i
IMPLEMENTASI PASAL 8
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990
TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS
KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal)SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah
Oleh
Samsul Bahri
NIM 21209008
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
ii
IMPLEMENTASI PASAL 8
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990
TENTANG PEMBAGIAN GAJI PNS
KEPADA MANTAN ISTERI YANG DICERAI
(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001.Pdt.G/2011/PA.Sal)SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah
Oleh
Samsul Bahri
NIM 21209008
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
vi
MOTTO
DAN PERSEMBAHAN
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya
vii
PERSEMBAHAN
Ibunda penulis tersayang yang senantiasa berdoa serta
memberikan restunya
Kakak, adik dan seluruh kelurga penulis tersayang yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
Keluarga Besar MAN Tengaran Kab. Semarang yang selalu
memberikan motivasi dan menghibur penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
Sahabat-sahabat penulis jurusan AS Non Reguler ’09 yang
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Indah dengan segala keindahanNya, Dzat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayangNya, yang terlepas dari sifat lemah semua makhlukNya, Alhamdullilah berkat rahmat dan hidayaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalahNya.
Akhirnya dengan kerendahan hati izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam rangka menyelesaikan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Badwan, M.Ag Selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Illya Muhsin, S.Hi M.Si selaku Ketua Prodi Ahwal Syakhshiyyah 3. Hakim beserta Staff Pengadilan Agama Salatiga yang telah membimbing
dalam menyelesaikan skripsi ini,
4. Orang tuaku yang senantiasa berdoa serta memberikan restunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait, semoga kebaikan yang diberikan oleh semua pihak kepada penulis menjadi amal sholeh yang senantiasa mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amin.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan ini, untuk itu saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Salatiga, Februari 2014
ix
Abstrak
Bahri, Samsul. 2013. Implementasi pasal 8 Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 tentang Pembagian Gaji PNS Kepada Mantan Isteri yang dicerai (Studi Putusan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Salatiga).Skripsi Jurusan Syariah Prodi Ahwal Al Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing ; Drs. Badwan, M.Ag
Bagi pegawai negeri sipil (PNS), mengenai pembagian nafkah bagi bekas istri pegawai negeri sipil (PNS)juga sudah diatur didalamnya yaitu pada pasal 8 PP. No. 10 tahun 1983 Jo. No. 45 tahun 1990. Sedangkan di dalam PP. No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45 tahun 1990, disitu tidak ditemukan suatu penjelasan bahwa mengenai pembagian gaji yang mengatur adalah kepala atau instansi PNS tersebut bekerja. Yang merijadi rumusan masalah adalah
bagaimana putusan Pengadilan Agama Salatiga dan pertimbangan
hukumnya tentang pemberian gaji PNS terhadap bekas istri yang diserahkan kepada instansi atau atasan terkait pasca perceraian? Bagaimana Pelaksanaannya di instansi Pembagian Gaji PNS kepada mantan isteri yang ditalak?
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……… i
Persetujuan Pembimbing ……… ii
Pengesahan Kelulusan ……… iii
Pernyataan Keaslian Tulisan……… iv
Motto dan Persembahan……….. v
Kata Pengantar………. vii
Abstrak ………. vii
Daftar Isi……… viii
BAB I PENDAHULUAN ………. A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Rumusan Masalah……… 5
C. Tujuan Penelitian……… 6
D. Kegunaan Penelitian……… 6
E. Penegasan Istilah………. 7
F. Metode Penelitian……… 8
G. Sistematka Penulisan……… 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA... ... 12
A. Pengertian Perkawinan ……….. 12
xi
2. Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974……. 13
B. Tinjauan Umum Mengenai Putusnya Perkawinan………. 15
1. Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam……….. 16
2. Putusnya Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974……….. 18
C. Akibat Putusnya Perkawinan………. 20
1. Akkibat Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam……… 20
2. Akibat Putusnya Perkawinan menurut Undnag-undang No. 1 tahun 1974………. 22
3. Akibat Putusnya Perkawinan menurut PP No. Tahun 1990….. 23
4. Penelitian Terdahulu………. 25
BAB III HASIL PENELITIAN……… 28
A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga……… 28
1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga………. 28
2. Tugas Pokok Pengadilan Agama Salatiga………. 29
3. Fungsi Pengadilan Agama Salatiga……… 34
4. Ketenagaan Pengadilan Agama Salatiga………. 36
B. Data Perceraian Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012……… 37
C. Alasan-alasan dikeluarkannya PP No. 45 tahun 1990……….. 39
BAB IV Pembahasan……… 41
A. Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal.... 40
xii
C. Pembahasan Penyelesaian Pembagian Gaji PNS Pasca Perceraian…. 62
BAB V PENUTUP……….. 49
A. Kesimpulan ………. 49
B. Saran………. 50
Daftar Pustaka………. 51
Daftar Riwayat Hidup………. 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah kata yang sering kita dengar. Secara etimologis,
nikah (berasal dari bahasa arab) berarti berhimpun. Adapun dalam bahasa
Indonesia sering disebut kawin. Secara terminologis, nikah berarti perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami dan beristri secara resmi.
Hidup berhimpun bersama antara suami istri ini disebut rumah tangga.(Irfan,
1:2007)
Dalam Undang-Udang No. 1 Tahun 1974 Bab I pasal 1 disebutkan
bahwa : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Dengan demikian Pernikahan atau tazwij merupakan ucapan sermonial
yang sacral. (Tihami, 8:2009)
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh
untuk hidup bersama secara sah dalam membentuk keluarga yang kekal,
dimana antara suami istri itu harus saling menyantuni, kasih-mengasihi,
dapat menciptakan keadaan aman dan tenteram penuh kebahagiaan baik
moral, spiritual dan materiil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia
bukan saja dipandang sebagai hubungan secara lahir saja, tetapi lebih dari itu
ia merupakan bentuk (sarana) ibadah kepada Sang Pencipta Yang Maha di
2
Apabila akad nikah sudah terikrar dengan sempurna secara syar’i,
maka suami dan istri diikat oleh ketentuan-ketentuan agama yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri. Kedua belah pihak diberi
kewajiban luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah.
Dalam masalah perkawinan, pemerintah telah mengeluarkan UU No.1 tahun 1974 untuk mengatur pelaksanaan perkawinan bagi warga Negara Indonesia. Sedangkan untuk operasionalnya dikeluarkan PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974. Dengan adanya UU perkawinan diharapkan akan terjaga hak-hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga bersama anak-anak mereka secara yuridis.
Pemerintah menganggap bahwa warga Negara Indonesia yang
berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mempunyai kekhususan dari warga
Negara Indonesia lainnya, sehingga diperlukan aturan tersendiri. Maka pada
tanggal 21 April 1983 dikeluarkan PP No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45
tahun 1990 yang mengatur secara khusus tentang izin perkawinan dan
perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS). Dengan kata lain, peraturan
ini merupakan pangecualian dari UU No. Tahun 1974 yang bersifat umum.
Dalam kenyataan sejarah umat manusia yang telah berusia ratusan
ribu tahun telah membuktikan bahwa tidak selalu tujuan itu dapat dicapai
bahkan sebaliknya kandas di tengah jalan karena tidak terdapatnya
kesepakatan atau kerukunan antara suami dan istri, bahkan terjadi
3
menghindarinya. Perkawinan yang buruk keadaannya itu tidak baik
dibiarkan berlarut- larut, sehingga demi kepentingan kedua belah pihak
perkawinan yang demikian itu lebih baik diputuskan secara sah di depan
Pengadilan Agama berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan
Undang-undang.
Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini ialah Pengadilan Negeri
bagi yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama bagi yang
beragama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 tahun 1989
juncto UU No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama pada Pasal 2
bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam, yang salah satu kewenangannya adalah di bidang
perkawinan.
Sedangkan bagi pegawai negeri sipil (PNS) disamping berlaku
undang-undang yang telah penulis sebutkan sebelumnya, mengenai
pembagian nafkah bagi bekas istri pegawai negeri sipil (PNS) juga
sudah diatur didalamnya yaitu pada pasal 8 PP. No. 10 tahun 1983 Jo. No.
45 tahun 1990 yang berbunyi :
1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria,
maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan
bekas istri dan anak-anaknya.
2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
4
sepertiga untuk bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-
anaknya.
3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji
yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas
istrinya ialah setengah dari gajinya.
4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan
perceraian disebabkan karena istri berzina, dan atau melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin
terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat dan
penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan
suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas
bagian penghasilan dari bekas suaminya.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku,
apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzina, dan
atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat,
dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
5
7. Apabila bekas istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin
lagi, maka haknya atas bagian gaji bekas suaminya menjadi hapus
terhitung ia mulai ia kawin lagi.
Sedangkan di dalam PP. No. 10 tahun 1983 Jo. PP No.45 tahun 1990, disitu tidak ditemukan suatu penjelasan mengenai pembagian gaji yang mengatur adalah kepala atau instansi PNS tersebut bekerja.
B. Rumusan Masalah
Masalah adalah sesuatu hal yang membutuhkan penyelesaian, oleh
karena itu dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan apa saja yang
menjadi masalah menegenai penerapan pembagian gaji PNS kepada mantan
isteri dan anak yang dicerai di Pengadilan Agama Salatiga
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menfokuskan
pada beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apa yang menjadikan pertimbangan majlis hakim menyerahkan kepada
isntansi pembagian gaji PNS terhadap mantan isteri yang ditalak?
2. Bagaimana Pelaksanaannya di instansi Pembagian Gaji PNS kepada
mantan isteri yang ditalak?
3. Bagaimana Pembagian hadhonahnya kepada anak dari isteri yang dicerai
6 C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini anatara lain :
1. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama Salatiga dan
pertimbangan hukumnya tentang pemberian gaji PNS terhadap bekas istri
yang diserahkan kepada instansi atau atasan terkait pasca perceraian.
2. Untuk mengetahui efektifitas putusan Pengadilan Agama Salatiga
tentang pembagian gaji PNS terhadap bekas istri yang diserahkan kepada
instansi atau atasan terkait pasca perceraian
D. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
Mafaaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Menmbah pengetahuan penulis di bidang hukum Ilsam khusunya yang
menyangkaut efektif dan tidaknya pelaksanaan putusan tentang
pembagian gaji PNS pasca perceraian.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
tentang hukum Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi
siapa saja yang membutuhkannya.
b. Hasil pemikiran ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
upaya penyelesaian permasalahan permasalahan hukum Islam
7 E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang
berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata dalam judul,
msks kiranya perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi variabel
penelitaian.
Adapun yang perlu dijelaskan antara lain adalah :
1. Penyelesaian
Penyelesaian adalah cara atau proses mnyelesaikan (Depdiknas,
1020:2002)
2. Gaji
Gaji adalah uang upah kerja yang dibayarkan diwaktu yang tetap
misalnya mingguan atau bulanan atau balas jasa yang diterima pekerja
dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
3. PNS (Pegawai Negeri Sipil)
Pegawai Negeri Sipil atau sering disebut PNS adalah pegawai
pemerintah yang berada diluar politik, bertugas melaksanakan administrasi
pemerintah berdasarkan perarturan perundang undangan yang telah
ditetapkan dan bukan merupakan militer.
4. Cerai talak
Thalaq artinya lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya
hubungan perkawinan
8 (istri). ( Purwodarminto, 2006 :1187)
F. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
efektifitas pembagian gaji setelah perceraian yang ada dalam PP No.10
Tahun 1983 juncto PP No.45 Tahun 1990 diterapkan dalam putusan
pengadilan dalam kaitannya dengan pertimbangan hakim dalam
menetapkan kewajiban biaya kehidupan bagi anak dan mantan istri setelah
perceraian yang diserahkan pada instansi terkait.
2. Sumber Data
Sumber data primer dalam skripsi ini diperoleh dari hasil
wawancara secara bebas dengan hakim Pengadilan Agama Salatiga
yang memutus perkara perceraian yang putusan pengadilannya
menjadi data sekunder dalam penelitian ini. Sehingga data sekunder
dalam skripsi ini adalah dokumen berupa putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap mengenai perceraian PNS yang mencakup
permasalahan mengenai pembagian gaji sebagai akibat perceraian tersebut
khusus dalam penelitian ini yaitu Putusan Perkara No.
0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Serta hasil dari studi kepustakaan terhadap buku
fiqh, buku hukum umum, peraturan perundang-undangan, karya tulis
9 3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menelusuri dan mempelajari putusan pengadilan dalam hal ini yaitu
putusan pengadilan mengenai perkara perceraian PNS yang berkaitan
erat dengan permasalahan pembagian gaji kepada bekas istri dan anak
sebagai akibat percer aian, khusus dalam penelitian ini yaitu
Putusan Perkara 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal.
Terhadap putusan pengadilan tersebut kemudian dilakukan
wawancara secara bebas pada hakim yang terkait guna menguatkan
pemahaman penulis terhadap materi putusan perkara yang dimaksud.
Selain itu juga dengan melakukan wawancara kepada pihak yang
bercerai dan melakukan studi kepustakaan terhadap peraturan
perundang-undangan, buku hukum umum, buku fiqh, karya tulis ilmiah
dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan permasalahan
dalam penelitian skripsi ini.
4. Pendekatan yang Digunakan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif, yakni untuk memahami suatu masalah yang
diteliti dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan ketentuan nash Al-Qur’an, Al-Hadist maupun
kitab-kitab fiqh. Serta melalui pendekatan yuridis yakni dengan
melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan penelitian ini
10
tetap, untuk memahami sekaligus menganalisa putusan hakim
khusus dalam hal pelaksanaan ketentuan pembagian gaji PNS
sebagai akibat perceraian. Dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah
bagaimana ketentuan pembagian gaji setelah perceraian menurut PP No
10 tahun 1983 juncto PP No 45 Tahun 1990 diterapkan dalam putusan
hakim yang dikaitkan dengan kewajiban nafkah dan biaya kehidupan
setelah perceraian dengan meninjau putusan-putusan pengadilan dalam
perkara cerai talak PNS di Pengadilan Agama Salatiga.
5. Analisis Data
Data yang berupa data sekunder tersebut disusun secara
sistematis, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh mengenai
masalah ketentuan pembagian gaji setelah perceraian dengan meninjau
aturan mengenai nafkah ‘iddah dan mut’ah dalam Islam, dan aturan
dalam hukum positif selanjutnya data tersebut dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif. Analisa kualitatif disebut juga analisa
non statistik yang sesuai untuk data deskriptif atau data textular. Data
deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, oleh karena itu
analisa semacam ini juga disebut analisis isi (content analysis).
Sedangkan dalam mengambil kesimpulan digunakan pola berpikir
deduktif yaitu suatu cara menarik kesimpulan dari yang umum ke yang
khusus, sedangkan pola berpikir induktif yaitu suatu cara menarik
11 G. Sistematika Penulisan
Dalam melakukan menyelesaikan penelitian ini, maka penulis
mencoba memberikan gambaran seluruh penelitian dengan sistematika
penulisan , yakni :
BAB I PENDAHULUAN berupa : latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian dan yag terakhir sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA berupa : Pengertian Peperkawinan meliputi,
perkawinan menurut Undang-undang, perkawinan menurut hukum Islam,
dan tinjauan umum mengenai putusnya perkawinan meliputi putusnya
perkawinan menurut Hukum Islam, Putusnya perkawinan menurut
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, akibat hukum putusnya perkawinan menurut
hukum Islam dan menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974, Akibat
Putusnya Perkawinan Menurut PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45
Tahun 1990, Penelitian Terdahulu
BAB III HASIL PENELITIAN meliputi : sejarah dan Profil Pengadilan
Agama Salatiga, Putusan Putusan Pengadilan Agama Salatiga mengenai
Perceraian PNS.
BAB IV PEMBAHASAN meliputi : Putusan Pengadilan Agama Salatiga
dengan No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Analisis Putusan
No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, Pembahasan Penyelesaian Pembagaian Gaji
PNS Pasca Perceraian,
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Perkawinan
1. Perkawinan menurut Hukum Islam
Pernikahan adalah percampuran, penyelarasan atau ikatan. Jika
dikatakan bahwa sesuatu dinikahkan dengan sesuatu yang lain maka
berarti keduanya diikatkan. (Majid, 2005:1). Perkawinan salah satu
sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada
manusia, hewan maupun tumbuhan.
Firman Allah SWT Surat Adz-Dzariat:49
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”. (Depag RI, 2009:312)
Firman Allah Surat Yasiin:36
Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Depag RI, 2009:
13
Para sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu terdiri
dari dua pasangan. Misalnya air yang kita minum (terdiri dari oksigen dan
hidrogen), listrik ada positif dan negatif dan sbegainya.
Firman Allah Surat Ar Ruum 21:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 2009:477)
Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan
Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah
menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan
aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat
semaunya. Allah telah memberi batas dengan peraturan_peraturaNya,
yaitu syariat yang terdapat dalam kitab-Nya dan hadits Rasul-Nya dengan
hukum-hukum perkawinan. (Alhamdani, 1989:15-16)
2. Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara otentik
diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Lembaran Negara RI Tahun 1974
Nomor 1.
Bagi bangsa Indonesia adalah mutlak adanya undang-undang
14
memberikan landasan hukum perkawinan yang selama iini menjadi
pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.
( Sudarsono, 2005:6)
Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan
kata sepakat antara kedua calon suami-isteri. Dengan demikian jelaslah
bahwa kalau perkawinan itu adalah suatu persetujuan. (Afandi, 1997:88)
Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur
tentang dasar perkawinan:
1) Pasal 1 ditegaskan menegenai pengertian perkawinan bahwa :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membenttuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Didalam penjelasan ditegaskan
bahwa sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila
yang pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
agama atau kerohanian, sehingga perkawinan mempunyai
peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia erat
hubungannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan
perkawinan.
2) Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan
15
a) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukakan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.
b) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan ini dimuat dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974. Dengan
perumusan pada pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan diluar hukum
masing-masing agamnya dan kepercayaan itu, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945 (Sudarsono, 2005:10)
B. Tinjauan Umum mengenai Putusnya Perkawinan
Sesuai dengan prinsipnya, perkawinan itu untuk selamnya dan
dilakukan dalam rangka teriptanya keluarga bahagia. Itulah sebabnya
Rasulullah SAW mengingatkan :
قلاَّطلا ِهّللا َدْنِع ِلَلاَْلْا ُضَغْ بَا
“Sesungguhnya yang halal yang sangat tidak disukai Allah adalah
perceraian.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Walaupun perceraian itu pada prinsipnya tidak dikehendaki bahkan
dibenci, dalam kehidupan rumah tangga hal itu merupakan jalan yang
terakhir. Perceraian dibolehkan karena dinamika rumah tangga itu
kadang-kadang menjurus ke arah yang bertentangan dengan tujuan rumah tangga
yang sakinah. Ini kalau dipaksakan juga niscaya akan mengakibatkan madarat
16
perceraian dalam Islam, hanya untuk kemaslahatan dan kebaikan semua
pihak. (Hasan, 2008:319-320)
Perceraian atau firqah menurut syara’ adalah berakhirnya akad nikah
karena salah satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan perkawinan
itu berakhir. (Majid, 2005:305).
Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa suami isteri dapat
diceraikan dengan keputusan Hakim, misalnya karena suami tidak memberi
nafkah, apabila isteri dan suami tersbut tidak mempunyai kekakyaan yang
jelas ( Alhamdani, 1989:221)
Perceraian adalah perbuatan tercela dan dibenci Allah, Suami isteri
boleh melakukannya apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat
dipertahankan lagi. Namun demikian, perceraian harus mempunyai
alasan-alasan seperti yang diatur dalam undang-undnag, bahwa antara suami dan
isteri tdak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.
1. Putusnya perkawinan menurut Hukum Islam
Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut “talak” atau “furqah”.
Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan
“furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu
dipakai oleh para ahli Fiqih sebagai satu istilah, yang berarti perceraian
antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Fiqih mempunyai dua arti, yakni
arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti
17
ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya
atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri.
Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak
suami.
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada
yang disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang
dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu
perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang
dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap
memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan
asas – asas Hukum Islam.
Yang menjadi sebab putusnya perkawinan ialah:
a. Talak
b. Khulu’
c. Syiqaq
d. Fasakh
e. Ta’lik talak
f. Ila’
g. Zhihar
h. Li’aan
18 j. Murtad
(http://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/)
2. Putusnya Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974
Perceraian menurut adat merupakan peristiwa luar biasa,
merupakan problem sosial dan yuridis yang penting di beberapa daerah.
Pada dasarnya tiap keluarga, kerabat serta persekutuan menghendaki
sesuatu perkawinan yang sudah dilakukan itu dipertahankan untuk
selamnya. (Surojo, 1990:143)
Dalam kenyataanya, tujuan perkawinan itu kadang tidak tercapai
secara utuh. Tercapainya itu baru mengenai pembentukan keluarga atau
pembentukan rumah tangga, karena dapat diukur secara kuantitatif.
Sedangkan predikat bahagia dan kekal belum, bahkan tidak tercapai sama
sekali. Akan tetapi, hubungan lahir itu ada kemungkinan tidak dapat kekal.
Pada suatu waktu dapat terjadi putusnya hubungan, baik sengaja maupun
tidak sengaja dilakukan karena suatu sebab yang mengganggu
berlanjutnya hubungan itu. Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Perkawinan dapat putus, karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas keputusan pengadilan.
Undang-undang Nomor 1. Tahun 1974 Tentang perkawinan tidak
19
perceraian, begitu pula peraturan organiknya seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975. Peraturan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi
golongan penduduk yang beragama Islam, tetapi juga bagi golongan yang
bukan beragama Islam. Dan khusus bagi umat Islam pada tahun 1991 telah
dikeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
yang isinya di samping penambahan norma hukum baru dan merupakan
penegasan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Dalam pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo Pasal 39
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa: “Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak”. Selanjutnya di dalam angka 7 Penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 ditegaskan bahwa: “Undang-Undang Perkawinan
bertujuan antara lain melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak
isteri pada khususnya….”.
Hukum perkawinan di Indonesia mengatur bahwa perceraian itu
harus dilakukan di depan sidang pengadilan, dan tidak diakui perceraian
yang dilakukan di luar pengadilan. Dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa
Undang-Undang Perkawinan bertujuan antara lain untuk melindungi kaum
20
secara yuridis undang-undang tersebut bertujuan adalah untuk
mendapatkan suatu kepastian hukum.
Suatu perceraian yang dilakukan diluar pengadilan, sama halnya
dengan suatu perkawinan yang dilakukan dengan tidak mencatatkannya. Ia
tidak diakui oleh hukum, oleh karenanya, tidak dilindungi hukum. Lebih
tegas lagi dapat dikatakan bahwa perceraian yang dilakukan diluar
pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Oleh
karena itu, hukum menganggapnya tidak pernah ada (never existed). Suatu
perceraian yang dilakukan diluar pengadilan akan menimbulkan kesukaran
bagi si istri atau bahkan bagi si suami. Hal itu karena hampir dapat
dipastikan bahwa dalam setiap talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap
isterinya diluar pengadilan, suami tidak pernah memperhitungkan hak-hak
isteri sebagai akibat dari perceraian tersebut, semisal nafkah iddah, nafkah
madiyah, mut’ah dan pembagian harta bersama. Selain dari itu, tidak ada
suatu penilaian tentang apakah talak yang dijatuhkan oleh suami itu
benar-benar didasarkan kepada suatu alasan yang dibenar-benarkan oleh agama, yang
intinya adalah karena suatu kesalahan dari pihak isteri.
C. Akibat Hukum Putusnya Perkawinan
1. Akibat Putusnya Perkawinan menurut Hukum Islam
Akibat Putusnya Perkawinan khususnya cerai talak diatur dalam
Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yakni: Bilamana perkawinan putus
21
kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri
tersebut qobla al dukhul; b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak
ba1in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil; c) melunasi mahar yang
masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul; d)
memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai
umur 21 tahun
Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam akibat Putusnya Perkawinan
karena Perceraian ialah anak yang belum muayyiz berhak mendapatkan
hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka
kedudukannya digantikan oleh wanita-wanita dalam garis ke atas dari ibu,
ayah, wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah, saudara
perempuan dari anak yang bersangkutan, wanita-wanita kerabat sedarah
menurut garis samping dari ayah.
Anak yang mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah
dari ayah atau ibunya, apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin
keselamatan jasamani dan rohani anak. Meskipun biaya hadhanah telah
dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan
agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak
menjadi tanggungjawab ayah menurut kemampuannya, sekurang
kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri
22
anak, Pengadilan Agama memberikan putusanya berdasarkan huruf (a),(b)
dan (d). Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan pendidikan anak-anak yang
turut padanya. (KHI, 2000:72)
2. Akibat Hukum Putusnya perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun
1974
Perceraian yang menjadikan putusnya perkawinan dapat membawa
akibat, baik akibat terhadap anak dan isteri, akibat terhadap harta
perkawinan dan akibat terhadap status. (Abdulkadir, 1990:116)
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 41 disebutkan
akibat putusnya perkawinan karena perceraian sebagai berikut :
1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusan
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat
menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut
3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
23
Perceraian mengakibatkan perkawinan dibubarkan, sehingga juga
gugurlah semua akibat dari perkawinan itu. Demikianlah, kalau disitu ada
kebersamaan harta perkawinan, kebersamaan itu bubar dan gugurlah
kekuasaan marital dari suami, tentu demikian juga dengan kewajiban
untuk tinggal bersama dalam satu rumah.
Selain itu perceraian juga mempunyai akibat dalam bidang finansial,
juga terhadap anak-anak yang dlahirkan dalam perkawinan itu. Orang tua
yang tidak ditunjuk oleh pengadilan untuk memelihara anak dapat
diwajibkan untuk mmeberikan urunan bagi pemeliharaan dan pemberian
pendidikan anak-anaknya. (Vollmar :1983 :114-116).
3. Akibat Putusnya Perkawinan Menurut PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP
Nomor 45 Tahun 1990
Selain ketentuan dalam peraturan di atas, terdapat satu perangkat
hukum dalam hukum positif Indonesia yang merupakan sumber hukum
perkawinan nasional yang bersifat khusus, yang mengatur tentang izin
perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS) yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (selanjutnya disebut PP
No. 10 Tahun 1983 juncto PP No. 45 Tahun 1990), yang di dalamnya
mencakup mengenai permasalahan kewajiban pegawai negeri sipil
untuk memberikan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istrinya
24
Adapun ketentuan pembagian gaji setelah perceraian tersebut,
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 PP No 10 Tahun 1983 juncto PP
No. 45 Tahun 1990 yang berbunyi :
1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria,
maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan
bekas istri dan anak-anaknya.
2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan,
sepertiga untuk bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-
anaknya.
3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji
yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas
istrinya ialah setengah dari gajinya.
4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan
perceraian disebabkan karena istri berzina, dan atau melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin
terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat dan
penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan
suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa
Alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak
atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
25
apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzina,
dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik
lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk,
pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami
telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin
istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
7. Apabila bekas istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin
lagi, maka haknya atas bagian gaji bekas suaminya menjadi hapus
terhitung ia mulai ia kawin lagi.
Meninjau peraturan-peraturan tersebut, dalam hukum Islam sendiri
(yang berlaku di Pengadilan Agama), untuk bekas istri tersebut
hanyalah mungkin diberikan uang penghibur yang diistilahkan mut’ah
dan uang nafkah selama dalam masa ‘iddah itupun dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan segala seginya, di antaranya
keadaan dan kemampuan bekas suami atau si ayah. Hukum Islam tidak
pernah mengenal adanya nafkah untuk bekas istri yang berlaku sampai
ia kawin lagi atau meninggal dunia.
D. Penelitian Terdahulu
Kajian tentang penentuan kewajiban untuk memberi biaya
penghimpunan oleh suami yang berstatus PNS kepada bekas Isteri telah
banyak diteliti Mahasiswa, akan tetapi peneliti belum menemukan topik yang
26
pasal 8 tentang penyerahan sebagian gaji untuk mantan isteri. berikut ini
beberapa hasil penelitian yang pernah dibahas oleh para peneliti terdahulu.
Ritatik Wahyuni, UIN Malang dalam Skripsinya yang berjudul “ Hak
-hak Mantan Isteri PNS yang dicerai (studi komparasi atas Kompilasi Hukum
Islam dengan PP No. 10 Tahun 1983 JO PP No. 45 Tahun 1990”. Penelitian
dilakukakn dengan mengunakan jenis penelitian pustaka/literer dan memakai
pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti mengkompariskan antara
KHI dengan PP No. 10 Tahun 1983 8 Jo PP No. 45 Tahun 1990 mengenai
hak-hak mantan isteri PNS yang dicerai. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwasannya dalam KHI pasal 149 ditemukan bahwa jika dalam perceraian
karena talak maka suami harus memberikan hak-hak isteri setelah terjadi
talak/perceraian yaitu memberi nafkah sampai habis masa iddahnya.
Sedangkan dalam PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No. 45 Tahun 1990 pasal 8
ditentukan bahwa bagi seorang PNS yang menceraikan isterinya, maka ia
mempunyai kewajiban terhadap isteri yaitu memberikan sepertiga gajinya
untuk mantan isteri sampai mantan isteri tersebut kawin lagi.
Muchamad Najib Rif’an, UIN Malang dalam skripsnya yang berjudul “
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No.
45 Tahun 1990 (Analisis tentang Pembagian Gaji PNS Kepada Bekas Isteri).
Metode penelitian ini menggunakan dekriptif verivikatif yaitu dengan
mendiskripsikan rumusan pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 Jo PP No. 45 Tahun
1990 kemudian menverifikasikan degan tinjauan hukum Islam menurut empat
27
untuk memberi biaya penghidupan kepada bekas isteri dalam hal-hal tertentu
menurut yang ma’ruf. Mengenai jumlah nafkah yang berhak diterima isteri
tidak ada ketetatapan yang pasti dari Allah dan RasulNya. Hal ini
disesuaiakan dengan tingkat kemampuan suami.
Mariani, Unhas Makasar dalam Skripsinya yang berjudul “Pembagian
gaji pada Perceraian PNS”. Metode Penelitian ini dengan menggunakan
metode pengelolaan data secara deduktif, yaitu dimulai dari dasar-dasar
pengetahuan yang umum kemudian meneliti hal yang bersifat khusus.
Kemudian dari analisis tersebut, selanjutnya dipergunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada. Hasil dari Penelitian ini adalah bahwa peraturan
pemerintah tersebut tidak menjadi pertimbangan lagi dalam kasus perceraian
pegawai negeri sipil, kecuali sebagai syarat administratif di Pengadilan
Agama, dan untuk memenuhi hak bagian gaji bekas istri dari mantan suami
yang berstatus pegawai negeri sipil, yang bersangkutan bisa langsung ke
28 BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga
1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga
Pengadilan Agama Salatiga adalah merupakan Pengadilan yang
ada sejak zaman Kolonial Belanda yang dibentuk berdasarkan Staatsblad
Tahun 1882 Nomor : 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor : 116 dan
610. Pengadilan Agama Salatiga sebelumnya menempati sebuah
bangunan di Jl. Diponegoro 72 Salatiga diatas sebidang tanah seluas 1730
m2 luas bangunan gedung 362,60 m2. Gedung kantor Pengadilan Agama
Salatiga adalah bangunan pada zaman belanda yang merupakan cagar
budaya sehingga tidak mungkin untuk di renovasi sebagai kantor
Pengadilan yang representatif. Pengadilan Agama Salatiga pada DIPA
Tahun Anggaran 2008 mendapat Belanja Modal Pembangunan Gedung
yang dibangun diatas tanah terletak di Jl. Raya Lingkar Selatan, Dusun.
Jagalan Kelurahan. Cebongan, Kecamatan. Argomulyo Kota Salatiga,
Propinsi Jawa Tengah 50736 dengan luas 5.425 m2 lebar depan 54,50 m
dan panjang 104,10 m. Tanah tersebut diperoleh dari DIPA Pengadilan
Tinggi Agama Jawa Tengah Tahun Anggaran 2007. Gedung Baru
Pengadilan Salatiga meulai ditempati pada tahun 2010
Yuridiksi Pengadilan Agama Salatiga berdasarkan Keputusan
29
RI Nomor : 303 tahun 1990 meliputi 13 kecamatan, yaitu kecamatan yang
berada di wilayah Kota Salatiga dan sebagian Kecamatan wilayah
Kabupaten Semarang sebagai berikut :
Yang termasuk wilayah Kota Salatiga yaitu :
a. Kecamatan Sidomukti,
b. Kecamatan Tingkir,
c. Kecamatan Argomulyo,
d. KecamatanSidorejo,
Yang termasuk wilayah Kabupaten Semarang yaitu :
a. Kecamatan Bringin,
b. Kecamatan Bancak,
c. Kecamatan Suruh,
d. Kecamatan Susukan,
e. Kecamatan Kaliwungu,
f. Kecamatan Pabelan,
g. Kecamatan Tuntang,
h. Kecamatan Tengaran,
(http://pengadilanagamasalatiga.blogspot.com/2009/03/profil-pengadilan-agama-salatiga.html)
2. Tugas Pokok
Pengadilan Agama Salatiga melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
30
Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah,
antara lain :
1) Izin beristri lebih dari seorang;
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21
(dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3) Dispensasi kawin;
4) Pencegahan perkawinan;
5) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6) Pembatalan perkawinan;
7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8) Perceraian karena talak;
9) Gugatan perceraian;
10) Penyelesaian harta bersama;
11) Penguasaan anak-anak;
12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
31
13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas
istri;
14) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16) Pencabutan kekuasaan wali;
17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum
Cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua
orang tuanya;
19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak
yang ada di bawah keuasaannya;
20) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan
anak berdasarkan hukum Islam;
21) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran;
22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974
b. Waris
Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
32
pengadilan atas permohoonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris
c. Wasiat
Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat
kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah
yang memberi tersebut meninggal dunia
d. Hibah
Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki
e. Wakaf
Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari'ah.
f. Zakat
Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
g. Infak
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain
33
mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah
Subhanahu Wata'ala.
h. Shodaqah
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain
atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa
dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho
Allah swt. dan pahala semata.
i. Ekonomi Syariah
Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
1) Bank syari'ah;
2) Lembaga keuangan mikro syari'ah;
3) Asuransi syari'ah;
4) Reasuransi syari'ah;
5) Reksa dana syari'ah;
6) Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah
syari'ah;
7) Sekuritas syari'ah;
8) Pembiayaan syari'ah;
9) Pegadaian syari'ah;
10) Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah;
34 3. Fungsi
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :
a. Fungsi mengadili (judicial power)
Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan
perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
b. Fungsi pembinaan
Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada
pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut
teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi
umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide
: pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA
Nomor KMA/080/VIII/2006).
c. Fungsi pengawasan
Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan
tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan
Jurusita / Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajaranya (vide : Pasal 53 ayat
(1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap
pelaksanaan administarsi umum kesekretariatan serta pembangunan.
35 d. Fungsi nasehat
Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada
instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vidwe :
Pasal 52 ayat (1) Undang-undang nomor 3 tahun 2006.
e. Fungsi administratif
Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan
persidangan), dan administratsi umum (kepegawaian, keuangan, dan
umum/perlengkapan). (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).
f. Fungsi lainnya :
1) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat
dengan instansi lain yang terkait,
2) Seperti DEPAG, MUI,Ormas Islam dan lain-lain (vide : Pasal 52 A
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
3) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penilitian dan
sebagainya serta memberi akses yang
4) Seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan
transparansi informasi peradilan,
5) Sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor KMA/144/SK/VIII/2007
6) Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
36 4. Ketenagaan Pengadilan Agama Salatiga
Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Salatiga ( sejak berdirinya
sampai dengan sekarang )
a. Tahun 1949 - 1952 : K. Irsyam
b. Tahun 1953 - 1962 : KH. Muslih
c. Tahun 1963 - 1966 : KH. Musyafak
d. Tahun 1967 - 1974 : K. Sa'dullah
e. Tahun 1975 - 1980 : Drs. H. Imron
f. Tahun 1981 - 1985 : Drs. H. Samsudi Anwar
g. Tahun 1986 - 1988 : Drs. H. Ali Muhson, MH
h. Tahun 1989 - 1993 : Drs. H. Nuh Muslim
i. Tahun 1994 - 1998 : Drs. H. Fadhil Sumadi, SH. M.Hum
j. Tahun 1999 - 2002 : Drs. H. Izzudin Mahbub, SH
k. Tahun 2002 - 2004 : Drs. H. Arifin Bustam, MH
l. Tahun 2004 - 2005 : Drs. Hm. Fauzi Humaidi, SH. MH
m. Tahun 2006 - 2008 : Drs. H. Ahmad Ahrory, SH
n. Tahun 2008 - 2009 : Drs. Faizin, SH. Mhum (Plt Ketua)
o. Tahun 2009 - 2011 : Drs. H. Masruhan MSi, SH. MH
37
B. Data Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012
Perceraian di Pengadilan Agama sangatlah memprihatinkan, data perkara
perceraian di Pengadilan Agama tahun 2012 meliputi cerai gugat sebanyak 744
dan cerai talak sebanyak 380. Untuk cerai gugat yang diputus selama tahun 2012
sebanyak 701 dan untuk cerai talak yang diputus sebanyak. 358. Sedangkan
perkara cerai gugat yang dicabut 27 dan cerai talak yang dicabut sebanyak 18.
Sisanya masing masing 16 untuk cerai gugat dan 4 untuk cerai talak ditolak atau
tidak diterima
Tabel 1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada tahun 2012
38 Sumber ( http://infoperkara.badilag.net/)
Dari keseluruhan data perceraian selama tahun 2012 penulis lebih
memfokuskan lagi untuk pengambilan data perceraian khususnya cerai talak yang
didalamnya membahas tentang perceraian PNS yakni Putusan Pengadilan Agama
Salatiga dengan Register 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal
C. Alasan – alasan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun
1990
Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur Negara, abdi
Negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat daam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada
perundang-undangan yang berlaku termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.
Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian, maka kehidupan
Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera
dan bahagia, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
tugasnya tidak akan terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarga.
Dengan demikian, dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai
Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian, maka dipandang
perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai izin perkawinan dan
perceraian bagi PNS, yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983
tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS diundangkan pada tanggal 21
April 1983 (Lembaran Negara No. 13 Tahun 1983).
Dalam pelaksanaannya beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah No.10
39
Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1983, dapat menghindar baik secara
sengaja maupun tidak terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu Pejabat tidak
dapat mengambil tindakan yang tegas, karena ketidakjelasan rumusan
ketentuan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 itu sendiri, sehingga dapat
memberi peluang untuk melakukan penafsiran individu.
Oleh karena itu dipandang perlu melakukan penyempurnaan dengan
menambah dan/atau mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah
No.10 tahun 1983 tersebut. Beberapa perubahan yang dimaksud adalah
mengenai :
1. kejelasan tentang keharusan mengajukan permintaan izin dalam hal akan
ada perceraian.
2. Larangan bagi PNS wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
3. Pembagian gaji sebagai akibat terjadinya perceraian yang diharapkan dapat
lebih terjamin keadilan bagi kedua belah pihak.
4. Pengertian hidup bersama.
Berdasarkan alasan-alasan/pertimbangan di atas, maka pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 1990 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi PNS tanggal 6 september 1990 (Lembaran Negara No.61
40
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Putusan Pengadilan Agama Salatiga dengan No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal
1. Identitas Para Pihak
J S bin S, Umur 48 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS (Kantor
Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung), Pendidikan S1, bertempat
tinggal di Perum Telaga Mukti C 169 RT 06/07 Kelurahan Jurang,
Kabupaten Temanggung, sebagai Pemohon/Tergugat Rekonpensi
Melawan
E M binti E S, Umur 48 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS
(Guru), Pendidikan S1, bertempat tinggal di Desa Soka RT 05/07
Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, sebagai
Termohon/Penggugat Rekonpensi.
DALAM REKONPENSI
Menimbang, bahwa dalam gugatan Rekonpensi, Penggugat
Rekonpensi mengajukan gugatan agar anak bernama N Y A ditetapkan
dalam pemeliharaan Penggugat Rekonpensi agar Penggugat
Rekonpensi membayar kepada Tergugat Rekonpensi nafkah iddah,
mut’ah, maskan, kiswah, nafkah lampau yang lowong dan nafkah anak.
Menimbang, bahwa gugatan rekonpensi diajukan saat jawaban
dan atas hal yang relevan dengan perkara konpensi, maka secara formil
41
Menimbang, bahwa hal-hal yang telah dipertimbangkan dalam
konpensi, harus pula dinyatakan termasuk dalam pertimbangan dalam
rekonpensi.
Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi telah menyatakan
keberatan untuk bercerai dengan Tergugat Rekonpensi, seperti dalam
sikap dan pernyataan dalam konpensi, maka Penggugat Rekonpensi
telah bersikap mendua (contrario in terminis).
Menimbang, bahwa seperti jawaban Tergugat Rekonpensi, yang
menyatakan Penggugat Rekonpensi pergi sejak awal Januari 2009 dan
baru ditemukan oleh Tergugat Rekonpensi pada bulan April 2009
merupakan bantahan Tergugat Rekonpensi.
Menimbang, bahwa oleh karenanya gugatan Penggugat
Rekonpensi mengenai nafkah yang lalu, nafkah iddah kiswah dan
maskan harus ditolak.
Menimbang, bahwa mengenai mut’ah seperti diatur dalam Pasal
49 huruf (a) KHI dan lagi pula Penggugat rekonpensi mengajukan
gugatan, sedang Tergugat Rekonpensi menyanggupinya sebesar Rp.
5.000.000,- maka menjadi kewajiban bagi Tergugat Rekonpensi untuk
memberikan mut’ah sejumlah tersebut.
Menimbang, bahwa mengenai gugatan terhadap pemeliharaan dan
perwalian atas anak bernama N YA maka dipertimbangkan atas hal
42
Menimbang, bahwa selama ini Penggugat Rekonpensi telah pergi
meninggalkan Tergugat Rekonpensi beserta anaknya, maka demi
kepentingan anak semata-mata anak tersebut ditetapkan dalam
pemeliharaan Tergugat Rekonpensi.
Menimbang, bahwa seperti bukti P4, Bukti P5 dan P9 sebagai
bukti permulaan, memberi persangkaan sifat Penggugat Rekonpensi
tidak tepat sebagai pemegang hak pemeliharaan anak.
Menimbang, bahwa atas pertimbangan-pertimbangan di atas
gugatan Penggugat Rekonpensi mengenai pemeliharaan anak ditolak.
Menimbang, bahwa perkara rekonpensi ini termasuk dalam
bidang perkawinan maka berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang
tentang Peradilan Agama biaya rekonpensi dibebankan kepada
Penggugat Rekonpensi yang di hitung nihil.
Mengingat segala peraturan perundang –undangan yang berlaku
dan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.
MENGADILI
DALAM EKSEPSI
1. Menolak eksepsi Termohon / Penggugat Rekonpensi.
2. Menyatakan Pengadilan Agama Salatiga berwenang memeriksa
43 DALAM REKONPENSI
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Memberikan ijin kepada Pemohon ( Drs. J S bin S) untuk
menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (E M binti E S)
di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga.
3. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
246.000,- (dua ratus empat puluh enam ribu rupiah).
DALAM REKONPENSI
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk sebagian.
2. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar mut’ah
kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima
juta rupiah).
3. Menolak gugatan rekonpensi untuk selebihnya.
4. Menghukum Penggugat Rekonpensi untuk membayar biaya
perkara dalam rekonpensi yang dihitung nihil.
B. Analisis Putusan No. 0001/Pdt.G/2011/PA.Sal
Sebagaimana penulis paparkan sebelumnya
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan majlis hakim dalam menetapkan
putusan perkara tersebut diatas maka penulis akan memaparkan atau
menganalisis pertimbangan hakim yang digunakan majlis hakim tentang
44
Mengingat bahwa seorang pegawai negeri sipil (PNS)
apabila melakukan perceraian dia sudah atau harus minta izin dengan
atasan dimana dia bekerja, dan apabila perceraian itu terjadi atas
kehendak pegawai negeri sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian
gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya. Pembagian gaji
yang dimaksud ialah sepertiga untuk pria (suami), sepertiga untuk bekas
istri dan sepertiga untuk anak kalau memang mempunyai anak. Jika tidak
memiliki anak maka istri mendapatkan bagian setengah. Lain halnya
apabila yang meminta cerai adalah dari pihak istri, maka istri tidak
berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya. Akan tetapi apabila
alasan istri meminta cerai karena tidak bersedia dimadu maka istri bisa
meminta bagian gaji dari suami.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1990 yang
tersebut diatas maka pegawai negeri sipil tidak bisa seenaknya
sendiri misalnya dalam hal perceraian. Jadi pertimbangan majlis hakim
dalam hal pembagian gaji diserahkan pada instansi atau atasan
karena yang lebih berwenang adalah atasan atau instansi terkait pasca
perceraian.
Putusan Hakim Pengadilan Agama Ssalatiga yang memutus
perkara No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, inti pertimbangannya menyatakan
bahwa majlis hakim berpendapat bahwa masalah pembagian gaji tersebut
adalah merupakan kewenangan instansi dimana pemohon bekerja
45
tersebut untuk menyelesaikannya. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa
majlis Hakim Pengadilan Agama Salatiga meskipun tahu akan hukumnya
namun majlis menyadari bahwa tentang penyelesaian pembagian gaji
pegawai negeri sipil terhadap bekas istri lebih tepat diserahkan pada
atasan atau instansi terkait. Dari sini tampak bahwa majlis hakim
sungguh-sungguh menghargai dan menggali nilai-nilai hukum yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Menurut keterangan Termohon perkara
No.0001/Pdt.G/2011/PA.Sal, menyatakan: "Putusan Pengadilan Agama
Salatiga yang menyerahkan pembagian gaji PNS terhadap bekas
istrinya kepada atasan/instansi terkait pasca perceraian itu sudah tepat".
Keterangan Termohon diatas menunjukkan Pengadilan Agama
Salatiga telah membuat putusan yang sesuai dengan keinginan pihak
termohon dan pemohon. Dengan kata lain pemohon dan termohon tidak
merasa dirugikan khususnya dalam aspek pembagian gaji
Apabila memperhatikan perkara sebagaimana yang telah
disebutkan diatas dalam hal ini putusan Pengadilan Agama Salatiga dapat
dijelaskan bahwa Pengadilan Agama Salatiga telah mengambil putusan
yang bukan saja mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum tetapi
juga putusan itu mencerminkan sikap arif dan bijaksana. Karena
Pengadilan Agama Salatiga telah memberi dan melimpahakan masalah
46
Implementasi Pasal 8 PP Nomo 45 Tahun 1990 di Instasni tempat bekerja PNS yang bercerai tidak dapat sepenuhnya di aplikasikan. Ketentuan pembagian gaji kepada mantan isteri dan anak-anaknya ditentukan oleh Kepala instansi terkait dengan mempertimbangkan keadaan dan kesanggupan
suami, dengan tidak membebankan sesuatu yang berada diluar
kemampuannya. selain itu peraturan pemerintah tersebut dianggap oleh pimpinan instansi tidak menjadi pertimbangan lagi dalam kasus perceraian pegawai negeri sipil, kecuali sebagai syarat administratif di Pengadilan Agama, karena peraturan pemerintah tersebut bertentangan dengan ketentuan agama Islam dan peraturan pemerintah tersebut bukan merupakan hukum materil.
Selain dalam kasus ini Kepala Instansi menganggap Pemohon telah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan hutang-hutang termohon tanpa sepengetahuan maupun ijin Termohon karena untuk menjaga wibawa, harkat dan martabat Penggugat Rekonpensi dengan perjanjian untuk sebagai kompensasi sebagai hak dari (Termohon, wawancara tanggal 21 November 2013).