SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan
Untuk Memper oleh Gelar Sar jana Pada Fisip UPN “Veter an”
J awa Timur
Oleh :
J OEDITH AYU PRAMITASARI 0943010134
YAYASAN KESEJ AHTERAAN, PENDIDIKAN, DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
POLA KOMUNIKASI KELUARGA
(Studi Kasus Pola Komunikasi Or angTua Tunggal yang Tidak Tinggal Bersama Dalam Mengawasi Pergaulan Anak Remajanya)
Disusun Oleh:
J oedith Ayu Pramitasari NPM. 0943010134
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,
PEMBIMBING UTAMA
DRA. DIANA AMALIA, M.Si NIP. 1 9630907 199103 2001
Mengetahui, D E K A N
Oleh:
J OEDITH AYU PRAMITASARI NPM. 09 43010 134
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional " Veteran" J awa Timur Pada Tanggal 18 J uli 2013
Menyetujui,
Pembimbing Utama Tim Penguji: 1. Ketua
Dra. DIANA AMALIA,M.Si Dra. SUMARDJ IJ ATI,M.Si NIP. 1 9630907 199103 2001 NIP. 19620323 199309 2001
2. Sekretaris
Dr s, SAIFUDIN ZUHRI,M.Si NPT. 37006 94 00351
3. Anggota
Dra. DIANA AMALIA. M. Si NIP. . 1 9630907 199103 2001
Mengetahui,
D E K A N
KATA PE NGANTAR
Segala Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
Hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kepada Ibu Dra. Diana Amalia, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada
penulis dan tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang senantiasa mendukung, yang tidak bosan memberi petuah
bijak dan semangat di saat semua tidak bisa diandalkan. Semoga Tuhan senantiasa
memberi kalian berkat umur panjang, kesehatan, dan rejeki yang melimpah.
2. Dra.H. Suparwati, M. Si selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jatim.
3. Juwito, S. Sos. M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
4. Mbak Dinda yang selalu kasih saya masukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Dan
5. Mela, Rahma, Ciprut, Nana, Andyn, Ijonk, Rendy, Ipul, Vita, Terima kasih sudah
menjadi teman yang baik empat tahun terakhir. Terima kasih untuk semangat dan
doa yang diberikan selama ini.
6. Mbak Ida. Terima kasih sudah membantu cari jurnal penelitian dan sama-sama
berjuang buat ngerjain tugas akhir ini.
7. Arindio Afrilian. Terima kasih untuk perhatian dan semangat selama proses
pengerjaan skripsi ini.
8. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.
Surabaya, 28 Maret 2013
Penulis
HALAMAN J UDUL ... i
HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN UJ IAN SKRIPSI ... ii
HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAK ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 12
2.2.1. Pengertian Komunikasi ... 12
2.2.2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 13
2.3.1. Komunikasi Keluarga ... 23
2.4. Pengertian Pola Komunikasi ... 26
2.5. Pengertian Ayah ... 28
2.5.1. Peran Ayah ... 29
2.6. Pengertian Orang Tua ... 31
2.7. Remaja ... 31
2.7.1. Pergaulan Remaja ... 34
2.7.2. Peran Anak ... 37
2.8. Kerangka Berpikir .... ... 38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Pola Komunikasi ... 44
3.3. Informan Penelitian ………...……….. 46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ……….………. 47
3.4.1 Wawancara ……….. 47
3.4.2 Observasi ………. 48
3.4.3 Studi Literatur ……….. 49
4.1.2. Penyajian Data ... 54
4.1.3. Identitas Responden ……….. 54
4.2 Analisis Data ……….. 57
1. Hasil Wawancara Dengan Informan 1 ... 59
2. Hasil Wawancara Dengan Informan 2 ... 65
3. Hasil Wawancara Dengan Informan 3 ……….………... 71
4.3 Pembahasan ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 76
5.2. Saran... 77
Lampiran 1 : Kuesioner
Lampiran 2 : Rekapitulasi Jawaban Responden
ix
KELUARGA (Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Or angTua Tunggal yang Tidak Tinggal Ber sama Dalam Mengawasi Per gaulan Anak Remajanya)
Latar belakang penelitian ini didasarkan pada dimana seorang ayah atau orangtua tunggal ini tidak tinggal bersama dengan anaknya yang tumbuh menjadi seorang remaja. Hal ini ditunjukan untuk memahami kesalahan pola komunikasi ayah yang tidak tinggal bersama dengan anak remajanya tidak terjalin dengan sesuai ini dapat dihindari.
Landasan teori yang digunakan adalah komunikasi interpersonal. Dan dengan menggunakan pola komunikasi menurut Yusuf ada tiga Authoritarian, Permissive ,
Authoritative. Metode peniltian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif sedangkan
teknik pengumpulan data menggunakan wawancara secara mendalam (in-depht interview).
Hasil peneltian ini yaitu dua ayah dengan anak remaja menganut pola Permissive (bebas), sedangkan satu ayah menganut pola Authoritative (demokratis). Sehingga secara garis besar kebanyakan ayah yang menjadi orangtua tunggal dengan anak remajanya menganut pola komunikasi Permissive (bebas).
J OEDITH AYU PRAMITASARI. 0943010134. POLA KOMUNIKASI KELUARGA (Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Or angTua Tunggal yang Tidak Tinggal Ber sama Dalam Mengawasi Per gaulan Anak Remajanya)
Background of this research is based on where a single father who did not live with their children growing into teenagers. This is shown to understand the comunication patterns of errors that do not live with my father this can be avoide.
Theoretical basis used to use interpersornal communication and communication pattern by using the authoritarian, permissive an authoritative by Yusuf. Methods of resesarch used qualitative approach and adat collection techniques with in-depth interview.
The results of this research are two fathers with teenage children embracing permissive communication patters and the patterns of communicationadopted authoritative. So broadly that most fathers being a single parent with teenagers embracing communication pattern permissive.
1.1Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Sejak pertama dilahirkan, manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi.
Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia itu hidup dengan manusia lainnya
satu dengan yang lain saling membutuhkan. Untuk tetap melangsungkan
kehidupannya, manusia perlu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antar
manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal (bahasa) maupun
noverbal (simbol, gambar atau media komunikasi yang lain)
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris Communication berasal dari
kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama disini maksutnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy,2002:3).
