KAJ IAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG (
Amorphophallus
onchophyllus
).
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi : Agroteknologi
Diajukan Oleh :
Victor Andy Pranyoto
0925010016
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat
dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi, dengan judul “KAJ IAN KONSENTRASI CPPU TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA SUMBER BIBIT PORANG
(Amorphophallus onchophyllus)”
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi
sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi
Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan
kesuksesan sebagai makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan
juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada : Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS selaku dosen
pembimbing utama dan Ir. Suwandi MP selaku dosen pembimbing pendamping
yang sudah memberikan pengarahan, dan masukan serta memberikan banyak
petunjuk kepada penulis.
Dengan disertai harapan semoga laporan dalam penyusunan skripsi ini
dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
sebesar besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur Surabaya.
2. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi
iii
4. Bilqis Aurora Davina dan Arnisa Pratiwi yang menjadi semangat dan
inspirasi saya.
5. Krisna Aji Wardana dan Andy Dharma Wijaya teman ku yang selallu
bersamaku dalam senang maupun duka, semoga persaudaraan kita tidak
aakan hilang dimakan waktu.
6. Teman-seperjuangan angkatan 2009 jurusan agroteknologi UPN “veteran”
Jawa Timur yang selalu memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surabaya, Januari 2013
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1
B.Tujuan ... 3
C.Hipotesis ... 4
II.TINJAUAN PUSTAKA A.Botani Tanaman Porang ... 5
B.Perkembangbiakan Tanaman Porang... 6
1. Perkembangbiakan dengan Bulbil ... 7
2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 7
3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 7
C.Syarat Tumbuh Porang ... 7
1. Keadaan Iklim ... 8
2. Keadaan Tanah ... 8
3. Kondisi Lingkungan ... 8
D.Budidaya Tanaman Porang ... 8
1. Persiapan Lahan ... 9
a. Pada Lahan Datar... 9
iv
2. Penanaman ... 9
3. Pemeliharaan Tanaman ... 9
a. Penyulaman ... 10
b. Pengairan ... 10
c. Penyiangan ... 10
d. Pemupukan ... 11
4. Pengendalian OPT ... 11
5. Pertumbuhan ... 11
6. Pemanenan ... 12
7. Pengolahan Pasca Panen ... 12
E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 12
F. Zat Pengatur Tumbuh ... 13
III. BAHAN DAN METODE A.Tempat dan Waktu ... 15
B.Bahan dan Alat ... 15
C.Metode Penelitian ... 15
D.Pelaksanaan Persiapan ... 18
1. Persiapan Media Tanam ... 18
2. Persemaian ... 18
a. Untuk benih tanaman porang ... 18
b. Untuk bibit tanaman porang yang sumber bibitnya dari bulbil 19
c. Untuk bibit tanaman porang yang berasal dari umbi ... 19
3. Penanaman ... 20
5. Pemeliharaan ... 22
a. Penyiraman ... 22
b. Penyiangan ... 22
c. Pemupukan ... 22
d. Pengendalian OPT ... 22
e. Pembumbunan ... 23
6. Peubah Pengamatan... 23
E. Analisa Data ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 25
1. Diameter Batang Tanaman Porang ... 25
2. Lebar Kanopi Tanaman Porang ... 26
3. Tinggi Tanaman Porang ... 28
4. Bobot Umbi Tanaman Porang dan Penambahan Bobot Umbi ... 29
5. Jumlah Bulbil Tanaman Porang... 31
6. Periode Tumbuh Aktif Tanman Porang ... 32
7. Diameter Umbi Tanaman Porang ... 34
B.Pembahasan ... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
Nama : Victor Andy Pr anyoto Npm : 0925010016 “Kajian Konsentrasi Cppu Ter hadap Pertumbuhan Dan Hasil Beber apa Sumber Bibit Porang (Amorphophallus onchophyllus)”.
Dibimbing Oleh : Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Dan Ir. Suwandi, MP
Ringkasan
Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan naman Iles-Iles Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih.
Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh, seperti CPPU. CPPU ini merupakan sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan dan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh CPPU tersebut diharapkan tanaman mampu tumbuh dengan baik sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan maksimal.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya tanaman porang dan mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dalam pertumbuhan dan hasil tanaman porang.
Diduga terdapat interaksi nyata, antara sumber bibit dengan pemberian zat pengatur tumbuh CPPU. Sumber bibit yang berasal dari umbi porang menghasilkan pertumbuhan dan hasil terbaik dibandingkan dengan sumber bibit yang lain (benih dan bulbil). Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur pada ketinggian 5m dpl dan ternaungi oleh tanaman mengkudu. Penelitian dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2013.
Dibimbing Oleh : Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Dan Ir. Suwandi, MP
Abstrak
Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan
naman Iles-Iles mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu dapat
tumbuhan dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Tanaman porang
memiliki zat glukomanan yang tinggi. Selain menggunakan bulbil, porang juga
dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Salah satu upaya
pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh
(CPPU) merupakan sitokinin sintetis yang efektif menghambat penuaan dan
mempecepat pembelahan sel. Adapun tujuan dari penelitian ini mengetahui
interaksi antara konsentrasi CPPU dengan perlakuan sumber bibit yang optimum,
mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dan mengetahui
jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya tanaman porang.
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
interaksi nyata antara perlakuan konsentrasi CPPU dan macam sumber bibit,
konsentrasi zat pengatur tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot umbi,
peningkatan bobot umbi panen, diameter umbi dan periode tumbuh aktif, yang
mana pemberian CPPU dapat meningkatkan bobot umbi dan sumber bibit bulbil
lebih baik dibandingkan sumber bibit dari umbi maupun biji dalam hal
penambahan bobot umbi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan
naman Iles-Iles Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm,
batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang
(totol-totol) putih. Batang tunggal bercabang menjadi tiga batang sekunder dan akan
bercabang lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap ketiak akan tumbuh
bulbil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai salah satu alat
perkembangbiakan tanaman Porang. Selain dengan menggunakan bulbil porang
juga dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Umbi inilah
yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan yang nilai jualnya
tinggi (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004).
Tanaman porang mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu
dapat tumbuhan dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat
tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas cahaya matahari berkurang
sampai dengan50% (Sumarwoto, 2008).
Kegunaan tanaman porang adalah untuk keperluan industri antara lain
untuk mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi
yang memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah.
Selain itu bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai
bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip
selulosa. Sedangkan larutan manan bila dicampur dengan gliserin atau natrium
dipergunakan untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian-bagian keloid yang
terapung dalam industri bir, gula, minyak, dan serat.
Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles ini banyak disukai
oleh masyarakat Jepang berupa mie shirataki dan tahu. Salah satu perusahaan
yang memproduksi bahan makanan yang berasal dari porang seperti PT Ambico,
banyak mengekspornya ke negara matahari terbit tersebut. Tanaman porang itu
sendiri dapat dipanen setelah berumur 3 tahun (3 kali pertumbuhan vegetatif).
Dengan perkiraan harga umbi saat ini sekitar Rp. 2000-3000,-/Kg dalam keadaan
basah. Sedangkan apabila dijual dalam bentuk irisan keripik yang kering (Chips),
dapat dijual dengan harga Rp. 20.000,-/Kg. Apabila mampu menjualnya langsung
ke pihak investor dari Jepang akan dihargai sekitar USD 18/Kg. Dalam setiap
tanaman rata-rata dapat memanen hasil sebanyak 2 Kg umbi, dan dalam setiap
hektarnya dapat diperoleh 12-20 ton atau sekitar 1,5-3 ton chip kering. Untuk
pasar luar negeri, masih sangat terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang,
Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa.
Kendala pengembangan tanaman porang di Indonesia adalah keterbatasan
informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan
ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang
tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan. Upaya budidaya
yang intensif tentu saja harus ditunjang oleh ketersediaan bibit. Perlu dicoba
dengan pengadaan bibit dengan sumber bibit selain umbi yaitu benih dan bulbil.
Tanaman porang ini pertumbuhanya tergantung pada musim, sehingga tumbuh
tunas pada awal musim hujan dan menjelang akhir musim hujan akan mengalami
3
tahun. Untuk itu perlu dipacu pertumbuhannya dengan zat pengatur tumbuh
golongan sitokinin.
Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan aplikasi
zat pengatur tumbuh, seperti CPPU (N-(2-Chloro-4-pyridinyl)-N-phenylurea).
CPPU ini merupakan sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan dan
dengan menggunakan zat pengatur tumbuh CPPU tersebut diharapkan tanaman
mampu tumbuh dengan baik sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan
maksimal.
Fungsi zat pemecah dormansi adalah memperpendek periode dormansi
dengan meningkatkan aktifitas meristem sub-apikal. Tingginya kandungan
giberelin oleh aplikasi thiourea 0.5% menunjukkan bahwa thiourea efektif
meningkatkan kandungan hormon giberelin endogen, sehingga terjadi perubahan
keseimbangan kearah peningkatan senyawa pemacu tumbuh dengan efek
fisiologis berupa pertumbuhan. Aplikasi CPPU 5 ppm efektif meningkatkan
kandungan sitokinin dalam jaringan pucuk daun (Hidayat, 2005).
B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari Kegiatan Penelitian Budidaya Tanaman Porang
ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui interaksi antara konsentrasi CPPU dengan perlakuan sumber
bibit yang optimum.
2. Mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dalam
pertumbuhan dan hasil tanaman porang
3. Untuk mengetahui jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya
C. Hipotesis
1. Diduga terdapat interaksi nyata, antara sumber bibit dengan pemberian
zat pengatur tumbuh CPPU terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
porang.
2. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman porang.
3. Sumber bibit yang berasal dari umbi porang menghasilkan
pertumbuhan dan hasil terbaik dibandingkan dengan sumber bibit yang
II. TINJ AUAN PUSTAKA
A.Botani Tanaman Porang
Klasifikasi tanaman porang ( Anonim, 2013) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus oncophyllus Prain
Menurut Sumarwoto (2005), Porang dikenal juga dengan tanaman
Iles-Iles. Merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm
dengan umbi yang berada di dalam tanah. Batang tegak, lunak, batang halus
berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal
memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi
tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil/katak berwarna
coklat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan tanaman Porang. Tinggi
tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah.
Bunga muncul apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah
mencukupi untuk pembungaan. Sebelum bunga muncul, seluruh daun termasuk
tangkainya akan layu. Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan,
yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang bunga.
Kuntum bunga tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan
bunga jantan terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina.
Struktur generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat
lalat untuk membantu penyerbukannya, pemekaran berlangsung sekitar tiga hari
(Anonim, 2010).
Umbi porang dibersihkan dari kotoran berupa tanah dan akar yang
menempel setelah dilakukan pemanenan. Kemudian diiris dengan ketebalan
sekitar 0,5 Cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah terik matahari
hingga benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan waktu sekitar 5
hari. Pada tahap ini porang harus benar-benar kering, untuk menghindari
timbulnya jamur yang dapat mengurangi kualitas dan harga jual porang (Junaidi,
2012).
B.Per kembangbiakan Tanaman Porang
Menurut Dwiyono (2009), Perkembangbiakan tanaman Porang dapat
dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan umbi dan
bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat dilakukan melalui
7
1. Per kembangbiakan dengan bulbil
Bulbil ini pada masa panen dikumpulkan kemudian disimpan sehingga
bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah
disiapkan. Dalam 1 kg bulbil berisi sekitar 100 butir bulbil untuk ditanam.
2. Per kembangbiakan dengan Biji/Buah
Tanaman Porang pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan
bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Bunga akan layu setelah lebih dari
tujuh hari. Kemudian akan terlihat tunggul tongkol bunga yang dipenuhi biji
generatif berwarna merah. Itu adalah hasil dari pembuahan serbuk sari dari bunga
tersebut. Dalam satu tongkol buah bisa menghasilkan biji sampai 250 butir yang
dapat digunakan sebagai bibit Porang dengan cara disemaikan terlebih dahulu.
3. Per kembangbiakan dengan Umbi
Umbi yang kecil diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah
terlalu rapat sehingga perlu untuk dikurangi. Hasil pengurangan ini dikumpulkan
yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bibit. Umbi yang terlalu besar
dipecah-pecah sesuai dengan selera selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan.
C.Syar at Tumbuh Tanaman Porang
Menurut Sumarwoto (2004), Tanaman Porang pada umumnya dapat
tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya tanaman
Porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang merupakan
syarat-syarat tumbuh tanaman Porang, terutama yang menyangkut iklim dan keadaan
1. Keadaan Iklim
Tanaman Porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang
sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman
Porang membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman Porang
dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Namun wilayah yang paling bagus
berada pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Hidayat,
Dewanti dan Hartojo, 2012)
2. Keadaan Tanah
Tanaman Porang menghendaki tanah dengan struktur gembur/subur serta
tidak becek (tergenang air) agar menghasilkan umbi yang baik. Derajat keasaman
tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 serta pada kondisi jenis tanah apa saja
(Sumarwoto, 2004).
3. Kondisi Lingkungan
Wijayanto dan Pratiwi (2011), mengatakan bahwa naungan yang ideal
untuk pertumbuhan tanaman porang adalah naungan dengan tegakan pohon
sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon bernaungan 80%.
D.Budidaya Tanaman Porang
Budidaya tanaman porang memiliki langkah langkah sebagai berikut
9
1. Persiapan lahan
a. Pada lahan datar
Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan
selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang di sesuaikan dengan lahan. Jarak
antara gulu dan adalah 50 cm.
b. Pada lahan miring
Lahan dibersihkan tidak perlu di olah. Lalu dibuat lubang tempat ruang
tumbuh bibit tanaman porang yang dilaksanakan pada saat penanaman.
Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetative dan generative
(biji,tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat.
2. Penanaman
Porang sangat baik di tanam ketika turun hujan, yaitu sekitar
November-Desember. Tahapan dalam menanam porang yaitu bibit yang sehat satu persatu di
masukkan ke dalam lubang tanam dengan letak bakal tunas menghadap ke atas.
Tutup bibit tersebut dengan tanah halus atau tanah olahan setebal sekitar 3 cm.
Tiap lubang tanaman di isi satu bibit porang jarak tanam tergantung kebutuhan.
3. Pemeliharaan tanaman
Tanaman porang merupakan yang mudah tumbuh dan tidak memerlukan
pemeliharaan secara khusus. Namun untuk mendapatkan hasil melalui
pertumbuhan dan produksi yang maksimal, dapat dilakukan dengan melakukan
a. Penyulaman
penyulaman ialah tindakan penggantian tanaman mati dengan tanaman
baru. Tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan
tanaman baru. Biasanya tanaman dilakukan penyulaman setelah tanaman tersebut
ditanam sehingga jika terjadi tanaman mati akan mudah diketahui.
b. Pengairan
Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) biasanya tanaman porang
ditanam pada awal musim hujan, sehingga pengairan tidak diperlukan, tetapi
apabila setelah tanam untuk beberapa hari sampai satu minggu tidak hujan, maka
sebaiknya (bila memungkinkan) bibit porang yang sudah ditanam tersebut segera
dialiri dengan cara menggenagi lahan untuk beberapa saat.
Penggenangan dilakukan dengan cara mengaliri air melalui saluran (parit)
yang ada ditepi dan ditengah lahan. Selain untuk penggenangan fungsi lain dari
parit tersebut juga untuk pengaturan drainase pada saat musim hujan, agar air
hujan tidak menggenang cukup lama dilahan porang sebab tanaman porang tidak
suka dengan genangan air yang relatif lama yang dapat menyebabkan tanaman
porang roboh atau mati.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa
rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan air,
unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan sebulan
setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat dilakukan
11
yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar membusuk dan menjadi
kompos.
d. Pemupukan
Pada saat pertama kali bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar dengan
menggunakan pupuk kompos, selanjutnya untuk pemupukan susulan dilakukan
setahun sekali yaitu pada awal musim hujan. Jenis dan dosis pupuk urea 10
gram/lubang SP 36 5 gram/lubang dan KCl 5 gram/lubang. Pemberian pupuk
dilakukan dengan cara ditugal di sekitar batang porang.
4. Pengendalian OPT
Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut menunjukkan
gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun kepala besar
(Papilio molytes, L), ulat kantong (Mahasena orbetti, L), dan belalang (Locus, sp)
dikendalikan secara manual disertai dengan penyemprotan insektisida. Insektisida
yang digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis
1ml/ liter air.
5. Pertumbuhan
Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 5-6 bulan setiap
tahunnya yaitu pada musim penghujan. Di luar masa itu tanaman porang
mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak
seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan
6. Pemanenan
Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen
untuk pertama kalinya. Setelah itu tanaman ini dapat dipanen tanpa harus
menanam kembali umbinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April
sampai Juli pada saat tanaman mengalami masa dormasi. Ciri-ciri umbi sudah
saatnya dipanen adalah sebagian besar atau seluruh bagian tanaman diatas tanah
sudah mengering dan tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi
petunjuk keberadaan umbi porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang
sudah besar yang beratnya mencapai lebih dari 1 kg/umbi, sedangkan umbi yang
masih kecil ditinggalkan untuk dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi
umbi porang sekitar 10 ton per hektar.
7. Pengolahan Pasca Panen
Umbi porang dibersihkan dari kotoran berupa tanah dan akar mengerig
yang menempel setelah dilakukan pemanenan. Kemudian diiris menjadi chip
dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah
terik matahari hingga benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan
waktu sekitar 5 hari apabila terik matahari cukup tinggi. Pada tahap ini porang
harus benar-benar kering, untuk menghindari timbulnya jamur yang dapat
mengurangi kualitas dan harga jual umbi porang.
E.Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang
Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012), Tanaman porang hanya
mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap tahunnya yaitu pada musim
13
memasuki bulan Desember terjadi pertumbuhan vegetatif yang cepat terhadap
tanaman porang, sedangkan pada bulan Januari akan terjadi pertumbuhan bulbil.
Pada bulan Pebruari terjadi peningkatan laju pertumbuhan batang dan
bulbil tanaman porang secara maksimal. Selanjutnya memasuki bulan Maret
sebagian tanaman porang sudah mulai roboh dan memasuki masa dormansi. Pada
bulan April batang tanaman porang roboh, batang dan daun mengering akan tetapi
masih melekat pada mata tunas dibagian umbi. Panen umbi porang dan bulbil
dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus (Hidayat, Dewanti dan Hartojo,
2012).
F. Zat Pengatur Tumbuh
Pertumbuhan tanaman ditentukan adanya faktor lingkungan dan genetis.
Pertumbuhan dikendalikan secara alami oleh adanya hormon endogen. Hormon
adalah zat pengatur tumbuh (ZPT), tetapi zat pengatur tumbuh tidak selalu
hormon. Hormon adalah kegiatan molekul-molekul yang kegiatanya mengatur
reaksi-reaksi metabolisme penting. Molekul-molekul ini dibentuk didalam
organisme dengan proses metabolik dan merupakan senyawa yang bukan hara
atau bukan berfungsi sebagai nutrisi (Wilkins, 1992).
Dalam tubuh tumbuhan, zat pengatur tumbuh memiliki peranan yang
sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan
hidupnya. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu
Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin, 1985).
Untuk memperoleh hasil yang maksimal pertumbuhan tanaman porang
dipacu dengan zat pengatur tumbuh CPPU yang merupakan zat pengatur tumbuh
perkecambahan, menunda penuaan, memainkan peranan penting dalam
pengaturan berbagai proses biologis seperti aktivitas pertumbuhan, perkembangan
dan metabolisme. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan
pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga
dapat menunda penuaan daun, bunga, dan buah dengan cara mengontrol dengan
baik proses kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman (Junaidi,
2010).
