• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PERILAKU APARAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BONTO-BONTOA KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA PERILAKU APARAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BONTO-BONTOA KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERILAKU APARAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BONTO-BONTOA

KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA

NURHAYATI NIM. 105610 3553 10

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2014

(2)

POLA PERILAKU APARAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BONTO-BONTOA

KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh:

NURHAYATI

Nomor Stambuk. 10561 03553 10

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2014

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul :

Nama : NURHAYATI

STB. : 105610355310

Prodi : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : FISIPOL Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, April 2014

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Parakkasi Tjaija, M. Si Samsir Rahim, S. Sos., M. Si Mengetahui:

Dekan FISIPOL Ketua Jurusan

Universitas Muhammadiyah Makassar Ilmu Administrasi Negara

Dr. H. Muhlis Madani, M. Si. Burhanuddin, S. Sos., M. Si Pola Perilaku Aparat Dalam Memberikan Pelayanan Terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : NURHAYATI Nomor Stambuk : 105610355310

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, April 2014 Yang Menyatakan,

NURHAYATI

(5)

ABSTRAK

NURHAYATI. 2014. Pola Perilaku Aparat Dalam Memberikan Pelayanan Terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. (Dibimbing oleh H. Parakkasi Tjaija dan Samsir Rahim).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan faktor-faktor penghambat dan pendukung perilaku aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif, dalam menganalisis data menggunakan model analisis deskiptif analitik dengan lokasi penelitian di Kelurahan Bonto- Bontoa Kec. Somba Opu Kab. Gowa. Sumber data dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan dengan teknik analisis data penelitian secara teknis dilaksanakan secara induktif yaitu analisa yang dimulai dari pengumpulkan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perilaku aparat aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat meliputi 1) pola perilaku berdasarkan pengetahuan meliputi faktor prinsip profesionalisme, faktor kewajiban dan hak aparat kelurahan dan masyarakat, serta larangan bagi aparat kelurahan dan masyarakat, dan 2) Pola perilaku aparat kelurahan berdasarkan sikap dan tindakan meliputi faktor kesetaraan, faktor pengawasan, faktor penegakan hukum, faktor daya tanggap, faktor efisien dan efektivitas, faktor partisipasi, faktor profesionalisme, faktor akuntabilitas dan transparansi pelayanan masyarakat. Faktor-faktor penghambat dan pendukung perilaku aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat meliputi 1) faktor pendukung yang meliputi sosialisasi langsung ke masyarakat, kemampuan sumber daya manusia (SDM), dan sarana serta prasarana pendukung dalam pemberian layanan juga sudah memadai dan 2) faktor penghambat meliputi faktor komunikasi dan faktor waktu dalam mengurus administrasi kependudukan oleh masyarakat di kantor Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

Kata Kunci: Perilaku, Pelayanan, Masyarakat

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur atas izin dan petunjuk Allah Subhanahu Wa Taala, sehingga skripsi dengan Judul: “Pola Perilaku Aparat Dalam Memberikan Pelayanan Terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa” dapat diselesaikan.. Tak lupa juga penulis panjatkan salawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, Rasul Allah Subhanahu Wa Taala yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam terang benderang dengan segala da’wahnya yang sarat dengan petunjuk dan nasehat agama. Nabi yang memberikan pelajaran tentang ilmu pengetahuan dan agama bagi seluruh ummat manusia di muka bumi.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada Drs. H. Parakkasi Tjaija, M. Si selaku pembimbing I dengan segala kerendahan hatinya telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Samsir Rahim, S. Sos., M. Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis walaupun disibukkan dengan aktivitas lain.

Dr. Irwan Akib, M. Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Drs. Muhlis Madani, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Burhanuddin, S. Sos., M. Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

(7)

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar atas segala bimbingan yang telah diberikan selama ini. Bapak/Ibu Dosen penguji atas segala bimbingan yang diberikan dalam penyusunan instrumen penelitian. Seluruh Bapak dan Ibu dosen di Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan banyak ilmu dan berbagi pengalaman selama penulis menimba ilmu.

Kepala Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa (Khutbah, S. IP., M. Si) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi tersebut. Bapak dan Ibu Pegawai/staff Kelurahan Bonto-Bontoa Kec. Somba Opu Kab. Gowa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian instansi tersebut.

Ayahanda dan ibunda tercinta atas segala doa yang senantiasa diberikan kepada ananda dalam mengikuti proses pendidikan. Kepada saudara dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, dan selalu memberikan nasehat-nasehat selama penulis menuntut ilmu di Makassar.

Kepada rekan-rekan mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar terima kasih atas kerja sama dan kekompakan yang diberikan selama menjalani perkuliahan. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan tidak sempat disebutkan satu persatu semoga menjadi ibadah dan mendapat imbalan dari-Nya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya dan tiada manusia yang luput dari salah dan khilaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat

(8)

membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga saran dan kritik tersebut menjadi motivasi kepada penulis untuk lebih tekun lagi belajar.

Amin.

Makassar, April 2014

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ...

Halaman Persetujuan Skripsi ...

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... . Abstrak ...

Kata Pengantar ...

Daftar Isi...

Daftar Tabel ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……….

B. Rumusan Masalah………...

C. Tujuan Penelitian………

D. Manfaat Hasil Penelitian………

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Pola Perilaku Aparat Pemerintah Kelurahan.……….