Judy C. Person dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai
dua fungsi umum. Pertama untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi :
keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri
pada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua untuk melangsungkan hidup
masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan
keberadaan suatu masyarakat (Dedy Mulyana, 2002:45).
Komunikasi juga sangat penting dalam keluarga. Komunikasi yang baik perlu
dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik. Pola
anak, serta mempengaruhi kejiwaan anak, secara langsung dan tidak langsung.
Sebuah keluarga akan berfungsi optimal bila didalamnya terdapat pola komunikasi
yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman serta
memiliki kehiduppan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005:9)
Komunikasi interpersonal dalam keluarga terjalin antara orangtua dan anak
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu.
Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat menimbulkan
pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan
tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi
yang efektif antara orangtua dan anaknya, sehingga akan terjadi hubungan yang
penuh kasih sayang dan harmonis. Hubungan demikian masih sangat diperlukan
karena seorang anak masih banyak menghabiskan waktu dalam lingkungan keluarga.
Terdapat dua faktor yang membentuk kepribadan anak, yaitu faktor internal
dan eksternal. Internal berasal dari lingkungan keluarga sendiri, sedangkan faktor
eksternal berasal dari lingkungan luar rumah, yaitu masyarakat. Koherensi diantara
keduanya tidak dapat dipisahkan sama sekali dari lingkungan keluarganya dan
terbebas sama sekali dari pengaruh lingkungannya (Hurlock, 1996:22). Kedua faktor
tersebut merupakan tugas orangtua untuk melakukan pembinaan keluarganya dan
menyikapi secara hati-hati masukan-masukan dari lingkungan masyarakat agar
seorang anak yang masih memerlukan pembinaan dengan baik dari orang tua
teersebut dapat secara signifikan bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga
dengan kata lain faktor internal didalam keluarga harus lebih dominan daripada
faktor eksternal yang berasal dari lingkungan masyarakat. Keluarga atau orangtua
mempunyai kemampuan berinteraksi dengan orang lain terlebih dahulu. Keberadaan
orangtua mempunyai arti penting dalam perkembangan sosial remaja. Keterikatan
dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan
kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri harga diri, penyesuaian
emosional dan kesehatan fisik (Desmita, 2005:218)
Seorang ayah memiliki arti yang berbeda-beda seperti yang disampaikan oleh
para ahli Knibieahler (dalam Lamb, 2010) menyatakan ayah adalah tokoh yang
berkuasa dan memegang kekuasaan yang luar biasa dalam keluarga. Sedangkan ibu
adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai
proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga
memiliki arti dan fungsi vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan
makna dan tujuan hidupnya.
Orangtua biasanya mempunyai berbagai cara dan strategi untuk
berkomunikasi dan mendidik ketika anaknya masuk kedunia remaja agar menjadi
sesuai dengan apa yang diinginkan, karena keluarga merupakan salah satu tempat
pendidikan informal terpenting untuk pendidikan anak, maka pola komunikasi
apapun akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak dalam segi
apapun. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangannya, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana
untuk berkomunikasi, mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya
dimasyarakat dengan baik. Terlebih lagi ketika anak sedang tumbuh dan menjadi
seorang remaja, pasti membutuhkan perhatian yang lebih dari sang orangtua sebab
orangtua harus lebih waspada dalam mengawasi pergaulan anaknya, sebab jika
orangtua lengah dalam mengawasi pergaulan anaknya kemungkinan besar sang anak
dapat jatuh dalam pergaulan yang salah. Karena telah banyak pergaulan yang salah
dapat menjerumuskan sang anak hingga menjadi seorang pecandu narkoba, sex bebas
yang mengakibatkan hamil diluar nikah bahkan menjadi traficcing. Karena banyak
ditemui permasalahan remaja yang terjerumus karena pergaulan bebas dan
kurangnya perhatian dan didikan dari orangtua yang membuat sang remaja bebas
melakukan apa yang dia mau tanpa merasa takut dan memikirkan resiko apa yang
diperbuatnya. Dan hal inilah yang menjadi ketakutan orangtua jika lengah
mengawasi dan memperhatikan anaknya yang sedang tumbuh menjadi seorang
remaja.
Remaja dalam mengambil keputusan juga membutuhkan dukungan dalam
memutuskan sesuatu hal baik itu dari orangtua, keluarga terdekat dan
teman-temannya. Apabila tidak mendapat dukungan dalam keputusannya, kemungkinan
remaja tersebut akan merasa dikucilkan dan dijauhi teman-temannya, karena remaja
yang diterima teman-teman sebayanya akan merasa dihargai dan dihormati oleh
teman-teman sebayanya. Anak yag mulai tumbuh dalam fase remaja merupakan
segmen perkembangan individu anak yang sangat penting, dimana pada masa ini
remaja memiliki sifat tergantung (dependence) terhadap orangtua kearah
kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian
terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf, 2001:184). Pada masa remaja
adalah suatu usia yang serba labil dan untuk kematangan berpikir serta
mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara (perasaan) dan rasio (logika),
hal-hal tanpa melihat apakah iya bersifat negative atau positif dan mulai mencoba
hal-hal yang baru. Pergaulan yang didapat mempengaruhi sang remaja tersebut
karena sifat keingin tahunya dan rasa coba-coba yang besar membuat ia ingin
mencoba segala hal tanpa melihat resiko yang dapat terjadi padanya. Pergaulan
remaja pada jaman sekarang sangat tidak kondusif karena kecanggihan teknologi dan
perubahan jaman membuat anak pada usia remaja ini mudah terpengaruh.
Namun fenomena dilapangan tidak menunjukkan tidak semua anak memiliki
orang tua yang lengkap seperti hidup tanpa dampingan ibu disampingnya. Pilihan
menjadi seorang single parent dapat terjadi karena beberapa alasan yaitu kematian
pasangan atau perceraian. Kematian pasangan yang mendadak membuat ia tidak siap
menerima kenyataan. Masalah besar yang orangtua tunggal hadapi yaitu masalah
emosional, masalah hukum (hak asuh dll), masalah lingkungan, menghadapi anak,
masalah keuangan sehingga membuat sang ayah yang tidak sedikit mencoba mencari
pekerjaan diluar kota bahkan diluar pulau meskipun harus meninggalkan anaknya.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana ayah akibat dari kematian
dapat membangun pola yang baik dengan anak remajanya dalam mengawasi bentuk
pergaulannya meskipun dengan kondisi tidak tinggal bersama. Bagi seorang anak
remaja yang ditinggal ibunya karena kematian pasti mengalami dampak psikis yang
kurang baik apalagi untuk seorang anak perempuan yang pasti membutuhkan sosok
seorang ibu yang mendampinginya ketika mulai beranjak dewasa dan membutuhkan
teman untuk berbagi cerita dan masalah dengan lingkungan disekitarnya. Meskipun
ada seorang ayah yang dapat menggantikan posisi ibunya tapi tetap saja tidak bisa
Orang tua lengkap menjadi figur orangtua sempurna bagi anak, sedangkan
ayah yang menjadi single parent akan menjadi satu-satunya figur dalam kehidupan
keluarga yang menjadi anutan bagi anak terlebih anak remajanya. Tentunya hal ini
akan memberikan dampak yang cukup signifikan jika satu orangtua menjalankan dua
peran sekaligus yaitu sebagai ayah dan ibu. Dalam proses inilah peran komunikasi
orangtua tunggal tidak hanya memenuhi kebutuhan berupa materi saja tetapi juga
para orangtua tersebut harus memberikan pendidikan agama dan memberikan
perhatian kasih sayang serta pengarahan yang baik yang seharusnya dilakukan oleh
orangtua tersebut. Apalagi untuk orangtua yang tidak tinggal bersama dengan anak
remajanya dalam mengawasi kesehariannya pasti memiliki tingkat masalah yang
lebih karena mempunyai seorang anak yang sedang tumbuh menjadi remaja .
Disini teori yang digunakan oleh penulis adalah teori dikemukakan oleh
Yusuf diatas sangatlah tepat untuk mengetahui gaya perlakuan orangtua (Parenting
Style) dan kontribusinya terhadap kompetensi sosial, emosional dan intelektual
seorang anak. Perlakuan ayah terhadap anak bisa dilihat dari interaksi dan
komunikasi yang terjalin antara ayah dan anak yang berupa komunikasi antar
pribadi. Bentuk komunikasi ini diniali paling ampuh untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku seseorang. Umumnya komunikasi antar pribadi berlangsung
secara tatap muka sehingga memungkinkan terjadinya personal contact.
Kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah menjadi dasar terbentuknya
hubungan yang menyenangkan dalam komunikasi. Suasana menyenangkan dan
hangat menjadi dasar perkembangan emosi yang stabil dan membentuk kepribadian
yang percaya diri. Apabila tidak adanya komunikasi yang bagus antara orangtua
serta para anak-anak sendiri menginginkan orangtua saling terbuka dan dapat
menjadikan orangtua sebagai seorang anutan tetapi juga menjadi seorang teman
untuk berbagi cerita.
Penelitian ini dilakukan di Surabaya. Sebab daerah ini mempunyai komposisi
penduduk yang heterogen. Surabaya diasumsikan sebagai daerah yang memiliki
perkembangan yang tinggi. Selain itu Surabaya merupakan kota metropolis dan kota
terbesar kedua setelah Jakarta dilihat dari padatnya penduduk .
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana pola komunikasi
yang baik antara orangtua tunggal yang tidak tinggal bersama dalam mengawasi
pergaulan remajanya. Adanya pola komunikasi yang tidak efektif antara ayah
dengan anak remajanya yang tidak tinggal bersama akan menimbulkan
kesalahpahaman, dan apabila tidak ingin terjadi kesalahpahaman dalam pola
komunikasi tersebut maka yang yang sebaiknya dilakukan sang ayah adalah
menciptakan komunikasi yang efektif. Sebab komunikasi adalah alat yang penting
bagi orangtua dan anak terlebih lagi pada keadaan orangtua yang tidak tinggal
bersama dengan sang buah hatinya. Pada penelitian ini, sosok seorang ayah juga
harus menjadi seorang ibu yang bertugas menjaga dan merawat anak-anaknya dan
juga mengawasi bentuk pergaulan sang anak agar tidak terjerumus pada pergaulan
yang salah yang dimana sudah banyak terjadi anak remaja yang mengalami banyak
1.2Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
yakni mengenai bagaimana pola komunikasi orang tua tunggal yang tidak tinggal
bersama dalam mengawasi pergaulan anak remajanya.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana pola
komunikasi orangtua tunggal yang tidak tinggal bersama dalam mengawasi pergaulan
anak remajanya.
1.4Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai bahan tambahan pemikiran untuk ilmu komunikasi terutama topik
bahasan yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap pola
komunikasi orangtua tunggal yang tidak tinggal bersama dalam mengawasi
pergaulan anak remajanya .
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan masyarakat dan
memberi masukan kepada masyrakat luas khususnya ayah yang menjadi
single parent dalam membangun pola komunikasi dengan anak remajanya
2.1 Peniltian Terdahulu
Dari jurnal terdahulu dengan judul Pola Komunikasi Jarak Jauh Antara
OrangTua Dengan Anak (Studi Pada Mahasiswa Fisip Angkatan 2009 Yang Berasal
Dari Luar Daerah) dimana pada umumnya anak dengan orang tua dan berhubungan
dekat atau sering berkomunikasi tatap muka karena tinggal dalam satu rumah. Tetapi
lain halnya dengan orang tua dan anak yang tidak tinggal serumah atau tinggal
berjauhan karena perbedaan jarak dan tempat. komunikasi dilakukan menggunakan
media seperti telepon tidak berkomunikasi secara tatap muka. komunikasi jarak jauh
ini menimbulkan masalah yaitu komunikasi yang terjalin menjadi efektif atau tidak
efektif lagi karena komunikasi kurang antara orang tua dan anak menimbulkan
hubungan emosional yang tidak terjalin lagi dengan baik dan kedekatan yang
berkurang karena hubungan yang renggang karena kurangnya berkomunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi jarak
jauh antara orang tua dengan anak. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif
dengan pemilihan informan secara sampling purposive dengan mengambil 10
informan anak (informan kunci) dan 5 informan orang tua (pendukung). Dengan
teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara mendalam (depth
interview), yakni data dikumpulkan melalui wawancara yang mendalam pada setiap
mendalam menggunakan pedoman wawancara (interview guide) agar wawancara
tetap berada pada fokus penelitian . sajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari
penelitian ini bisa disimpulkan bahwa pola komunikasi antara informan anak dengan
informan orang tua maupun sebaliknya pola komunikasi antara informan orang tua
dengan informan anak berdasarkan tipe keluarga antara lain; tipe keluarga karier, tipe
keluarga protektif, tipe keluarga gaptek, dan tipe keluarga broken home. Terdapat
hambatan-hambatan yang mempengaruhi pola komunikasi seperti; hambatan
ekonomi, waktu, profesi, dan jaringan komunikasi. Hambatan-hambatan inilah yang
mempengaruhi komunikasi tidak berjalan dengan baik.Pola komunikasi antara
informan anak dengan informan orang tua maupun sebaliknya berdampak terhadap
hubungan antara informan anak dengan informan orang tua menjadi erat atau
renggang.
Lalu pada penilitian kedua yang berjudul Pola Komunikasi Orangtua Dalam
Membentuk Kepribadian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) yang diteliti oleh Yuni
Retnowati dari Akademi Komunikasi Indonesia (AKINDO) di Yogyakarta ini
dengan menggunakan desain penilitian survey dengan pendekatan kualitatif, yaitu
survey yang digunakan dalam penillitian deskriptif. Survey yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar engan mewawancarai
sejumlah kecil dari populasi. Dan berdasarkan sampel yang didapat diambil beberapa
kasus yang ditindaklanjuti dengan wawancara mendalam yang dimaksutkan untuk
mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan fenomena komunikasi. Peniltian ini
tidak menggambarkan satu unit populasi tetapi membahas unit orangtua tunggal
berstatus sebagai orangtua tunggal berdasarkan data Perceraian di Pengadilan Agama
Kota Yogyakarta dari tahun 2001-2005 yang bekerja nafkah dan mempunyai hak
asuh anak berusia antara 7-12 tahun.
Dari kedua penelitian tersebut diatas dapat dibandingkan dengan penelitian
yang sedang dilakukan peneliti saat ini yang berjudul Pola Komunikasi Orangtua
Tunggal yang Tidak Tinggal Bersama Dalam Mengawasi Pergaulan Anakn
Remajanya, dari kedua penelitian tersebut di atas memiliki persamaan dengan
penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti saat ini metodenya sama-sama
menggunakan metode kualitatif dan juga sama-sama meneliti tentang pola
komunikasi. Selain itu terdapat pula perbedaan berupa objek penelitian, dimana
kedua penelitian tersebut di atas meneliti objek yang sudah umun, dan meneliti pola
komunikasi orang tua yang masih utuh serta objek tersebut mudah untuk dijumpai.
Sedang kelebihan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini objeknya tidak mudah
dijumpai, karena orangtua yang diteliti ini tidak berada di Surabaya yang tidak
memungkinkan penulis menjumpai dalam satu waktu. Oleh sebab itu penulis dalam
penelitian ini melakukan pengumpulan data menggunakan observasi berperan
(participant observation) dan dilanjutkan wawancara mendalam (in depth interview).
Dalam penilitian ini peniliti berperan serta (participation observation), dimana
peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber tetapi belum
sepenuhnya lengkap. Selama melakukan observasi partisipatif, peneliti juga
melakukan wawancara (interview) kepada orang-orang didalamnya dengan jenis
Pernyataan permasalahan tersebut penting untuk diteliti karena hasil
penelitiannya akan sangat berguna bagi banyak orangtua untuk melakukan
komunikasi kepada anaknya dan menghindari pencegahan konflik atau yang tengah
menghadapi keadaan serupa.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih dengan cara yang tepat secara timbal balik sehingga pesan yang
dimaksut dapat dipahami oleh kedua belah pihak (Djamarah, 2004:2)
Komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika
manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu komunikasi apabila
dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dengan menghilangnya konflik
antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan antar rasmembina
kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 2002: 27)
Komunikasi terjadi antar satu orang dengan lainnya, mempunyai tujuan untuk
mengubah dan membentuk perilaku orang menjadi sasaran komunikasi. Disamping
itu komunikasi merupakan proses yang penyampaiannya menggunakan
simbol-simbol dalam kata-kata, gambar-gambar dan angka-angka.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki pengertian
yang luas dan beragam walaupun secara singkat komunikasi merupakan suatu proses
diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa komunikasilah yang berhubungan dengan manusia
itu, dimana tidak mungkin manusia bisa hidup tanpa berkomunikasi.
2.2.2 Pengertian Komunikasi Interper sonal
Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi
antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsungg, baik verbal maupun nonverbal
(Mulyana, 2004:73)
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang diantara sekelompok kecil
orang-orang merupakan komunikasin didalam diri sendiri, didalam diri manusia
terdapat komponen-komponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima
dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan
mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal
mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang
dikomunikasikan, bermula dari seorang (Muhammad, 1995:158)
Setelah melalui proses interpersonal tersebut, maka pesan-pesan disampaikan
kepada orang lain. Komunikasi interpersonal merupakan proses pertukaran informasi
antara seseorang dengan seseorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang
terlibat dalam komunikasi menjadi bertambah komplekslah komunikasi tersebut
(Muhammad, 1995:159)
Komunikasi antar pribadi juga didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi
diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka,
misalnya percakapan seorang ayah dan anaknya, sepasang suami istri, guru dengan
murid dan lain sebagainya. Dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan
dijelaskan sebagai bahan-bahan yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antar
pribadi (Devito, 1997:231)
Pentingnya suatu komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar
pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam
komunikasi bentuk ini berfungsi ganda masing-masing menjadi pembicara dan
pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampaknya adanya
upaya dari perilaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual
understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi saling menghormati bukan
disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing
adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati
sebagai manusia.
Komunikasi interpersonal dibandingkan dengan komunikasi lainnyya dinilai
paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena
dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi
berlangsung seketika (immediate feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan
komunikan terhadap pesan yang dilontarkan pada ekspresi wajah dan gaya bicara.
Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan
mempertahankan gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif,
maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.
Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan , opini, dan
perilaku komuikan itulah maka bentuk komunikasi interpersonal seringkali
dipergunakan untuk melontarkan komunikasi persuasif (persuasive communication)
yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus,
luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Dengan demikian maka setiap pelaku
komunikasi akan melakukan tempat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan,
menerima dan mengolah pesan dan keempat tindakan tersebut lazimnya berlangsung
secara beruntun, dimana membentuk pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau
gagasan dengan tujuan tertentu.
2.2.2.1 Kualitas Komunikasi Interper sonal Dalam Keluar ga
Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus berlangsung secara timbal
balik dan silih berganti, bisa dari orangtua ke anak atau dari anak ke orangtua. Awal
terjadinya komuniaksi karena adanya sesuatu pesan yang ingin disampaikan,
sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif (Djamarah, 2004:1)\
Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman pesan dan penerimaan
umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilau seseorang karena sifatnya diaologis,
berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunujukan suatu interkasi
sehingg terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2002:8). Dengan
demikian mereka yang akan terlibat dalam komuniaksi ini masing-masing menjadi
pembicara dan pendengar. Nampaknya adanya upaya untuk terjadinya pengertian
bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan
bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk
dihargai dan dihormati sebagai manusia.
Dalam proses komunikasi ini, ketika pesan disampaikan umpan baliknya
terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana
rekasi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya (Effendy,2003:15)
Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi, sebab ia
menentukan berlanjutnya, komuniaksi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan
oleh komunikator, selain itu umpan balik dapat memberikan komunikator bahan
informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik
atau tidak bagi komunikan (Effendy,2003:14). Umpan balik dikatakan bersifat positif
ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator, sehingga komunikasi
berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya umpan balik dikatakan negatif ketika
respon komunikan tidak menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan
untuk melanjutkan komunikasi tersebut.
Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi
harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal
tersebut dapat diterima dan dipahami oleh remaja. Komunikasi yang efektif akan
menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak
(Irwanto,2001:79)
Komunikasi yang baik didalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog.
Komuniaksi yang monolog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk
mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak untuk
mengembangkan pikiran. Kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai
pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog,
orangtua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan
anak-anaknya (Kartono, 1994:153)
Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang
harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai
kebebasan dan rahasia antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi yang
efektif diharapkan dapat mengarahkan remaja untuk mampu mengambil keputusan,
mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain. Dengan
demikian, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan faktor yang penting bagi
perkembangan diri remaja, karena ketiadaan komunikasi dalam suatu keluarga akan
berakibat fatal seperti timbulnya perilaku menyimpang pada remaja. Namun menurut
Rahmat (2002:19) tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering melakukan
komunikasi interpersonal dengan oranglain. Maka makin baik hubungan mereka.
Personalnya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana
diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasinya, akan tetapi seberapa besar
kualitas komunikasi tersebut.
Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi
orangtua memberikan dan mengajarkan tentang nilai, norma, pengetahuan, sikap dan
harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal
tersebut dapat diterima dan dipahami oleh remaja. Komunikasi yang efektif akan
menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak
(Irwanto, 2001 :79)
Komunikasi yang baik dalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog.
Komunikasi yang monolog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk
mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak untuk
mengembangkan pikiran. Kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai
pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog,
orangtua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan
anak-anaknya (Kartono,1994 : 153)
Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang
harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai
kebebasan dan rahasia antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi yang
efektif diharapkan dapat mengarahkan remaja untuk mampu mengambil keputusan,
mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa komuniaksi merupakan faktor yang
keluarga akan berakibat fatal seperti timbulnya perilaku menyimpang pada remaja.
Namun menurut Rahmat (2002 :19) tidak benar anggapan orang bahwa semakin
sering seorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Maka makin
baik hubungan mereka. Personalnya adalah bukan berapa kali komunikais dilakukan,
tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan . hal ini berarti penting bahwa dalam
komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasinya , akan
tetapi seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.
2.2.2.2 Aspek – Aspek Kualitas Komunikasi Interper sonal Dalam Keluar ga
Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga.
Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya informasi yang
dikomunikasikan didalam keluarga dapat mengarahkan pada komunikasi yang
efektif, yaitu (Irwanto, 2001 : 85)
1. Konsistensi
Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relayif
jelas dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak
konsistensian yang membuat remaja bingung dalam menafsirkan informasi
tersebut.
2. Ketegasan (Assertiveness)
Ketegasan tidak berarti otoriter membantu meyakinkan remaja atau anggota
sikapnya. Bila perilaku orangtua ingin ditiru oleh anak, maka ketegasan akan
memberi jaminan bahwa mengharapkan anak-anak sesuai yang diharapkan.
3. Percaya (Trust)
Faktor percaya (trust) adalah yang paling penting karena percaya menentukan
efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal karena
membuka saluran komunikasi, memperjalas pengiriman dan penerimaan
informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksutnya,
hingga kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan
internasional yang akrab.
Ada tiga yang berhubungan dengan sikap percaya yaitu : (Rakhmat, 2002
:131)
a. Menerima
Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan
tanpa berusaha mengendalikan, sikap yang melihat orang lain sebagai manusia,
sebagai individu yang patut dihargai, tetapi tidak berarti menyetujui semua
perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya (Rahkmat,
2002 :132)
b. Empati
Empati dianggap sebagai memahami orang lai dan mengembangkan diri pada
kejadian yang menimpa orang lain. Melihat seperti orang lain melihat,
c. Kejujuran
Manusia tidak menaruh kepercayaan kepada orang lain yang tidak jujur atau
sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujuran dapat
mengakibatkan perilaku seseorang diduga. Ini mendorong untuk percaya antara
satu dengan yang lain (Rakhmat, 2002 :133)
4. Sikap Sporif
Sikap sporif sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap
defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal, karena lebih
banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam suatu situasi
komunikasi daripada pesan yang didapatdari orang lain (Rakhmat, 2002 :133)
5. Sikap Terbuka
Sikap terbuka mendorong terbukannya saling pengertian, saling menghargai,
saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rakmat, 2002 :16)
6. Bersikap Positif
Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atas pandangan
positif terhadap diri orang, perasan positif untuk berkomunikasi dan
“Menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku “Menyerang” dapat
dilakukan secara verbal seperti katakan “kamu nakal”. Sedangkan perilaku
“Menyerang” yang bersifat nonverbal berupa senyuman , pelukan bahkan
pukulan. Perilaku “Menyerang”dapat bersifat positif yang merupakan bentuk
dihargai, “Menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum hati
seseorang secara fisik maupun psikologis (Devito,1997 : 59). Pentingnya
“Menyerang” secara negatif itu diperlukan asal dalam batas yang wajar seperti
menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang tua tetap
memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 1994 :153)
2.3 Pengertian Keluar ga
Keluarga adalah sekumpulann orang yang hidup bersama dalam tempat
tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin
sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling
menyerahkan diri yang dijalinkan oleh kasih sayang (Djamarah, 2004:16)
Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya
terdapat pada setiap masyarakat didunia atau suatu sistem sosial yang terbentuk
dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti
(nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga ini adalah suatu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum
kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih
dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu
2.3.1 Komunikasi Keluar ga
Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam
kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan
berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan
antar anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antar suami istri
perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik
dalam keluarga (Djamarah, 2004:38)
Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana
didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang
berpengaruh terhadap pekembangan anak (Hurlock, 1997:198)
Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan keluarga, akibatnya pola keluarga telah berubah secara radikal (drastis).
Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada keluarga tersebut dampaknya dapat
terjadi pada seluruh komponen keluarga yang ada yaitu dipihak ayah, ibu, anak
maupun keluarga yang ikut didalamnya seperti nenek atau anggota lainnya. Dilihat
pada uraian diatas, maka anakpun memikul dampak dari perubahan yang terjadi pada
keluarga,
Selanjutnya Hurlock (1997:200) menyatakan bahwa hubungan dengan
anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara
umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri pada
Peranan dalam keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak
tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan struktur dan
interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan
tujuan-tujuan, norma-norma, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat
mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi kelompok tersebut diantara anak.
Keluarga memiliki perananyang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan
pendidikan tentanng nilai-nilai kehidupan, bagi agama maupun sosial budaya yang
diberikan merupakan faktor yang ondusif untuk mempersiapkan anak menjadi
pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2001:37)
Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena
komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada
sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dapat lingkungan
keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif anatara orangtua dan anak
remaja, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya
hubungan harmonis anatara orangtua anak dan remaja, diharapkan adanya
keterbukaan antara orangtua dan anak remaja dalam membicarakan masalah dan
kesulitan yang dialami oleh remaja (Mulandar,2003:23). Disinilah diperlukan
komunikasi dalam keluarga yang sering disebut komunikasi keluarga.
Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orangtua
dan anak remaja, sehingga antar orangtua dan remaja akan saling terbuka dan
berterus terang dalam membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh remaja.
sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang akan terjadi pada
remaja maupun pada hubungan orangtua dan anak. Sehingga dengan adanya
komunikasi antar orangtua dan remaja dapat membantu memecahkan masalah remaja
(Gunarsa,2002:206)
Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka
dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada
umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang
baik antara orangtua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor
yang menjadi penghambat, yaitu :
1. Orangtua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan
anaknya yang menginjak usia remaja.
2. Orangtua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga
meninggalkan salah tafsir atau salah paham.
3. Orangtua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan
masalah yang dihadapi oleh remaja.
4. Hubungan antara orangtua dan remaja hanya terjadi secra singkat dan formal
karena selalu sibuknya orangtua.
Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta
2.4 Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesa yang
dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1)
Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola
hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengkaitkan dua komponen
yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas
dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya
hubungan antar organisasi ataupun juga manusia. Terdapat tiga pola komunikasi
didalam hubungan orangtua dengan anak yaitu (Yusuf,2001 :52)
a. Authorian (Cenderung bersikap bermusuhan)
Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun
kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando
(mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi),
bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.
Sedang dipihak anak muda tersinggung, penakut, pemurung dan merasa
tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan
yang jelas tidak bersahabat.
b. Permissive (cenderung berperilaku bebas)
Dalam hal ini sikap acceptance orangtua tinggi, namun kontrolnya rendah,
keinginannya. Sedang anak bersikap implusif serta agresif, kurang memiliki rasa
percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya
rendah.
c. Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)
Dalam hal ini sikap acceptance orangtua dan kontrolnya tinggi, bersikap
responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan
pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang
baik dan yang buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya
diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama
memiliki rasa ingin tabunya yang tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang
jelas dan berorientasi pada prestasi.
Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator
dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling menerima satu
sama lain (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran
komunikasi dengan anak-anak adalah :
a. Mau meendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sering
mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam dan
mendasar.
b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan
menunjukan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan non verbal saat
c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk
mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk menunjukkan
reaksi atau tingkah laku teertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan
positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.
2.5 Pengertian Ayah
Bagi seorang laki-laki, menjadi orangtua tunggal tentu tidak mudah sehingga
banyak pria yang memutuskan mencari cepat pengganti pasangannya. Naluri ayah
dalam memngasuh anaktentu tidak seperti seorang perempuan. Namun, demi sang
buah hati ayah harus bisa menjalankan peram tersebut ketika menjadi ayah tunggal.
Sebagai seorang single parent, peran ayah dalam keluarga tentu saja menjadi
lebih luas. Selain dituntut memegang peran pencari nafkah, ayah juga harus
mengurus berbagai keperluan rumah tangga. Yang paling penting, memastikan
tumbuh kembangnya anak berjalan dengan baik.
Bagi seorang ayah tunggal yang baru menjalani peran baru ini, tentu tidak
mudah untuk melakukannya. Namun, menurut 2 pakar psikologi dr. Hendry Cloud
dan dr. Jhon Townsend dalam buku mereka yang berujudul “Raising The Great
Children”, semua ayah sebenarnya secara naluriah dikaruniai kemampuan untuk
merawat anaknya.
Tentu saja, seperti halnya pada seorang ibu, ayah juga butuh waktu untuk
belajar merawat buah hatinya. Lagipula, peran tradisional yang dahulu eksklusif
ini tidak lagi sungkan menemani anaknya bermain, belajar, makan bersama, bahkan
menyiapkan makanan untuk anak-anaknya.
Seperti yang disebutkan dalam buku “Fathers, Infants dan Toddlers” karya
M.Y. Yogmen dan Dwight Kindlon, pada saat ini sosok ayah juga mampu bersifat
hangat kepada anak-anaknya, tidak seperti citra ayah konvensional yang kaku dan
mengedepankan soal disiplin dan keteraturan bagi anak-anaknya. Citra sebagai sosok
yang dingin dan disegani serta dijauhi anak-anaknya bukanlah citra yang sesuai
untuk ayah masa kini.
Oleh karena itu, peran ayah dalam kehidupan anak pun lebih meenjadi
seorang role model yang ideal. Bagi anak laki-laki, ayah menjadi contoh bagaiman
berperilaku dan bersikap setia[ hari sebagai seorang laki-laki.
