VARIASI BAHASA DALAM RAGAM JURNALISTIK PADA BROSUR DI UNIVERSITAS HASANUDDIN: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Sastra
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
Oleh:
Sri Wahyuningsih F111 13 007
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas rahmat dan karunia Allah swt karena dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini adalah upaya penulis memenuhi salah satu syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Departemen Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin. Ada berbagai rintangan yang penulis hadapi dalam upaya perampungan tugas ini tetapi dengan ketekunan dan kerja keras disertai doa, akhiranya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari adanya berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini sebagai akibat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis selalu membuka diri untuk menerima koreksi atau kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini. Koreksi atau kritik tersebut tidak saja berguna untuk memperbaiki karya tulis ini tetapi juga berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis geluti selama ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan, dorongan, semangat, dan bimbingan dari berbagai pihak, penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu M.A. selaku rektor Unhas serta Prof. Dr.
Akin Duli, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya. Terima kasih atas kebijaksanaan yang beliau berikan.
viii 2. Dr. AB. Takko Bandung, M.Hum. dan Dra. St. Nursa’adah, M.Hum. sebagai
Ketua Departemen dan Sekertaris Departemen Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin. Terima kasih atas arahan serta didikan yang beliau berikan.
3. Dra. Jasmani Tahir, M. Hum. selaku konsultan I. Beliau sudah seperti ibu kedua bagi penulis, sosok beliau yang selalu memberikan nasihat serta arahan sehingga penulis tetap sabar dan tidak berputus asa dalam mengerjakan skripsi ini dengan baik.
4. Dr. Hj. Munira Hasyim, M.Hum. selaku konsultan II. Sosok beliau sangat tegas bagi penulis yang memberikan arahan tepat pada saat bimbingan, sosok tegas namun penyayang yang membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U., selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk memberikan nasihat.
6. Drs. H. Hasan Ali, M. Hum. selaku penguji I dan Dr. Ikhwan M. Said, M.
Hum. selaku penguji II. Terima kasih kepada beliau yang sudah menjadi dosen terbaik bagi penulis.
7. Serta para panitia ujian dan tim penguji Dr. AB. Takko Bandung. M.Hum.
selaku ketua. Dr. Hj. Nurhayati, M.Hum. selaku sekertaris. Drs. H. Hasan Ali, M.Hum. selaku penguji I. Dr. Ikhwan M. Said, M. Hum. selaku penguji II. Dra. Jasmani Tahir, M. Hum. selaku konsultan I. Dr. Hj. Munira Hasyim, M.Hum. selaku konsultan II. Terima kepada beliau yang telah membantu dan memberikan arahan selama penulis ujian.
ix 8. Bapak dan ibu dosen yang telah mendidik, membimbing serta memberikan
nasihat kepada penulis untuk menekuni berbagai mata kuliah dari awal hingga akhir studi.
9. Segenap pegawai Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin yang telah melayani penulis dengan baik, terutama buat Ibu Rani yang telah membantu dan melayani penulis dalam berbagai pengurusan berkas akademik dan buat kak Ina sebagai staf baru terima kasih atas pelayanan dalam pengurusan berkas ujian, serta kak Kama terima kasih atas pelayanan selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.
10. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dan cintai. Buat bapak (Kuwat Warsito) terima kasih atas segala cinta, perhatian, bimbingan dan doa yang tulus, yang senantiasa diberikan kepada penulis hingga detik ini dan buat mama (Kamiyem) yang senantiasa mendoakan penulis dan selalu memberikan bantuan materil dalam mengerjakan skripsi ini dengan baik.
11. Terima kasih kepada para guru di SMA Negeri 12 Makassar yang telah mendidik dan mengajar penulis hingga kejenjang perguruan tinggi ini.
12. Buat sahabat-sahabat penulis (Murnisma, Umratunnisah, dan Achmad Zulakbar). Terima kasih telah menjadi sahabat penulis baik dalam suka maupun duka, semua tertumpah bersama dengan kalian.
13. Teman-teman Ekspresi 2013 (Asmira, Israya, Reski Amaliah, Marham, Hendriadi Saputra, Sunardin, Reski Reynaldi, Safitri, Wahyuni, Nurjanna, Nur Jannah, Ikki Pramatasari Kadir, Mutmainnah, Risah, Dewi Agustin, Andi
x Hermawati, Dian Moudyan Arham, Dian Angreani, Ririn Isnawati, Nurginaya, Nurwahyu Puspitasari, Herlinda, Haslinda, Yohannes Egen Helin, Warhamni Iriansyah, Juliana, Sari Bunga, Renita, dan Fajrin). Terima kasih teman-teman yang selalu menemani dalam suka maupun duka.
14. Rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (IMSI), kanda-kanda serta para adinda yeng telah memberikan banyak pelajaran dalam menekuni dan mengarungi dunia kemahasiswaan.
15. Buat adikku Nanang Dwi Prasetyo yang sangat penulis sayangi. Terima kasih telah menjadi adikku yang memberikan semangat tiada henti.
16. Buat seseorang yang telah senantiasa menemani sejak satu tahun yang lalu (Ahmad Nur), yang memberikan semangat, wawasan pengetahuan serta bantuan dalam pengerjaan skripsi ini.
17. Serta semua pihak yang telah membantu namun tak sempat kutuliskan namanya satu persatu.
Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat pahala dari Allah SWT.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi diri penulis maupun bagi yang sempat membaca skripsi ini.Amin ya Allah.
Makassar, 22 Oktober 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Rumusan Masalah ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Sosiolinguistik ... 8
2.1.1 Ragam Bahasa ... 11
2.1.2 Variasi Bahasa ... 12
2.1.2.1 Variasi bahasa dari segi penutur ... 13
2.1.2.2 Variasi dari segi Pemakaian ... 14
2.1.2.3 Variasi dari Segi Keformalan ... 17
2.1.2.4 Variasi bahasa dari segi sarana ... 21
2.1.4 Variasi bahasa menurut para ahli ... 22
2.1.4.1 Variasi bahasa menurut Harimurti Kridalaksana ... 22
2.1.4.2 Variasi bahasa menurut Mansoer Pateda ... 24
2.1.4.3 Variasi bahasa menurut Martin Joss ... 28
2.1.5 Bahasa jurnalistik ... 31
2.1.6 Variasi bahasa pada Brosur ... 33
2.1.7 Brosur sebagai salah satu media cetak ... 33
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 38
xii
2.3 Kerangka Pikir ... 40
BAB III ... 41
BAB III ... 42
METODE PENELITIAN ... 42
3.1 Sumber Data ... 42
3.1.2 Lokasi Penelitian ... 42
3.2 Populasi ... 42
3.3 Sampel ... 42
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 43
3.4.1 Metode Observasi ... 43
BAB IV ... 45
4.1 Variasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur ... 45
4.1.1 Variasi bahasa ragam resmi atau ragam formal ... 45
4.1.2 Variasi bahasa ragam usaha atau ragam konsultatif ... 47
4.1.3 Variasi bahasa ragam santai ... 50
4.2 Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa dalam ragamjurnalistik pada brosur ... 52
4.2.1 Faktor mengajak untuk berpartisipasi ... 53
4.2.2 Faktor mengundang ... 57
4.2.3 Faktor mengingatkan ... 59
4.2.4 Faktor menginformasikan ... 60
BAB V ... 63
PENUTUP ... 63
5.1 Simpulan ... 63
5.2 Saran-saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
Perbandingan variasi bahasa dalam ragam jurnalistik ... 73
xiii
ABSTRAK
SRI WAHYUNINGSIH Variasi Bahasa dalam ragam Jurnalistik pada Brosur di Universitas Hasanuddin: Tinjauan Sosiolinguistik. (dibimbing oleh Jasmani Tahir dan Munira Hasyim).
