• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI REMAJA MUSLIM DARI ORANG TUA BERCERAI. STUDI KORELASI DAN KOMPARASI PADA REMAJA MUSLIM DI SMA UMUM DAN SMA BERBASIS ISLAM KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI REMAJA MUSLIM DARI ORANG TUA BERCERAI. STUDI KORELASI DAN KOMPARASI PADA REMAJA MUSLIM DI SMA UMUM DAN SMA BERBASIS ISLAM KOTA BANDUNG."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Korelasi dan Komparasi Pada Remaja Muslim di SMA Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh

KHAULAH MARHAMAH

0906852

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

ii

dari Orang Tua Bercerai di Kota Bandung

(Studi Korelasi dan Komparasi pada Remaja Muslim di SMA

Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung)

Oleh

Khaulah Marhamah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi

© Khaulah Marhamah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

iii

KHAULAH MARHAMAH

0906852

RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI REMAJA MUSLIM DARI ORANG TUA BERCERAI DI KOTA BANDUNG

(Studi Korelasi dan Komparasi pada Remaja Muslim di SMA Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd. NIP. 19660601 199103 1 005

Pembimbing II

Helli Ihsan, S.Ag., M.Si. NIP. 19750912 200604 1 002

Diketahui Oleh

Ketua Jurusan Psikologi

(4)

iv Hari dan Tanggal : Kamis, 16 Januari 2014

Pukul : 09.30 – 10.30 WIB

Tempat : Kantor Jurusan Psikologi UPI

Para Penguji Terdiri dari

Penguji I

Dr. Rahayu Ginintasasi, M.Si NIP 19500901 198803 2 001

Penguji II

Sri Maslihah, M.Psi., Psikolog NIP. 19700726 200312 2 001

Penguji III

Helli Ihsan, S.Ag., M.Si NIP. 19750912 200604 1 002

Tanggung Jawab Yuridis ada pada

Peneliti

(5)

Tua Bercerai. Studi Korelasi dan Komparasi pada Remaja Muslim di SMA Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung. Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Resiliensi adalah faktor protektif yang dapat digunakan oleh individu sebagai mekanisme coping ketika berada dalam masalah, seperti remaja yang mengalami perceraian orang tua. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap resiliensi adalah religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara empirik hubungan antara religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai dan melihat perbedaan religiusitas dan resiliensi pada remaja muslim dari orang tua bercerai yang bersekolah di SMA Umum dan SMA berbasis Islam Kota Bandung. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Religiusitas Islam dan Skala Resiliensi Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai yang disusun menggunakan model summated rating dari Likert. Subjek penelitian berjumlah 55 orang terdiri dari 31 siswa SMA Umum dan 24 siswa SMA berbasis Islam Kota Bandung. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Hasil analisis product moment dari Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dan resiliensi pada remaja muslim dari orang tua bercerai (r= 0.522; p<0.05), dan religiusitas berkontribusi secara efektif sebesar 27.2% (R2=27.2) terhadap resiliensi. Mann Whitney U test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara religiusitas remaja muslim dari orang tua bercerai dari SMA Umum dengan SMA Berbasis Islam (p= 0.004; alpha<0.05), adapun resiliensi tidak terdapat perbedaan. Kesimpulannya, tingkat religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai berada pada kategori sedang, dan religiusitas siswa di SMA berbasis Islam lebih tinggi daripada siswa SMA umum.

(6)

Divorce Parents. Study of Correlation and Comparison of Muslim Adolescents at Public and Islamic High School in Bandung. Department of Psychology. Faculty of Education. Indonesia University of Education.

Resilience is a protective factor of individuals to cope with problems, for example, problems in adolescents of divorced parents. One of the factors contributing resilience is religiosity. The purpose of this study was to estimate the relationship between religiosity and resilience in muslim adolescents of divorce parents and to compare the religiosity and resilience between muslim students at public high school and muslim students at islamic high school. Data was collected by Islamic Religiosity Scale and Resilience Scale which was compiled based on the Likert's model (summated rating). 31 students from public high school and 24 students from Islamic high school were involved during this study. Sampling techniques used for this study was convenience sampling. The result of the analyses Pearson's product moment showed positive correlation between religiosity and resilience (r= 0.522; p<0.05) in muslim adolescents of divorce parents and religiosity contributed effectively to resilience (27.2% or R2=0.272). Mann Whitney U test revealed significant differences

to students’ religiosity at public high school and Islamic high school (p= 0.004; alpha<0.05) whereas significant differences to students’ resilience was not revealed. In conclusion, the level of students’ religiosity and resilience in muslim adolescents of

divorce parents was categorized as medium and the level of students’ religiosity in islamic school was higher than students’ religiosity in public school.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... v A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 9

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Religiusitas .. ... 12

1. Pengertian Religiusitas ... 12

2. Religiusitas Agama Islam ... 15

3. Aspek-aspek Religiusitas Islam ... 18

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Religiusitas ... 19

B. Resiliensi ... 22

1. Pengertian Resiliensi ... 22

2. Aspek-aspek Resiliensi ... 27

3. Karakteristik Resiliensi ... 29

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Resiliensi ... 33

C. Remaja sebagai Korban Perceraian Orang Tua ... 36

D. Keterkaitan antara Religiusitas dengan Resiliensi pada Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai ... 41

E. Penelitian Sebelumnya... 44

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 49

B. Desain Penelitian ... 51

C. Metode Penelitian ... 51

D. Definisi Operasional ... 51

E. Instrumen Penelitian ... 53

1. Instrumen Religiusitas Islam ... 54

2. Instrumen Resiliensi ... 56

3. Teknik Skoring ... 59

4. Kategorisasi Skala ... 60

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 69

1. Uji Validitas ... 69

2. Uji Reliabilitas ... 71

G. Teknik Pengumpulan Data ... 73

H. Teknik Analisis Data ... 73

1. Normalitas Data dan Uji Linearitas ... 73

2. Uji Korelasi dan Komparasi ... 75

3. Uji Signifikansi dan Uji Koefisien Determinasi ... 78

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 80

1. Gambaran Religiusitas Pada Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai di Kota Bandung ... 85

2. Gambaran Resiliensi Pada Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai di Kota Bandung ... 88

3. Hubungan antara Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai di Kota Bandung ... 91

4. Perbedaan Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai yang Bersekolah di SMA Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung ... 96

a. Religiusitas ... 96

b. Resiliensi ... 100

c. Kontingensi ... 104

B. Pembahasan ... 106

1. Religiusitas Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai di SMA Umum dan SMA Islam Kota Bandung ... 107

(9)

3. Hubungan antara Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim

dari Orang Tua Bercerai di Kota Bandung ... 117

4. Perbedaan Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim dari Orang Tua Bercerai yang Bersekolah di SMA Umum dan SMA Berbasis Islam Kota Bandung ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 127

B. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(10)

DAFTAR TABEL

2.1. Perbedaan Karakteristik Resilient dan Vulnerability ... 30

3.1. Populasi dan Lokasi Penelitian ... 50

3.2. Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Islam ... 54

3.3. Distribusi Item Skala Religiusitas Islam ... 56

3.4. Kisi-kisi Instrumen Resiliensi ... 57

3.5. Distribusi Item Skala Resiliensi ... 59

3.6. Skor untuk Setiap Pernyataan pada Skala Religiusitas dan Resiliensi ... 60

3.7. Rumusan Tiga Kategori Skala Religiusitas dan Resiliensi ... 61

3.8. Deskripsi data Variabel Religiusitas ... 61

3.9. Kategorisasi Skor Skala Religiusitas ... 62

3.10. Deskripsi Data Aspek-aspek Religiusitas ... 62

3.11. Kategorisasi Skor Aspek-aspek Skala Religiusitas ... 63

3.12. Deskripsi data Variabel Resiliensi ... 64

3.13. Kategorisasi Skor Skala Resiliensi ... 64

3.14. Deskripsi Data Resiliensi Berdasarkan Aspek ... 65

3.15. Kategorisasi Skor Aspek-aspek Skala Resiliensi ... 65

3.16. Deskripsi Data Religiusitas Berdasarkan Jenis Sekolah ... 67

3.17. Kategorisasi Religiusitas Berdasarkan Jenis Sekolah ... 67

3.18. Deskripsi Data Resiliensi Berdasarkan Jenis Sekolah ... 67

3.19. Kategorisasi Resiliensi Berdasarkan Jenis Sekolah ... 68

3.20..Kategori Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Masing-masing Subjek Berdasarkan Jenis Sekolah ... 68

