• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

RAGUNAN JAKARTA SELATAN

FAIZ NUR HANUM

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

knowledge, food intake, nutritional adequacy and the basketball athletes's fitness in the Junior/Senior High School Ragunan South Jakarta. Under the guidance of Hadi Riyadi and Eddy S Mudjajanto.

Basketball is a popular sport in the world that require maximum utilization capacity of oxygen from the lungs to keep in shape in an activity that is quite a long time without experiencing fatigue. One of the factors that affect the fitness of the body is adequate nutrition needed to achieve fitness excellence.The purpose of this study was to determine the relationship between characteristics, nutrition knowledge, food consumption and nutritional adequacy of the level of fitness basketball athletes in the junior / senior high school Ragunan South Jakarta. The research was conducted in March-May 2011 with a cross-sectional study design. Purposively selected sample (n = 21) consisting of 9 samples of males (mean age 14.7 ± 0.97 years, average weight 68.5 ± 11.68 kg, and mean height 176.2 ± 3.92 cm) and 12 sample of women (mean age ± 15:33 00:49 years, average weight 63.8 ± 8.76 kg, and mean height 163.7 ± 4.62 cm). The results of this study indicate that the average score of nutritional knowledge are examples of men in the category of being (66.67%) and examples of women are in a category is less (58.33%). Most of the examples of men and women have normal nutritional status. Most of the examples of food consumption consists of low-carbohydrate diet, but high in protein and fat. For the consumption of micronutrients such as vitamin C, calcium and iron samples were under the normal range. Pearson correlation test results between the age of athletes with the fitness levels showed no significant negative relationship (p = 0369, r = -0206). Pearson correlation between test weight with fitness levels showed no significant negative relationship (p = 0673, r =- 0.98). Pearson correlation test between height with fitness levels showed a positive and significant (p = 0.001, r = 0651). spearman correlation test between the sex of the fitness levels showed negative and highly significant relationship (p = 0.000, r = -0716). spearman correlation test between the nutritional status of fitness level showed a negative relationship was not significant (p = 0171, r =- 0310). Pearson correlation test between the level of energy sufficiency by level of fitness showed a positive and not significant (p = 0954, r = 0.013). Based on this research note that the athletes should pay attention to food regulation to achieve the optimal diet on exercise period and the period of the game in order to optimize nutritional intake necessary to achieve optimal fitness.

Keywords: basketball athletes, the level of adequacy of nutrition, physical fitness, VO2 max.

(3)

Bola basket merupakan salah satu olahraga populer di dunia yang membutuhkan kapasitas pengeluaran oksgen dari paru-paru yang maksimal untuk menjaga kebugaran tubuh dalam melakukan aktivitas yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran tubuh adalah gizi yang cukup yang dibutuhkan untuk mencapai kebugaran yang prima. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret-mei 2011 dengan design cross sectional study. Sampel dipilih secara purposive (n=21) yang terdiri dari 9 sampel laki-laki (rata-rata umur 14.7 ± 0.97 tahun, (rata-rata-(rata-rata berat badan 68.5 ± 11.68 kg, dan (rata-rata-(rata-rata tinggi badan 176.2 ± 3.92 cm) dan 12 sampel perempuan (rata-rata umur 15.33 ± 0.49 tahun, rata-rata berat badan 63.8 ± 8.76 kg, dan rata-rata tinggi badan 163.7 ± 4.62 cm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan gizi contoh laki-laki berada dalam kategori sedang (66.67%) dan contoh perempuan berada dalam kategori kurang (58.33%). Sebagian besar contoh laki-laki dan perempuan memiliki status gizi normal. Sebagian besar konsumsi pangan contoh terdiri dari makanan rendah karbohidrat, namun tinggi protein dan lemak. Untuk konsumsi zat gizi mikro seperti vitamin C, kalsium dan zat besi contoh berada di bawah rentang normal. Hasil uji korelasi pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). uji korelasi pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673, r=-0.98). uji korelasi pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). uji korelasi spearman antara Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif dan sangat signifikan (p=0.000, r= -0.716). uji korelasi spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.171, r=-0.310). uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013). Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa atlet sebaiknya memperhatikan pengaturan makanan untuk mencapai diet yang optimal pada periode latihan maupun pada periode pertandingan guna mengoptimalkan asupan gizi yang diperlukan untuk mencapai kebugaran yang optimal.