B. Aparat Pemerintah Kelurahan ...

C. Konsep Pelayanan Publik atau Masyarakat ...

D. Masyarakat Multietnik ...

E. Kerangka Pikir ...

F. Definisi Operasional Variabel ...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ...

B. Tipe dan Jenis Penelitian………...

C. Sumber Data ...

D. Metode Pengumpulan Data………..

E. Informan Penelitian ...

F. Teknik Pengumpulan Data………

G. Teknik Analisis Data ...

H. Jadwal Penelitian………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi dan Karakteristik Objek Penelitian ...

B. Pola Perilaku Aparat Kelurahan dalam memberikan pelayanan terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu kabupaten Gowa ...

C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemberian Pelayanan terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa ...

ii iii iv v vi ix xii

1 8 8 9

31 31 32 32 34 36 37 39

40

52

67 10 14 17 23 27 30

(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...

LAMPIRAN ...

72 72 74 76 77

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1 Informan Data Penelitian… ... 35

Tabel 2 Jadwal Penelitian ... 39

Tabel 3 Jumlah Pegawai Kelurahan menurut Golongan ... 41

Tabel 4 Jumlah Pegawai Kelurahan Bonto-Bontoa menurut Tingkat Pendidikan ... 41

Tabel 5 Jumlah Pegawai Kelurahan Bonto-Bontoa menurut Jenis Kelamin ... 42

Tabel 6 Jumlah Penduduk Kelurahan Bonto-Bontoa menurut Lingkungan ... 42

Tabel 7 Jumlah Penduduk Kelurahan Bonto-Bontoa menurut jenis kelamin ... 42

Tabel 8 Jumlah Penduduk Lingkungan Bonto-Bontoa ... 43

Tabel 9 Jumlah Penduduk Lingkungan Bonto Kamase ... 43

Tabel 10 Pergeseran Nilai-Nilai Menuju Profesionalisme Aparatur ... 57

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Kerangka Penelitian… ... 29

Gambar 2 Struktur organisasi Kelurahan Bonto-Bontoa ... 44

Gambar 3 Struktur organisasi Lingkungan Bonto-Bontoa……….45

Gambar 4 Struktur organisasi Lingkungan Bonto Kamase………46

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan sejumlah pulau besar yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Letak, jarak dan jumlah pulau yang banyak, mempengaruhi kebudayaan masyarakat Indonesia, sehingga wilayah Indonesia memiliki 500 jenis kebudayaan. Keberagaman ini harus dipelihara karena merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia di mata dunia internasional.

Keanekaragaman budaya sebaiknya dikelola dengan baik untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Keberagaman budaya dan etnik dapat berfungsi mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat Indonesia. Tetapi jika keberagaman ini tidak dikelola dengan baik, maka konflik akan mudah terjadi dan dapat

1

(14)

memecah persatuan bangsa Indonesia. Untuk itu solidaritas antara masyarakat perlu dikembangkan sehingga masyarakat dapat menerima perbedaan satu sama lain. Masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, sehingga masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multietnik yaitu masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat. Sejak proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia telah banyak mengalami masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih-lebih pada era reformasi, kemajemukan masyarakat cenderung menjadi beban dan masalah bangsa Indonesia. Hal itu terbukti dengan munculnya masalah sosial yang berbau sara yang dipicu dari kondisi masyarakat yang kadang kala tidak sepaham dan terjadi konflik vertikal maupun horizontal dengan aparat penyelanggara pemerintahan.

Reformasi dilakukan untuk mewujudkan aparatur negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan pelayanan yang prima sebagaimana diharapkan masyarakat. Agar harapan tersebut dapat menjadi kenyataan maka dituntut adanya suatu sikap aparatur yang baik, integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi.

Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka aparat pemerintahan di daerah diharapkan dapat mengelola dan menyelenggaraan

(15)

pelayanan dengan lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Terdapat beberapa persoalan utama yang merupakan bagian dari sejarah masa lalu bangsa Indonesia yang efeknya masih dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang hidup pada masa sekarang ini, yang sekaligus merupakan indikator penyebab terjadinya krisis multidimensi yang masih melanda bangsa Indonesia hingga saat ini khususnya dalam hal pelayanan kepada masyarakat yang dalam sebuah komunitas memiliki latar belakang budaya, suku dan budaya yang beragam.

Melihat kondisi tersebut, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk senantiasa mendorong dan mengoptimalkan potensi-potensi dalam masyarakat dalam wilayah otoritasnya agar pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik baik dalam aspek pelayanan publik dan sosial kepada masyarakat dalam sebuah kominitas kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dijelaskan bahwa salah satu tujuan umum Reformasi Birokrasi adalah membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan kemampuan memberikan pelayanan yang prima. Maka nampak bahwa pelayanan publik mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai salah satu fungsi pemerintah disamping regulasi dan pemberdayaan. Pelayanan Publik merupakan suatu sistem, dalam arti masyarakat sebagai pemohon atau pengguna layanan harus diberikan akses yang seluas-luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Prinsip

(16)

keterbukaan mempunyai peranan penting untuk terbangunnya pelayanan publik yang berkualitas.

Bertitik tolak dari Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 juga dijelaskan bahwa tujuan khusus yang ingin dicapai adalah Birokrasi yang transparan (terbuka) dan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dengan harapan sasaran umum dari Reformasi Birokrasi yakni terjadinya perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan.

Maka upaya untuk mewujudkan keterbukaan dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan suatu keharusan dalam rangka terselenggaranya pelayanan publik yang terbuka, akuntabel, efektif dan non-diskriminatif.