3.21. Koefisien Reliabilitas Menurut Guilford ... 71

3.22. Reliabilitas Instrumen Religiusitas ... 72

3.23. Reliabilitas Instrumen Resiliensi ... 72

3.24. Reliabilitas Instrumen Resiliensi Masing-masing Aspek ... 72

3.25. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 75

3.26. Uji Kelinieran ... 75

3.27. Interval Koefisien Korelasi untuk Interpretasi Tingkat Hubungan ... 76

3.28. Kriteria Signifikasi Variabel ... 78

4.1. Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Sekolah ... 81

4.2. Sebaran Sampel Berdasarkan Jenis Sekolah ... 81

4.3. Perbandingan Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 82

4.4. Data Lama Perceraian Orang tua Masing-masing Responden ... 83

4.5. Kategori dan Distribusi Skor Skala Religiusitas ... 85

4.6. Kategori dan Distribusi Skor Aspek-aspek Skala Religiusitas ... 86

4.7. Kategori dan Distribusi Skor Skala Resiliensi ... 88

4.8. Kategori dan Distribusi Skor Aspek-aspek Skala Resiliensi ... 89

4.9. Hubungan antara Variabel Religiusitas dan Resiliensi ... 91

4.10. Hasil Koefisien Determinasi ... 93

4.11. Korelasi antara Aspek-aspek Religiusitas dengan Variabel Resiliensi ... 94

4.12. Korelasi antara Variabel Religiusitas dengan Aspek-aspek Resiliensi ... 95

(11)

4.14..Perbedaan Tingkat Religiusitas Remaja Muslim SMA Umum dan SMA Berbasis Islam ... 96 4.15. Nilai Mean Rank dan Sum of Ranks Hasil Perhitungan Mann Whitney

U ... 97 4.16. Hasil Perhitungan Statistik Menggunakan Uji Mann Whitney U ... 98 4.17..Deskripsi Data Religiusitas Remaja Muslim dari SMA Umum dan

SMA Islamditinjau dari Rerata Aspek-aspeknya ... 99 4.18. Deskripsi Data Variabel Resiliensi Berdasarkan Jenis Sekolah ... 100 4.19..Kategori Tingkat Resiliensi Antara Remaja Muslim SMA Umum dan

SMA Berbasis Islam ... 100 4.20. Nilai Mean Rank dan Sum of Ranks Hasil Perhitungan Mann Whitney

U test ... 101 4.21. Hasil Perhitungan Statistik Menggunakan Uji Mann Whitney U ... 102 4.22..Deskripsi Data Resiliensi Remaja Muslim dari SMA Umum dan SMA

Islam ditinjau dari Rerata Aspek-aspeknya ... 103 4.23..Kontingensi Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim dari

SMA Umum ... 105 4.24..Kontingensi Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Remaja Muslim dari

(12)

DAFTAR GRAFIK

4.1. Gambaran Tingkat Religiusitas Sampel ... 86

4.2. Gambaran Tingkat Religiusitas Sampel Berdasarkan Aspek ... 88

4.3. Gambaran Tingkat Resiliensi Sampel ... 89

4.4. Gambaran Tingkat Resiliensi Sampel Berdasarkan Aspek ... 91

4.5. Perbedaan Religiusitas Remaja Muslim SMA Umum dan SMA Islam ... 97

4.6..Religiusitas Remaja Muslim dari SMA Umum dan SMA Islam ditinjau dari Rerata Aspek-aspeknya ... 99

4.7. Perbedaan Resiliensi Remaja Muslim SMA Umum dan SMA Islam ... 101

(13)

DAFTAR GAMBAR

2.1. The Resilience Framework (Kumpfer, K. L) ... 44

4.1 Perbandingan Sampel Berdasarkan Jenis Sekolah ... 81

4.2 Perbandingan Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 83

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Lampiran ... 139

1. Administrasi/Surat-surat Penelitian ... 140

2. Instrumen Penelitian ... 142

3. Skoring Skala Religiusitas ... 151

4. Skoring Skala Resiliensi ... 157

5. Uji Normalitas Data ... 163

6. Uji Linearitas ... 166

7. Reliabilitas ... 168

8. Uji Korelasi ... 171

9. Uji Komparasi ... 173

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya, setiap pasangan yang menikah menginginkan terciptanya sebuah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yakni keluarga yang penuh ketentraman, kebahagiaan, dan kasih sayang. Hubungan harmonis antara suami, istri, dan anak merupakan salah satu tujuan yang paling didambakan oleh sebuah keluarga. Namun pada kenyataannya, mewujudkan keluarga harmonis bukan perkara yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Berbagai perselisihan

dan masalah yang timbul antara suami istri dapat memicu pertengkaran yang berujung pada perceraian. Pada akhirnya, tidak dapat terelakkan, anak juga ikut

menanggung akibatnya.

Pasangan yang bercerai berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi dampak buruk dari perpecahan rumah tangga mereka dengan berbagai cara agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan serius pada anak-anak mereka. Namun sulit dihindari, perceraian dan perpisahan orang tua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak nantinya. Hawari menyebutkan bahwa ketidakharmonisan keluarga memengaruhi perkembangan kepribadian anak, dan banyak penelitian mengungkapkan banyaknya dampak buruk perceraian bagi anggota keluarga khususnya bagi seorang anak (Hidayat, 2013). Bagi anak, keluarga sebagai tempat untuk berlindung dan memperoleh kasih sayang. Peran keluarga sangatlah penting untuk mencapai tugas perkembangan anak pada masa-masa mendatang, baik psikologis maupun fisik. Dampak yang ditimbulkan dari sebuah perceraian merupakan masalah yang serius sehingga perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Banyak kasus anak terlantar dan kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh keadaan keluarga yang tidak sehat (Yusuf, 2005).

Ironisnya, Wakil Menteri Agama mengungkapkan, angka kasus perceraian di Indonesia terus meningkat hingga mencapai 212. 000 kasus pertahun.

(16)

tinggi. Tahun 2011, Pengadilan Agama Kota Bandung mencatat angka perceraian sebanyak 3.795 perkara, sedangkan selama 2010 mencapai 3.629 perkara. Demikian pula dengan jumlah perkara yang masuk dalam data perceraian Pengadilan Agama Kota Bandung, tahun 2011 jumlah perkara mencapai 5.441 kasus, sedangkan data selama 2010 sebanyak 5.278 kasus.

Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan

penyesuaian diri yang berat bagi anak, orang tua, maupun anggota keluarga lainnya (Chen dan George, 2005). Terutama bagi seorang anak, transisi keluarga menimbulkan sebuah reaksi emosi dan perubahan perilaku, bahkan tidak sedikit anak yang merasakan penderitaan dan kesengsaraan berkepanjangan karena orang tuanya bercerai (Kelly dan Emery, 2003).

Seperti yang dikutip oleh Fadila (dalam akuindonesiana, 2013), tentang dampak buruk perceraian bagi anak menyebutkan beberapa akibat diantaranya adalah kecenderungan meminum minuman beralkohol, menggunakan obat terlarang, bahkan ingin bunuh diri. Banyak juga anak yang menyatakan ketidakbahagiaan mereka, merasa tidak disayang oleh orang tua, dan dibiarkan bersedih . Peneliti pun pernah menemukan dan mendampingi beberapa kasus tersebut secara langsung. Seorang remaja di Kota B, menjadi pecandu minum minuman keras dan obat-obatan terlarang sejak merasakan beratnya konflik yang terjadi dalam keluarganya karena perceraian orang tua. Begitu pula adik kandungnya, merasa kehilangan keutuhan keluarga dan mengalami ketidakbahagiaan, ia mengungkapkan bahwa sebenarnya ia masih memiliki ayah, namun keberadaannya tidak pernah lagi dirasakannya sejak kedua orang tua mereka terpisah, seperti yang diungkapkannya, "…lebih baik dikatakan meninggal aja sekalian."