Sitokinin dapat berpengaruh dalam penuaan pada sel, jaringan, organ, atau
tingkat seluruh tanaman yang dikendalikan dengan jumlah internal maupun faktor
eksternal seperti kondisi lingkungan. zat pertumbuhan tanaman memberikan
peranan yang sentral dalam mengatur proses penuaan. Sitokinin yang terlibat
dapat memperlambat banyak proses yang berkontribusi terhadap penuaan tanaman
(Arteca, 1996).
Sitokinin merupakan nama kelompok ZPT yang sangat penting sebagai
pemacu pertumbuhan morfologi dalam kultur jaringan (Santoso dan Nursandi,
2003). Zat pengatur tumbuh sitokinin mempunyai peranan dalam pembelahan sel .
(Abidin, 1985). Sitokinin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan
sel, aktifitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa
protein. Pemberian Sitokinin selain menambah tingi tanaman juga menambah luas
daun, berat kering tanaman, mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan
III. BAHAN DAN METODE
A.Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur pada ketinggian 5m dpl dan ternaungi oleh tanaman
mengkudu. Penelitian dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan April
2013.
B. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah taman, benih tanaman
porang, bulbil tanaman porang dan umbi tanaman porang serta zat pengatur
tumbuh (CPPU), kompos, pupuk NPK majemuk. Alat yang digunakan adalah
cangkul, sekrop, label, bambu, gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris,
meteran, kamera, dan alat tulis.
C. Metode Penelitian
Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan di ulang sebanyak tiga kali. Faktor I
merupakan perlakuan konsentrasi CPPU yang terdiri dari 4 level dan faktor II
adalah perlakuan macam sumber bibit yang terdiri dari 3 level.
Faktor I : Perlakuan Konsentrasi CPPU (K)
K0. Tanpa CPPU (Kontrol)
K1. CPPU (5ppm)
K2. CPPU (10ppm)
Faktor II : Macam Sumber Bibit (B) :
B1 . Bibit berasal dari umbi
B2. Bibit berasal dari bulbil
B3. Bibit berasal dari biji/ benih
Apabila level-level dari kedua faktor tersebut digabungkan akan diperoleh
12 perlakuan kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan
percobaan dengan rincian. Sebagai berikut :
B1K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari
umbi yang disemprot dengan air biasa.
B1K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang
disemprot CPPU konsentrasi 5ppm.
B1K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang
disemprot CPPU konsentrasi 10ppm.
B1K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari umbi yang
disemprot CPPU konsentrasi 15ppm.
B2K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari
bulbil yang disemprot dengan air biasa.
B2K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang
disemprot dengan CPPU konsentrasi 5ppm
B2K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang
disemprot dengan CPPU konsentrasi 10ppm
B2K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil yang
17
B3K0 Adalah Kontrol yaitu tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari
benih yang disemaikan dan disemprot dengan air biasa
B3K1 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang
disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 5ppm
B3K2 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang
disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 10ppm
B3K3 Adalah tanaman porang yang sumber bibitnya berasal dari benih yang
disemaikan dan disemprot dengan CPPU konsentrasi 15ppm
Dari 12 perlakuan kombinasi tersebut kemudian untuk penempatan
tanaman dalam polybag tersebut dalam rancangan penelitian dilakukan
penempatan secara acak (random) untuk masing-masing kelompok sebagai
ulangan. Hasil dari pengacakan tersebut adalah sebagai berikut : U
D. Pelaksanaan penelitian
1. Persiapan media tanam
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah taman. Media
tanam merupakan campuran tanah taman dan pupuk kompos dengan
perbandingan 3:1. Setelah media tanam tercampur merata, maka selanjutnya
media tanam tersebut dimasukkan kedalam polybag ukuran 25x 30 cm sampai
dengan 4/5 bagian terisi penuh.
2. Persemaian
a. Untuk benih tanaman porang
Persemaian biji (rata-rata berat biji 0,7g) tanaman porang dilakukan dalam
media persemaian yang diisi dengan media pasir. Setelah berkecambah dan
menjadi bibit setinggi 10 cm bibit dipindah ke polybag yang media tanamnya
adalah campuran media tanam yang telah disiapkan yaitu tanah taman dicampur
kompos dengan perbandingan 3:1 (tanah taman:kompos).
Transplanting dari tray persemaian kepolybag dilakukan secara hati-hati
jangan sampai akar bibit semai porang terputus dan dipindahkan lagi kedalam
media yang lebih besar yaitu menggunakan polybag berukuran 10x15 cm, sekitar
4 minggu bibit porang sudah siap untuk dipindah kedalam polybag yang
berukuran 25x25cm yang berada di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur dan siap untuk dilakukan perlakuan dengan menggunakan
19
Gambar 2. Tongkol Buah yang didalamnya Terdapat Biji Tanaman Porang
b. Untuk bibit tanaman porang yang sumber bibitnya dari bulbil
Bulbil yang akan dipergunakan dipilih yang sudah memperlihatkan
pertumbuhan tunas dan memiliki bentuk yang relatif sama dengan rata-rata berat
bulbil 5-7g. Bulbil yang terpilih sebagai sumber bibit adalah yang sudah
memperlihatkan calon tunas. Selanjutnya media tanam yang sudah disiapkan
dengan polybag berupa media tanamnya campuran tanah taman : kompos (3:1)
ditanami dengan bulbil yaitu satu bulbil satu polybag.
Gambar 3 . Bulbil Siap Tanam
c. Untuk bibit tanaman porang yang berasal dari umbi
Umbi yang akan dipergunakan sebagai bibit dipilih yang ukuranya
rata-rata sebesar 80g dengan bentuk bulat dan dipilih umbi yang sudah
Gambar 4 . Umbi Tanaman Porang Siap Tanam
Caranya yaitu polybag yang sudah berisi media tanam 4/5 bagian penuh
tersebut ditanami umbi dengan peletakan bagian yang sudah muncul calon
tunasnya berada diatas dengan penanamanya sedalam dengan permukaan tanah.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan pada sore hari, hal ini dilakukan agar tidak terkena
teriknya sinar matahari yang menyebabkan kelayuan pada bibit porang. Setelah
dilakukan penanaman kemudian disiram dan dilakukan penataan dilapang sesuai
denah perlakuan hasil pengacakan (Random Sampling).
4. Per lakuan Pemberian CPPU
Aplikasi CPPU sesuai dengan perlakuan masing-masing konsentrasi
dilakukan dengan menyemprotkan larutan CPPU yang telah dibuatkan larutan
stoknya. Volume semprotnya ditentukan dengan cara dilakukan kalibrasi terhadap
daun yang paling luas. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara menyemprot secara
merata keseluruh permukaan daun bagian atas dan bagian bawah sampai air
tersebut menetes. Dari kalibrasi tersebut didapat volume semprot sebanyak 45 ml,
kemudian dilakukan perlakuan konsentrasi CPPU dengan volume 45 ml dengan
21
Perlakuan CPPU diberikan pada tanaman porang yang berumur3 bulan,
hal ini disebabkan karena pada usia 3 bulan tanaman porang memiliki tinggi yang
relatif seragam sehingga jika dilakukan perlakuan sudah memenuhi kriteria
keseragaman tinggi tanaman. Pemberian CPPU dilakukan sebanya 2 kali yaitu
pada saat umur 3 bulan dan 3 hari setelah perlakuan pertama, hal ini dilakukan
supaya perlakuan CPPU benar-benar terserap dengan baik dan berpengaruh
terhadap tanaman tersebut.
Menurut Husniya (2012), pembuatan larutan stok CPPU dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Untuk pembuatan larutan stok 1000ppm :
1000 ppm =
. .
= . .
=
Jadi untuk mencari konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU dapat
dilakukan dengan perhitungan rumus sebagai berikut :
M1 x V1 = M2 x V2
Keterangan :
V1 = Volume larutan standart yang diencerkan
V2 = Volume larutan pengenceran
M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan
5. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pagi atau sore hari dengan menggunakan
gembor. Masing-masing polybag tanaman porang disi air hingga tanah tidak
mampu menyimpan air karena pori-pori tanah sudah tidak mampu menyerap air
sehingga melebihi kapasitas lapang.
b. Penyiangan
Penyiangan ini dilakukan jika terdapat gulma pada sekitar pangkal
tanaman porang sehingga tidak terjadi persaingan kebutuhan unsur hara pada
media tanam tanaman porang. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma
yang berada disekitar pangkal tanaman porang.
c. Pemupukan
Pada saat persiapan media tanam, dilakukan pemupukan dasar berupa
pupuk kompos. Selanjutnya untuk pemupukan susulan berupa pupuk NPK
majemuk yang diberikan 3 kali, yaitu setiap bulan dengan dosis 40gr tiap
tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditanam di sekitar pangkal
batang porang.
d. Pengendalian OPT
Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut menunjukkan
gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun kepala besar
(Papilio molytes, L). Pengendalian dapat dilakuakn secara manual jika terdapat
sedikit hama sedangkan jika hama yang menyerang terlalu banyak atau pada
23
digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis 1ml/ liter
air.
e. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan jika media tanam didalam polybag sudah mulai
memadat atau berkurang yaitu berkurang 4/5 bagian polybag. Caranya dengan
mengemburkan media tanam dan hindarkan melukai akar atau umbinya.
6. Peubah pengamatan
Pengamatan dilakukan secara non destruktif dan destruktif. Pengamatan
non destruktif meliputi :
- Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai titik percabangan
pada daun.
- Lebar kanopi, diukur diameter bagian kanopi yang paling lebar.
- Diameter batang, diukur diameter batang pada ketinggian 10 cm dari
pangkal batang.
- Periode tumbuh aktif, mengamati lama pertumbuhan aktif setelah
perlakuan hingga batang dan daunya mulai roboh (dormansi).
- Jumlah bulbil, dihitung jumlah bulbil per tanaman.
Sedangkan peubah destruktif dilakukan dengan cara memanen umbi,
peubahnya meliputi :
- Diameter umbi terlebar, diukur diameter yang terbesar dengan
menggunakan jangka sorong.
- Bobot umbi per tanaman diukur bobot umbi sesaat setelah panen setelah
umbi dibersihkan dari kotoran tanah dan akar yang mengering dengan
- Penambahan bobot umbi, diukur selisih bobot umbi panen dikurangi
dengan bobot umbi awal saat ditanam.
E. Analisis data
Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis
sidik ragam (Anova). Apabila F hitung > F tabel (5% dan 1%) maka dilanjutkan
dengan uji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%)
(Gaspersz, 1991).
Yij = µ + αi + βj + α (β)i j + εijk
Dimana:
Yij = Variabel respon karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-i dan faktor
B taraf ke-j
µ = Efek rata-rata yang sebenarnya
αi = Efek dari taraf ke-i blok (Sumber bibit)
βj =Efek dari taraf ke-j pemberian konsentrasi CPPU
α (β) ij =Efek interaksi antara taraf ke-i blok dan taraf ke-j pemberian konsentrasi
CPPU
εij =Efek kesalahan percobaan dari perlakuan naungan ke-i dan pemberian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Diameter Batang Tanaman Porang
Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap
diameter batang semu di beberapa sumber bibit tanaman porang dapat diketahui
bahwa sumber bibit (B) berpengaruh nyata terhadap diameter batang semu
tanaman porang umur 6 HSP, 12 HSP dan menjelang dormansi. Sementara itu
konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada
seluruh umur pengamatan. Demikian juga kedua perlakuan tidak menunjukkan
adanya interaksi yang nyata terhadap diameter batang semu (Tabel Lampiran 1-
3).
Berdasarkan tabel 1 ditunjukkan bahwa menjelang dormansi sumber bibit
dari umbi porang (B1) menghasilkan diameter batang terbesar (2,46 cm) dan
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit yang lain (B2 dan
B3). Demikian juga pengaruhnya pada pengamatan umur 6 HSP dan 12 HSP.
Rata-rata diameter batang semu tanaman porang oleh pengaruh perlakuan
konsentrasi CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP,
Tabel 1. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)
Terdapat peningkatan diameter batang semu porang saat menjelang
dormansi oleh perbandingan pengaruh perlakuan sumber bibit dari umbi ( B1)
dengan perlakuan sumber bibit yang berasal dari biji sebesar 123%. Perbandingan
perlakuan sumber bibit dengan bulbil sebesar 44%.
Pada tabel 1 juga dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU tidak
berpengaruh nyata terhadap diameter batang meskipun demikian terdapat
kecenderungan peningkatan diameter batang semu menjelang dormansi oleh
rata-rata pengaruh CPPU dengan peningkatan diameter batang semu sebesar 8%
dibandingkan dengan kontrol (tanpa CPPU).
2. Lebar Kanopi Tanaman Porang
Hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap lebar kanopi
27
sumber bibit (B) berpengaruh sangat nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang
pada umur 6 HSP, 12 HSP dan menjelang dormansi. Sementara itu perlakuan
konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi pada seluruh
umur pengamatan, demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang (Tabel Lampiran 4-6).
Rata-rata lebar kanopi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan
konsentrasi CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP,
12 HSP dan menjelang dormansi disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa menjelang dormansi sumber bibit yang
berasal dari umbi porang (B1) menghasilkan lebar kanopi terlebar yaitu 59,50cm
dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit yang lain ( B2
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU tidak
berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang, meskipun terdapat
kecenderungan peningkatan lebar kanopi tanaman porang menjelang dormansi
oleh rata-rata pengaruh CPPU sebesar 13% dibandingkan dengan kontrol.
3. Tinggi Tanaman Porang
Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU terhadap
tinggi tanaman di beberapa sumber bibit tanaman porang dapat diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
porang pada seluruh umur pengamatan. Sementara itu perlakuan sumber bibit (B)
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 6 HSP, 12 HSP
dan menjelang dormansi, demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan tidak
menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tinggi tanaman porang (Tabel
Lampiran 7-9).
Pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa sumber bibit pada umur 6 HSP,
12 HSP dan menjelang dormansi yang berasal dari sumber biji porang (B3)
memiliki tinggi tanaman terendah sedangkan sumber bibit dengan umbi (B1)
memiliki tinggi tanaman tertinggi. Berdasarkan uji BNT 5% Sumber bibit yang
berasal dari umbi (B1) menunjukkan hasil berbeda nyata dibandingkan dengan
perlakuan sumber bibit yang lain (B2 dan B3) pada ketiga pengamatan tersebut.
Rata-rata tinggi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi
CPPU dari beberapa sumber bibit tanaman porang pada umur 6 HSP, 12 HSP dan
29
Pada tabel 3 juga diketahui bahwa rata-rata perlakuan konsentrasi CPPU
5ppm menunjukkan peningkatan tinggi tanaman sebesar 8% dibandingkan dengan
kontrol.
4. Bobot Umbi Tanaman Porang dan Penambahan Bobot Umbi.
Hasil analisis statistik pengaruh konsentrasi CPPU dan beberapa macam
sumber bibit tanaman porang menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap bobot
umbi tanaman porang. Namun demikian juga diketahui bahwa kedua perlakuan
tidak menunjukkan adanya interaksi yang nyata terhadap bobot umbi tanaman
porang (Tabel Lampiran 10).
Rata-rata bobot umbi tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi
Tabel 4. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari umbi
(B1) berbeda sangat nyata dengan perlakuan sumber bibit lainnya (bulbil dan biji).
Sumber bibit yang berasal dari umbi (B1) memiliki bobot umbi terbesar yaitu
108,52 g dan diikuti sumber bibit yang berasal dari bulbil (B2) sebesar 38,49 g,
sedangkan sumber bibit yang berasal dari biji (B3) menghasilkan bobot umbi
yang paling ringan yaitu 17,73 g. Pada peubah pengamatan selisih bobot umbi
awal dan hasil menunjukkan bahwa sumber bibit bulbil (B2) mampunyai selisih
terbesar yaitu 32,28g dan sumber bibit yang berasal dari biji memberikan selisih
yang sedikit 17,03 g. Perlakuan konsentrasi CPPU menunjukkan hasil berbeda
nyata, dimana perlakuan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm berbeda nyata
31
berbeda nyata satu dengan lain. Konsentrasi CPPU 5 ppm menunjukkan
peningkatan terbaik bobot umbi sebesar 38% dibandingkan kontrol (K0).
Pengaruh konsentrasi CPPU terhadap penambahan bobot umbi panen
menunjukkan pengaruh yang nyata CPPU 15 ppm (K3) menghasilkan
penambahan bobot umbi terbesar 33,34 g atau meningkat 156% dibandingkan
dengan kontrol.
5. J umlah Bulbil Tanaman Porang
Dari hasil analisis stastistik bahwa perlakuan sumber bibit (B)
berpengaruh nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang, akan tetapi perlakuan
konsentrasi CPPU (K) menunjukkan hasil tidak nyata terhadap jumlah bulbil.
Demikian juga kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya interaksi
antara sumber bibit (B) dan konsentrasi CPPU (K) (tabel lampiran 11). Rata-rata
jumlah bulbil tanaman porang oleh pengaruh perlakuan konsentrasi CPPU dari
beberapa sumber bibit tanaman porang disajikan pada tabel 5.
Sumber bibit pada tabel 5 yang berasal dari umbi (B1) memiliki jumlah
bulbil terbanyak yaitu 4,25 dan berbeda nyata dengan perlakuan sumber bibit
yang berasal dari bulbil (B2) dan biji (B3) berturut-turut sebanyak 1,55 dan 0,69.
Namun perlakuan sumber bibit bulbil (B2) dan biji (B3) menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang. Peningkatan jumlah bulbil
tanaman porang oleh perlakuan sumber bibit dari umbi (B1) meningkat 515%
dibandingkan perlakuan (B3) dan 174% dibandingkan dengan perlakuan (B2).
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa konsentrasi CPPU (K) tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah bulbil, namun konsentrasi 10 ppm
menunjukkan perolehan jumlah bulbil yang terbanyak yaitu 2,54 buah
dibandingkan kontrol yang memiliki jumlah bulbil sebanyak 1,41 buah.
Prosentase peningkatan jumlah bulbil tanaman porang oleh rata-rata perlakuan
CPPU meningkat 70% dibandingkan kontrol (K0).
6. Periode Tumbuh Aktif Tanaman Porang
Hasil analisis statistik perlakuan sumber bibit (B) dan konsentrasi CPPU
(K) terhadap periode aktif tanaman porang diketahui bahwa masing-masing faktor
tunggal menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (F Hitung > F1%). Sedangkan
kombinasi perlakuan sumber bibit tanaman porang dan konsentrasi CPPU tidak
berinteraksi nyata terhadap periode tumbuh aktif tanaman porang (Tabel
Lampiran 12).
Rata-rata pemanjangan periode aktif tanaman porang oleh pengaruh
33
Tabel 6. Pengaruh per lakuan sumber bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap periode tumbuh aktif tanaman por ang.
Per lakuan Periode Tumbuh Aktif (HSP)
Konsentr asi CPPU (K) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
HSP : Hari Setelah Perlakuan.
Pada tabel 6 diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)
menghasilkan periode tumbuh aktif terpendek dan berbeda nyata dengan sumber
bibit yang berasal dari biji (B1), namun tidak berbeda nyata dengan sumber bibit
yang berasal dari bulbil (B2).
pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang yang sumber bibitnya
berasal dari umbi (B1) adalah 20 hari dibandingkan dengan sumber bibit yang
berasal dari biji (B3) dan 7 hari dibandingkan dengan sumber bibit yang berasal
dari bulbil (B2).
Pada tabel 6 diperlihatkan juga bahwa konsentrasi CPPU dapat
memperpanjang periode tumbuh aktif tanaman porang dan berbeda nyata dengan
kontrol (tanpa CPPU). Namun demikian peningkatan konsaentrasi CPPU tidak
Pemanjangan periode aktif tanaman porang oleh pengaruh CPPU 10 ppm
(K2) adalah selama 24 hari, sedangkan pemanjangan periode aktif tanaman
porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3) berturut-turut
sebesar 16 dan 19 hari.
7. Diameter Umbi Tanaman Porang
Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan sumber bibit (B) dan
konsentrasi CPPU (K) terhadap diameter umbi tanaman porang diketahui bahwa
masing-masing faktor tunggal menunjukkan pengaruh nyata terhadap diameter
umbi, meskipun kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata, akan tetapi kedua
perlakuan tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap diameter umbi (tabel
lampiran 13).
Rata-rata diameter umbi tanaman porang oleh pengaruh sumber bibit dan
35
Pada tabel 7 perlakuan sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)
menunjukkan hasil yang terbaik dan berbeda nyata terhadap diameter umbi
tanaman porang dibandingkan dengan kedua sumber bibit yang lain sebesar 6,30
cm.
Perlakuan dengan menggunakan konsentrasi CPPU (K) menunjukkan hasil
nyata terhadap diameter umbi tanaman porang, konsentrasi dengan perlakuan 15
ppm memberikan diameter umbi tanaman porang terbesar yaitu 4,7 cm dan
berbeda nyata dengan kontrol maupun perlakuan 5 ppm (K1) namun tidak
berbeda dengan (k2).
B.Pembahasan
Dari hasil percobaan kajian konsentrasi CPPU terhadap pertumbuhan dan
hasil beberapa sumber bibit porang (Amorphophallus onchophyllus),
menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Akan tetapi
pemberian CPPU dengan tingkat konsentrasi yang berbeda disertai dengan
perlakuan sumber bibit akan memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap
peubah pengamatan selama pelaksanaan penelitian.
Menurut Poerwowidodo (1992) bila salah satu faktor berpengaruh lebih
kuat dari pada faktor lainya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila
masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat
kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam
mendukung suatu pertumbuhan tanaman.
Faktor tunggal dengan perlakuan konsentrasi CPPU (K) memberikan hasil
berbeda nyata terhadap peubah pengamatan pemanjangan periode tumbuh aktif,
diameter batang, lebar kanopi, tinggi tanaman dan jumlah bulbil tidak
menunjukkan hasil berbeda nyata.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian
CPPU pada peubah pengamatan jumlah bulbil menunjukkan bahwa tingkat
konsentrasi 10 ppm (K2) memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan kontrol
sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman porang dan dapat
mempengaruhi jumlah bulbil. Prosentase peningkatan jumlah bulbil tanaman
porang oleh rata-rata perlakuan CPPU meningkat 70% dibandingkan kontrol (K0).
Jumlah bulbil tanaman yang diberikan perlakuan CPPU ternyata menunjukkan
hasil lebih banyak dibandingkan tanaman porang tanpa aplikasi CPPU. Hal ini
dibenarkan oleh Dewi (2008) bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan
sel, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda
penuaan daun dengan cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan
kematian pada sel-sel tanaman.
Pada tabel 2 dan 3, peubah pengamatan lebar kanopi dan tinggi tanaman
porang perlakuan 5 ppm (K1) memberikan hasil yang maksimal terhadap kedua
peubah perlakuan tersebut. Konsentrasi CPPU tidak berpengaruh nyata terhadap
lebar kanopi tanaman porang, meskipun terdapat kecenderungan peningkatan
lebar kanopi tanaman porang menjelang dormansi oleh rata-rata pengaruh CPPU
sebesar 13% dibandingkan dengan kontrol.
Sedangkan pada perlakuan konsentrasi CPPU terhadap tinggi tanaman
porang pada faktor tunggal tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman akan
tetapi pada perlakuan konsentrasi CPPU menunjukkan hasil yang lebih tinggi
37
mampu mempengaruhi tinggi tanaman dan merangsang perluasan daun. Sitokinin
mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan
mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein. Pemberian Sitokinin
selain menambah tingi tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman,
mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan buah (Yusnita, 2003).
Tanaman porang dengan perlakuan konsentrasi CPPU 10 ppm (K2)
menunjukkan periode tumbuh aktif tanaman porang terlama yaitu 44,31 hari.
Pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang oleh pengaruh perlakuan
CPPU 10 ppm (K2) adalah 24 hari, sedangkan pemanjangan periode tumbuh aktif
tanaman porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3) masing-
masing 16 dan 19 hari. Pada pertumbuhan tanaman hal yang paling
menguntungkan untuk hasil hasil produksi tanaman porang yaitu penundaan
penuaan tanaman sehingga tanaman tersebutmampu berproduksi dengan
maksimal. Menurut Arteca (1996) sitokinin memacu pembelahan sel dan
menghambat masa penuaan tanaman sehingga sitokinin mampu mempengaruhi
perkembangan dan masa tumbuh yang lebih lama. Jika tanaman tersebut dapat
tumbuh dengan baik maka tanaman dapat memaksimalkan produktifitas bulbil
maupun umbi tanaman porang.
Pada penelitian yang sudah dilaksanakan pemberian konsentrasi CPPU
memberikan hasil yang nyata terhadap bobot dan diameter umbi tanaman porang
dibanding dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan pendapat Nababan (2009), yang
mengemukakan bahwa manfaat hormon sitokinin sangat bergantung dari
konsentrasi yang diberikan. Jika dosisnya tepat akan sangat membantu
Sedangkan pada faktor tunggal perlakuan sumber bibit (B) memberikan
hasil berbeda nyata terhadap seluruh peubah pengamatan yang meliputi diameter
batang, lebar kanopi, tinggi tanaman, bobot umbi, jumlah bulbil, periode tumbuh
aktif dan diameter umbi tanaman porang.
Pada tabel 1 diketahui perlakuan sumber bibit yang berasal dari umbi (B1)
mampu memberikan hasil yang sangat nyata terhadap diameter batang tanaman
porang yaitu sebesar 2,46 cm, 1,70 cm, dan 1,10 cm (umbi, bulbil dan biji). Hal
ini juga berpengaruh terhadap lebar kanopi, pengaruh sumber bibit ysng bersal
dari umbi (B1) mampu menunjukkan hasil lebar kanopi 18,42 cm dibandingkan
dengan kontrol. Pada perlakuan sumber bibit tanaman porang yang bersumber
dari umbi (B1) berbeda nyata dengan kedua perlakuan sumber bibit yang berasal
dari bulbil (B2) dan biji (B3). Hal tersebut kemungkinan karena sumber bibit yang
berasal dari umbi memiliki kandungan makanan yang tinggi dibandingkan kedua
perlakuan tersebut hal ini dikarenakan besarnya sumber bibit umbi dibandingkan
yang lain. Dibenarkan oleh Jedeng (2011), semakin besar umbi bibit maka
kandungan proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap
kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya
kecambah pada saat pertumbuhan vegetatif.
Pada tabel 5 diketahui bahwa sumber bibit yang berasal dari biji
menghasilkan jumlah bulbil yang sedikit 0,69 buah, sedangkan sumber bibit yang
berasal dari umbi menghasilkan jumlah bulbil 4,25 buah. Tanaman porang yang
berasal dari biji mengahasilkan jumlah bulbil sedikit dikarenakan sumber bibit
yang berasal dari biji harus melalui beberapa tahap pertumbuhan untuk
39
yang terakhir transplanting sehingga terjadi perbedaan pertumbuhan dan dapat
mempengaruhi jumlah jumlah bulbil.
Perlakuan sumber bibit yang menghasilkan bobot dan diameter umbi
tanaman porang terbesar yaitu sumber bibit yang berasal dari umbi (B1). Diduga
pertumbuhan vegetatif tanaman porang yang maksimal akan menghasilkan
produktifitas tanaman yang bagus sehingga zat asimilat pada tanaman yang
dibutuhkan oleh produktifitas umbi dapat tercukupi maka umbi yang dihasilkan
akan lebih besar. Jika pertumbuhan tanaman tersebut tidak maksimal maka akan
terjadi kurangnya zat asimilat yang diperlukan untuk pembesaran umbi. Menurut
Hobir (2004) umbi bahan tanam tanaman iles-iles yang berukuran lebih besar
memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dari pada umbi yang
berukuran kecil, umbi yang berukuran lebih besar memiliki cadangan makanan
lebih banyak dari pada umbi yang berukuran kecil, sehingga mamapu mendukung
pertumbuhan tunas lebih cepat dan memberikan peluang pembentukan akar lebih
cepat.
Perlakuan sumber bibit tanaman porang sumber bibit yang berasal dari
umbi (B1) memiliki umur periode tumbuh aktif terpendek yaitu 26,20 hari
dibandingkan dengan sumber bibit yang berasal dari biji (B3) yaitu 46,08. Sumber
bibit yang berasal dari umbi (B1) memberikan hasil periode tumbuh aktif
terpendek dikarenakan tanaman porang memerlukan zat asimilat terhadap
produktifitas bulbil dan umbi tanaman porang sehingga laju pertumbuhan
tanaman terganggu dikarenakan zat asimilat berfokus pada pembesaran bulbil
maupun produktifitas umbi tanaman porang. Bukit (2008) menyatakan bahwa
penyerapan zat hara yang penting bagi tanaman. Dimana jika tanaman tersebut
memasuki masa reproduksi maka pertumbuhan vegetatif tanaman tersebut terhenti
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Tidak terdapat interaksi nyata antara perlakuan konsentrasi CPPU dan
macam sumber bibit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.
2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot
umbi, peningkatan bobot umbi panen, diameter umbi dan periode tumbuh
aktif. Konsentrasi CPPU 15 ppm memghasilkan bobot umbi porang
tertinggi.
3. Sumber bibit bulbil lebih baik dibandingkan sumber bibit dari umbi
maupun biji dalam hal penambahan bobot umbi.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman porang dengan
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa Bandung. Bandung. 85 hal.
Anam, K., Azrianingsih, R., dan Ekowati G. 2009 Perbandingan Kadar Senyawa Glukomanan dan Kalsium Oksalat pada Beberapa Varian Porang (Amorphophallus muelleri Blume.) dari Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, JawaTimur.
Anonim. 2010. Potensi-porang, www.info-ngluyu.blogspot.com
---. 2012. Budidaya tanaman porang Info kehutanan. jambiprov.go.id/ dwnpublikasi.asp?id.htm.
---. 2013. Kenali budidaya tanaman porang, www.infoblora.com.
Arteca. R. N. 1996. Plant Growth Substances. Principles and Applications , Chapman and Hall, New York, 332 hal.
Bukit. A, 2008 Pengaruh Berat Umbi Bibit Dan Dosis Pupuk Kcl Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang. Skripsi. Program studi agronomi departemen, departemen pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara (USU). Medan. (tidak dipublikasikan). 54 Hal
Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman, jurnal. 45 hal.
Dwiyono, K. 2009. Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus Muelleri Blume) dan Beberapa Manfaatnya. Jurnal Biodiversitas 6, (3) : 185-190.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan.Untuk Ilmu-ilmu Pertanian. CV. ARMICO. Bandung. 472 hal.
Hidayat. R, Subakti A, Poerwanto. R, Darusumba. L. K, dan Poerwoko. B. 2005. Aplikasi Zat Pemecah Dormansi Terhadap Pertumbuhan Tunas Manggis Muda. AGRIVET IX (2) : 106 – 119.
Hidayat. R, Dewanti F. D , dan Hartojo .2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang UPN ‘‘veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.
Husniya. 2012. Pengenceran larutan, www.eprints.uny.ac.id
43
Jedeng. I.W , 2011, Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, (Tidak Dipublikasikan).61 Hal.
Junaidi,W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com
Nababan.D ,2009. Pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan stek ekaliptus klon. Tesis. Faultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara (USU). Medan (Tidak Dipublikasikan). 45hal.
Poerwowidodo.1992.Telaah Kesuburan Tanah .Angkasa.Bandung 78hal.
Prihatyanto, T. 2007 Budidaya Belimbing Dan Porang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Dalam Dan Di Sekitar Hutan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi II. 31hal.
Sumarwoto. 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.11(2) : 45-53.
Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya Biodiversitas. 6 (3) : 185-190.
Sumarwoto. 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15 (1) : 7-11.
Supriati,Y., Widiati, H, A., Rusyadi ,Y., dan Mariska, I. 2003, Optimasi Sistem Perakaran dan Aklimatisasi Iles-iles (Amorpophalus sp.), Prosiding Seminar HasilPenelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, 250-255.
Wijayanto, N. dan Pratiwi, E. 2011, Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus) jurnal Silvikultur Tropika 2 (1) : 46-5.
Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hal.