• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI BERJUANG PADA NOVEL ”2” ( Studi Semiologi Representasi Berjuang Pada Novel 2).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI BERJUANG PADA NOVEL ”2” ( Studi Semiologi Representasi Berjuang Pada Novel 2)."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan Memper oleh Gelar Sar jana Pr ogr am Studi Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UPN “ Veteran ” J awa Timur

Oleh :

RISKHA AYU N

NPM. 0843010039

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

J UDUL PENELITIAN : REPRESENTASI BERJ UANG PADA NOVEL “2”

(Studi Semiologi Representasi Per juangan Pada Novel

2)

Nama Mahasiswa

: Riskha Ayu Novitasari

NPM

: 0843010039

Program studi

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Seminar Proposal

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dr s. Kusnarto. M.Si

NIP. 195808011984021001

Mengetahui

Ketua Program Studi

(3)

NPM : 0843010039

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal 25 November 2011

Menyetujui,

PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJ I

1.

Dr s. Kusnar to, M.Si Dr a. Sumar djiati, M.Si

NIP.195808011984021001 NIP. 196203231993092001

2.

Dr s. Kusnar to, M.Si

NIP.195808011984021001

3.

Yuli Candrasar i, S.Sos, M.Si

NPT. 371079400721

Mengetahui,

Ketua Pr ogr am Studi

(4)
(5)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah representasi perjuangan dalam novel 2.

Teori-teori yang digunakan antara lain adalah buku sebagai media massa cetak, karaya sastra sebagai suatu proses komunikasi, karya sastra novel sebagai media komuniksai massa, novel, representasi, perjuangan, semiologi Roland Barthes.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis semiologi Roland Barthes. Dengan subyek penelitian adalah novel 2, obyek penelitian adalah teks yang merepresentasikan Berjuang pada novel 2. Corpusnya adalah semua teks yang merepresentasikan perjuang pada novel 2.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 20 leksia yang

merepresentasikan Berjuang dalam novel 2. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang perempuan yang mempertahankan hidup dari penyakit obesitas dan mewujudkan cita-cita sebagai atlet bulutangkis dengan keterbatasannya.

Novel ini ditujukan kepada masyarakat untuk selalu memperjuangkan hidup dan cerita dari novel ini dapat dijadikan pengalaman.

Kata kunci: Representasi, Metode Analisis Roland Barthes, Perjuangan, Novel

ABSTRACT

Riskha Ayu Novita sar i, " REPRESENTATION OF THE STRIVE OF LIFE INNOVEL 2 ' (semiology studies r epr esentation of the str ive on a novel 2).

The purpose of this study was to determine how the representation of the struggle in the novel 2.

The theories are used, among other books as print media, karaya literature as a process of communication, literary novels as komuniksai mass media, novels, representation, struggle, Roland Barthes semiology.

(6)

The conclusion of this study is that there are 20 leksia represents Struggle in the novel 2. This novel tells of a woman who struggles to survive the disease of obesityand realize the ideals of athletics badminton with limitations.

The novel is intended for the public to always fight for life and story of this novel can be used as experience.

Keywords : Representation, Analysis,

(7)

Alhamdulillahhirobbil alamin. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah

SWT atas limpahan rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Representasi Berjuang pada Novel “2” ”.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat

kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu yang penulis

miliki serta kurangnya pengalaman dalam pembuatan proposal. Meskipun demikian

dalam penyusunan proposal ini telah mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari

Drs. Kusnarto.Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis

selama menyelesaikan skripsi.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua

pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antaranya

:

1. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto MP, Rektor Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

2. Dra. Ec. Hj. Suparwati,Msi , Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Juwito,S.Sos,M.si Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi.

4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi serta seluruh staf Tata Usaha FISIP

5. Papa , Ibu dan Adek tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril

(8)

6. Semua keluargaku di Madiun Mbahkung, Bulik, Om , di Tulungagung Uwak,

Mama, Mbak Desy..makasih ya mbak Des buat supportnya selama ini,

Pakdhe, Mamah Titik dan Mbak Dhadut trimakasih

7. Gank Gonk tercinta (Deasy, Indah, Rayyan, Fifi, Reni, Ndulli, Juwi, dan

Ucup), trimakasih atas 3,5 tahun yang indah ini. Putri Dwi P teman

seperjuangan skripsi ayo cepat beri kami ponakan lucu.

8. Deasy Triana Primatanti sahabat dari awal kuliah, magang sampai skripsi ini

kelar, you always beside me sista,,,trimakasih buat persaudaraan

ini...trimakasih buat kesabarannya buat aku. Buat tante trimakasi buat nasehat

dan masakannya.

9. Patuh Arum Kuncoro.Trimakasih support dan doanya . Sukses buat karirnya

jadilah abdi negara yang baik.

10.Warga MA 1b 29A mbak dian, nuer, dian, andry makasih suportnya. Mbak

marlin, itin makasih atas persahabatan dan persaudaraannya yang indah. My

roommate Widha thanks for everythinks nak. Laily Farhateen ayoo semangat.

11.Brade Galih dan brade Decky trimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus

kakak yang baik buatku. Deny Mey miss u so much sista. Maz ari hey boy

aku sudah menyusulmu hehe makasih buat 5 tahun ini ya. Ira, Maz Andi n

Danisy makasi senyumnya buat tante ya sayang. Serta seluruh pihak yang

(9)

akan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Dan apabila

terdapat kesalahan-kesalahan tidak lupa penulis memohon maaf yang

sebesar-besarnya.

Surabaya, Januari 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN J UDUL... i

HALAMAN PERSETUJ UAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...iii

ABSTRAKSI...iv

KATA PENGANTAR...………....………....………... vi

DAFTAR ISI...………....………....…….………...….……. ix

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAM PIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1Latar Belakang Masalah…...………....1

1.2Rumusan Masalah...………...9

1.3Tujuan Penelitian...9

1.4Manfaat Penelitian ...9

1.4.1. Manfaat Teoritis...9

1.4.2. Manfaat Praktis...9

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ……….10

2.1 Landasan Teori………...………...…...10

(11)

2.1.4. Novel...14

2.1.5. Representasi...16

2.1.6. Berjuang...18

2.1.7. Semiologi Komunikasi...20

2.1.8. Metode Roland Barthes...23

2.2 Mitos...…....………...………...27

2.3 Kerangka Berpikir...28

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Metode Penelitian...…………...………...30

3.2 Definisi Konseptuall...………...31

3.3 Subyek dan Objek Penelitian...………....………..32

3.4 Corpus...………....33

3.5 Unit Analisis...………...………...37

3.6 Teknik Pengumpulan Data...………...37

3.7 Teknik Analisis Data...37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

4.1 Gambaran Objek Penelitian...39

4.2 Penyajian dan Analisis Data...40

(12)

4.2.2. Pengelompokan Data...44

4.2.3. Analisis Data...49

4.3 Mitos ...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...79

5.1 Kesimpulan...79

5.2 Saran...80

DAFTAR PUSTAKA...81

(13)

HALAMAN

Gambar 1 Signifikasi Tahap Barthes...21

Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes...25

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada

komunikan dan menimbulkan efek. Pesan yang disampaikan tentunya melalui

perantara sebuah media massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik

cetak ( surat kabar,majalah ), atau elektronik ( radio,televisi ), yang dikelola suatu

lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang

yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen.