Kasus lain di sebuah pesantren dimana peneliti pernah mendampingi

(17)

kehidupannya sehari-hari. Tidak jarang ia merasa asing ketika berada di antara kedua orang tuanya, putus asa ketika berhadapan dengan situasi sulit, dan ingin mengakhiri hidupnya saat benar-benar tidak kuat karena terlalu sering menyaksikan orang tuanya bertengkar. Sedangkan beberapa remaja lain yang mengalami kasus yang sama menyebutkan bahwa mereka menjadi sulit berkomunikasi dengan orang tua, malas bersosialisasi dengan teman, atau tidak

memiliki keinginan untuk berprestasi di sekolah. Bahkan beberapa diantara mereka senang menunjukkan perilaku menyimpang seperti membolos, melawan guru, mengucilkan teman, melanggar peraturan sekolah, membelanjakan uang untuk berfoya-foya, berpura-pura sakit, dan sebagainya.

Beberapa kasus di atas dijelaskan sebagai dampak dari kondisi ketidakbahagiaan pada remaja yang mengalami situasi perceraian orang tua, sehingga mereka mungkin saja akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial (Goldstein & Brooks, 2005). Orang tua yang tidak peka, tidak menyadari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam hubungannya dengan anak akan menimbulkan sebuah jarak atau kerenggangan hubungan, sehingga hal itulah yang membuat anak merasa diabaikan (Hetherington & Elmore, 2003).

Fenomena tersebut hanya mewakili sebagian kecil contoh dampak buruk perceraian orang tua dari ribuan anak yang mengalaminya. Setiap anak memiliki kemampuan berbeda-beda dalam beradaptasi ketika menghadapi dan mengatasi masalah perceraian orang tua mereka, sehingga berbagai sikap dan perilaku yang muncul juga tidak sama (Hetherington & Elmore, 2003). Bagaimana seorang anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya dapat dipengaruhi oleh cara orang

tua bersikap sebelum, saat, atau sesudah perceraian itu terjadi.

Jika perceraian tidak dapat dihindari oleh orang tua, yang terpenting bagi

(18)

memprihatinkan. Berbagai macam ancaman dan hambatan pada fungsi dan perkembangan individu yang salah satunya diakibatkan oleh perceraian menjadi sebuah target penyelidikan dari berbagai penelitian mengenai ketahanan diri atau resiliensi (dalam Masten dan Reed, 2002). Resiliensi di sini mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan dan bangkit kembali guna memulihkan kebahagiaan setelah menghadapi situasi yang tidak menyenangkan (Luthar, 2003).

Istilah resiliensi secara umum merujuk pada faktor-faktor yang menghalangi perilaku negatif yang biasa dihubungkan dengan stres dan hasil yang adaptif meskipun sedang berada dalam situasi dan kondisi penuh kemalangan atau kesengsaraan (Waxman, et al., 2003). Dengan demikian, resiliensi berhubungan erat dengan stres, dan keduanya adalah konstruk yang tidak dapat dipisahkan, karena resiliensi hanya bisa dijelaskan ketika ada kondisi kesengsaraan atau tekanan yang dihadapi seseorang, sementara kondisi kesengsaraan tersebut dapat memicu stres, dan manajemen atau coping stres yang mengarah pada adaptasi positif adalah resiliensi (Blum & Blum, dalam Diclemente, et.al, 2009).

Sementara itu, kesengsaraan atau tekanan yang dihadapi individu bisa beragam bentuknya, diantaranya adalah individu yang mengalami masalah kesehatan atau penyakit kronis, keluarga beresiko, masalah-masalah psikologis, orang tua yang bercerai, kehilangan orang tua, berbagai masalah di sekolah, dan kemiskinan (Goldstein & Brooks, 2005). Oleh karena itu, resiliensi dapat menjadi salah satu faktor yang diperlukan anak dari orang tua bercerai untuk membantu mereka bangkit kembali dan mampu beradaptasi secara positif dalam kondisi keluarga yang tidak bahagia tersebut. Dengan kata lain, Chen dan George (2005) menyebutnya sebagai faktor kunci kemampuan adaptasi seorang anak dalam

beradaptasi terhadap peristiwa perceraian.

Pengaruh positif dan peran aktif dari lingkungan keluarga, sekolah, dan

(19)

kunci pengelolaan dorongan dalam diri seseorang untuk mencapai perkembangan yang normal. Penelitian baru-baru ini, membuktikan bahwa resiliensi juga merupakan sebuah kemampuan yang dibentuk oleh keadaan lingkungan dan dapat dikembangkan oleh individu (Reivich & Shatte, 2002).

Individu resilien dapat mengetahui bagaimana ia harus menghadapi suatu persoalan dengan baik dan akan berusaha menemukan cara penyelesaiannya

dengan bijak. Meskipun jauh dari kondisi yang diharapkannya, individu resilien mampu berkembang optimal dalam situasi lingkungan yang berubah terus menerus, kemampuan mereka dalam beradaptasi, serta kemauan belajar dari pengalaman membentuk mereka menjadi individu yang tangguh. Pendapat di atas sesuai dengan pendapat Siebert (1995), mengenai ciri-ciri individu resilien, yakni bersifat fleksibel, cepat beradaptasi dengan lingkungan, dan bergerak maju menghadapi tuntutan perubahan dan permasalahan hidup yang terjadi (dalam Wijayani, 2008).

Richardson (dalam Henderson dan Milstein, 2003), menggambarkan sebuah model resiliensi yakni apabila individu mempunyai tingkat proteksi yang cukup memadai, maka proses adaptasi individu saat mengatasi masalah berada dalam kondisi aman dan tidak mengalami gangguan, hal ini disebabkan adanya kekuatan emosi dan mekanisme coping yang sehat. Resiliensi sepenuhnya berada dalam kontrol individu dan kemampuan ini dapat dikuasai oleh individu manapun melalui proses latihan (Wijayani, 2008).

Enoch (dalam Rynearson, 2006), mengemukakan bahwa remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko remaja untuk mengalami kecanduan alkohol,

berkepribadian antisosial, dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat. Sehingga

(20)

menjelaskan mengapa sebagian orang memiliki resiliensi lebih dari sebagian yang lain dalam menghadapi situasi krisis (Masten dan Reed, 2002).

Berbagai catatan mengusulkan bahwa terdapat sistem adaptasi fundamental pada individu yang dapat menjaga perkembangan perilaku dan memfasilitasi perbaikan dari kondisi kesengsaraan, beberapa diantaranya adalah sistem pendidikan, sistem keyakinan, dan organisasi keagamaan. Sistem pendidikan,

sistem keyakinan, dan organisasi keagamaan dinyatakan sebagai sumber atau penyebab perkembangan yang baik dan faktor resiko yang rendah pada anak (Masten dan Reed, 2002). Sistem pendidikan formal contohnya adalah sekolah, Ackerman (dalam Chen dan George, 2005), mengungkapkan bahwa bagi sebagian anak, lingkungan sekolah yang stabil dapat diandalkan untuk mengembangkan resiliensi.

Sebuah penelitian Greeff dan Merwe (2004), menemukan bahwa dukungan kerabat, teman, dan agama adalah faktor peningkat resiliensi bagi keluarga bercerai (dalam Chen dan George, 2005). Hal ini senada dengan pendapat Pargament dan Cummings (dalam Reich, 2010), yang menyatakan bahwa faktor pengaruh resiliensi yang signifikan bagi banyak orang adalah religiusitas (religiousness). Para peneliti tersebut mengidentifikasi bagaimana religiusitas membantu banyak orang dalam menahan pengaruh krisis kehidupan. Stres yang dialami banyak orang dalam kehidupan mereka dapat ditanggulangi dengan adanya agama. Lebih dari itu, agama tidak hanya memberi kekuatan bagi mereka ketika berhadapan dengan kondisi penuh tekanan, namun juga membuat mereka pulih dan menggapai kehidupan penuh makna.

Oleh karena itu, religiusitas menjadi penting dikembangkan agar setiap

remaja yang mengalami kesengsaraan atau tekanan akibat perceraian orang tua mereka tetap mampu bersikap optimis dan yakin akan pertolongan dan bantuan

(21)

Religiusitas didefinisikan sebagai sebuah keyakinan, sikap, perilaku, nilai, dan pengamalan yang berhubungan dengan ajaran agama yang terstruktur atau berkaitan dengan kekuatan mengenai kekuasaan ilahi (Pargament, 1997). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa agama bukan merupakan suatu hal yang terbatas hanya pada keyakinan saja, tapi bagi penganutnya, agama berperan sebagai acuan dalam setiap perbuatan. Bagaimana sebuah keyakinan diwujudkan

dalam perbuatan (amal ibadah) sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan, tentunya, dengan berdasarkan wawasan atau pengetahuan agama yang sesuai. Selain hubungan pengabdian dengan Tuhan, manusia juga dilihat bagaimana hubungannya dengan sesama, karena fithrahnya, manusia adalah makhluk sosial. Hal ini dipaparkan dalam teori religiusitas berbasis agama Islam yang memiliki empat domain atau dimensi, yaitu dimensi keyakinan beragama (religious belief), dimensi pengamalan agama (religious practice), dimensi altruisme beragama (religious altruism), dan dimensi pengayaan beragama (religious enrichment) menurut Tiliouine & Belgoumidi, 2009.

Sharon Salzberg (dalam Rynearson, 2006), menjelaskan bahwa religi atau keimanan menjadi salah satu awal perjalanan dalam menghadapi keadaan apapun, apakah menyenangkan atau tidak, kita akan memilih untuk berpegang teguh pada keimanan, kemurahan hati, kebaikan, dan penglihatan yang jernih. Hal ini akan menunjukkan jalan ketidakteraturan kepada kejelasan, bahkan di tengah-tengah penderitaan yang besar bahwa kita masih memiliki kesempatan hidup, tidak terasing, dan tidak terusir.

Religiusitas dan resiliensi pada setiap orang memiliki tingkat dan derajat yang berbeda-beda. Hal ini tentunya juga terjadi pada remaja muslim dari orang

tua bercerai. Berbagai faktor yang memengaruhi religiusitas dan resiliensi salah satunya adalah lingkungan dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, yakni

(22)

memengaruhi tingginya religiusitas remaja. Sedangkan kita ketahui sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa religiusitas merupakan faktor yang dapat memengaruhi resiliensi individu.

Rentang usia remaja umumnya berada di bangku Sekolah Menengah Atas (Yusuf, 2005). Remaja yang bersekolah di SMA berbasis Islam tentunya lebih banyak dibekali dan dibiasakan dengan ajaran dan praktik keislaman pada

waktu-waktu belajar maupun dalam lingkungan sekolahnya. Berbeda keadaannya dengan sekolah umum yang notabene hanya memfokuskan pada pengajaran mata pelajaran umum, biasanya pelajaran agama diberikan hanya satu kali pertemuan dalam seminggu. Kesimpulannya, peneliti beranggapan bahwa pendidikan agama yang diajarkan di sekolah menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melihat fenomena ini lebih dalam yang dituangkan dalam bentuk sebuah penelitian yang berjudul “religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai di Kota Bandung (studi korelasi dan komparasi pada remaja SMA Umum dan SMA berbasis Islam

Kota Bandung)”.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada sebagaimana dikemukakan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan diungkapkan melalui penelitian ini adalah seberapa besar hubungan dan perbedaan religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai yang bersekolah di SMA umum dengan SMA berbasis Islam Kota Bandung. Adapun rumusan masalah akan diungkapkan dalam bentuk pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Bagaimana gambaran umum religiusitas remaja muslim dari orang tua bercerai di Kota Bandung?

2. Bagaimana gambaran umum resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai di Kota Bandung?

(23)

4. Apakah terdapat perbedaan tingkat religiusitas dan resiliensi pada remaja muslim dari orang tua bercerai yang bersekolah di SMA umum dengan SMA berbasis Islam Kota Bandung?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara

religiusitas dan resiliensi pada remaja muslim dari orang tua bercerai dan perbedaan tingkat religiusitas dan resiliensi remaja muslim dari orang tua bercerai yang bersekolah di SMA umum dengan SMA berbasis Islam di Kota Bandung.

D.Manfaat/Signifikansi Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan konsep mengenai religiusitas dalam hubungannya dengan resiliensi seseorang, terutama bagi remaja muslim dari orang tua bercerai. Masa transisi bagi keluarga yang mengalami perpecahan merupakan saat dimana seorang anak harus dapat beradaptasi dengan penyesuaian diri yang positif dan tetap berada dalam lingkungan kondusif. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perkembangan kajian studi psikologi, khususnya psikologi kesehatan mental dan konsep mengenai religiusitas dalam agama Islam.

2. Manfaat praktis

a. Bagi remaja muslim dari orang tua bercerai

Memberikan gambaran secara khusus mengenai religiusitas dan resiliensi bagi remaja muslim yang dihadapkan pada masalah perceraian orang tuanya, sehingga dapat menjadi acuan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul serta mampu memperkuat religiusitas serta

resiliensi dalam dirinya. b. Bagi keluarga (orang tua)

(24)

perlunya penanaman nilai-nilai religiusitas kepada anak-anak mereka agar mampu bertahan dalam situasi keluarga yang kurang harmonis serta terhindar dari kemungkinan-kemungkinan perilaku menyimpang.

c. Bagi Lembaga Bimbingan Konseling Sekolah maupun Psikologi Memberi gambaran dan masukan kepada guru dan konselor mengenai pentingnya menumbuhkan ketangguhan diri (resiliensi) yang sempurna

pada anak-anak dari orang tua bercerai agar dapat mengarahkan mereka bagaimana beradaptasi yang efektif dalam kondisi penuh tekanan serta membekali mereka dengan pengetahuan keagamaan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari di lingkungan sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.

d. Masyarakat

Menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi orang tua yang ingin bercerai dalam mengambil keputusan dan membantu orang tua yang sudah bercerai untuk dapat meminimalkan efeknya terhadap anak-anak mereka.

E.Struktur Organisasi Skripsi

BAB I: Pendahuluan

A.Latar Belakang Penelitian

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C.Tujuan Penelitian

D.Manfaat/Signifikansi Penelitian E. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II: Kajian Pustaka Tentang Religiusitas dan Resiliensi, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian

BAB III: Metodologi Penelitian

A.Lokasi dan Populasi/Sampel Penelitian B. Desain Penelitian

(25)

E. Instrumen Penelitian

F. Proses Pengembangan Instrumen G.Teknik Pengumpulan Data H.Analisis Data

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

A.Pengolahan/Analisis Data B. Pembahasan/Analisis Temuan BAB V: Kesimpulan dan Saran

A.Kesimpulan

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah di beberapa Sekolah Menengah Atas dan sederajat yang tersebar di Kota Bandung. Adapun populasinya adalah remaja

korban perceraian yang bersekolah di Sekolah Menengah Atas dan sederajat di Kota Bandung. Populasi penelitian merupakan individu yang menjadi sumber data penelitian. Menurut Azwar (2007), populasi merupakan sekelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sekelompok subjek tersebut terdiri dari sejumlah individu yang setidaknya mempunyai satu ciri atau karakteristik yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka kriteria subjek penelitian adalah remaja yang mengalami perceraian orang tua dan sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas umum maupun berbasis Islam di Kota Bandung.

Alasan memilih subjek beragama Islam adalah karena peneliti tertarik untuk mengukur religiusitas remaja Muslim yang notabene Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Sementara itu, subjek sedang menempuh pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat dimaksudkan agar para subjek penelitian dapat memahami pernyataan-pernyataan dalam skala dengan baik. Selain itu, subjek penelitian sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas berbasis Islam maupun umum dimaksudkan karena dalam program sekolah tersebut terdapat kurikulum pengajaran atau pendidikan agama baik secara mendasar (di sekolah umum) maupun secara mendalam (berbasis Islam). Pemilihan kota Bandung sebagai populasi penelitian adalah karena

Bandung tercatat sebagai salah satu kota tertinggi yang memiliki kasus perceraian terbanyak di Jawa Barat.

(27)

penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian yang didasarkan pada analisis data sampel akan diterapkan pada populasi (Azwar, 2007). Sampling dilakukan dalam penelitian ini karena jumlah populasi yang sangat besar sehingga akan lebih efisien baik dari ekonomi, waktu dan sumber daya, serta kemungkinan untuk mengurangi kemunculan bias (Santoso, 2008).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik nonprobability sampling. Nonprobability sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan atau peluang yang tidak sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Teknik nonprobability sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yang merupakan cara

memilih responden penelitian berdasarkan ketersediaan dan kemauan dari responden tersebut (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2006), namun tetap berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Teknik pengambilan sampel ini sangat sesuai untuk penelitian ini mengingat jumlah populasi yang tak terhitung (infinite).

Singarimbun dan Effendi (1989), mengungkapkan bahwa dalam penelitian korelasional digunakan jumlah minimal subjek 30 kasus, dengan demikian besarnya sampel dalam penelitian ini minimal 30 orang. Dengan memperhatikan kemampuan peneliti dan atas pertimbangan di atas, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan 55 orang sebagai sampel penelitian dengan rincian 31 orang sampel dari SMA umum, dan 24 orang sampel dari SMA Islam. Selengkapnya mengenai populasi, lokasi, dan sampel akan digambarkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Populasi dan Lokasi Penelitian

Populasi Penelitian : Kota Bandung

Lokasi Penelitian : Sekolah Menengah Atas dan sederajat berbasis umum dan Islam

(28)

B.Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel umumnya dilakukan secara random, teknik pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2010).

C.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dan komparasi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan kondisi sekarang dalam konteks kuantitatif yang direfleksikan dalam variabel. Peneliti menggunakan pendekatan ini dengan maksud menjelaskan hubungan antara religiusitas sebagai variabel independen atau variabel bebas dengan resiliensi sebagai variabel dependen atau variabel terikat dan bagaimana perbedaannya pada remaja muslim dari orang tua bercerai yang bersekolah di SMA umum dan sederajat dengan SMA berbasis Islam di Kota Bandung.

D.Definisi Operasional

Adapun definisi operasional variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Religiusitas Islam

Religiusitas Islam adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala model Likert yang terdiri dari lima alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju) yang meliputi empat dimensi religiusitas islam menurut Tilouine dan Belgoumidi (2009), diantaranya:

(29)

b. Religious practice, yakni dimensi yang berkaitan dengan pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari sesuai tuntunan Al Quran dan hadits Rasulullah. Dimensi ini menyangkut amal ibadah wajib dan sunnah.

c. Religious altruism, yakni dimensi yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia. Dimensi ini melihat bagaimana

relasi seseorang terhadap orang di lingkungan sekitarnya seperti orang tua, saudara, dan tetangga.

d. Religious enrichment, yakni dimensi yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperluas pengetahuan atau wawasan agama serta menambah pengalaman spiritual.

Secara umum, religiusitas merupakan sebuah internalisasi agama dalam bentuk penghayatan dan pengamalan pada setiap aktivitas individu sehari-hari secara menyeluruh dan konsisten serta dapat memberikan pengaruh dalam setiap sisi kehidupannya. Semakin tinggi jumlah skor skala yang diperoleh subjek menunjukkan semakin besar religiusitas subjek, begitu pula sebaliknya.

2. Resiliensi

Resiliensi adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala model Likert yang terdiri dari lima alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju) yang meliputi tujuh aspek resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002),

diantaranya adalah:

a. Regulasi emosi, aspek ini mengacu pada bagaimana individu tetap

dalam kondisi tenang meskipun berada dalam kondisi tertekan.

(30)

c. Optimisme, yakni aspek yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan individu terhadap segala sesuatu yang dihadapinya akan berjalan baik dan sesuai harapan.

d. Analisis sebab akibat, yakni aspek yang mengacu pada bagaimana kemampuan individu dalam menganalisis secara akurat mengenai sebab dan akibat serta mencari jalan keluar dari permasalahannya.

e. Empati, aspek ini mengacu pada bagaimana individu dapat memahami dan merasakan perasaan orang lain serta dapat memposisikan dirinya seperti orang yang sedang mengalaminya tanpa menghilangkan identitas dirinya.

f. Efikasi diri, yakni aspek yang berhubungan dengan keyakinan individu mengenai kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya untuk mengatasi segala permasalahan.

g. Pencapaian, yakni mengacu pada kemampuan individu dalam meningkatkan aspek-aspek positif dalam kehidupannya, meningkatkan keyakinan dan religiusitas, serta mencakup pula keberanian individu untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.

Resiliensi secara umum adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan sehingga individu dapat

terlindung dari dampak negatif dan kesengsaraan. Semakin tinggi jumlah skor skala yang diperoleh subjek menunjukkan semakin besar resiliensi subjek, begitu pula sebaliknya.

E.Instrumen Penelitian

Arikunto (2006), mendifinisikan bahwa instrumen adalah alat yang digunakan pada waktu penelitian dengan menggunakan suatu metode. Metode yang digunakan berupa skala, skala merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan

(31)

yang terdapat pada pernyataan-pernyataan tersebut dapat diberi skor/nilai dan kemudian diinterpretasi (Azwar, 2009). Penelitian ini menggunakan dua macam skala sebagai instrumennya, yaitu:

1. Instrumen Religiusitas Islam

Religiusitas Islam diukur dengan menggunakan skala yang diadopsi dari alat tes bernama Comprehensive Measure of Islamic Religiosity (CMIR) dari

Tiliouine dan Belgoumidi (2009), dan dimodifikasi serta disusun menggunakan skala Likert yang berisi lima alternatif jawaban: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skala

religiusitas Islam mencakup dimensi-dimensi religiusitas Islam menurut Tiliouine dan Belgoumidi (2009), yaitu religious belief, religious practice, religious altruism, dan religious enrichment. Berikut kisi-kisi skala

religiusitas Islam.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Islam

Variabel Dimensi Indikator Jumlah

Item

a. Meyakini dan mempercayai adanya Tuhan

4

b. Meyakini dan mempercayai kitab Al Quran

1

c. Meyakini dan mempercayai Rasulullah sebagai Nabi dan utusanNya serta mencintai para sahabatnya

4

d. Meyakini dan mempercayai adanya surga dan neraka

3

e. Meyakini dan mempercayai adanya hari pembalasan

(32)

f. Meyakini dan mempercayai adanya takdir

1

g. Melaksanakan ibadah sebagai bukti keimanan.

a. Berperilaku dan berpenampilan sesuai tuntunan Rasulullah (syariat)

2

b. Menjalankan ibadah wajib dan membiasakan diri dengan amalan sunnah sehari-hari

9

c. Menjaga diri dari perkataan dan perbuatan maksiat serta hal-hal yang haram

a. Berhati-hati dalam bersumpah atas

nama Allah 1

b. Berbakti kepada kedua orang tua 1

c. Menjaga silaturrahmi dan pergaulan serta menyebarkan salam

3

d. Menjaga diri dari bercampur baur dengan lawan jenis

1

e. Menghormati tetangga dan saling berbagi terhadap sesama

a. Memperbanyak ibadah serta menjadikan agama sebagai tuntunan hidup

6

(33)

c. Mengikuti kegiatan keagamaan 2

d. Menghindari diri dari perbuatan sia-sia

1

Total item 60

Tabel 3.3

Distribusi Item Skala Religiusitas Islam

Variabel Dimensi

Resiliensi diukur dengan menggunakan skala resiliensi yang disusun secara khusus untuk mengukur resiliensi pada remaja muslim dari orang tua

(34)

sebab akibat, empati, efikasi diri, dan pencapaian tujuan. Instrumen ini dinamakan Skala Resiliensi Remaja Muslim dari Orang tua Bercerai. Berikut kisi-kisi skala resiliensi.

menghadapi masalah serta dapat memanfaatkan emosi positif

Regulasi

emosi Resiliensi

3 b. Bersikap tenang dan menunjukkan

sikap yang wajar sekalipun dalam kondisi tertekan

4 c. Mampu menjaga dan mengatasi gejolak

perasaan (mood)

2 d. Berusaha melapangkan hati dan

memaafkan kesalahan orang lain

4 a. Mampu mengendalikan

dorongan-dorongan dalam diri

Kontrol

terhadap

impuls b. Menjaga diri agar tetap tenang dan hati- 1 hati dalam bersikap

5 c. Memikirkan segala sesuatunya dengan

matang sebelum bertindak

2 a. Menghadapi segala sesuatu dengan

percaya diri dan berani serta tidak takut gagal.

Optimisme

4 b. Meyakini bahwa segala permasalahan

(35)

5 c. Memiliki harapan besar akan masa

depan diri dan keluarga.

4 a. Mampu mengidentifikasi sebab akibat

suatu masalah secara akurat.

Analisis

sebab

akibat b. Mampu memahami permasalahan dan 2

mencari alternatif solusi dengan baik.

2 c. Menghadapi permasalahan dengan

hati-hati dan berpikir matang.

7 a. Mampu menganalisa dan memahami

perasaan, pikiran, dan sifat orang lain

Empati

3 b. Mampu memposisikan dirinya dalam

kondisi perasaan orang lain tanpa a. Mampu mengatasi segala permasalahan

disertai keyakinan, kekuatan, dan keberanian. a. Meningkatkan aspek-aspek positif

dalam kehidupan

Pencapaian

3 b. Mengatasi permasalahan dengan baik

(36)

Tabel 3.5

Skala religiusitas dan resiliensi masing-masing terdiri dari 60 dan 81 item yang dibagi menjadi dua jenis item, yaitu item-item yang favorable dan

(37)

unfavorable adalah item-item yang tidak menunjukkan sikap religius dan

resilien.

Setiap item dalam skala religiusitas dan resiliensi ini disusun dengan menyediakan lima alternatif jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), netral (N), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Penggunaan lima alternatif jawaban tersebut, yaitu dengan menyediakan jawaban tengah

(netral), didasarkan pada kemungkinan subjek yang akan memilih jawaban antara setuju dan tidak setuju. Jawaban tengah perlu disediakan untuk menjaga validitas respon subjek penelitian. Selain itu, kekhawatiran mengenai subjek yang akan cenderung memilih jawaban tengah jika jawaban tengah tersebut disediakan juga belum didukung dengan bukti-bukti empiris (Azwar, 2009).

Skor dari item-item yang favorable akan bergerak dari 5 sampai 1, dimana nilai 5 diberikan untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3 untuk netral, 2 untuk tidak setuju, dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sementara itu, skor dari item-item yang unfavorable akan bergerak dari 1 sampai 5, di mana nilai 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk netral, 4 untuk tidak setuju, dan 5 untuk sangat tidak setuju.

Tabel 3.6

Skor untuk Setiap Pernyataan pada Skala Religiusitas dan Resiliensi

Skala Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 5 1

Setuju (S) 4 2

Netral (N) 3 3

Tidak Setuju (TS) 2 4

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

4. Kategorisasi Skala

(38)

berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2009). Kategorisasi ini bersifat relatif, peneliti dapat menentukan luas interval sesuai keinginan dan dilakukan berdasarkan hasil masing-masing jawaban responden.

Peneliti mengelompokkan sampel ke dalam 3 kategori skala untuk skala religiusitas dan skala resiliensi dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Tabel 3.7

Rumusan Tiga Kategori Skala Religiusitas dan Resiliensi

Kalkulasi Norma Kategori

T > +1 Tinggi

– 1≤ T≤ +1 Sedang

T < – 1 Rendah Keterangan:

T = Skor subjek μ = Rata-rata baku σ = Deviasi standar baku

a. Kategorisasi Skala Religiusitas

Perhitungan statistik yang dilakukan terhadap variabel religiusitas pada remaja muslim dari orang tua bercerai di Kota Bandung menunjukkan perolehan nilai minimum sebesar 206, nilai maksimum sebesar 283, rata-rata baku (μ) = 250, dan nilai deviasi standar baku (σ) = 20.66. Hal tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.8

Deskripsi data Variabel Religiusitas

N= 55

Variabel Min Max Mean SD

Religiusitas 206 283 250 20.7

(39)

sampel ke dalam tiga kategori umum yaitu tinggi, sedang, dan rendah yang kemudian digunakan sebagai norma dalam pengelompokan skor sampel berdasarkan norma kelompoknya.

Berikut ini norma untuk skor religiusitas sampel yang diperoleh dari rata-rata (μ) = 250 dan deviasi standar (σ) = 20.7. Hasil pengkategorisasian tingkat religiusitas sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.9

Kategorisasi Skor Skala Religiusitas N = 55

Rentang Skor Kategori

T > 271.2 Tinggi

230.1 ≤ T≤ 271.2 Sedang

T < 230.1 Rendah

Keterangan:

T = Skor yang diperoleh sampel

Selanjutnya akan diuraikan kategorisasi masing-masing aspek variabel religiusitas yang terdiri dari empat aspek, yakni religious belief, religious practice, religious altruism, dan religious enrichment.

Data selengkapnya mengenai deskripsi masing-masing aspek religiusitas dan pengkategorisasiannya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 3.10

Deskripsi Data Aspek-aspek Religiusitas

N= 55

Variabel Min Max Mean SD

Religious Belief 60 85 75.1 5.6

Religious Practice 65 105 86.3 9

Religious Altruism 41 60 50.2 5.2

(40)

Tabel di atas menunjukkan bahwa perolehan rata-rata dan nilai deviasi standar terbesar terdapat pada aspek religious practice, yakni masing-masing sebesar 86.3 dan 9 dengan nilai minimun 65 dan maksimum 105.

Berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi tersebut maka dapat

dibuat kategorisasi skala untuk mengelompokkan tingkat religiusitas sampel ke dalam tiga kategori umum yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan masing-masing aspek yang kemudian digunakan sebagai norma dalam pengelompokan skor sampel berdasarkan norma kelompoknya.

Tabel 3.11

Kategorisasi Skor Aspek-aspek Skala Religiusitas N = 55

Aspek Rentang Skor Kategori

Religious Belief T > 80.8 Tinggi

69.6 ≤ T≤ 80.7 Sedang

T < 69.6 Rendah

Religious Practice T > 95.3 Tinggi

77.4 ≤ T≤ 95.2 Sedang

T < 77.4 Rendah

Religious Altruism T > 55.4 Tinggi

45 ≤ T≤ 55.3 Sedang

T < 45 Rendah

Religious Enrichment T > 45.9 Tinggi

35.3 ≤ T≤ 45.8 Sedang

(41)

T = Skor yang diperoleh sampel

b. Kategorisasi Skala Resiliensi

Deskripsi data hasil perhitungan statistik mengenai gambaran umum variabel resiliensi beserta aspek-aspeknya serta kategorisasi skor secara lengkap dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 3.12

Deskripsi data Variabel Resiliensi

N = 55

Variabel Min Max Mean SD

Resiliensi 238 392 303 26

Hasil olah data statistik yang dilakukan terhadap variabel resiliensi pada remaja muslim dari orang tua bercerai di Kota Bandung menunjukkan perolehan nilai minimum sebesar 238, maksimum sebesar 392, rata-rata (mean) sebesar 26, dan standar deviasi sebesar 26. Perolehan mean dan deviasi standar digunakan sebagai acuan

untuk menentukan kategorisasi skor skala resiliensi.

Tabel 3.13

Kategorisasi Skor Skala Resiliensi N = 55

Rentang Skor Kategori

T > 329.3 Tinggi

277.3 ≤ T≤ 329.3 Sedang

T < 277.3 Rendah

Keterangan:

T = Skor yang diperoleh sampel

(42)

Tabel 3.14

Deskripsi Data Resiliensi Berdasarkan Aspek

N = 55

Variabel Min Max Mean SD

Regulasi Emosi 35 68 49 6.2

Kontrol Terhadap Impuls 26 47 36.1 4.4

Optimisme 30 55 40.2 5.3

Analisis Sebab Akibat 21 40 28.9 3.7

Empati 36 66 45 5.6

Efikasi Diri 34 60 49 6.3

Pencapaian 38 58 50.1 4.6

Dapat dilihat bahwa perolehan nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi terkecil terdapat pada aspek analisis sebab akibat, dengan angka masing-masing 28.9 dan 3.7. Sedangkan perolehan nilai rata-rata (mean) terbesar terdapat pada aspek pencapaian dan standar deviasi terbesar terdapat pada aspek efikasi diri, dengan masing-masing angka sebesar 50.1 dan 6.3. Selengkapnya mengenai kategorisasi aspek-aspek resiliensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.15

Kategorisasi Skor Aspek-aspek Skala Resiliensi N = 55

Aspek Rentang Kategori

Regulasi Emosi T > 55.2 Tinggi

42.9 ≤ T≤ 55.1 Sedang

(43)

Kontrol Terhadap Impuls

T > 40.5 Tinggi

31.8 ≤ T≤ 40.4 Sedang

T < 31.7 Rendah

Optimisme T > 45.5 Tinggi

35 ≤ T≤ 45.4 Sedang

T < 34.9 Rendah

Analisis Sebab Akibat

T > 32.6 Tinggi

25.3 ≤ T≤ 32.5 Sedang

T < 25.2 Rendah

Empati T > 50.6 Tinggi

39.4 ≤ T≤ 50.5 Sedang

T < 39.5 Rendah

Efikasi Diri T > 55.3 Tinggi

42.7 ≤ T≤ 55.3 Sedang

T < 42.8 Rendah

Pencapaian T > 54.7 Tinggi

45.6 ≤ T≤ 54.6 Sedang

T < 45.5 Rendah

Keterangan:

T = Skor yang diperoleh sampel

c. Kategorisasi Religiusitas Berdasarkan Jenis Sekolah

(44)

dan standar deviasi (σ). Selanjutnya, akan dibuat kategorisasi skala religiusitas berdasarkan jenis sekolah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.16

Deskripsi Data Religiusitas Berdasarkan Jenis Sekolah

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SMA Umum 31 206.00 282.00 243.3548 18.26572

SMA Islam 24 215.00 283.00 260.0000 20.09759

Valid N (listwise) 24

Tabel 3.17

Kategorisasi Religiusitas Berdasarkan Jenis Sekolah

Jenis Sekolah Rentang Skor Kategori

SMA Umum T > 261.3 Tinggi

224.7 ≤ T≤ 261.3 Sedang

T < 224.7 Rendah

SMA Islam T > 280.1 Tinggi

239.9 ≤ T≤ 280.1 Sedang

T < 239.9 Rendah

d. Kategorisasi Resiliensi Berdasarkan Jenis Sekolah

Untuk mengetahui tingkat resiliensi sampel berdasarkan jenis sekolah, maka dibuat deskripsi data mengenai nilai rata-rata baku (µ) dan deviasi standar baku (σ). Selanjutnya, akan dibuat kategorisasi skala resiliensi berdasarkan jenis sekolah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.18

(45)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SMA Umum 31 238.00 392.00 300.4516 30.34121

SMA Islam 24 258.00 341.00 307.0833 18.99180

Valid N (listwise) 24

Tabel 3.19

Kategorisasi Resiliensi Berdasarkan Jenis Sekolah

Jenis Sekolah Rentang Skor Kategori

SMA Umum T > 330.8 Tinggi

270.2 ≤ T≤ 330.8 Sedang

T < 270.2 Rendah

SMA Islam T > 326.1 Tinggi

288.1 ≤ T≤ 326.1 Sedang

T < 288.1 Rendah

Tabel 3.20

Kategori Tingkat Religiusitas dan Resiliensi Masing-masing Subjek

Berdasarkan Jenis Sekolah

Subjek SMA Umum SMA Islam

Religiusitas Resiliensi Religiusitas Resiliensi

1 T S S S

2 S S R S

3 T S R S

4 S S T T

5 R S T S

6 S S S S

7 S S R R

8 S S S T

9 S S S S

(46)

11 S S S S

12 T T S T

13 S S R R

14 R S S T

15 R S S S

16 S S S T

17 S R S S

18 S S S S

19 S R T S

21 S S S S

21 S S S S

22 S R S S

23 T S S S

24 R S R S

25 S S

26 S S

27 S T

28 T T

29 T T

31 S S

31 S S

Keterangan:

T = Tinggi; S = Sedang; R= Rendah

F. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Validitas

(47)

digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam suatu skala mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu. Pengujian validitas isi tidak melalui analisis statistika melainkan dengan menggunakan analisis rasional (Azwar, 2010).

Pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan analisis

rasional dan professional judgement. Analisis rasional dilakukan dengan melihat kesesuaian masing-masing pernyataan dalam item dengan blueprint, yaitu melihat kesesuaiannya dengan batasan domain ukur yang telah ditetapkan sebelumnya dan memeriksa apakah masing-masing item tersebut telah sesuai dengan indikator perilaku yang hendak diungkapnya (Azwar, 2010). Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan kesesuaian masing-masing item dengan aspek yang akan diukur melalui professional judgement, yang dalam hal ini melalui dosen pembimbing skripsi dan salah satu dosen mata kuliah jurusan Psikologi.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur mengacu pada sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya jika dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang sama. Tinggi rendahnya reliabilitas secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas, yang berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas suatu alat ukur, maka semakin konsisten hasil ukurnya (Azwar, 2010). Shaughnessy,

Zechmeister, & Zechmeister (2006), menyebut reliabilitas sebagai konsistensi sebuah alat ukur, yang dipengaruhi oleh banyaknya item,

diujikan pada beragam sampel individual, dan dipengaruhi oleh prosedur dan teknik pengetesan yang dilakukan.

(48)

Cronbarch) yang dihitung menggunakan bantuan software SPSS versi 18.0.

Adapun rumus Alpha Cronbach yang digunakan ialah sebagai berikut:

(Ihsan, 2009)

Keterangan:

= Koefisien reliabilitas instrumen n = Banyaknya butir pertanyaan atau soal Vi = Jumlah varians butir

Vt = Varians skor total

Menurut Guilford (Sugiyono, 2010), kriteria untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas instrumen dapat dikategorikan seperti pada Tabel 3.25.

Tabel 3.21

Koefisien Reliabilitas Menurut Guilford

Koefisien Kriteria

< 0.20 Reliabilitas hampir tidak ada

0.21 - 0.40 Reliabilitas rendah

0.41 - 0.70 Reliabilitas sedang

0.71 – 0.90 Reliabilitas tinggi

> 0.90 Reliabilitas sangat tinggi

a. Reliabilitas Instrumen Religiusitas

(49)

religiusitas bersifat reliabel dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Adapun hasil perhitungan reliabilitas instrumen religiusitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.22

Reliabilitas Instrumen Religiusitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.942 60

b. Reliabilitas Instrumen Resiliensi

Pengujian reliabilitas terhadap skala yang terdiri dari 81 item ini menghasilkan koefisien alpha Cronbach sebesar 0.905. Koefisien reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa instrumen resiliensi termasuk dalam kriteria sangat tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen resiliensi bersifat reliabel dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Adapun hasil perhitungan reliabilitas instrumen resiliensi secaa keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing aspek dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.23

Reliabilitas Instrumen Resiliensi

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.905 81

Tabel 3.24

Reliabilitas Instrumen Resiliensi Berdasarkan Aspek

Dimensi Jumlah

item

r (Alpha Cronbach)

Keterangan

Regulasi Emosi 14 .719 Reliabilitas tinggi

Kontrol Terhadap Impuls 10 .456 Reliabilitas sedang

Optimisme 11 .594 Reliabilitas sedang

(50)

Empati 14 .587 Reliabilitas sedang

Efikasi Diri 12 .860 Reliabilitas tinggi

Pencapaian 12 .718 Reliabilitas tinggi

G.Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan sekumpulan informasi, menurut Arikunto (2006), sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala berupa kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan dan pernyataan yang diajukan untuk dijawab oleh subjek penelitian yang sudah ditentukan oleh peneliti berdasarkan

kriteria sampel.

Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner di beberapa

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat di Kota Bandung. Penyebaran kuesioner secara langsung diberikan oleh peneliti kepada responden agar data yang diberikan lebih objektif dan tidak ada kekeliruan atau kebingungan ketika menjawab pernyataan.

H.Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik statistik. Teknik statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik korelasi dan komparasi. Teknik statistik tersebut dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara religiusitas dengan resiliensi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat seberapa besar perbedaan antara religiusitas dan resiliensi pada remaja muslim dengan jenis sekolah yang berbeda, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) berbasis umum dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) berbasis Islam. Keseluruhan analisis data dalam penelitian ini menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 18.0 for Windows. Berikut akan dipaparkan beberapa langkah

(51)

1. Uji Normalitas Data dan Uji Linieritas

Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi dan komparasi, terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu asumsi normalitas data dan asumsi linearitas.

Asumsi normalitas data menunjukkan data penelitian yang hendak dianalisis berasal dari populasi yang sebarannya normal (Susetyo, 2010). Suatu data

dapat dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0.05 (merupakan nilai Asym. Sig (2-tailed) > 0.05), namun jika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0.05, maka sampel bukan berasal dari populasi yang normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan tes one-sample Kolmogorov-Smirnov.

Berdasarkan hasil uji normalitas, maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sebaran normal. Ringkasan mengenai hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.25

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

N = 55

Variabel Nilai Z Nilai p Keterangan

Religiusitas 1.001 0.269 Normal

Resiliensi 0.881 0.419 Normal

Sementara itu, asumsi linearitas menunjukkan hubungan antar variabel yang hendak dianalisis merupakan hubungan garis lurus atau linier. Langkah ini harus dilakukan sebelum menguji suatu hipotesis (Susetyo, 2010). Uji linieritas digunakan untuk memeriksa pola hubungan antara variabel religiusitas dengan variabel resiliensi apakah merupakan garis lurus/linear atau bukan. Suatu hubungan dikatakan linier apabila memiliki

nilai p di bawah 0.05 (p < 0.05).

(52)

sebesar 1.02 (Fhitung 19.809 > Ftabel 1.02) dengan df penyebut 53 dan df

pembilang 1 serta taraf signifikansi 0.05. Hal ini berarti variabel religiusitas dapat memengaruhi variabel resiliensi seorang remaja muslim dari orang tua bercerai. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.29 berikut.

Tabel 3.26 Uji Kelinieran

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 9932.954 1 9932.954 19.809 .000a

Residual 26575.483 53 501.424

Total 36508.436 54

a. Predictors: (Constant), Religiusitas

b. Dependent Variable: Resiliensi

2. Uji Korelasi dan Komparasi

Setelah kedua asumsi tersebut berhasil dipenuhi, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik korelasi dan komparasi. Karena data dalam penelitian ini berdistribusi normal, maka uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi product moment dari Karl Pearson dan uji komparasi dua sampel independen Mann Whitney U test.

a. Uji Korelasi

Analisis Korelasi merupakan sarana yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan dua variabel atau lebih (Susetyo, 2010). Uji korelasi

menggunakan teknik korelasi product moment dari Karl Pearson (Hadi, 2000). Koefisien korelasi diberi symbol r. Adapun rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut:

(Susetyo, 2010) Keterangan:

r

= � −

(53)

X = Jumlah variabel X Y = Jumlah variabel Y N = Banyaknya subjek

Nilai koefisisen korelasi dapat bervariasi muali dari -1.00 sampai dengan

1.00. Tanda koefisien korelasi (- atau +) mengindikasikan arah hubungan, tanda positif artinya hubungan yang terjadi antara dua variabel merupakan hubungan searah, yaitu naiknya angka pada satu variabel diikuti oleh naiknya angka pada variabel lain, begitu pula sebaliknya. Tanda negatif artinya hubungan yang terjadi antara dua variabel merupakan hubungan yang berlawanan arah, yaitu naiknya angka pada satu variabel diikuti oleh turunnya angka pada variabel lain, begitu pula sebaliknya. Sedangkan nilai mutlak (0.0 sampai 1.00) mengindikasikan kekuatan hubungan. Semakin dekat koefisien korelasi mendekati angka 1.00 (positif atau negatif), hubungannya akan semakin kuat (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2006).

Setelah diketahui koefisien korelasinya, maka langkah selanjutnya ialah menginterpretasikan koefisien korelasi tersebut dengan menggunakan pedoman sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.27

Interval Koefisien Korelasi untuk Interpretasi Tingkat Hubungan

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00 – 0.199 Sangat rendah

0.20 – 0.399 Rendah

0.40 – 0.599 Sedang

0.60 - 0.799 Kuat

0.80 – 1.000 Sangat Kuat

(54)

Hipotesis statistik yang diajukan untuk menunjukkan tingkat hubungan mengenai variabel religiusitas dan resiliensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : r = 0

Ha : r ≠ 0

b. Uji Komparasi

Mann Whitney U-test digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis

komparatif dua kelompok independen yang ditarik dari satu populasi bila datanya berbentuk ordinal (Sugiyono, 2009). Rumus yang dapat digunakan untuk sampel lebih besar dari 20 (n > 20) adalah sebagai berikut.

(Susetyo, 2010)

Keterangan:

U = jumlah rangking terkecil µu = rata-rata

σu = simpangan baku

n1 = jumlah sampel kelompok 1 n2 = jumlah sampek kelompok 2

Hipotesis statistik yang diajukan untuk menunjukkan perbedaan tingkat religiusitas pada remaja muslim dari orang tua bercerai di SMA umum dan SMA berbasis Islam Kota Bandung adalah:

1.H0 : x A = x B , α > 0.05

Ha : x A = x B , α < 0.05

�= U − σ μu

� =

U −� n

Gambar

Tabel 3.1  Populasi dan Lokasi Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Islam
Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Religiusitas Islam
Tabel 3.4  Kisi-kisi Instrumen Resiliensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian adalah seberapa besar pengaruh profesionalisme

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang disebutkan diatas, penulis terlebih ingin melihat dan menganalisis seberapa besar pengaruh kualitas produk makanan yang diberikan

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah seberapa besar

Banyak hal yang dapat mempengaruhi dalam proses pembentukan jati diri seseorang di masa sekarang, dan masa remaja juga sangatlah berpengaruh cukup besar untuk bagaimana

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah bagaimana tanggung jawab

Sesuai dengan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Penerimaan orang tua memberikan pengaruh yang