INTELLIGENCES (MI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP”
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Departemen Pendidikan Matematika
Oleh :
Asma’ Khiyarunnisa’
NIM 1106509
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE
INTELLIGENCES (MI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP
LEMBAR HAK CIPTA
Oleh:
Asma’ Khiyarunnisa’
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Matematika
©Asma’ Khiyarunnisa’ 2015
Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (MI) dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain kuasi eksperimen dengan desain kuasi eksperimennya adalah kelompok kontrol tidak ekuivalen (the nonequivalent control group design), dengan populasi nya adalah seluruh kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kota Bandung, dan sampel nya adalah dua kelas VIII dengan siswa kelas pertama adalah 29 orang dan siswa kelas kedua adalah 30 orang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (MI) dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung.
Serta kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (MI) termasuk ke dalam kategori tinggi.
ABSTRACT
The aim of this study is to investigate the difference(s) of the enchancement of students’ understanding ability towards mathematical concept between students who obtained Multiple Intelligences learning and direct instruction learning. This study employed quantitative approach with quasy experimental method. The design of this study is non-equivalent control group involving one experimental class and one control class. This study was conducted in one junior high school in Bandung. There were two classes coming from eigth grades as the sample of the study. The result showed that there is no significant difference of students’ enchancement of understanding ability towards mathematical concept between students who obtained Multiple Intelligences learning and direct instruction learning. Besides that, it is also concluded that students who obtained Multiple Intelligences learning for enchancing students’ understanding ability rowards mathematical concept is included into high category.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ...i
KATA PENGANTAR ...ii
UCAPAN TERIMA KASIH ...iii
ABSTRAK ...iv
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ....x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1
B.Rumusan Masalah ...6
C.Tujuan Penelitian ...6
D.Manfaat Penelitian ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ...8
B.Teori Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) ...9
C.Model Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences ...13
D.Model Pembelajaran Langsung ...18
E. Teori Belajar Pendukung ...19
F. Penelitian yang Relevan ...21
G.Hipotesis Penelitian ...22
BAB III METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ...23
B.Variabel Penelitian ...23
C.Populasi dan Sampel ...24
E. Teknik Pengumpulan Data ...32
F. Teknik Analisis Data ...32
G.Prosedur Penelitian ...36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ...38
B.Pembahasan ...53
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A.Simpulan ...56
B.Implikasi ...56
C.Rekomendasi ...57
DAFTAR PUSTAKA ...58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003 bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Berdasarkan pengertian
pendidikan tersebut, maka jelas bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah
untuk mengembangkan secara aktif potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Ketika berbicara mengenai pendidikan pasti tidak lepas dengan lembaga
pendidikan, baik formal maupun non-formal. Lembaga pedidikan formal seperti
halnya sekolah menjadi pusat utama yang sering dibicarakan, karena di dalam
sekolah terjadi proses belajar dan pembelajaran yang terstruktur.
Guru, siswa, kurikulum, dan mata pelajaran merupakan bagian-bagian
yang ada di sekolah. Setiap bagian-bagian tersebut mempunyai peranannya
masing-masing untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari pada
semua jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Bahkan ada cabang dari matematika yang tidak dapat
terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat, yaitu berhitung. Sehingga tidak bisa
dipungkiri bahwa kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari matematika.
Karena dengan matematika, manusia dapat dengan mudah menyelesaikan
permasalahan di kehidupan sehari-hari, seperti kegiatan jual-beli, menghitung
jumlah kekayaan, memberikan takaran, dan lain-lain.
Tujuan diberikannya pelajaran matematika di sekolah diantaranya agar
siswa mampu menghadapi perubahan dan perkembangan zaman melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran yang logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan
Tujuan pembelajaran matematika lebih rinci dijelaskan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006), yaitu: 1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain, untuk memperjelas keadaan atau masalah,
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Menurut Herawati, dkk. (2010) sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika di atas maka setelah proses pembelajaran diharapkan siswa mampu
memahami suatu konsep matematika dan juga memahami keterkaitan antar
konsep matematika sehingga siswa dapat menggunakan pemahaman tersebut
dalam menyelesaikan permalahan matematika.
Berdasarkan uraian tersebut, menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman konsep matematika merupakan salah satu tujuan penting dalam
pembelajaran matematika. Memahami konsep merupakan kemampuan siswa
dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat.
