pertimbangan di atas

gugatan Penggugat Rekonpensi mengenai pemeliharaan anak ditolak.

Menimbang, bahwa perkara rekonpensi ini termasuk dalam

bidang perkawinan maka berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang

tentang Peradilan Agama biaya rekonpensi dibebankan kepada

Penggugat Rekonpensi yang di hitung nihil.

Mengingat segala peraturan perundang –undangan yang berlaku

dan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.

MENGADILI

DALAM EKSEPSI

1. Menolak eksepsi Termohon / Penggugat Rekonpensi.

2. Menyatakan Pengadilan Agama Salatiga berwenang memeriksa

(56)

43 DALAM REKONPENSI

1. Mengabulkan permohonan Pemohon.

2. Memberikan ijin kepada Pemohon ( Drs. J S bin S) untuk

menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (E M binti E S)

di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga.

3. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

246.000,- (dua ratus empat puluh enam ribu rupiah).

DALAM REKONPENSI

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk sebagian.

2. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar mut’ah

kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima

juta rupiah).

3. Menolak gugatan rekonpensi untuk selebihnya.

4. Menghukum Penggugat Rekonpensi untuk membayar biaya

perkara dalam rekonpensi yang dihitung nihil.

B. Analisis Putusan No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal

Sebagaimana penulis paparkan sebelumnya

pertimbangan-pertimbangan yang digunakan majlis hakim dalam menetapkan

putusan perkara tersebut diatas maka penulis akan memaparkan atau

menganalisis pertimbangan hakim yang digunakan majlis hakim tentang

(57)

44

Mengingat bahwa seorang pegawai negeri sipil (PNS)

apabila melakukan perceraian dia sudah atau harus minta izin dengan

atasan dimana dia bekerja, dan apabila perceraian itu terjadi atas

kehendak pegawai negeri sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian

gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya. Pembagian gaji

yang dimaksud ialah sepertiga untuk pria (suami), sepertiga untuk bekas

istri dan sepertiga untuk anak kalau memang mempunyai anak. Jika tidak

memiliki anak maka istri mendapatkan bagian setengah. Lain halnya

apabila yang meminta cerai adalah dari pihak istri, maka istri tidak

berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya. Akan tetapi apabila

alasan istri meminta cerai karena tidak bersedia dimadu maka istri bisa

meminta bagian gaji dari suami.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1990 yang

tersebut diatas maka pegawai negeri sipil tidak bisa seenaknya

sendiri misalnya dalam hal perceraian. Jadi pertimbangan majlis hakim

dalam hal pembagian gaji diserahkan pada instansi atau atasan

karena yang lebih berwenang adalah atasan atau instansi terkait pasca

perceraian.

Putusan Hakim Pengadilan Agama Ssalatiga yang memutus

perkara No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, inti pertimbangannya menyatakan

bahwa majlis hakim berpendapat bahwa masalah pembagian gaji tersebut

adalah merupakan kewenangan instansi dimana pemohon bekerja

(58)

45

tersebut untuk menyelesaikannya. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa

majlis Hakim Pengadilan Agama Salatiga meskipun tahu akan hukumnya

namun majlis menyadari bahwa tentang penyelesaian pembagian gaji

pegawai negeri sipil terhadap bekas istri lebih tepat diserahkan pada

atasan atau instansi terkait. Dari sini tampak bahwa majlis hakim

sungguh-sungguh menghargai dan menggali nilai-nilai hukum yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Menurut keterangan Termohon perkara

No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, menyatakan: "Putusan Pengadilan Agama

Salatiga yang menyerahkan pembagian gaji PNS terhadap bekas

istrinya kepada atasan/instansi terkait pasca perceraian itu sudah tepat".

Keterangan Termohon diatas menunjukkan Pengadilan Agama

Salatiga telah membuat putusan yang sesuai dengan keinginan pihak

termohon dan pemohon. Dengan kata lain pemohon dan termohon tidak

merasa dirugikan khususnya dalam aspek pembagian gaji

Apabila memperhatikan perkara sebagaimana yang telah

disebutkan diatas dalam hal ini putusan Pengadilan Agama Salatiga dapat

dijelaskan bahwa Pengadilan Agama Salatiga telah mengambil putusan

yang bukan saja mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum tetapi

juga putusan itu mencerminkan sikap arif dan bijaksana. Karena

Pengadilan Agama Salatiga telah memberi dan melimpahakan masalah

(59)

46

Implementasi Pasal 8 PP Nomo 45 Tahun 1990 di Instasni tempat bekerja PNS yang bercerai tidak dapat sepenuhnya di aplikasikan. Ketentuan pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anaknya ditentukan oleh Kepala instansi terkait dengan mempertimbangkan keadaan dan kesanggupan

suami, dengan tidak membebankan sesuatu yang berada diluar

kemampuannya. selain itu peraturan pemerintah tersebut dianggap oleh pimpinan instansi tidak menjadi pertimbangan lagi dalam kasus perceraian pegawai negeri sipil, kecuali sebagai syarat administratif di Pengadilan Agama, karena peraturan pemerintah tersebut bertentangan dengan ketentuan agama Islam dan peraturan pemerintah tersebut bukan merupakan hukum materil.

Selain dalam kasus ini Kepala Instansi menganggap Pemohon telah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan hutang-hutang termohon tanpa sepengetahuan maupun ijin Termohon karena untuk menjaga wibawa, harkat dan martabat Penggugat Rekonpensi dengan perjanjian untuk sebagai kompensasi sebagai hak dari (Termohon, wawancara tanggal 21 November 2013).

Gambar

Tabel 1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• Informasi dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para pengguna laporan keuangan

Pada hari ini Jum at, tanggal Dua puluh lima Bulan Mei Tahun Dua ribu dua belas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Sumatera

Dalam penelitian ini untuk menguji multikolinearitas menggunakan bantuan SPSS 16.0 yaitu dengan melihat nilai tolerance atau inflation factor (VIF) pada model regersi.

With this application, users can learn writing characters that became the basis of the Japanese language and can try to write these letters. Student Preferences for

Penulisan ilmiah ini menyajikan pembuatan situs homepage Burung Kenari dengan tujuan memberikan informasi bagi pengguna Internet yang mempunyai hobi terhadap berbagai jenis burung

Berdasarkan perhitungan ES tersebut maka pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning memberikan pengaruh yang sedang terhadap hasil belajar siswa pada

Ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh perusahaan galangan kapal antara lain: (a) Pihak pelayaran menyetujui semua peraturan yang di buat oleh pihak galangan, pada saat