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan variasi bahasa jurnalistik dan faktor-faktor penyebab terjadinya variasi bahasa jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin. Data dalam penelitian ini adalah variasi bahasa pada brosur di Universitas Hasanuddin. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode observasi dengan teknik catat dan dokumentasi. Analisis data digunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi bahasa dalam ragam jurnalistik sangat sederhana, komunikatif dan singkat.Variasi bahasa jurnalistik pada brosur ditemukanadanya variasi bahasa ragam usaha atau konsultatif, ragam formal, dan ragam santai. Faktor penyebab terjadinya variasi bahasa yaitu adanya faktor mengajak untuk berpartisipasi, faktor mengundang, faktor mengingatkan, dan faktor menginformasikan.
xiv
ABSTRACT
SRI WAHYUNINGSIH. Variation of Journalism Language variety on Brochures in Hasanuddin University: Sosiolinguistics Review. (Introduced by Jasmani Tahir and Munira Hasyim).
This research aims to description about variation of language and casual factor of journalism language variation on brochures in Hasanuddin University.Data in this research is variation of journalism language on brochures in Hasanuddin University. There methods in this research are freid research, like record method and documentation method. Data were analyzed by descriptive manner.Ther results of this research indicate that variation of journalism language are so simple, communicative, and concise. Variation of journalism language on brochure found there are many variations, consultative variation, formal variation, and relax variation, casual factor of language variations are invitation factor for participation, remind factor and inform factor.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia, terbukti dari penggunaannya untuk percakapan sehari-hari,tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi saling menyampaikan maksud serta tujuan. Tidak hanya bentuk lisan, namun bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan dan pemikiran seseorang akan lebih mendapat pengakuan ketika sudah dituliskan sehingga orang lain yang membaca akan mengetahui apa yang ingin disampaikan seorang penulis. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam suatu komunikasi adalah adanya persamaan pengertian atau makna.
Informasi yang disampaikan harus saling dimengertisemua masyarakat tidak terkecuali orang asingpun dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan mempelajarinya terlebih dahulu. Sebuah komunikasi akan berlangsung lancar jika bahasa yang digunakan dapat dipahami sehingga pesan dapat tersampaikan (Lyons : 1981). Di dalam bahasa pun banyak terdapat bentuk variasi seperti variasi bahasa dalam ragam jurnalistik yang terdapat pada brosur.
Penulis mengambil objek yang berkaitan di sekitaran Universitas Hasanuddin dengan alasan banyaknya variasi bahasa pada ragam jurnalistik yang terdapat pada brosur.
Penulis dapat meneliti perbedaan kevariasian dengan menganalisis variasi-variasi bahasa yang tercantum pada kolom brosur yang terdapat pada lokasi Universitas Hasanuddin. Terjadinya kevariasian bahasa ini bukan hanya
2 disebabkan oleh para penuturnya yang heterogen, karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam, Adapun contoh brosur yang penulis temukan seperti “Kajian Umum “Satu mayat dua ritus (pergumulan Budaya Toraja dan Ajaran Islam)” Hari: Jumat, 10 Feb 2017, Pukul: 15.20 WITA- Selesai, Pemateri: Arifuddin , S.SOS, Himpunan Mahasiswa Antropologi” Pada data tersebut menggunakan jenis kalimat ragam resmi atau ragam formal ditandai dengan adanya konteks “satu mayat dua ritus”, yang di mana kalimat tersebut merupakan acara yang berkaitan dengan pergumulan Budaya Toraja.
(Lampiran 1)
Variasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur sulit mendapatkan informasinya secara cepat karena keterbatasan teknologi dan hal itu terjadi pada tahun 1940-an, pada masa modern masyarakat dengan cepat memperoleh informasi melalui media cetak dalam bahasa yang ringkas, yang dimaksudkan yaitu mudah dipahami dalam waktu yang singkat yaitu pada brosur. Brosur juga didesain agar menarik perhatian, dan dicetak di atas kertas. Adapun penjelasan bahwasanya tidak semua variasi bahasa pada brosur menggunakan bahasa yang baku untuk menarik perhatian pembaca namun dengan bahasa yang tidak efektifpun brosur dapat menarik perhatian masyarakat. Dijelaskan pada contoh di atas penggunaan variasi bahasa tersebut menggunakan contoh bahasa jurnalistik.
Bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri yaitu sederhana menggunakan kata yang lugas,jelas, dan komunikatif. Bahasa komunikatif yaitu menggunakan bentuk bahasa yang logis dan ringkas yaitu penggunaan katanya mudah dipahami masyarakat. Jika dirincikan, penggunaan bahasa jurnalistik sangat tepat digunakan
3 dalam penelitian ini, yaitu bahasa jurnalistik tidaklah berbeda dengan bahasa Indonesia baku lainnya, yang membedakan antara keduanya hanyalah pada penggunaannya, bahasa jurnalistik yang digunakan di media massa memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan bahasa yang digunakan untuk keperluan lain (Anwar, 1984:1).