Sedangkan bagi anak perempuan ayah harus menjadi sosok pelindung dan
pengayom. Hal ini berguna agar anak perempuan nantinya tidak canggung ketika
saat dewasa mengahdapi lawan jenis dalam pergaulan sosial (Inspired Kids – Detik
Health, 2011)
2.5.1 Peran Ayah
Seorang ayah merupakan pria pertama yang menopang kehidupan kita,
sebagai orangtua yang penyayang. Bagi para ibu, sosok ayah bagi anak-anaknya
adalah seseorang yang dipercaya untuk menjaga anak-anaknya. Ayah mrupakan
satu-satunya oranglain selain ibu yang dapat memberikan rasa saying sepenuh hatinya
menjadi tulang punggung keluarganya dan menghidupi keluarganya dari usaha yang
dilakukan.
Terkadang seorang ayah tampak snagat kuat dimata keluarganya, tetapi
mereka justru sangat rapuh karena harus selalu tampak kuat dihadapan keluarganya.
Hal tersebut mungkin terjadi karena seorang laki-laki dituntut untuk bisa tampil
sebagai yang etrkuat diantara mereka. Seorang ayah akan mendidik putra putrinya
untuk menjadi orang yang tangguh meski terkadang mereka bersikap keras kepada
anak-anaknya. Mereka hanya ingin melakukan dengan cara yang mereka ketahui
saja. Tanpa kehadiran seorang ayah maka tidak aka nada sosok ibu, bahkan anak
sekalipun.
Figur seorang ayah merupakan pondasi bagi kehidupan kita. Seorang ayah
bisa menjadi pribadi yang sangat lembut atau keras, tetapi mereka tetap akan
menyanyangi anak-anaknya sepenuh hati. Bagi anak perempuan, figur ayah adalah
figur pria pertama yang mereka kagumi. Figure seorang pria yang sangat
mengagumkan dan pria pertama yang merebut hati anak-anak perempuannya. Bagi
anak laki-lakinya, figure ayah merupakan sosok idola pertama mereka, citra diri
mereka nantinya dan mungkin saja satu-satunya pria yang bisa mencintai mereka apa
2.6 Pengertian Orang Tua
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian orang tua adalah ayah dan
ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991:12), orang tua dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
a. Orang Tua Kandung
Orang tua kandung adalah ayah dan ibu yang mempunyai hubungan darah
secara biologis (yang melahirkan)
b. Orang Tua Angkat
Pria dan wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orang tua sendiri
berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku.
c. Orang Tua Asuh
Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas
dasar kemanusiaan. Dasar pengertian di atas maka orang tua adalah pria dan
wanita yang mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun
sosial dan mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup
orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan.
2.7 Remaja
Fase remaja merupakan segman perkembangan individu yang sangat penting.
Selain itu remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence)
terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf,
2001:184).
Menurut Harlock, menyatakan bahwa usia yang dapat dikatakan sebagai
remaja yaitu diantara usia 11 tahun sampai usia 21 tahun. Periode remaja ini
dipandang sebagai masa “Storm and Stres”, frustasi dan penderitaan, konflik dan
penyesuaian, mimpi dan melamun cinta dan perasaan terlinealisasi (tersisihkan) dari
kehidupan dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Yusuf, 2001:184).
Beberapa tokoh psikologi remaja memberikan beberapa definisi tentang
remaja antara lain: (Yusuf, 2007:185-186).
1. Hal menyatakan remaja sebagai masa yang berada dalam dua situasi, antara
kegoncangan, penderitaan, asrama dan pemberontakan dengan otoritas orang
dewasa. Selain itu pengalaman sosial selama remaja dapat mengarahkannya
untuk menginternalisasi sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi
sebelumnya.
2. Barker memberikan penekanan orientasi remaja pada masalah
sosiopsikologis. Hal ini dikarenakan bahwa remaja merupakan periode
pertumbuhan fisik yang sangat cepat dan peningkatan dalam koordinasi maka
remaja merupakan masa transisi antara anak dan masa dewasa. Oleh karena
pertumbuhan fisik bekaitan dengan sifat-sifat yang diterima anak, maka
Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan
batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: (Sarwono, 2004:14)
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder
mulai Nampak (kriteria fisik)
2. Di bawah masyarakat Indonesia, usia 11 sudah dianggap akil balik, baik menurut
adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memberlakukan mereka
sebagai anak-anak (kriteria sosial)
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda yang penyempurnaan perkembangan
jiwa seperti tercapainya identitas diri (edo identity, menurut Erik Erikson),
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif (palget) maupun moral, (Kohlberg)
(kriteria psikologik)
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang
bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada
orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat
atau tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan
perkataan lain, orang-orang yang sampai pada batas usia 24 tahun belum dapat
memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik masih dapat
digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia terutama
kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai
Tetapi pada kenyataannya cukup banyak pula orang mencapai kedewasaannya
sebelum usia tersebut.
5. Dalam definisi diatas status perkawinan sangat menentukan, karena arti
perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh.
Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun dianggap dan diberlakukan
sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukun maupun dalam kehidupan
masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja dibagi disini dibatasi khusus
untuk yang belum menikah.
2.7.1 Pergaulan Remaja
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan
individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok. Seperti yang dikemukakan oleh
Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya
manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia
lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian
seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya,
baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif
itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal
yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan
bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati
Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh
terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin
dia belum tahu apakah itu baik atau tidak. Masa remaja merupakan masa yang sangat
penting, sangat kritis dan sangat rentan, karena bila manusia melewati masa
remajanya dengan kegagalannya, dimungkinkan akan menemukan kegagalan dalam
perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila masa remaja itu diisi
dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil guna dalam
rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya,
dimungkinkan manusia itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan
hidupnya. Dengan demikian, masa remaja menjadi kunci sukses dalam memasuki
tahapan kehidupan selanjutnya.
Pergaulan bebas juga dapat didefinisikan sebagai melencengnya pergaulan
seseorang dari pergaulan yang benar , pergaulan bebas diidentikan sebagai bentuk
dari pergaulan luar batas atau bisa juga disebut pergaulan liar. Ada beberapa faktor
dan masih ada juga faktor yg lain yang banyak mempengaruhi terjadinya pergaulan
buruk dari kalangan anak-anak muda, yakni:
1. Faktor Orang Tua
Para orang tua perlu menyadari bahwa jaman telah berubah. Sistem
komunikasi, pengaruh media masa, kebebasan pergaulan dan modernisasi di berbagai
bidang dengan cepat memepengaruhi anak-anak kita.Budaya hidup kaum muda masa
kini, berbeda dengan jaman para orang tua masih remaja dulu. Pengaruh pergaulan
a. Faktor kesenjangan pada sebagian masyarakat kita masih terdapat anak-anak yang
merasa bahwa orang tua mereka ketinggalan jaman dalam urusan orang muda.
