• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG (Amorphophallus onchophyllus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG (Amorphophallus onchophyllus)."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KAJ IAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG (

Amorphophallus

onchophyllus

).

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi : Agroteknologi

Diajukan Oleh :

Victor Andy Pranyoto

0925010016

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat

dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi, dengan judul “KAJ IAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG

(Amorphophallus onchophyllus)”

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi

sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi

Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan

kesuksesan sebagai makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan

juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada : Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS selaku dosen

pembimbing utama dan Ir. Suwandi MP selaku dosen pembimbing pendamping

yang sudah memberikan pengarahan, dan masukan serta memberikan banyak

petunjuk kepada penulis.

Dengan disertai harapan semoga laporan dalam penyusunan skripsi ini

dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

sebesar besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur Surabaya.

2. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi

(5)

iii

4. Bilqis Aurora Davina dan Arnisa Pratiwi yang menjadi semangat dan

inspirasi saya.

5. Krisna Aji Wardana dan Andy Dharma Wijaya teman ku yang selallu

bersamaku dalam senang maupun duka, semoga persaudaraan kita tidak

aakan hilang dimakan waktu.

6. Teman-seperjuangan angkatan 2009 jurusan agroteknologi UPN “veteran”

Jawa Timur yang selalu memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, Januari 2013

(6)

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B.Tujuan ... 3

C.Hipotesis ... 4

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Botani Tanaman Porang ... 5

B.Perkembangbiakan Tanaman Porang... 6

1. Perkembangbiakan dengan Bulbil ... 7

2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 7

3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 7

C.Syarat Tumbuh Porang ... 7

1. Keadaan Iklim ... 8

2. Keadaan Tanah ... 8

3. Kondisi Lingkungan ... 8

D.Budidaya Tanaman Porang ... 8

1. Persiapan Lahan ... 9

a. Pada Lahan Datar... 9

(7)

iv

2. Penanaman ... 9

3. Pemeliharaan Tanaman ... 9

a. Penyulaman ... 10

b. Pengairan ... 10

c. Penyiangan ... 10

d. Pemupukan ... 11

4. Pengendalian OPT ... 11

5. Pertumbuhan ... 11

6. Pemanenan ... 12

7. Pengolahan Pasca Panen ... 12

E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 12

F. Zat Pengatur Tumbuh ... 13

III. BAHAN DAN METODE A.Tempat dan Waktu ... 15

B.Bahan dan Alat ... 15

C.Metode Penelitian ... 15

D.Pelaksanaan Persiapan ... 18

1. Persiapan Media Tanam ... 18

2. Persemaian ... 18

a. Untuk benih tanaman porang ... 18

b. Untuk bibit tanaman porang yang sumber bibitnya dari bulbil 19

c. Untuk bibit tanaman porang yang berasal dari umbi ... 19

3. Penanaman ... 20

(8)

5. Pemeliharaan ... 22

a. Penyiraman ... 22

b. Penyiangan ... 22

c. Pemupukan ... 22

d. Pengendalian OPT ... 22

e. Pembumbunan ... 23

6. Peubah Pengamatan... 23

E. Analisa Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 25

1. Diameter Batang Tanaman Porang ... 25

2. Lebar Kanopi Tanaman Porang ... 26

3. Tinggi Tanaman Porang ... 28

4. Bobot Umbi Tanaman Porang dan Penambahan Bobot Umbi ... 29

5. Jumlah Bulbil Tanaman Porang... 31

6. Periode Tumbuh Aktif Tanman Porang ... 32

7. Diameter Umbi Tanaman Porang ... 34

B.Pembahasan ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

Nama : Victor Andy Pr anyoto Npm : 0925010016 “Kajian Konsentrasi Cppu Ter hadap Pertumbuhan Dan Hasil Beber apa Sumber Bibit Porang (Amorphophallus onchophyllus)”.

Dibimbing Oleh : Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Dan Ir. Suwandi, MP

Ringkasan

Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan naman Iles-Iles Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih.

Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh, seperti CPPU. CPPU ini merupakan sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan dan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh CPPU tersebut diharapkan tanaman mampu tumbuh dengan baik sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan maksimal.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya tanaman porang dan mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dalam pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

Diduga terdapat interaksi nyata, antara sumber bibit dengan pemberian zat pengatur tumbuh CPPU. Sumber bibit yang berasal dari umbi porang menghasilkan pertumbuhan dan hasil terbaik dibandingkan dengan sumber bibit yang lain (benih dan bulbil). Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur pada ketinggian 5m dpl dan ternaungi oleh tanaman mengkudu. Penelitian dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2013.

(10)

Dibimbing Oleh : Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Dan Ir. Suwandi, MP

Abstrak

Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan

naman Iles-Iles mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu dapat

tumbuhan dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Tanaman porang

memiliki zat glukomanan yang tinggi. Selain menggunakan bulbil, porang juga

dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Salah satu upaya

pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh

(CPPU) merupakan sitokinin sintetis yang efektif menghambat penuaan dan

mempecepat pembelahan sel. Adapun tujuan dari penelitian ini mengetahui

interaksi antara konsentrasi CPPU dengan perlakuan sumber bibit yang optimum,

mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dan mengetahui

jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya tanaman porang.

Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

interaksi nyata antara perlakuan konsentrasi CPPU dan macam sumber bibit,

konsentrasi zat pengatur tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot umbi,

peningkatan bobot umbi panen, diameter umbi dan periode tumbuh aktif, yang

mana pemberian CPPU dapat meningkatkan bobot umbi dan sumber bibit bulbil

lebih baik dibandingkan sumber bibit dari umbi maupun biji dalam hal

penambahan bobot umbi.

(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan

naman Iles-Iles Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm,

batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang

(totol-totol) putih. Batang tunggal bercabang menjadi tiga batang sekunder dan akan

bercabang lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap ketiak akan tumbuh

bulbil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai salah satu alat

perkembangbiakan tanaman Porang. Selain dengan menggunakan bulbil porang

juga dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Umbi inilah

yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan yang nilai jualnya

tinggi (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004).

Tanaman porang mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu

dapat tumbuhan dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat

tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas cahaya matahari berkurang

sampai dengan50% (Sumarwoto, 2008).

Kegunaan tanaman porang adalah untuk keperluan industri antara lain

untuk mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi

yang memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah.

Selain itu bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai

bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip

selulosa. Sedangkan larutan manan bila dicampur dengan gliserin atau natrium

(12)

dipergunakan untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian-bagian keloid yang

terapung dalam industri bir, gula, minyak, dan serat.

Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles ini banyak disukai

oleh masyarakat Jepang berupa mie shirataki dan tahu. Salah satu perusahaan

yang memproduksi bahan makanan yang berasal dari porang seperti PT Ambico,

banyak mengekspornya ke negara matahari terbit tersebut. Tanaman porang itu

sendiri dapat dipanen setelah berumur 3 tahun (3 kali pertumbuhan vegetatif).