Bahasa jurnalistik sebenarnya dipandang sinis karena dianggap perusak bahasa terbesar. Bahasa jurnalistik seolah-olah dianggap sebagai bahasa lain yang tak pantas dilirik, padahal bahasa yang digunakan para pewarta pun menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, para sesepuh jurnalistik ataupun sesepuh bahasa kerap mengatakan bahasa jurnalistik itu harus bersandar pada bahas abaku, namun penulis menggunakan bahasa jurnalistik pada variasi penggunaannya dengan tujuan bahwa tidak hanya bahasa baku yang dapat dianalisis namun bahasa yang tidak efektif pun dapat dianalisis.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menemukan beberapa data yang kemudian dianalisis, seperti pada contoh “Kampanye bendera Rasulullah dengan tema moment aksi bela Islam 212 bendera Ar-rayah berukuran besar diarak oleh ummat Islam menuju Monas, Jakarta, 2 Desember 2016”. Penggunaan jenis kalimat dari data di atas yaitu ragam usaha atau ragam konsultatif ditandai adanya tema “moment aksi bela Islam 212 bendera Ar-rayah berukuran besar diarak oleh ummat Islam menuju Monas”. Tema tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan membela islam merupakan suatu usaha agar masyarakat mengetahui bagaimana kebaikan Rasulullah terhadap ummat-umatnya. (Lampiran 27)
4 Selain itu, terdapat pula contoh yang dianalisis penulis, seperti “Membuka pendaftaran bakal calon dewan mahasiswa pemerintahan bakal calon Presiden dan wakil Presiden Himapem Fisip Unhas” Pendaftaran: hari.tanggal: Rabu, 05 April 2017-Selasa, 11 April 2017, Waktu: pukul 09.00-23.00 WITA, tempat:
secretariat Himpamem Fisip Unhas”. Brosur di atas menggunakan jenis kalimat ragam santai dengan penjelasan bahwa kalimat di atas menggunakan kata “bakal”
sebagai penanda ragam tersebut. Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk kata atau ujuran yang dipendekkan atau banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah namun pada contoh di atas hanya terdapat kata “bakal” untuk menunjukkan ragam tersebut. (Lampiran 17)
Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui variasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin tinjauan sosiolingustik.
1.2. Identifikasi Masalah
Berbicara tentang struktur bahasa Indonesia dalamvariasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin: Tinjuan sosiolingustik.
Penulis dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan judul yang ada. Adapun permasalahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut ini.
1. Terdapat variasi bahasa dalam ragam jurnalistik yang digunakan pada brosur di Universitas Hasanuddin.
2. Terdapat variasi pilihan kata yang digunakan pada brosur di Universitas Hasanuddin.
5 3. Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa
dalam ragam pada brosur diUniversitas Hasanuddin.
4. Terdapat dialek bahasa yang berbeda-beda pada brosur di Universitas Hasanuddin.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada :
1. Variasi bahasa dalam ragam jurnalistik yang digunakan pada brosur di Universitas Hasanuddin.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana variasi bahasa dalam ragamjurnalistik yang digunakan pada brosur di Universitas Hasanuddin?
2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa dalam ragam jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menjelaskan variasi bahasa dalam ragam jurnalistik yang digunakan pada brosur di Universitas Hasanuddin.
6 2. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa
dalam ragam jurnalistik pada brosur di Universitas Hasanuddin.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penyusunan karya ilmiah yang diharapkan dapat menjadi acuan ataupun sebagai bahan referensi bagi para peneliti selanjutnya yang akan menyangkut topik penelitian yang sama, Selain itu, juga diharapkan untuk pengembangan ilmu bahasa.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, penyusunan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi pemahaman bagi pengguna bahasa serta apa sajakah faktor- faktor yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa jurnalistikpada brosur.Adapun manfaat bagi peneliti dan Universitas dalam tulisan ini di jelaskan pada poin berikut ini.
1) Kegunaan bagi peneliti
Penulis mengharapkan tulisan ini berguna bagi penulissebagai aplikasi ilmu, yakni tentang variasi bahasa jurnalistik yang terdapat pada brosur.
2) Bagi Universitas
Tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang berguna sebagai referensi bagi mahasiswa Universitas Hasanuddin kedepannya dalam mengungkap variasi bahasa
7 dalam ragam jurnalistik serta faktor-faktor yang memengaruhi penggunaannyapada brosur tersebut.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya. Ilmu ini merupakan kajian kontekstual terhadap variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi yang alami.Variasi dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau mempengaruhi perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat. Kelahiran Sosiolinguistik merupakan buah dari perdebatan panjang dan melelahkan dari berbagai generasi dan aliran.
Puncak ketidakpuasan kaum yang kemudian menamakan diri sosiolinguis ini sangat dirasakan ketika aliran Transformasional yang dipelopori Chomsky tidak mengakui realitas sosial yang sangat heterogen dalam masyarakat. Oleh Chomsky dan pengikutnya ini, heterogenitas berupa status sosial yang berbeda, umur, jenis kelamin, latar belakang suku bangsa, pendidikan, dan sebagainya diabaikan sebagai faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan- pilihan berbahasa.
Berpijak dari paradigma ini Sosiolinguistik berkembang ke arah studi yang memandang bahwa bahasa tidak dapat dijelaskan secara memuaskan tanpa melibatkan aspek-aspek sosial yang mencirikan masyarakat.Istilah sosiolinguistik sendiri sudah digunakan oleh Haver C. Curie dalam sebuah artikel yang terbit tahun 1952, judulnya “A Projection of Sociolinguistics: the relationship of speech to social status” yang isinya tentang masalah yang berhubungan dengan ragam bahasa seseorang dengan status sosialnya dalam masyarakat. Kelompok-
9 kelompok yang berbeda profesi atau kedudukannya dalam masyarakat cenderung menggunakan ragam bahasa yang berbeda pula.
Dari pengantar ilmu sosiolinguistik tersebut, beberapa ahli berpendapat tentang studi hal tersebut. Diantaranya:
1) Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2) Sumarsono (2007:2) mendefinisikan Sosiolinguistik sebagai linguistik institusional yang berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang- orang yang memakai bahasa itu. Maksud dari penjelasan tersebut pada dasarnya menyatakan.
3) Rafiek (2005:1) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi bahasa dalam pelaksanaannya itu bermaksud/bertujuan untuk mempelajari bagaimana konvensi-konvensi tcntang relasi penggunaan bahasa untuk aspek-aspek lain tcntang perilaku sosial.
4) Booiji (dalam Rafiek, 2005:2) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam pemakaian bahasa dan yang berperan dalam pergaulan.
10 5) Wijana (2006:7) berpendapat bahwa sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa itu di dalam masyarakat.
Pendapat tersebut pada intinya berpegang pada satu kenyataan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.
6) Fishman. Ia memberikan defini sosiolinguistik sebagai “the study of the characteristics of language varities, the characteristics of their functions, and the characteristics of their speakers as these three constantly interact, change, and change one another within a speech community.”
7) Nababan, mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan.
8) Wikipedia,Sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan.
Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain.
9) Fasold (1993: 11) mengemukakan bahwa inti sosiolinguistik tergantung dari dua kenyataan. Pertama, bahasa bervariasi yang menyangkut pilihan bahasa-bahasa bagi para pemakai bahasa. Kedua, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dan pikiran- pikiran dari seseorang kepada orang lain.
11 Berdasarkan penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah adalah ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para pengguna bahasa dengan fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa(Ferdinan, 1988).
2.1.1 Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda- beda dengan topik yang dibicarakan, baik menurut pembicara, lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yan baik, yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (kalangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi (Sugono, 1999 : 9).
Ragam bahasa di dalam Kridalaksana (1974) bahwasanya ragam bahasa adalahvariasi bahasa, variasi bahasa atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri social kemasyarakatan. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu, Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi atau keragaman itu tidak akanada, artinya bahasa itu
12 menjadi seragam. Kedua, alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beranekaragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak.Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial (Fishman, (1971 : 4).
2.1.2 Variasi Bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi (catatan:
istilah variasi sebagai padanan kata Inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.
Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya bahasa Inggris yang digunakan hampir seluruh dunia, bahasa Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai perbatasan Iran (dan juga sebagai bahasa agama Islam dikenal hampir di seluruh dunia), dan bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke .
13 Dalam hal ini variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman itu tidak akan ada, artinya bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beranekaragam.Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial oleh (Abdul Chaer dan Leonie Agustina).
2.1.2.1 Variasi bahasa dari segi penutur
1) Idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang memiliki variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya. Mengenali idiolek seseorang dari suaranya memang lebih mudah daripada melalui karya tulisnya.
2) Dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu, karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek area, dialek regional, atau dialek geografi.
Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya
14 masing-masing memiliki kesamaan ciri yang memadai bahwa mereka berada pada satu dialek yang berbeda dengan sekelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan cirri lain yang memadai dialeknya juga.
3) Kronolek atau temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun 30-an, variasi yang digunakan tahun 50-an, dan variasi yang digunakan pada masa kini. Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis, yang paling tampak biasanya dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
4) Sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi bahasa inilah yang paling banyak dibicarakan, karena variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan variasi bahasa ini bukanlah berkenaan dengan ini, melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan juga kosakata.
2.1.2.2 Variasi dari segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan, 1984), Ragam, atau register. Variasi ini
15 biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan saana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdangangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi dalam bidang kosakata.
Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kos kata khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Namun demikian, variasi berdasarkan bidang kegiatan ini tampak pula dalam tataran morfologi dan sintaksis. Variasi bahasa atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari segi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosa kata yang secara estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling tepat. Struktur morfologis dan sintaksis yang normatif seringkali dikorbankan dan dihindarkan untuk mencapai efek keeufonian dan ungkapan yang tepat atau paling tepat. Begitu juga kalau dalam bahasa umum orang mengungkapkan sesuatu secara lugas dan polos, tetapi dalam ragam bahasa sastra akan diungkapkan secara estetis. Dalam bahasa umum orang, misalnya, akan mengatakan, “saya sudah tua”. Tetapi dalam bahasa sastraa Ali Hasjmi, seorang penyair Indonesia, mengatakan dalam bentuk puisi.
Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi
16 Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena haus dipahami dengan mudah, komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita secara tepat, dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak). Dan keterbatasan waktu (dalam media elektronika). Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me- atau awalan ber- yang di dalam ragam bahasa baku harus digunakan. Umpamanya kalimat, “Gubenur tinjau daerah banjir”(dalam bahasa baku berbunyi, “Gubernur meninjau daerah banjir”).
Contoh lain, “Anaknya sekolah di Bandung”(dalam bahasa ragam baku adalah,”Anaknya bersekolah di Bandung”).
Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan intruksi. Ragam militer di Indonesia dikenal dengan cirinya yang memerlukan keringkasan dan ketegasan yang dipenuhi dengan berbagai singkatan dan akronim.
Bagi orang di luar kalangan militer, singkatan, dan akronim itu memang seringkali sukar dipahami, tetapi bagi kalangan militer itu sendiri tidak menjadi persoalan.
Ragam bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan serta segala macam metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan karena bahasa ilmiah harus memberikan informasi keilmuan secara jelas, tanpa keraguan akan makna, dan terbebas dari kemungkinan tafsiran makna yang berbeda. Oleh karena itulah juga bahasa ilmiah tidak menggunakan segala macam metafora dan idiom.
17 Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Dalam kehidupannya mungkin saja seseorang hanya hidup dengan satu dialek, misalnya, seorang penduduk di desa terpencil di lereng gunung atau di tepi hutan. Tetapi, dia pasti tidak hidup hanya dengan lebih dari satu dialek (regional maupun sosial) dan menggeluti sejumlah register, sebab dalam masyarakat modern orang sudah pasti berurusan dengan seumlah kegiatan yang berbeda.
2.1.2.3 Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan tingkat keformalannya, (Martin Joos, 1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (Inggris:Style), yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (consual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Dalam pembicaraan selanjutnya kita sebut saja ragam atau gaya sebagai berikut :
1) Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di Masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte notaris dan surat-surat keputusan.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini kita dapati dalam dokumen-dokumen bersejarah, seperti undang-undang
18 dasar, akte notaris, naskah-naskah. Perjanjian jual-beli atau sewa- menyewa. Perhatikan contoh berikut yang diangkat dari naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata bahwa, maka, hatta dan sesungguhnya menandai ragam beku dari variasi bahasa tersebut.
Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku, kata-katanya lengkap. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian yang penuh.
2) Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi. Jadi. Percakapan antarteman yang sudah karib, pembicaraan dengan seorang dekan dikantornya, atau diskusi dalam ruang kuliah adalah menggunakan ragam resmi ini.
3) Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi, dapat
19 dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional.
Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.
4) Ragam santai atau ragam casual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi dan sebagainya. Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kosa katanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah. Demikian juga dengan struktur morfologi dan sintaksisnya. Seringkali struktur morfologi dan sintaksis yang normatif tidak digunakan.
5) Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antara anggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini terjadi karena diantara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama. Perhatikan ketiga kalimat contoh berikut :
(a) Saudara boleh mengambil buku-buku ini yang saudara sukai (b) Ambillah yang kamu sukai!
(c) Kalau mau ambil saja!
Tingkat keformalan kalimat (a) lebih tinggi daripada kalimat (b), dan kalimat (b) lebih tinggi daripada kalimat (c). Kalimat(a) termasuk ragam usaha,
20 sebab kurang lebih bentuk kalimat seperti itulah yang biasa kita dalam ragam akrab, sebab hanya kepada teman kariblah bentuk ujaran seperti itu yang kita gunakan.
Dalam kehidupan sehari-hari kelima ragam di atas, yang dilihat dari tingkat keformalan penggunaannya, mungkin secara bergantian kita gunakan.
Kalau kita berurusan dengan masalah dokumen jual beli, sewa-menyewa atau pembuatan akte di kantor notaris, maka kita terlibat dengan ragam beku. Dalam rapat dinas atau dalam ruang kuliah kita terlibat dengan ragam resmi. Pada waktu kita berusaha menyelesaikan tugas kita terlibat dengan ragam usaha. Pada waktu beristirahat atau makan-makan dikantin, kita terlibat dengan ragam santai, dan apabila kita harus bercakap-cakap tanpa topik tertentu dengan teman karib kita terlibat dengan penggunaan ragam akrab.
Sebenarnya banyak faktor atau variabel lain yang menentukan pilihan ragam mana yang harus digunakan. Kita ambil saja contoh bahasa surat kabar, meskipun secara keseluruhan termasuk dalam penggunaan ragam jurnalistik dengan ciri-ciri yang khas, tetapi kita lihat pada rubrik editorial atau tajuk rencana digunakan ragam resmi, pada berita-berita kejadian sehari-hari digunakan ragam usaha, pada rubrik pojok digunakan ragam santai, dan pada teks karikatur aktual digunakan ragam akrab. Namun, dalam iklan pemberitahuan dari intansi pemerintah, seperti beita lelang, pemberitahuan mengenai masalah tanah dari kantor pertahanan digunakan ragam beku. Jadi penggunaan ragam-ragam keformalan itu seringkali tidak terpisah-pisah melainkan bergantian menurut keperluannya.
21 2.1.2.4 Variasi bahasa dari segi sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan ragam bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsure nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya.Padahal di dalam ragam bahasa tulis hal-hal yang disebutkan itu tidak ada.Lalu, sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara verbal. Umpamanya kalau kita menyuruh seseorang memindahkan sebuah kursi yang ada dihadapan kita, maka secara lisan sambil menunjuk atau mengarahkan pandangan pada kursi itu cukup mengatakan, “tolong pindahkan ini!”.Jadi, dengan secara eksplisit menyebutkan kata kursi itu.
Dari contoh tersebut dapat pula ditarik kesimpulan bahwa dalam berbahsa tulis kita dapat dipahami pembaca dengan baik.Kesalahan diralat, tetapi dalam berbahsa tulis kesalahan atau kesalahpengertian baru kemudian bias diperbaiki.
Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa dalam bertelegraf sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa tulis, tetapi kedua macam sarana komunikasi itu memunyai ciri-ciri dan
22 keterbatasannya sendiri-sendiri, menyebabkan kita tidak dapat menggunakan ragam lisan dan ragam tulis semau kita.Ragam bahasa telepon dan ragam bahasa telegraf, yang berbeda dengan ragam-ragam bahasa lainnya.
2.1.3 Laras Bahasa
Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang dapat diidentifikasi tanpa batasan yang jelas diantara mereka, definisi dan kategorisasi laras bahasa pun berbeda antara para ahli linguistik. Laras bahasa mempunyai ciri dan gaya penulisan masing-masing yang dapat disampaikan baik dalam bentuk tulisan maupun penulisan.
Jenis-jenis laras bahasa terdapat ada dua macam, yaitu laras bahasa biasa dan laras bahasa khusus. Laras bahasa biasa adalah laras bahasa yang dapat ditemukan dan sering digunakan oleh masyarakat luas, contohnya laras bahasa yang dipakai dalam bidang huburan, seperti berita, penerangan, dan lain-lain.
Laras bahasa khusus adalah laras bahasa yang digunakan dalam suatu pemakaian khusus yaitu laras bahasa ilmiah yang dipakai dalam penulisan sebuah laporan ilmiah, dan lain-lain (Afif Haka at 7 : 13 AM).
2.1.4 Variasi bahasa menurut para ahli
2.1.4.1 Variasi bahasa menurut Harimurti Kridalaksana
Menurut Kridalaksana (1982 : 93), variasi bahasa dapat dipandang secara diakronis dan sinkronis. Secara diakronis, variasi bahasa dapat dibedakan menurut tahap-tahap bahasa yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Adapun secara
23 sinkronis, variasi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, diantaranya sebagai berikut:
1. Variasi bahasa berdasarkan pemakai bahasa
Variasi bahasa berdasarkan pemakai bahasa dapat dibedakan sebagai berikut ini:
1) Dialek regional yaitu variasi bahasa yang dipakai di daerah tertentu.
Variasi bahasa ini membedakan bahasa yang dipakai disuatu tempat dengan yang dipakai di tempat lain, walaupun variasinya berasal dari satu bahasa. Misalnya, kita mengenal adanya bahasa Melayu dialek Jakarta dan lain-lain.
2) Dialek sosial yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu atau menandai stratum sosial tertentu. Misalnya, dialek wanita dan dialek remaja.
3) Dialek temporal yaitu dialek yang dipakai pada kurun waktu tertentu. Misalnya, dialek Melayu Sriwijaya.
4) Idiolek yaitu keseluruhan ciri-ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, namun kita masing-masing mempunyai cirri khas pribadi dalam lafal, tata bahasa, pilihan atau kekayaan kata.
2. Variasi bahasa berdasarkan pemakaian bahasa
Dimensi pemakaian bahasa juga membedakan satu variasi dengan variasi lain. Variasi yang disebut ragam bahasa dibedakan menurut:
24 1) Bidang pembicaraan seperti ragam undang-undang, ragam
jurnalistik, ragam ilmiah, dan ragam sastra;
2) Medium pembicaraan dibagi dua, (a) ragam lisan, seperti ragam percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, ragam panggung, dan lain-lain, (b) ragam tulis, seperti ragam teknis, ragam undang- undang, ragam catatan, ragam surat-menyurat, dan lain-lain;
3) Hubungan diantara pembicara membedakan ragam-ragam bahasa menurut akrab tidaknya pembicara. Jadi, ada ragam resmi, ragam akrab, ragam tidak resmi, ragam santai, dan sebagainya. Pada bahasa Indonesia, hubungan antar pembicara terungkap dalam apa yang disebut sistem tutur sapa dengan unsur-unsur persona kedua, seperti engkau, anda, bapak, dan ibu (Kridalaksana, 1992:2-3).
2.1.4.2 Variasi bahasa menurut Mansoer Pateda
Dalam pembagian variasi bahasa menurut Mansoer Pateda ini, kita akan banyak temui istilah-istilah baru, selain yang diungkapkan oleh para ahli sebelumnya Kridalaksana dan Chaer. Mansoer Pateda membagi variasi bahasa dilihat dari sebagai berikut ini:
1. Variasi bahasa dari segi waktu
Variasi bahasa dari segi waktu adalah variasi bahasa menurut kurun waktu tertentu atau bisa juga disebut dialek temporal.Misalnya, bahasa Melayu zaman Sriwijaya dan bahasa Melayu sebelum tahun 1992.Hal ini terjadi karena perbedaan waktu yang menyebabkan timbulnya perbedaan makna untuk tertentu.Misalnya, kata juara yang dahulu
25 bermakna “kepala penyambung ayam” sekarang bermakna “orang yang memperoleh kemenangan dalam suatu pertandingan atau perlombaan”
(Pateda, 1987:55-56).
2. Variasi bahasa dari segi tempat
Variasi bahasa dari segi tempat dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Dialek yaitu seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda- beda, yang memiliki ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama;
2) Bahasa daerah yaitu bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda dan sebagainya;
3) Kolokial yaitu bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat yang tinggal di daerah tertentu;
4) Vernakuler yaitu bahasa lisan yang berlaku sekarang pada daerah atau wilayah tertentu.
3. Variasi bahasa dari segi pemakai
Variasi bahasa dari segi pemakai ini dibedakan sebagai berikut:
1) Glosolia yaitu ujaran yang dituturkan ketika orang kesurupan;
2) Idiolek yaitu perbedaan penuturan oleh pembicara, baik yang berhubungan dengan aksen, intonasi, dan sebagainya;
3) Jenis kelamin yaitu perbedaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin;
26 4) Monolingual yaitu penutur bahasa yang hanya menggunakan satu
bahasa;
5) Rol yaitu peranan yang dimainkan oleh seorang pembicara dalam interaksi sosial;
6) Status sosial yaitu perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan umur seseorang.
4. Variasi bahasa dari segi pemakaiannya
Variasi bahasa dari segi pemakaiannya dibedakan sebagai berikut:
1) Diaglosia yaitu keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup secara berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu;
2) Kreol yaitu bahasa yang terbentuk karena terjadinya kontak antara dua bahasa dalam waktu yang lama;
3) Bahasa lisan yaitu ragam bahasa yang diungkapkan dengan medium lisan dan ditandai oleh pengulangan-pengulangan bentuk, jeda, dan sebagainya;
4) Pijin yaitu bahasa yang timbul akibat kontak bahasa atau pemakai bahasa yang dihubungkan dengan pekerjaan seseorang;
5) Repertories yaitu peralihan bahasa yang dipakai karena pertimbangan terhadap lawan bicara;
6) Reputation yaitu pemilihan pemakaian bahasa karena faktor penilaian terhadap suatu bahasa;
27 7) Bahasa standar yaitu variasi bahasa yang digunakan dalam situasi
resmi dan yang paling dianggap baik;
8) Bahasa tulis yaitu variasi bahasa yang dipergunakan dalam situasi resmi dan yang paling dianggap baik;
9) Bahasa tulis yaitu variasi bahasa yang dipergunakan dengan medium tulisan dan sampai kepada sasaran secara visual;
10) Bahasa tutur sapa yaitu kata ungkapan yang dipakai dalam sistem tutur sapa;
11) Kan yaitu sejenis slang tetapi sengaja dibuat untuk merahasiakan sesuatu kepada kelompok lain;
12) Jargon yaitu pemakaian bahasa dalam setiap bidang kehidupan.
5. Variasi bahasa dari segi situasi
Variasi bahasa dari segi situasi dibedakan menjadi dua bagian sebagai berikut:
1) Bahasa dalam situasi resmi yaitu bahasa yang dipakai dalam tulis- tulis menulis resmi misalnya, dalam perundang-undangan.
Adapun dokumen tertulis dalam pertemuan resmi misalnya, rapat, kuliah, khotbah, dan ceramah;
2) Bahasa yang dipakai dalam situasi tidak resmi. Misalnya, bahasa yang dipakai oleh tawar-menawar di pasar.
28 6. Variasi bahasa dari segi status
Variasi bahasa dari segi status ini dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Bahasa ibu yaitu bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi antara seorang ibu;
2) Bahasa daerah yaitu bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat daerah;
3) Bahasa nasional yaitu bahasa yang dipergunakan oleh suatu negara untuk saling berkomunikasi antara sesame warga Negara itu; bahasa negara yaitu bahasa yang diakui secara yuridis dipergunakan di wilayah suatu negara untuk dipergunakan oleh warga negara tersebut dalam berkomunikasi;
4) Lingua franca yaitu bahasa yang digunakan sebagai penghubung antar penutur bahasa yang berbeda-beda;
5) Bahasa pengantar yaitu bahasa yang dipakai untuk mengantarkan atau menjelaskan ilmu pengetahuan kepada orang lain;
6) Bahasa resmi yaitu bahasa yang secara resmi diakui secara yuridis sebagai bahasa resmi dalam suatu negara.
2.1.4.3 Variasi bahasa menurut Martin Joss
Variasi bahasa menurut (Martin Joss, 1967) membedakan lima macam gaya di dalam bukunya “the Five Clocks” (dalam Soeparno, 2003:58) berdasarkan tingkat kebakuan. Kelima macam gaya tersebut adalah:
29 1) Gaya frozen, gaya ini disebut juga gaya Kurubeku, sebab bentuk pemakaiannya tidak pernah berubah dari masa ke masa dan oleh siapapun penuturnya. Misalnya, pada doa mantra. Contoh:
“Langeng gati nikang hawab sabha-sabha niking Hastina, samantara tekeng tegal kuru narayya Krsnan lak, sirang Parasurama Kanwa Janakadulur Narada, Kapanggih irikang tegal miluri kayya sang Bhupati. (Asri – nengsemaken kawontenanipun margi ingkang (ngener) dhateng bangsal (papan pirembagan) Hastina. Sareng tindakipun Prabu kresna dumugi ing ara-ara Kuru., panjenenganipun kapenggih (kepethuk) kaliyan parasuruma, Kanwa lan Janak;(ingkang sampun sami asalira dewa) sesarengan kaliyan (Bathara) Narada;
(sakawan punika) sami tumut mbiyatu pakaryanipun (tugasnya) sang prabu).
(http://wayangpustaka.wordpress.com/. Diakses pada Kamis, 22 September 2011 pukul 13.05 WIB).
2) Gaya formal, gaya ini disebut juga gaya baku. Pola dan kaidahnya adalah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar dan pemakaiannya dirancangkan pada situasi resmi. Gaya semacam ini biasa digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan,kantor- kantor pemerintahan, pidato ceramah, buku-buku pelajaran, rapat dinas, dan lain-lain.
3) Gaya usaha atau gaya konsultatif, gaya ini disebut juga setengah resmi atau gaya usaha. Disebut demikian karena bentuknya terletak di antara gaya formal dan gaya informal. Pemakaian gaya konsultatif kebanyakan dipergunakan oleh para pengusaha atau kalangan bisnis. Selain itu juga biasa digunakan dalam pembicaraan di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.Contohnya bahasa yang
30 digunakan mahasiswa ketika sedang berdiskusi, dosen yang sedang mengajar, dan lain-lain.
4) Gaya kasual atau gaya santai, gaya ini disebut juga gaya informasi atau santai. Ciri gaya ini antara lain banyak dipergunakan bentuk allegro, yakni bentuk diperpendek baik pada level kata, frasa, maupun kalimatnya. Ciri lain ialah banyaknya unsure leksikal dialek dan usnur daerah. Gaya bahasa ini biasa dipergunakan oleh para pembicaraan santai lainnya. Contohnya:
“Hey..piye Le garapane?”
“Heh..bagaimana Nak pekerjaannya?”
“Wah...apik Le hpmu saiki”.
“Wa...bagus ya hpmu sekarang.”
5) Gaya intim (intimate), gaya ini disebut juga gaya akrab karena biasa dipergunakan oleh para penutur dan hubungannya sudah amat akrab. Cirinya hamper sama dengan gaya santai, akan tetapi pada gaya akrab ini pemakaian alegronya sudah keterlaluan sehingga tidak mungkin dimengerti oleh orang lain tanpa mengetahui situasinya. Gaya intim ini biasa dipakai oleh antaranggota keluarga, teman dekat, dan lain-lain.
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli mengenai variasi bahasa, penulis memfokuskan penulisan ini dengan teori berdasarkan Martin Joss.Hal ini karena dalam pandangan ahli ini, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman bahasa yang terdapat pada brosur.Variasi bahasa dalam brosur
31 tentu dapat dilihat melalui kalimat yang mampu menunjang adanya keragaman tersebut yaitu dengan melihat variasi bahasa dan juga faktor-faktornya.
2.1.5 Bahasa jurnalistik
Menurut Wojowasito (Anwar, 1984 : 1), bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok. (Moeliono, 1994), yang konsultan Pusat Bahasapun mengatakan bahwa laras bahasa jurnalistik tergolong ragam bahasa baku.
Terbuktilah bahwa bahasa Indonesia jurnalistik tidaklah berbeda dengan bahasa Indonesia baku yang membedakan antara keduanya hanyalah penggunaannya. Karena digunakan sebagai media penyampai informasi, bahasa yang digunakan di media massa memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan bahasa yang digunakan untuk keperluan lain.(Anwar, 1984 : 1) mengatakan, “Bahasa jurnalistik mempunyai sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik.” (Moeliono, 1994) menambahi bahwa bahasa jurnalistik memiliki kekhasan diksi yang dicirikan oleh upaya ekonomi kata, kekhasan pengalimatan yang ditandai oleh pemendekan kalimat.
Menurut(Badudu, 1992 : 62), bahasa jurnalistik itu harus sederhana, mudah dipahami, teratur dan efektif. Bahasa yang sederhana dan mudah dipahami berarti menggunakan kata dan struktur kalimat yan mudah dimengerti pemakai bahasa umum.Bahasanya teratur berarti setiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai dengan kaidah.Bahasa pers haruslah tidak bertele-tele, tetapi tidak juga terlalu berhemat sehingga maknanya menjadi kabur.
32 Jadi bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan penyampaian berita dan komunikatif, soalnya, sebagai media penyampai informasi, bahasa jurnalistik tentu diharapkan mampu menjembatani antarlaras bahasa. Dengan kata lain, pewarta dapat bereksplorasi dengan laras bahasa lain sehingga bahasa yang digunakan lebih variatif dan enak dibaca. Di samping itu bahasa jurnalistikpun harus akrab dengan ragam kedaerahan atau dialek.
Bahasa jurnalistik tidak dapat berdiri sendiri, apalagi bahasa jurnalistik hanyalah sebuah laras bahasa yang harus bersandar pada ragam bahasa, tentu saja yang digunakan untuk menyampaikan informasi adalah ragam bahasa baku, karena bahasa bakulah yang pemakaiannya luas dan memiliki ciri kecendekiaan hubungan yang seperti itulah maka bahasa jurnalistik wajib memelihara bahasa Indonesia (Moeliono, 1994), antara laras bahasa jurnalistik dan ragam bahasa baku saling membutuhkan. Ragam bahasa baku ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern yang setara dengan bahasa lain di dunia.
Adapun laras bahasa jurnalistik memerlukan pengungkapan diri secara modern.
Dalam bahasa lisan, struktur kalimat dan pilihan katanya jelas tidak cermat, ketika disalin menjadi bahasa tulis di media massa, tentu saja struktur kalimat dan pilihan katanya harus diperbaiki, Soalnya, bagaimanapun bahasa tulis memiliki aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar.
33 2.1.6 Variasi bahasa pada Brosur
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan variasi bahasa pada brosur menggunakan diksi (pilihan kata), serta pada pembahasan akan dijelaskan mengenai kelima ragam atau gaya dalam variasi bahasa yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual) dan ragam akrab (intimate) yang dikemukakan oleh, Martin Joss (1967) namun penulis hanya mengambil tiga ragam yaitu ragam resmi atau ragam formal, ragam usaha atau ragam konsultatif dan ragam santai.Kalimat pada brosur merupakan kalimat-kalimat hasil ungkapan perasaan penulis kemudian diproduksi oleh perusahaan media cetak.
Variasi penulisan kalimat tersebut menggunakan kombinasi huruf kapital dan huruf kecil, dapat dijelaskan bahwa penggunaan kalimat pada brosur belum sesuai dengan kaidah kebahasaan yang seharusnya, sebab penulisan pada brosur tidak mengikuti aturan penulisan yang benar, sehingga informasi yang disampaikan atau makna yang ingin disampaikan tidak tersalur dengan baik oleh pembaca, namun disisi lain dari ketidakefektifan penulis menjadikan brosur- brosur lebih menarik bagi pembaca.
2.1.7 Brosur sebagai salah satu media cetak
Brosur merupakan salah satu jenis pamflet. Informasi dalam brosur ditulis dalam bahasa yang ringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami dalam waktu singkat. Brosur juga didesain agar menarik perhatian, dan dicetak di atas kertas yang baik dalam usaha membangun citra yang baik terhadap layanan produk tersebut. Brosur atau buklet adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri satu
34 hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain dan selesai dalam sekali terbit.
Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang atau kawat), biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras. Menurut definisi UNESCO, brosur adalah terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap dalam satu kali terbitan, memiliki paling sedikit lima halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar perhitungan sampul. Pusat Bahasa (Dalam KBBI, 2008: 210-211), brosur adalah (1) bahan informasi yang tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem.American Library Association (1983).
a. Macam-macam brosur 1. Trifold/lipat 3
Brosur lipat 3 merupakan salah satu jenis brosur yang sangat populer dan sering digunakan, biasanya ukurannya A4(21 x 29,7 cm) yang kemudian dilipat 3, sehingga memunyai 6 halaman yang bolak-balik, bagi anda yang ingin menampilkan banyak gambar ataupun materi banyak dan ingin dibagi perhalaman, maka brosur lipat 3 cocok untuk kebutuhan anda. Untuk ukuran-ukuran dari brosur lipat 3 ini tidak hanya A4 namun bisa juga disesuaikan dengan kebutuhan yang anda inginkan seperti A5.
2. Bifold/lipat 2
Brosur lipat 2 ini biasanya banyak menggunakan ukuran kertas A4(21 x 29,7cm) yang kemudian dilipat 2 sehingga memunyai 4
35 halaman bolak-balik. Brosur ini cocok untuk anda yang ingin menampilkan gambar yang lebih besar
3. Flyer/tanpa lipat
Untuk brosur jenis ini tidak memiliki lipatan dan biasa disebut dengan flyer. Ukuran yang paling banyak digunakan yaitu A4, A5(14,8 x 21cm) atau bisa juga DL.size (1/4 kertas kuarto). Jenis brosur seperti ini lebih cocok bagi anda yang memunyai informasi singkat dan padat, namun jika ingin membuat lebih banyak materi lain bisa menggunakan ukuran A4(21 x 29,7).
b. Fungsi brosur
1. Sebagai media yang memberikan sebuah informasi kepada para konsumen yang berkaitan dengan perusahaan, di mana informasi itu sendiri berkaitan dengan presentasi dari perusahaan, produk baru dari perusahaan, produk baru dari perusahaan atau juga layanan yang lain yang diberikan perusahaan tersebut yang ingin ditawarkan.
2. Sebagai alat iklan atau juga promosi yang dapat menarik ataupun memungkinkan untuk dapat mempromosikan satu ataupun lebih dari produk dan juga jasa.
3. Desain dari sebuah brosur yang baik yang memungkinkan untuk dapat mempertahankan sebuah kriteria dari seluruh brosur dari perusahaan tersebut. Kriteria yang terkadang sering disebut dengan konsep yang kemudian disatukan ke dalam seluruh jenis
36 brosur yang akan menjadikan perusahaan tersebut teridentifikasi dengan mudah.
4. Brosur adalah media promosi iklan gratis yang bagus bagi konsumen untuk mengetahui kelebihan produk tersebut. Dengan brosur akan lebih mempermudah konsumen memahami kelebihan produk yang ditawar untuk itu buat brosur sejelas mungkin tentang produk yang akan ditawarkan kepada konsumen. Bentuk dan tata letak isi brosur disesuaikan dengan produk dan merupakan satu kesatuan dari strategi periklanan yang dilakukan dimedia lain seperti media televise radio, majalah, Koran, dan lain-lain sehingga tidak membingungkan konsumen apa yang ditawarkan.
c. Tujuan brosur
Di mana kita tahu bahwa dari pengertian brosur sendiri adalah suatu media yang memberikan informasi untuk masyarakat berupa tulisan, dan brosur bertujuan untuk memberikan penjelasan suatu produk yang lebih karena adanya keterbatasan media lain untuk menyampaikannya atau waktu yang begitu singkat sehingga belum tentu dapat dipahami oleh calon konsumen untuk itu dibutuhkan brosur untuk menjelaskan produk lebih lengkap lagi.
Brosur bisa dibagi melalui surat atau juga surat elektronik atau dengan membagi-bagi dalam satu event promosi baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Di mana tujuan dari brosur ini
37 kita dapat lihat dalam dunia pendidikan di mana kita bisa mempromosikan suatu sekolah atau kegiatan organisasi, seminar yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi atau intansi lainnya.
d. Ciri-ciri brosur
1. Pernyataan dari pesan yang selalu tunggal.
2. Yang bertujuan untuk dapat menginformasikan, mengedukasi dan juga membujuk ataupun memengaruhi pelanggan agar dapat membeli dari pesan yang telah disampaikan.
3. Brosur diterbitkan sekali, meski begitu dapat untuk dicetak ulang berkali-kali baik diperbarui ataupun tidak.
4. Brosur sendiri harus dapat menarik perhatian dari pelangan ataupun publik.
5. Memiliki sistem distribusi sendiri dan bukan merupakan dari bagian media yang lainnya.
6. Copyan yang harus jelas dan juga desain harus menarik.
Posterina.blogspot.com (2014).
e. Kelebihan dan kekurangan brosur
Brosur merupakan salah satu cara mengiklankan suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan atau toko, walaupun cara ini dibilang tradisional tapi masih saja diminati oleh beberapa masyarakat untuk mempromosikan barang dagangan, dan berikut ini beberapa kelebihan dari menggunakan brosur, diantaranya sebagai berikut:
38 a. Sederhana namun langsung to the point tanpa basa-basi sehingga para konsumen bisa langsung mengerti produk atau jasa yang ditawarkan.
b. Di sini kita bisa memainkan warna gambar, jenis huruf, ukuran kertas, tata letak, dan bentu lipatannya agar membuatnya semakin menarik.
c. Harga semakin murah, semakin banyak brosur yang dicetak semakin murah harga cetakannya.
d. Penghematan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk beriklan dengan brosur lebih murah daripada biaya menggunakan system iklan lainnya.
e. Tetap beriklan walaupun tidak ada orang yang menjaganya, orang yang merasa butuh dan penasaran akan mengambil brosur ditempat brosur disimpan dan membawanya.
Dari kelebihan di atas, brosur juga mempunyai kekurangan sebagai berikut:
a. Informasinya yang kurang up to date.
b. Cara promosi yang tradisional dan sudah banyak yang menggunakan.
c. Cara promosi yang membosankan dan tidak menarik.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penulis menyadari bahwa apa yang dilakukan bukanlah merupakan hal yang baru. Beberapa peneliti terdahulu telah menulis tentang gaya bahasa,
39 namun itu menjadi objek penelitian terdahulu dan sekarang tentulah sangat berbeda.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu sangat besar manfaatnya dalam penulisan, selain sebagai bahan bacaan, penulis juga menjadikannya sebagai bahan perbandingan agar hasil penelitian ini dapat menjadi pelengkap dari penulisan-penulisan terdahulu.
Hasil penelitian yang penulis maksudkan adalah hasil penelitian yang menuangkan ke dalam bentuk skripsi seperti yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2013) membahas masalah “Variasi bahasa penyiar radio Venus FM dan I-radio di Makassar tinjauan sosiolingistik” Sri Wahyuni mengangkat masalah pendeskripsian jenis variasi bahasa apa yang digunakan penyiar pada saat membuka dan menutup acara, serta panggilan nama diri penyiar dan sapaan kepada pendengar.
Arianto (2007) membahas masalah “ragam bahasa diplomat suatu analisis wacana” Arianto mengangkat masalah makna ragam diplomat, adanya kata-kata yang mengandung ketidakpastian, adanya kata-kata atau ungkapan tertentu untuk ungkapan tertentu untuk menyatakan maksud kepada negara lain, pidato dan korespondensi yang digunakan sudah distandarisasikan.
Dwi Putri (2008) membahas masalah “gaya bahasa spanduk Pilkada Gubernur Sul-Sel 2007) Dwi Putri mengangkat masalah jenis-jenis penggunaan gaya bahasa pada spanduk Pilkada Gubernur Sulsel 2007,