Penerapan nilai budaya keterbukaan juga akan mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik.

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, secara logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antar budaya dan prasangka sosial yang akan selalu terjadi karena permasalahan yang senantiasa terkait erat dengan hubungan antar masyarakat yang satu dengan dengan masyarakat yang lain. Nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individual yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi kebudayaan yang khas.

(17)

Prasangka sosial merupakan faktor yang potensial menciptakan konflik antar masyarakat multietnik. Atas alasan demikian, prasangka sosial dapat dikategorikan sebagai ancaman yang besar dan berbahaya bagi terbentuknya suatu masyarakat multietnik yang sehat. Dalam rangka membentuk masyarakat plural (multietnic) yang sehat dan damai, rendahnya prasangka adalah prasyarat penting.

Kelurahan merupakan dasar dari satuan pemerintahan yang terkecil dari suatu komunitas pemerintahan negara. Sehingga boleh dikatakan bahwa keberhasilan dalam melakukan pembangunan juga tergantung dari sejauh mana partisipasi masyarakat setempat beserta aparatur pemerintahan kelurahan dalam perencanaan pembangunan tersebut khususnya dari segi pelayanan publik. Para aparatur pemerintah kelurahan harus berperan sebagai pelayan masyarakat dalam urusan-urusan administrasi dan kependudukan yang menjadi wewenang dari pihak kelurahan.

Menurut Ridwan (2009: 28) mengemukakan bahwa hingga saat ini pelayanan yang telah diberikan kepada masyarakat, terkadang masih sulit untuk dapat diakses langsung oleh masyarakat dan prosedur yang terkadang berbelit- belit dan sering menyulitkan masyarakat ketika harus mengurus surat atau izin tertentu di kelurahan, biaya yang tidak jelas serta terjadinya pungutan liar (pungli), saat ini menjadi cerminan rendahnya kualitas pelayanan di Indonesia.

Dimana ini juga merupakan bagian akibat dari berbagai program pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, namun saat ini masih jauh sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Selain itu juga ada kecenderungan ketidakadilan didalam pelayanan yang diberikan, dimana masyarakat yang

(18)

tergolong miskin akan sulit untuk mendapat pelayanan yang baik dan berkualitas dari pihak kelurahan. Sebaliknya masyarakat yang memiliki uang akan lebih mudah dalam menyelesaikan urusannya. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks untuk memperoleh pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintah Kelurahan yang merupakan dasar dalam menuju masyarakat yang berkembang yaitu kelurahan tidak lagi menjadi level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan daerah tetapi menjadi masyarakat yang mandiri. Sehingga setiap masyarakat yang berada pada lingkungan kelurahan berhak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat sesuai dengan kepentingannya sendiri. Disini harus dipahami bahwa kelurahan merupakan suatu kesatuan hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan melayani semua kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya menuju kesejahteraan.

Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat diharapkan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri, di mana paradigma pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan masyarakat. Dengan demikian diharapkan bahwa

(19)

aparat pemerintahan khususnya pada tingkat kelurahan dapat meningkatkan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat. Sekarang ini kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat telah mengalami penurunan kualitas dan perlu diadakan perbaikan, bila dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) maka pelayanan yang diberikan masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat dan masih memiliki berbagai kelemahan.

Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu masyarakat sering mengalami kendala dan hambatan dalam hal pelayanan yang diberikan oleh para aparat keluruhan. Perilaku yang tidak ramah dan senantiasa tidak memberikan pelayanan yang seharusnya khususnya bagi masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Perilaku ini merupakan tindak diskriminatif bagi masyarakat yang memiliki ragam suku, agama, ekonomi, pendidikan dan budaya serta adat istiadat yang berbeda-beda.

Masalah-masalah kesenjangan dan pelayanan yang tidak menyenangkan yang diberikan oleh para aparat kelurahan menjadi keluhan utama masyarakat, misalnya dalam mengurus KTP, KK, akte kelahiran, pembagian raskin, pendataan bantuan masyarakat miskin dan hal-hal lain yang terkait dengan pelayanan masyarakat. Pola perilaku tersebut bisa menimbulkan ekses berupa kesejangan dan konflik ditengah-tengah kehidupan multietnik di daerah tersebut.

(20)

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian secara ilmiah melalui penelitian dengn judul “Pola Perilaku Aparat dalam Memberikan Pelayanan Terhadap Masyarakat Di Kelurahan Bonto- Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

2. Apa faktor-faktor penghambat dan pendukung perilaku aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui pola perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di Kelurahan Bonto- Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung perilaku aparat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Manfaat Secara Teoretis dan Akademis

a. Sebagai bahan pengembangan khasanah ilmu pengetahuan bagi peneliti khususnya yang berkaitan dengan pola perilaku pelayanan aparat kelurahan terhadap masyarakat.

b. Sebagai bahan referensi dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

c. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah Kelurahan di Kabupaten Gowa dalam peningkatan pelayanan publik terhadap masyarakat.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Gowa khususnya di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu yang berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat.

b. Sebagai bahan informasi bagi seluruh aparatur pemerintah di Kabupaten Gowa tentang pelayanan publik terhadap masyarakat.

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Perilaku Aparatur Pemerintah Kelurahan 1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Hasan, 2004: 56). Perilaku senantiasa dijadikan sebagai bahan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, obyek atau issue. Perilaku adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek pada pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.

Menurut Lysen, (2007: 23) mengemukakan bahwa perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Perilaku merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara- cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecendrungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Menurut Abdulsyani, (2007: 56) menjelaskan bahwa perilaku adalah tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kondisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan

10

(23)

memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Ada 3 (tiga) domain perilaku yaitu;

a) Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

b) Sikap (attitude)

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

c) Tindakan (practice)

Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan Agar sikap terwujud dalam perilaku nyata diperlukan faktor pendukung dan fasilitas. Tindakan merupakan cerminan diri dan perilaku seseorang dalam kehidupan sosialnya. Tindakan senantiasa dikonotasikan

(24)

dengan aktivitas-aktivitas yang sering dilakukan seseorang dalam lingkungannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dipahami bahwa perilaku adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menemukan suatu solusi dari permasalahan yang timbul.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang a) Faktor genetik atau faktor endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:

1) Ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya.

2) Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari- hari. Pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan.

3) Sifat fisik. Kalau kita amati perilaku individu akan berbeda- beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.

4) Sifat kepribadian. Perilaku individu adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya

(25)

perbedaan kepribadian yang dimiliki individu yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan seperti pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai, dan kepercayaan yang dianutnya.

5) Bakat Pembawaan. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.

6) Inteligensi. Kita mengenal ada individu yang inteligen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki inteligensi rendah

dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat (Hasan, 2004: 76).

b) Faktor eksogen atau faktor dari luar individu

Menurut Hasan, (2004: 79) faktor eksogen atau dari luar diri individu antara lain:

1) Faktor lingkungan . Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik fisik, biologis, maupun sosial.

Ternyata lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku.

2) Pendidikan. Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.

(26)

3) Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu.

4) Sosial ekonomi. Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi. Khusus menyangkut lingkungan sosial ekonomi, sebagai contoh keluarga yang status sosial ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku individu- individu yang ada di dalam keluarga tersebut.

Sebaliknya, keluarga yang sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari.

5) Kebudayaan. Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat- istiadat atau peradaban manusia. Ternyata hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa perilaku seseorang dalam melakukan aktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu.

B. Aparat Pemerintahan Kelurahan

Menurut pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 tahun 2005 mengemukakan bahwa Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat kerja Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan. Sementara itu dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 2005 mengemukakan bahwa:

(27)

1) Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang berkedudukan di wilayah Kecamatan.

2) Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

3) Lurah diangkat oleh Walikota/Bupati atas usul Camat dari Pegawai Negeri Sipil.

4) Syarat-yarat lurah meliputi; 1) Pangkat/golongan minimal Penata (III/c). 2) Masa kerja minimal 10 tahun.

5) Kemampuan tekhnis dibidang administrasi pemerintahan dan memahami keadaan sosial budaya masyarakat setempat.

Kelurahan sebagai kesatuan wilayah terkecil didalam wilayah Kecamatan didaerah Kabupaten/Kota, dapat berfungsi sebaga unit kerja pelayanan pada masyarakat berdasarkan pelimpahan sebagian kewenangan dari Camat kepada Lurah. Sehingga dalam tugas pokok dan fungsinya, pemerintah kelurahan menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dalam ruang lingkup kelurahan sesuai batas-batas kewenangan yang dilimpahkan Camat.

Pemerintah kelurahan perlu memiliki kemandirian dan akuntabilitas publik yang cukup memadai, dalam interaksinya yang bersifat langsung dengan masyarakat diwilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana pemerintahan yang terendah dibawah kecamatan, jenis-jenis pelayanan yang dapat dikoordinasikan penyelenggaraannya oleh lurah adalah beragam dengan kriteria yang mencakup pelayanan kebutuhan dasar masyarakat; seperti pelayanan pembuatan KTP, pencatatan akta tanah, pelayanan kesehatan, penyuluhan masyarakat, tata pembagian air untuk pertanian (irigasi) dan sebagainya. Pembentukan kelurahan sebagai unit pemerintahan terkecil dibawah kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah melalui analisis potensi daerah,

(28)

beban kerja daerah dengan memperhatikan prinsip-prinsip efektivitas, efisiensi, responsivitas, fleksibilitas, rasionalitas, rentang kendali dan akuntabilitas.

Susunan Organisasi Pemerintah Kelurahan terdiri dari:

1. Kepala Kelurahan 2. Sekretaris Kelurahan

3. Kepala-kepala urusan, minimal 3 dan maksimal 5.

4. Kepala-kepala lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Kepala urusan minimal 3, yaitu;

a) Urusan Pemerintahan

b) Urusan Perekonomian dan Pembangunan c) Urusan Keuangan dan Urusan Umum

Kepala urusan maksimal 5, yaitu;

1) Urusan Pemerintahan

2) Urusan Perekonomian dan pembangunan 3) Urusan Kesejahteraan rakyat

4) Urusan Keuangan 5) Urusan Umum

TUPOKSI aparat pemerintahan Kelurahan meliputi;

1) Pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan.

2) Pemberdayaan masyarakat.

3) Pelayanan masyarakat

4) Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.

5) Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

(29)

6) Pembinaan lembaga kemasyarakatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa aparat pemerintahan kelurahan mempunyai sistem kelembagaan, tugas pokok, fungsi, wewenang dan kewajiban dalam pelaksanaan pemerintahan ditingkat kelurahan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.

C. Konsep Pelayanan Publik atau Masyarakat 1. Pengertian Pelayanan Publik

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Sedangkan pelayanan publik menurut Roth (2006: 1) adalah layanan yang tersedia untuk masyarakat, baik secara umum (seperti di museum) atau secara khusus (seperti di restoran makanan). Dan Lewis dan Gilman (2005: 22) mendefinisikan pelayanan publik adalah kepercayaan publik.

Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik.

(30)

Istilah ini dikaitkan dengan konsensus sosial (biasanya diwujudkan melalui pemilihan demokratis), yaitu bahwa layanan tertentu harus tersedia untuk semua kalangan tanpa mamandang pendapatan mereka. Bahkan apabila layanan- layanan umum tersebut tersedia secara umum atau dibiayai oleh umum, layanan- layanan tersebut, karena alasan politis atau sosial, berada di bawah peraturan/regulasi yang lebih tinggi daripada peraturan yang berlaku untuk sektor ekonomi. Istilah layanan publik juga merupakan istilah lain untuk layanan sipil.

2. Unsur-unsur Pelayanan Publik

Terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu (Bharata, 2004: 11);

a) Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services).

b) Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.

c) Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

d) Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

(31)

Ciri-ciri pelayanan publik yang baik adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut (Kasmir, 2006: 34);

1) Tersedianya karyawan yang baik.

2) Tersedianya sarana dan prasarana yang baik.

3) Bertanggung jawab kepada setiap nasabah (pelanggan) sejak awal hingga akhir.

4) Mampu melayani secara cepat dan tepat.

5) Mampu berkomunikasi.

6) Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi.

7) Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik.

8) Berusaha memahami kebutuhan nasabah (pelanggan).

9) Mampu memberikan kepercayaan kepada nasabah (pelanggan).

3. Asas-asas Pelayanan Publik

Terdapat beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan yang harus diperhatikan, yaitu (Ratminto dan Winarsih, 2006: 245);

a) Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa pelayanan.

b) Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep one stop shop benar-benar diterapkan.

c) Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.

(32)

d) Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar- benar diperlukan.

e) Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan distribusi kewenangan.

f) Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan mungkin.

g) Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.

h) Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan).

i) Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.

j) Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.

k) Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul

(33)

keluhan, maka harus dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.

4. Prinsip Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003 (Ratminto dan Winarsih, 2007: 22) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;

a) Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

b) Kejelasan. Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal;

1) Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.

2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

c) Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d) Akurasi. Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

e) Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

(34)

f) Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g) Kelengkapan sarana dan prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

h) Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

i) Kedisplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j) Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pelayanan publik adalah bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah baik yang berupa barang maupun jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat ataupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada asas dan prinsip pelayanan.

(35)

D. Masyarakat Multietnik

1. Konsep Masyarakat Multietnik

Menurut Sumardjan dalam Agussalim (2004: 34) mengemukakan Masyarakat adalah orang hidup bersama menghasilkan Kebudayaan. Menurut Koetjaraningrat dalam Agussalim (2004: 34) mengemukakan Masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas yang sama. Sejalan dengan pendapat diatas, Ralph Linton dalam Agussalim (2004: 34) mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang bekerjasama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan hidup bersama dan menjadi satu kesatuan.

Menurut data hasil sensus pemerintah terakhir tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.556.363 yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki karateristik sebagai negara multietnik. Di Indonesia diperkirakan terdapat 316 suku bangsa dengan 250 bahasa daerah (Khafi, 2010: 35). Bangsa Indonesia menyadari dan menghormati adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Tetapi perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan karena sejak dulu bangsa Indonesia mempunyai semboyan

“Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu.

Kebhinekan itu tetap dalam ketunggal ikaan, yaitu niat kuat dan kemauan keras mewujudkan kesatuan Indonesia dengan wawasan nusantara. Atas dasar itu, maka bangsa Indonesia menyadari pentingnya persatuan bangsa, yang dalam arti satu tidak harus sama. Dengan keberagaman ini Indonesia patut berbangga dengan

(36)

kekayaan kebudayaan yang dimilikinya. Tetapi meskipun demikian, negara Indonesia harus berhati-hati karena jika tidak maka keberagaman etnik tersebut dapat menjadi bom waktu yang siap meledak dan menghancurkan persatuan bangsa Indonesia sendiri. Kesadaran etnik yang bermunculan di berbagai wilayah di tanah air akan mengarah pada perbenturan peradaban bangsa kita. Masalah- masalah sosial akan memunculkan konflik dalam masyarakat multietnik. Untuk itu diperlukan metode yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik berbasis etnik.

Konflik yang selama ini terjadi di Indonesia, sebenarnya dapat dicegah sejak dulu melalui proses sosialisasi dan pendidikan tetapi karena kurangnya perhatian dari pemerintah dan masyarakat, akhirnya kedua proses tersebut tidak dapat berjalan dengan baik yang akhirnya mengakibatkan konflik seperti konflik Aceh, Ambon, kerusuhan Sampit dan konflik lainnya. Meskipun cara perundingan telah menyelesaikan konflik tersebut, tetapi jika masyarakat terlebih-lebih generasi muda tidak diberikan pendidikan solidaritas maka, konflik tersebut bukan tidak mungkin terjadi dimasa yang akan datang.

2. Masalah-masalah masyarakat multietnik

Keberagaman etnik di Indonesia, jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan terjadinya konflik dan pertentangan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hal itu disebabkan oleh;

a) Menguatnya Primordialisme dan Etnosentrisme

Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat,

(37)

kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Dalam kehidupanya sehari-hari suatu individu atau kelompok etnik pasti akan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat disekitarnya yang memilik etnik yang berbeda. Dalam interaksi tersebut para pelaku dari berbagai kelompok etnik akan menyadari bahwa terdapat perbedaan kelompok di antara mereka dan akan cenderung memamerkan perbedaan etnik masing- masing. Sikap primordialisme yang berlebihan tersebut akan memunculkan sikap etnosentrisme. Sikap etnosentrisme adalah sikap membandingkan kebudayaan lain dengan kebudayaan dirinya sendiri dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di dalam kebudayaannya. Dengan sikap etnosentrisme ini maka seorang individu atau kelompok akan menganggap remeh kebudayaan lain karena dia merasa kebudayaannyalah yang terbaik.

b) Ketidakadilan Sosial

Ketidakadilan sosial merupakan masalah serius, karena dalam masalah ini akan ada pihak-pihak yang merasa diuntungkan dan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Di zaman modern ini masyarakat semakin sadar dengan hak-hak yang harus mereka dapatkan. Bukan hanya hak di bidang politik tetapi juga hak di bidang ekonomi, misalnya pangan, kesehatan, atau pekerjaan. Ketidakadilan sosial ini dapat menyebabkan konflik karena kelompok yang merasa dirugikan atau disingkirkan akan menuntut hak-hak mereka dengan cara-cara yang mereka anggap benar, ada yang melalu cara damai seperti perundingan dan ada juga yang melalui jalan kekerasan seperti melakukan kerusuhan bahkan pembantaian terhadap individu atau kelompok

(38)

yang mereka anggap bertanggung jawab atas ketidakadilan sosial yang mereka alami.

3. Masyarakat Indonesia Sebagai Masyarakat Multietnik

Masyarakat Indonesia terdiri dari komunitas etnik yang berbeda-beda, Komunitas etnik tersebut hidup terpisah-pisah dan masing-masing memiliki moralitasnya sendiri. Secara antropologis masyarakat Indonesia terdiri dari 500 suku bangsa dengan ciri-ciri bahasa dan budaya tersendiri. Masyarakat Indonesia ditandai dengan beragamnya perangkat aturan nilai yang digunakan untuk menata kehidupan sosial manusia dan masing-masing aturan nilai tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang berada dalam budaya ataupun wilayah tertentu sehinggga tidak ada sabuk pengikat kehidupan bersama.

Menurut Smith (Marzali, 2007: 23), masyarakat multietnik diikat dengan adanya dominasi kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Jadi, dalam konteks ini Smith menjelaskan bahwa telah terjadi diskriminasi rasial di dalam masyarakat multietnik.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku, bahasa, agama, adat dan istiadat. Sehingga Indonesia dapat disebut sebagai negara yang plural atau bersifat majemuk. Oleh sebab itu, Indonesia sangat terkait erat dengan masalah keamanan dan ketentraman yang tentu lebih sulit menjaganya daripada ketentraman dan keamanan masyarakat yang homogen. Contohnya keragaman etnik dan agama di Ambon yang telah menimbulkan sebuah konflik. Hal ini disebabkan masyarakat yang bersifat etnosentris, yang justru menjadi faktor utama terjadinya berbagai keretakan hubungan antarwarga.

(39)

Dalam masyarakat ada dua kemungkinan yang dapat muncul yaitu kemungkinan menerima atau menolak kemajemukan. Sikap yang lebih baik adalah menerima kemajemukan sebagai bagian dari hidup masyarakat dan berusaha hidup berdampingan antar masyarakat yang satu dengan masyarkat lain yang berbeda ras, suku, budaya, agama, bahasa dan sebagainya.

E. Kerangka Pikir

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu pelayanan.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dijelaskan bahwa salah satu tujuan umum Reformasi Birokrasi adalah membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan kemampuan memberikan pelayanan yang prima. Maka nampak bahwa pelayanan publik mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai salah satu fungsi pemerintah disamping regulasi dan pemberdayaan. Pelayanan Publik merupakan suatu sistem, dalam arti masyarakat sebagai pemohon atau pengguna layanan harus diberikan akses yang seluas-luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah

(40)

dan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Prinsip keterbukaan mempunyai peranan penting untuk terbangunnya pelayanan publik yang berkualitas.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintah Kelurahan yang merupakan dasar dalam menuju masyarakat yang berkembang yaitu kelurahan tidak lagi menjadi level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan daerah tetapi menjadi masyarakat yang mandiri. Sehingga setiap masyarakat yang berada pada lingkungan kelurahan berhak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat sesuai dengan kepentingannya sendiri. Disini harus dipahami bahwa kelurahan merupakan suatu kesatuan hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan melayani semua kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya menuju kesejahteraan.

(41)

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 1. Skema kerangka pikir penelitian Kelurahan Pola Perilaku Aparat

Pemerintahan

Indikator Perilaku:

1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Efektifitas

1. Faktor Internal 2. Faktor Eksternal

Kepuasan Masyarakat

(42)

F. Definisi Operasional Variabel

Adapun penjelasan mengenai defenisi operasional variabel dalam penelitian ini ialah:

1. Perilaku adalah suatu aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

2. Faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan aparat dari dalam dirinya.

3. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempenagruhi pelayanan aparat dari luar dirinya.

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan tugas dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas pelayanan.

5. Sikap adalah reaksi terhadap suatu objek dilingkungan sekitar kita melakukan aktivitas.

6. Tindakan adalah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menemukan suatu solusi dari permasalahan yang timbul.

7. Pelayanan Publik adalah pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Maret tahun 2014.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Lokasi ini dipilih dalam penelitian karena daerah ini dekat dengan tempat tinggal peneliti dan kelurahan ini memiliki cirri khas dalam pelayanan kepada masyarakatnya, sehingga menjadi landasan utama bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

B. Tipe dan Jenis Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data menggunakan model startegi analisis deskiptif analitik.

2. Tipe Penelitian

Tipe dan desain penelitian ini ialah desain penelitian deskriptif yaitu penelitian yang ingin melukiskan, menganalisis, menginterpretasikan, melaporkan dan menjawab pertanyaan masalah yang sekarang diteliti kemudian dikomparasikan denga teori yang ada.

31

(44)

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Data digolongkan menjadi dua bagian yaitu data sekunder dan data primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga keakuratan dan relevansi serta kekayaan data yang diperoleh di lapangan sehubungan dengan objek penelitian ini. Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari tangan pertama. Data ini berkaitan langsung dengan informan. Yang menjadi data primer dalam penelitian ini ialah unsur aparat kelurahan dan para tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk memperoleh sumber data primer digunakan teknik wawancara dan observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sebuah organisasi atau perorangan dari pihak yang telah mengumpulkan dan mengalihnya, seperti data dokumentasi, data wawancara dengan masyarakat, foto-foto, buku dan lain-lain yang relevan dengan penelitian. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data melalui informan secara tertulis ataupun gambar-gambar yang berhubungan dengan masalah-masalah penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Adapun data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan teknik- teknik sebagai berikut:

(45)

1. Wawancara

Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai objek penelitian dengan cara tanya jawab secara mendalam dan terbuka dengan bertatap muka langsung dengan informan/responden. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Bentuk data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung yang merupakan pengalaman langsung dan pengetahuan informan/responden dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan/responden terpilih yang menguasai informasi mengenai objek penelitan.

Wawancara ini dilakukan dengan tiga komponen masyarakat yaitu:

a) Komponen Badan Pemusyawaratan Desa/Kelurahan (BPD/K);

b) Pemerintah Kelurahan yang terdiri atas Lurah dan para Perangkat Kelurahan;

c) Dan masyarakat yang terdiri atas tokoh agama/suku/ras, tokoh pemuda, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat dan tokoh wanita.

2. Observasi

Teknik ini berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk mengetahui relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Observasi diartikan sebagai

(46)

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diselidiki, disebut observasi langsung.

3. Studi Kepustakaan

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data pendukung (data sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku, makalah, majalah, hasil penelitian yang relevan, koran dan dokumen-dokumen tertulis lain sebagai referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.

E. Informan Penelitian

Sebelum peneliti melakukan pemilihan informan, maka terlebih dahulu ditetapkan situasi sosial atau site penelitian, yang merupakan tempat dimana permasalahan atau fenomena sosial yang akan diteliti betul-betul ada. Didalam mendapatkan informasi yang benar-benar valid, maka didalam memilih informan dapat dilakukan melalui wawancara pendahuluan, sebelum melakukan penelitian.

Dalam penelitian ini pemilihan informan dilakukan secara tidak acak atau purposive. Cara ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui atau terlibat langsung dengan fokus penelitian. Informan yang dipilih adalah informan kunci (key informan).

Dengan memperhatikan karakter informan tersebut, maka dalam penelitian ini jumlah informan yang dibutuhkan tidak bisa ditetapkan terlebih dahulu. Proses penelitian berlangsung dari satu informan ke informan yang lain, penyebaran satu informan ke informan yang lain berlangsung secara snow balling (bola salju),

(47)

yaitu bermula dari seorang informan yang mungkin pengetahuan atau keterlibatan didalam permasalahan yang diteliti relatif sedikit beralih kepada informan yang keterlibatannya lebih besar (Hidayat, 2002: 5). Dalam proses peralihan dari informan satu ke informan yang lain tetap memperhatikan karakteristik dari informan.

Dalam desain penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden ada dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder (secondary informan). Informan kunci adalah mereka yang dianggap menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk melengkapi informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya analisis, tetapi tidak mesti ada. Adapun informan dalam penelitian ini ialah:

Tabel 1. Informan Data Penelitian

No Unsur Informan Jumlah

1. Unsur aparat kelurahan 1

2. Unsur BPD kelurahan 1

3. Unsur LPM kelurahan 1

4. Unsur tokoh masyarakat 1

5. Unsur tokoh pendidik 5

6. Unsur tokoh lintas keagamaan 1

7. Unsur tokoh lintas organisasi kepemudaan 1

8. Unsur tokoh perempuan 1

9. Unsur tokoh lintas suku/ras 8

Total 20

Sumber: Data Induk Kelurahan Bonto-Bontoa Bulan Maret Tahun 2014

(48)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, tahap pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul tetapi juga dilakukan ketika proses pengumpulan data sedang berlangsung.

Bentuk analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan selanjutnya membuat kesimpulan. Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dalam penelitian ini maka data yang didapatkan melalui observasi, wawancara dan studi literatur dalam penelitian ini selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif.

Dalam hal ini sementara data dikumpulkan, peneliti dapat mengolah dan melakukan analisis data secara bersamaan untuk menggambarkan bagaimana Pola Perilaku Aparat Kelurahan terhadap Pelayan Masyarakat Multietnik Di Kelurahan Bonto-Bontoa Kec. Somba Opu Kab. Gowa.

Analisis data dalam penelitian secara teknis dilaksanakan secara induktif yaitu analisa yang dimulai dari pengumpulkan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan data yang diperoleh di lapangan baik berupa catatan di lapangan, gambar, dokumen dan lainnya diperiksa kembali, diatur dan kemudian diurutkan.

(49)

2. Reduksi Data

Hasil penelitian dari lapangan sebagai bahan mentah dirangkum direduksi kemudian disusun supaya lebih sistematis, yang di fokuskan pada pokok- pokok dari hasil-hasil penelitian yang disusun secara sistematis untuk mempermudah penelitian di dalam mencari kembali data yang diperoleh apabila diperlukan kembali.

3. Sajian data

Sajian data ini membantu peneliti untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian.

4. Verifikasi Data

Dari data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi,

dokumentasi, kemudian peneliti mencari makna dari hasil penelitian atau dari hasil yang terkumpul.

G. Keabsahan Data

Untuk mengabsahkan data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik keabsahan data didasarkan pada empat kriteria yaitu kepercayaan, keteralihan,ketergantungan, dan kepastian. Untuk menetapkan keabsahan data dalam penelitian di lapangan perlu data sebagai berikut:

1. Keikutsertaan peneliti di lapangan. Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak mempelajari “kebudayaan”, dan dapat menguji ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh distori, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subjek.

(50)

2. Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi yang digunakan antara lain sebagai berikut:

a) Triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek baik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode kualitatif.

b) Memanfaatkan pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data dari pemanfaatan pengamat akan membantu mengurangi bias dalam pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti menggunakan cara sebagai berikut:

 Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

 Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

 Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu

(51)

H. Jadwal Penellitian

Tabel 2. Jadwal penelitian dalam penelitian ini adalah:

No. Nama Kegiatan Waktu Ket.

1. Pembuatan Proposal Penelitian Bulan Agustus 2013

2. Bimbingan Bulan November 2013

3. Seminar Proposal Penelitian Bulan Desember 2013 4. Proses Izin Penelitian Bulan Januari-Februari 2014 5. Penelitian Lapangan Bulan Maret s/d April 2014 6. Penyusunan Hasil Penelitian/Skripsi Bulan April 2014

7. Bimbingan Hasil Penelitian/Skripsi Bulan Mei 2014 8. Seminar Ujian Skripsi Bulan Mei 2014 9. Pengesahan Skripsi Bulan Juni 2014

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi dan Karakteristik Objek Penelitian

Agar pembaca mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, maka dalam bab ini akan disajikan gambaran secara umum lokasi penelitian yang memiliki keterikatan dengan objek penelitian ini. Adapun hal-hal yang dikemukakan dalam bab ini, yaitu keadaan geografis, keadaan demografis serta penyelenggaraan pelayanan masyarakat dalam pemerintahan di Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

1. Profil Kelurahan Bonto-Bontoa Kecamatan Somba Opu

Kelurahan Bonto-Bontoa merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa yang terdiri dari 2 (dua) lingkungan dengan 5 (lima) Rukun Warga (RW) dan 20 (dua puluh) Rukun Tetangga (RT) yakni:

a. Lingkungan Bonto-Bontoa

1) RW 01 terdiri atas; RT 01, RT 02, RT 03 dan RT 04

2) RW 02 terdiri atas; RT 01, RT 02, RT 03, RT 04, RT 05 dan RT 06 3) RW 03 terdiri atas; RT 01, RT 02, RT 03, RT 04, dan RT 05 b. Lingkungan Bonto Kamase

1) RW 01 terdiri atas; RT 01, RT 02, dan RT 03 2) RW 02 terdiri atas; RT 01, dan RT 02

Kelurahan Bonto-Bontoa merupakan kelurahan yang menempati urutan kedua terkecil di Kecamatan Somba Opu dengan luas lokasi 4,59 Km2 dan

(53)

memiliki ketinggian 8-16 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan data profil kelurahan di atas, maka dapat di gambarkan kondisi personil Kelurahan Bonto- Bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa sebagai berikut:

Tabel 3. Jumlah Pegawai Kelurahan menurut Golongan

No Golongan Jumlah Keterangan

1 2 3 4

IV III II Honorer

2 8 1 2

Aktif Aktif Aktif Aktif

Jumlah 13

Sumber Data: Profil Kelurahan Bonto-Bontoa Bulan Maret Tahun 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai Kelurahan Bonto-Bontoa menurut golongan yaitu golongan IV sebanyak 2 orang, golongan III sebanyak 8 dan golongan II sebanyak 1 orang serta 2 orang tenaga honorer. Oleh karena itu, pegawai di Kelurahan Bonto-Bontoa mayoritas berada pada golongan III.

Tabel 4. Jumlah Pegawai Kelurahan Bonto-Bontoa menurut Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Keterangan

1 2 3 4

S.2 S.1 D3 SMA

4 7 2 -

Aktif Aktif Aktif Aktif Jumlah 13

Sumber Data: Profil Kelurahan Bonto-Bontoa Bulan Maret Tahun 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai Kelurahan Bonto-Bontoa menurut tingkat pendidikan yaitu S.2 sebanyak 4 orang, S1 sebanyak 7 orang, D3 sebanyak 1 orang dan SMA tidak ada. Data pada Tabel

Referensi

Dokumen terkait