Dengan perkiraan harga umbi saat ini sekitar Rp. 2000-3000,-/Kg dalam keadaan

basah. Sedangkan apabila dijual dalam bentuk irisan keripik yang kering (Chips),

dapat dijual dengan harga Rp. 20.000,-/Kg. Apabila mampu menjualnya langsung

ke pihak investor dari Jepang akan dihargai sekitar USD 18/Kg. Dalam setiap

tanaman rata-rata dapat memanen hasil sebanyak 2 Kg umbi, dan dalam setiap

hektarnya dapat diperoleh 12-20 ton atau sekitar 1,5-3 ton chip kering. Untuk

pasar luar negeri, masih sangat terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang,

Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa.

Kendala pengembangan tanaman porang di Indonesia adalah keterbatasan

informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan

ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang

tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan. Upaya budidaya

yang intensif tentu saja harus ditunjang oleh ketersediaan bibit. Perlu dicoba

dengan pengadaan bibit dengan sumber bibit selain umbi yaitu benih dan bulbil.

Tanaman porang ini pertumbuhanya tergantung pada musim, sehingga tumbuh

tunas pada awal musim hujan dan menjelang akhir musim hujan akan mengalami

(13)

3

tahun. Untuk itu perlu dipacu pertumbuhannya dengan zat pengatur tumbuh

golongan sitokinin.

Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi

zat pengatur tumbuh, seperti CPPU (N-(2-Chloro-4-pyridinyl)-N-phenylurea).

CPPU ini merupakan sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan dan

dengan menggunakan zat pengatur tumbuh CPPU tersebut diharapkan tanaman

mampu tumbuh dengan baik sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan

maksimal.

Fungsi zat pemecah dormansi adalah memperpendek periode dormansi

dengan meningkatkan aktifitas meristem sub-apikal. Tingginya kandungan

giberelin oleh aplikasi thiourea 0.5% menunjukkan bahwa thiourea efektif

meningkatkan kandungan hormon giberelin endogen, sehingga terjadi perubahan

keseimbangan kearah peningkatan senyawa pemacu tumbuh dengan efek

fisiologis berupa pertumbuhan. Aplikasi CPPU 5 ppm efektif meningkatkan

kandungan sitokinin dalam jaringan pucuk daun (Hidayat, 2005).

B. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dari Kegiatan Penelitian Budidaya Tanaman Porang

ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui interaksi antara konsentrasi CPPU dengan perlakuan sumber

bibit yang optimum.

2. Mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dalam

pertumbuhan dan hasil tanaman porang

3. Untuk mengetahui jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya

(14)

C. Hipotesis

1. Diduga terdapat interaksi nyata, antara sumber bibit dengan pemberian

zat pengatur tumbuh CPPU terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

porang.

2. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman porang.

3. Sumber bibit yang berasal dari umbi porang menghasilkan

pertumbuhan dan hasil terbaik dibandingkan dengan sumber bibit yang

(15)

II. TINJ AUAN PUSTAKA

A.Botani Tanaman Porang

Klasifikasi tanaman porang ( Anonim, 2013) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae (suku talas-talasan)

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus oncophyllus Prain

Menurut Sumarwoto (2005), Porang dikenal juga dengan tanaman

Iles-Iles. Merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm

dengan umbi yang berada di dalam tanah. Batang tegak, lunak, batang halus

berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal

memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi

tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil/katak berwarna

coklat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan tanaman Porang. Tinggi

tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah.

(16)

Bunga muncul apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah

mencukupi untuk pembungaan. Sebelum bunga muncul, seluruh daun termasuk

tangkainya akan layu. Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan,

yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang bunga.

Kuntum bunga tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan

bunga jantan terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina.

Struktur generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat

lalat untuk membantu penyerbukannya, pemekaran berlangsung sekitar tiga hari

(Anonim, 2010).

Umbi porang dibersihkan dari kotoran berupa tanah dan akar yang

menempel setelah dilakukan pemanenan. Kemudian diiris dengan ketebalan

sekitar 0,5 Cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah terik matahari

hingga benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan waktu sekitar 5

hari. Pada tahap ini porang harus benar-benar kering, untuk menghindari

timbulnya jamur yang dapat mengurangi kualitas dan harga jual porang (Junaidi,

2012).

B.Per kembangbiakan Tanaman Porang

Menurut Dwiyono (2009), Perkembangbiakan tanaman Porang dapat

dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan umbi dan

bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat dilakukan melalui

(17)

7

1. Per kembangbiakan dengan bulbil

Bulbil ini pada masa panen dikumpulkan kemudian disimpan sehingga

bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah

disiapkan. Dalam 1 kg bulbil berisi sekitar 100 butir bulbil untuk ditanam.

2. Per kembangbiakan dengan Biji/Buah

Tanaman Porang pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan

bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Bunga akan layu setelah lebih dari

tujuh hari. Kemudian akan terlihat tunggul tongkol bunga yang dipenuhi biji

generatif berwarna merah. Itu adalah hasil dari pembuahan serbuk sari dari bunga

tersebut. Dalam satu tongkol buah bisa menghasilkan biji sampai 250 butir yang

dapat digunakan sebagai bibit Porang dengan cara disemaikan terlebih dahulu.

3. Per kembangbiakan dengan Umbi

Umbi yang kecil diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah

terlalu rapat sehingga perlu untuk dikurangi. Hasil pengurangan ini dikumpulkan

yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bibit. Umbi yang terlalu besar

dipecah-pecah sesuai dengan selera selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan.

C.Syar at Tumbuh Tanaman Porang

Menurut Sumarwoto (2004), Tanaman Porang pada umumnya dapat

tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya tanaman

Porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang merupakan

syarat-syarat tumbuh tanaman Porang, terutama yang menyangkut iklim dan keadaan

(18)

1. Keadaan Iklim

Tanaman Porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang

sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman

Porang membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman Porang

dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Namun wilayah yang paling bagus

berada pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Hidayat,

Dewanti dan Hartojo, 2012)

2. Keadaan Tanah

Tanaman Porang menghendaki tanah dengan struktur gembur/subur serta

tidak becek (tergenang air) agar menghasilkan umbi yang baik. Derajat keasaman

tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 serta pada kondisi jenis tanah apa saja

(Sumarwoto, 2004).

3. Kondisi Lingkungan

Wijayanto dan Pratiwi (2011), mengatakan bahwa naungan yang ideal

untuk pertumbuhan tanaman porang adalah naungan dengan tegakan pohon

sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon bernaungan 80%.

D.Budidaya Tanaman Porang

Budidaya tanaman porang memiliki langkah langkah sebagai berikut

(19)

9

1. Persiapan lahan

a. Pada lahan datar

Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan

selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang di sesuaikan dengan lahan. Jarak

antara gulu dan adalah 50 cm.

b. Pada lahan miring

Lahan dibersihkan tidak perlu di olah. Lalu dibuat lubang tempat ruang

tumbuh bibit tanaman porang yang dilaksanakan pada saat penanaman.

Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetative dan generative

(biji,tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat.

2. Penanaman

Porang sangat baik di tanam ketika turun hujan, yaitu sekitar

November-Desember. Tahapan dalam menanam porang yaitu bibit yang sehat satu persatu di

masukkan ke dalam lubang tanam dengan letak bakal tunas menghadap ke atas.

Tutup bibit tersebut dengan tanah halus atau tanah olahan setebal sekitar 3 cm.

Tiap lubang tanaman di isi satu bibit porang jarak tanam tergantung kebutuhan.

3. Pemeliharaan tanaman

Tanaman porang merupakan yang mudah tumbuh dan tidak memerlukan

pemeliharaan secara khusus. Namun untuk mendapatkan hasil melalui

pertumbuhan dan produksi yang maksimal, dapat dilakukan dengan melakukan

(20)

a. Penyulaman

penyulaman ialah tindakan penggantian tanaman mati dengan tanaman

baru. Tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan

tanaman baru. Biasanya tanaman dilakukan penyulaman setelah tanaman tersebut

ditanam sehingga jika terjadi tanaman mati akan mudah diketahui.

b. Pengairan

Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) biasanya tanaman porang

ditanam pada awal musim hujan, sehingga pengairan tidak diperlukan, tetapi

apabila setelah tanam untuk beberapa hari sampai satu minggu tidak hujan, maka

sebaiknya (bila memungkinkan) bibit porang yang sudah ditanam tersebut segera

dialiri dengan cara menggenagi lahan untuk beberapa saat.

Penggenangan dilakukan dengan cara mengaliri air melalui saluran (parit)

yang ada ditepi dan ditengah lahan. Selain untuk penggenangan fungsi lain dari

parit tersebut juga untuk pengaturan drainase pada saat musim hujan, agar air

hujan tidak menggenang cukup lama dilahan porang sebab tanaman porang tidak

suka dengan genangan air yang relatif lama yang dapat menyebabkan tanaman

porang roboh atau mati.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa

rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan air,

unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan sebulan

setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat dilakukan

(21)

11

yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar membusuk dan menjadi

kompos.

d. Pemupukan

Pada saat pertama kali bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar dengan

menggunakan pupuk kompos, selanjutnya untuk pemupukan susulan dilakukan

setahun sekali yaitu pada awal musim hujan. Jenis dan dosis pupuk urea 10

gram/lubang SP 36 5 gram/lubang dan KCl 5 gram/lubang. Pemberian pupuk

dilakukan dengan cara ditugal di sekitar batang porang.

4. Pengendalian OPT

Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut menunjukkan

gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun kepala besar

(Papilio molytes, L), ulat kantong (Mahasena orbetti, L), dan belalang (Locus, sp)

dikendalikan secara manual disertai dengan penyemprotan insektisida. Insektisida

yang digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis

1ml/ liter air.

5. Pertumbuhan

Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 5-6 bulan setiap

tahunnya yaitu pada musim penghujan. Di luar masa itu tanaman porang

mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak

seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan

(22)

6. Pemanenan

Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen

untuk pertama kalinya. Setelah itu tanaman ini dapat dipanen tanpa harus

menanam kembali umbinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April

sampai Juli pada saat tanaman mengalami masa dormasi. Ciri-ciri umbi sudah

saatnya dipanen adalah sebagian besar atau seluruh bagian tanaman diatas tanah

sudah mengering dan tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi

petunjuk keberadaan umbi porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang

sudah besar yang beratnya mencapai lebih dari 1 kg/umbi, sedangkan umbi yang

masih kecil ditinggalkan untuk dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi

umbi porang sekitar 10 ton per hektar.

7. Pengolahan Pasca Panen

Umbi porang dibersihkan dari kotoran berupa tanah dan akar mengerig

yang menempel setelah dilakukan pemanenan. Kemudian diiris menjadi chip

dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah

terik matahari hingga benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan

waktu sekitar 5 hari apabila terik matahari cukup tinggi. Pada tahap ini porang

harus benar-benar kering, untuk menghindari timbulnya jamur yang dapat

mengurangi kualitas dan harga jual umbi porang.

E.Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang

Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012), Tanaman porang hanya

mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap tahunnya yaitu pada musim

(23)

13

memasuki bulan Desember terjadi pertumbuhan vegetatif yang cepat terhadap

tanaman porang, sedangkan pada bulan Januari akan terjadi pertumbuhan bulbil.

Pada bulan Pebruari terjadi peningkatan laju pertumbuhan batang dan

bulbil tanaman porang secara maksimal. Selanjutnya memasuki bulan Maret

sebagian tanaman porang sudah mulai roboh dan memasuki masa dormansi. Pada

bulan April batang tanaman porang roboh, batang dan daun mengering akan tetapi

masih melekat pada mata tunas dibagian umbi. Panen umbi porang dan bulbil

dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus (Hidayat, Dewanti dan Hartojo,

2012).

F. Zat Pengatur Tumbuh

Pertumbuhan tanaman ditentukan adanya faktor lingkungan dan genetis.

Pertumbuhan dikendalikan secara alami oleh adanya hormon endogen. Hormon

adalah zat pengatur tumbuh (ZPT), tetapi zat pengatur tumbuh tidak selalu

hormon. Hormon adalah kegiatan molekul-molekul yang kegiatanya mengatur

reaksi-reaksi metabolisme penting. Molekul-molekul ini dibentuk didalam

organisme dengan proses metabolik dan merupakan senyawa yang bukan hara

atau bukan berfungsi sebagai nutrisi (Wilkins, 1992).

Dalam tubuh tumbuhan, zat pengatur tumbuh memiliki peranan yang

sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan

hidupnya. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu

Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin, 1985).

Untuk memperoleh hasil yang maksimal pertumbuhan tanaman porang

dipacu dengan zat pengatur tumbuh CPPU yang merupakan zat pengatur tumbuh

(24)

perkecambahan, menunda penuaan, memainkan peranan penting dalam

pengaturan berbagai proses biologis seperti aktivitas pertumbuhan, perkembangan

dan metabolisme. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan

pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga

dapat menunda penuaan daun, bunga, dan buah dengan cara mengontrol dengan

baik proses kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman (Junaidi,

2010).

Sitokinin dapat berpengaruh dalam penuaan pada sel, jaringan, organ, atau

tingkat seluruh tanaman yang dikendalikan dengan jumlah internal maupun faktor

eksternal seperti kondisi lingkungan. zat pertumbuhan tanaman memberikan

peranan yang sentral dalam mengatur proses penuaan. Sitokinin yang terlibat

dapat memperlambat banyak proses yang berkontribusi terhadap penuaan tanaman

(Arteca, 1996).

Sitokinin merupakan nama kelompok ZPT yang sangat penting sebagai

pemacu pertumbuhan morfologi dalam kultur jaringan (Santoso dan Nursandi,

2003). Zat pengatur tumbuh sitokinin mempunyai peranan dalam pembelahan sel .

(Abidin, 1985). Sitokinin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan

sel, aktifitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa

protein. Pemberian Sitokinin selain menambah tingi tanaman juga menambah luas

daun, berat kering tanaman, mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan

(25)

III. BAHAN DAN METODE

A.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur pada ketinggian 5m dpl dan ternaungi oleh tanaman

mengkudu. Penelitian dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan April

2013.

B. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah taman, benih tanaman

porang, bulbil tanaman porang dan umbi tanaman porang serta zat pengatur

tumbuh (CPPU), kompos, pupuk NPK majemuk. Alat yang digunakan adalah

cangkul, sekrop, label, bambu, gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris,

meteran, kamera, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan di ulang sebanyak tiga kali. Faktor I

merupakan perlakuan konsentrasi CPPU yang terdiri dari 4 level dan faktor II

adalah perlakuan macam sumber bibit yang terdiri dari 3 level.

Faktor I : Perlakuan Konsentrasi CPPU (K)

K0. Tanpa CPPU (Kontrol)

K1. CPPU (5ppm)

K2. CPPU (10ppm)

(26)

Faktor II : Macam Sumber Bibit (B) :

B1 . Bibit berasal dari umbi

B2. Bibit berasal dari bulbil

B3. Bibit berasal dari biji/ benih

Apabila level-level dari kedua faktor tersebut digabungkan akan diperoleh

12 perlakuan kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan

percobaan dengan rincian. Sebagai berikut :

B1K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari

umbi yang disemprot dengan air biasa.

B1K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang

disemprot CPPU konsentrasi 5ppm.

B1K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang

disemprot CPPU konsentrasi 10ppm.

B1K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang

disemprot CPPU konsentrasi 15ppm.

B2K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari

bulbil yang disemprot dengan air biasa.

B2K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang

disemprot dengan CPPU konsentrasi 5ppm

B2K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang

disemprot dengan CPPU konsentrasi 10ppm

B2K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang

(27)

17

B3K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari

benih yang disemaikan dan disemprot dengan air biasa

B3K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang

disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 5ppm

B3K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang

disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 10ppm

B3K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang

disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 15ppm

Dari 12 perlakuan kombinasi tersebut kemudian untuk penempatan

tanaman dalam polybag tersebut dalam rancangan penelitian dilakukan

penempatan secara acak (random) untuk masing-masing kelompok sebagai

ulangan. Hasil dari pengacakan tersebut adalah sebagai berikut : U

(28)

D. Pelaksanaan penelitian

1. Persiapan media tanam

Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah taman. Media

tanam merupakan campuran tanah taman dan pupuk kompos dengan

perbandingan 3:1. Setelah media tanam tercampur merata, maka selanjutnya

media tanam tersebut dimasukkan kedalam polybag ukuran 25x 30 cm sampai

dengan 4/5 bagian terisi penuh.

2. Persemaian

a. Untuk benih tanaman porang

Persemaian biji (rata-rata berat biji 0,7g) tanaman porang dilakukan dalam

media persemaian yang diisi dengan media pasir. Setelah berkecambah dan

menjadi bibit setinggi 10 cm bibit dipindah ke polybag yang media tanamnya

adalah campuran media tanam yang telah disiapkan yaitu tanah taman dicampur

kompos dengan perbandingan 3:1 (tanah taman:kompos).

Transplanting dari tray persemaian kepolybag dilakukan secara hati-hati

jangan sampai akar bibit semai porang terputus dan dipindahkan lagi kedalam

media yang lebih besar yaitu menggunakan polybag berukuran 10x15 cm, sekitar

4 minggu bibit porang sudah siap untuk dipindah kedalam polybag yang

berukuran 25x25cm yang berada di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur dan siap untuk dilakukan perlakuan dengan menggunakan

(29)

19

Gambar 2. Tongkol Buah yang didalamnya Terdapat Biji Tanaman Porang

b. Untuk bibit tanaman porang yang sumber bibitnya dari bulbil

Bulbil yang akan dipergunakan dipilih yang sudah memperlihatkan

pertumbuhan tunas dan memiliki bentuk yang relatif sama dengan rata-rata berat

bulbil 5-7g. Bulbil yang terpilih sebagai sumber bibit adalah yang sudah

memperlihatkan calon tunas. Selanjutnya media tanam yang sudah disiapkan

dengan polybag berupa media tanamnya campuran tanah taman : kompos (3:1)

ditanami dengan bulbil yaitu satu bulbil satu polybag.

Gambar 3 . Bulbil Siap Tanam

c. Untuk bibit tanaman porang yang berasal dari umbi

Umbi yang akan dipergunakan sebagai bibit dipilih yang ukuranya

rata-rata sebesar 80g dengan bentuk bulat dan dipilih umbi yang sudah

(30)

Gambar 4 . Umbi Tanaman Porang Siap Tanam

Caranya yaitu polybag yang sudah berisi media tanam 4/5 bagian penuh

tersebut ditanami umbi dengan peletakan bagian yang sudah muncul calon

tunasnya berada diatas dengan penanamanya sedalam dengan permukaan tanah.

3. Penanaman

Penanaman dilakukan pada sore hari, hal ini dilakukan agar tidak terkena

teriknya sinar matahari yang menyebabkan kelayuan pada bibit porang. Setelah

dilakukan penanaman kemudian disiram dan dilakukan penataan dilapang sesuai

denah perlakuan hasil pengacakan (Random Sampling).

4. Per lakuan Pemberian CPPU

Aplikasi CPPU sesuai dengan perlakuan masing-masing konsentrasi

dilakukan dengan menyemprotkan larutan CPPU yang telah dibuatkan larutan

stoknya. Volume semprotnya ditentukan dengan cara dilakukan kalibrasi terhadap

daun yang paling luas. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara menyemprot secara

merata keseluruh permukaan daun bagian atas dan bagian bawah sampai air

tersebut menetes. Dari kalibrasi tersebut didapat volume semprot sebanyak 45 ml,

kemudian dilakukan perlakuan konsentrasi CPPU dengan volume 45 ml dengan

(31)

21

Perlakuan CPPU diberikan pada tanaman porang yang berumur3 bulan,

hal ini disebabkan karena pada usia 3 bulan tanaman porang memiliki tinggi yang

relatif seragam sehingga jika dilakukan perlakuan sudah memenuhi kriteria

keseragaman tinggi tanaman. Pemberian CPPU dilakukan sebanya 2 kali yaitu

pada saat umur 3 bulan dan 3 hari setelah perlakuan pertama, hal ini dilakukan

supaya perlakuan CPPU benar-benar terserap dengan baik dan berpengaruh

terhadap tanaman tersebut.

Menurut Husniya (2012), pembuatan larutan stok CPPU dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

Untuk pembuatan larutan stok 1000ppm :

1000 ppm =

. .

= . .

=

Jadi untuk mencari konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU dapat

dilakukan dengan perhitungan rumus sebagai berikut :

M1 x V1 = M2 x V2

Keterangan :

V1 = Volume larutan standart yang diencerkan

V2 = Volume larutan pengenceran

M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan

(32)

5. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pagi atau sore hari dengan menggunakan

gembor. Masing-masing polybag tanaman porang disi air hingga tanah tidak

mampu menyimpan air karena pori-pori tanah sudah tidak mampu menyerap air

sehingga melebihi kapasitas lapang.

b. Penyiangan

Penyiangan ini dilakukan jika terdapat gulma pada sekitar pangkal

tanaman porang sehingga tidak terjadi persaingan kebutuhan unsur hara pada

media tanam tanaman porang. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma

yang berada disekitar pangkal tanaman porang.

c. Pemupukan

Pada saat persiapan media tanam, dilakukan pemupukan dasar berupa

pupuk kompos. Selanjutnya untuk pemupukan susulan berupa pupuk NPK

majemuk yang diberikan 3 kali, yaitu setiap bulan dengan dosis 40gr tiap

tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditanam di sekitar pangkal

batang porang.

d. Pengendalian OPT

Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut menunjukkan

gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun kepala besar

(Papilio molytes, L). Pengendalian dapat dilakuakn secara manual jika terdapat

sedikit hama sedangkan jika hama yang menyerang terlalu banyak atau pada

(33)

23

digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis 1ml/ liter

air.

e. Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan jika media tanam didalam polybag sudah mulai

memadat atau berkurang yaitu berkurang 4/5 bagian polybag. Caranya dengan

mengemburkan media tanam dan hindarkan melukai akar atau umbinya.

6. Peubah pengamatan

Pengamatan dilakukan secara non destruktif dan destruktif. Pengamatan

non destruktif meliputi :

- Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai titik percabangan

pada daun.

- Lebar kanopi, diukur diameter bagian kanopi yang paling lebar.

- Diameter batang, diukur diameter batang pada ketinggian 10 cm dari

pangkal batang.

- Periode tumbuh aktif, mengamati lama pertumbuhan aktif setelah

perlakuan hingga batang dan daunya mulai roboh (dormansi).

- Jumlah bulbil, dihitung jumlah bulbil per tanaman.

Sedangkan peubah destruktif dilakukan dengan cara memanen umbi,

peubahnya meliputi :

- Diameter umbi terlebar, diukur diameter yang terbesar dengan

menggunakan jangka sorong.

- Bobot umbi per tanaman diukur bobot umbi sesaat setelah panen setelah

umbi dibersihkan dari kotoran tanah dan akar yang mengering dengan

(34)

- Penambahan bobot umbi, diukur selisih bobot umbi panen dikurangi

dengan bobot umbi awal saat ditanam.

E. Analisis data

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis

sidik ragam (Anova). Apabila F hitung > F tabel (5% dan 1%) maka dilanjutkan

dengan uji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%)

(Gaspersz, 1991).

Yij = µ + αi + βj + α (β)i j + εijk

Dimana:

Yij = Variabel respon karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-i dan faktor

B taraf ke-j

µ = Efek rata-rata yang sebenarnya

αi = Efek dari taraf ke-i blok (Sumber bibit)

βj =Efek dari taraf ke-j pemberian konsentrasi CPPU

α (β) ij =Efek interaksi antara taraf ke-i blok dan taraf ke-j pemberian konsentrasi

CPPU

εij =Efek kesalahan percobaan dari perlakuan naungan ke-i dan pemberian

(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Diameter Batang Tanaman Porang

Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap

diameter batang semu di beberapa sumber bibit tanaman porang dapat diketahui

bahwa sumber bibit (B) berpengaruh nyata terhadap diameter batang semu

tanaman porang umur 6 HSP, 12 HSP dan menjelang dormansi. Sementara itu

konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada

seluruh umur pengamatan. Demikian juga kedua perlakuan tidak menunjukkan

adanya interaksi yang nyata terhadap diameter batang semu (Tabel Lampiran 1-

3).

Berdasarkan tabel 1 ditunjukkan bahwa menjelang dormansi sumber bibit

dari umbi porang (B1) menghasilkan diameter batang terbesar (2,46 cm) dan

berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit yang lain (B2 dan

B3). Demikian juga pengaruhnya pada pengamatan umur 6 HSP dan 12 HSP.

Rata-rata diameter batang semu tanaman porang oleh pengaruh perlakuan

konsentrasi CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP,

(36)

Tabel 1. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)

Terdapat peningkatan diameter batang semu porang saat menjelang

dormansi oleh perbandingan pengaruh perlakuan sumber bibit dari umbi ( B1)

dengan perlakuan sumber bibit yang berasal dari biji sebesar 123%. Perbandingan

perlakuan sumber bibit dengan bulbil sebesar 44%.

Pada tabel 1 juga dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU tidak

berpengaruh nyata terhadap diameter batang meskipun demikian terdapat

kecenderungan peningkatan diameter batang semu menjelang dormansi oleh

rata-rata pengaruh CPPU dengan peningkatan diameter batang semu sebesar 8%

dibandingkan dengan kontrol (tanpa CPPU).

2. Lebar Kanopi Tanaman Porang

Hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap lebar kanopi

(37)

27

sumber bibit (B) berpengaruh sangat nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang

pada umur 6 HSP, 12 HSP dan menjelang dormansi. Sementara itu perlakuan

konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi pada seluruh

umur pengamatan, demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang (Tabel Lampiran 4-6).

Rata-rata lebar kanopi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan

konsentrasi CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP,

12 HSP dan menjelang dormansi disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa menjelang dormansi sumber bibit yang

berasal dari umbi porang (B1) menghasilkan lebar kanopi terlebar yaitu 59,50cm

dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit yang lain ( B2

(38)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU tidak

berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang, meskipun terdapat

kecenderungan peningkatan lebar kanopi tanaman porang menjelang dormansi

oleh rata-rata pengaruh CPPU sebesar 13% dibandingkan dengan kontrol.

3. Tinggi Tanaman Porang

Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap

tinggi tanaman di beberapa sumber bibit tanaman porang dapat diketahui bahwa

perlakuan konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

porang pada seluruh umur pengamatan. Sementara itu perlakuan sumber bibit (B)

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 6 HSP, 12 HSP

dan menjelang dormansi, demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan tidak

menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tinggi tanaman porang (Tabel

Lampiran 7-9).

Pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa sumber bibit pada umur 6 HSP,

12 HSP dan menjelang dormansi yang berasal dari sumber biji porang (B3)

memiliki tinggi tanaman terendah sedangkan sumber bibit dengan umbi (B1)

memiliki tinggi tanaman tertinggi. Berdasarkan uji BNT 5% Sumber bibit yang

berasal dari umbi (B1) menunjukkan hasil berbeda nyata dibandingkan dengan

perlakuan sumber bibit yang lain (B2 dan B3) pada ketiga pengamatan tersebut.

Rata-rata tinggi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi

CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP, 12 HSP dan

(39)

29

Pada tabel 3 juga diketahui bahwa rata-rata perlakuan konsentrasi CPPU

5ppm menunjukkan peningkatan tinggi tanaman sebesar 8% dibandingkan dengan

kontrol.

4. Bobot Umbi Tanaman Porang dan Penambahan Bobot Umbi.

Hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU dan beberapa macam

sumber bibit tanaman porang menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap bobot

umbi tanaman porang. Namun demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan

tidak menunjukkan adanya interaksi yang nyata terhadap bobot umbi tanaman

porang (Tabel Lampiran 10).

Rata-rata bobot umbi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi

(40)

Tabel 4. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Dari tabel tersebut diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari umbi

(B1) berbeda sangat nyata dengan perlakuan sumber bibit lainnya (bulbil dan biji).

Sumber bibit yang berasal dari umbi (B1) memiliki bobot umbi terbesar yaitu

108,52 g dan diikuti sumber bibit yang berasal dari bulbil (B2) sebesar 38,49 g,

sedangkan sumber bibit yang berasal dari biji (B3) menghasilkan bobot umbi

yang paling ringan yaitu 17,73 g. Pada peubah pengamatan selisih bobot umbi

awal dan hasil menunjukkan bahwa sumber bibit bulbil (B2) mampunyai selisih

terbesar yaitu 32,28g dan sumber bibit yang berasal dari biji memberikan selisih

yang sedikit 17,03 g. Perlakuan konsentrasi CPPU menunjukkan hasil berbeda

nyata, dimana perlakuan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm berbeda nyata

(41)

31

berbeda nyata satu dengan lain. Konsentrasi CPPU 5 ppm menunjukkan

peningkatan terbaik bobot umbi sebesar 38% dibandingkan kontrol (K0).

Pengaruh konsentrasi CPPU terhadap penambahan bobot umbi panen

menunjukkan pengaruh yang nyata CPPU 15 ppm (K3) menghasilkan

penambahan bobot umbi terbesar 33,34 g atau meningkat 156% dibandingkan

dengan kontrol.

5. J umlah Bulbil Tanaman Porang

Dari hasil analisis stastistik bahwa perlakuan sumber bibit (B)

berpengaruh nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang, akan tetapi perlakuan

konsentrasi CPPU (K) menunjukkan hasil tidak nyata terhadap jumlah bulbil.

Demikian juga kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya interaksi

antara sumber bibit (B) dan konsentrasi CPPU (K) (tabel lampiran 11). Rata-rata

jumlah bulbil tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi CPPU dari

beberapa sumber bibit tanaman porang disajikan pada tabel 5.

(42)

Sumber bibit pada tabel 5 yang berasal dari umbi (B1) memiliki jumlah

bulbil terbanyak yaitu 4,25 dan berbeda nyata dengan perlakuan sumber bibit

yang berasal dari bulbil (B2) dan biji (B3) berturut-turut sebanyak 1,55 dan 0,69.

Namun perlakuan sumber bibit bulbil (B2) dan biji (B3) menunjukkan hasil tidak

berbeda nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang. Peningkatan jumlah bulbil

tanaman porang oleh perlakuan sumber bibit dari umbi (B1) meningkat 515%

dibandingkan perlakuan (B3) dan 174% dibandingkan dengan perlakuan (B2).

Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU (K) tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah bulbil, namun konsentrasi 10 ppm

menunjukkan perolehan jumlah bulbil yang terbanyak yaitu 2,54 buah

dibandingkan kontrol yang memiliki jumlah bulbil sebanyak 1,41 buah.

Prosentase peningkatan jumlah bulbil tanaman porang oleh rata-rata perlakuan

CPPU meningkat 70% dibandingkan kontrol (K0).

6. Periode Tumbuh Aktif Tanaman Porang

Hasil analisis statistik perlakuan sumber bibit (B) dan konsentrasi CPPU

(K) terhadap periode aktif tanaman porang diketahui bahwa masing-masing faktor

tunggal menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (F Hitung > F1%). Sedangkan

kombinasi perlakuan sumber bibit tanaman porang dan konsentrasi CPPU tidak

berinteraksi nyata terhadap periode tumbuh aktif tanaman porang (Tabel

Lampiran 12).

Rata-rata pemanjangan periode aktif tanaman porang oleh pengaruh

(43)

33

Tabel 6. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap periode tumbuh aktif tanaman por ang.

Per lakuan Periode Tumbuh Aktif (HSP)

Konsentr asi CPPU (K) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

HSP : Hari Setelah Perlakuan.

Pada tabel 6 diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)

menghasilkan periode tumbuh aktif terpendek dan berbeda nyata dengan sumber

bibit yang berasal dari biji (B1), namun tidak berbeda nyata dengan sumber bibit

yang berasal dari bulbil (B2).

pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang yang sumber bibitnya

berasal dari umbi (B1) adalah 20 hari dibandingkan dengan sumber bibit yang

berasal dari biji (B3) dan 7 hari dibandingkan dengan sumber bibit yang berasal

dari bulbil (B2).

Pada tabel 6 diperlihatkan juga bahwa konsentrasi CPPU dapat

memperpanjang periode tumbuh aktif tanaman porang dan berbeda nyata dengan

kontrol (tanpa CPPU). Namun demikian peningkatan konsaentrasi CPPU tidak

(44)

Pemanjangan periode aktif tanaman porang oleh pengaruh CPPU 10 ppm

(K2) adalah selama 24 hari, sedangkan pemanjangan periode aktif tanaman

porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3) berturut-turut

sebesar 16 dan 19 hari.

7. Diameter Umbi Tanaman Porang

Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan sumber bibit (B) dan

konsentrasi CPPU (K) terhadap diameter umbi tanaman porang diketahui bahwa

masing-masing faktor tunggal menunjukkan pengaruh nyata terhadap diameter

umbi, meskipun kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata, akan tetapi kedua

perlakuan tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap diameter umbi (tabel

lampiran 13).

Rata-rata diameter umbi tanaman porang oleh pengaruh sumber bibit dan

(45)

35

Pada tabel 7 perlakuan sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)

menunjukkan hasil yang terbaik dan berbeda nyata terhadap diameter umbi

tanaman porang dibandingkan dengan kedua sumber bibit yang lain sebesar 6,30

cm.

Perlakuan dengan menggunakan konsentrasi CPPU (K) menunjukkan hasil

nyata terhadap diameter umbi tanaman porang, konsentrasi dengan perlakuan 15

ppm memberikan diameter umbi tanaman porang terbesar yaitu 4,7 cm dan

berbeda nyata dengan kontrol maupun perlakuan 5 ppm (K1) namun tidak

berbeda dengan (k2).

B.Pembahasan

Dari hasil percobaan kajian konsentrasi CPPU terhadap pertumbuhan dan

hasil beberapa sumber bibit porang (Amorphophallus onchophyllus),

menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Akan tetapi

pemberian CPPU dengan tingkat konsentrasi yang berbeda disertai dengan

perlakuan sumber bibit akan memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap

peubah pengamatan selama pelaksanaan penelitian.

Menurut Poerwowidodo (1992) bila salah satu faktor berpengaruh lebih

kuat dari pada faktor lainya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila

masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat

kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam

mendukung suatu pertumbuhan tanaman.

Faktor tunggal dengan perlakuan konsentrasi CPPU (K) memberikan hasil

berbeda nyata terhadap peubah pengamatan pemanjangan periode tumbuh aktif,

(46)

diameter batang, lebar kanopi, tinggi tanaman dan jumlah bulbil tidak

menunjukkan hasil berbeda nyata.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian

CPPU pada peubah pengamatan jumlah bulbil menunjukkan bahwa tingkat

konsentrasi 10 ppm (K2) memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan kontrol

sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman porang dan dapat

mempengaruhi jumlah bulbil. Prosentase peningkatan jumlah bulbil tanaman

porang oleh rata-rata perlakuan CPPU meningkat 70% dibandingkan kontrol (K0).

Jumlah bulbil tanaman yang diberikan perlakuan CPPU ternyata menunjukkan

hasil lebih banyak dibandingkan tanaman porang tanpa aplikasi CPPU. Hal ini

dibenarkan oleh Dewi (2008) bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan

sel, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda

penuaan daun dengan cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan

kematian pada sel-sel tanaman.

Pada tabel 2 dan 3, peubah pengamatan lebar kanopi dan tinggi tanaman

porang perlakuan 5 ppm (K1) memberikan hasil yang maksimal terhadap kedua

peubah perlakuan tersebut. Konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap

lebar kanopi tanaman porang, meskipun terdapat kecenderungan peningkatan

lebar kanopi tanaman porang menjelang dormansi oleh rata-rata pengaruh CPPU

sebesar 13% dibandingkan dengan kontrol.

Sedangkan pada perlakuan konsentrasi CPPU terhadap tinggi tanaman

porang pada faktor tunggal tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman akan

tetapi pada perlakuan konsentrasi CPPU menunjukkan hasil yang lebih tinggi

(47)

37

mampu mempengaruhi tinggi tanaman dan merangsang perluasan daun. Sitokinin

mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan

mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein. Pemberian Sitokinin

selain menambah tingi tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman,

mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan buah (Yusnita, 2003).

Tanaman porang dengan perlakuan konsentrasi CPPU 10 ppm (K2)

menunjukkan periode tumbuh aktif tanaman porang terlama yaitu 44,31 hari.

Pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang oleh pengaruh perlakuan

CPPU 10 ppm (K2) adalah 24 hari, sedangkan pemanjangan periode tumbuh aktif

tanaman porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3) masing-

masing 16 dan 19 hari. Pada pertumbuhan tanaman hal yang paling

menguntungkan untuk hasil hasil produksi tanaman porang yaitu penundaan

penuaan tanaman sehingga tanaman tersebutmampu berproduksi dengan

maksimal. Menurut Arteca (1996) sitokinin memacu pembelahan sel dan

menghambat masa penuaan tanaman sehingga sitokinin mampu mempengaruhi

perkembangan dan masa tumbuh yang lebih lama. Jika tanaman tersebut dapat

tumbuh dengan baik maka tanaman dapat memaksimalkan produktifitas bulbil

maupun umbi tanaman porang.

Pada penelitian yang sudah dilaksanakan pemberian konsentrasi CPPU

memberikan hasil yang nyata terhadap bobot dan diameter umbi tanaman porang

dibanding dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan pendapat Nababan (2009), yang

mengemukakan bahwa manfaat hormon sitokinin sangat bergantung dari

konsentrasi yang diberikan. Jika dosisnya tepat akan sangat membantu

(48)

Sedangkan pada faktor tunggal perlakuan sumber bibit (B) memberikan

hasil berbeda nyata terhadap seluruh peubah pengamatan yang meliputi diameter

batang, lebar kanopi, tinggi tanaman, bobot umbi, jumlah bulbil, periode tumbuh

aktif dan diameter umbi tanaman porang.

Pada tabel 1 diketahui perlakuan sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)

mampu memberikan hasil yang sangat nyata terhadap diameter batang tanaman

porang yaitu sebesar 2,46 cm, 1,70 cm, dan 1,10 cm (umbi, bulbil dan biji). Hal

ini juga berpengaruh terhadap lebar kanopi, pengaruh sumber bibit ysng bersal

dari umbi (B1) mampu menunjukkan hasil lebar kanopi 18,42 cm dibandingkan

dengan kontrol. Pada perlakuan sumber bibit tanaman porang yang bersumber

dari umbi (B1) berbeda nyata dengan kedua perlakuan sumber bibit yang berasal

dari bulbil (B2) dan biji (B3). Hal tersebut kemungkinan karena sumber bibit yang

berasal dari umbi memiliki kandungan makanan yang tinggi dibandingkan kedua

perlakuan tersebut hal ini dikarenakan besarnya sumber bibit umbi dibandingkan

yang lain. Dibenarkan oleh Jedeng (2011), semakin besar umbi bibit maka

kandungan proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap

kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya

kecambah pada saat pertumbuhan vegetatif.

Pada tabel 5 diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari biji

menghasilkan jumlah bulbil yang sedikit 0,69 buah, sedangkan sumber bibit yang

berasal dari umbi menghasilkan jumlah bulbil 4,25 buah. Tanaman porang yang

berasal dari biji mengahasilkan jumlah bulbil sedikit dikarenakan sumber bibit

yang berasal dari biji harus melalui beberapa tahap pertumbuhan untuk

(49)

39

yang terakhir transplanting sehingga terjadi perbedaan pertumbuhan dan dapat

mempengaruhi jumlah jumlah bulbil.

Perlakuan sumber bibit yang menghasilkan bobot dan diameter umbi

tanaman porang terbesar yaitu sumber bibit yang berasal dari umbi (B1). Diduga

pertumbuhan vegetatif tanaman porang yang maksimal akan menghasilkan

produktifitas tanaman yang bagus sehingga zat asimilat pada tanaman yang

dibutuhkan oleh produktifitas umbi dapat tercukupi maka umbi yang dihasilkan

akan lebih besar. Jika pertumbuhan tanaman tersebut tidak maksimal maka akan

terjadi kurangnya zat asimilat yang diperlukan untuk pembesaran umbi. Menurut

Hobir (2004) umbi bahan tanam tanaman iles-iles yang berukuran lebih besar

memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dari pada umbi yang

berukuran kecil, umbi yang berukuran lebih besar memiliki cadangan makanan

lebih banyak dari pada umbi yang berukuran kecil, sehingga mamapu mendukung

pertumbuhan tunas lebih cepat dan memberikan peluang pembentukan akar lebih

cepat.

Perlakuan sumber bibit tanaman porang sumber bibit yang berasal dari

umbi (B1) memiliki umur periode tumbuh aktif terpendek yaitu 26,20 hari

dibandingkan dengan sumber bibit yang berasal dari biji (B3) yaitu 46,08. Sumber

bibit yang berasal dari umbi (B1) memberikan hasil periode tumbuh aktif

terpendek dikarenakan tanaman porang memerlukan zat asimilat terhadap

produktifitas bulbil dan umbi tanaman porang sehingga laju pertumbuhan

tanaman terganggu dikarenakan zat asimilat berfokus pada pembesaran bulbil

maupun produktifitas umbi tanaman porang. Bukit (2008) menyatakan bahwa

(50)

penyerapan zat hara yang penting bagi tanaman. Dimana jika tanaman tersebut

memasuki masa reproduksi maka pertumbuhan vegetatif tanaman tersebut terhenti

(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

1. Tidak terdapat interaksi nyata antara perlakuan konsentrasi CPPU dan

macam sumber bibit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot

umbi, peningkatan bobot umbi panen, diameter umbi dan periode tumbuh

aktif. Konsentrasi CPPU 15 ppm memghasilkan bobot umbi porang

tertinggi.

3. Sumber bibit bulbil lebih baik dibandingkan sumber bibit dari umbi

maupun biji dalam hal penambahan bobot umbi.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman porang dengan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa Bandung. Bandung. 85 hal.

Anam, K., Azrianingsih, R., dan Ekowati G. 2009 Perbandingan Kadar Senyawa Glukomanan dan Kalsium Oksalat pada Beberapa Varian Porang (Amorphophallus muelleri Blume.) dari Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, JawaTimur.

Anonim. 2010. Potensi-porang, www.info-ngluyu.blogspot.com

---. 2012. Budidaya tanaman porang Info kehutanan. jambiprov.go.id/ dwnpublikasi.asp?id.htm.

---. 2013. Kenali budidaya tanaman porang, www.infoblora.com.

Arteca. R. N. 1996. Plant Growth Substances. Principles and Applications , Chapman and Hall, New York, 332 hal.

Bukit. A, 2008 Pengaruh Berat Umbi Bibit Dan Dosis Pupuk Kcl Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang. Skripsi. Program studi agronomi departemen, departemen pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara (USU). Medan. (tidak dipublikasikan). 54 Hal

Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman, jurnal. 45 hal.

Dwiyono, K. 2009. Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus Muelleri Blume) dan Beberapa Manfaatnya. Jurnal Biodiversitas 6, (3) : 185-190.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan.Untuk Ilmu-ilmu Pertanian. CV. ARMICO. Bandung. 472 hal.

Hidayat. R, Subakti A, Poerwanto. R, Darusumba. L. K, dan Poerwoko. B. 2005. Aplikasi Zat Pemecah Dormansi Terhadap Pertumbuhan Tunas Manggis Muda. AGRIVET IX (2) : 106 – 119.

Hidayat. R, Dewanti F. D , dan Hartojo .2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang UPN ‘‘veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.

Husniya. 2012. Pengenceran larutan, www.eprints.uny.ac.id

(53)

43

Jedeng. I.W , 2011, Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, (Tidak Dipublikasikan).61 Hal.

Junaidi,W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com

Nababan.D ,2009. Pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan stek ekaliptus klon. Tesis. Faultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara (USU). Medan (Tidak Dipublikasikan). 45hal.

Poerwowidodo.1992.Telaah Kesuburan Tanah .Angkasa.Bandung 78hal.

Prihatyanto, T. 2007 Budidaya Belimbing Dan Porang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Dalam Dan Di Sekitar Hutan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi II. 31hal.

Sumarwoto. 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.11(2) : 45-53.

Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya Biodiversitas. 6 (3) : 185-190.

Sumarwoto. 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15 (1) : 7-11.

Supriati,Y., Widiati, H, A., Rusyadi ,Y., dan Mariska, I. 2003, Optimasi Sistem Perakaran dan Aklimatisasi Iles-iles (Amorpophalus sp.), Prosiding Seminar HasilPenelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, 250-255.

Wijayanto, N. dan Pratiwi, E. 2011, Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon

(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus) jurnal Silvikultur Tropika 2 (1) : 46-5.

Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hal.

Gambar

Gambar 1 . Denah Penepatan Polybag dilapang
Gambar 2. Tongkol Buah yang didalamnya Terdapat Biji Tanaman Porang
Gambar 4 . Umbi Tanaman Porang Siap Tanam
Tabel 1. Pengaruh perlakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap diameter batang semu tanaman porang umur 6 HSP, 12 HSP dan menjelang dormansi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Anggota Koperasi terhadap Koperasi Serba Usaha (KSU) Rakyat Benua Baru Jaya Desa Benua Baru Kecamatan Muara Bengkal Kabupaten Kutai Timur Persepsi anggota

Tanpa kesehatan kita tidak akan bisa melakukan sesuatu yang berharga lainnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.. Masa remaja merupakan masa yang menentukan

Selain itu ada juga pengolahan air limbah industri minyak kelapa sawit yang dikembangkan oleh Novaviro Tech Sdn Bhd, prosesnya adalah dengan mengendapkan limbah cair pada

Bagi wilayah pemukiman teratur sistem pola pengumpulan sampah yang sesuai untuk diterapkan di wilayah tersebut berdasarkan karakteristik jalan dan rumah

Tabel pengujian Asumsi Klasik dan uji Hipotesis dengan program SPSS..

Pengembangan kurikulum yang berorintasi pada mutu pendidikan ditandai dengan pelaksanaan proses pembelajaran afektif, penilaian hasil belajar yang berkelanjutan dan

Selanjutnya ada pengaruh positif pemberdayaan petani komoditi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan kata lain kurangnya pemahaman masyaraka terhadap program

Berdasarkan selisih rata-rata persepsi akuntan publik dengan advokat, profesi akuntan publik lebih baik dari segi potensial pendapatan dan potensial berkembang, akan tetapi untuk