Anak-anak muda cenderung meninggalkan orang tua, termasuk dalam
menentukan bagaimana mereka akan bergaul. Sementara orang tua tidak
menyadari kesenjangan ini sehingga tidak ada usaha mengatasinya.
b. Faktor kekurang pedulian Orang tua kurang perduli terhadap pergaulan
muda-mudi. Mereka cenderung menganggap bahwa masalah pergaulan adalah urusan
anak-anak muda, nanti orang tua akan campur tangan ketika telah terjadi sesuatu.
Padahal ketika sesuatu itu telah terjadi, segala sesuatu sudah terlambat
c. Faktor ketidak mengertian kasus ini banyak terjadi pada para orang tua yang
kurang menyadari kondisi jaman sekarang. Mereka merasa sudah melakukan
kewajibannya dengan baik, tetapi dalam urusan pergaulan anak-anaknya, ternyata
tidak banyak yang mereka lakukan. Bukannya mereka tidak perduli, tetapi
memang mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.
2. Faktor agama dan iman.
Agama dan keimanan merupakan landasan hidup seorang individu. Tanpa
agama hidup mereka akan kacau, karena mereka tidak mempunyai pandangan hidup.
Agama dan keimanan juga dapat membentuk kepribadian individu. Dengan agama
individu dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Tetapi pada
remaja yang ikut kedalam pergaulan bebas ini biasanya tidak mengetahui mana yang
3. Perubahan Zaman
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan pun ikut berkembang atau
yang lebih sering dikenal dengan globalisasi. Remaja biasanya lebih tertarik untuk
meniru kebudayaan barat yang berbeda dengan kebudayaan kita, sehingga memicu
mereka untuk bergaul seperti orang barat yang lebih bebas.
2.7.2 Peran Anak
Anak merupakan rahmat Tuhan yang diamatkan kepada orang tuanya yang
membutuhkan peliharaan, penjagaan, kasih saying, dan perhatian. Masa anak
merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam
banyak aspek perkembangan (Yusuf, 2006:12)
Seorang anak mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai dengan
kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang lain, seorang
anak akan dapat menyerap nilai-nilai, norma dan etika dari budaya sosialnya
terutama dari orang tuanya (Dariyo, 2004:114)
Karena memang dalam kenyataannya anak suka meniru sikap dan perilaku
orang tua dalam keluarga, anak secara kualitatif maupun kuantitatif tidak sama
dengan orang dewasa. Bahkan anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil
(miniature adult), sehingga memperlakukan anak (member hukuman, mengajar
Bagi orang tua, anak merupakan buah hati dan harapan dimasa depan. Anak
merupakan penghibur orang tua dalam suka maupun duka.
Seorang anak yang pandai menyesuaikan diri secara serasi, selaras dan seimbang
sesuai dengan gaya dukung dan lingkungan yang berubah-ubah secara dinamis
(Djamarah, 2004:21)
2.8 Kerangka Berpikir
Pola komunikasi tercermin dari cara orangtua membangun komuniaksi
dengan anak. Dalam bukunya Raising a Responsible Child, Elizabeth Ellis (Shapiro,
1997:32) menyatakan bahwa para peneliti yang mempelajari reaksi orangtua
terhadap anak-anaknya menemukan ada tiga gaya atau cara orangtua menjalankan
perannya, yaitu gaya otoriter, permissive dan otoritatif.
Penerapan pola komunikasi tergantung pada situasi, baik kondisi internal
psikologis orangtua, juga disesuaikan dengan konteks dan karakteristik anak. Dalam
hal ini orangtua dapat berperan sebagai sosok yang bisa dipercaya dan penasehat
bagi anaknya dalam area yang penting tidak hanya dengan memberikan informasi
faktual dan bernilai, tetapi juga dengan membantu anak mengembangkan
Kerangka Konseptual
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa saat ini marak pergaulan
bebas yang terjadi di Surabaya, hal tersebut harusnya menjadi perhatian orangtua
agar lebih memperhatikan pergaulan anaknya agar tidak terjerumus pada pergaulan
yang salah. Karena sudah banyak terjadi akibat dari pergaulan yang salah membuat
remaja sekarang menjadi korban trafficing kemudian korban seks bebas dll. Dalam
hal ini orangtua dapat berperan sebagai sosok yang paling penting dalam masa
perkembangan remaja.
Fenomena banyaknya pergaulan bebas saat ini dikalangan remaja.
Peran Keluarga Dalam Mencegah Perilaku Menyimpang Karena Pergaulan Bebas Pada Remaja.
Pola Komunikasi OrangTua Dan Anak
41 3.1 J enis Penelitian
Tipe penilitian yang digunakan adalah tipe penilitian deskriptif dan
menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya
perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2003 :53)
Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran secara sistematis, factual
dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah
mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka
konseptual (landasan teori), periset melakukan operasional konsep yang akan
menghasilkan variabel berserta indikatornya. Riset ini untuk menggambarkan realitas
yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antara variabel (Rakhmat 2007:69)
Menurut Rakhmat dalam bukunya riset komunikasi, secara umum riset yang
menggunakan metodelogi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Intensif, partsipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset
2. Perekam yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan
dilapangan dan tipe-tipe lain dari bukti documenter.
3. Analisis data lapangan.
4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan
komentar.
5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai
dinamis dan produk konstruksi sosial.
6. Subjektif daan berada hanya dalam refrensi peneliti. Periset sebagai sarana
penggalian interprestasi data.
7. Realitas adalah holistic dan tidak dapat dipilah-pilah.
8. Periset memproduksi penjelasan untuk tentang situasi yang terjadi dan
individu-individu.
9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).
10.Prosedur riset : empiris-empiris dan tidak berstruktur.
11.Hubungan antara teori, konsep dan data : data memunculkan atau membentuk
teori baru.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda, menjikan secara langsung hakekat hunungan
antara peneliti dan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi,