• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berita Terorisme Dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Berita Terorisme Dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

BERITA TERORISME DAN SIKAP REMAJA MUSLIM

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh :

MUHAMMAD TOHA HARAHAP (080922033)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Muhammad Toha Harahap

NIM : 080922033

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One

terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. HR. Danan Djaja, MA Drs. Amir Purba, MA

NIP. 95211091983031001 NIP.1952102191987011001

Dekan FISIP USU

Prof. M. Arif Nasution, MA

(3)

ABSTRAKSI

Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).

Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim

Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan

Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat atas segala rahmat dan karunia yang telah

diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang

Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar

Medan).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana S1

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu

yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah pengalaman, khususnya

yang berhubungan dengan ilmu komunikasi.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum,

selama dan setelah penulis mengerjakan skripsi. Secara khusus, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada kedua orang tua yang sangat penulis

sayangi, yaitu Ayahanda H. Syaiful Akbar Harahap dan Ibunda Hj. Maha Dewi atas

pengertian dan dukungannya baik secara lisan maupun doa kepada penulis. Mudah-mudahan

semua yang penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan Ayahanda dan

Ibunda tercinta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti juga banyak mendapatkan bimbingan,

nasehat serta dukungan dari banyak pihak. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

(5)

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA, selaku dosen wali penulis.

4. Bapak Drs. HR. Danan Djaja, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing

dan meluangkan waktu, serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan staf pengajar

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sumatera Utara pada

umumnya. Terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu dan pengetahuan yang telah

diajarkan kepada penulis.

6. Kakak saya Magda dan adik saya Tika, yang selalu memberikan motivasi dan setia

mendengarkan keluh-kesah penulis selama mengerjakan skripsi ini.

7. Buat teman-teman seperjuangan di bangku perkuliahan selama ini yang tidak bisa

penulis ucapkan semua namanya disini karena keterbatasan, penulis ucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya atas kesediaannya membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dan atas hari-harinya yang menyenangkan selama kita kuliah.

Mudah-mudahan kita tetap menjalin persahabatan untuk selama-lamanya.

8. Kak Ros, Kak Maya dan Kak Icut, terima kasih atas bantuannya untuk segala urusan

administrasi penulis.

9. Buat sahabat karib penulis yaitu Fifi, Rudi, Dedek, Golda, dan Syafriadi yang terus

memotivasi penulis serta memberikan dukungan baik berupa doa dan perhatian yang tak

henti-hentinya diberikan kepada penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi ini.

10. Buat orang yang spesial Jan dan Tata yang selalu ada dan siap membantu penulis kapan

saja selama pengerjaan skripsi ini hingga selesai dan terus memberikan support dalam

berbagai hal bagi penulis. Terima kasih karena kalian sudah menjadi orang yang paling

(6)

11. Bapak Yayasan Hajjah Rahmah Nasution beserta kepala sekolah dan staff SMA

Al-azhar Medan yang telah memberikan saya kepercayaan untuk melakukan penelitian di

sekolah tersebut.

12. Seluruh siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan yang telah meluangkan

waktunya untuk menjadi responden bagi penulis dalam melakukan penelitian selama

ini.

Menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dari isi skripsi hasil penelitian ini, maka

penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini.

Peneliti juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Juni 2010

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

I.4 Tujuan & Manfaat Penelitian Penelitian ... 6

I.5 Kerangka Teori ... 7

I.5.1 Pengertian Berita ... 7

I.5.2 Nilai Berita ... 8

I.5.3 Syarat Berita ... 9

I.5.4 Televisi Sebagai Media Penyiaran ... 10

I.5.5 Terorisme ... 11

II.4 Televisi sebagai media penyiaran ... 30

II.5 Terorisme ... 32

II.5.1 Sejarah terorisme ... 32

(8)

II.6 Teori S-O-R ... 37

II.7 Sikap ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

III.5 Teknik Penarikan Sampel ... 45

III.6 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 47

III.7 Teknik Analisa Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... ` 51

IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data & Teknik ... 51

(9)

ABSTRAKSI

Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).

Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim

Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan

Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam satu dekade ini

menjadi sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa runtuhnya WTC (World Trade Center)

tanggal 9 September 2001 yang lalu. Jika kita memasukan kata terorisme pada mesin pencari

di internet, maka kita akan mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar

belakang, pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya. Yang ironisnya, selalu saja

menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam.

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere. Namun di masa Revolusi Perancis,

kata teror sendiri juga dikenal dengan sebutan “Le terreur” yang berasal dari bahasa Perancis.

Kata tersebut semula hanya dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil

Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara

memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata

terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Maka

secara tak langsung kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan

kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme hanya berupa

kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan

tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang

kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun

oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai pelakunya. Pembunuhan

(11)

Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan

perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan

dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses

globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan

menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat

jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuan.

Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti

nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial. Namun tidak dipungkiri,

bahwa sekarang ini, Islam diidentifikasikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung

terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi atau pun individualnya, telah

mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.

Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai

belahan dunia. Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung

kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama islam menganjurkan kekerasan. Dalam

berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan boleh

membunuh, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.

Beberapa bulan terakhir, ditengah berkecamuknya suasana politik negeri ini terkait

dengan kasus bail-out bank century, kita kembali disuguhi berita perburuan teroris di

Pamulang dan Aceh. Dimana teroris di Aceh sekarang ini telah menjadi perbincangan hangat.

Di media massa seperti koran, televisi dan lain-lain memuat berita tersebut. Teroris di Aceh

ini diduga kuat adalah jaringan Al Qaeda. Seperti yang di katakan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono seakan ingin memastikan, keberadaan pemimpin teroris di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam bukanlah asli orang Aceh. Presiden juga merasa yakin, apa yang terjadi di

(12)

Padahal belum lepas dari ingatan kita, berita terorisme terkait dengan kejadian bom di

Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu tidak hanya membuat

sibuk pengamat sosial, politik, keamanan dan budaya tetapi juga para insan olahraga karena

tim kesayangannya, klub sepakbola kelas dunia MU (Manchester United) gagal ‘merumput’

di Gelora Bung Karno.

Sejak kejadian WTC 9 September itu, dunia pun mulai menyatakan perang terhadap

teroris, Say No to Teroris. Slogan-slogan tersebut terus dijejalkan pada masyarakat dan tak

lama kemudian dimulailah ‘operasi pembersihan’ di negara-negara yang dituduh sebagai

‘pabrik’ teroris, seperti Irak dan Afganistan (yang mana keduanya merupakan negara

muslim). Meskipun pada perkembangan selanjutnya, banyak para ahli yang mulai curiga

bahwa ada yang salah dalam cerita tragedi kemanusiaan itu namun masih lebih banyak yang

tidak mau mencermati sejarah sehingga dengan mudah mereka menggunakan istilah teroris

dan mengaitkannya dengan gerakan Islam radikal, militan, fundamentalis, atau garis keras

seperti halnya yang digembar-gemborkan pihak Barat.

Hal ini membuat banyak kalangan kebingungan siapa sebenarnya yang teroris itu.

Penelitian ini tentu tidaklah cukup refresentatif untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi paling

tidak bisa memberikan sedikit gambaran bahwa terorisme pada dasarnya adalah sebuah

ideologi komunitas tertentu yang melakukan aksi bom bunuh diri sebagai sarana untuk

menyampaikan pesan anti Amerika dengan mengatasnamakan agama. Hal ini tentunya

menodai citra Islam sebagai agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, agama

yang rahmatan lil alamiin yang semua aspek ajarannya jika dipahami dan diaplikasikan

secara integral dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mulia, secara

pribadi maupun sosial.

Karena Islam tidak mengenal konsep jihad dengan makna membunuh ketika berada

(13)

yang luas, yakni bisa bermakna memperbaiki nasib rakyat, bersedekah, mendirikan sarana

pendidikan, mengayomi masyarakat dan berbagai kebajikan lainnya. Kalau kemudian jihad

diartikan hanya berperang, itu sudah keliru dan akan melahirkan kekeliruan selanjutnya.

Pertanyaan yang juga sering muncul adalah mengapa pelaku bom bunuh diri tersebut

yang sering disebut teroris, notabene adalah seorang muslim yang baik, shaleh, rajin shalat,

taat menjalankan perintah agama, tidak pernah berbuat onar di masyarakat dan menguasai

berbagai pengetahuan termasuk ilmu agama. Untuk menilai kepribadian seseorang tidak

hanya bisa dilihat dari satu faktor saja. Sangat kompleks permasalahannya karena manusia

adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan

karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan

makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini

terjadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Terlebih jika dikaitkan dengan

kecenderungan usia remaja (13 - 18 tahun) dimana keterikatan terhadap kelompok pergaulan

lebih dominan ketimbang terhadap keluarga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kepribadian para teroris itu terbentuk

perlu adanya pendekatan khusus. Masyarakat dan pemerintah harus melakukan kajian

psikologis dan psikoanalisa jika ada pelaku-pelaku yang tertangkap. Dan sebagai antisipasi,

perlu adanya konseling dan pendidikan yang lebih baik lagi bagi keluarga-keluarga teroris

yang mempunyai potensi menjadi teroris juga. Bentengi diri dan keluarga kita dengan

memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga sebagai lingkungan

terdekat yang membentuk dan mempengaruhi pribadi dan budi pekerti seseorang. Dan tak

kalah penting adalah selektif dalam memilih teman atau lingkungan.

Berita-berita mengenai terorisme yang pernah ditayangkan oleh TV One pun, tentu

akan mendapatkan tanggapan yang beragam dari penontonnya. Informasi yang tersaji dalam

(14)

tanggapan maupun sikap terhadap berita tersebut. Dengan adanya penonton yang memiliki

karakteristik yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin maupun tingkat pendidikan,

memunculkan ketertarikan peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi akibat berita

terorisme tersebut. TV One yang dipilih oleh peneliti sebagai perwakilan media televisi yang

menayangkan berita terorisme dianggap sebagai saluran media televisi yang mampu

memenuhi kebutuhan informasi akan suatu berita yang terdepan dalam mengabarkannya.

Dalam penyajian berita, TV One dapat menayangkannya secara langsung dari tempat kejadian

perkara dimana pun dan kapan pun kejadian tersebut berlangsung.

Lokasi penelitian yang peneliti anggap mampu meneliti permasalahan yang ingin

diteliti adalah SMA Al-azhar Medan. Penelitian lokasi ini berdasarkan kesesuaian dengan

judul yang peneliti angkat. Dimana peneliti ingin mengetahui akan sikap remaja muslim pada

sekolah menengah umum yang ada di kota Medan. SMA Al-azhar merupakan salah satu

sekolah menengah umum yang tidak hanya diutamakan menguasai ilmu dan teknologi tapi

yang paling utama harus dibekali akhlak dan taqwa.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

pengaruh berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar

Medan.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut : “Sejauhmanakah berita terorisme di TV One

(15)

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka perlu

dibuat pembatasan masalah.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian mengenai berita terorisme hanya dibatasi pada lembaga penyiaran swasta

TV One, karena lembaga penyiaran televisi swasta ini cukup representatif di dalam

menyajikan berita-berita mengenai permasalahan terorisme.

2. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa SMA Al-azhar Medan, dengan alasan

lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis secara geografis cukup ideal sehingga

penelitian ini dapat dilakukan.

3. Unit analisis penelitian ditetapkan siswa/siswi kelas 1 dan 2 di SMA Al-azhar Medan

tahun ajaran 2009/2010.

4. Penelitian ini layak dilakukan dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan

alasan ketersediaan dana, dukungan data yang memadai atau mencukupi.

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mencari hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap

remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.

2. Untuk mengetahui sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan terhadap

pemberitaan terorisme di TV One.

3. Untuk mengetahui tanggapan remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan setelah

(16)

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Secara Akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya

jurusan ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber

bacaan.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian

khususnya di bidang komunikasi massa.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak

yang ingin melakukan penelitian sejenis.

I.5. Kerangka Teori

Untuk memecahkan suatu masalah dengan jelas dan sisitematis, dibutuhkan teori-teori

sebagai landasan dan kerangka berpikir. Teori berguna sebagai pendukung pemecahan

masalah.

Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2007:6), teori adalah himpunan konstruk

(konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala

dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala

tersebut.

Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah pengertian berita,

nilai berita, syarat berita, televisi sebagai media penyiaran, terorisme, teori S-O-R dan sikap.

I.5.1. Pengertian Berita

Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi,

disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga

(17)

oleh wartawan laporan tersebut maka akan menjadi fakta/ide terkini yang dipilih secara

sengaja oleh redaksi pemberitaan atau media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita

yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita. Stasiun

televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan

akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf

(http://id.wikipedia.org/wiki/Berita).

Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk

memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana

menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup

pekerjaannya.

Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita

didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna

(significant), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati

oleh mereka. Defenisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :

a. baru dan penting,

b. bermakna dan berpengaruh,

c. menyangkut hidup orang banyak,

d. relevan dan menarik.

I.5.2. Nilai Berita

Nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis,

yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan

memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi

(18)

peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan

harus dilupakan.

Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, di

antaranya adalah :

8. Orang Penting (prominence)

9. Ketertarikan Manusiawi (human interest)

10.Kejutan (surprising)

11.Seks (sex)

I.5.3. Syarat Berita

Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya

dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau

sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang

persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh

wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat

diketahui bahwa syarat berita harus :

a. Fakta

(19)

c. Berimbang

d. Lengkap

e. Akurat

I.5.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran

Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia.

Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun

kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan

menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa

persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai

bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.

Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan

orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan

dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Dan

pada akhir tahun 1980-an, masyarakat mulai jenuh terhadap tayangan TVRI. Hal ini

ditangkap oleh beberapa pengusaha yang kemudian mendirikan beberapa stasiun televisi

swasta.

Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang

berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya

antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun

sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat

yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media

cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat

(20)

Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak

menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang.

Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan

pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai

waktu).

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara

dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak

dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan

memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan

rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok

masyarakat terdidik, namun program itu akan ditinggalkan oeh sekelompok masyarakat

lainnya.

I.5.5. Terorisme

Terorisme pada dasarnya merupakan suatu gejala kekerasan yang berkembang sejalan

dengan peradaban manusia itu sendiri. Terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,

ditengarai telah ada sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan.

Terorisme secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan

untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat.

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai

kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan. Di masa Revolusi Perancis,

sekitar tahun 1794 kata teror juga dikenal sebagai kata Le Terreur. Yang pada awalnya kata

tersebut dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi

Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang

(21)

Stimulus

mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal

guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.

Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat.

Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian

terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda.

I.5.6. Teori S-O-R

Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi

kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R

(Stimulus-Organisme-Respon).

Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku

tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus

terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan

kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :

a. Pesan (Stimulus)

b. Penerima (Organisme)

c. Efek (Respon)

(22)

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung

pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada

organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan

apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya,

sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan

penerimaan atau mungkin sebaliknya.

I.5.7 Sikap

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak

terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap

tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga,

norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk

sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab

jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku

terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada

sekelompok orang.

Interpretasi ini melahirkan pendirian/sikap (attitude) seseorang yaitu apa yang

sebenarnya dirasakan oleh seseorang. Sikap juga merupakan opini yang masih tersembunyi di

dalam hati seseorang. Sikap mempunyai tiga komponen pembentuk yang secara sederhana

dikenal sebagai A (Affect ; perasaan/emosi) – B (behavior ; perilaku) – C (Cognition ;

(23)

I.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang mendasari penelitian ini, selanjutnya disusun oleh

suatu kerangka konsep yang didalamnya terdapat variabel-variabel dan indikator yang

tujuannya menjelaskan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu :

1. Variabel Bebas (X), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain.

- Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berita terorisme di TV One

2. Variabel Terikat (Y), merupakan variabel yang memberikan reaksi/respon jika

dihubungkan dengan variabel bebas.

- Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap remaja muslim

I.7. Model Teoritis

Gambar 1. Model Teoritis

I.8. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat

operasional variabel untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :

Variabel X

Berita terorisme di TV One

Variabel Y

(24)

Tabel 1. Variabel Operasional

Variabel Teori Variabel Operasional

- Bentuk penyajian Variabel Bebas (X)

Berita terorisme di TV One

Karakteristik Responden

- Gaya bahasa

- Kejelasan isi berita

- Frekuensi penayangan

-Sikap suka atau tidak terhadap

berita terorisme

-Mendukung atau tidak

mendukung berita terorisme

• Komponen behavior

-Takut atau tidak takut terhadap

(25)

I.9. Definisi Operasional

Adapun definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X), yaitu Berita Terorisme di TV One

- Bentuk penyajian adalah tata cara dan letak berita yang disajikan, apakah selalu

sebagai headline news atau tidak.

- Gaya bahasa adalah di dalam pemberitaan, media massa menggunakan gaya bahasa

yang bagaimana sehingga mampu membuat masyarakat memberikan respon, baik

verbal maupun non verbal.

- Kejelasan isi berita adalah penggunaan kata-kata dalam berita tersebut apakah

sangat jelas, sedikit rancu, atau tidak dapat dipahami responden.

- Frekuensi penayangan adalah kuantitas berita tersebut muncul di televisi.

- Narasumber adalah orang yang terkait dengan rangkaian fakta yang akan

diberitakan, yang dimintai keterangan dan pernyataannya oleh seorang wartawan

maupun reporter.

- Presenter adalah pembaca berita yang harus memiliki keahlian public speaking agar

bisa menarik perhatian pemirsa.

- Wawancara adalah wawancara yang dilakukan di tempat peristiwa. Biasanya

dilakukan dengan pihak-pihak terkait, bisa dari pihak pemerintah yang berwenang

maupun masyarakat setempat.

2. Variabel Terikat (Y), yaitu Sikap Remaja Muslim • Komponen kognitif, meliputi :

- Perhatian adalah perhatian responden terhadap berita terorisme di TV One.

- Kepedulian adalah kepedulian responden terhadap berita terorisme di TV One.

- Pengetahuan adalah wawasan responden setelah menonton berita terorisme di

(26)

- Keyakinan adalah tingkat kepercayaan responden terhadap berita terorisme di

TV One.

• Komponen afektif, meliputi :

- Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme di TV One.

- Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme di TV One.

• Komponen behavior, meliputi :

- Takut atau tidak takut terhadap terorisme setelah menonton dan memahami

berita terorisme di TV One.

3. Karakteristik Responden

- Usia adalah tingkat kedewasaan seseorang yang menonton berita di TV One.

- Jenis kelamin adalah penonton remaja pria atau remaja perempuan.

I.10. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja

yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya yang mungkin benar dan mungkin salah.

Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana yang telah peneliti kemukan diatas maka peneliti

akan coba mengemukakan hipotesis penelitian, yakni :

Ho : tidak terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja

muslim di SMA AL-Azhar Medan.

Ha : terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di

(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Pengertian Berita

Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran

yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar jurnalistik, berita adalah apa

yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi. Berita

menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut

orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah

peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan.

Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk

memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana

menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup

pekerjaannya.

Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita

didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna

(signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati

oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :

a. Baru dan penting,

b. Bermakna dan berpengaruh,

c. Menyangkut hidup orang banyak,

(28)

Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert dalam Media

Writing : News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan dalam definisi sederhana,

berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh

masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan melaporkan berita, media massa

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.

Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita, yang dikutip

Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai berikut :

a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan

kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca.

b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing mengemukakan,

berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam

surat kabar karena dia dapat menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca

surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita

tersebut.

c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan

sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang

mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat

kabar yang memuat berita tersebut.

d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting

dan dapat menarik perhatian umum.

Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda namun

terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik perhatian, luar biasa dan

termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai

(29)

melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet

(Sumadiria, 2005:65).

Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam arti

sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film, dan internet atau media

massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya, memang hanya milik surat kabar.

Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi ‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada

media tanpa berita, sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil

sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News)

dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi

peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya,

berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa

dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.

Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan

dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan,

menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi,

seperti pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di

kalangan remaja.

Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita

diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti

lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang

sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan

merekayasa berita. Proses penciptaan atau perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan

perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan

(30)

konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang baku, jelas,

terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor).

Berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba tidak direncanakan, tidak

diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan,

kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di

pusat keramaian. Proses penanganan berita yang sifatnya tidak diketahui dan tidak

direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya

disebut sebagai hunter (pemburu).

Pengetahuan dan pemahaman tentang klasifikasi berita sangat penting bagi setiap

reporter, editor, dan bahkan para perencana dan konsultan media (media planer) sebagai salah

satu pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning), peliputan (getting), penulisan

(writing), dan pelaporan serta pemuatan, penyiaran, atau penayangan berita (reporting and

publishing). Pada akhirnya, tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu sangat diperlukan dalam

kerangka pembentukan, penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara

profesional dan visioner.

II.2. Nilai Berita

Nilai berita (News Value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis,

yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan

memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi

reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana

peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan

harus dilupakan. Kriteria nilai berita juga sangat penting bagi para editor dalam

mempertimbangkan dan memutuskan, mana berita terpenting dan terbaik untuk dimuat,

(31)

Kriteria umum nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R.

Moen, dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing (1980:6-17), menunjukkan kepada

sembilan hal mengenai nilai berita. Beberapa pakar lain menyebutkan, ketertarikan manusiawi

(human interest) dan seks (sex) dalam segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke

dalam kriteria umum nilai berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter

dan editor media massa. (Sumadiria, 2005:80)

Sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, adalah :

1. Keluarbiasaan (unusualness)

Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah

suatu peristiwa luar biasa (news is unusual). Untuk menunjukkan berita bukanlah suatu

peristiwa biasa, Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggeris abad 18, menyatakan

dalam sebuah ungkapan yang kemudian sangat populer dan kerap dikutip oleh para teoritis

dan praktisi jurnalistik.

Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81), apabila ada orang digigit

anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah

berita. Prinsip seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan

editor dimana pun.

2. Kebaruan (newness)

Suatu berita akan menarik perhatian bila informasi yang dijadikan berita itu

merupakan sesuatu yang baru. Semua media akan berusaha memberitakan informasi tersebut

secepatnya, sesuai dengan periodesasinya.

Namun demikian, satu hal yang perlu diketahui tentang barunya suatu informasi, yaitu

selain peristiwanya yang baru, suatu berita yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian

ditemukan sesuatu yang baru dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita tersebut menjadi

(32)

3. Akibat (impact)

Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang

menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga bahan minyak

(BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, bunga kredit pemilikan rumah (KPR),

bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat

dan keluarga. Apa saja yang menimbulkan akibat sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita.

Semakin besar dampak sosial, budaya, ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka

semakin besar nilai berita yang dikandungnya.

Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal, yakni seberapa banyak

khalayak yang terpengaruh, pmberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak,

dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio, atau televisi

yang melaporkannya.

4. Aktual (timeliness)

Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktual berarti

menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi

jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam memperoleh dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual

ini, media massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan

sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau nara

sumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas adalah

salah satu ciri utama media massa. Kebaruan atau aktualitas itu terbagi dalam tiga kategori,

(33)

5. Kedekatan (proximity)

Berita adalah kedekatan, yang mengandung dua arti yaitu kedekatan geogarfis dan

kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang

terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan

domisili kita, maka semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan

mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat

keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau

berita.

6. Informasi (information)

Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan

ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan memiliki nilai berita. Setiap

informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk

dimuat, disiarkan atau ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita

atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media.

7. Konflik (conflict)

Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan

dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak pernah

kering dan tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap penting olah

raga, perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih

diperdebatkan, peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan

perdamaian masih sebatas angan-angan, selama itu pula konflik masih akan tetap menghiasi

halaman surat kabar, mengganggu pendengaran karena disiarkan radio dan menusuk mata

karena selalu ditayangkan di televisi.

Ketika terjadi perselisihan antara dua individu yang makin menajam dan tersebar luas,

(34)

maka perselisihan yang semula urusan individual, berubah menjadi masalah sosial. Disanalah

letak nilai berita konflik. Tiap orang secara naluriah, menyukai konflik sejauh konflik itu tak

menyangkut dirinya dan tidak mengganggu kepentingannya. Berita konflik, berita tentang

pertentangan dua belah pihak atau lebih, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang

berlawanan. Ada pihak yang setuju (pro) dan ada juga pihak yang kontra.

8. Orang Penting (news maker, prominence)

Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti,

publik figur. Orang-orang penting, orang-orang terkemuka, dimana pun selalu membuat

berita. Jangakan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah membuat berita. Teori

jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news).

Di Indonesia, apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron,

penyanyi, penari, pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu dikutip

pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas bagi pers dan media massa

terutama televisi. Mereka menabur perkataan dan mengukuhkan perbuatan, sedangkan pers

melaporkan dan menyebarluaskannya. Semua dikemas lewat sajian acara paduan informasi

dan hiburan (information dan entertainment), maka jadilah infotainment. Masyarakat kita

sangat menyukai acara-acara ringan semacam ini.

9. Kejutan (suprising)

Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di

luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan

perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada

lingkungan alam, benda-benda mati. Semuanya bisa mengundang dan menciptakan informasi

serta tindakan yang mengejutkan, mengguncang dunia, seakan langit akan runtuh, bukit akan

(35)

10. Ketertarikan Manusiawi (human interest)

Kadang-kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti pada seseorang,

sekelompok orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah

menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya. Peristiwa

tersebut tidak menguncangkan, tidak mendorong aparat keamanan siap-siaga atau segera

merapatkan barisan dan tak menimbulkan perubahan pada agenda sosial-ekonomi masyarakat.

Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa terusik, maka peristiwa itu tetap

mengandung nilai berita. Para praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human

interest ke dalam berita ringan, berita lunak (soft news).

11. Seks (sex)

Berita adalah seks; seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala

hal yang berkaitan dengan perempuan pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks

memang identik dengan perempuan. Perempuan identik dengan seks. Dua sisi mata uang yang

tak terpisahkan, selalu menyatu. Tak ada berita tanpa perempuan, sama halnya dengan tak ada

perempuan tanpa berita. Di berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya

selalu layak muat, layak siar, layak tayang.

Segala macam berita tentang perempuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya.

Selalu dinanti dan bahkan dicari. Seks bisa menunjuk pada keindahan anatomi perempuan,

seks bisa menyentuh masalah poligami. Seks begitu akrab dengan dunia perselingkuhan para

petinggi negara hingga selebriti. Dalam hal-hal khusus, seks juga kerap disandingkan dengan

kekuasaan. Seks juga sumber bencana bagi kedudukan dan jabatan seseorang.

II.3. Syarat Berita

Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya

(36)

sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang

persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh

wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat

diketahui bahwa syarat berita harus :

1. Fakta

Berita merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat. Ada beberapa faktor

yang menjadikan berita tersebut fakta, yaitu kejadian nyata, pendapat (opini)

narasumber dan pernyataan sumber berita.

Opini atau pendapat pribadi wartawan atau reporter yang dicampuradukkan dalam

pemberitaaan yang ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya

jurnalistik.

2. Obyektif

Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga merugikan pihak

yang diberitakan. Reporter atau wartawan dituntut adil, jujur dan tidak memihak,

apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran Kode Etik

Jurnalistik.

3. Berimbang

Berita biasanya dianggap berimbang apabila wartawan atau reporter memberi

informasi kepada pembacanya, pendengarnya atau pemirsanya tentang semua detail

penting dari suatu kejadian dengan cara yang tepat. Porsi harus sama, tidak memihak

atau tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau

kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita (check, re-check

and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang

(37)

4. Lengkap

Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what,

why, when, where, dan how. Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni

5W+1H :

1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa)

2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu)

3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat)

4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia)

5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab)

6. How : Bagaimana peristiwa terjadi (unsur kronologis peristiwa)

5. Akurat

Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh pada penilaian

kredibilitas media maupun reporter itu sendiri. Akurasi berarti ketepatan bukan hanya

pada detail spesifik tetapi juga kesan umum, cara detail disajikan dan cara

penekannya.

Ada juga pendapat dari James B. Roston dalam bukunya “Your Newspaper”

menyebutkan, bahwa berita itu haruslah benar, lengkap, tidak berat sebelah dan aktuil. Hal itu

berbeda dengan pendapat lainnya, baik F. Fraser Bond maupun Grant Milnor Hyde. Malahan

Mitchell V. Charnley mengatakan, bahwa kebenaran dari suatu berita adalah untuk menjamin

kepercayaan pembaca (the accuracy of news is in effect taken for guaranted by news

consumer). Mengenai lengkap atau “balance” dalam berita tidak lain adalah agar pembaca

memperoleh gambaran sebenarnya dari peristiwa itu. Tentang objektifitas atau tidak berat

sebelah dalam pemberitaan merupakan satu hal paling penting dalam jurnalistik modern

(38)

II.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran II.4.1. Sejarah Televisi

Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884, namun

baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerikat Serikat) menemukan tabung kamera atau

iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi.

Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis

untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan

bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan

kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939.

Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah

perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong

kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan terlalu banyak cahaya

sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah

menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun

televisi lokal mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat menjanjikan.

Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an.

Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960

dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya.

II.4.2. Televisi Sebagai Media Penyiaran

Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia.

Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun

kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan

(39)

persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai

bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.

Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan

orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan

dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Sejak

pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia

hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah

memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi

RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan

hadirnya SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI.

Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang

berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya

antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun

sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat

yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media

cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat

diulang.

Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak

menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang.

Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan

pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai

waktu). Media cetak untuk sampai kepada pembacanya memerlukan waktu (tidak menguasai

ruang) tetapi dapat dibaca kapan saja dan dapat diulang-ulang (menguasai waktu). Karena

perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya jurnalistik televisi, jurnalistik radio dan juga

(40)

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara

dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak

dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan

memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan

rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok

masyarakat terdidik, namum program itu akan ditinggalkan kelompok masyarakat lainnya.

Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di

seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya

berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media

penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien

dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran

memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan

khususnya ilmu komunikasi massa.

Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas

menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa,

di samping ilmu komunikasi lainnya, yaitu ilmu komunikasi antarpribadi, komunikasi

kelompok, dan komunikasi organisasi.

Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk

budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh

karena itu, seperti politik atau ekonomi, media massa khususnya media penyiaran merupakan

(41)

II.5. Terorisme

II.5.1. Sejarah Terorisme

Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk

kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan

tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang

kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun

oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap

individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu

pada sejarah Terorisme modern.

Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena

yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism

(1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru

mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi

Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror. (sumber :

http://id.wikipedia.org)

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I,

terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai

banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme

adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara

membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi

terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan

masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme

diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan

(42)

dimulai di Aljazair di tahun 50-an, dilakukan oleh FLN (Front de Liberation Nationale) yang

mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa.

Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian

Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk

ketiga Terorisme muncul pada tahun 60-an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”,

berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini

berkembang melalui tiga sumber, yaitu:

1. Kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya

gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.

2. Pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis

setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.

3. Kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.

Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika

itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai

dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang

bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal

"damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan.

Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret

beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan.

Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur

tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga,

membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak

Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan

sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat

(43)

ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga

oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.

Di Indonesia, terorisme pun sudah dikenal di awal kemerdekaan RI. Setidaknya,

radikalisme gerakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan

Kartosuwiryo, menjadi embrio bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikal yang

menerapkan teror sebagai metode perjuangan.

II.5.2. Definisi Terorisme

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai

kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Ezzat A. Fattah, 1997

dalam Hakim, 2004:9).

Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794, juga dikenal kata Le Terreur yang

berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut pada awalnya dipergunakan untuk menyebut

tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang

yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca

Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum mati para pegiat anti-pemerintah, dengan

memenggal kepala korban di bawah tiang penggal guillotin. Sejak itulah kata teror masuk

dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.

Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat.

Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian

terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda. Walter

Laqueur (1999), mengkaji setidaknya lebih dari seratus definisi terorisme. Kajian Laqueur

menyimpulkan ada unsur-unsur yang signifikan dari definisi terorisme yang dirumuskan

berbagai kalangan, yaitu terorisme memiliki ciri utama digunakannya ancaman kekerasan dan

tindak kekerasan. Selain itu, terorisme umumnya didorong oleh motivasi politik, dan dapat

(44)

Dalam konteks Indonesia, bisa saja gerakan-gerakan perlawanan yang menuntut

kemerdekaan di Aceh dan Papua, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi

Papua Merdeka (OPM), atau gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di awal

kemerdekaan, dapat dikategorikan sebagai terorisme. Karena faktanya menunjukkan

gerakan-gerakan itu menggunakan metoda teror yang berupa ancaman kekerasan dan tindak

kekerasan, sebagaimana didiskripsikan oleh Laqueur.

Silang pendapat mengenai definisi terorisme, sejatinya telah mendorong badan dunia

seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk berusaha merumuskan pengertian terorisme.

Pada tahun 1972, PBB membentuk Ad Hoc Committee on Terorism. Namun, setelah tujuh

tahun komite Ad Hoc PBB yangg menangani terorisme ini bersidang, akhirnya juga gagal

merumuskan definisi terorisme. Pangkal utama tidak disepakatinya definisi terorisme karena

beragam dan berbedanya pandangan negara-negara anggota PBB di satu sisi, dan

bervariasinya pendapat para pakar hukum internasional mengenai terorisme.

Di Indonesia sendiri, sejak aksi-aksi teror merebak pasca pemerintahan Orde Baru

dengan klimaks peristiwa pemboman di Bali, pengertian terorisme ramai diperdebatkan

publik. Adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang disangkakan sebagai teroris, karena

disebut-sebut sebagai tokoh Jamaah Islamiyah dan memiliki hubungan dengan Umar Al-Faruq,

memiliki persepsi sendiri mengenai terorisme. Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok Islam

yang oleh pemerintah Malaysia dan Singapura diberi label “radikal”, dan ditenggarai sebagai

jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara. Sedangkan Umar Al-Faruq adalah orang yang

(45)

Stimulus

Respon

Organisme :

- Perhatian

- Pengertian

- Penerimaan

II.6. Teori S-O-R

Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi

kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R

(Stimulus-Organisme-Respon).

Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku

tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus

terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan

kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :

a. Pesan (Stimulus)

b. Penerima (Organisme)

c. Efek (Respon)

Model ini dirumuskan sebagai berikut :

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung

pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada

organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan

Gambar

Tabel 1. Variabel Operasional
Tabel 2. Populasi Siswa-Siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan
Tabel 3. Distribusi Sampel
Gambar 5. Diagram usia responden
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan input dari proses pengadaan obat berdasarkan E-Catalogue dari segi pendanaan mencukupi, telah dilengkapi juknis pelaksanaan,

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SOMATIC AUDITORY VISUALIZATION INTELLECTUALY (SAVI) BERBANTU MEDIA PHOTO STORY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII DI

The unattenuated gamma intensity was determined by making a linear fit function of the attenuated gamma intensity data.. From the calculation, It was found that the value

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Populasi penelitian adalah mahasiswi Fakultas Sastra USU, Medan angkatan 2008. Angkatan 2008 merupakan angkatan yang paling sesuai sebagai populasi penelitian tersebut karena

Setiap perusahaan tentu mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan instansi, butuh waktu untuk mencapai itu semua, begitu juga pada Madrasah Tsanawiyah

Dari 190 individu pohon sebanyak 101 jenis pohon, dimana terdapat 52 pohon pakan orangutan berdasarkan daftar tanaman pohon pakan orangutan Pusat Pengamatan Orangutan Bukit