Jika siswa akan mempelajari konsep yang baru, maka siswa harus menguasai
konsep yang mendasari konsep baru tersebut. Hal tersebut dikarenakan
konsep-konsep dalam matematika tersusun secara sistematis, hirarkis, dan logis mulai dari
sederhana sampai kompleks.
Namun sayangnya, Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa
belum begitu memuaskan, hal ini terlihat dari beberapa hasil penelitian terdahulu.
Hasil penelitian Wahyudin (dalam Yenni, 2012) menemukan bahwa rata-rata
tingkat penguasaan matematika siswa dalam pelajaran matematika adalah 19,4%
dengan simpangan baku 9,8. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa
3
(miring ke kiri) yang berarti sebaran tingkat penguasaan siswa tersebut cenderung
rendah. Wahyudin juga menemukan bahwa salah satu hal yang menyebabkan
sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam
matematika yaitu siswa cenderung kurang memahami persoalan matematika yang
diberikan.
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Saltifa (2015)
diperoleh masalah mengenai kemampuan matematis siswa yang terlihat dari
sedikitnya siswa yang menjawab benar salah satu soal ujian tengah semester
(UTS) seperti berikut.
“Kiki dan Tuti pada waktu yang sama berangkat dari rumah masing -masing ke sekolah. Perjalanan Kiki dapat direpresentasikan oleh , dan perjalanan Tuti direpresentasikan oleh , dengan d adalah jarak dari sekolah dalam meter dan t adalah waktu yang dibutuhkan untuk berjalan setiap menit. Cukupkan informasi untuk menentukan siapakah yang tiba di sekolah lebih awal? (Jika tidak, lengkapilah). Pada menit keberapa? Apakah ada waktu dimana Kiki dan
Tuti berada pada jarak yang sama dari sekolah? Jelaskan jawabanmu!”
Soal tersebut meliputi kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kecukupan
informasi untuk memecahkan masalah, memilih strategi yang tepat untuk
digunakan, dan menjelaskan atau meninterpretasikan hasil yang diperoleh. Dalam
menjawab soal ini, siswa harus memahami masalah terlebih dahulu, sehingga
mampu mengidentifikasi kelengkapan informasi yang diberikan sehingga
kemudian mampu untuk menentukan strategi yang akan digunakan. Pemahaman
siswa terhadap bentuk model matematis, membantu siswa dalam mendapatkan
nilai t terkecil, yaitu nilai yang menunjukkan siapa diantara Kiki atau tuti yang
sampai yang sampai di sekolah lebih awal. Selanjutnya, siswa juga harus
memahami bahwa Kiki dan Tuti akan berada pada jarak yang sama dengan
sekolah, atau . Hasil jawaban yang diberikan siswa menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa belum begitu memahami bentuk pemodelan matematika
dengan baik, dan siswa belum mampu mengembangkan strategi-strategi dalam
menyelesaikan masalah.
Menurut Saltifa (2015) keadaan tersebut di atas menunjukkan bahwa siswa
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya dalam matematika, serta belum
secara sadar dan tepat menyelesaikan persoalan matematika.
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan Priatna (dalam Yusmanita,
2012) mengenai kemampuan pemahaman konsep, diperoleh temuan bahwa
kualitas kemampuan pemahaman konsep beberapa siswa, berupa pemahaman
instrumental dan relasional masih rendah, yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Hal
tersebut senada dengan penelitian Rusmiati (dalam Faridah, 2015) yang
menunjukkan bahwa hasil postes pemahaman matematis siswa masih rendah
meskipun ada peningkatan dari hasil pretes nya, untuk kelas eksperimen 1 adalah
50% dan kelas eksperimen 2 adalah 42,6% dari skor ideal, dengan indikator yang
ditelitinya adalah melakukan perhitungan sederhana, kemampuan menafsirkan
informasi, dan aplikasi konsep.
Untuk menghadapi kenyataan tersebut, maka diperlukan adanya
pembelajaran yang efektif dan menarik, pembelajaran yang tidak hanya
menekankan pada menghafal rumus dan mengerjakan contoh soal saja, tetapi
pembelajaran yang mampu memfasilitasi kebutuhan siswa, serta pembelajaran
yang lebih bermakna dan inovatif.
Salah satu inovasi dalam dunia pendidikan adalah model pembelajaran
berbasis Multiple Intelligences (MI). Salah satu konsep yang digagas dan
dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari University
of Harvard. Gardner dalam teorinya menyatakan bahwa setiap anak memiliki
komponen kecerdasan sebagai berikut: 1) Kecerdasan linguistik, 2) Kecerdasan
logis-matematis, 3) Kecerdasan visual-spasial, 4) Kecerdasan kinestetik-jasmani,
5) Kecerdasan musikal, 6) Kecerdasan interpersonal, 7) Kecerdasan intrapersonal,
dan 8) Kecerdasan naturalis (Assidiq, dkk:2012).
Ruseffendi (2006) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran
matematika terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak
belajar, yaitu kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat
anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi
guru, serta kondisi luar yaitu masyarakat. Kecerdasan siswa merupakan salah satu
5
memilliki kecerdasan dominan masing-masing, tetapi kecerdasan-kecerdasan
tersebut belum terfasilitasi secara optimal di dalam pembelajaran matematika.
Menurut Ariany (2014) pada umumnya, di dalam pembelajaran
matematika hanya mengutamakan kecerdasan logis-matematis dan kecerdasan
linguistik saja, padahal tidak semua siswa memiliki kecerdasan dominan yang
sama. Berdasarkan penelitian oleh pakar accelerated learning dan metode
pembelajaran modern menunjukkan jika dalam suatu proses pembelajaran semua
kecerdasan ini ditumbuhkan, dikembangkan, dan dilibatkan maka akan sangat
meningkatkan efektivitas dan hasil pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan, teori multiple intelligences diterima karena
mampu masuk ke dalam semua jenis kecerdasan anak. Konsep ini menegasi mitos
bahwa anak cerdas adalah anak yang memiliki komponen kecerdasan tertentu
saja, karena menurut teori ini pada hakikatnya setiap anak adalah cerdas. Karena
setiap anak memiliki kecerdasan dan potensi tertentu, sedangkan anak satu dan
anak lainnya memiliki kecerdasan yang berbeda.
Model pembelajaran berbasis multiple intelligences merupakan suatu
model pembelajaran yang memfasilitasi setiap kecerdasan siswa di kelas baik
fasilitas itu berupa bahan ajar yang dipakai atau berupa setting dari kelas tersebut,
sehingga setiap siswa mampu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematis nya sesuai dengan kecerdasannya masing-masing.
Rafianti (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran
dengan berdasarkan teori multiple intelligences memiliki pengaruh yang positif
terhadap kemampuan pemahaman matematis, kemampuan penalaran, dan self
confidence siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman
konsep dan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran matematika berbasis
multiple intelligences terdapat mutu peningkatan yang lebih baik daripada
pembelajaran biasa, selain itu siswa memiliki sikap percaya diri yang tinggi ketika
memperoleh pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences.
Douglas, dkk (2008) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa
pembelajaran berdasarkan teori MI lebih efektif daripada pembelajaran langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berdasarkan teori MI mampu
belajar siswa, memperhatikan partisipasi orang tua, dan juga meningkatkan
kedisiplinan siswa.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, lebih lanjutnya dalam penelitian ini
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis multiple intelligences untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa SMP. Berdasarkan hal itu, peneliti memberi
judul penelitian ini “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (MI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis multiple
intelligences (MI) dengan yang memperoleh pembelajaran langsung?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis multiple intelligences?
3. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis
memperoleh pembelajaran berbasis multiple intelligences (MI) dibandingkan
siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.
2. Kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis multiple intelligence.
3. Kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk kajian
pembelajaran matematika yang efektif dan efisien dalam kaitannya
mengembangkan kemampuan siswa, khususnya kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi banyak pihak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif
menggunakan desain kuasi eksperimen dengan desain kuasi eksperimennya
adalah kelompok kontrol tidak ekuivalen (the nonequivalent control group
design). Pada penelitian kuasi eksperimen ini, subjek tidak dikelompokkan secara
acak, akan tetapi peneliti mengambil subjek pada sampel dari kelas-kelas yang
sudah ada di sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian.
Berdasarkan Sugiyono (2013) desain pada penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan:O = Tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest)
X= Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis multiple
intelligence.
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
berbasis multiple intelligences. Multiple intelligences (MI) yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah kecerdasan majemuk yang terdiri dari delapan
kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis,
kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Model Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences merupakan
pembelajaran yang memfasilitasi seluruh kecerdasan yang dimiliki siswa,
sehingga pembelajaran ini tidak dibatasi pada suatu kecerdasan tertentu.
Gambaran sepintas mengenai pembelajaran matematika berbasis multiple
24
contoh bangun ruang sisi datar yang ada di alam sekitar (naturalis), kemudian
guru meminta siswa untuk membuat kelompok-kelompok yang heterogen
(interpersonal), meminta siswa menentukan ciri-ciri bangun ruang sisi datar
(visual-spasial), menulis dan mendefinisikan macam-macam bangun ruang
sisi datar (linguistik), menentukan rumus luas permukaan dan volume bangun
ruang sisi datar dengan alat peraga bangun ruang sisi datar
(kinestetik-jasmani), melakukan perhitungan yang berkaitan dengan bangun ruang sisi
datar (logis-matematis), meminta siswa membuat yel-yel atau jembatan
keledai untuk memperkuat pemahaman siswa (musikal), selanjutnya siswa
menyimpulkan materi yang sudah dipelajari disertai tanya jawab dengan guru
(intrapersonal).
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa. Kemampuan pemahaman konsep matematis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman instrumental
dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental merupakan pemahaman
konsep secara terpisah dan mampu menerapkan dalam perhitungan sederhana,
sedangkan pemahaman relasional adalah kemampuan mengaitkan suatu
konsep dengan konsep lainnya dan menyadari proses yang dilakukannya.
Indikator yang diambil peneliti yaitu: 1) Kemampuan mendefinisikan konsep
secara verbal dan tulisan, 2) Kemampuan memberikan contoh dan bukan
contoh, 3) Kemampuan menerapkan konsep dan rumus dalam perhitungan,
dan 4) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep untuk menyelesaikan
permasalahan matematika.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu
SMP Negeri di Kota Bandung yang berjumlah sepuluh kelas. Sedangkan yang
menjadi sampel adalah VIII F dan VIII G. Pengambilan sampel tersebut dilakukan
dengan cara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu. Pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan yang
diperoleh dari guru dan kelas yang mendapatkan izin administratif dari pihak
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan,
kondisi subjek penelitian, waktu penelitian, kondisi tempat penelitian, serta
prosedur perizinan. Dari kelas VIII F dan VIII G dipilih secara acak kelas yang
menjadi kelompok kontrol dan kelas yang menjadi kelompok eksperimen.
Terpilih kelas VIII F sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah 29 siswa dan
kelas VIII G sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 30 siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen
pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen pembelajaran terdiri
dari RPP dan LKS, sedangkan instrumen pengumpulan data terdiri dari instrumen
tes dan non-tes.
1. Instrumen Pembelajaran
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses, dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.
Setiap guru dalam satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologi siswa. Penyusunan RPP pada penelitian ini disesuaikan
dengan tujuan penelitian, yaitu penyampaian materi yang disesuaikan
dengan model pembelajaran berbasis multiple intelligences.
b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu sumber belajar yang
dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran. Menurut Dhani dan Haryono (1988) yang dimaksud dengan
LKS adalah lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan
kegiatan yang terprogram. Menurut Soekamto LKS merupakan
lembaran-lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan agar
26
Dalam penelitian ini, LKS akan disusun dengan memberikan beberapa
tugas yang berupa masalah-masalah matematis untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep. Masalah-masalah yang diberikan
disesuaikan dengan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki siswa.
2. Instrumen Pengumpulan Data a. Instrumen Tes
Instrumen tes yang diberikan berupa tes kemampuan pemahaman
konsep matematis (pretest dan posttest). Instrumen tes dibuat untuk
mengumpulkan data guna mengetahui kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran matematika berbasis
multiple intelligences (MI). Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tipe uraian, karena denga tipe uraian dapat dilihat pola pikir siswa
secara jelas dan sistematika pengerjaan dapat dievaluasi lebih rinci.
Sebelum ditetapkan sebagai intrumen dalam penelitian, soal tes
kemampuan pemahaman konsep matematis ini diujicobakan terlebih dahulu
kepada siswa kelas IX di sekolah yang akan menjadi tempat penelitian.
Selanjutnya, data hasil ujicoba instrumen diolah untuk diuji tingkat
validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda. Soal tes
kemampuan pemahaman konsep matematis.
1) Validitas Instrumen
Suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut dapat
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu,
kevalidannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu
dalam melakukan fungsinya. Pada penelitian ini pengujian validitas
instrumen menggunakan rumus korelasi produk momen memakai angka
kasar (raw score) dalam menentukan koefisien validitas soal (Suherman,
= Banyak subjek (testi)
= Koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y
X = Skor tiap butir soal.
Y = Skor total.
Setelah memperoleh koefisien korelasi, kemudian dilakukan
perhitungan dengan rumus uji-t, yaitu:
√
√ Keterangan:
thitung = nilai t
r = nilai koefisien korelasi
n = jumlah sampel
Selanjutnya untuk melihat butir soal dikatakan valid atau tidak,
akan dibandingkan dengan ttabel = tα;dk=(n-2). Apabila taraf signifikansi α=0,05 didapat thitung > ttabel berarti butir soal valid, tetapi jika thitung ≤ ttabel
berarti butir soal tidak valid. Berdasarkan perhitungan menggunakan
software anates dan microsoft excel 2007 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.1
Hasil Uji Validitas Butir Soal
Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Nomor Soal Koefisien Korelasi thitung ttabel Keterangan
1 0,405 2,124 2,069 Valid
2 0,511 2,851 2,069 Valid
3 0,792 6,221 2,069 Valid
4 0,635 3,942 2,069 Valid
5 0,726 5,063 2,069 Valid
2) Reliabilitas Instrumen
Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut
relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Pengujian
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha
28
∑
Keterangan:
= Koefisien reliabilitas
= Banyak butir soal
∑ = Jumlah varians skor setiap soal = Varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat
evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford
(Suherman, 2003) sebagai berikut:
Tabel 3.2
Klasifikasi Derajat Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Derajat Reliabilitas
Reliabilitas sangat tinggi
Reliabilitas tinggi Reliabilitas sedang
Reliabilitas rendah
Reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software
anates diperoleh koefisien reliabilitas tes kemampuan pemahaman
konsep matematis adalah 0,66. Berdasarkan tolak ukur derajat reliabilitas
J.P. Guilford, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas tes
kemampuan pemahaman konsep matematis pada penelitian ini tergolong
sedang.
Selanjutnya untuk melihat instrumen tes kemampuan pemahaman
konsep matematis dikatakan reliabel atau tidak, akan dibandingkan
dengan rkritis. Apabila taraf signifikansi α=0,05 dan dk=(n-2) didapat
rhitung > rkritis berarti instrumen tes dikatakan reliabel, tetapi jika rhitung ≤
tkritis berarti instrumen tes tidak reliabel. Berdasarkan perhitungan
menggunakan software anates diperoleh rhitung = 0,06 dan diperoleh rkritis
hal tersebut diperoleh 0,06 > 0,3961 sehingga dapat disimpulkan bahwa
instrumen tes kemampuan pemahaman konsep matematis pada penelitian
ini adalah reliabel.
3) Daya Pembeda Instrumen
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut dalam membedakan antara testi yang
mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat
menjawab soal tersebut (Suherman, 2003). Rumus untuk menentukan
daya pembeda pada soal tipe uraian adalah:
̅ ̅
Keterangan:
̅ = Rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu ̅ = Rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu = Skor Maksimal Ideal (bobot)
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak
digunakan adalah:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda Daya Pembeda
Sangat baik
Baik
Cukup
Jelek
Sangat jelek
Berdasarkan perhitungan menggunakan software anates diperoleh
hasil uji daya pembeda tes kemampuan pemahaman konsep matematis
sebagai berikut:
Tabel 3.4
Hasil Uji Daya Pembeda
30
Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi Daya Pembeda
1 0,36 Cukup
2 0,39 Cukup
3 0,71 Sangat Baik
4 0,71 Sangat Baik
5 0,64 Baik
4) Indeks Kesukaran Instrumen
Indeks kesukaran (IK) menyatakan derajat kesukaran suatu soal.
Untuk tipe soal uraian rumus yang digunakan menurut Suherman (2003)
untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
Indeks Kesukaran
Jumlah skor kelompok atas
Jumlah skor kelompok bawah
Jumlah skor ideal kelompok atas
Jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang digunakan
adalah:
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran
Koefisien Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran
Soal terlalu mudah
Soal mudah
Soal sedang
Soal sukar
Berikut ini akan disajikan hasil uji indeks kesukaran tes
kemampuan pemahaman konsep matematis. Berdasarkan perhitungan
menggunakan software anates diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.6
Hasil Uji Indeks Kesukaran
Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi Indeks Kesukaran
1 0,39 Sedang
2 0,73 Mudah
3 0,64 Sedang
4 0,36 Sedang
5 0,32 Sedang
b. Instrumen Non Tes
1) Skala Sikap Kecerdasan Majemuk
Skala sikap kecerdasan majemuk diberikan kepada siswa yang
menjadi subjek penelitian sebelum adanya perlakuan yang dilakukan
pada siswa. Skala sikap ini digunakan untuk mengetahui apakah subjek
penelitian sudah memenuhi karakteristik ke delapan jenis kecerdasan
menurut Gardner. Skala sikap ini diadaptasi dari buku karya Thomas Amstrong yang berjudul “Setiap Anak Cerdas” dan juga dari jurnal psikologi internasional yang berjudul “Multiple Intelligences: Can They be Measured?”. Skala multiple intelligences ini memiliki 24 pernyataan.
Skala tersebut disesuaikan dengan skala Likert. Derajat penilaian siswa
terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 4 kategori yang tersusun
secara bertingkat, mulai dari Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju,
dan Sangat Setuju. Pilihan netral (ragu-ragu) tidak digunakan untuk
menghindari jawaban aman dari siswa dan mendorong siswa untuk
melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri.
2) Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta
32
lembar observasi dapat mengukur atau menilai proses pembelajaran.
Observasi dalam penelitian ini dapat dilakukan oleh guru atau rekan
mahasiswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pertama peneliti mengumpulkan data mengenai karakteristik kecerdasan
majemuk dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan skala sikap
kecerdasan majemuk yang diberikan kepada kedua kelas tersebut sebelum
dilakukannya perlakuan. Selanjutnya peneliti mengumpulkan data kuantitatif yang
diperoleh dari soal pretes dan postes. Selain itu, lembar observasi yang diisi oleh
observer pada setiap pertemuan dengan menggunakan pembelajaran berbasis
multiple intelligences juga dikumpulkan.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian merupakan data kuantitatif dan
data kualitatif. Data kuantitatif meliputi data pretes, postes, dan data indeks gain
dari kelas eksperimen dan kelass kontrol. Sedangkan data kualitatif meliputi data
skala sikap kecerdasan majemuk dan lembar observasi.
1. Analisis Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kemampuan awal pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol dapat dilihat dari data pretes. Analisis data ini dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan awal antara kedua kelas
tersebut. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, pengujian statistik ini
diolah dengan bantuan Software Statistical Product for Service
Solutions(SPSS) versi 20. Adapun langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari amsing-masing
sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas
digunakan uji Shapiro-Wilk dengan α = 0,05. Hipotesis yang akan diuji
adalah:
H0 = Data pretes berdistribusi normal.
H1= Data pretes berdistribusi tidak normal.
Kriteria pengujiannya, jika nilai sig. ≥ α maka H0 diterima dan jika nilai
b. Uji Homogenitas
Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan
pengujian homogenitas varians kedua kelas. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh memiliki varians yang homogen
atau tidak. uji statistiknya menggunakan uji Levene’s test. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 = Data pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen bervariansi homogen.
H1 = Data pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen bervariansi tidak
homogen.
Kriteria pengujiannya, jika nilai Sig. ≥ α maka H0 diterima dan jika nilai
Sig. < α maka H0 ditolak.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan utnuk mengetahui apakah kedua
kelas memiliki kemampuan awal yang sama atau tidak. pengujiannya
memiliki ketentuan sebagai berikut:
a) Jika kedua data berdistribusi normal dan bervariansi homogen, maka
dilakukan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t yaitu
Independent Sample T-Test.
b) Jika kedua data berdistribusi normal tetapi tidak bervariansi homogen,
maka dilakukan uji-t’ yaitu Independent Sample T-Test.
c) Jika salah stau atau kedua data berdistribusi tidak normal, maka tidak
dilakukan uji homogenitas, tetapi dilakukan uji statistik non parametrik
menggunakan uji Mann-Whitney.
Hipotesis uji kesamaan dua rata-rata sebagai berikut:
H0 : Tidak ada perbedaan kemampuan awal pemahaman konsep matematis
yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas
kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan kemampuan awal pemahaman konsep matematis
yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas
kontrol.
Kriteria pengujiannya, jika signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima dan
34
2. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dapat
dilihat dari analisis data indeks gain. Untuk mengetahui apakah peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematias siswa memliki perbedaan yang
signifikan atau tidak. untuk mempermudah dalam pengolahan data maka
pengujian statistik ini diolah menggunakan Software Statistical Product for
Service Solutions(SPSS) versi 20. Adapun langkah-langkah pengujiannya
adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data indeks gain dari
masing-masing sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung
normalitas digunakan uji Shapiro-Wilk dengan α = 0,05. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 = Data indeks gain berdistribusi normal.
H1 = Data indeks gain berdistribusi tidak normal.
Kriteria pengujiannya, jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α maka H0 diterima
dan jika nilai signifikansi (Sig.) < α maka H0 ditolak.
b. Uji Homogenitas
Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan
pengujian homogenitas varians kedua kelas. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh memiliki varians yang homogen
atau tidak. uji statistiknya menggunakan uji Levene’s test. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 = Data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol bervariansi
homogen
H1 = Data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol bervariansi tidak
homogen.
Kriteria pengujiannya, jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α maka H0 diterima
dan jika nilai signifikansi (Sig.) < α maka H0 ditolak.
c. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan utnuk mengetahui apakah kedua
yang sama atau tidak setelah pembelajaran. pengujiannya memiliki
ketentuan sebagai berikut:
a) Jika kedua data berdistribusi normal dan bervariansi homogen, maka
dilakukan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t yaitu
Independent Sample T-Test.
b) Jika kedua data berdistribusi normal tetapi tidak bervariansi homogen,
maka dilakukan uji-t’ yaitu Independent Sample T-Test.
c) Jika salah stau atau kedua data berdistribusi tidak normal, maka tidak
dilakukan uji homogenitas, tetapi dilakukan uji statistik non parametrik
menggunakan uji Mann-Whitney.
Hipotesis uji perbedaan dua rata-rata sebagai berikut:
H0 : Tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dengan siswa
kelas kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dengan siswa
kelas kontrol.
Kriteria pengujiannya, jika signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima dan
jika signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak.
3. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Indeks gain digunakan untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa. Indeks gain adalah gain ternormalisasi
yang dihitung menggunakan rumus Meltzer (dalam Ariany, 2014) :
Kemudian hasil perhitungan indeks gain diinterpretasikan dengan
menggunakan kategori menurut Hake (dalam Ariany, 2014).
Tabel 3.7 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain Interpretasi
g > 0,70 Tinggi
36
Indeks Gain Interpretasi
g ≤ 0,30 Rendah
4. Analisis Data Kecerdasan Majemuk
Data mengenai kecerdasan majemuk siswa di kedua kelas dianalisis
dengan cara mencari nilai dominan kecerdasan yang dimiliki setiap kelompok
kontrol dan eksperimen melalui skala sikap kecerdasan majemuk yang
mewakili setiap kecerdasan dalam teori Multiple Intelligences, dengan
demikian guru dapat mengetahui kecerdasan dominan di dalam kelas.
5. Analisis Data Lembar Observasi
Data yang diperoleh melalui lembar observasi dimaksudkan untuk
mengetahui proses selama pembelajaran berlangsung yang tidak teramati oleh
peneliti. data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil
pengamatan selama pembelajaran. hasil akhir dari pengolahan data ini
merupakan persentase tiap aspek aktivitas berdasarkan kecerdasan yang
merupakan hasil pengamatan seluruh pertemuan. persentase pada suatu
aktivitas dihitung dengan:
Keterangan:
P = Persentase (%) aktivitas guru atau siswa.
Q = Skor total pengamatan aktivitas seluruh pertemuan.
R = Skor maksimum setiap aspek aktivitas dari seluruh pertemuan.
G. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi pendahuluan
b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka
c. Membuat proposal penelitian
d. Menentukan materi ajar
e. Manyusun instrumen penelitian
g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), dan lembar observasi
h. Perizinan untuk penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan
materi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.
b. Pelaksanaan pretes kemampuan pemahaman konsep matematis untuk kedua
kelas.
c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbasis multiple intelligences untuk
kelas eksperimen dan pembelajaran biasa untuk kelas kontrol.
d. Pelaksanaan postes untuk kedua kelas.
3. Tahap Pengolahan Akhir
a. Mengumpulkan seluruh data hasil penelitian di kedua kelas.
b. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
c. Membuat kesimpulan.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A.Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai penerapan
model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis Multiple Intelligences dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model pembelajaran langsung.
2. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences termasuk ke dalam kategori tinggi.
3. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung termasuk ke
dalam kategori sedang.
B.Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan, penulis
memperoleh implikasi sebagai berikut:
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki
kecerdasan dominan yang berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap gaya
belajarnya. Mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mendapat pembelajaran
dengan model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences termasuk
dalam kategori tinggi, maka peneliti menyarankan agar model pembelajaran
matematika berbasis Multiple Intelligences dapat dijadikan sebagai salah satu
C.Rekomendasi
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya mengenai penerapan model
pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP, rekomendasi yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kesimpulan pertama terdapat beberapa rekomendasi sebagai
berikut:
a. Mengingat pentingnya kemampuan pemahaman konsep matematis, maka
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai model atau pendekatan
lainnya untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa.
b. Sebelum melaksanakan penelitian menggunakan model pembelajaran
matematika berbasis Multiple Intelligences, disarankan untuk melakukan uji
coba terlebih dahulu pada kelas yang berbeda supaya proses pembelajaran
dapat dikuasai dengan baik.
2. Hasil penelitian menunjukkan kualitas peningkatan kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa yang belajar menggunakan Model pembelajaran
matematika berbasis Multiple Intelligences termasuk dalam kategori tinggi,
sehingga Model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, T. (2002). Setiap Anak Cerdas, Panduan Membantu Anak Belajar
dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Amstrong, T. (2013). Kecerdasan Multipel di dalam Kelas. Edisi Ketiga, Jakarta: Indeks.
Ariany, R.L. (2014). Penerapan Strategi Pembelajaran Multiple Intelligences
(MI) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Assidiq, R., Rahayu, T., dan Sari, Y.K.E. (2012). Pembelajaran Berbasis
Pendekatan Kecerdasan Majemuk Sebagai Sebuah Inovasi dalam Pendidikan di SMA IT Asy-Syifa Subang. Sekolah Pascasarjana. UPI
Bandung.
Douglas, O., Burton, K. S., & Reese-Durham, N. (2008). The effects of the multiple intelligence teaching strategy on the academic achievement of eighth grade math students. Journal of Instructional Psychology, 35(2), hlm. 187.
Faridah, Eva. (2015). Penerapan Model Kooperatif Tipe Course Review Horay
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Fierros, E.G. (2004). How Multiple Intelligences Theory Can Guide Teachers’
Practices: Ensuring Success for Student with Disabilities. Arizona State
University.
Gunawan, A. (2004). Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
GÜRBÜZ, R. (2011). Positive and Negative Reflections of Math Teaching Carried out in Learning Environment Designed Based on Multiple Intelligences Theory. International Online Journal of Educational
Hamzah, A. (2009). Teori Multiple Intelligences dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Pembelajaran. Tadris Jurnal, 4(2), hlm. 253-254.
Herawati, O.D.P., Siroj, R., Basir, H.M.D. (2010). Pengaruh Pembelajaran
Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika
Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang. Jurnal Pendidikan
Matematika, 4(1), hlm. 71.
Kesumawati, N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika (hlm. 230-231). Palembang.
Lwin, M. dkk. (2008). How to Multiply Your Child’s Intelligences; Cara
Mengembangka Berbagai Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: Indeks.
Muijs, D. & Reynolds, D. (2008). Effective Teaching; Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munro, J. (1994). Multiple Intelligences and Mathematics Teaching. Annual
Conference of the Australian Remedial Mathematical Education Association (hlm. 8-12). Melbourne: University of Melbourne.
Mushollin. (2009). Penerapan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner dalam Pembelajaran Agama Islam. Tadris Jurnal, 4(2), hlm. 230-232.
Nuraeni, R. (2014). Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Kuis Tim untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Slf-Confidence Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Rafianti, I. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis
Multiple Intelligences untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep, Penalaran Matematis, dan Self-Confidence Siswa. (Tesis).
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rama. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Menggunakan
60
Refnida, S.P. (2009). Penerapan Teori Multiple Intelligences dalam Kegiatan
Pembelajaran Matematika SMA.[Online]. Tersedia:
http://id.scribd.com/doc/22312021/penerapan-teori-multiple-intelegent#scribd. [28 April 2015].
Saltifa, Poni. (2015). Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing dengan Pendekatan
Creative Problem Solving dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis, Serta Dampaknya Terhadap Self-Efficacy Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Susetyo, Budi. (2014). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.
Tamsyani, Wiwiek. (tanpa tahun). Makalah Model Pembelajaran Langsung.
[Online]. Tersedia:
http://www.academia.edu/5934148/MAKALAH_MODEL_PEMBELAJA RAN_LANGSUNG. [04 Agustus 2015].
Tirri, K., Nokelainen, P., & Komulainen, E. (2013). Multiple Intelligences: Can They be Measured?. Psychologcal Test and Assessment Modelling, 55(4), hlm. 459-461.
Uno, H.B. dan Kuadrat, M. (2010). Mengelola Keceerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Yenni. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Santri Putra dan Santri Putri Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT pada MTs Berbasis Pesantren. (Skripsi). Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Yusmanita. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi
Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif.