PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA SIAGA
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA
BUMI ANGGOTA PMR SD BHAYANGKARA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Sandra Astrie Kurniawati
NIM 12108241072
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
1.
Kedua orangtua ku yang selalu mendo’akan dan mengiringi perjuanganku.
2.
Almamater UNY
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA SIAGA
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESIAPSIAGAAN BENCANA
GEMPA BUMI ANGGOTA PMR SD BHAYANGKARA YOGYAKARTA
Oleh
Sandra Astrie Kurniawati
NIM 12108241072
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan: 1) menghasilkan produk berupa media pembelajaran
ular tangga siaga gempa bumi, 2) mengetahui kelayakan isi dan penyajian media ular
tangga siaga bencana gempa bumi, 3) mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa dalam
menghadapi bencana gempa bumi sebelum dan sesudah menggunakan media ular
tangga siaga bencana gempa bumi.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (
Research and
Development
), dengan memodifikasi model 4-D menjadi 3-D yaitu
Define, Design,
dan Develop.
Media yang dikembangkan divalidasi oleh ahli pada aspek materi,
penyajian, kebahasaan dan kegrafikaan, serta penilaian oleh praktisi. Media
diujicobakan secara terbatas dan ujicoba lapangan pada anggota PMR di SDN
Bhyangkara Yogyakarta. Tingkat kesiapsiagaan siswa terhadap bencana gempa bumi
dites menggunakan kuesioner dari LIPI. Tes dilakukan sebelum dan sesudah
menggunakan media.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Media ular tangga siaga
bencana gempa bumi berhasil dikembangkan melalui beberapa tahap yaitu
pendefinisian
(define)
, perancangan
(design)
, pengembangan
(develop)
; 2) hasil
penilaian ahli materi dan media memperoleh kategori sangat baik, hasil penilaian
praktisi terhadap media memperoleh kategori baik, hasil uji coba terbatas
memperoleh kategori sangat baik dan hasil uji coba lapangan memperoleh hasil baik;
3) tingkat kesiapsiagaan siswa setelah menggunakan media mengalami kenaikan dari
59,20 menjadi 67,95 dan masuk kategori dari tingkat kesiapsiagaan rendah menjadi
tingkat kesiapsiagaan sedang. Siswa antusias ketika menggunakan media untuk
memahami materi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempa bumi.
Kata kunci:
media ular tangga siaga, kesiapsiagaan, gempa bumi
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur dipanjatkan kepada Alloh Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Ular Tangga Siaga Sebagai
Upaya Peningkatan Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Anggota PMR SD
Bhayangkara Yogyakarta” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar sarjana pendidikan guru sekolah dasar di Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis berharap, sedikit dari karya yang penulis hasilkan dapat menjadi
refrensi untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana gempa bumi bagi siswa SD.
Terselesaikannya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas izin dan
bimbingan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah menyetujui judul ini.
3.
Ibu Woro Sri Hastuti, M. Pd sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan, masukan dan semangat sehingga skripsi ini dapat selesai degan baik.
4.
Sdri Robiatul Adawiyah dan Bapak Indra Yoga Sara sebagai ahli yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan banyak memberikan masukan saat proses
pengembangan produk sehingga penulisan tidak terlalu mengalami kesulitan
ketika melakukan revisi media.
5.
Ibu Dewi Partini, M. Pd sebagai kepala sekolah SD Bhayangkara yang telah
memberikan izin dan memberikan fasilitas selama penulis mengadakan penelitian
serta sdr Dedy Rianto, S.Th.I sebagai pembimbing PMR SD Bhayangkara yang
telah membantu lancarnya uji coba di lapangan.
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Pengembangan ... 7
G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 8
H. Definisi Istilah ... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Mengenai Media Pembelajaran ... 10
B. Kajian Mengenai Pembelajaran PMR di Sekolah Dasar ... 15
D. Kajian Mengenai Materi Gempa Bumi
1. Pengertian Gempa ... 20
2. Proses Terjadinya Gempa ... 20
3. Dampak Gempa ... 21
4. Upaya Kesiapsiagaan Gempa ... 21
5. Peran PMR Mula dalam Kesiapsiagaan Gempa ... 24
E. Kajian Mengenai Keterpaduan Kurikulum Kesiapsiagaan Bencana dalam
Kurikulum Sekolah Dasar
1. Kurikulum Terpadu ... 25
2. Kurikulum Palang Merah Remaja Mula ... 26
3. Kurikulum Sekolah Dasar ... 27
4. Keterpaduan antara Kurikulum PMR Mula dengan Kurikulum
Sekolah Dasar ... 28
F. Kajian Mengenai Model Pengembangan ... 28
G. Kajian Mengenai Alat Ukur Tingkat Kesiapsiagaan Bencana
Gempa
Bumi
...
34
H. Kajian Penelitian yang Relevan ... 44
I. Kerangka Pikir ... 45
BAB III METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian ... 46
B. Prosedur Pengembangan ... 46
1. Tahap Pendefinisian
(define)
... 48
2. Tahap Perancangan
(design)
... 49
3. Tahap Pengembangan
(develop)
... 50
C. Uji Coba Produk ... 51
D. Subjek Uji Coba ... 52
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 53
1. Angket ... 53
2.Tes ... 58
G. Teknik Analisis Data ... 59
1. Teknik Analisis Kelayakan Media ... 59
2. Teknik Analisis Tingkat Kesiapsiagaan Siswa dalam Menghadapi
Bencana Gempa Bumi ... 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Tahap Pendefinisian
(Define) ...
63
1.Analisis Awal-Akhir ... 63
2. Analisis Siswa ... 63
3. Analisis Konsep ... 64
4. Analisis Tugas ... 64
5. Perumusan Tujuan Pembelajaran ... 65
B. Deskripsi Hasil Tahap Perancangan
(Design) ...
65
1. Pemilihan Format Berdasarkan Kriteria ... 66
2. Desain Awal Produk ... 67
C. Deskripsi Hasil Tahap Pengembangan
(Develop) ...
68
1. Data Validasi Ahli Materi, Penyajian, dan Kebahasaan ... 68
2. Data Validasi Ahli Kegrafikaan ... 75
3. Data Penilaian oleh Praktisi ... 80
4. Data Hasil Uji Coba Terbatas ... 83
5. Data Hasil Uji Coba Lapangan ... 85
D. Revisi Produk ... 89
1. Revisi oleh Ahli Materi, Penyajian, dan Kebahasaan ... 89
2. Revisi oleh Ahli Kegrafikaan ... 94
3. Revisi oleh Praktisi ... 98
5. Revisi Uji Coba Lapangan ... 100
E. Deskripsi Data Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Terhadap Bencana
Gempa
Bumi
...
101
1. Tes Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Terhadap Bencana Gempa
Bumi Sebelum Menggunakan Media ... 101
2. Tes Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Terhadap Bencana Gempa
Bumi Sesudah Menggunakan Media... 104
F. Pembahasan ... 105
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 112
B. Keterbatasan ... 114
C. Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA ... 115
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1
Kurikulum PMR Terkait Materi Kesiapsiagaan Bencana
Gempa Bumi ... 26
Tabel 2 Muatan Materi Kesiapsiagaan bencana dalam Mata
Pelajaran
IPA
...
27
Tabel 3
Pencapaian Indikator Masing-Masing Tingkat Kesiapsiagaan
Bencana Gempa Bumi ... 43
Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Berdasarkan Kelayakan Materi ... 54
Tabel 5 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Berdasarkan Kebahasaan ... 54
Tabel 6
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Berdasarkan Penyajian ... 54
Tabel 7 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Berdasarkan Kegrafikaan ... 56
Tabel 8
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penilaian Media Oleh
Pembimbing
PMR
...
56
Tabel 9
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penilaian Media Oleh Anggota
PMR Mula ... 57
Tabel 10
Pedoman Pengkategorian Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Terhadap
Bencana Gempa Bumi ... 58
Tabel 11
Rumus Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif
Eko Putro Widyomoko ... 60
Tabel 12 Konversi Skor Penilaian Masing-Masing Komponen Aspek Materi
Penyajian dan Kebahasaan ... 61
Tabel 13
Konversi Skor Penilaian Masing-masing Komponen
Aspek
Kegrafikaan
...
62
Tabel 15 Validasi Ahli Materi, Penyajian, dan Kebahasaan Tahap I ... 69
Tabel 16 Validasi Ahli Materi, Penyajian, dan Kebahasaan Tahap II ... 71
Tabel 17 Validasi Ahli Materi,Penyajian, dan Kebahasaan Tahap III ... 73
Tabel 18 Validasi Ahli Kegrafikaan Tahap I ... 75
Tabel 19 Validasi Ahli Kegrafikaan Tahap II ... 77
Tabel 20 Validasi Ahli Kegrafikaan Tahap III ... 79
Tabel 21 Penilaian oleh Praktisi Tahap I ... 81
Tabel 22 Penilaian oleh Praktisi Tahap II ... 82
Tabel 23 Hasil Uji Coba Terbatas ... 83
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1
Desain Media Ular Tangga Siaga bencana Gempa Bumi yang
dimodifikasi dari 4D ... 46
Gambar 2
Deskripsi Hasil Validasi Ahli Materi, Penyajian dan Kebahasaan ... 72
Gambar 3
Deskripsi Hasil Validasi Ahli Kegrafikaan ... 78
Gambar 4
Aktivitas Siswa Ketika Membaca Peraturan Permainan ... 82
Gambar 5
Aktivitas Siswa Ketika Mencoba Permainan Ular Tangga Siaga
Bencana Gempa Bumi... 83
Gambar 6
Aktivitas Siswa Ketika Melakukan Penilaian Terhadap Media ... 83
Gambar 7
Aktivitas Siswa Ketika Mencoba Permainan Ular Tangga Siaga
Bencana Gempa Bumi ... 86
Gambar 8
Aktivitas Siswa Menilai Media Permainan Ular Tangga Siaga
Bencana Gempa Bumi ... 87
Gambar 9
Draf Media Ular Tangga Siaga Sebelum Revisi ... 88
Gambar 10
Media dengan Konsep Kartu Jawaban ... 89
Gambar 11
Desain Kartu Jawaban pada Media ... 90
Gambar 12
Revisi Materi Tas Siaga Bencana Gempa Bumi pada Media ... 91
Gambar 13
Draf Media Sebelum Direvisi Terkait Kegrafikaan ... 92
Gambar 14
Revisi Desain Media Tahap Kedua ... 93
Gambar 15
Revisi Desain Media Tahap Ketiga ... 95
Gambar 16
Media Setelah Melalui Revisi Tata Tulis Oleh Praktisi ... 96
Gambar 18
Aktivitas Siswa Ketika Mendengarkan Penjelasan Terkait Cara
Pengerjaan
Kuesioner
...
100
Gambar 19
Aktivitas Siswa Ketika Mengerjakan Kuesioner Tingkat Kesiapsiagaan
Terhadap Bencana Gempa Bumi ... 101
Gambar 20
Salah Satu Siswa yang Bertanya Tentang Pertanyaan Pada Kuesioner
yang Tidak Dimengerti Maksudnya ... 101
Gambar 21
Aktivitas Mengisi Angket Tingkat Kesiapsiagaan Bencana
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Penilaian Media Komponen Materi, Penyajian
dan Kebahasaan ... 118
Lampiran 2 Penilaian Media Komponen Kegrafikaan ... 130
Lampiran 3 Penilaian Media oleh Pelatih PMR SD Bhayangkara ... 139
Lampiran 4 Angket Penilaian Media Saat Uji Coba Terbatas ... 145
Lampiran 5 Angket Penilaian Media Saat Uji Coba Lapangan ... 148
Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PMR ... 151
Lampiran 7 Hasil Tes Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana
Gempa Bumi Sebelum Menggunakan Media ... 157
Lampiran 8 Hasil Tes Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana
Gempa Bumi Setelah Menggunakan Media ... 159
Lampiran 9 Kuesioner LIPI untuk Mengukur Tingkat Kesiapsiagaan Siswa
dalam Meghadapi Bencana Gempa Bumi ... 161
Lampiran 10 Curiculum Vitae Ahli ... 165
Lampiran 11 Produk (Media Ular Tangga Siaga Bencana Gempa Bumi) ... 167
Lampiran 12 Hasil Uji Coba Terbatas ... 169
Lampiran 13 Hasil Uji Coba Lapangan ... 170
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian ... 171
Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian ... 173
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah pendewasaan peserta didik agar dapat mengembangkan
bakat, potensi dan ketrampilan yang dimiliki dalam menjalani kehidupan, oleh
karena itu sudah seharusnya pendidikan didesain guna memberikan pemahaman
serta meningkatkan prestasi belajar peserta didik (Daryanto, 2010:1). Prestasi
belajar siswa di sekolah sering dikaitkan dengan permasalahan belajar dari siswa
tersebut dalam memahami materi. Permasalahan belajar tersebut terjadi
dimungkinkan karena faktor belajar siswa yang kurang efektif atau juga bisa
karena materi pembelajaran yang disampaikan tergolong materi yang abstrak.
Materi yang abstrak memang menjadi salah satu permasalahan dalam
pembelajaran. Seringkali dalam proses pembelajaran dihadapkan pada materi
yang abstrak dan di luar pengalaman sehari-hari siswa, sehingga materi menjadi
sulit diajarkan oleh guru dan sulit dipahami oleh siswa. Hal tersebut tentu akan
berdampak pada hasil belajar siswa. Beberapa cara dilakukan untuk dapat
mempermudah penyampaian materi yang abstrak, salah satunya dengan
menggunakan media. Pentingnya media dalam proses pembelajaran, terutama
untuk siswa sekolah dasar dibenarkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget (Rita
eka,2008:106) mengenai perkembangan peserta didik, masa kanak-kanak akhir
yaitu usia 7-12 tahun tergolong pada masa operasi konkret dimana anak berfikir
menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya
dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang
abstrak dapat dikonkretkan dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Siswa usia 7-12 tahun pada tahap berfikir konkret, sehingga memerlukan media
untuk membantu siswa dalam memahami pembelajaran. Salah satu jenis media
yaitu media grafis atau media dua dimensi. Pada media dua dimensi tersebut
terdapat unsur visualisasi. Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengkonkritkan sesuatu yang abstrak.
Materi kesiapsiagaan bencana gempa bumi pada kegiatan Palang Merah
Remaja (PMR) mula termasuk materi yang abstrak, maka dari itu penggunaan
media juga perlu diterapkan saat pembelajaran tersebut. Materi kesiapsiagaan
bencana yang penting tersebut harus terlebih dahulu dikuasai oleh anggota PMR
SD karena PMR Mula mempunyai peran peer leader yang berarti teladan bagi
teman-temannya. Ketika PMR Mula sudah menguasai materi kesiapsiagaan
bencana diharapkan dapat mengajarkan materi tersebut ke teman-teman
sebayanya. Kesiapsiagaan bencana gempa bumi penting dikuasai oleh siswa
mengingat Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Sudah kita ketahui
bersama bahwa Indonesia termasuk daerah rawan bencana gempa bumi karena
terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia,
Eurasia dan Pasifik. Lempeng-lempeng tersebut dapat bergerak bebas dan saling
berinteraksi dikarenakan terletak di atas lapisan astenosfer yang cair dan panas.
ke permukaan bumi dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi. Melihat proses
terjadinya, gempa bumi termasuk bencana yang terjadi secara tiba-tiba maka perlu
kesiapsiaagan bencana gempa bumi agar dampak dari bencana dapat berkurang.
Pentingnya materi kesiapsiagaan bencana gempa bumi yang juga termasuk
materi abstrak tersebut tidak diimbangi dengan kualitas penyampaian materi
dalam proses pembelajaran. Fakta dilapangan menyatakan bahwa sebagian besar
guru mengetahui bahwa media dapat mewujudkan hasil pembelajaran yang lebih
optimal, tetapi masih banyak guru tidak menggunakan atau kurang
memaksimalkan media saat proses pembelajaran. Ini tentunya membuat
materi-materi yang penting dan abstrak seperti materi-materi kesiapsiagaan bencana gempa
bumi menjadi sukar dimengerti siswa.
Salah satu sekolah yang mengadakan kegiatan ekstrakulikuler PMR yaitu
SD N Bhayangkara. Setelah melalui kegiatan wawancara dengan pelatih PMR SD
N Bhayangkara diketahui bahwa materi kesiapsiagaan bencana gempa bumi di SD
tersebut juga belum disampaikan dengan maksimal. Metode yang digunakan
dalam pembelajaran kesiapsiagaan bencana gempa bumi adalah diskusi dan tanya
jawab antara pelatih PMR dan anggota PMR. Media sangat jarang digunakan
dalam proses pembelajaran, sekalipun menggunakan media hanyalah seadanya
dan yang tersedia di kelas saja. Sebagai contoh penggunaan kursi untuk
menjelaskan cara berlindung diri ketika terjadi gempa bumi.
Palang Merah Indonesia (PMI) pada dasarnya sudah merancang media
bencana, sehingga pembelajaran terkait kesiapsiagaan bencana gempa bumi masih
belum maksimal. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk kembali
menghasilkan media ular tangga siaga yang spesifik terkait kesiapsiagaan bencana
gempa bumi. Menurut Daryanto (2010:13) ketepatan pemilihan media akan sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Peneliti kembali memilih media ular
tangga siaga sebagai produk yang dikembangkan dikarenakan salah satunya
berpedoman pada prosentase kemampuan daya serap manusia. Daryanto
(2010:14) berpendapat bahwa indra penglihatan mempunyai peranan yang besar
untuk menyerap informasi. Penjabaran prosentase kemampuan daya serap
manusia adalah sebagai berikut; pengecapan 2,5%, perabaan 3,5%, penciuman
1%, pendengaran 11%, dan penglihatan 82%. Besarnya prosentase kemampuan
daya serap manusia melalui indra penglihatan menjadi salah satu dasar
dikembangkannya media ular tangga siaga. Pesan visual yang ada pada media ular
tangga siaga diartikan dapat mempertinggi proses belajar dan mengajar
dikarenakan memaksimalkan indra penglihatan. Kemampuan menerima pesan
visual mencakup membaca visual secara tepat, memahami makna yang
terkandung didalamnya, menghubungkan unsur-unsur isi pesan visual dengan
pesan verbal atau sebaliknya (Nana Sudjana, 2010:11). Media ular tangga siaga
memiliki pesan verbal maupun pesan visual untuk menyampaikan informasi
terkait kesiapsiagaan bencana gempa bumi. Menurut Rita Eka (2008:109) puncak
minat membaca anak yaitu saat usia 10-12 tahun, maka dari itu media ular tangga
Melihat permasalahan yang ada di lapangan tersebut, maka diperlukan
adanya pengembangan produk terkait materi kesiapsiagaan bencana gempa bumi
agar siswa dapat memahaminya dengan baik. Apabila materi siaga bencana yang
penting tersebut hanya disampaikan melalui metode diskusi, tanya jawab dan
hanya menggunakan media seadanya saja maka informasi tidak dapat tercerna
dengan baik oleh anak-anak. Hal ini dikarenakan anak usia 7-12 tahun berada
ditahap berpikir konkret sehingga memerlukan media untuk mengkonkretkan
pemikiran-pemikiran yang abstrak. Maka dari itu diadakanlah Penelitian dan
Pengembangan (R & D) yaitu “Pengembangan Media Pembelajaran Ular Tangga
Siaga Sebagai Upaya Peningkatan Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Anggota
PMR SD N Bhayangkara”
B.Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran seringkali dihadapkan dengan materi yang abstrak dan di
luar pengalaman siswa sehari-hari sehingga membuat siswa sulit memahami
materi, maka diperlukan media untuk mengkonkritkan materi yang abstrak.
2. Kurang optimalnya pendidikan kesiapsiagaan bencana gempa bumi di PMR
SD Bhayangkara karena hanya menggunakan media seadanya saja, sehingga
siswa tidak terlalu memahami materi yang tergolong materi abstrak dan di luar
3. Melihat proses terjadinya bencana gempa bumi yang tidak dapat diprediksi
waktu terjadinya, maka materi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
gempa bumi perlu dikuasai siswa.
4. Belum tersedianya media ular tangga siaga untuk materi kesiapsiagaan bencana
gempa bumi oleh PMI Pusat.
C.Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian dibatasi pada
ketersediaan media ular tangga siaga dalam pendidikan kesiapsiagaan bencana
gempa bumi.
Penelitian ini akan mengembangkan produk media pembelajaran ular tangga
siaga bencana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana
gempa bumi untuk anggota PMR Mula.
D.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah prosedur pengembangan produk berupa media pembelajaran
ular tangga siaga bencana gempa bumi?
2. Bagaimanakah kelayakan isi dan penyajian media dengan materi siaga
bencana gempa bumi untuk anggota PMR sebagai produk yang
3. Bagaimana tingkat kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana gempa
bumi sebelum dan sesudah menggunakan media ular tangga siaga bencana
gempa bumi sebagai produk yang dikembangkan?
E.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Menghasilkan produk berupa media pembelajaran ular tangga siaga bencana
gempa bumi.
2. Mengetahui kelayakan isi dan penyajian media ular tangga siaga dengan materi
siaga bencana gempa bumi pada anggoa PMR.
3. Mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana gempa
bumi sebelum dan sesudah menggunakan media ular tangga siaga.
F.Manfaat Pengembangan
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian pengembangan ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjelaskan materi
kesiapsiagaan bencana gempa bumi bagi anggota PMR Mula.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan kesiapsiagaan anggota PMR Mula (siswa SD) dalam
b. Sebagai masukan ketika mengadakan penelitian dan pengembangan
selanjutnya yang mengembangkan media pembelajaran untuk meningkatkan
kesiapsiagaan dengan materi bencana yang lainnya.
c. Sebagai alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi siaga bencana gempa bumi pada kegiatan
ekstrakulikuler PMR.
G.Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang diharapkan sebagai hasil pengembangan berupa media
pembelajaran ular tangga siaga dengan spesifikasi produk sebagai berikut:
1. Media pembelajaran ular tangga siaga berbentuk media visual grafis dengan
materi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempa bumi.
2. Media ular tangga siaga gempa bumi ditujukan bagi anggota PMR Mula.
3. Materi pada media pembelajaran ular tangga siaga gempa bumi mencakup :
pengertian gempa, proses terjadinya gempa, dampak gempa dan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana gempa bumi disesuaikan dengan kurikululm PMR
Mula tentang siaga bencana gempa bumi.
4. Produk media pembelajaran ular tangga siaga dicetak dalam bentuk banner
dengan ukuran 1 m x 1 m agar efektif dimainkan untuk 4-5 anggota PMR
Mula.
5. Media ular tangga siaga bencana gempa bumi dilengkapi dengan kartu
6. Media ular tangga siaga bencana gempa bumi dikemas dengan menggunakan
pipa berukuran D 2 ½ yang bagian alas dan tutupnya ditutup menggunakan dop
dengan ukuran yang sama yaitu D 2 ½.
H.Definisi Istilah
Untuk menghindari timbulnya kesalahan persepsi terhadap istilah-istilah
pokok dalam penelitian ini maka perlu diberi batasan istilah sebagai berikut:
1. Penelitian pengembangan merupakan suatu metode untuk mengembangkan
suatu produk, baik itu yang belum ada ataupun yang telah ada melalui suatu
proses atau langkah-langkah kemudian diujikan untuk mengetahui efektivitas
produk tersebut.
Pengembangan dalam konteks ini adalah pengembangan media pembelajaran
berupa ular tangga siaga mengenai materi kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana gempa bumi.
2. Kesiapsiagaan bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana (gempa bumi) melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
3. Media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses
BAB II KAJIAN TEORI
A.Kajian Mengenai Media Pembelajaran
Kata media dalam bahasa Latin yaitu medius yang berarti ‘tengah’,
‘perantara’, atau ‘pengantar’. Jika diartikan dari bahasa Arab, media berarti
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar,
2011:3). Menurut Gerlach (Azhar, 2011:3) apabila dipahami secara mendalam,
media dapat diartikan manusia, materi, atau kejadian yang membuat siswa
memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap. Apabila dikhususkan lagi, arti
media yaitu alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Azhar, 2011:3).
Batasan arti media juga disampaikan oleh para ahli dalam AECT
(Association of Education and Communication Technology), media dipersempit
lagi pengertiannya menjadi segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Gagne (Arief S, 2009:6) media
adalah segala jenis komponen lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
belajar. Sedangkan menurut Brigs (Arief S, 2009:6) menyatakan bahwa media
adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa
untuk belajar. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang
bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran maka
Jenis media pembelajaran menurut Nana Sudjana (2010:3) dibagi menjadi
empat; pertama yaitu media grafis atau biasa disebut dengan media dua dimensi,
kedua yakni media tiga dimensi, ketiga yaitu media proyeksi, dan keempat yakni
penggunaan lingkungan sebagai media. Media ular tangga siaga bencana gempa
bumi termasuk didalam media grafis atau media dua dimensi karena hanya terdiri
dari panjang dan lebar saja. Grafis sebagai media pembelajaran yang dapat
mengkombinasikan fakta-fakta, gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui
perpaduan ungkapan kata-kata dan gambar. Menurut Daryanto (2010:19), media
grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik,
garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau symbol visual yang lain dengan
maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data
atau kejadian. Media grafis mempunyai fungsi umum dan fungsi khusus, fungsi
umum dari media grafis yaitu menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan.
Fungsi khusus dari media grafis yaitu menarik perhatian, memperjelas ide,
mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau
diabaikan bila tidak digrafiskan. Media grafis memiliki kelebihan dan kekurangan
yang menjadi karakteristiknya. Kelebihan dari media visual grafis menurut
Daryanto (2010:19) yaitu bentuknya sederhana, ekonomis, bahan mudah
diperoleh, dapat menyampaikan rangkuman, mampu mengatasi keterbatasan
ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatannya.
Kemudian menurut Nana Sudjana (2010:20) nilai media grafis terletak pada
juga memiliki kelemahan. Kelemahan media grafis menurut Daryanto (2010:19)
yaitu tidak dapat menjangkau kelompok besar, hanya menekankan persepsi indra
penglihatan saja tidak menampilkan unsur audio dan motion.
Media merupakan salah satu alat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pemilihan media yang tepat akan membuat hasil belajar siswa menjadi optimal.
Azhar Arsyad (2009:75-76) mengemukakan kriteria pemilihan media sebagai
berikut.
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan media mengacu pada
tujuan instruksional yang telah ditetapkan secara umum.
b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau
generalisasi. Agar dapat membantu, pemilihan media harus sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran.
c. Praktis, luwes, dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan
dimanapun, kapanpun, serta dapat dibawa kemana-mana.
d. Guru terampil menggunakannya. Media secanggih apapun tidak akan
mempunyai fungsi yang berarti apabila guru tidak dapat mengoperasikannya.
e. Pengelompokan sasaran. Media untuk kelompok besar belum tentu efektif
untuk kelompok kecil.
f. Mutu teknis. Pengembangan visual harus memenuhi persyaratan tertentu.
Menurut Sa’dun Akbar (2013:117) dalam pemilihan media mempunyai
prinsip-prinsip sebagai berikut:
3) Dapat menjadi sumber belajar
4) Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan media
5) Keamanan bagi pebelajar
6) Kemampuan media dalam mengembangkan keaktifan dan kreativitas pebelajar
7) Kemampuan media dalam mengembangkan suasana pembelajaran yang
menyenangkan
8) kualitas media.
Azhar Arsyad (2011: 88-90), memaparkan bahwa teks berbasis cetakan
menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu:
a. konsistensi, b. format, c. organisasi, d. daya tarik, e. ukuran huruf, dan f. ruang (spasi) kosong.
M. Yunan (2007:21) dalam bulletin BSNP mengatakan bahwa penilaian
teks berbasis cetakan dibagi menjadi empat komponen, sebagai berikut.
a. Kelayakan isi
Komponen kelayakan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau
indikator berikut:
1) Alignment dengan SK dan KD mata pelajaran, perkembangan anak, kebutuhan
masyarakat.
2) Substansi keilmuan dan life skills.
3) Wawasan untuk maju dan berkembang.
b. Kebahasaan
Komponen kebahasaaan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen
atau indikator berikut.
1) Keterbacaan
2) Kesesuaiaan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3) Logika berbahasa.
c. Penyajian
Komponen penyajian ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau
indikator berikut: 1) teknik, 2) materi, dan 3) pembelajaran.
d. Kegrafikaan
Indikator kegrafikaan diuraikan sebagai berikut:
1) Ukuran/format buku 2) Desain bagian kulit 3) Desain bagian isi 4) Kualitas kertas 5) Kualitas cetakan 6) Kualitas jilidan
Berdasarkan pedoman penilaian media berbasis cetakan di atas, maka
komposisi kelayakan isi, kebahasaan, serta penyajian media yang dikembangkan
akan mengacu ketentuan dan kriteria yang mengadopsi dari BSNP yang memiliki
standar nasional. Kegrafikaan media akan mengacu pada kriteria dari Azhar
B.Kajian Mengenai Pembelajaran PMR di Sekolah Dasar
Palang Merah Remaja (PMR) adalah wadah pembinaan dan
pengembangan anggota remaja PMI, yang selanjutnya disebut PMR (Juliati,
2008:1). Keanggotaan PMR mulai dari 10-17 tahun.
Menurut Juliati (2008:11) keanggotaan PMR dibagi menjadi tiga tingkatan,yaitu:
PMR Mula, PMR Madya dan PMR Wira. Anggota PMR berusia 10-12 tahun
atau setingkat SD/MI/sederajat dapat bergabung sebagai anggota PMR Mula.
Anggota PMR berusia 12-15 tahun atau setingkat SMP/MTS/sederajat dapat
bergabung sebagai anggota PMR Madya. Anggota PMR berusia 15-17 tahun atau
setingkat SMU/SMK/MA sederajat dapat bergabung sebagai anggota PMR Wira.
Seperti halnya pembelajaran pada sekolah dasar pada umumnya, PMR
juga memiliki kurikulum dalam mengatur pembelajarannya. Semua tingkatan
keanggotaan PMR mempelajari 7 materi pokok yaitu materi gerakan,
kepemimpinan, pertolongan pertama, sanitasi dan kesehatan, kesehatan remaja,
kesiapsiagaan bencana, donor darah. Walaupun memiliki pokok pembahasan yang
sama, namun cakupan materi yang diberikan tetap disesuaikan dengan tingkatan
keanggotaan PMR. Pembagian waktu pembelajaran PMR antar tingkatan juga
berbeda. PMR Mula mempelajari PMR selama 65 jam, PMR Madya mempelajari
PMR selama 108 jam, dan PMR Wira mempelajari PMR selama 138 jam.
Menurut Juliati Susilo, dkk (2008:18) pembagian 65 jam bagi
pembelajaran PMR Mula adalah sebagai berikut; materi gerakan selama 10 jam,
jam, materi kesiapsiagaan bencana selama 10 jam, dan materi donor darah selama
5 jam.
Cakupan materi PMR untuk kesiapsiagaan bencana adalah sebagai berikut: jenis
bencana, cara-cara pencegahan, mempersiapkan diri, teman dan keluarga dalam
menghadapi bencana. Cakupan materi tersebut menjadi acuan materi dalam media
pada penelitian ini.
C.Kajian Mengenai Kesiapsiagaan Bencana
Menurut Helmi (2012:9) kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Masih menurut Helmi (2011:7) dalam
bukunya yang berbeda, menyatakan bahwa kesiapsiagaan mempunyai pengertian
sekumpulan tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat,
dan perorangan untuk melakukan tindakan dalam menghadapi situasi bencana
secara cepat dan efektif. Sedangkan menurut UU Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatakan bahwa kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi suatu hal
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna.
Joyakin (2014:6) menyatakan bahwa bencana alam adalah serangkaian
peristiwa atau kejadian yang ditimbulkan oleh alam (sebagai contoh: gempa bumi,
Bencana, pengertian bencana yaitu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam maupun faktor non alam maupun pula faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Menurut Helmi
(2012:8) dalam bukunya yang berjudul Standar Operasional Dan Prosedur (SOP)
Kesiapsiagaan Dan Mitigasi Bencana mengungkapkan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor
non alam sehingga mengakibatkan munculnya kerugian berupa jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda serta dampak psikologis.
Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapsiagaan
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
bencana melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Adapun pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan bencana menurut Helmi
(2012:13-15) dalam buku Standar Operasional dan Prosedur Kesiapsiagaan dan
Mitigasi Bencana meliputi:
1. Peningkatan Kapasitas SDM Perlinsos
a. Peningkatan Kapasitas Petugas
Peningkatan kapasitas petugas perlindungan sosial dapat dilakukan
dengan pengadaan berbagai macam workshop, diantaranya workshop
b. Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana harus ditingkatkan.
peningkatan kapasitas masyarakat tersebut dapat berupa mendorong
masyarakat untuk memiliki sistem peringatan dini terhadap ancaman bencana,
mengikuti kegiatan simulasi bencana sehingga menjadi terbiasa untuk
melakukan kegiatan penyelamatan ketika terjadi bencana, membuat peta
evakuasi penyelamatan untuk berbagai macam bencana, membangun sistem
logistik untuk menghadapi kemungkinan bencana, pengadaan peralatan untuk
menghadapi kemungkinan bencana.
c. Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
Sistem peringatan dini berbasis masyarakat dibagi menjadi 4 bagian,
yaitu pemahaman tentang resiko bencana di masyarakat, monitoring dan
kegiatan peringatan dini, sosialisasi dan komunikasi serta kemampuan
memberikan tanggapan. Sosialisasi dan komunikasi yang dimaksud yaitu
mengupayakan pemberian peringatan kepada orang-orang yang beresiko dan
dapat dipahami secara mudah, jelas dan informasi yang diberikan dapat
dilakukan. Siswa Sekolah Dasar merupakan kelompok yang paling beresiko
terhadap bencana.
2. Bantuan Kesiapsiagaan (fisik)
Bantuan kesiapsiagaan bagi masyarakat di daerah bencana dapat berupa
evakuasi kit (seperti: tenda pleton, perahu evakuasi, tenda regu), unit
siaga bencana (seperti: mobil tanki air, mobil operasional penanggulangan
bencana).
3. Pembentukan dan Pengembangan KSB
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 128
Tahun 2011 tentang Kampung Siaga Bencana (KSB) adalah wadah
penanggulangan bencana berbasis masyarakat yang dijadikan kawasan/tempat
untuk program penanggulangan bencana (Helmi, 2012:19). Didalam peraturan
tersebut tertulis tujuan pengadaan KSB, persyaratan pembentukan KSB,
pengurus KSB, pengembangan KSB.
4. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kesiapsiagaan
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui bahwa
program kesiapsiagaan bencana dapat berjalan dengan lancar.
Melihat pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan bencana yang sudah
terpaparkan diatas, maka salah satu kesiapsiagaan bencana yang dapat dilakukan
untuk siswa sekolah dasar yaitu dengan memperkenalkan dan mensimulasikan
produk permainan ular tangga siaga bencana gempa bumi. Dengan adanya media
tersebut, siswa sekolah dasar menjadi lebih tertarik mempelajari materi
D.Kajian Mengenai Materi Gempa Bumi 1. Pengertian gempa
Menurut Asep Mulyadi, dkk (2008:4) dalam buku Ayo Siaga Bencana
Palang Merah Remaja Mula mengatakan bahwa gempa adalah pergeseran
tiba-tiba lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Dalam buku PMI (2008) dengan
judul Bertindak Cepat-Tepat Kenali dan Kurangi Risiko Bencana menyatakan
bahwa gempa adalah suatu peristiwa alam yang menimbulkan getaran pada
lempeng atau permukaan bumi. Disebutkan juga bahwa gempa bisa terjadi karena
pergerakan kerak atau lempeng bumi.
2. Proses Terjadinya Gempa
Macam-macam gempa menurut proses terjadinya dibagi menjadi tiga yaitu
gempa tektonik, gempa gempa vulkanik dan gempa induksi (Asep
Mulyadi,2008:4). Gempa yang disebabkan pergerakan lempengan-lempengan
tektonik disebut gempa tektonik. Gempa yang disebabkan aktivitas gunung api
disebut gempa vulkanik, sedangkan gempa yang disebabkan runtuhan batuan
disebut gempa induksi (runtuhan).
Menurut buku dari PMI dengan judul Bertindak Cepat-Tepat Kenali dan
Kurangi Risiko Bencana, menyatakan bahwa gempa bisa terjadi dikarenakan dua
hal yaitu pergeseran lempengan bumi dan aktivitas gunung api (2008:40).
Sewaktu-waktu bisa terjadi pergeseran lempeng bumi dikarenakan Indonesia
terletak pada pertemuan 3 lempeng kerak bumi; yaitu lempeng Eurasia, lempeng
Peristiwa gempa juga bisa disebabkan karena letusan gunung berapi.
Masih berdasarkan buku Bertidak Cepat-Tepat Kenali dan Kurangi Risiko
Bencana (2008:40), dikatakan bahwa peristiwa meletusnya gunung api yang
mengeluarkan endapan magma biasanya disertai dengan getaran bumi yang
disebut gempa bumi.
3. Dampak Gempa
Setiap bencana pasti menimbulkan dampak, dampak yang kecil
maupun dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Begitu pula bencana gempa
bumi mengakibatkan beberapa dampak. Dalam buku PMI dengan judul Bertindak
Cepat-Tepat Kenali dan Kurangi Risiko Bencana, dikatakan bahwa bencana
gempa dapat menghilangkan nyawa, kerugian harta benda bahkan melumpuhkan
perekonomian hingga pemerintahan (2008: 39). Selain itu getaran gempa juga
bisa menyebabkan longsor, potensi tsunami, hancurnya bangunan/rumah,
kebakaran, listrik padam (2008: 41). Menurut Asep Mulyadi, dkk (2008:4)
mengatakan bahwa gempa dapat mengakibatkan hancurnya bangunan, tiang,
jembatan, jalan raya dan lain sebagainya.
4. Upaya Kesiapsiagaan Gempa
Menurut buku dari Tagana DIY dengan judul Pengurangan Resiko
Bencana Berbasis Sekolah (2014:3), mengatakan bahwa bencana memiliki siklus.
Ketika sudah mengetahui siklus bencana, maka dapat melakukan
tindakan-tindakan untuk mengurangi dampak dari gempa. Kegiatan penanganan bencana
Menurut Denny Hidayati dalam buku saku siaga bencana mengatakan
bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebelum gempa terjadi
(2007:2-7). Pertama kali yang dapat dilakukan yaitu mengumpulkan informasi mengenai
bencana alam yang sering terjadi di wilayah tempat tinggal, dalam hal ini bencana
gempa bumi. Melatih anggota keluarga untuk dapat mengenali cara mematikan
tombol-tombol listrik, gas, air untuk menghindari kebakaran dan sambungan arus
pendek. Apabila ada anggota keluarga yang cacat fisik, tempatkan di kamar yang
dekat dengan pintu keluar sehingga jika bencana gempa terjadi dapat
memudahkan untuk evakuasi. Merencanakan jalur evakuasi bagi anggota keluarga
untuk menuju di titik pertemuan di luar rumah yang aman juga merupakan hal
yang penting.
Kesiapsiagaan selanjutnya yaitu menyiapkan alat peringatan gempa
sederhana yang bisa dibuat dari kaleng bekas. Alat peringatan gempa tersebut
dapat diletakkan di kusen pintu sehingga mengeluarkan bunyi gaduh ketika terjadi
gempa besar. Penataan barang di rumah juga merupakan usaha dalam
pengurangan resiko bencana gempa bumi. Barang-barang yang mudah pecah tidak
diletakkan di atas lemari, sehingga ketika terjadi gempa tidak menimpa diri kita.
Mencatat nomor-nomor penting juga sangat diperlukan. Apabila selama proses
evakuasi kita terpisah dengan keluarga, maka menghafal nomor telepon keluarga
menjadi sangat membantu.
Setelah memahami kesiapsiagaan yang harus dilakukan sebelum gempa
disesuaikan dengan lokasi ketika kita berada. Saat berada di rumah, yang harus
dilakukan yaitu keluar rumah menuju ke tempat yang terbuka dengan melindungi
kepala. Hindari agar tidak berada di dekat jendela berkaca dan barang-barang
yang tergantung di dinding. Ketika berada di dalam rumah kita dapat segera
keluar untuk mencari tempat yang terbuka. Namun, apabila sedang berada di
lantai dua atau tiga gedung bertingkat maka dapat berlindung di bawah meja yang
kokoh sambil berpegangan pada kaki meja. Prinsipnya sama dengan
penyelamatan diri saat berada di dalam rumah yaitu menghindari jendela kaca, rak
lemari, barang-barang yang tergantung. Jika berada di lantai dua dan
memungkinkan untuk keluar gedung maka jangan menggunakan lift.
Kesiapsiagaan gempa pada saat berada di dalam kendaraan tentu berbeda
dengan kesiapsiagaan ketika berada di dalam gedung. Saat berada di kendaraan
ketika terjadi gempa, maka yang harus dilakukan adalah menghentikan kendaraan
di tempat yang jauh dari tiang listrik, pepohonan dan bangunan tinggi. Sementara
gempa masih berlangsung, tetaplah berada di dalam kendaraan.
Menurut Henny Hidayati (2007:10-13) setelah gempa terjadi yang dapat
kita lakukan yaitu memastikan keselamatan anggota keluarga. Periksa keadaan
rumah, apabila terdapat kerusakan rumah yang cukup parah maka segera ke
tempat pengungsiaan dengan mengikuti jalur evakuasi yang sudah ditentukan.
Jika memungkinkan memberikan pertolongan pertama bisa dilakukan untuk
Biasanya gempa pertama akan disertai gempa susulan dan apabila
gempa tersebut berpusat di bawah laut maka akan menimbulkan potensi tsunami,
maka dari itu simak terus informasi bencana dari radio.
5. Peran PMR Mula Dalam Kesiapsiagaan Gempa
Juliati Susilo, dkk (2008:25) mengatakan bahwa setiap tingkatan PMR
mempunyai peran yang berbeda-beda. PMR Mula mempunyai peran peer
leadership, yaitu dapat menjadi contoh/model ketrampilan hidup sehat bagi teman
sebaya. PMR Madya mempunyai peran peer support yaitu memberikan
dukungan, bantuan, semangat kepada teman sebaya agar meningkatkan
ketrampilan hidup sehat. PMR Wira mempunyai peran peer educator yang berarti
sebagai pendidik sebaya ketrampilan hidup sehat.
Mengacu pada peran PMR Mula yang masih pada tahapan menjadi
contoh/model, maka bentuk peran PMR Mula dalam kesiapsiagaan bencana
adalah sebagai berikut:
a. Mewaspadai daerah tempat tinggal apabila rawan gempa.
b. Memperhatikan barang-barang di dalam ruangan yang bisa dijadikan tempat
berlindung ketika terjadi gempa.
c. Ketika masuk ke dalam suatu gedung mengetahui letak pintu keluar, tangga
darurat dan cara-cara keluar jika terjadi gempa.
E.Kajian Mengenai Keterpaduan Kurikulum Kesiapsiagaan Bencana dalam Kurikulum Sekolah Dasar
1. Kurikulum Terpadu
Istilah kurikulum pertama kali digunakan di dunia olahraga pada zaman
Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere. Arti kedua kata tersebut
pada zaman dulu untuk menjelaskan jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari (Wina Sanjaya, 2010: 3). Lambat laun istilah kurikulum digunakan di dunia
pendidikan. Para ahli memiliki pengertian yang berbeda-beda mengenai
kurikulum. Menurut M. Hutchins dalam Wina Sanjaya (2008; 4) mengungkapkan
bahwa kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran. Namun, pandangan kurikulum
sebagai mata pelajaran dianggap pandangan yang tradisional.
Para ahli seperti Hollis L. Caswell dan Campbell menganggap kurikulum
tidak hanya sebagai mata pelajaran tetapi juga sebagi pengalaman. Dalam buku
Wina Sanjaya (2008:6) Hollis L. Caswell dan Campbell mengatakan bahwa
kurikulum adalah “… all of the experience children have under the guidance of
teacher”. Pernyataan tersebut mempunyai arti bahwa segala pengalaman siswa
yang ada pengawasan dari guru disebut kurikulum. Pergeseran makna kurikulum
dari mata pelajaran menjadi pengalaman dikarenakan pandangan psikologi bahwa
belajar bukan hanya mengumpulkan pengetahuan tetapi juga proses perubahan
perilaku siswa (Wina Sanjaya, 2008: 7). Selain pengalaman terdapat pengertian
lain dari kurikulum. Menurut Peter F. Oliva menyatakan bahwa kurikulum pada
Apabila kurikulum mendapatkan tambahan kata terpadu maka dapat
dikatakan bahwa kurikulum tersebut cenderung lebih memandang bahwa suatu
pokok bahasan harus terpadu (integrated) secara menyeluruh (Abdul Majid,
2014: 68). Menurut Abdulah Majid (2014:68), keterpaduan itu dapat dicapai
melalui pemusatan pelajaran pada suatu masalah tertentu dengan alternatif
pemecahan masalah melalui berbgai disiplin ilmu.
2. Kurikulum Palang Merah Remaja Mula
Kesiapsiagaan bencana merupakan satu dari tujuh materi yang dipelajari
dalam kegiatan Palang Merah remaja (PMR). Sebagai organisasi dibawah
naungan Palang Merah Indonesia (PMI), tentunya PMR mempunyai kurikulum
dalam pelaksanaan pembelajarannya. Berikut kurikulum PMR yang mencakup
materi kesiapsiagaan bencana gempa bumi yang mengacu pada panduan fasilitator
[image:44.612.63.569.455.624.2]kesiapsiagaan bencana PMR.
Tabel 1.
Kurikulum PMR Terkait Materi Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran Sasar
an
Waktu Metode Media
Gempa 1. Pengertian Gempa 2. Proses Terjadinya
Gempa
3. Dampak Gempa
1.Peserta dapat menyebutkan pengertian gempa. 2.Peserta dapat menyebutkan
proses terjadinya gempa. 3.Peserta dapat menyebutkan
dampak gempa.
PMR Mula
2 x 45 menit Bernyanyi bersama, simulasi, diskusi Papan flipchart, kertas plano, spidol dan alat tulis.
Gempa 1. Upaya Kesiapsiagaan Gempa
2. Peran PMR Mula dalam Kesiapsiagaan Gempa
1. Peserta dapat menyebutkan upaya kesiapsiagaan gempa. 2. Peserta dapat
3. Kurikulum Sekolah Dasar
Materi kesiapsiagaan bencana juga terdapat dalam kurikulum sekolah
dasar tepatnya pada pelajaran IPA di kelas V (lima). Berikut daftar kompetensi
[image:45.612.68.545.221.630.2]dasar yang mencakup materi kesiapsiagaan bencana.
Tabel 2.
Muatan Materi Kesiapsiagaan Bencana dalam Mata Pelajaran IPA Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilai
an
Waktu Sumber Belajar
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.6.1 Membuat karangan yang bertema tentang banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, serangan hama, pencemaran air, pencemaran udara, rusaknya lingkungan hidup, gempa bumi, atau gunug meletus. Membuat karangan tentang peristiwa alam berarti menunagkan ide siswa tentang peristiwa alam dan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan manusia. Melalui pembuatan karangan ini siswa diharapkan dapat mencari/memberika n tanggapan untuk memberikan solusi apabila hal tersebut benar-benar terjadi
Membuat karangan dengan memilih salah satu tema berikut; banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan, serangan hama, pencemaran air, pencemaran udara, rusaknya lingkungan hidup, gempa bumi, atau gunung meletus, untuk mengenal peristiwa alam dan dampaknya terhadap lingkungan dan
kehidupan manusia.
Produk 3 jam Buku Sains untuk kelas 5 SD, penerbit Grasindo Jakarta. 7.6.2 Menganalisis karangan yang berkaitan dengan peristiwa alam. Melakukan analisis terhadap karangan dapat membuka pemikiran/cakrawal a siswa tentang peristiwa alam, dampak serta solusinya secara komplek. dengan demikian maka dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Melakukan analisis terhadap karangan yang telah dibuat yang memuat tentang; nama kejadian, tempat dan waktu kejadiaan, penyebab terjadinya peristiwa, akibat yang ditiimbulkan oleh peristiwa terhadap kehidupan makhluk hidup dan lingkungan, serta akibta peristiwa terhadap ekonomi, lapangan pekerjaan dan kesejahteraan.
4. Keterpaduan antara Kurikulum PMR Mula dengan Kurikulum Sekolah Dasar
Melihat hasil pemaparan kurikulum PMR materi siaga bencana dan
kurikulum sekolah dasar mata pelajaran IPA kelas V, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat keterpaduan diantara keduanya. Pada materi siaga bencana
terdapat pokok bahasan mengenai siaga bencana gempa bumi. Kemudian, jika
melihat pada silabus mata pelajaran IPA kelas V maka materi siaga bencana juga
bisa diselipkan. Hal ini dilihat dari kompetensi dasarnya yaitu mengidentifikasi
peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan
lingkungan. Agar dampak tidak semakin banyak, maka perlu kesiapsiagaan
sebelum bencana tersebut terjadi. Menganalisis semua itu, maka dapat dinyatakan
bahwa terdapat keterpaduan antara kurikulum PMR materi siaga bencana dengan
kurikulum sekolah dasar mata pelajaran IPA kelas V.
F.Kajian Mengenai Model Pengembangan
Model pengembangan menjadi dasar untuk mengembangkan produk
yang akan dikembangkan. Dalam model pengembangan terdapat prosedur
pengembangan yang akan ditempuh oleh peneliti untuk mengembangkan suatu
produk. Model pengembangan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu model
pengembangan Borg and Gall dan 4D.
Menurut Borg and Gall dalam buku Penelitian Pendidikan (Zainal,
2011:129-132) menyatakan ada sepuluh prosedur dalam model pengembangan
a. Research and Information Collecting
Pada langkah penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti yaitu studi
pendahuluan untuk mengumpulkan informasi. Pengumpulan informasi dapat
dilakukan dengan cara menganalisis kebutuhan, observasi kelas, menghimpun
data tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran,
melakukan kajian pustaka.
b. Planning
Kegiatan pada tahap ini meliputi; perencanaan desain pengembangan
produk. Aspek-aspek penting dalam perencanaan yaitu produk apa yang akan
dikembangakan, manfaat, tujuan, siapa yang akan menggunakan produk,
bagaimana proses pengembangannya.
c. Develop Preliminary Form of Product
Pada tahap ini, peneliti membuar rancangan awal produk yang akan
dinilai oleh para ahli sebelum dilakukan uji coba terbatas.
d. Preliminary Field Testing
Pada langkah ini, peneliti melakukan uji coba terbatas mengenai produk
yang melibatkan antara dua atau tiga sekolah dengan subjek antara 10-15
orang. Setelah melakukan uji coba terbatas, bisa dilanjutkan wawancara dan
diskusi dengan subyek. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi sebagai
bahan penyempurnaan produk.
e. Main Product Revision
f. Main Field Testing
Pada tahap ini kembali melakukan uji coba produk dalam skala yang
lebih luas. Perkiraan sekolah yang terlibat antara lima sampai dengan sepuluh
sekolah serta subjek antara 30 sampai dengan 100 orang. Dalam uji coba ini,
sampel harus dipilih secara representatif.
g. Operational Product Revision
Kegiatan pada tahap ini meliputi revisi kedua, dengan tujuan kembali
memperbaiki dan menyempurnakan produk.
h. Operational Field Testing
Peneliti melakukan uji pelaksanaan lapangan denagn melibatkan 10-30
sekolah dan antara 40-200 subjek. Data tersebut dikumpulkan melalui
wawancara, observasi dan angket.
i. Final Product Revision
Kegiatan pada langkah ini meliputi revisi produk akhir berdasarkan
saran dan masukan saat uji pelaksanaan lapangan.
j. Dissemination and Implementation
Pada langkah ini peneliti menyebarluaskan/mensosialisasikan produk
yang dikembangkan.
Selain model pengembangan Borg and Gall ada juga model
pengembangan menurut Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974:5-9) yaitu 4D
yang mempunyai kepanjangan define, design, develop, and disseminate.Adapun
a. Define (Pendifinisian)
Secara umum tahap pendefinisian berisi analisis kebutuhan
pengembangan, serta syarat-syarat pengembangan produk yang disesuaikan
dengan pengguna produk. Ada 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap
pendefinisian, yaitu:
1. Front and analysis
Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran.
2. Leaner analysis
Pada tahap ini dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan,
motivasi belajar, dan lain-lain.
3. Task analysis
Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar
peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.
4. Concept analysis
Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang
akan dilakukan secara rasional.
5. Specifying instructional objectives.
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah
b. Design
Thiagarajan membagi tahap design menjadi 4 tahap, yaitu constructing
criterion referenced test, media selection, format selection, initial design
Penjabaran dari tahap-tahap design, sebagai berikut:
1. Menyusun tes kriteria, untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan
digunakan juga sebagai bahan evaluasi setelah implementasi kegiatan.
2. Pemilihan media, yaitu memilih media pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa.
3. Pemilihan format media, mengidentifikasi format yang sesuai untuk
mendesain media pembelajaran.
4. Permulaan desain, penyajian pembelajaran melalui media yang tepat dan
rangkaianyang sesuai.
c. Develop (Pengembangan)
Thiagarajan (1974:8) mengatakan bahwa tahap pengembangan terdapat
dua kegiatan, yaitu expert appraisal dan developmental testing. Expert
appraisal adalah kegiatan memvalidasi dan menilai kelayakan rancangan
produk oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan oleh ahli
digunakan untuk perbaikan rancangan produk. Developmental testing
merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang
sesungguhnya. Pada saat uji coba tersebut, dicari respon, komentar dari
d. Disseminate (Penyebarluasan)
Tahap disseminate dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: validation
testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation testing
produk yang sudah direvisi kemudian diimplementasikan pada sasaran
sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian
tujuan. Setelah implementasi, dilihat hasil pencapaian tujuan. Jika tujuan belum
tercapai, maka dicari solusi atas ketidaktercapaian tujuan pembelajaran
tersebut. Namun, jika tujuan tercapai maka dilanjutkan pada tahap packaging
(pengemasan) produk. Lalu produk disebarluaskan agar dapat diserap (difusi)
oleh orang lain dan digunakan (adopsi) pada kelas mereka.
Setelah membandingkan antara model pengembangan Borg and Gall
dengan model pengembangan 4D Thiagarajan maka peneliti memilih
menggunakan model pengembangan 4D Thiagarajan dalam penelitian ini. Hal
ini dikarenakan beberapa kelebihan dari 4D yaitu tahapan pada 4D lebih
ringkas hanya terdiri dari 4 tahap daripada Borg and Gall yang memiliki 10
tahap pengembangan. Model pengembangan Borg and Gall harus melalui
minimal tiga kali uji coba yaitu uji coba terbatas, uji coba lebih luas dan uj
coba lapangan. Jumlah subjek uji coba terbatas dan uji coba lapangan pada 4D
bersifat fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan. Jumlah subjek uji
G.Kajian Mengenai Alat Ukur Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi
Minimnya pengetahuan untuk memulai gerakan siaga bencana yang lebih
terlembaga dalam masyarakat adalah salah salah satu penyebab utama korban
akibat bencana. Hal tersebut yang menjadi pemahaman Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan UNESCO yang didukung
penuh oleh ISDR pada tahun 2006 menggagas alat ukur kesiapsiagaan bencana.
Alat ukur tersebut didesain untuk mengukur kesiapsiagaan komunitas pemerintah,
sekolah dan masyarakat terhadap potensi gempa bumi dan tsunami . Komunitas
sekolah dalam kajian kesiapsiagaan mengantisipasi bencana gempa bumi dan
tsunami terdiri dari tiga subjek kajian yaitu sekolah sebagai isntitusi (S1), guru
(S2), siswa (S3). Pada penelitian ini subjek yang dikaji adalah siswa (S3).
Kajian kesiapsiagaan terdiri dari lima parameter yaitu pengetahuan tentang
bencana (knowledge and attitude-KAP), rencana tanggap darurat (emergency
planning-EP), peringatan bencana (warning system-WS), kebijakan dan panduan
(PS), mobilisasi sumber daya (resource mobilization). Pada subjek kajian siswa
parameter kesiapsiagaan bencana hanya terdiri dari empat parameter. Parameter
untuk mengukur kesiapsiagaan bencana gempa bumi pada subjek kajian siswa
yaitu pengetahuan tentang bencana (knowledge and attitude-KAP), rencana
tanggap darurat (emergency planning-EP), peringatan bencana (warning
system-WS), mobilisasi sumber daya (resource mobilization) (Denny Hidayati, 2011:10).
1. Pengetahuan tentang bencana (knowledge and attitude-KAP)
Pengetahuan tentang gempa dan tsunami serta risiko bencana mencakup
pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana, penyebab gempa,
ciri-ciri gempa kuat, bangunan tahan gempa, serta tindakan yang dilakukan saat
terjadi gempa. Parameter pengetahuan bencana mempunyai bobot nilai 20.
2. Rencana tanggap darurat (emergency planning-EP)
Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan
penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang berkaitan
dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan jalur evakuasi,
peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan prosedur tetap evakuasi.
Parameter rencana tanggap darurat mempunyai bobot nilai 2.
3. Peringatan bencana (warning system-WS)
Parameter peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan untuk mengurangi
korban jiwa, maka pengetahuan tentang tanda peringatan, pembatalan dan kondisi
aman dari bencana sangat diperlukan. Begitu pula dengan latihan dan simulasi
yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana
harus menyelamatkan diri juga diperlukan. Parameter peringatan bencana
mempunyai bobot nilai 1.
4. Mobilisasi Sumber Daya (resource mobilization)
Mobilisasi SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan guru dan siswa yang
materi-materi kesiapsiagaan di sekolah yang dapat diakses oleh semua komponen
komunitas sekolah. Parameter mobilisasi sumber daya mempunyai bobot nilai 1.
Setiap parameter untuk mengukur kesiapsiagaan bencana gempa bumi
dijabarkan menjadi indikator-indikator yang digunakan sebagai acuan dalam
membuat kuesioner kesiapsiagaan bencana gempa bumi. Adapun penjabaran
parameter menjadi indikator-indikator soal sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang bencana (knowledge and attitude-KAP)
a. Diberikan 4 pernyataan, siswa dapat menentukkan pernyataan-pernyataan
yang termasuk maksud dari bencana alam dengan tepat.
b. Diberikan 6 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang termasuk kejadian alam yang dapat menimbulkan gempa dengan
benar.
c. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang termasuk penyebab terjadinya gempa bumi dengan benar.
d. Diberikan 6 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
bencana alam yang dapat terjadi setelah gempa dengan tepat.
e. Diberikan pertanyaan tentang waktu terjadinya gempa bumi, siswa dengan
tepat dapat menjawab waktu terjadi gempa tidak dapat diprediksi dengan
benar.
f. Diberikan 4 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
g. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang termasuk tindakan-tindakan saat terjadi gempa di sekolah dengan
benar.
h. Diberikan pertanyaan tentang kaitan gempa yang selalu menyebabkan
tsunami, siswa dengan tepat menjawab gempa tidak selalu menimbulkan
tsunami.
i. Diberikan 5 pilihan kejadian tsunami yang pernah terjadi di Indonesia, siswa
dengan tepat menjawab sudah atau belum pernah mengalami kejadian
tsunami tersebut.
j. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang termasuk kejadian yang dapat menyebabkan tsunami dengan tepat.
k. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang termasuk tanda-tanda tsunami dengan benar.
l. Diberikan 3 pilihan jawaban, siswa dengan tepat dapat menentukkan pilihan
tindakan yang harus dilakukan saat air laut tiba-tiba surut dengan tepat.
m.Diberikan 4 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
yang perlu dilakukan untuk siaga gempa dan tsunami dengan tepat.
n. Diberikan 4 pilihan, siswa dapat menentukkan asal diperolehnya informasi
terkait kesiapsiagaan bencana dengan tepat.
o. Diberikan 2 pilihan, siswa dapat menentukkan bencana yang pernah
dipelajari di sekolah dengan benar.
q. Diberikan 2 pilihan, siswa dapat menentukkan keaktifannya dalam
membicarakn gempa dan tsunami dengan tepat.
2. Rencana tanggap darurat (emergency planning-EP)
a. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
terkait yang perlu disiapkan ketika terjadi gempa dan tsunami dengan benar.
b. Diberikan 5 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
terkait yang perlu diselamatkan ketika terjadi gempa dengan tepat.
c. Diberikan 3 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
terkait ketersediaan materi gempa di sekolah dengan tepat.
d. Diberikan pertanyaan terkait kelompok siaga bencana, siswa dapat
menentukkan ketersediaan kelompok siaga bencana di sekolah dengan
benar.
3. Peringatan bencana (warning system-WS)
a. Diberikan 2 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
terkait pengetahuan tanda peringatan tsunami didaerah masing-masing
dengan benar.
b. Diberikan 3 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan terkait tindakan
yang perlu dilakukan ketika mendengarkan tanda bahaya tsunami dengan
benar.
c. Diberikan pertanyaan terkait pembatalan peringatan tsunami, siswa dapat
menentukkan jawaban mengenai kepahaman pembatalan peringatan tsunami
d. Diberikan pertanyaan terkait keadaan aman setelah terjadinya tsunami, siswa
dapat menentukkan jawaban mengenai kepahaman keadaan aman setelah
terjadinya tsunami dengan benar.
e. Diberikan pertanyaan terkait tanda peringatan tsunami, siswa dapat
menentukkan ketersediaan tanda peringatan tsunami di sekolah dengan
benar.
f. Diberikan pertanyaan perbedaan tanda peringatan, pembatalan dan kondisi
aman, siswa dapat menentukkan kepahaman terhadap tanda peringatan,
pembatalan dan kondisiaman dengan benar.
g. Diberikan pertanyaan terkait simulasi peringatan bencana, siswa dapat
menentukkan keikutsertaan pada kegiatan simulasi peringatan bencana
dengan tepat.
4. Mobilisasi Sumber Daya (resource mobilization)
a. Diberikan 4 pilihan jawaban, siswa dapat menentukkan jawaban-jawaban
terkait kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan bencana yang pernah diikuti dengan
benar.
b. Diberikan pertanyaan terkait penyampaian materi kesiapsiagaan yang pernah
diperoleh, siswa dapat menentukkan keaktifan dirinya dalam penyampaian
Berdasarkan indikator tersebut dapat dianalisis tingkat kesiapsiagaan siswa
dalam menghadapi bencana gempa bumi, dijabarkan sebagai berikut:
1. Tingkat Kesiapsiagaan Rendah
a. Pengetahuan Bencana
Ranah kognitif menurut bloom dapat diklasifikasikan menjadi 6
tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.
Siswa dikatakan memiliki tingkat kesiapsiagaan rendah apabila hanya
menguasai indikator soal dengan ranah kognitif pengetahuan saja yaitu pada
indikator terkait maksud dari bencana alam, kejadian yang dapat menimbulkan
bencana dan penyebab terjadinya gempa bumi.
b. Rencana Tanggap Darurat
Indikator soal pada parameter rencana tanggap darurat terdiri dari 5
indikator. Siswa dikatakan memiliki tingkat kesiapsiagaan rendah jika hanya
menguasai indikator soal yang pertama yaitu yang perlu disiapkan siswa saat
terjadi gempa dan tsunami.
c. Peringatan Bencana
Siswa dikatakan memiliki tingkat kesiapsiagaan rendah ketika hanya
mengetahui tanda peringatan tanda bencana di daerahnya.
d. Mobilisasi Sumber Daya
Siswa dikatakan memiliki tingkat kesiapsiagaan rendah apabila hanya