• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tax Morale terhadap Tax Evasion Intention di Surabaya dengan Kepribadian Conscientiousness & Agreeableness sebagai Moderasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh Tax Morale terhadap Tax Evasion Intention di Surabaya dengan Kepribadian Conscientiousness & Agreeableness sebagai Moderasi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TAX MORALE TERHADAP TAX EVASION INTENTION DI SURABAYA DENGAN KEPRIBADIAN CONSCIENTIOUSNESS & AGREEABLENESS SEBAGAI

MODERASI

Ginevra Subiantoro1*, Hari Hananto, S.E., M.Ak.2, M.E. Hastuti, S.E., MDM., Ak.3

1Afiliasi, Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia

2Afiliasi, Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia ginevrasubiantoro@gmail.com1*, hananto@staff.ubaya.ac.id2, mhastuti@staff.ubaya.ac.id3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah moral pajak berpengaruh terhadap intensi penggelapan pajak yang dimoderasi oleh faktor kepribadian kehati-hatian dan keramahan. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Sarjana 1 yang belum berpenghasilan pada perguruan tinggi di Kota Surabaya. Sampel ditentukan menggunakan purposive dan insidental sampling sebanyak 350 responden yang terdiri dari mahasiswa akuntansi dan non-akuntansi dari angkatan 2017-2022. Analisis data dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi moderasi yang diolah menggunakan IBM SPSS versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moral pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensi penggelapan pajak. Kehati-hatian bukan merupakan variabel moderasi dalam hubungan antara moral pajak dan intensi penggelapan pajak. Keramahan memperlemah pengaruh negatif moral pajak terhadap intensi penggelapan pajak dalam tingkat kepercayaan 90%.

Kata Kunci: Moral pajak; Kehati-hatian; Keramahan; Intensi penggelapan pajak

ABSTRACT

This research is aimed to determine whether tax morale has an effect on tax evasion intention, with personality traits such as conscientiousness and agreeableness as moderating variables. The population in this research is focused on unemployed undergraduate students whose currently studying in universities located in Surabaya. The sample was determined using purposive and insidental sampling consists of students pursuing accounting and non-accounting degrees from batch 2017-2022. To analyze the data, this research is using simple linear regression analysis and moderating regression analysis tested with IBM SPSS 25 Version. The results of this study indicates that tax morale have a negative effect on tax evasion intention, conscientiousness was not a moderating variable between the relationship of tax morale and tax evasion intention, lastly agreeableness weaken the negative effect of tax morale on tax evasion intention in the 90%

confidence level.

Keywords: Tax morale; Conscientiousness; Agreeableness; Tax evasion intention

(2)

Histori artikel:

Diunggah: dd-mm-yyyy Direvieu: dd-mm-yyyy Diterima: dd-mm-yyyy Dipublikasikan: dd-mm-yyyy

* Penulis korespondensi : Hari Hananto

PENDAHULUAN

Pajak merupakan pungutan yang wajib mengkontribusikan wajib pajak pada suatu negara untuk diberikan kepada negara yang bersangkutan agar dapat digunakan demi kepentingan dan kesejahteraan negara sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sejak tahun 1983, Indonesia menganut kebijakan self assessment system bagi wajib pajak untuk menghitung, membayar, memungut, memotong, dan melapor besar pajaknya sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya karena implementasi self assessment tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintah. Keinginan pemerintah awalnya ditujukan agar kepatuhan wajib pajak meningkat karena wajib pajak dapat membayar pajak secara sukarela, namun kebijakan ini justru membuat praktik penghindaran pajak menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Meskipun ada cara yang legal untuk menghindari pajak (tax avoidance), tidak bisa dipungkiri bahwa penghindaran pajak secara ilegal atau biasa disebut dengan penggelapan pajak (tax evasion) masih kerap dilakukan.

Beberapa wajib pajak bisa saja melakukan penghindaran pajak secara berkala, namun merasa kurang puas akan hal tersebut sehingga mereka secara sengaja melakukan penggelapan pajak. Pada bulan Maret 2022, dilaporkan terdapat kasus tindak pidana pajak yang terjadi di Surabaya yang menyebabkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp 4,8 miliar. Tidak lama sebelum itu, di tahun 2020 juga terjadi kasus serupa di Surabaya yang merugikan pendapatan negara hingga Rp 5,54 miliar. Kasus-kasus ini membuktikan bahwa kasus penggelapan pajak masih kerap terjadi di Surabaya. Torgler dan Schaltegger (2005) berpendapat bahwa tingkat kepatuhan pajak yang tinggi dijelaskan dengan adanya tax morale. Tax morale didefinisikan sebagai motivasi yang berasal dari diri sendiri dalam membayar pajak. Jika tax morale wajib pajak tinggi maka kepatuhan untuk membayar pajak juga akan tinggi, sedangkan jika tax morale rendah maka lebih memungkinkan bagi wajib pajak untuk melakukan tax evasion.

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) oleh pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diberlakukan pada tahun pajak 2022 untuk membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel yang salah satu tujuannya adalah untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Walaupun demikian, kepatuhan pajak secara sukarela maupun dipaksakan belum tentu memberikan pengaruh maupun perubahan apapun pada perilaku pembayar pajak, melainkan kembali kepada sikap pembayar pajak (Torgler, 2004). Hal ini dapat terjadi karena suatu perilaku

(3)

didasarkan dari sikap yang terbentuk dari kebiasaan seseorang sepanjang hidupnya. Perilaku yang didasarkan dari kebiasaan tersebut dinamakan kepribadian. Roberts (2009) menjelaskan bahwa ciri-ciri kepribadian adalah pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk merespon sesuatu dalam keadaan dan dengan cara tertentu.

Tax morale adalah perilaku individu yang berasal dari dalam diri seseorang untuk membayar pajak dan cenderung bertahan stabil sepanjang, yang dapat juga dikatakan sebagai kepribadian, dalam merespon kewajiban pajaknya. Sehingga ciri-ciri kepribadian juga dapat dijadikan sebagai prediktor yang baik untuk melihat pola perilaku seseorang (McCrae dan Costa, 2008). Penelitian ingin membahas pengaruh tax morale beserta tipe kepribadian seseorang terhadap kepatuhan pajaknya. Seseorang yang melakukan tax evasion (penggelapan pajak) kadang bukan berarti tidak akuntabel dalam penghindaran pajak ataupun bidangnya, melainkan dinilai bisa karena kepribadiannya. Terlepas dari masalah pajak, oleh karena itu dalam merekrut karyawannya, sebuah badan usaha harus melakukan tes kepribadian maupun psikotes untuk melihat kecenderungan prilaku karyawannya.

Dalam lingkup pajak, mahasiswa tergolong dalam dua kategori yaitu mahasiswa yang belum berpenghasilan dan yang sudah berpenghasilan. Dengan adanya fakta kasus penggelapan pajak yang cukup tinggi, perilaku pajak dari orang muda perlu diperhatikan.

Hal ini dikarenakan orang muda yaitu milenial (umur 24-39) dan generasi Z (umur 8-23) telah mendominasi usia produktif saat ini. Rentang usia mahasiswa pada umumnya berada pada fase transisi dari remaja ke dewasa dan merupakan bagian dari generasi Z.

Penelitian ini akan menganalisis perilaku mahasiswa yang belum berpenghasilan dalam melakukan tax evasion intention. Kondisi ini dapat digunakan sebagai prediktor perilaku pajak mereka untuk kedepannya, karena saat ini generasi Z menduduki usia produktif yang terlama dari generasi lainnya.

Ditinjau dari penelitian-penelitian sebelumnya, telah diberlakukan penelitian yang menganalisis kepribadian dan faktor-faktor yang memungkinkan untuk tax evasion intention. Penelitian Owusu, et al. (2022) menunjukkan hasil conscientiousness dan agreeableness yang berhubungan positif dengan tax morale. Namun penelitian Olexova dan Sudzina (2019) menunjukkan bahwa conscientiousness berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak dimana individu yang memiliki conscientiousness tinggi cenderung untuk menghindar dalam membayar pajak. Research gap tersebut dapat terjadi karena kedua peneliti memiliki pendapat dan menggunakan metode yang berbeda. Owusu, et al.

(2022) menggunakan metode SEM-PLS (Partial Least Square) dan berpendapat bahwa kepribadian conscientiousness yang tinggi biasanya akan mengikuti dan bertanggung jawab atas aturan yang ada tanpa adanya paksaan. Sementera itu, Olexova dan Sudzina (2019) menggunakan GLM (metode General Linear Model) berpendapat bahwa dalam membuat keputusan mengenai kemungkinan untuk menggelapkan pajak, orang yang berkepribadian conscientiousness memandang penggelapan pajak itu sebagai masalah profesional yang perlu untuk dipersiapkan sebelumnya, khususnya pengetahuan mengenai Undang-Undang Perpajakan, yuridiksi pajak, dan keterampilan untuk mengorganisasi.

Selain berdasarkan research gap tersebut, penelitian ini juga melanjutkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh kepribadian terhadap tax morale dan tax evasion. Ditinjau dari penelitian Owusu, et al. (2022), telah diberlakukan penelitian lanjutan yang menganalisis kepribadian mahasiswa di Ghana, Afrika Barat dan faktor-faktor

(4)

yang memungkinkan untuk tax evasion intention. Topik penelitian ini penting untuk dilakukan, mengingat bahwa kasus-kasus tax evasion masih kerap terjadi. Menurut Ajzen dan Beck (1991), cara untuk mengukur perilaku seseorang adalah dengan melihat intensi atau niatnya. Semakin tinggi intensinya maka semakin tinggi probabilitas seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Maka, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh tax morale beserta kepribadian sesorang dalam memotivasi tindakan tax evasion.

TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Tax Evasion n

(Houston & Tran, 2001 dan Larkins, Hume, & Garcha, 1997) tax evasion merupakan tindakan pidana yang melanggar hukum, serta tidak sesuai dengan norma sosial yang mengharuskan pajak untuk dibayar. Pelaku tax evasion akan berusaha untuk menyembunyikan tindakannya untuk menghindari pajak secara ilegal. (IMF Fiscal Monitor:

Taxing Times, 2013) tax evasion didefinisikan sebagai tindakan ilegal yang dilakukan oleh individu atau badan usaha untuk menyembunyikan atau mengabaikan kewajiban pajak mereka untuk membayar pajak dengan membayar pajak yang lebih sedikit dari yang seharusnya didasarkan dari Undang-Undang. Tax evasion dan tax avoidance merupakan tindakan yang mirip, namun tak serupa. Perbedaannya, kalau tax avoidance merupakan tindakan yang masih dilakukan dalam lingkup hukum atau legal agar pajak dapat diminimalisasi atau dihilangkan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Penggelapan pajak dapat didasari dari kepercayaan mereka terhadap sistem perpajakan yang ada. Menurut Haufler & Schjelderup (2000) penggelapkan pajak tidak dilihat dari kelas pendapatan individu. Individu dari kelas kekayaan apapun dapat menghindari pajak bahkan badan usaha besar. Biasanya tax evasion dilakukan dengan mengarahkan, menunda, dan mengubah pendapatan. Pirttila (1999) percaya bahwa wajib pajak yang dikategorikan berpenghasilan tinggi lebih memungkinkan untuk ikut serta dalam tax evasion jika dibandingkan dengan wajib pajak yang dikategorikan berpenghasilan rendah. Menurut Torgler (2005), ciri-ciri lain yang menggambarkan tax evasion adalah seseorang menganggap bahwa pajak adalah beban, memiliki tingkat kejujuran yang rendah, dan melakukan tindakan korupsi.

Tax Morale

(Daude et al., 2013) tax morale merupakan suatu motivasi warga dari suatu negara untuk membayar pajak tanpa mengandalkan kewajiban hukum. Motivasi yang dimaksud dari definisi tersebut adalah motivasi yang didorong dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik), bukan dari faktor eksternal dan berkaitan dengan sikap individu (Torgler, 2004). Sedangkan, menurut Luttmer dan Singhal (2014) tax morale didefinisikan sebagai totalitas motivasi non- ekonomi. Selain motivasi intrinsik, motivasi non-ekonomi yang dimaksud yaitu hubungan timbal balik antara masyarakat dengan pemerintah dan pengaruh dari luar atau lingkungan sosial pada perilaku membayar pajak.

Sebagian besar pemerintah terutama di negara berkembang mengalami kesulitan untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak yang didapatnya. Kirchgässner (2010) berargumen bahwa kondisi tersebut dikarenakan adanya penilaian masyarakat mengenai barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah apakah sudah sepadan dengan pajak yang dibayarkan atau tidak.

Penilaian ini menimbulkan teori “just-price” dan moralitas dalam kepatuhan pajak seseorang.

Konsep dari moralitas ini menggambarkan keyakinan seseorang tentang apa yang benar dan

(5)

salah. Meskipun nilai pajak yang dibayarkan melebihi nilai barang dan jasa publik yang disediakan pemerintah, mereka akan tetap membayar pajaknya terlepas dari ketidakadilan yang mereka rasakan. Karakteristik inilah yang menunjukkan adanya tax morale (Allingham dan Sandmo, 1972; Torgler, 2004; Daude et al., 2013).

Torgler (2011) mengungkapkan bahwa pada tahun 1990-an, tax morale mulai menarik perhatian peneliti pajak dan menjadi isu utama dalam penelitian mengenai kepatuhan pajak. Didasarkan dari teori-teori mengenai tax morale, maka tax morale seorang individu berkaitan erat dengan kepatuhan pajaknya. Karena tax morale berkaitan erat dengan kepatuhan pajak, terdapat dua jenis kepatuhan pajak yaitu kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dan kepatuhan yang dipaksakan (enforced compliance). Kedua jenis kepatuhan ini didasarkan dari motivasi intrinsik individu yang membentuk moral pajak mereka.

Menurut Wahyuni, et al. (2019) untuk melakukan penggelapan pajak, pembayar pajak biasanya memiliki kesadaran yang minimal terhadap pentingnya pemenuhan pajak.

Kurangnya kesadaran ini membuat mereka tidak bisa menyadari bahwa menggelapkan pajak merupakan hal yang tidak benar. (Torgler, 2003) keputusan pembayar pajak untuk melakukan tax evasion didasarkan bahwa mereka menganggap bahwa penggelapan pajak merupakan tindakan yang benar bagi mereka. Individu yang memiliki motivasi intrinsik atau motivasi dari dalam diri tinggi untuk membayar pajak akan memiliki intensi pajak yang lebih rendah untuk curang dalam pajak. (Torgler, 2004) “motivasi intrinsik” untuk membayar pajak merupakan penjelasan dari tax morale, dimana motivasi intrinsik ini memengaruhi individu dalam membayar pajak sebagai kewajiban moral dan bukan karena keterpaksaan atau takut akan sanksi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki tax morale yang tinggi akan membayar pajaknya apapun itu alasannya. Dasar moralnya sudah tertanam dalam diri, sehingga mereka tidak berperilaku menyimpang. Uraian-uraian tersebut didukung oleh penelitian Owusu, et al. (2022) yang menunjukkan bahwa tax morale berpengaruh negatif secara signifikan terhadap tax evasion intention. Artinya, semakin tinggi tax morale seseorang maka tax evasion intention-nya akan semakin rendah. Hasil penelitian dari Parwati, et al. (2021) juga menunjukkan bahwa tax morale memberikan pengaruh pada tax evasion. Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1: Tax morale berpengaruh negatif terhadap tax evasion intention.

Tipe Kepribadian

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan berada dalam lingkup masyarakat yang memiliki tata aturan dan norma sosial yang berlaku. Tata aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat ini dibuat untuk dipatuhi oleh masyarakat yang bersangkutan. Kepatuhan individu atau dalam hal ini tax morale dapat didasarkan dari pengaruh sosial yaitu orang- orang dan lingkungan di sekitarnya. Pengaruh sosial ini akan membentuk sikap seseorang untuk berperilaku sesuai dengan pengaruh yang selama ini diterimanya.

Namun, setiap orang memiliki kepribadian yang mencakup perasaan, persepsi diri, sudut pandang, gaya berpikir, dan kebiasaan yang seluruhnya adalah bagian untuk membentuk kepribadian individu. Menurut Pervin (1996), kepribadian seseorang menunjukkan karakteristik yang mewakili pola perilakunya secara konsisten. D. W. Fiske, seorang psikolog telah mencetuskan teori sifat kepribadian model lima besar atau big five

(6)

personality traits model yang kemudian dikembangkan oleh McCrae & Costa (1996) dan terdiri dari 5 komponen kunci yaitu openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism (OCEAN).

Conscientiousness

Individu yang tinggi akan conscientiousness digambarkan sebagai kepribadian cenderung patuh akan kode etik, kebijakan, dan prosedur yang ditetapkan (Costa et al., 1991). Menurut Neill & Hastings (2011) individu dikatakan sebagai seseorang yang berkepribadian conscientiousness tinggi apabila memiliki kehati-hatian sebelum bertindak, kemampuan mengorganisasi yang baik, perencana yang efektif, efisien, bertanggung jawab, dan dapat diandalkan. Feist & Feist (2009) berpendapat bahwa mereka digambarkan sebagai pribadi yang disiplin dan teratur. Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa individu yang tinggi akan conscientiousness tidak dapat memercayai semua hal yang dilihat dan diketahuinya dan cenderung untuk patuh dengan norma dan aturan yang telah ditetapkan.

Menurut Costa & McCrae (1992) didasarkan dari perilakunya yang bertanggung jawab dan bermoral ini membuat individu yang tinggi akan conscientiousness lebih rentan untuk melakukan hal yang benar untuk dirinya sendiri dan orang lain. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kepribadian conscientiousness berpegang teguh kepada prinsip hidup yang dipegang olehnya, taat aturan (termasuk pembayaran pajak), dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Pada kondisi ini, individu yang tinggi akan conscientiousness akan meyakini bahwa menaati aturan yang ada merupakan hal yang benar.

Dengan demikian walaupun tax morale dapat dipenagruhi oleh kondisi eksternal yang dialami oleh individu, yang memungkin seorang yang bermoral tinggi dapat melakukan penggelapan pajak, namun hal tersebut tidak terjadi bila individu tersebut memilki kepribadian conscientiousness yang tinggi. Sesuai dari uraian sebelumnya, diharapkan dengan adanya conscientiousness sebagai moderasi akan memperkuat pengaruh negatif tax morale terhadap tax evasion. Maka, berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:Sehingga hipotesis yang diajukan adalah:

H2: Conscientiousness memperkuat pengaruh negatif tax moraleterhadap tax evasion intention.

Agreeableness

(Costa & McCrae, 1987) agreeableness merupakan kepribadian yang digambarkan untuk bersikap lembut, baik hati, jujur, dan tidak egois. Berbeda dengan conscientiousness yang sifatnya hati-hati dan tidak mudah percaya, Deneve dan Copper (1998) menyatakan bahwa individu berkepribadian tinggi akan agreeableness peka terhadap kebutuhan orang lain sehingga hal ini menggambarkan hubungan interpersonal individu dengan yang lain.

Mereka digambarkan sebagai pribadi yang memiliki empati, menghargai dan menjaga perasaan orang lain (Neill dan Hastings, 2011). Menurut Feist & Feist (2009), individu yang dikatakan sebagai seseorang yang berkepribadian tinggi akan agreeableness yaitu mudah percaya, murah hati, dan mudah menerima dan memahami kebutuhan orang lain.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa individu yang tinggi akan agreeableness akan bersikap jujur dan tidak menutup-nutupi suatu kebenaran (termasuk pembayaran pajak), adil, dan tidak memihak.

(7)

Menurut John & Srivastava (1999) dalam Lau (2013), agreeableness dicirikan dengan suka untuk menciptakan hubungan yang baik dengan orang lain yaitu dengan meminimalkan terjadinya konflik karena keegoisannya. Berdasarkan dari sifat yang tidak egois dan karakteristik lainnya, peneliti berpendapat bahwa mereka memandang tax evasion sebagai hal yang egois, tidak jujur, dan tidak etis. Oleh sebab itu, diharapkan dengan adanya agreeableness sebagai moderasi akan memperkuat pengaruh negatif tax morale terhadap tax evasion. Uraian tersebut didukung dengan pendapat Costa, et al (1991) yang menyatakan bahwa sifatnya yang lugas akan membuat mereka menjadi tulus dengan segala sesuatu yang dihadapinya dan sejalan dengan konsep moralitas karena mereka akan menyesuaikan diri untuk berperilaku dengan benar. Sifat jujur, adil, dan terus terang yang dimilikinya juga sejalan dengan kepatuhan pajak sukarela. Tidak hanya itu, sifat yang menghargai orang lain ini membuat mereka dapat menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan di masyarakat dan cenderung untuk mengikuti aturan yang ada. Uraian ini didukung dengan hasil penelitian. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H3: Agreeableness memperkuat pengaruh negatif tax morale terhadap tax evasion intention.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sampel data primer dari metode penelitian survei yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa di kota Surabaya yang belum berpenghasilan namaun paham mengenai keberadaan pembayaran atau pelaporan pajak secara umum. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada empat yang terdiri dari satu variabel dependen (tax evasion intention), satu variabel independen (tax morale), dan dua variabel moderasi (conscientiousness & agreeableness). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan purposive dan insidental sampling yaitu responden yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dan siapapun yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti jika cocok dengan kriteria yang ditetapkan. Sampel diambil dengan menggunakan rumus Isaac & Michael (Sugiyono, 2013) yang menghasilkan jumlah sampel sebesar 350 responden.

Pada penelitian ini, analisis data, pengolahan data, dan pengujian hipotesis akan menggunakan alat bantu yaitu softwareMicrosoft Excel dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) dengan statisik deskriptif, uji kualitas data (uji validitas dan reliabilitas), uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas), dan uji hipotesis yang terdiri dari:

1. Uji Regresi Linier Berganda

Y = α + β1X + e ……… (H1) Keterangan:

Y = Tax Evasion Intention α = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi X = Tax Morale

e = Batas Kesalahan (Error Tolerance) 2. Uji Regresi Moderasi

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X1*X2 + e ……… (H2)

(8)

Y = α + β1X1 + β2X3 + β3X1*X3 + e ……… (H3) Keterangan:

Y = Tax Evasion Intention α = Konstanta

β1 β2 β3 β4 β5 = Koefisien Regresi X1 = Tax Morale

X2 = Conscientiousness X3 = Agreeableness

X1*X2 = Interaksi antara tax morale dengan conscientiousness X1*X3= Interaksi antara tax morale dengan agreeableness e = Batas Kesalahan (Error Tolerance)

3. Uji Statistik T

Uji t berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individual dalam menjelaskan variabel dependen. Apabila Sig

< 0,05 maka H0 ditolak. Sebaliknya, jika > 0,05 H0 diterima.

4. Uji Statistik F

Uji f berfungsi untuk menguji model regresi yang digunakan secara simultan memiliki pengaruh terhadap variabel dependen atau fit (Ghozali, 2018). Apabila nilai probabilitas < 0,05 maka model regresi fit.

5. Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi berfungsi untuk mengukur besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2018). Nilai adjusted R2 (koefisien determinasi) yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen terbatas.

Jika nilai mendekati satu, maka informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen hampir diberikan seluruhnya oleh variabel independen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 350 responden. Tabel hasil dari penyebaran kuesioner, sebagai berikut:

Tabel 1

Hasil Pengumpulan Kuesioner

Data Jumlah

Data yang digunakan dalam penelitian

350

Data yang tidak digunakan dalam penelitian

19

(9)

Data yang terkumpul 369 Berikut adalah hasil uji statistik deskriptif terhadap 350 sampel:

Tabel 2 Ringkasan Hasil Uji t Model Unstandardized

B

t Sig

Tax Morale -0,519 -6,608 0,000

TM*C 0,036 0,245 0,808

TM*A 0,224 1,961 0,051

Hipotesis 1

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa H1 diterima yaitu tax morale berpengaruh negatif terhadap tax evasion intention. Pengaruh negatif tax morale terhadap tax evasion intention disebabkan oleh sebagian besar responden memiliki motivasi intrinsik untuk membayar/melaporkan pajaknya. Tax morale yang tinggi mengartikan responden meyakini bahwa penggelapan pajak merupakan tindakan yang salah dan mereka akan tetap membayar pajak apapun itu alasannya. Sebagian besar responden secara umum menganggap bahwa pembayaran pajak merupakan kewajiban umum yang harus dipenuhi sebagai warga negara. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Owusu, et al. (2022) yang menunjukkan bahwa tax morale berpengaruh negatif terhadap tax evasion intention, Alleyne & Harris (2017) yang menunjukkan bahwa moral obligations berpengaruh negatif terhadap tax evasion, Indriyani et al., (2018) yang menunjukkan bahwa tax morale berpengaruh negatif terhadap persepsi tax evasion, Riahi- Belkaoui (2004) yang menunjukkan bahwa tax morale berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak, dan Parwati, et al. (2021) yang menunjukkan bahwa tax morale memberikan pengaruh pada tax evasion.

Hipotesis 2

Kedua, hasil penelitian yang didapatkan bahwa H2 ditolak yaitu conscientiousness bukan merupakan variabel pemoderasi yang memperkuat/memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention. Pada dasarnya, kepribadian conscientiousness cenderung bersifat hati-hati, terorganisir, disiplin, dan bertanggung jawab (Neill & Hastings, 2011; Feist & Feist, 2009). Olexova dan Sudzina (2019) berpendapat bahwa bisa saja, dalam membuat keputusan mengenai kemungkinan untuk menggelapkan pajak. Orang yang berkepribadian conscientiousness memandang penggelapan pajak itu sebagai masalah profesional yang perlu untuk dipersiapkan sebelumnya, khususnya untuk menggelapkan pajak dibutuhkan pengetahuan mengenai Undang-Undang Perpajakan, yuridiksi pajak, dan keterampilan untuk mengorganisasi.

Maka, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Moon (2001) yang berpendapat bahwa individu yang tinggi akan conscientiousness tidak selalu berorientasi pada orang lain dan terkadang bertindak didasarkan dari motif yang egois karena mereka berfokus kepada pencapaian dan tujuan mereka sendiri. Motifnya yang egois tersebut mencerminkan bahwa mereka akan melakukan hal apa saja agar tujuan mereka

(10)

tercapai, sehingga jika dikaitkan dengan pendapat Olexova dan Sudzina (2019), apabila individu yang conscientious menganggap penggelapan pajak sebagai masalah profesional yang perlu untuk dipersiapkan sebelumnya, mereka akan berpendirian teguh untuk meraih pencapaian tersebut yaitu untuk menggelapkan pajak. Jacquemet, et al. (2019) juga berpendapat bahwa tipe kepribadian memiliki hubungan yang lemah atau bahkan tidak sama sekali dengan tax morale.

Hipotesis 3

Ketiga, hasil penelitian yang didapatkan bahwa H3 ditolak yaitu agreeableness tidak dapat menjadi variabel pemoderasi yang memperkuat/memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention pada tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi, jika error diperluas menjadi tingkat kepercayaan 90%, agreeableness dapat memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention (H3 diterima pada tingkat signifikansi 10%)

Hasil penelitian ini sejalan penelitian lain yang dilakukan Huels dan Parbooteah (2019) yang berpendapat bahwa penolakan hipotesisnya dikarenakan komponen sosial yang melekat pada agreeableness. Pada dasarnya, kepribadian agreeableness cenderung untuk mempertahankan hubungan positif dengan orang lain dan menghindari konflik (Barrick et al., 2002; Costa & McCrae, 1992; Judge & Zapata 2015) sehingga bila dihadapkan kepada kepentingan yang lebih besar maka kepribadian tersebut. Namun, pola pelaporan pajak seseorang bersifat sangat pribadi. Maka, Huels dan Parbooteah (2019) menganggap bahwa sifatnya yang pribadi itu menjelaskan mengapa komponen sosial agreeableness tidak berpengaruh dalam penelitiannya. Argumen bahwa kepribadian agreeableness cenderung untuk menghindari konflik dengan orang lain juga sejalan dengan penelitian Rustiarini (2012) menunjukkan bahwa agreeableness memperkuat stres kerja dan perilaku disfungsional.

Konteks pada penelitian tersebut adalah dalam tim auditor, jika mengalami stres atau tekanan kerja, maka auditor cenderung untuk menoleransi perilaku disfungsional agar konflik interpersonal dapat terhindari. Sama halnya dengan tax morale, individu yang tinggi akan agreeableness itu terlalu patuh (Graziano dan Eisenberg, 1997). Maka, tidak menutup kemungkinan orang berkepribadian agreeableness yang memiliki tax morale tinggi akan seterusnya berada pada tingkat tersebut.

SIMPULAN

1. Hasil pengujian pertama pada penelitian ini menunjukkan bahwa tax morale berpengaruh negatif terhadap tax evasion intention, yang artinya hipotesis satu (1) diterima. Hasil pengujian ini mengartikan bahwa semakin tinggi tingkat moral pajak seseorang, maka tingkat kecenderungan penggelapan pajaknya semakin rendah, dan begitupun sebaliknya. Dengan hasil yang diperoleh, maka diharapkan agar tax morale seseorang dapat ditingkatkan demi kesejahteraan negara, terutama saat ini pendapatan negara berkembang masih sulit untuk ditingkatkan. Untuk membangun tax morale, dapat dimulai dengan memberikan pengetahuan mengenai moral pajak karena moralitas seseorang itu dibangun berdasarkan dari dalam sendiri dan didorong dari lingkungan di sekitarnya.

2. Hasil pengujian kedua pada penelitian ini menunjukkan bahwa conscientiousness bukan merupakan variabel pemoderasi yang memperkuat/memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention, yang artinya hipotesis dua (2) ditolak. Hasil pengujian

(11)

ini mengartikan bahwa conscientiousness tidak dapat memberikan efek apapun pada tax morale yang dapat memperkuat/memperlemah pengaruh tax morale terhadap tax evasion intention. Dengan hasil yang diperoleh, maka diharapkan agar pemerintah (factor eksternal) tetap menciptakan iklim pajak yang sehat tax morale yang tinggi tetap terjaga.

3. Hasil pengujian ketiga pada penelitian ini menunjukkan bahwa agreeableness tidak dapat menjadi variabel pemoderasi yang memperkuat/memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention pada tingkat kepercayaan 95%, yang artinya hipotesis tiga (3) ditolak. Akan tetapi, jika error diperluas menjadi tingkat kepercayaan 90%, agreeableness memperlemah hubungan antara tax morale dan tax evasion intention. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, maka diharapkan agar badan usaha waspada dengan lingkungan kerjanya apakah dapat memberikan dampak buruk bagi kepribadian agreeableness, serta untuk mencoba membangun tax morale yang lebih tinggi demi badan usaha dan kesejahteraan negara. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kepribadian agreeableness akan lebih mudah untuk menerima pendapat orang lain. Oleh karena itu, sesuai dengan harapan sebelumnya, membangun tax morale dapat dimulai dengan memberikan pengetahuan mengenai moral pajak karena moralitas seseorang itu dibangun berdasarkan dari dalam sendiri dan didorong dari lingkungan di sekitarnya terutama untuk kepribadian agreeableness yang bersifat interpersonal.

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. and Beck, L. (1991), “Predicting dishonest actions using the theory of planned behavior”, Journal of Research in Personality, Vol. 25 No. 3, pp. 285-301.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2022). “Informasi APBN 2022, Melanjutkan Dukungan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/uu-apbn-dan-nota-keuangan/

Alleyne, P. and Harris, T. (2017), “Antecedents of taxpayers’ intentions to engage in tax evasion: evidence from Barbados”, Journal of Financial Reporting and Accounting, Vol. 15 No. 1, pp. 2-21.

Antara News. 2022. DJP Jatim I Gandeng Kejati Ungkap Kerugian Negara Rp4,8 Miliar https://www.antaranews.com/berita/2780621/djp-jatim-i-gandeng-kejati-ungkap- kerugian-negara-rp48-miliar

Barrick, M. R., Stewart, G. L., & Piotrowski, M. (2002). Personality and job performance: Test of the mediating effects of motivation among sales representatives. Journal of Applied Psychology, 87(1), 43–51. https://doi.org/10.1037/0021-9010.87.1.43

Costa, P.T.J. and McCrae, R.R. (1992), “Four ways five factors are basic”, Personality and Individual Differences, Vol. 13 No. 6, pp. 653-665.

Deglaire, E., Daly, P. & Le Lec, F. Exposure to tax dilemmas deteriorate individuals' self-

declared tax morale. Econ Gov 22, 363–397 (2021). https://doi.org/10.1007/s10101- 021-00262-x

Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of Personality (Seventh Ed). McGraw-Hill.

Ghozali, Imam. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25 Edisi 9.

(12)

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Graziano, W.G. and Eisenberg, N. (1997), “Agreeableness: a dimension of personality”, Handbook of Personality Psychology, Academic Press, pp. 795-824.

Huels, B., & Parboteeah, K. P. (2019). Neuroticism, Agreeableness, and Conscientiousness and the Relationship with Individual Taxpayer Compliance Behavior. Journal of Accounting and Finance, 19(4). https://doi.org/10.33423/jaf.v19i4.2181

Indriyani, J. E., Sitawati, R., & Subchan, S. (2018). Pengaruh Moral Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Persepsi atas Tax Evasion dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Variabel Mediasi. Indonesian Journal of Accounting and Governance, 2(2), 35–68.

Jacquemet N, Luchini S, Malezieux A, Shogren J (2019) A psychometric investigation of the personality traits underlying individual tax morale. The BE J Econ Anal Policy 19(3):1935

Judge, T. A., & Zapata, C. P. (2015). The person–situation debate revisited: Effect of situation strength and trait activation on the validity of the big five personality traits in predicting job performance. Academy of Management Journal, 58(4), 1149–1179.

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1996). Toward a new generation of personality theories:

Theoretical contexts for the five-factor model. In J. S. Wiggins (Ed.), The five-factor model of personality: Theoretical perspectives (pp. 51–87). Guilford Press.

McCrae, R.R. and Costa Jr, P.T. (2008), “Empirical and theoretical status of the five-factor model of personality traits”, in Sage Handbook of Personality Theory andAssessment, Boyle, G., Matthews, G. and Saklofske, D. (Eds), Vol. 1, Sage, pp. 273-294.

Moon, H.: 2001, ‘The Two Faces of Conscientiousness: Duty and Achievement Striving in Escalationof Commitment Dilemmas’, Journal of Applied Psychology 86, 533–540.

Neill, T.A.O. and Hastings, S.E. (2011), “Explaining workplace deviance behavior with more than just the ‘big five’”, Personality and Individual Differences, Vol. 50 No. 2, pp. 268- 273.

Olexova, C., Sudzina, F. (2019). “Personality Traits’ (BFI-10) Effect on Tax Compliance”, available at: https://digilib.uhk.cz/

Owusu, G.M.Y., Bart-Plange, M.-A., Koomson, T.A.A. and Arthur, M. (2022), "The effect of personality traits and tax morale on tax evasion intention", Journal of Financial Crime, Vol. 29 No. 1, pp. 272-292. https://doi.org/10.1108/JFC-02-2021-0026

Parwati, N., Muslimin, M., Adam, R., Totanan, C., Yamin, N & Din, M. (2021). The effect of tax morale on tax evasion in the perspective of Tri Hita Karana and tax framing.Accounting, 7(6), 1499-1506.

Riahi-Belkaoui, A. (2004), “Relationship between tax compliance internationally and selected determinants of tax morale”, Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, Vol. 13 No. 22, pp. 135-143.

Rustiarini, Ni Wayan. 2013. Sifat Kepribadian dan Locus of Control Sebagai Pemoderasi Hubungan Stress Kerja dan Perilaku Disfungsional Audit. Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado 25-28 September.

Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

(13)

Bandung: Alfabeta, CV Surabaya Bisnis. 2020. Rugikan Negara Rp5,54 Miliar, Dua Tersangka Surabaya Terancam 6 Tahun Bui

https://surabaya.bisnis.com/read/20200115/531/1190561/rugikan-negara-rp554- miliar-dua-tersangka-pajak-surabaya-terancam-6-tahun-bui

NOTES

1. Artikel untuk 4th National Conference on Accounting and Fraud Auditing (NCAFA) dapat menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Referensi

Dokumen terkait

Bunyi kedua batu merambat melalui zat cair, ketika dua batu yang bersifat padat itu ditemukan didalam zat cair maka zair cair itu akan bergetar dan getaran tersebut meremabat

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa. menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dan berdasarkan Surat Keputusan Panitia

PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. SEPATU DINAS a. Sepatu

Bahwa selanjutnya penjelasan Pasal 24 ayat (3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 menegaskan yang dimaksud dengan pendaftaran hak atas tanah dalam pasal ini

Atribut yang satu ini adalah merupakan atribut yang diciptakan khusus untuk penggunaan di router keluaran vendor Cisco. Atribut ini merupakan atribut dengan priority

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan kebijakan kurikulum dalam pembelajaran NAM anak usia 5-6 tahun di TK Islam dan di RA Kecamatan P

MASYARAKAT DI DESA MANONGKOKI KECAMATAN POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR Skripsi ini adalah studi tentang Tradisi Apanaung Panganreang bagi masyarakat di Desa

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan renja tahun 2012 menunjukan bahwa capaian kinerja program-program pokok dalam bentuk indikator hasil (outcome) yang