(4)

Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Dibimbing Oleh Hadi Riyadi dan Eddy S Mudjajanto.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu 1) Menganalisis karakteristik atlet bola basket meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan kondisi sosial ekonomi. 2) Menganalisis pengetahuan atlet bola basket mengenai gizi. 3) Menganalisis konsumsi dan tingkat kecukupan gizi atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. 4) Menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan gizi dengan kebugaran atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMP/SMA Ragunan merupakan sekolah pembinaan atlet, khususnya bola basket dan memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di sekolah. Contoh pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar di SMP/SMA Ragunan, Jakarta Selatan. Siswa-siswi ini adalah calon atlet Indonesia yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan atlet basket. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga dan PUSDIKLAT DKI di cabang bola basket. Contoh yang dipilih tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif, serta contoh adalah semua atlet yang ikut melaksanakan tes kebugaran yang dilakukan oleh pihak sekolah dan bersedia menjadi sampel penelitian. Dari 25 populasi yang ada, yang dapat dijadikan contoh penelitian berjumlah 21.

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri (tinggi badan, berat badan), konsumsi pangan. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data kebugaran contoh (hasil Tes Balke) untuk menentukan nilai VO2 max contoh sehingga kebugaran contoh dapat diketahui,

data denyut nadi contoh pada saat melakukan Tes Balke, serta gambaran umum tempat sekolah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dan jumlah siswa untuk olahraga bola basket.

Contoh terdiri dari laki-laki (42.86%) dan perempuan (57.14%). Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 14.7 ± 0.97 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.33 ± 0.49 tahun. Suku bangsa contoh terdiri dari suku Jawa (33.33%), Sunda (23.81%), Ambon (14.76%), dan suku Palembang, Minang, Batak, Melayu, Papua masing-masing 4.76%. secara keseluruhan contoh berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke atas dengan pendidikan minimal orang tua yaitu SMA. Rata-rata berat badan contoh laki laki 68.5 ± 11.68 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 63.8 ± 8.76 kg. Tinggi

(5)

berada dalam kategori kurang (58.33%). Status gizi contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal.

Contoh memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan lengkap tiga kali dalam sehari (96.24%). Sebagian besar contoh mengkonsumsi air putih lebih dari delapan gelas sehari (71.43%) dan mengkonsumsi minuman sport drink. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi alkohol. Kebiasaan makan periode pertandingan: sebelum bertanding sebagian besar (38.10%) contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding dan menghindari makanan berupa mie instan, fast food, makanan pedas, es, dan minuman bersoda. Selama bertanding sebagian besar contoh (61.90%) mengkonsumsi sport drink dan buah pisang. Segera setelah bertanding contoh mengkonsumsi air dingin, air mineral, dan sari buah. Sebagian besar contoh (95.24%) mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding.

Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (66.67%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit sedang (33.33%). Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar dalam kategori lebih (58.33%). Tingkat kecukupan lemak contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori normal (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori lebih (91.6%). Tingkat kecukupan karbohidrat contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin B1 contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C, kalsium, dan zat besi contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang.

Hubungan usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673, r=-0.98). Hubungan tinggi badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif dan sangat signifikan (p=0.000, r= -0.716). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.171, r=-0.310). Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013).

Intensitas latihan dan riwayat kesehatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Atlet yang memiliki kesehatan yang optimal, dan latihan yang intensif tentu memiliki kebugaran yang baik. Oleh sebab itu perlu penelitian lanjutan tentang riwayat kesehatan terhadap kebugaran seorang atlet bola basket dan juga pengaruhnya terhadap prestasi atlet. Selain itu atlet sebaiknya mulai mengoptimalkan asupan energi dan zat gizi yang dibutuhkannya, karena gizi yang optimal akan sangat mempengaruhi performa dan kebugaran atlet dalam olahraga.

(6)

RAGUNAN JAKARTA SELATAN

FAIZ NUR HANUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

(7)

Nama : Faiz Nur Hanum NIM : I14070119

Disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 19610615 198603 1 004

Ir. Eddy S Mudjajanto NIP. 19601119 198803 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(8)

rahmat dari-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan”.Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Darmolis dan Ibu Arce yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi dan pengorbanan serta kasih sayang kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Ir. Eddy S Mudjajanto selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, perhatian dan semangat kepada penulis.

3. Ibu Prof. Dr. Clara M Kusharto selaku dosen pemandu dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

4. Kakak-kakak penulis, Yasmin Oktavia, Yulhaidir, Irma Suryani, dan Aulia Putra B beserta seluruh keluarga besar penulis.

5. Teman-teman satu perjuangan (Imam, Tami, Dedol, Becky, Jijul) dan seluruh keluarga besar „LUMINAIRE‟ tercinta atas semangat, bantuan, dan motivasi untuk perjuangan yang luar biasa ini.

6. Keluargaku di Rempati Kost (Michele, Ajeng, Ima, Sherly, Dede, Nyenyo, Acuy, dan Bibi Mariana).

7. Ren Refli Kurniawan, Lina Aminah, Pratiwi APatas semangat dan dukungannya kepada penulis

8. Pihak sekolah SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan, atlet dan pelatih basket SMP/SMA Ragunan, dan seluruh keluarga GM ‟45 dan GM ‟46 beserta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Agustus 2011

(9)

Desember 1989 silam dan diberi nama Faiz Nur Hanum. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan bapak Darmolis dan ibu Arce. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 di SD Negeri 12 Tanjung Paku, Kota Solok, Sumatera Barat. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Kota Solok, Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Solok, Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2007.

Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif ikut dalam berbagai kepanitiaan, seperti Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2009, Nutrition Fair (NF) 2009, Seminar Gizi Nasional (SENZATIONAL) 2010, dan lain lain. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah, seperti Pengantar Biokimia Gizi, Gizi Olahraga, Evaluasi Nilai Gizi, dan Pendidikan Gizi. Penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Adapun penghargaan yang berhasil didapatkan penulis selama kuliah yaitu Atlet Terbaik di Liga Gizi Masyarakat (LIGIMA).

Tahun 2011 Penulis melakukan penelitian mengenai “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hadi Riyadi,MS dan Ir. Eddy S Mudjajanto untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(10)

Olahraga merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik atau kegiatan jasmani maupun rohani yang bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal bagi setiap individu. Olahraga juga merupakan aktivitas fisik yang berguna untuk meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh yang akan memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga olahraga dianjurkan untuk dilakukan secara teratur. Terdapat hubungan yang sangat erat antara praktik gizi dengan performa atlet dalam olahraga, yang nantinya akan berujung pada kesuksesan atlet. Gizi adalah salah satu faktor utama bagi atlet dalam mencapai kesuksesan, selain faktor genetik, dan tingkat latihan. Kapasitas fisiologi dan latihan yang menggunakan aktivitas aerobik yang tinggi juga pada akhirnya akan menunjukkan konsumsi oksigen secara maksimum (VO2 max) yang merupakan

indikator untuk menentukan kebugaran atlet dalam upaya mencapai kesuksesan (Salarkia, Kimiagar & Aminpour 2004).

Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, serta dengan cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Kebugaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu latihan yang intensif dan teratur, faktor genetik, dan asupan gizi yang cukup (Kushendar 2008). Kecukupan gizi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kebugaran tubuh seseorang terutama bagi olahragawan. Asupan gizi yang cukup sangat dibutuhkan untuk mencapai ketahanan fisik dan kondisi tubuh yang prima. Kecukupan gizi seorang atlet dapat dicapai jika asupan energi yang diperoleh dari makanan sama dengan energi yang dikeluarkan untuk olahraga.

Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari dan olahraga. Menurut Suharjo dan Kusharto (1999) makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga yang dilakukan. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Faktor

(11)

gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan mulai dari awal pembinaan sampai pada saat pertandingan.

Tingkat kebugaran tubuh seorang atlet dapat diukur dengan menggunakan VO2 max. VO2 maksimum merupakan indikator suatu kesegaran

jasmani dan kapasitas fisik seseorang. VO2 maksimum merupakan jumlah

rata-rata oksigen maksimal yang dapat dikonsumsi oleh tubuh selama melakukan aktivitas fisik dan bernafas pada kerapatan oksigen normal sehingga semakin tinggi VO2 maksimum maka semakin tinggi pula tingkat ketahanan dan adaptasi

seseorang terhadap suatu aktivitas fisik.

Salah satu olahraga yang menuntut kebugaran tubuh yang optimal adalah olahraga bola basket. Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil (KONI 2007). Olahraga basket adalah salah satu cabang olahraga yang aktivitasnya cukup tinggi serta menuntut banyak ketahanan fisik, kecepatan, dan pengeluaran energi yang terus menerus. Untuk mendukung kegiatan tersebut, sangat diperlukan kondisi kebugaran jasmani yang cukup baik yang dapat diperoleh melalui asupan gizi yang cukup.

SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan merupakan sekolah yang mengampu dan bergerak di dalam bidang olahraga. SMP/SMA Ragunan membina atlet agar menjadi lebih baik lagi dan lebih berprestasi lagi di dalam bidang-bidang olahraga yang mereka tekuni. SMP/SMA Ragunan membina atlet-atlet yang masih berada di dalam usia pertumbuhan, dimana usia tersebut memerlukan asupan gizi dan makanan yang cukup yang sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Oleh sebab itu perhatian mengenai masalah gizi sangat dibutuhkan, mengingat gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi dari atlet-atlet tersebut.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan.

(12)

Tujuan khusus

1. Menganalisis karakteristik atlet bola basket meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan kondisi sosial ekonomi.

2. Menganalisis pengetahuan atlet bola basket mengenai gizi secara umum dan gizi olahraga secara khusus.

3. Menganalisis konsumsi dan tingkat kecukupan gizi atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan energi dengan kebugaran atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan

Hipotesis

1. Terdapat hubungan yang positif antara karakteristik atlet dan kebugaran atlet basket.

2. Terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan gizi terhadap tingkat kecukupan gizi atlet.

3. Terdapat hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan energi terhadap kebugaran atlet basket.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Olahraga

Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar maupun gerak keterampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai (Santosa & Komariah 2007).

Aktivitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktivitas aerobik, anaerobik, dan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobik yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang. Olahraga anaerobik (tanpa oksigen) adalah kebalikan dari olahraga aerobik (dengan oksigen). Olahraga aerobik dan anaerobik, lebih menggunakan energi selama melakukan aktivitas fisik. Olahraga anaerobik membakar lebih banyak kalori, membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel dalam membakar lemak. Contoh olahraga anaerobik yaitu angkat besi, sprint 100m (Riyadi 2007).

Tipe atlet dalam olahraga dapat dibedakan menjadi atlet endurance (daya tahan, atlet strength (kekuatan), dan atlet beregu. Atlet daya tahan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang aktivitasnya berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Adapun contoh olahraganya yaitu, renang, lari, dan bersepeda. Atlet kekuatan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang keberhasilan dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot contohnya yaitu, angkat berat, gulat, dan senam. Atlet beregu merupakan atlet yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama yang terkadang dipengaruhi oleh kemampuan fisik seperti daya tahan tubuh contohnya yaitu bola basket, sepak bola, dan bola voli (Riyadi 2007).

(14)

Olahraga Basket

Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan (Anonim 2010). Bola basket termasuk ke dalam aktivitas olahraga aerobik yang membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya (Riyadi 2007). Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil. Olahraga bola basket juga mudah dipelajari karena bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan pemain ketika memantulkan atau melempar bola tersebut (KONI 2007). Bola basket adalah salah satu jenis permainan yang termasuk olahraga permainan. Permainan olahraga bola basket termasuk permainan yang menggunakan bola besar. Permainan bola basket memiliki ciri-ciri dimana pemain membutuhkan keterampilan gerak yang memukau dalam menggiring (dribble) bola, memasukkan (shoot) bola ke dalam ring basket (Faruq 2008).

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004).

Metode antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal.

(15)

Metode antropometri juga menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003).

Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lipatan kulit (biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Kategori remaja metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi mengenai umur.

Tabel 1 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U Status gizi Kategori

Kurus -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD Normal -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD At risk +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD Gemuk +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Obese Z-score ≥ +3 SD Sumber: Depkes 1996 Pengetahuan Gizi

Menurut Karyadi (1997) pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik-buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang tepat dan benar mengenai gizi, orang tersebut akan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan, tidak berlebihan.

Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3)

(16)

menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet (Napu 2006).

Pengukuran Pengetahuan Gizi

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrument dalam bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument, diperlukan alternatif jawaban yang benar yang disebut sebagai “jawaban”, sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut distracter. Multiple choice tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu, bentuk tes ini sangat baik untuk mengetahui pengetahuan gizi individu (Khomsan 2000).

Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu.

Tabel 2 Cut off point Pengetahuan Gizi Kategori pengetahuan gizi Skor

Baik >80%

Sedang 60%-80%

Kurang <60%

Sumber: Khomsan 2000

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992).

Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor

(17)

sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu.

Survei diet atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa, Bakri, Fajar 2002).

Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM).

Metode yang biasa digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik tingkat individu, keluarga maupun masyarakat antara lain metode penimbangan (weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Food Recall 24 Jam

Metode Food Recall 24 Jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan

(18)

makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling mudah digunakan (Arisman 2004). Hal yang perlu diketahui bahwa dengan menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka data jumlah konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dengan teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain (Supariasa et al. 2002).

Metode recall ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian indvidu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau ketika mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Arisman 2004).

Kebutuhan Energi untuk Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

(19)

penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung kepada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat kerja yang dilakukan (Almatsier 2001).

Kecukupan Gizi Atlet

Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al 2009). Jenis aktivitas fisik misalnya adalah berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga, menari, dan juga mencuci mobil juga termasuk ke dalam aktivitas fisik (Hoeger & Hoeger 2005). Menurut Almatsier (2001) aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktivitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktivitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa.

Energi

Aktivitas fisik membutuhkan energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata kecukupan energi yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu.

Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumber-sumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber

(20)

energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan antara lemak ataupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007).

Protein

Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang bermakna selama berolahraga karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan berasal dari protein (Depkes 1993). Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot, dan berperan dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmitter, dan antibodi. Metabolisme protein dalam tubuh atlet dipengaruhi oleh asupan energi dimana asupan energi yang optimal akan mengoptimalkan metabolisme protein di dalam tubuh. Selain itu juga dipengaruhi oleh asupan karbohidrat, asupan protein dari makanan, asam amino, interaksi antara zat gizi, hormon, jenis kelamin, dan status hidrasi (Driskell 2007)

Kebutuhan protein remaja putri berusia 11-18 tahun yang bukan atlet adalah 66 gram per hari. Namun sesungguhnya kebutuhan protein atlet itu sebesar 1gr/kgBB/hari. Misalnya untuk atlet yang mempunyai berat badan 60 kg, sebaiknya mengkonsumsi 60 gram protein per hari. Tetapi, untuk atlet yang berlatih intensif, lama atau sedang dalam program membesarkan otot membutuhkan protein lebih tinggi yaitu 1.2-1.6 gram/kg BB/hari (Depkes 1993). Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007).

Menurut Riyadi (2007) kebutuhan protein seseorang yang berprofesi sebagai bukan atlet sebesar 0,8g/kg berat badan, kebutuhan atlet daya tahan sebesar 1.2-1.4 g/kg berat badan, sedangkan untuk atlet kekuatan dan atlet beregu kebutuhan proteinnya sebesar 1.4-2.0 g/kg berat badan.

Atlet sebaiknya mengkonsumsi pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih

(21)

akan diubah menjadi lemak badan dan menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993). Pengunaan protein sebagai sumber energi tubuh saat berolahraga biasanya akan dicegah karena hal tersebut akan menganggu fungsi utamanya sebagai bahan pembangun tubuh dan fungsiya untuk memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Hubungan pemecahan protein dengan laju produksi energi di dalam tubuh memberikan kontribusi yang lebih kecil dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak (Irawan 2007).

Lemak

Lemak atau disebut trigliserida yang digunakan utnuk pembentukan energi terutama yang berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30% (Almatsier 2004), sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).

Menurut Mihardja (2007) Jumlah lemak dalam makanan yang dibutuhkan seorang atlet berkisar antara 20 – 25% dari energi total. Asam lemak esensial harus terdapat di dalam diet, sementara lemak jenuh harus direstriksi tidak lebih dari 10% asupan energi. Lemak disimpan di dalam jaringan lemak. Lemak tubuh berperan sebagai sumber energi terutama pada olahraga dengan intensitas sedang dalam waktu lama, misalnya olahraga endurance (daya tahan). Latihan endurance meningkatkan kapasitas metabolisme lemak pada otot. Lemak atau trigliserida yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh dalam keadaan asupan energi dari makanan melebihi kebutuhan.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot dipergunakan langsung oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993).

(22)

Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan kurang berprestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus adalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks.

Menurut Riyadi (2007) kebutuhan karbohidrat sehari-hari atlet beregu seperti atlet basket adalah sebanyak 350-490gram atau setara dengan 1400-1960 kalori.

Vitamin A

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004).

Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intik vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot.

(23)

Vitamin C

Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000).

Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.

Vitamin B1

Vitamin B1 atau yang lebih biasa dikenal dengan nama Tiamin merupakan vitamin yang berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam metabolisme energi dari karbohidrat. Tiamin dalam betuk koenzim dikenal sebagai Tiamin Pirofisfat (TPP) atau Trifosfat (TTP). Timain terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat caringan cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004).

Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Angka kecukupan tiamin sehari-hari pada remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari menurut WKNPG tahun 2004. Sumber utama tiamin di dalam makanan adalah serealia, kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur (Almatsier 2004). Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir

(24)

semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004).

Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg.

Kalsium

Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.

Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi tubuh,

(25)

kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney et al 2008).

Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).

VO2 Max

Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot

Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet

Non Atlet

Umur Laki-laki Perempuan

10-19 47-56 38-46 20-29 43-52 33-42 30-39 39-48 30-38 40-49 36-44 26-35 50-59 34-41 24-33 60-69 31-38 22-30 70-79 28-35 20-27 Atlet

Jenis Olahraga Umur Laki-laki Perempuan Bolabasket 18-30 40-60 43-60 Bersepeda 18-26 62-74 47-57 Senam 18-22 52-58 35-50 Sepakbola 22-28 54-64 50-60 Skating 18-24 56-73 44-55 Berenang 10-25 50-70 40-60 Atletik 18-39 60-85 50-75 Atletik 40-75 40-60 35-60 Bola voli 18-22 40-56 Angkat berat 20-30 38-52 Gulat 20-30 52-65 Sumber: Mackenzie 1997

(26)

Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2 max yang

lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2 max dengan melakukan aktivitas

yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2 max untuk atlet laki-laki

adalah sekitar 3,5 liter / menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter / menit (Mackenzie 1997)

Tes Balke

Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2

maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka

digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh atlet tersebut.

Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3

Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji Balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2

maksimum atlet tersebut (Mackenzie 1997). Hasil pengukuran Tes Balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban

2. Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes dan emosi atlet 3. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet

4. Waktu pelaksanaan tes (sebaiknya dilakukan sebelum jam 11 siang) 5. Asupan kafein atlet

6. Waktu makan terakhir atlet

7. Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym) 8. Pengetahuan atlet

9. Akurasi pengukuran

10. Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes

11. Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji. (Mackenzie 1997)

(27)

Denyut Jantung

Denyut jantung dapat diartikan sebagai jumlah detak jantung setiap satu menit. Jumlah denyut jantung pada orang normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada olahragawan seperti atlet jumlah denyut jantung per menit nya lebih rendah dari pada orang normal. Denyut jantung akan meningkat karena berbagai macam sebab diantaranya karena emosi, kelelahan, kurang tidur, dan olahraga. Pada saat berolahraga dan melakukan aktivitas, denyut jantung akan meningkat dan akan menurun kembali pada saat beristirahat. Hal ini dikarenakan pada saat berolahraga tubuh memerlukan oksigen lebih besar dari pada saat aktivitas normal, sehingga akan membuat jantung bekerja lebih keras dan akan mempercepat denyut jantung (Wibowo 2005).

(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebugaran merupakan kemampuan tubuh seorang atlet dalam melakukan kegiatan yang menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dalam waktu relatif lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Kebugaran merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh seorang atlet untuk mampu mencapai prestasi yang optimal. Kebugaran atlet dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, faktor latihan yang intensif dan teratur, dan faktor gizi. Kebugaran yang optimal dapat dicapai melalui kecukupan energi dan zat gizi yang optimal. Atlet yang memiliki kecukupan gizi yang baik secara tidak langsung akan memilki kualitas kebugaran yang baik pula.

Atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan membutuhkan energi yang sesuai dengan aktivitas dan cabang olahraga bola basket yang dikuasainya untuk melakukan aktivitas olahraga semaksimal mungkin baik pada saat latihan maupun pada saat pertandingan. Untuk mendapatkan kebutuhan gizi yang cukup, maka atlet bola basket tersebut harus diberikan pengaturan makanan yang baik dari penyelenggaraan makanan baik dari sekolah (asrama) maupun luar sekolah (luar asrama). Tujuan pengaturan makanan yang baik ini adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya baik makro maupun makro sesuai dengan ukuran tubuh, aktivitas, program latihan dari tiap jenis olahraga.

Pengetahuan gizi atlet akan mempengaruhi konsumsi pangan dari seorang atlet dimana nantinya konsumsi pangan dari seorang atlet ini akan menentukan jumlah zat gizi yang diasup oleh tubuh atlet. Asupan zat gizi seorang atlet sangat menentukan kecukupan energi dan zat gizi atlet. Pengetahuan gizi selain mempengaruhi konsumsi pangan juga mempengaruhi kebiasaan makan seorang atlet. Kebiasaan makan dan konsumsi pangan yang baik dari seorang atlet sangat diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal bagi seorang atlet.

Secara keseluruhan, pengaturan makanan dan pengetahuan gizi seorang atlet akan mempengaruhi konsumsi dari seorang yang pada akhirnya akan menentukan kecukupan gizi atlet. Oleh sebab itu dengan adanya pengaturan makanan yang baik maka atlet dapat memperoleh asupan gizi secara optimal sehingga mampu menjaga stamina dan kebugaran dan mempertahankan status gizi atlet guna mencapai prestasi yang optimal dan akan berujung kepada kesuksesan atlet baik dalam latihan maupun dalam pertandingan.

(29)

Gambar 1 Kerangka berpikir Keterangan :

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti

Konsumsi Pangan

Kesehatan Status Gizi

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pengetahuan Gizi Kebiasaan Makan Karakteristik Sampel Tingkat Kebugaran Performance Prestasi

(30)

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMP/SMA Ragunan merupakan sekolah pembinaan atlet, khususnya bola basket dan memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan.

Cara Pengambilan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar di SMP/SMA Ragunan, Jakarta Selatan. Siswa-siswi ini adalah calon atlet Indonesia yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan siswa yang merupakan atlet basket. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan PUSDIKLAT DKI di cabang bola basket. Contoh yang dipilih tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif, serta contoh adalah semua atlet yang ikut melaksanakan tes kebugaran yang dilakukan oleh pihak sekolah dan bersedia menjadi sampel penelitian. Dari 25 populasi yang ada, terpilih 21 atlet bola basket yang dapat dijadikan contoh.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner (Lampiran 1). Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri (tinggi badan, berat badan), konsumsi pangan. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data kebugaran contoh (hasil Tes Balke) yang karena keterbatasan peneliti diperoleh dari data hasil tes yang telah dilakukan pihak sekolah untuk menentukan nilai VO2 max contoh sehingga

kebugaran contoh dapat diketahui, data denyut nadi contoh pada saat melakukan Tes Balke, serta gambaran umum tempat sekolah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dan jumlah siswa untuk olahraga bola basket.

(31)

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan data 1 Karakteristik contoh Jenis kelamin Wawancara langsung

dengan contoh Usia

Suku

Keadaan sosial ekonomi keluarga Antropometri contoh dan

status gizi

Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak

Tinggi badan Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm IMT/U IMT/U dihitung dengan

menggunakan WHO anthroplus 2007 2 Pengetahuan gizi Pertanyaan

mengenai gizi dan gizi olahraga

Wawancara langsung dengan contoh 3 Konsumsi pangan Kebiasaan makan Wawancara langsung

dengan responden dengan menggunakan metode recall 2x 24 jam

Konsumsi makan

4 Tingkat kebugaran Nilai VO2 max Hasil Tes Balke Denyut jantung

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh.

Data antropometri contoh yang diukur berupa data tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur data status gizi dengan menggunakan IMT/U. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan

(32)

mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori status gizi menuru IMT/U Status gizi Kategori

Kurus -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD Normal -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD At risk +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD Gemuk +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Obese Z-score ≥ +3 SD Sumber: Depkes 1996

Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan pertanyaan kepada contoh melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada contoh berjumlah 20 pertanyaan tentang gizi secara umum dan tentang gizi olahraga. Pertanyaan yang diberikan dinilai dengan memberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah sehingga skor total untuk nilai pengetahuan gizi contoh yaitu 20. Persentase hasil pengetahuan gizi contoh kemudian dibandingkan dengan skor pengetahuan gizi berdasarkan Khomsan (2000) yaitu kurang jika kurang dari 60% (<60%), sedang jika antara 60-80% dan baik jika lebih dari 80% (>80%).

Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan software nutrisurvey dan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi

(33)

BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j

Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan rumus:

AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan:

AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg)

AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasioanal Pangan dan Gizi (WKNPG 2004).

Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus.

TKG = (K/AKGI) x 100 TKG = Tingkat kecukupan zat gizi

K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi contoh

Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja

AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 AKE = Angka kecukupan energi (kkal)

U = Usia (tahun) B = Berat badan (kg)

Akf = Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki laki 1.42 dan wanita 1.31

(34)

Data tingkat kebugaran diperoleh dari pengukuran nilai VO2 max dan

data denyut jantung maksimum contoh. Data nilai VO2 max dan denyut jantung

yang diperoleh merupakan data sekunder yaitu dengan menggunakan data hasil Tes Balke contoh. Tes Balke dilakukan dengan cara mengukur denyut nadi contoh sebelum melakukan tes, kemudian contoh berlari terus menerus tanpa henti selama selang waktu 15 menit. Setelah selesai melakukan tes, denyut nadi contoh diukur kembali dan dihitung jarak yang telah ditempuh oleh contoh selama berlari 15 menit. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software perhitungan Tes Balke (Balke VO2 max calculator). Hasil perhitungan jarak yang telah ditempuh contoh juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.

%VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3

Data denyut jantung digunakan untuk mengetahui perubahan denyut jantung contoh selama melakukan tes. Sebelum dan sesudah tes denyut jantung contoh dihitung, kemudian dibandingkan dengan data denyut jantung normal untuk individu yang berprofesi sebagai atlet.

Uji Statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain

1. Hubungan antara pengetahuan gizi contoh dengan tingkat kecukupan energi diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

2. Hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

3. Hubungan antara tinggi badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

4. Hubungan antara berat badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

5. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran diuji dengan analisis korelasi Spearman

6. Hubungan antara status energi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman

7. Hubungan antara tingkat kecukupan gizi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

(35)

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa SMA/SMP Ragunan Jakarta Selatan yangberprofesi sebagai atlet basket.

Atlet adalah siswa yang memiliki keahlian di bidang olahraga basket dan memiliki prestasi di bidang olahraga basket.

Konsumsi gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi tubuh baik individu maupun kelompok setelah mengkonsumsi pangan.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen.

Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, absorbsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Kurus= -3SD≤Z-score≤-2SD, Normal= -2SD≤Z-score≤+1SD, At Risk= +1SD≤Z-score≤+2SD, Gemuk= +2SD≤Z-score≤+3SD, Obesitas= Z-score >+3SD (Depkes 1996).

Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan mengenai gizi secara umum dan pertanyaan mengenai gizi atlet bola basket.

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani atau kebugaran fisik.

Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental

VO2 max adalah kemampuan tubuh dalam mengkonsumsi oksigen yang

merupakan suatu indikator untuk menentukan kebugaran dalam melakukan aktivitas (Mackenzie 1997).

Gambar

Gambar 1  Kerangka berpikir  Keterangan :
Tabel 4  Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Gambar 2  Sebaran atlet bola basket menurut jenis kelamin
Tabel 9  Tinggi badan atlet bola basket
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan pada sisi lain penghuni yang seharusnya dapat diajak dapat bekerja sama untuk merawat gedung dalam pengertian mencegah atau menghindari pemburukan bangunan kurang

Analisis SWOT sebagai dasar dalam memberikan gambaran mengenai keadaan usaha pada mahasiswa di Politeknik Negeri Sriwijaya meliputi faktor internal yaitu kekuatan

- Disebut juga kalkulus predikat, merupakan logika yang digunakan untuk merepresentasikan masalah yang tidak dapat direpresentasikan dengan menggunakan proposisi. -

Anda dapat mengenakan biaya untuk tindakan fisik transfer salinan dan dapat menawarkan perlindungan jaminan berbayar. Anda dapat memodifikasi satu atau beberapa salinan Program

pada perangkat penyimpanan USB yang dipilih (misalnya, partisi yang telah digunakan sebagai partisi pencadangan), maka sistem akan menampilkan partisi ini secara otomatis

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Christianti (2006) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara struktur aktiva dengan tingkat leverage perusahaan,

Kelima ayat tersebut berisi ketentuan yang sangat teknis, tetapi tidak berhasil menjawab dengan jelas dan pasti mengenai (i) siapa kah yang dapat mengajukan usul dan apa saja

(5) Penambahan bagian pekerjaan yang memiliki kondisi ketidakpastian (unforeseen condition) yang tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus mendapatkan persetujuan