Media massa adalah media yang digunakan untuk menyampaikan informasi

kepada masyarakat. Dalam era globalisasi ini, media informasi telah dihadirkan

dalam berbagai macam dan bentuk. Namun untuk dapat mencapai sasaran

khalayaknya dengan baik, produsen harus mempertimbangkan dengan sangat cermat

dan tepat dalam pemilihan media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan

informasi tersebut. Dalam suatu innformasi, bahasa merupakan unsur yang

terpenting, bahasa tidak hanya mencerminkan ‘realitas’. Tentu saja hal ini tidak lepas

dari peran besar media massa di dalam mengikutsertakan perspektif dan cara

pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Hal tersebut memperlihatkan

(16)

2

Media menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan,

menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka. Dari sisi mana

peristiwa tersebut disorot, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau

dilupakan, serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan.

Siapakah yang akan diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain

sebagainya. Berita bukanlah representasi dari peristiwa semata, tetapi di dalamnya

juga memuat tentang nilai-nilai lembaga media yang membuatnya ( Tuchman,

1978:10 ).

Media massa menurut Defleur dan Denis merupakan suatu alat yang

digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang ditransmisikan dengan

menngunakan suatu teknologi, dimana sasaran media tersebut merupakan khalayak

yang besar dan massal yang menyimak dan merasakan terpaan pesan dengan caranya

sendiri ( Winarso, 2005:171 ). Fungsi media massa menurut Jay Black dan F.C

Whitney, yaitu media massa memberikan hiburan, melakukan persuasi dan sebagai

transmisi budaya atau tempat berlalunya nilai-nilai budaya dan sosial diluar kita (

Winarso, 2005:28 ). Fungsi media massa secara umum dalam berbagai wacana ada

empat fungsi yaitu fungsi penyalur informasi, fungsi untuk mendidik, fungsi untuk

menghibur dan fungsi untuk mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut sangat melekat

erat dalam media massa secara utuh dan fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan,

mempengaruhi atau mendukung satu dengan yang lainya sehingga pelaksanaannya

harus dilakukan secara bersama-sama, tanpa mengesampingkan salah satu

(17)

Novel merupakan media komunikasi, melalui media novel itulah pengarang

mengkomunikasikan sebuah pesan. Sementara, kegiatan komunikasi tidak dapat

dipisahkan dengan proses pembentukan makna ( Lindlof, 1995:13 ). Dalam kajian

budaya, segala artifak yang dapat dimaknai disebut sebagai teks ( Lindolf, 1995:5 ).

Novel merupakan salah satu bentuk teks, novel merupakan salah satu bentuk teks,

novel memiliki sifat polisemi dan membuka peluang pembacanya untuk memaknai

sebuah teks tersebut secara berbeda ( McQuail, 1997:19 ).

Novel modern selama ini lebih banyak diteliti sebagai karya sastra daripada

sebagai media komunikasi modern (Hoed, 1989:6 ). Sebenarnya sebagai media

massa cetak berbentuk fisik, novel digemari karena mampu tampil secara individu ,

personal serta isi pesannya sangat spesifik dan mendalam. Isi pesan dalam novel saat

ini begitu banyak menyajikan gambaran suatu realitas sosial saat ini. Ditinjau dapat

dari penjelasan diatas, maka karya sastra berbentuk buku yang dibuat oleh penulis

atau pengarang yaitu novel, dapat digolongkan sebagai sebuah media massa seperti

media cetak yang dapat memberikan kehidupan dan informasi bagi pembacanya.

Novel juga memiliki fungsi untuk menghibur dan persuasif ( mempengaruhi )

pembacanya. Selain itu novel juga banyak digunakan untuk keperluan studi,

pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat

jarang ditemukan pada media lain.

Sastra ialah karya tulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti

keorisinilan, keartistikan serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Dalam dunia

sastra kosakata yang digunakan sringkali tidak dapat dibedakan dari kosakata bahasa

(18)

4

Dalam sastra, bahasa tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan baik pengalaman

sastrawan itu sendiri maupun pengalaman orang lain tetapi juga dipakai untuk

menyatakan suatu hasil. Kata-kata atau idiom seperti yang biasa kita jumpai dalam

bahasa diluar sastra ternyata mampu memberikan kenikmatan dan keharuan, di

samping adanya makna yang tersirat. Makna yang tersirat itu sering berfungsi

sebagai pesan utama pengarang.

Sebagai suatu karya sastra, novel adalah sebuah teks. Novel merupakan hasil

performance individu yang berbeda satu sama lain dan muncul sebagai wujud

kreatufitas. Segala sesuatu yang berasal dari pengalaman individu sebagai makhluk

individual maupun sosial adalah tindakan komunikasi. Performance adalah semua

yang berhubungan dengan individu sebagai bagian dari interaksi dalam masyarakat.

Baik bahasa verbal maupun nonverbal yang melekat pada diri individu. Performance

kaya akan simbolisasi yang terdiri dari emosi, pikiran, personal bearing, style dan

cerita. Sebagai salah satu media komunikasi, novel juga dipersonalisasi khalayaknya

secara berbeda. Dalam memahami dan memaknai isi media, khalayak melibatkan

banyak faktor di dalamnya. Proses pemaknaan dimungkinkan dengan hadirnya

banyak aspek. Aspek individu berkaitan dengan karakteristik demografi, latar

belakang pendidikan dan kelas sosial melibatkan budaya yang tersosialisasi sejak

dini oleh khalayak. Budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi. Di

mana dalam budayaterjadi proses pemaknaan dan negoisasi makna antar individu.

Individu budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi.

Novel ‘2’ ini ditulis oleh Donny Dhirgantoro lelaki kelahiran Jakarta, 27

(19)

kecintaanya pada buku dan menulis Donny terus berusaha untuk menciptakan sebuah

karya tulis yaitu novel yang diharapkan dapat diterima masyarakat dan menjadi

sebuah motivasi ataupun inspirasi untuk orang lain. Dari awal kariernya sebagai

penulis sampai sekarang Donny telah menghasilkan dua novel yaitu ‘5 cm’ dan ‘2’.

Novel pertamanya ‘5 cm’ sukses dipasaran dan menjadi best seller selama dua tahun

berturut-turut dan sampai sekarang.. Pada tanggal 2 July 2011 Donny Dirgantara

kembali menerbitkan novelnya yang kedua yaitu ‘2’ yang juga menjadi best seller

sampai saat ini. Bukunya “2” ini sampai sekarang telah terjual lebih dari 100 juta

copy.

Alasan penulis memilih novel tersebut karena novel tersebut merupakan best

seller dan mengangkat sosok perempuan sebagai peran utama dalam novel ini.

Perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang lemah dan menempati peran yang tidak

membahagiakan dari aspek fisik, serta lebih rendah daripada pria dinilai dari

pandangan laki-laki dan lingkungan masyarakatnya ( Suhendi, 2006:29 ). Dalam

kehidupan perempuan identik dengan kecantikan dan dianggap lemah jika

dibandingkan dengan laki-laki. Sebagian besar orang beranggapan bahwa perempuan

cantik itu berkulit putih atau bersih dan bertubuh langsing. Perempuan yang bertubuh

gemuk cenderung akan merasakan ketidak percayaan diri di depan umum. Oleh

karena itu banyak cara yang dilakukan para wanita untuk menghindari kelebihan

berat badan pada dirinya. Tetapi pada sebuah penelitian yang dilakukan Geniua

Beauty Amerika menyebutkan bahwa perempuan cenderung berbadan gemuk dari

pada laki-laki. Hal ini disebabkan pada fikiran perempuan dirancang secara efektif

(20)

6

perempuan cenderung lebih gemuk dari laki-laki adalah perempuan memiliki hormon

esterogen yang lebih banyak daripada laki-laki, fungsi hormon esterogen sendiri

adalah menjaga dan mempertahankan lemak pada tubuh perempuan untuk

mempermudah kehamilan. Tubuh laki-laki memiliki lebih banyak otot yang

menjadikan pembakaran kalori pada tubuh laki-laki lebih besar, bahkan pada saat

sedang istirahat. Kelainan genetis keturunan dan hormon juga menjadi faktor

kegemukan pada perempuan. Inilah yang terjadi pada seorang gadis bernama Gusni

Anissa Puspita tokoh utama dalam novel “2”. Gusni melawan penyakitnya yaitu

kelebihan berat badan yang disebabkan oleh kelainan genetis keturunan. Berat badan

Gusni semakin hari akan semakin bertambah, tidak bisa berkurang dan akan

mengganggu fungsi dari organ tubuh lainnya yang berakibat pada kematian

dikarenakan obesitas. Gusni lahir pada tanggal 27 Oktober 1986 dengan berat 6,25

membuat sang kakek lemas karena mengingat sebuah kejadian dahulu yang

membuatnya sedih karena harus kehilangan dua orang yang dicintainya yaitu Ayah

dan Kakak kakek yang meninggal karena obesitas di usia kurang dari 25 tahun dan

sekarang hal itu terjadi lagi pada cucunya. Gusni adalah anak ke dua dari dua

bersaudara kakaknya bernama Gita terlahir dengan berat normal seperti bayi-bayi

pada umumnya.

Faktor fisiologis yang menyebabkan perempuan lebih mudah gemuk

dibanding laki-laki adalah perempuan mempunyai toleransi yang rendah untuk

olahraga, perempuan mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih kecil dibandingkan

laki, ini membuat seolah-olah perempuan bekerja lebih keras dibandingkan

(21)

perempuan. Tentunya dengan bobot tubuh yang saat itu sudah lebih dari 100 kg

bukan hal yang mudah untuk menjadi atlit bulu tangkis. Awalnya kedua orang tua

Gusni ragu-ragu untuk mengabulkan permintaan Gusni untuk menjadi atlit buiu

tangkis karena ‘kelainan’ yang dideritanya. Saat itu Gusni memang belum diberitahu

tentang penyakitnya itu karena penyakit itu ternyata menyimpan ‘bom waktu’ yang

tak diketahui dengan pasti kapan akan ‘meledak’kannya. Ketika akhirnya Gusni

mengetahui bahwa bobot tubuhnya merupakan kelainan yang disebabkan oleh faktor

genetis dan belum ada obat untuk penyakitnya, hal ini tak menyebabkan ia mundur

dari cita-citanya, ia malah memantapkan tekadnya untuk berjuang melawan

penyakitnya dan meraih mimpinya menjadi atlet bulutangkis. Dengan bulutangkis

Gusni mencoba melawan penyakitnya dan membahagiakan orang tuanya. Bulu

tangkis membuat berat badannya stabil di 125 kg karena jika berat badan Gusni

semakin naik akan berakibat fatal. Dengan usaha, kerja keras dan dukungan dari

keluarga serta sahabat-sahabatnya akhirnya Gusni dan kakaknya berhasil membawa

nama harum Indonesia di pertandingan bulu tangkis tingkat Asia Tenggara yang

diselenggarakan di Jakarta yaitu Khatulistiwa Terbuka.

Selain menceritakan Gusni yang berjuang melawan penyakitnya. Novel ini

juga menceritakan semangat nasionalisme masyarakat Indonesia, mereka selalu

memberikan dukungan kepada atlet Nasional yang sedang bertanding untuk

Indonesia. Walaupun hanya menjadi suporter atau melihat melalui tayangan televisi

dukungan dari masyarakat adalah semangat tersendiri bagi atlet Indonesia. Indonesia

(22)

8

kembali mengingatkan kepada masyarakat akan hal itu ditengah melambungnya

olahraga sepakbola sekarang ini.

Dalam penelitian ini, penulis meggunakan metode Roland Barthes dalam

memaknai leksia-leksia yang dapat menggambarkan objek yang diketahui. Leksia

yaitu satuan bacaan dengan panjang pendek yang bervariasi. Roland Barthes

berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi

dari suatu masyarakat tentu dalam waktu tertentu ( Barthes, 2001: 2008 dalam Alex

Sobur, 2002:63 ). Menurut Barthes, dalam suatu naskah atau teks terdapat lima kode

yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode

Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) yang

membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Salah satu area penting yang

dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalahperan pembaca ( the reader ).

Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat

berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai

sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada

sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut konotatif, yang di dalam

Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah reperesentasi berjuang yang terdapat dalam novel 2?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah reperesentasi

berjuang dalam novel 2

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Manfaat Teor itis

Dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang komunikasi, khususnya

penelitian mengenai analisis pada karya sastra novel.

1.4.2. Manfaat Pr ak tis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan bagi pembaca terhadap

pesan yang coba disampaikan dalam nvel 2. Dan dapat menjadi masukan bagi

pihak-pihak yang menggeluti dunia sastra yang juga memahami bahwa novel adalah

(24)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1. Buku Sebagai Media Massa Cetak

Dalam sejarahnya, buku termasuk media massa cetak yang dianggap mampu

menyampaikan pesan yang mendalam. Terlebih lagi dengan banyaknya kelebihan

yang dimiliki seperti mudah dibawa kemana saja dan yang paling penting

terdokumentasi permanen. Namun sayangnya hanya bisa dinikmati oleh mereka yang

melek huruf (Cangara, 2005 : 128 ). Buku sebagai media massa juga merupakan

transmisi warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya. Media cetak sebperti

buku mampu memberikan pemahaman yang lebih kepada pembacanya. Melalui

sebuah buku, penulis atau penyusunnya dapat berbagi banyak hal seperti ilmu

pengetahuan, pengalaman, bahkan imajinasi kepada pembacanya sehingga buku

banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan

dengan penyajian mendalam.

2.1.2. Kar ya Sastr a Sebagai Suatu Pr oses Komunikasi

Dalam suatu karya sastra hubungan antara pengarang dan pembaca harus

dipahami dengan hubungan yang bermakana, sebagai pola – pola hubungan yang

terbuka dan produktif dengan implikasi sosial, bukan sebagai kualitas yang tunggal

dan linier. Di satu pihak, pengarang menciptakan bentuk – bentuk yang

(25)

ngenai koaktifitas kehidupan manusia. Di pihak lain, sesuai dengan hakekat rekaan,

pengarang menghubungkan dengan kualitas imajinatif dan kreatif yang dengan

sendirinya berfungsi menopang kehidupan sastra secara keseluruhan. Komunikasi

sastra merupakan komunikasi tertinggi sebab melibatkan mekanisme unsur – unsur

yang luas.

Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreatifitas kultural sebagai representasi

super struktur ideologis, dipandang sebagai gejala – gejala sosial yang terdiri dari

sistem informasi yang sangat rumit. Di satu pihak karya sastra merupakan respon –

respon interaksi sosial, yaitu gejala sosial sebagai akibat antara hubungan pengarang

dengan masayarakat. Di pihak lain karya satra menyediakan dunia rekaan bagi

pembacanya. Dalam pengertian yang terakhir inilah sesungguhnya terletak gagasan –

gagasan mengenai komunikasi sastra. Analisis struktur karya sastra selalu dalam

kaitanya dengan struktur sosial. Artinya semesta, tokoh dan peristiwa dipahami

dalam kerangka pemahaman bersama. Pemahan tersebut bukan untuk menemukan

makna tunggal, bukan juga untuk menemukan makna yang sesuai dengan objek

kreator. Sebaliknya, pemahaman justru mengarahkanpada keragaman interpretasi

yang diperoleh dengan cara mengungkapakan totalitas isi yang terkandung di

dalamnya. Interaksi simbolik dalam karya satra merupakan representasi kehidupan

sehari – hari dengan cara yang sangat halus, mengacu pada kualitas transendental,

konotatif dan metaforis ( Ratna, 2003:132-133).

Karya satra khusunya novel, dengan peralatan formalnya, semakin lama

semakin dirasakan sebagai aktifitas yang benar – benar memiliki fungsi integral

(26)

12

gejala yang sarat dengan referensi – referensi sosial, yamg pada dasarnya sangat

bermanfaat dalam pengembangan hubungan – hubungan sosial. Karena itulah

Duncan menyatakan bahwa kekuatan seni yang sesungguhnya terletak dalam

kapasitasnya untuk menerobos tembok pemisah antar manusia ( Ratna, 2003:142 ).

Karya sastra sebagai proses komunikasi menyediakan pemahaman yang

sangat luas. Menurut Duncan, dalam karya seni terkandung bentuk – bentuk ideal

komunikasi, karena karya seni menyajikan pengalaman dalam kualitas antar

hubungan ( Ratna, 2003 : 142 ).

2.1.3. Kar ya Sastr a Novel Sebagai Media Komunikasi Massa

Semua makhluk di dunia ini melakukan komunikasi tetapi hanya komunikasi

yang menggunakan simbol. Sesuai dengan pendapat Danwey dan Duncan

memandang bahwa masyarakat lahir dalam dan melalui komunikasi simbol – simbol

bermakna. Mekanisme melalui hubungan – hubungan lisan dan tulisan dianggap

sebagai cara – cara berkomunikasi yang paling konstan dan lazim dalam kehidupan

sosial, dengan sendirinya merupakan pondasi sumber dan energi bagi semua

aktifitas. Paradigma behaviorisme antara hubungan bersifat tidak tekait ruang dan

waktu.

Komuniksi massa adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada

komunikan dengan menggunakan media cetak dan elektronik antara lain : televisi,

radio, koran, majalah, buku, film, dan bertujuan untuk mengirim sejumlah pesan

(27)

Menurut De Fleur dan Dennis Mc Quail dalam Genarsih (2003:33 ),

menjelaskan bahwa buku atau novel termasuk dalam pengembangan media massa.

Perkembangan buku dan dibangunnya perpustakan di berbagai Negara Eropa Barat

dimasa abad 15 masehi memberikan awal baru bagi perkembangan media massa.

Secara garis besar media komunikasi massa dapat di golongkan ke dalam dua hal,

yaitu media cetak atau print (buku, majalah, surat kabar, dan film (khususnya film

komersial)), serta media broadcasting yaitu radio dan televisi. Media cetak sebagai

salah satu bentuk media komunikasi umumnya meiliki fungsi sebagai pemberi

informasi, artikel majalah yang lebih bersifat mempengaruhi, dan novel yang

mempunyai fungsi utama untuk menghibur. Selain itu novel juga memberi informasi

dan mempersuasi pembacanya.

Selanjutnya, DR. Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa sastra merupakan

komunikasi tertinggi, karena melibatkan mekanisme unsur – unsur yang paling luas.

Schmidt misalnya, menjelaskan bahwa komunikasi sastra melibatkan proses total

yang meliputi:

a). Produksi teks, yaitu aktifitas pengarang dalam memghasilkan teks tertentu

b). Teks itu sendiri dengan berbagai problematikannya

c). Transmisi teks melalui editor, penerbit, toko –toko buku, dan pembaca

nyata.

(28)

14

Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas hubungan yang

bermakna, antar hubungan yang bertujuan untuk saling menjelaskan fungsi – fungsi

perilaku sosial yang terjadi pada saat – saat tertentu ( Ratna, 2003:137 ).

2.1.4. Novel

Menurut Cecep Syamsul Hari (www.kompas.com), istilah novel berasal dari

Italia, novella, yaitu proses naratif fiksional yang panjang dah kompleks, yamg

secara imajinatif berjalin-kelindan dengan pengalaman manusia melalui suatu

rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dengan melibatkan

sekelompok atau sejumlah orang (tokoh, karakter) di dalam latar (setting) yang

spesifik. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, novel

diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang – orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat perilaku.

Dalam arti umum novel diartikan sebagai bentuk karya sastra, novel

merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekadar serangkaian tulisan yang

menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari

unsur – unsur yang terpadu.

Novel merupakan salah satu jenis buku dalam bentuk sastra, sama seperti

media cetak lainnya, novel juga memberikan informasi pada pembacanya. Selain itu

novel juga berfungsi menghibur dan mempersuasi pembacanya ( Keraf,

(29)

Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan salah satu bahasa untuk

berkomunikasi dengan bidang – bidang lainnya yang berkembang sesuai dengan

perubahan masyarakat dimana ia hidup ( Sunardi, 2004:14 ).

Novel merupakan karya sastra paling populer di dunia. Bentuk sastra ini

paling banyak beredar, lantaran daya komunikasi yang luas pada masyarakat sebagai

bahan bacaan. Novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu, novel serius dan

novel hiburan. Novel seriius adalah novel yang apabila membacanya membutuhkan

suatu konsentrasi dan pemahaman yang tinggi, sedangkan novel hiburan adalah

novel yang berisi tentang hiburan yang apabila membacanya tidak terlalu

membutuhkan konsentrasi dan pemahaman yang tinggi. Syarat utama novel adalah

karya yang menarik, memghibur dan mendatangkan rasa puas bagi pembacanya.

Untuk menyajikan meterial kultural, dibandingkan dengan puisi, bahkan

juuga drama, novel memiliki medium naratifitas yang sangat kaya. Secara

kronologis, transmisi material kultural ke dalam karya meliputi pengamatan dan

penelitian, penulis dan penyebaran, pembaca dan penilaian ( Ratna,2003:44 ).

Isi pesan novel menjadi penting jika berkaitan dengan fungsi novel yang

dikemukakan oleh Culler, yaitu novel merupakan wacana yang didalamnya dan

lewatnya masyarakat mengartikulasikan dunia. Di dalam novel kata – kata disusun

sedemikian rupa agar melalui aktivitas pembacaan akan muncul suatu model

mengenai suatu dunia sosial, model – model personalitas individual, model

hubungan dengan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi, model signifikasi dari

(30)

16

Schmidt menjelaskan bahwa sastra melibatkan proses total meliputi :

1. Produksi teks, yaitu aktivitas pengarag dalam menghasilkan teks tertentu.

2. Teks itu sendiri, yaitu berbagai problematika dalam karya sastra.

3. Transmisi teks, yaitu melalui editor, penerbit, tokoh – tokoh buku dan sampai

pada pembaca

4. Penerima teks, yaitu melalui segala aktivitas pembaca.

2.1.5. Repr esentasi

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan

suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep – konsep

ideologi yang abstrak dalam bentuk – bentuk yang konkret. Representasi adalah

konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan

yang tersedia seperti dialog, tulisan, video, film, fotografi dan sebagainya. Secara

ringkas, representasi adalah produksi makna mealui bahasa.

Menurut Stuart Hall ( 1997 ), reperesentasi adalah salah satu praktek penting

yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas,

kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”. Seseorang dikatakan berasal dari

kebudayaan yang sama jika manusia – manusia yang ada disitu membagi

pengalaman yang sama, membagi kode kebudayaan – kebudayaan yang sama,

berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep – konsep yang sama.

Stuart Hall mengemukakan ada dua macam sistem representasi. Pertama

(31)

masing ( peta konseptual ). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang

abstrak. Kedua ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.

Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa

yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide tentang sesuatu

dengan tanda dan simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan

mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem ‘peta

konseptual’ kita. Dalam proses kedua dengan bahasa atau simbol yang berfungsi

mempresentasikan konsep – konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara

‘sesuatu’,’peta konseptual’ dan bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi

makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen inin secar bersama

– sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi bisa berubah – uubah. Selalu ada pemaknaan baru dan

pemandangan baru dalam konsep re[presentasi yang sudah pernah ada. Intinya

adalah makna tidak inhern dalam seuatu di dunia ini, selau dikonstruksikan dan

diproduksi lewat proses representasi. Merupakan hasil dari praktek penandaan.

Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

Representasi adalah cara media menampilkan seseorang, kelompok dan

gagasan atau pendapat tertentu. Ada dua hal yang berkaitan dengan representasi yaitu

: pertama, apakah seseorang, kelompok dan gagasan atau pendapat tersebut

ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran

yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memojokkan

seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan

(32)

18

tersebut ditampilkan dengann kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa

seseorang atau kelompok atau gagasan atau pendapat tersebut ditampilkan dalam

program pemberitaan kepada khalayak. Bahwa persoalan utama dalam representasi

adalah bagaimana realitas atau objek ditampilkan ( Eriyanto,2001:113 ).

Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan atau

pendapat dan kelompok atau seseorang palimg tidak ada tiga proses. Level pertama,

peristiwa ditandakan ( encode ) sebagai realitas yaitu bagaimana peristiwa itu

dikonstruksikan sebagai realitas. Di sini realitas selalu siap ditandakan, ketika kita

menganggap dan mengkontruksikan peristiwa tersebut sebagai suatu realitas. Level

kedua, ketika memandang suatu sebagai realitas pertanyaan berikutnya adalah

bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini menggunakan perangkat secara teknis.

Dalam bahsa tulis yang disebut alat teknis adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik

dan sebagainya. Pemakaian kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa

makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Level ketiga, bagaimana kode – kode

representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas

sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fiske ketika

kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi

tersebut.

2.1.6. Ber jua ng

Berjuang berasal dari kata juang yang artinya usaha, mendapatkan imbuhan

kata depan ber yang merupakan kata kerja. Arti luas dari berjuang adalah usaha yang

(33)

dicita-citakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berjuang adalah usaha untuk

mendapatkan sesuatu, merebutkan sesuatu dengan mengadu tenaga. Makna berjuang

dalam novel “2” adalah untuk bertahan hidup dan membawa nama baik bangsa

Indonesia di dunia internasional melalui olahraga bulutangkis. Hidup adalah

perjuangan. Diamana sepanjang hidup setiap orang akan merasa berjuang terus (

Sugeng Widodo, 1912 ). Arti hidup memiliki makna yang luas dan dapat diartikan

dalam banyak hal. Masing-masing individu mempunyai cara berbeda dalam

menjalani hidup, dan mempunyai makna yang berbeda dalam mengartikan hidup.

Hidup bukan sebuah rutinitas yang dilakukan setiap hari.hidup lebih berarti

saat belajar untuk memaknai hidup dengan hal-hal positif baik bagi diri sendiri atau

orang lain yang ada disekitar. Hidup adalah masih bernafas dan bergerak. Hidup

adalah mengalami kehidupan dengan cara tertentu. Hidup adalah mendapatkan rezeki

dengan jalan sesuatu. Hidup adalah kesempatan bagi individu untuk mencurahkan

kemampuan pada orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk berbagai suka dan

duka dengan orang-orang yang disayangi. Hidup adalah kesempatan mengenal orang.

mencintai dan menyayangi orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk selalu

bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan dalam hidup ini. Hidup adalah untuk

belajar dan terus belajar tentang arti hidup itu sendiri ( Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia, Tim Median ).

Dalam memperjuangkan sesuatu yang diinginkan maka tidak bisa langsung

begitu saja dapat tercapai melainkan melewati berbagai macam proses. Dalam proses

tersebut tidak boleh putus asa, semua masalah yang dihadapi pasti ada jalan

(34)

20

sekitar merupakan tempat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Untuk

memperjuangkan sesuatu yang dicita-citakan diperlukan keniatan dan jiwa yang

pantang menyerah. Selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan dan

meyakini bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk siapapun

2.1.7. Semiologi Komunikasi

Secara estimologis, istilah semiotik adalah dari bahasa yunani semein yang

berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi

sosial yang terbangun sebelumnya,dapat dianggpa mewakili sesuatu yang lain (

Sobur, 2006:16 ). Dalam Sobur, semiologi adalah suatu ilmu atau metode analisis

untuk mengkaji tanda. Tanda itu hanya mengemban arti signifikan dalam kaitannya

dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubngkan tanda dengan apa saja

yang ditandakan. Sedangkan definisi semiologi adalah suatu ilmu atau metode

analisis untuk mengkaji tanda dan makna ( Sobur, 2006:17 ).

Semiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiologi

kualitatif interaktif adalah metode yang memfokuskan pada tanda teks sebagai objek

kajian, bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut.

Hingga kini kajian semiologi dibedakan ke dalam dua jenis yaitu semiolog

komunikasi dan semiologi signifikan. Semiologi komunikasi adalah menekankan

pada teori produksi tanda yang diantaranya yaitu penerimaan kode ( sistem tanda ),

pesan, saluuran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan ( Sobur, 2006:15 ).

(35)

elemen – elemen tanda dalam suatu sistem, berdasarkan aturan main dan konvensi

tertentu ( Sobur, 2006:16 ). Pendekatan Semiologi Roland Barthes secara khusus

tertuju pada jenis tuturan ( Speech ) yang disebutnya sebagai mitos ( Myth ).

Menurut barthes, bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk menjadi mitos

yaitu secara semiologi dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signufikasi yang

disebut sebagai sistem semiologi tingkat dua ( the second order semiological system

). Maksudnya pada tataran bahasa atau semiologi tingkat pertama ( the first order

semiological system ) penanda – penanda berhubungan dengan pertanda – pertanda

sedemikian hingga menghasilkan tanda ( Barthes, 1983 dalam Budiman, 2003:63 ).

Tataran 1 Tataran 2

Realitas Tanda Kultur

Gambar 1 Signifikasi 2 Tahap Bar tes Denotasi

Signifier

Signified

Konotasi

(36)

22

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan ( triggered system

) yang memungkinkan untuk menghasilkan makna yang juga bertngkat – tingkat

yaitu tingkatan denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang

menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukan

pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, adalah makna pada apa yang

tampak. Sedangkan denotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai tingkat

konvensi atau kesepatan tinggi.

Tataran pada awal akan dimaknai secara denotatif kemudian tanda akan

dimaknai konotatif dengan menggunakan kode – kode pembacaan dan memperoleh

pemaknaan konotasi tersebut secara mendalam digunakan mitos yang dibagi ke

sistem mitos ( Amir, 2006:262 ).

2.1.8. Metode Roland Bar thes

Menurut Saussure, elemen – elemen semiologi dijelaskan dalam suatu

kesatuan yang dapat dipisahkan dari dua bidang seperti selembar kertas, yaitu bidang

penanda ( signifier ) yang merupakan citaaan atau kesan mental dan sesuatu yang

bersifat verbal atau fisual seperti tulisan, suara atau benda. Dan bidang petanda (

signified ) yang merupakan konsep abstrak atau makna yang dihasilkan tanda.

Roland Barthes berpendapat bahwa bahsa adalah sebuah sistem tanda yang

mencerminkan asumsi – asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu

(37)

Dalam suatu naskah atau teks terdapat lima kode yang ditinjau dan di

eksplesitkan oleh Barthes adalah yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka – teki ), Kode

Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode

Ginomik ( kultural ) yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Lima

kode ditinjau dari Barthes, yaitu :

1. Kode Hermeneutik ( kode teka- teki ) berkisar pada harapan pembaca untuk

mendapatkan ‘kebenaran’ bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode

teka – teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di

dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa

teka – teki dan penyelesainnya dindalam cerita.

2. Kode Semik ( makna konotatif ) banyak menawarkan banyak sisi. Dalam

proses pembacaan, pembaca menyusun tema atau teks. Ia melihat bahwa

konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan

konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan

konotasi, kiita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi

melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan

atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai

denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ‘akhir’.

3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat

struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hla ini

didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa opsisi biner

atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses

(38)

24

proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan anaknya berbeda

satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat anak itu sama dengan

satu diantara keduanya dan berbeda dari yang lain ataupun pada taraf

pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi kekuatan dan nilai –

nilai yang berlawanan yang secara mitilogis dapat dikodekan. Dalam suatu

teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan

melalui istilah – istilah retoris seperti antitesis, yang merupakan hal yang

istimewa dalam simbol Barthes.

4. Kode Proaretik ( logika tindakan/lakukan ) dianggapnya sebagai

perlengkapan utama yang dibaca orang artinya, antar lain semua teks yang

bersifat naratif. Jika Aristoteres dan Todorov hanya mencari adegan – adegan

utama atau alur utama, secara teoritis Barthes melihat semua lakukan dapat

dikodifikasi, dari terbukanya pintu sampai petualangan yang romantis. Pada

praktiknya, ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode

lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan

fiksi, kita selalu mengharap lakuan di-‘isi’ sampai lakukan utama menjadi

perlengkapan utama suatu teks ( seperti pemilahan ala Todorov ).

5. Kode Gnomik ( kultural ) banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks

ke benda – benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya.

Menurut Barthes, relisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah

diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal – hal kecil yang

(39)

Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechte ( 2001:196 ), bukan hanya untuk

membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun

lebih banyak untuk menunjukkan bahwa tindakan yang masuk akal, rincian yang

paling meyakinkan atau teka-teki yang paling menari merupakan produk buatan dan

bukan tiruan dari yang nyata.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda

adalah peran pembaca ( the reader ). Konotasi, walaupun sifat asli tanda,

membutuhkan keaktifan pembaca agar berfungsi. Barthes secara panjang lebar

mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke dua dibangun

diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas

sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang

pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam

Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran

pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta yentang bagaimana

tanda bekerja ( Cobley & Janz, 1999 )

Gambar 2 Peta Tanda Roland Bar thes 1. Signifier

( penanda )

2. Signified

( petanda )

3. Denotative Sign ( tanda denotatif )

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

( PENANDA KONOTATIF )

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

( PETANDA KONOTATIF )

(40)

26

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

material : hanya jika anda mengenal tanda ‘singa’ , barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin ( Cobley & Jansz, 1993:51 ).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi

penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran

denotatif ( Sobur,2004:69 ).

Secara lebih rinci, linguistik pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi dan

tingkat isi yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi. Kesatuan dari

tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah sistem. Sistem demikian ini dapat

didalam dirinya sendiri menjadi unsur sederhana menjadi unsur sederhana dari

sebuah sistem kedua yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev,

Barthes berpendapat bahwa bahasa dapat dipilih menjadi dua sudut artikulasi

demikian ( Barthes, 1983 dalam kurniawan, 2001:67 ).

Barthes mengatakan suatu karya atau teks merupakan sebuah bentuk tersedia,

yang tak lain adalah teks itu sendiri apabila ingin menemukan makna didalamnya.

Yang dilakukan Barthes dalam proyek rekonstruksi, paling awal adalah teks atau

wacana naratif yang terdiri dari atas penanda-penanda tersebut dipilah-pilah terlebih

dahulu menjadi serangkaian fragmen ringkas yang disebut dengan Leksia, yaitu

(41)

satu-dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf ( Kurniawan,

2001:93 ).

2.2. Mitos

Mitos bukanlah pembicaraan atau wicara yang sembarangan, bahasa

membutuhkan kondisi-kondisi khusus untuk menjadi mitos. Tetapi yang harus

ditetapkan secara tegas pada awalnya adalah bahwa mitos adalah suatu pesan. Hal ini

memungkinkan kita untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan suatu

objek, konsep, atau gagasan. Mitos merupakan mode pertandaan dan suatu bentuk.

Kemudian kita harus menerapkan kepada bentuk ini batas-batas historis,

kondisi-kondisi penggunaan, dan memperkenalkan kembali masyarakat ke dalamnya (

Barthes, 2007:293 ).

Mitos tidak dapat didefinisikan oleh objeknya ataupun materinya, karena

materi apapun bisa semuanya dilengkapi dengan makna panah yang dibawa untuk

menunjukan suatu tantangan juga merupakan semacam wicara. Sepanjang berjaitan

dengan persepsi, tulisan, dan gambar. Hal ini tidak berarti kita harus memperlakukan

wicara mistis seperti bahasa. Mitos dalam kenyataanya termasuk kedalam wilayah

umum, yang memiliki cakupan yang sama dengan linguistik, yaitu semiologi (

Barthes, 2007:297-298).

Mitos adalah kepercayaan atau keyakinan pada jaman dahulu dan masih

dianggap atau dipercaya oleh masyarakat sampai saat ini. Sistem mitos pada novel

(42)

28

menganggap bahwa kaum perempuan adalah kaum yang lemah. Perempuan

dicitrakan sebagai makhluk yang lemah dan menempati peran yang tidak

membahagiakan dari aspek fisik, serta lebih rendah daripada pria dinilai dari

pandangan laki-laki dan lingkungan masyarakatnya ( Suhendi, 2006:29 ). Tapi itu

tidak terjadi pada ada Gusni. Gusni membuktikan bahwa perempuan itu tidak

selamanya lemah.

2.3. Ker angka Berpikir

Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas

hubungan yang bermakna, anatar hubungan yang bertujuan saling menjelaskan

fungsi sosial yang terjadi padaa saat tertentu.

Novel merupakan bentuk karya sastra paling populer di dunia, novel mampu

membuat pembaca atau individu ikut larut dalam isi dari cerita novel tersebut. Setiap

individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda terhadap novel tersebut

tentang peristiwa atau objek. Seorang penulis novel menyampaikan pesan

komunikasinya melalui sebuah teks dari novel itu sendiri.

Dalam penelitian ini, melalui novel, masyarakat dapat membangun model

mengenai dunia sosial, model personalitas individual dan model hubungan

masyarakat. Selain itu novel juga dijabarkan dan digali maknanya dengan

menggunakan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indeks yang paling banyak

(43)

menentukan konfensi-konfensi apa yang memungkinkan karya satra mempunyai

suatu makna.

Dalam hubungannya dengan penggambaran berjuang pada Gusni Anissa

Puspita dalam novel “2” akan diinterpretasikan melalui dua tahap yaitu,pertama

peneliti akan memilih penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas

yang disebut leksia, yaitu satuan pembaca ( units of reading ) dengan menggunakan

kode-kode pembacaan yang terdiri dari lima kode yang meliputi Kode Hermeneutik (

kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik (

logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ).

Pada tahap kedua novel sebagai sebuah bahasa pada tataran signifikasi akan

dianalisis secara metologi pada tataran bahasa atau sistem semiologi tingkat pertama

sebagai landasannya. Dengan cara sebagai berikut :

1. Dalam tataran Linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama

penanda-penanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda.

2. Dalam tataran mitos, yaitu semiotik lapis dua, tanda-tanda pada tataran

pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda-penanda yang

berhubungan pula pada petanda-petandapada tataran kedua.

Dengan demikian pada akhirnya peneliti akan menghasilkan interpretasi yang

mendalam dan tidak dangkal. Disertai dengan bukti dari pendekatan–pendekatan

yang dilakukan secara ilmiah. Seperti yang tertera dalam gambar berikut ini :

Gambar 3 Ker angka Ber fikir Repr esentasi Ber juang Pada Novel 2

Novel “2” Analisis menggunakan

Metode Roland Barthes

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti kondisi suatu obyek yang alamiah dimana peneliti merupakan

instrumen kunci. Selain itu, metode kualitatif juga berusaha untuk memahami

tingkah laku manusia yang tidak cukup hanya dengan surface behavor semata, tetapi

juga melihat perspektif dalam diri manusia untuk mempunyai gambaran yang utuh

tentang manusia dan dunianya ( Mulyana, 2001:32 ). Realitas dilihat sebagai sesuatu

yang kompleks, antara satu sama lain berhubungan sehingga merupakan satu

kesatuan yang bulat dan bersifat holistik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes. Barthes

adalah salah satu tokoh semiotik komunikasi yang menganut aliran semiologi

komunikasi strukturalisme Ferdinand de Saussure. Semiologi strukturalis Saussure

lebih menekankan pada linguistik. Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuansosial yang secara fundamental

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya (

(45)

Barthes bersama dengan Levi-Strauss adalah tokoh awal yang mencetuskan

paham struktural dan yang meneliti sistem tanda dalam budaya ( Putranto, 2005:117

). Sastra adalah salah satu bentuk budaya yang ada dalam masyarakat yang dapat

diteliti. Selain itu Barthes juga berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem

tanda yang mencerminkan saumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam

memuat penanda. Sistem kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan petanda

baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru

pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebut dengan istilah

denotasi atau sistem retoris atau mitologi ( Kurniawan, 2001:115 ).

Untuk memberikan ruang atensi yang lebih lapang bagi diseminasi makna

dan pruralitas teks, Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana

naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dsan beruntun yang disebutnya sebagai

leksia, yaitu unit pembacaan ( unit of reading ) dengan panjang pendek bervariasi.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi semiologi untuk

menggambarkan representasi perjuangan yang dialami Gusni Anissa Puspita dalam

novel “2” karya Donny Dhirgantoro

3.2 Definisi Konseptual

Berjuang yang terdapat dalam novel “2” adalah perjuangan seorang gadis

remaja yang bernama Gusni Anissa Puspita untuk tetap bisa hidup. Hidup dalam arti

sebenarnya yaitu tetap bisa bernafas, bergerak dan tumbuh. Memperjuangkan hidup

(46)

32

sendiri, tetapi orang-orang disekitarnya, ayah, ibu, kakaknya, sahabat-sahabatnya dan

juga Pak pelatih yang ikut memberi semangat dan membantu Gusni dalam melawan

penyakitnya.

Berjuang dalam novel “2” ini bukan hanya usaha yang dilakukan Gusni

untuk mempertahankan hidup karena penyakit yang dideritanya. Orang-orang

disekitar Gusni juga melakukan perjuangan dalam hidupnya. Orang tua Gusni

berjuang untuk kesehatan dan keselamatan Gusni, Gita kakak Gusni berjuang untuk

mendukung Gusni dan untuk prestasinya untuk nama harum Indonesia, Pak pelatih

yang berusaha keras mendidik Gita dan berani mengambil resiko melatih Gusni.

3.3. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian dalah novel “2”. Dengan

mempertimbangkan bahwa novel ini menarik untuk direpresentasikan. Karena

menceritakan perjuangan hidup seorang gadis remaja melawan penyakitnya.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah teks yang merepresentasikan

‘Berjuang’ yang ditampilkan dalam novel “2” karya Donny Dhirgantoro. Novel ini

(47)

3.4. Cor pus

Corpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas dan ditentukan pada

perkembangannya oleh analisis. Corpus haruslah cukup luas untuk memberikan

harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem

kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin (

Kurniawan, 2001:70 ). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi harapan

yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis secara keseluruhan. Tetapi

sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam

sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak

dapat ditangkap atas dasar suatu analisis dari teks yang bersangkutan ( Arkoun, 2001:

53). Kelebihannya adalah bahwa akan mendekati teks kita tidak didahului oleh para

anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya. Corpus adalah kata lain dari sample

atau contoh yang bertujuan tetapi khusus digunakan untuk semiotik dan analisis

wacana.

Dalam penelitian ini, corpusnya adalah semua teks yang merepresentasikan

perjuangan hidup. Dalam Teks ks novel “2” terdapat 20 leksia yang menunjukkan

adanya unsur perjuangan hidup . yaitu:

1. “Mungkin sudah saatnya kita coba cara lain, kita tidak akan pernah tau kalau

kita tidak coba...” Dokter Fuad berbicara sambil menatap 12 file Gusni. Papa

mulai melangkah, terus melangkah maju untuk pilihannya, disetiap langkah

papa terus meyakinkan dirinya. ( halaman 110 )

2. “Saya terus berusaha setiap hari, Pak. Untuk Gusni, Gita, dan Mamanya.

(48)

34

harus ada bersama cobaan ini, berdiri di depan untuk keluarga saya. (

halaman 121 )

3. “Jadi, intinya saya harus bisa bakar lemak saya,Dok? Supaya saya tidak

kelebihan berat badan? Kalo begitu saya pasti bisa Dok... Saya bisa coba

turunin berat badan saya...” ( halaman 210 )

4. “Terima kasih Dok, ya udah Gusni mau coba lawan penyakit Gusni, mulai

hari ini.” Gusni tersenyum menatap Dokter Fuad. ( halamann 213 )

5. “saya ngga mau diam aja dan menyerah. Kalau Dokter bilang saya pantas

menerima ini semua, saya mau...,” Gusni menatap Papa, “ saya juga mau

berjuang untuk Papa, Mama, Kak Gita, untuk keluarga saya, saya mau diri

saya sendiri tahu...kalau saya pantas menerima itu semua.” ( halaman 214)

6. “...dan sekarang,saya sekarang punya harapankalau saya bisalawan penyakit

saya dengan latihan bulutangkis yang lebih keras, mungkin yang lebih keras

yang belum pernah saya tau. ( halaman 244 )

7. “ perlahan harapan terus tumbuh bersama bukti nyata yang ditunjukkan

remaja putri belia dengan tubuh besarnya di lapangan, perempuan besar yang

datang ke gelanggang dengan berlari dari rumahnya di setiap subuh biru di

Jakarta.” ( halaman 215 )

8. Gita langsung menoleh ke adiknya, ada kernyit di kening adiknya demi

menahan rasa pening di tubuh besar dengan peluh luar biasa dada yang naik

turun menahan sesak, ribuan manusia disini, jutaan lainnya di luar sana tidak

ada yang tahu adiknya bertanding melawan rasa sakit dan sesak luar bisas. (

(49)

9. “Noviyanti , lawan Gusni malam ini adalah juara turnamen tahun lalu. Diatas

kertas Gusni kalah jauh, tetapi tidak dengan semangatnya, tidak pula dengan

kegigihannya. ( halaman 289 )

10.“Semua ini Gusni lakuin karena Gusni mau hidup. Percaya sama Gusni Ma,

Pa, Kak Gita! Gusni mengusap air matanya. “Besok Gusni mulai latihan

bulutangkis lagi, mulai lari lagi, seminggu Gusni sakit, tiduran terus di tempat

tidur, berat Gusni sekarang seratus tigapuluh, kalau ada cara lain pasti Gusni

udah dikasih tahu kan?” ( halaman 294 )

11.“Saya mau latihan bulutangkis, Pak...supaya...saya...bisa..terus hidup.”

Hening sejenak meliputi gelanggang lengang itu.

“ Saya kira untuk itu juga, saya ada di sini,Gus” ( halaman 244 )

12.“menang atau kalah, juara atau tidak juara,...lakukan dengan kerja keras,

lakukan dengan perjuangan! Jangan menyerah. Bawa impianmu ke dunia

nyata!” ( halaman 397 )

13.“Kita tidak mau kamu tahu, kalau kamunya lagi sakit, karena kalau orang

dinyatakan sakit, pikiran dia akan bilang dia sakit, dan dia akan sakit.

Kekuatan imajinasi, kekuatan harapan dari pikiran manusia itu luar biasa. 20

tahun saya menjadi dokter, kekuatan penyembuhan paling besar adalah

kekuatan pikiran manusia. ( halaman 211 )

14.“anak perempuan itu menunjukkan ke saya, ke orang-orang disekitarnya

kalau ia adalah perempuan yang tidak pernah putus asa, bahkan saat tau

umurnya tidak akan panjang, bahkan saat ia tau kalau hidup tidak berpihak

(50)

36

15.“...dan hari ini juga,hari ini juga..biar, biar Papa dan Mama jadi saksi Gusni,

kalau semua ini tidak berhasil, dan kalau nantinya waktu Gusni datang...dan

Gusni harus pergi....Gusni pergi meninggalkan Papa, Mama, dan Kak Gita

dalam keadaan berjuang, bukan dalam keadaan menyerah...”. ( halaman 298 )

16.“ Saya ingin sekali anak itu masuk dan ikut seleksi Pelatnas, tetapi dia bukan

siapa-siapa, ranking pun tidak punya, tetapi dia, dengan segala keterbatasanya

menciptakan harapan, menunjukkan kalau harapan itu ada..”. ( halaman 309 )

17.“ Selamat datang di Tim Nasional Indonesi , Gus. Jadi mulai sekarang kamu

berjuang untuk tiga hal sekaligus, buat diri kamu, keluarga kamu,dan buat

Tanah Air kamu..”ujar Pak Pelatih bangga. ( halaman 326 )

18.“ Ya Tuhanku, temani aku malam ini, temani aku, jangan pergi, aku mau

terus hidup,...Jadikan tangan ini, bergerak atas kehendakMu, jadikan mata ini

melihat atas penglihatanMu, jangan tinggalkan aku,malam ini...Gusni

mengusap air matanya berdiri pelahan, terus menahan pening dan sesaknya. (

halaman 370 )

19.“..dan untuk Indonesia Pak!” Gusni menghapus air matanya. Lebih keras lagi,

ia harus lebih keras lagi melawan semua sesak, semua pening, semua tegang

yang datang, dan datang tanpa henti. ( halaman 397 )

20.Karena saya melatih perempuan-perempuan yang tidak mau berputus asa,

walau kenyataan menjadi berat, walau hidup tidak menyisakan harap untuk

mereka..mereka tidak mau menyerah. Karena mreka perempuan-perempuan

(51)

3.5. Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang

merepresentasikan ‘Berjuang’ dalam novel “2” karya Donny Dhirgantoro.

Peneliti menggunakan leksia dari Barthes sebagai unit analisis. Leksia

merupakan satuan bacaan tertentu dengan panjang pendek bervariasi ( Kurniawan,

2001:93 ). Leksia ini dapat berupa satu dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat

atau beberapa paragraf dari teks novel “2” karya Dhonny Dirgantoro yang

menunjukkan adanya unsur berjuang. Terdiri dari 20 leksia.

3.6. Tek nik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dari keseluruhan teks dalam novel “2”

karya Donny Dhirgantoro.

3.7. Tek nik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif

dengan menggunakan sebuah leksia yang dapat berupa satu dua kata, kelompok kata,

beberapa kalimat, atau beberapa paragraf. Untuk menganalisis seluruh temuan data

yang ada dalam novel “2” karya Dhonny Dhirgantoro, peneliti membaginya dalam

beberapa langkah teknis dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam

(52)

38

pengembangan dari model semiologi Roland Barthes dalam membaca semiologi teks

tertulis.

Langkah-langkah yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjelaskan novel

“2” karya Donny Dhirgantoro, antara lain :

1. Menggunakan semiologi Roland Barthes, dengan mengumpulkan seluruh unit

analisis yang berupa leksia-leksia, yaitu satuan bacaan tertentu berdasarkan

pemilihan atas teks novel “2” yang sesuai untuk dijadikan subyek penelitian.

2. Peneliti kemudian membagi semua leksia yang terkumpul tersebut ke dalam

aspek semiologi, yaitu aspek material dan aspek konseptual. Leksia-leksia

tersebut dalam semiologi Barthes dianggap sebagai tanda ( sign ). Yang

dimaksud aspek material adalah teks tertulis dalam novel “2” karya Donny

Dhirgantoro, sedangkan aspek konseptual adalah gambaran yang muncul

pada peneliti ketika membaca aspek material pada leksia tersebut.

3. Setelah itu peneliti menganalisa secara semiologi teks Roland Barthes dengan

menggunakan kode-kode pokok, yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ),

Kode Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika

tindakan ) , Kode Gnomik ( kultural ) di dalam leksia tersebut. Melalui

kode-kode pembacaan ini kita akan menemukan tanda-tanda dan kode-kode-kode-kode yang

menghasilkan makna.

Langkah-langkah di atas telah menunjukkan representasi perjuangan hidup

yang dialami oleh Gusni Annisa Puspita dalam novel “2” karya Donny Dhirgantoro (

Studi semiologi tentang representasi perjuangan hidup pada novel “2” karya Donny

Gambar

Gambar 1 Signifikasi 2 Tahap Bartes
Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 3 Kerangka Berfikir Representasi Berjuang Pada Novel 2

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Pengumuman Pemenang ini dibuat untuk diketahui

[r]

serta cara pencegahan kerusakan gigi terutama dari karies. pengantar anatomi rongga mulut untuk awam. fungsi menyikat gigi. alat dan bahan serta cara menyikat gigi yang efektif.

[r]

Hasil sampel menunjukkan bahwa ada indikasi manajemen laba sebelum merger dan akuisisi.Selanjutnya kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Current Ratio, Cash

RANCANG BANGUN MODUL MODULATOR ASK-PSK SEBAGAI ALAT PRAKTIKUM LABORATORIUM TELEKOMUNIKASI..

Metoda ini merupakan suatu proses pendistribusian air, dimana sumber penyediaan air berada pada tempat yang lebih tinggi dari daerah yang akan dilayani sehingga

Menurut Munawir (2012), laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau