BERITA TERORISME DAN SIKAP REMAJA MUSLIM
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diajukan Oleh :
MUHAMMAD TOHA HARAHAP (080922033)
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Muhammad Toha Harahap
NIM : 080922033
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One
terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan)
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Drs. HR. Danan Djaja, MA Drs. Amir Purba, MA
NIP. 95211091983031001 NIP.1952102191987011001
Dekan FISIP USU
Prof. M. Arif Nasution, MA
ABSTRAKSI
Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).
Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim
Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan
Purposive Sampling.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat atas segala rahmat dan karunia yang telah
diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang
Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar
Medan).
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana S1
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu
yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah pengalaman, khususnya
yang berhubungan dengan ilmu komunikasi.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum,
selama dan setelah penulis mengerjakan skripsi. Secara khusus, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada kedua orang tua yang sangat penulis
sayangi, yaitu Ayahanda H. Syaiful Akbar Harahap dan Ibunda Hj. Maha Dewi atas
pengertian dan dukungannya baik secara lisan maupun doa kepada penulis. Mudah-mudahan
semua yang penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan Ayahanda dan
Ibunda tercinta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti juga banyak mendapatkan bimbingan,
nasehat serta dukungan dari banyak pihak. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA, selaku dosen wali penulis.
4. Bapak Drs. HR. Danan Djaja, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dan meluangkan waktu, serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan staf pengajar
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sumatera Utara pada
umumnya. Terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu dan pengetahuan yang telah
diajarkan kepada penulis.
6. Kakak saya Magda dan adik saya Tika, yang selalu memberikan motivasi dan setia
mendengarkan keluh-kesah penulis selama mengerjakan skripsi ini.
7. Buat teman-teman seperjuangan di bangku perkuliahan selama ini yang tidak bisa
penulis ucapkan semua namanya disini karena keterbatasan, penulis ucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya atas kesediaannya membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan atas hari-harinya yang menyenangkan selama kita kuliah.
Mudah-mudahan kita tetap menjalin persahabatan untuk selama-lamanya.
8. Kak Ros, Kak Maya dan Kak Icut, terima kasih atas bantuannya untuk segala urusan
administrasi penulis.
9. Buat sahabat karib penulis yaitu Fifi, Rudi, Dedek, Golda, dan Syafriadi yang terus
memotivasi penulis serta memberikan dukungan baik berupa doa dan perhatian yang tak
henti-hentinya diberikan kepada penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Buat orang yang spesial Jan dan Tata yang selalu ada dan siap membantu penulis kapan
saja selama pengerjaan skripsi ini hingga selesai dan terus memberikan support dalam
berbagai hal bagi penulis. Terima kasih karena kalian sudah menjadi orang yang paling
11. Bapak Yayasan Hajjah Rahmah Nasution beserta kepala sekolah dan staff SMA
Al-azhar Medan yang telah memberikan saya kepercayaan untuk melakukan penelitian di
sekolah tersebut.
12. Seluruh siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan yang telah meluangkan
waktunya untuk menjadi responden bagi penulis dalam melakukan penelitian selama
ini.
Menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dari isi skripsi hasil penelitian ini, maka
penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini.
Peneliti juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Medan, Juni 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
I.4 Tujuan & Manfaat Penelitian Penelitian ... 6
I.5 Kerangka Teori ... 7
I.5.1 Pengertian Berita ... 7
I.5.2 Nilai Berita ... 8
I.5.3 Syarat Berita ... 9
I.5.4 Televisi Sebagai Media Penyiaran ... 10
I.5.5 Terorisme ... 11
II.4 Televisi sebagai media penyiaran ... 30
II.5 Terorisme ... 32
II.5.1 Sejarah terorisme ... 32
II.6 Teori S-O-R ... 37
II.7 Sikap ... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39
III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
III.5 Teknik Penarikan Sampel ... 45
III.6 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 47
III.7 Teknik Analisa Data ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... ` 51
IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data & Teknik ... 51
ABSTRAKSI
Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).
Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim
Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan
Purposive Sampling.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam satu dekade ini
menjadi sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa runtuhnya WTC (World Trade Center)
tanggal 9 September 2001 yang lalu. Jika kita memasukan kata terorisme pada mesin pencari
di internet, maka kita akan mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar
belakang, pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya. Yang ironisnya, selalu saja
menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam.
Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere. Namun di masa Revolusi Perancis,
kata teror sendiri juga dikenal dengan sebutan “Le terreur” yang berasal dari bahasa Perancis.
Kata tersebut semula hanya dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil
Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara
memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata
terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Maka
secara tak langsung kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan
kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme hanya berupa
kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan
tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang
kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun
oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai pelakunya. Pembunuhan
Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan
dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses
globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan
menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat
jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuan.
Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti
nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial. Namun tidak dipungkiri,
bahwa sekarang ini, Islam diidentifikasikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung
terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi atau pun individualnya, telah
mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai
belahan dunia. Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung
kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama islam menganjurkan kekerasan. Dalam
berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan boleh
membunuh, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.
Beberapa bulan terakhir, ditengah berkecamuknya suasana politik negeri ini terkait
dengan kasus bail-out bank century, kita kembali disuguhi berita perburuan teroris di
Pamulang dan Aceh. Dimana teroris di Aceh sekarang ini telah menjadi perbincangan hangat.
Di media massa seperti koran, televisi dan lain-lain memuat berita tersebut. Teroris di Aceh
ini diduga kuat adalah jaringan Al Qaeda. Seperti yang di katakan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono seakan ingin memastikan, keberadaan pemimpin teroris di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam bukanlah asli orang Aceh. Presiden juga merasa yakin, apa yang terjadi di
Padahal belum lepas dari ingatan kita, berita terorisme terkait dengan kejadian bom di
Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu tidak hanya membuat
sibuk pengamat sosial, politik, keamanan dan budaya tetapi juga para insan olahraga karena
tim kesayangannya, klub sepakbola kelas dunia MU (Manchester United) gagal ‘merumput’
di Gelora Bung Karno.
Sejak kejadian WTC 9 September itu, dunia pun mulai menyatakan perang terhadap
teroris, Say No to Teroris. Slogan-slogan tersebut terus dijejalkan pada masyarakat dan tak
lama kemudian dimulailah ‘operasi pembersihan’ di negara-negara yang dituduh sebagai
‘pabrik’ teroris, seperti Irak dan Afganistan (yang mana keduanya merupakan negara
muslim). Meskipun pada perkembangan selanjutnya, banyak para ahli yang mulai curiga
bahwa ada yang salah dalam cerita tragedi kemanusiaan itu namun masih lebih banyak yang
tidak mau mencermati sejarah sehingga dengan mudah mereka menggunakan istilah teroris
dan mengaitkannya dengan gerakan Islam radikal, militan, fundamentalis, atau garis keras
seperti halnya yang digembar-gemborkan pihak Barat.
Hal ini membuat banyak kalangan kebingungan siapa sebenarnya yang teroris itu.
Penelitian ini tentu tidaklah cukup refresentatif untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi paling
tidak bisa memberikan sedikit gambaran bahwa terorisme pada dasarnya adalah sebuah
ideologi komunitas tertentu yang melakukan aksi bom bunuh diri sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan anti Amerika dengan mengatasnamakan agama. Hal ini tentunya
menodai citra Islam sebagai agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, agama
yang rahmatan lil alamiin yang semua aspek ajarannya jika dipahami dan diaplikasikan
secara integral dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mulia, secara
pribadi maupun sosial.
Karena Islam tidak mengenal konsep jihad dengan makna membunuh ketika berada
yang luas, yakni bisa bermakna memperbaiki nasib rakyat, bersedekah, mendirikan sarana
pendidikan, mengayomi masyarakat dan berbagai kebajikan lainnya. Kalau kemudian jihad
diartikan hanya berperang, itu sudah keliru dan akan melahirkan kekeliruan selanjutnya.
Pertanyaan yang juga sering muncul adalah mengapa pelaku bom bunuh diri tersebut
yang sering disebut teroris, notabene adalah seorang muslim yang baik, shaleh, rajin shalat,
taat menjalankan perintah agama, tidak pernah berbuat onar di masyarakat dan menguasai
berbagai pengetahuan termasuk ilmu agama. Untuk menilai kepribadian seseorang tidak
hanya bisa dilihat dari satu faktor saja. Sangat kompleks permasalahannya karena manusia
adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan
karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan
makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini
terjadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Terlebih jika dikaitkan dengan
kecenderungan usia remaja (13 - 18 tahun) dimana keterikatan terhadap kelompok pergaulan
lebih dominan ketimbang terhadap keluarga.
Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kepribadian para teroris itu terbentuk
perlu adanya pendekatan khusus. Masyarakat dan pemerintah harus melakukan kajian
psikologis dan psikoanalisa jika ada pelaku-pelaku yang tertangkap. Dan sebagai antisipasi,
perlu adanya konseling dan pendidikan yang lebih baik lagi bagi keluarga-keluarga teroris
yang mempunyai potensi menjadi teroris juga. Bentengi diri dan keluarga kita dengan
memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga sebagai lingkungan
terdekat yang membentuk dan mempengaruhi pribadi dan budi pekerti seseorang. Dan tak
kalah penting adalah selektif dalam memilih teman atau lingkungan.
Berita-berita mengenai terorisme yang pernah ditayangkan oleh TV One pun, tentu
akan mendapatkan tanggapan yang beragam dari penontonnya. Informasi yang tersaji dalam
tanggapan maupun sikap terhadap berita tersebut. Dengan adanya penonton yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin maupun tingkat pendidikan,
memunculkan ketertarikan peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi akibat berita
terorisme tersebut. TV One yang dipilih oleh peneliti sebagai perwakilan media televisi yang
menayangkan berita terorisme dianggap sebagai saluran media televisi yang mampu
memenuhi kebutuhan informasi akan suatu berita yang terdepan dalam mengabarkannya.
Dalam penyajian berita, TV One dapat menayangkannya secara langsung dari tempat kejadian
perkara dimana pun dan kapan pun kejadian tersebut berlangsung.
Lokasi penelitian yang peneliti anggap mampu meneliti permasalahan yang ingin
diteliti adalah SMA Al-azhar Medan. Penelitian lokasi ini berdasarkan kesesuaian dengan
judul yang peneliti angkat. Dimana peneliti ingin mengetahui akan sikap remaja muslim pada
sekolah menengah umum yang ada di kota Medan. SMA Al-azhar merupakan salah satu
sekolah menengah umum yang tidak hanya diutamakan menguasai ilmu dan teknologi tapi
yang paling utama harus dibekali akhlak dan taqwa.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar
Medan.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut : “Sejauhmanakah berita terorisme di TV One
I.3. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas dan menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka perlu
dibuat pembatasan masalah.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian mengenai berita terorisme hanya dibatasi pada lembaga penyiaran swasta
TV One, karena lembaga penyiaran televisi swasta ini cukup representatif di dalam
menyajikan berita-berita mengenai permasalahan terorisme.
2. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa SMA Al-azhar Medan, dengan alasan
lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis secara geografis cukup ideal sehingga
penelitian ini dapat dilakukan.
3. Unit analisis penelitian ditetapkan siswa/siswi kelas 1 dan 2 di SMA Al-azhar Medan
tahun ajaran 2009/2010.
4. Penelitian ini layak dilakukan dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan
alasan ketersediaan dana, dukungan data yang memadai atau mencukupi.
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mencari hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap
remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.
2. Untuk mengetahui sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan terhadap
pemberitaan terorisme di TV One.
3. Untuk mengetahui tanggapan remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan setelah
I.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
a. Secara Akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya
jurusan ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber
bacaan.
b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian
khususnya di bidang komunikasi massa.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak
yang ingin melakukan penelitian sejenis.
I.5. Kerangka Teori
Untuk memecahkan suatu masalah dengan jelas dan sisitematis, dibutuhkan teori-teori
sebagai landasan dan kerangka berpikir. Teori berguna sebagai pendukung pemecahan
masalah.
Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2007:6), teori adalah himpunan konstruk
(konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala
dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut.
Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah pengertian berita,
nilai berita, syarat berita, televisi sebagai media penyiaran, terorisme, teori S-O-R dan sikap.
I.5.1. Pengertian Berita
Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi,
disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga
oleh wartawan laporan tersebut maka akan menjadi fakta/ide terkini yang dipilih secara
sengaja oleh redaksi pemberitaan atau media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita
yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita. Stasiun
televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan
akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf
(http://id.wikipedia.org/wiki/Berita).
Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk
memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana
menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup
pekerjaannya.
Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita
didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna
(significant), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati
oleh mereka. Defenisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :
a. baru dan penting,
b. bermakna dan berpengaruh,
c. menyangkut hidup orang banyak,
d. relevan dan menarik.
I.5.2. Nilai Berita
Nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis,
yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan
memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi
peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan
harus dilupakan.
Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, di
antaranya adalah :
8. Orang Penting (prominence)
9. Ketertarikan Manusiawi (human interest)
10.Kejutan (surprising)
11.Seks (sex)
I.5.3. Syarat Berita
Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya
dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau
sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang
persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh
wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat
diketahui bahwa syarat berita harus :
a. Fakta
c. Berimbang
d. Lengkap
e. Akurat
I.5.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran
Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia.
Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun
kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan
menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa
persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai
bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.
Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan
orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan
dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Dan
pada akhir tahun 1980-an, masyarakat mulai jenuh terhadap tayangan TVRI. Hal ini
ditangkap oleh beberapa pengusaha yang kemudian mendirikan beberapa stasiun televisi
swasta.
Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang
berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya
antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun
sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat
yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media
cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat
Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak
menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang.
Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan
pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai
waktu).
Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara
dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak
dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan
memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan
rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok
masyarakat terdidik, namun program itu akan ditinggalkan oeh sekelompok masyarakat
lainnya.
I.5.5. Terorisme
Terorisme pada dasarnya merupakan suatu gejala kekerasan yang berkembang sejalan
dengan peradaban manusia itu sendiri. Terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,
ditengarai telah ada sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan.
Terorisme secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan
untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat.
Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai
kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan. Di masa Revolusi Perancis,
sekitar tahun 1794 kata teror juga dikenal sebagai kata Le Terreur. Yang pada awalnya kata
tersebut dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi
Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang
Stimulus
mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal
guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.
Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat.
Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian
terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda.
I.5.6. Teori S-O-R
Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi
kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R
(Stimulus-Organisme-Respon).
Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku
tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :
a. Pesan (Stimulus)
b. Penerima (Organisme)
c. Efek (Respon)
Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung
pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada
organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan
apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya,
sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan
penerimaan atau mungkin sebaliknya.
I.5.7 Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap
tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga,
norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk
sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab
jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku
terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada
sekelompok orang.
Interpretasi ini melahirkan pendirian/sikap (attitude) seseorang yaitu apa yang
sebenarnya dirasakan oleh seseorang. Sikap juga merupakan opini yang masih tersembunyi di
dalam hati seseorang. Sikap mempunyai tiga komponen pembentuk yang secara sederhana
dikenal sebagai A (Affect ; perasaan/emosi) – B (behavior ; perilaku) – C (Cognition ;
I.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang mendasari penelitian ini, selanjutnya disusun oleh
suatu kerangka konsep yang didalamnya terdapat variabel-variabel dan indikator yang
tujuannya menjelaskan masalah penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu :
1. Variabel Bebas (X), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain.
- Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berita terorisme di TV One
2. Variabel Terikat (Y), merupakan variabel yang memberikan reaksi/respon jika
dihubungkan dengan variabel bebas.
- Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap remaja muslim
I.7. Model Teoritis
Gambar 1. Model Teoritis
I.8. Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat
operasional variabel untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :
Variabel X
Berita terorisme di TV One
Variabel Y
Tabel 1. Variabel Operasional
Variabel Teori Variabel Operasional
- Bentuk penyajian Variabel Bebas (X)
Berita terorisme di TV One
Karakteristik Responden
- Gaya bahasa
- Kejelasan isi berita
- Frekuensi penayangan
-Sikap suka atau tidak terhadap
berita terorisme
-Mendukung atau tidak
mendukung berita terorisme
• Komponen behavior
-Takut atau tidak takut terhadap
I.9. Definisi Operasional
Adapun definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel Bebas (X), yaitu Berita Terorisme di TV One
- Bentuk penyajian adalah tata cara dan letak berita yang disajikan, apakah selalu
sebagai headline news atau tidak.
- Gaya bahasa adalah di dalam pemberitaan, media massa menggunakan gaya bahasa
yang bagaimana sehingga mampu membuat masyarakat memberikan respon, baik
verbal maupun non verbal.
- Kejelasan isi berita adalah penggunaan kata-kata dalam berita tersebut apakah
sangat jelas, sedikit rancu, atau tidak dapat dipahami responden.
- Frekuensi penayangan adalah kuantitas berita tersebut muncul di televisi.
- Narasumber adalah orang yang terkait dengan rangkaian fakta yang akan
diberitakan, yang dimintai keterangan dan pernyataannya oleh seorang wartawan
maupun reporter.
- Presenter adalah pembaca berita yang harus memiliki keahlian public speaking agar
bisa menarik perhatian pemirsa.
- Wawancara adalah wawancara yang dilakukan di tempat peristiwa. Biasanya
dilakukan dengan pihak-pihak terkait, bisa dari pihak pemerintah yang berwenang
maupun masyarakat setempat.
2. Variabel Terikat (Y), yaitu Sikap Remaja Muslim • Komponen kognitif, meliputi :
- Perhatian adalah perhatian responden terhadap berita terorisme di TV One.
- Kepedulian adalah kepedulian responden terhadap berita terorisme di TV One.
- Pengetahuan adalah wawasan responden setelah menonton berita terorisme di
- Keyakinan adalah tingkat kepercayaan responden terhadap berita terorisme di
TV One.
• Komponen afektif, meliputi :
- Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme di TV One.
- Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme di TV One.
• Komponen behavior, meliputi :
- Takut atau tidak takut terhadap terorisme setelah menonton dan memahami
berita terorisme di TV One.
3. Karakteristik Responden
- Usia adalah tingkat kedewasaan seseorang yang menonton berita di TV One.
- Jenis kelamin adalah penonton remaja pria atau remaja perempuan.
I.10. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja
yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya yang mungkin benar dan mungkin salah.
Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana yang telah peneliti kemukan diatas maka peneliti
akan coba mengemukakan hipotesis penelitian, yakni :
Ho : tidak terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja
muslim di SMA AL-Azhar Medan.
Ha : terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Pengertian Berita
Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran
yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar jurnalistik, berita adalah apa
yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi. Berita
menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut
orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah
peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan.
Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk
memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana
menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup
pekerjaannya.
Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita
didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna
(signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati
oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :
a. Baru dan penting,
b. Bermakna dan berpengaruh,
c. Menyangkut hidup orang banyak,
Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert dalam Media
Writing : News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan dalam definisi sederhana,
berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh
masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan melaporkan berita, media massa
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.
Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita, yang dikutip
Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai berikut :
a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan
kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca.
b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing mengemukakan,
berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam
surat kabar karena dia dapat menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca
surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita
tersebut.
c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan
sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang
mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat
kabar yang memuat berita tersebut.
d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting
dan dapat menarik perhatian umum.
Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda namun
terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik perhatian, luar biasa dan
termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai
melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet
(Sumadiria, 2005:65).
Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam arti
sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film, dan internet atau media
massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya, memang hanya milik surat kabar.
Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi ‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada
media tanpa berita, sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil
sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.
Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News)
dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi
peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya,
berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa
dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.
Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan
dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan,
menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi,
seperti pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di
kalangan remaja.
Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita
diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti
lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang
sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan
merekayasa berita. Proses penciptaan atau perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan
perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan
konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang baku, jelas,
terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor).
Berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba tidak direncanakan, tidak
diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan,
kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di
pusat keramaian. Proses penanganan berita yang sifatnya tidak diketahui dan tidak
direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya
disebut sebagai hunter (pemburu).
Pengetahuan dan pemahaman tentang klasifikasi berita sangat penting bagi setiap
reporter, editor, dan bahkan para perencana dan konsultan media (media planer) sebagai salah
satu pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning), peliputan (getting), penulisan
(writing), dan pelaporan serta pemuatan, penyiaran, atau penayangan berita (reporting and
publishing). Pada akhirnya, tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu sangat diperlukan dalam
kerangka pembentukan, penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara
profesional dan visioner.
II.2. Nilai Berita
Nilai berita (News Value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis,
yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan
memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi
reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana
peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan
harus dilupakan. Kriteria nilai berita juga sangat penting bagi para editor dalam
mempertimbangkan dan memutuskan, mana berita terpenting dan terbaik untuk dimuat,
Kriteria umum nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R.
Moen, dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing (1980:6-17), menunjukkan kepada
sembilan hal mengenai nilai berita. Beberapa pakar lain menyebutkan, ketertarikan manusiawi
(human interest) dan seks (sex) dalam segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke
dalam kriteria umum nilai berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter
dan editor media massa. (Sumadiria, 2005:80)
Sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, adalah :
1. Keluarbiasaan (unusualness)
Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah
suatu peristiwa luar biasa (news is unusual). Untuk menunjukkan berita bukanlah suatu
peristiwa biasa, Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggeris abad 18, menyatakan
dalam sebuah ungkapan yang kemudian sangat populer dan kerap dikutip oleh para teoritis
dan praktisi jurnalistik.
Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81), apabila ada orang digigit
anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah
berita. Prinsip seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan
editor dimana pun.
2. Kebaruan (newness)
Suatu berita akan menarik perhatian bila informasi yang dijadikan berita itu
merupakan sesuatu yang baru. Semua media akan berusaha memberitakan informasi tersebut
secepatnya, sesuai dengan periodesasinya.
Namun demikian, satu hal yang perlu diketahui tentang barunya suatu informasi, yaitu
selain peristiwanya yang baru, suatu berita yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian
ditemukan sesuatu yang baru dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita tersebut menjadi
3. Akibat (impact)
Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga bahan minyak
(BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, bunga kredit pemilikan rumah (KPR),
bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat
dan keluarga. Apa saja yang menimbulkan akibat sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita.
Semakin besar dampak sosial, budaya, ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka
semakin besar nilai berita yang dikandungnya.
Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal, yakni seberapa banyak
khalayak yang terpengaruh, pmberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak,
dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio, atau televisi
yang melaporkannya.
4. Aktual (timeliness)
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktual berarti
menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi
jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam memperoleh dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual
ini, media massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan
sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau nara
sumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas adalah
salah satu ciri utama media massa. Kebaruan atau aktualitas itu terbagi dalam tiga kategori,
5. Kedekatan (proximity)
Berita adalah kedekatan, yang mengandung dua arti yaitu kedekatan geogarfis dan
kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang
terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan
domisili kita, maka semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan
mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat
keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau
berita.
6. Informasi (information)
Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan
ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan memiliki nilai berita. Setiap
informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk
dimuat, disiarkan atau ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita
atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media.
7. Konflik (conflict)
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan
dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak pernah
kering dan tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap penting olah
raga, perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih
diperdebatkan, peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan
perdamaian masih sebatas angan-angan, selama itu pula konflik masih akan tetap menghiasi
halaman surat kabar, mengganggu pendengaran karena disiarkan radio dan menusuk mata
karena selalu ditayangkan di televisi.
Ketika terjadi perselisihan antara dua individu yang makin menajam dan tersebar luas,
maka perselisihan yang semula urusan individual, berubah menjadi masalah sosial. Disanalah
letak nilai berita konflik. Tiap orang secara naluriah, menyukai konflik sejauh konflik itu tak
menyangkut dirinya dan tidak mengganggu kepentingannya. Berita konflik, berita tentang
pertentangan dua belah pihak atau lebih, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang
berlawanan. Ada pihak yang setuju (pro) dan ada juga pihak yang kontra.
8. Orang Penting (news maker, prominence)
Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti,
publik figur. Orang-orang penting, orang-orang terkemuka, dimana pun selalu membuat
berita. Jangakan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah membuat berita. Teori
jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news).
Di Indonesia, apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron,
penyanyi, penari, pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu dikutip
pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas bagi pers dan media massa
terutama televisi. Mereka menabur perkataan dan mengukuhkan perbuatan, sedangkan pers
melaporkan dan menyebarluaskannya. Semua dikemas lewat sajian acara paduan informasi
dan hiburan (information dan entertainment), maka jadilah infotainment. Masyarakat kita
sangat menyukai acara-acara ringan semacam ini.
9. Kejutan (suprising)
Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di
luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan
perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada
lingkungan alam, benda-benda mati. Semuanya bisa mengundang dan menciptakan informasi
serta tindakan yang mengejutkan, mengguncang dunia, seakan langit akan runtuh, bukit akan
10. Ketertarikan Manusiawi (human interest)
Kadang-kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti pada seseorang,
sekelompok orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah
menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya. Peristiwa
tersebut tidak menguncangkan, tidak mendorong aparat keamanan siap-siaga atau segera
merapatkan barisan dan tak menimbulkan perubahan pada agenda sosial-ekonomi masyarakat.
Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa terusik, maka peristiwa itu tetap
mengandung nilai berita. Para praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human
interest ke dalam berita ringan, berita lunak (soft news).
11. Seks (sex)
Berita adalah seks; seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala
hal yang berkaitan dengan perempuan pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks
memang identik dengan perempuan. Perempuan identik dengan seks. Dua sisi mata uang yang
tak terpisahkan, selalu menyatu. Tak ada berita tanpa perempuan, sama halnya dengan tak ada
perempuan tanpa berita. Di berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya
selalu layak muat, layak siar, layak tayang.
Segala macam berita tentang perempuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya.
Selalu dinanti dan bahkan dicari. Seks bisa menunjuk pada keindahan anatomi perempuan,
seks bisa menyentuh masalah poligami. Seks begitu akrab dengan dunia perselingkuhan para
petinggi negara hingga selebriti. Dalam hal-hal khusus, seks juga kerap disandingkan dengan
kekuasaan. Seks juga sumber bencana bagi kedudukan dan jabatan seseorang.
II.3. Syarat Berita
Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya
sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang
persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh
wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat
diketahui bahwa syarat berita harus :
1. Fakta
Berita merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat. Ada beberapa faktor
yang menjadikan berita tersebut fakta, yaitu kejadian nyata, pendapat (opini)
narasumber dan pernyataan sumber berita.
Opini atau pendapat pribadi wartawan atau reporter yang dicampuradukkan dalam
pemberitaaan yang ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya
jurnalistik.
2. Obyektif
Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga merugikan pihak
yang diberitakan. Reporter atau wartawan dituntut adil, jujur dan tidak memihak,
apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran Kode Etik
Jurnalistik.
3. Berimbang
Berita biasanya dianggap berimbang apabila wartawan atau reporter memberi
informasi kepada pembacanya, pendengarnya atau pemirsanya tentang semua detail
penting dari suatu kejadian dengan cara yang tepat. Porsi harus sama, tidak memihak
atau tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau
kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita (check, re-check
and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang
4. Lengkap
Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what,
why, when, where, dan how. Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni
5W+1H :
1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa)
2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu)
3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat)
4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia)
5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab)
6. How : Bagaimana peristiwa terjadi (unsur kronologis peristiwa)
5. Akurat
Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh pada penilaian
kredibilitas media maupun reporter itu sendiri. Akurasi berarti ketepatan bukan hanya
pada detail spesifik tetapi juga kesan umum, cara detail disajikan dan cara
penekannya.
Ada juga pendapat dari James B. Roston dalam bukunya “Your Newspaper”
menyebutkan, bahwa berita itu haruslah benar, lengkap, tidak berat sebelah dan aktuil. Hal itu
berbeda dengan pendapat lainnya, baik F. Fraser Bond maupun Grant Milnor Hyde. Malahan
Mitchell V. Charnley mengatakan, bahwa kebenaran dari suatu berita adalah untuk menjamin
kepercayaan pembaca (the accuracy of news is in effect taken for guaranted by news
consumer). Mengenai lengkap atau “balance” dalam berita tidak lain adalah agar pembaca
memperoleh gambaran sebenarnya dari peristiwa itu. Tentang objektifitas atau tidak berat
sebelah dalam pemberitaan merupakan satu hal paling penting dalam jurnalistik modern
II.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran II.4.1. Sejarah Televisi
Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884, namun
baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerikat Serikat) menemukan tabung kamera atau
iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi.
Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis
untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan
bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan
kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939.
Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah
perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong
kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan terlalu banyak cahaya
sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah
menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun
televisi lokal mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat menjanjikan.
Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an.
Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960
dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya.
II.4.2. Televisi Sebagai Media Penyiaran
Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia.
Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun
kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan
persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai
bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.
Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan
orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan
dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Sejak
pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia
hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah
memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi
RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan
hadirnya SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI.
Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang
berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya
antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun
sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat
yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media
cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat
diulang.
Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak
menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang.
Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan
pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai
waktu). Media cetak untuk sampai kepada pembacanya memerlukan waktu (tidak menguasai
ruang) tetapi dapat dibaca kapan saja dan dapat diulang-ulang (menguasai waktu). Karena
perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya jurnalistik televisi, jurnalistik radio dan juga
Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara
dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak
dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan
memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan
rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok
masyarakat terdidik, namum program itu akan ditinggalkan kelompok masyarakat lainnya.
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di
seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya
berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media
penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien
dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran
memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan
khususnya ilmu komunikasi massa.
Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas
menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa,
di samping ilmu komunikasi lainnya, yaitu ilmu komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok, dan komunikasi organisasi.
Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk
budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh
karena itu, seperti politik atau ekonomi, media massa khususnya media penyiaran merupakan
II.5. Terorisme
II.5.1. Sejarah Terorisme
Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk
kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan
tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang
kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun
oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap
individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu
pada sejarah Terorisme modern.
Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena
yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism
(1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru
mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi
Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror. (sumber :
http://id.wikipedia.org)
Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I,
terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai
banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme
adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara
membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi
terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan
masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme
diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.
Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan
dimulai di Aljazair di tahun 50-an, dilakukan oleh FLN (Front de Liberation Nationale) yang
mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa.
Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian
Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk
ketiga Terorisme muncul pada tahun 60-an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”,
berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini
berkembang melalui tiga sumber, yaitu:
1. Kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya
gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.
2. Pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis
setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.
3. Kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.
Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika
itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai
dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang
bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal
"damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan.
Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret
beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan.
Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur
tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga,
membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak
Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan
sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat
ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga
oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.
Di Indonesia, terorisme pun sudah dikenal di awal kemerdekaan RI. Setidaknya,
radikalisme gerakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan
Kartosuwiryo, menjadi embrio bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikal yang
menerapkan teror sebagai metode perjuangan.
II.5.2. Definisi Terorisme
Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai
kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Ezzat A. Fattah, 1997
dalam Hakim, 2004:9).
Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794, juga dikenal kata Le Terreur yang
berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut pada awalnya dipergunakan untuk menyebut
tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang
yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca
Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum mati para pegiat anti-pemerintah, dengan
memenggal kepala korban di bawah tiang penggal guillotin. Sejak itulah kata teror masuk
dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.
Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat.
Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian
terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda. Walter
Laqueur (1999), mengkaji setidaknya lebih dari seratus definisi terorisme. Kajian Laqueur
menyimpulkan ada unsur-unsur yang signifikan dari definisi terorisme yang dirumuskan
berbagai kalangan, yaitu terorisme memiliki ciri utama digunakannya ancaman kekerasan dan
tindak kekerasan. Selain itu, terorisme umumnya didorong oleh motivasi politik, dan dapat
Dalam konteks Indonesia, bisa saja gerakan-gerakan perlawanan yang menuntut
kemerdekaan di Aceh dan Papua, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi
Papua Merdeka (OPM), atau gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di awal
kemerdekaan, dapat dikategorikan sebagai terorisme. Karena faktanya menunjukkan
gerakan-gerakan itu menggunakan metoda teror yang berupa ancaman kekerasan dan tindak
kekerasan, sebagaimana didiskripsikan oleh Laqueur.
Silang pendapat mengenai definisi terorisme, sejatinya telah mendorong badan dunia
seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk berusaha merumuskan pengertian terorisme.
Pada tahun 1972, PBB membentuk Ad Hoc Committee on Terorism. Namun, setelah tujuh
tahun komite Ad Hoc PBB yangg menangani terorisme ini bersidang, akhirnya juga gagal
merumuskan definisi terorisme. Pangkal utama tidak disepakatinya definisi terorisme karena
beragam dan berbedanya pandangan negara-negara anggota PBB di satu sisi, dan
bervariasinya pendapat para pakar hukum internasional mengenai terorisme.
Di Indonesia sendiri, sejak aksi-aksi teror merebak pasca pemerintahan Orde Baru
dengan klimaks peristiwa pemboman di Bali, pengertian terorisme ramai diperdebatkan
publik. Adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang disangkakan sebagai teroris, karena
disebut-sebut sebagai tokoh Jamaah Islamiyah dan memiliki hubungan dengan Umar Al-Faruq,
memiliki persepsi sendiri mengenai terorisme. Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok Islam
yang oleh pemerintah Malaysia dan Singapura diberi label “radikal”, dan ditenggarai sebagai
jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara. Sedangkan Umar Al-Faruq adalah orang yang
Stimulus
Respon
Organisme :
- Perhatian
- Pengertian
- Penerimaan
II.6. Teori S-O-R
Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi
kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R
(Stimulus-Organisme-Respon).
Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku
tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :
a. Pesan (Stimulus)
b. Penerima (Organisme)
c. Efek (Respon)
Model ini dirumuskan sebagai berikut :
Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung
pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada
organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan