• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Tentang Explanatory Style Anak yang Manderita Leukimia di Yayasan "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Tentang Explanatory Style Anak yang Manderita Leukimia di Yayasan "X" Kota Bandung."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 25 anak. Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.

Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari Children’s Attributional Style Questionnaire (CASQ) dari Seligman (1990) dan terdiri dari 48 item yang bersifat forced choice.

Data hasil penelitian diolah dengan teknik deskriptif analisis. Sebanyak 60% responden memiliki pessimistic explanatory style, dan 40% responden lainnya memiliki optimistic explanatory style. Terdapat kaitan antara pemahaman anak mengenai explanatory style significant person, kritik dari orangtua atau pengurus yayasan, krisis yang dialami, serta stadium anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung dengan explanatory style yang dimilikinya.

Berdasarkan penelitian ini, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan jumlah sampel lebih banyak agar dapat membuat batasan normatif dalam menentukan kriteria penggolongan pada setiap dimensi explanatory style pada anak, meneliti lebih lanjut mengenai faktor yang memengaruhi explanatory style dan dimensinya, serta membuat kuesioner data penunjang yang lebih sesuai. Peneliti juga menyarankan bagi pengurus Yayasan “X” untuk merancang intervensi yang dapat meningkatkan explanatory style anak.

(2)

ABSTRACT

This descriptive research conducted with 25 children under purposive sampling to obtain an overview of explanatory style in children with leukemia in the Foundation "X" Bandung. Measurement instrument is a modification of the Children's Attributional Style Questionnaire (CASQ) by Seligman (1990) which consists of 48 items forced choice.

Explanatory style research shows that 60% respondents have a pessimistic, and the rest have an optimistic. There is a link between children's understanding of their significant person’s explanatory style, criticism from parents or the trustees, their crisis experience, as well as the stage of suffering from leukemia with the children with leukemia’s explanatory style.

This research suggested further research with more sample sizes about children’s explanatory style in order to make normative constraints to determine the criteria for classification in each dimension, also further investigate the factors that affect explanatory style and dimensions, and make a corresponding question for supporting data. It is also suggested that management of the Foundation "X" to design interventions that can improve children's explanatory style.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 8

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

Maksud Penelitian... 8

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2. 1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

Kegunaan Teoretis ... 9

1.4.1. Kegunaan Praktis ... 9

1.4.2. 1.5. Kerangka Pikir ... 10

1.6. Asumsi ... 19

BAB II ... 20

LANDASAN TEORI ... 20

2.1. Explanatory style ... 20

Pengertian explanatory style ... 20

2.1.1. Dimensi explanatory style ... 21

(4)

xi

Faktor-faktor yang memengaruhi explanatory style ... 27

2.1.4. 2.2. Perkembangan Middle dan Late Childhood ... 29

Fisik dan Motorik... 29

2.2.1. Perkembangan Emosi ... 30

2.2.2. Perkembangan Sosial ... 32

2.2.3. 2.3. Leukemia ... 33

Etiologi Leukemia ... 33

2.3.1. Epidemiologi dan Insidensi Leukemia ... 34

2.3.2. Gejala Klinis ... 35

2.3.3. BAB III ... 36

METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1. Rancangan Penelitian ... 36

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 36

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

Variabel Penelitian ... 37

3.3.1. Definisi Operasional ... 37

3.3.2. 3.4. Alat Ukur ... 38

Prosedur Pengisian dan Skoring Kuesioner ... 40

3.4.1. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 41

3.4.2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 42

3.4.3. 3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel... 42

Populasi Sasaran ... 42

3.5.1. Karakteristik Populasi ... 43

3.5.2. 3.6. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV ... 44

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

(5)

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.1.1. Berdasarkan Usia ... 45

4.1.2. 4.2. Hasil Penelitian ... 45

Gambaran Explanatory Style Responden ... 45

4.2.1. Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.2. Permanence Good ... 46

Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.3. Permanence Bad ... 47

Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.4. Pervasiveness Good ... 47

Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.5. Pervasiveness Bad ... 48

Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.6. Personalization Good ... 49

Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan 4.2.7. Personalization Bad ... 50

4.3. Pembahasan ... 50

BAB V ... 68

SIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1. Simpulan ... 68

5.2. Saran ... 69

Saran Teoretis ... 69

5.2.1. Saran Praktis ... 70

5.2.2. DAFTAR PUSTAKA ... 71

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 39

Tabel 4. 1 Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Permanence Good ... 46

Tabel 4. 2 Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Permanence Bad ... 47

Tabel 4. 3 Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Pervasiveness Good ... 47

Tabel 4. 4 Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Pervasiveness Bad ... 48

Tabel 4. 5 Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Personalization Good ... 49

(7)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 18

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 36

Diagram 4. 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Diagram 4. 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 45

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I: Kisi-Kisi Alat Ukur ... L-1 Lampiran II: Contoh Surat Pernyataan Kesediaan ... L-8 Lampiran III: Contoh Alat Ukur ... L-9 Lampiran IV: Surat Pernyataan Kesediaan ... L-20 Lampiran V: Identitas Responden dan Hasil Penelitian ... L-45 Lampiran VI: Jawaban Data Penunjang ... L-46 Lampiran VII: Hasil Berdasarkan Dimensi... L-49 Lampiran VIII: Hasil Anamnesa ... L-50 Lampiran IX: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Stadium ... L-66 Lampiran X: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Menderita Leukemia... L-66 Lampiran XI: Distribusi Explanatory Style Significant Person Teradap

Explanatory Style ... L-67 Lampiran XII: Distribusi Kritik Terhadap Explanatory Style... L-68 Lampiran XIII: Distribusi Krisis Terhadap Explanatory Style ... L-68 Lampiran XIV: Analisis Item Permanence Good ... L-69 Lampiran XV: Analisis Item Permanence Bad ... L-71 Lampiran XVI: Analisis Item Pervasiveness Good ... L-73 Lampiran XVII: Analisis Item Pervasiveness Bad ... L-75 Lampiran XVIII: Analisis Item Personalization Good ... L-77 Lampiran XIX: Analisis Item Personalization Bad ... L-79 Lampiran XX: Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Usia ... L-81 Lampiran XXI: Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Style dengan Jenis

Kelamin ... L-82 Lampiran XXII: Gambaran Tabulasi Silang Explanatory Syle dengan Lamanya

(9)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia, namun tidak semua orang dapat menikmati hidup yang sehat. Kini banyak hal dapat mengancam kesehatan manusia, salah satunya adalah kanker. Kanker dikenal pula dengan tumor ganas atau neoplasma, adalah tumbuhnya sel-sel baru dengan cepat dan di luar batas normal. Sel-sel tersebut kemudian menyerang bagian-bagian tubuh yang berdampingan dan menyebar ke organ-organ lain. Proses penyebaran ini disebut metastasis, yang merupakan penyebab utama kematian pada kanker 1.

Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, sebesar 12% kematian terjadi karena kanker dan merupakan pembunuh nomor dua setelah kardiovaskular 2. Di Indonesia, kanker menjadi penyumbang kematian keenam terbesar setelah kecelakaan lalu lintas, infeksi, jantung, diare, dan stroke 3. Tingginya kematian akibat kanker menjadi momok bagi masalah kesehatan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan dari Andhika Rachman, ahli hematology dan oncology dari Rumah Sakit Kanker

1

World Health Organization, World Cancer Day 2013, diakses dari http://www.who.int/cancer/en/, pada tanggal 15 Februari 2013.

2

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang di Dunia Menderita Kanker, diakses dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html, pada tanggal 15 Februari 2013.

3

(10)

2

Dharmais menyatakan bahwa kanker dapat terjadi pada seluruh organ tubuh dan dapat dialami siapa saja, tidak terkecuali anak-anak.

Pada anak, penyebab kematian kedua tertinggi adalah kanker 4. Jenis-jenis kanker yang biasa terjadi pada anak adalah leukemia, tumor otak, retinoblastoma, limfoma, neuroblastoma, tumor Wilms, rabdosarcoma, dan osteosarcoma 5. Leukemia merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi pada anak dan menempati 30% dari seluruh kanker yang terjadi pada anak6.

Leukemia atau yang biasa dikenal dengan kanker darah merupakan keganasan jaringan hematopoietic yang ditandai oleh perubahan dan proliferasi neoplastic dari sel darah putih. Sel leukemia terdapat dalam darah perifer dan umumnya akan menginvasi jaringan retrikulondotelial, seperti limpa, hepar, dan kelenjar getah bening. Sel-sel ini juga dapat menginvasi jaringan dan organ lain di dalam tubuh, serta sumsum tulang 7. Keganasan leukemia yang terjadi pada anak dapat diatasi jika segera mendapatkan pengobatan. Menurut Prof. Dr. Sutaryo dalam pembukaan International Confederation of Childhood Cancer Parent Organizations di Yogyakarta pada 22 April 2012, sebanyak 90% anak yang menderita leukemia dapat disembuhkan jika mereka dengan segera mendapatkan

4

US Mortality Data, 2006. National Center for Health Statistics. Centers for Disease Control and Prevention, 2009.

5

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia, Kanker Pada Anak, diakses dari http://www.ykaki.org/id/cancer/page/kanker-pada-anak, pada tanggal 4 April 2013.

6Zelly Dia Rofinda, “

Kelainan Hemostasis Pada Leukemia”, dalam Andalas Journal of Health, diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id, pada tanggal 22 Mei 2013.

7

(11)

pengobatan yang dibutuhkan. Pengobatan yang dibutuhkan penderita leukemia antara lain dengan kemoterapi, atau transplantasi stem cell8.

Menurut Ridwansyah Yusuf Achmad, inovator sosial di Indonesian Cancer Childhood Survivor Society, hal yang menjadi kendala bagi penderita leukemia untuk mendapatkan kesembuhan adalah tingginya biaya pengobatan9. Di samping tingginya biaya pengobatan, minimnya akses informasi, terlambatnya deteksi dini, pemeliharaan dan pengobatan yang kurang efektif masih terjadi di Indonesia, terlebih bagi anak dengan status sosial ekonomi mengengah ke bawah10. Tingginya biaya pengobatan, minimnya akses informasi, dan sulitnya akomodasi bagi penderita kanker untuk mendapatkan kesempatan pengobatan menumbuhkan kepedulian banyak pihak. Kepedulian ini terlihat dengan didirikannya berbagai yayasan kanker, yang pada umumnya bersifat nirlaba, dengan visi dan misi untuk melawan bahaya kanker11.

Salah satu yayasan kanker dengan fokus penanganan pada anak yang menderita kanker dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah adalah Yayasan “X”. Awalnya Yayasan “X” didirikan di Jakarta, dan untuk membantu anak yang menderita kanker dari daerah lainnya di Indonesia, Yayasan “X” mulai membuka cabang di Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado, dan Yogyakarta. Yayasan “X” memiliki misi untuk memberikan informasi kepada masyarakat

8

Vinay Kumar, et al., Robins and Cortan Pathologic Basis of Disease (Philadelphia: Saunders, 2009), hlm. 76.

9

Ridwansyah Yusuf Achmad, Leukemia, diakses dari

http://ridwansyahyusufachmad.com/tentang-leukemia-pada-anak/, pada tanggal 16 Februari 2013. 10

PT Sanofi-Aventis Indonesia. Onkologi/Kanker, diakses dari http://www.sanofi.co.id/l/id/in/layout.jsp?scat=535B17A6-FADF-4280-87F9-EE3D1C8FD81D, pada tanggal 6 Maret 2013.

11

(12)

4

awam dalam menangani kanker, serta menyediakan rumah singgah, transportasi dan fasilitas pendidikan bagi anak-anak yang sedang berada dalam pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Yayasan “X” juga memberikan bantuan dalam bentuk obat-obatan yang diberikan dengan potongan harga bagi anak yang menderita kanker. Berbagai bantuan yang diberikan oleh Yayasan “X”, membuat anak yang menderita kanker memiliki kesempatan untuk sembuh 12.

Anak yang menderita kanker dengan didampingi oleh salah satu orangtuanya dapat mendaftarkan diri di Yayasan “X” Kota Bandung. Mereka dapat tinggal di rumah singgah dan menggunakan fasilitas yang ada selama masa pengobatannya yang rutin di rumah sakit, hanya dengan membayar Rp 5.000,00 per hari. Fasilitas yang terdapat di Yayasan “X” Kota Bandung berupa tempat tinggal termasuk fasilitas kamar tidur, makan 3 kali dalam sehari, dan layanan pendidikan bagi anak yang menderita kanker, kemudahan untuk akses ke rumah sakit, dan obat-obatan bagi anak yang menderita kanker. Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung juga dapat menggunakan mainan yang berada di Yayasan “X” dengan terlebih dahulu mematuhi aturan dan menjaga

mainan tersebut. Mainan yang berada di Yayasan “X” antara lain adalah sepeda,

otopet, ayunan, buku-buku bergambar, boneka, dan berbagai permainan lainnya. Tidak hanya menyediakan permainan-permainan yang menarik bagi anak, Yayasan “X” juga menyediakan fasilitas untuk belajar. Pada pagi hari, guru di Yayasan “X” mengajarkan pelajaran umum seperti matematika, bahasa Inggris,

dan sains bagi anak yang menderita kanker yang kondisi fisiknya memungkinkan

12

(13)

untuk belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang anak yang

menderita kanker di Yayasan “X” mereka mengungkapkan bahwa adanya

kegiatan untuk belajar dan bermain bersama dengan teman lainnya membuat mereka lebih senang berada di Yayasan “X” Kota Bandung daripada berada di rumahnya sendiri.

Menurut data administratif Yayasan “X” Kota Bandung yang baru

melakukan soft-opening pada 19 Februari 2013, sudah terdapat 46 orang anak yang menderita kanker dengan rentang usia bervariasi, mulai usia 2 tahun sampai maksimal 12 tahun yang telah dibantu, 27 di antaranya menderita leukemia, dan 7 orang di antaranya sudah mulai pulih (hasil wawancara dengan pengurus Yayasan “X” Kota Bandung pada 24 April 2013). Bantuan yang diberikan oleh Yayasan “X” bagi anak yang menderita leukemia membuat anak memiliki harapan hidup

yang lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan Yayasan “X” di Jakarta yang telah membantu sekitar 600 orang anak yang menderita kanker, dan 200 di antaranya sudah sembuh, sedangkan sisanya masih dalam perawatan (berdasarkan wawancara dengan bagian administrasi Yayasan “X”). Dengan berada di Yayasan “X” anak yang menderita leukemia tidak begitu saja terlepas dari penyakit yang

mereka derita. Mereka sering mengalami demam, nyeri sendi, pendarahan, dan kejang apabila terlambat melakukan kemoterapi (hasil wawancara dengan tiga orangtua dari anak yang menderita leukemia di Yayasan X, pada 24 April 2013).

Berbagai situasi yang dialami anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan menimbulkan dampak bagi mereka, salah satunya terkait

(14)

6

dimiliki individu dalam memandang kehidupan, baik dalam keadaan baik (good situation) maupun keadaan buruk (bad situation) dikenal dengan explanatory style13. Explanatory style yang dimiliki individu berbeda-beda, terdapat individu yang memiliki pessimistic explanatory style, individu berpikir bahwa keadaan buruk bersifat menetap dan tidak dapat diubah. Ada pula individu yang memiliki optimistic explanatory style, individu berpikir bahwa keadaan buruk dapat diubah dan hanya bersifat sementara14.

Seligman (1990) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki pessimistic explanatory style lebih mudah untuk menyerah dan lebih sering mengalami depresi15, sedangkan individu yang memiliki optimistic explanatory style memiliki kesehatan yang lebih baik16. Oleh sebab itu, salah satu hal yang harus dimiliki oleh anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung untuk menghadapi adversity tersebut adalah optimistic explanatory style. Dengan memiliki optimistic explanatory style, anak yang menderita leukemia di Yayasan

“X” Kota Bandung diharapkan dapat bertahan saat menghadapi masa sulit dalam

menjalani hidupnya dengan tetap memiliki harapan akan hal yang lebih baik. Keyakinan dan harapan yang dimiliki anak yang menderita leukemia di Yayasan

“X” Kota Bandung dapat membuat mereka bangkit dan melanjutkan hidup.

Terpadat tiga dimensi dalam explanatory style yang menentukan seseorang memiliki optimistic explanatory style atau pessimistic explanatory style dalam menghadapi situasi baik maupun buruk, yaitu permanence, pervasiveness, dan

13

Martin E. P. Seligman, Learned Optimism, (New York: Pocket Books, 1990), hlm. 3-10.

14

Ibid., hlm. 3-5. 15

Ibid., hlm. 10-13. 16

(15)

personalization 17 . Berdasarkan wawancara dengan tiga orang anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, ketiga anak ini berpikir bahwa sakit yang dialaminya akan segera pulih setelah meminum obat (Permanence Bad-Temporary) dan saat mereka merasakan tubuhnya sehat, mereka berpikir bahwa dirinya akan sehat selamanya (Permanence Good-Permanent). Ketiga anak ini juga berpikir bahwa mereka lemah dan sakit hanya apabila tidak meminum obat tepat waktu (Pervasiveness Bad-Specific). Salah seorang dari ketiga anak itu mengatakan bahwa saat ada orang yang menyayangi mereka, hal tersebut menandakan semua orang sayang kepadanya (Pervasiveness Good-Universal), sedangkan dua di antaranya mengatakan bahwa bila ada orang yang menyayangi mereka, tidak menandakan semua orang sayang padanya (Pervasiveness Good-Specific). Sebanyak dua dari tiga anak yang menderita leukemia yang diwawancara ini berpikir bahwa sakit yang dialaminya akan muncul kembali karena pihak lain, seperti saat orangtuanya belum memiliki biaya untuk kemoterapi (Personalization Bad-External) sedangkan sisanya menyatakan bahwa sakit yang dialaminya akan muncul kembali karena fisiknya sudah lemah (Personalization Bad-Internal). Ketiga anak ini menyatakan bahwa mereka bisa tetap sehat apabila mereka teratur meminum obat tanpa perlu diingatkan orang lain (Personalization Good-Internal).

Besarnya pengaruh explanatory style terhadap kesehatan bagi anak yang menderita leukemia, dan adanya perbedaan dalam dimensi explanatory style yang dimiliki setiap individu mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai

17

(16)

8

explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian

1.3.1.

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung.

Tujuan Penelitian 1.3.2.

(17)

1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoretis 1.4.1.

1. Memberikan sumbangan informasi bagi teori psikologi positif, psikologi kesehatan dan psikologi perkembangan yang berkaitan dengan explanatory style anak yang menderita leukemia.

2. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan penelitian lanjutan mengenai explanatory style pada anak yang menderita leukemia.

Kegunaan Praktis 1.4.2.

1. Memberikan informasi kepada para pengurus dan pengajar di Yayasan

“X” Kota Bandung agar mereka dapat mengetahui gambaran umum

mengenai explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi mereka dalam rangka meningkatkan kesehatan pada anak penderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung.

(18)

10

1.5. Kerangka Pikir

Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung berada dalam tahap perkembangan middle dan late childhood. Menurut Piaget (1967), tahap perkembangan middle dan late childhood merupakan masa sekolah dasar yang dimulai pada usia 7 sampai 11 tahun18. Salah satu ciri tahap perkembangan middle dan late childhood adalah anak mengembangkan pemikiran yang sifatnya konkret operasional19. Menurut Piaget, tahap konkret operasional merupakan suatu titik balik pada perkembangan kognitif20. Dalam tahap ini, pemikiran anak semakin mendekati pemikiran orang dewasa, pola pemikiran anak menjadi lebih logis, fleksibel, serta terorganisir 21 . Namun, terdapat keterbatasan dalam pemikiran konkret operasional, pola pemikiran anak terbatas pada permasalahan yang konkret. Pengoperasian secara mental yang mereka miliki tidak dapat diterapkan pada permasalahan abstrak 22.

Dengan pola pemikiran yang bersifat konkret operasional, cara pandang anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan berorientasi pada pengalaman yang sedang mereka hadapi pada masa kini. Dalam hal ini, pengalaman hidup anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung dipengaruhi oleh leukemia yang mereka alami. Terdapat berbagai situasi yang dialami oleh anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, di antaranya adalah mereka mendapatkan fasilitas untuk bermain, belajar, dan dapat

18

John W. Santrock, Life-Span Development (New York: McGraw Hill, 2006). hlm. 311. 19

Ibid., hlm. 311. 20

Ibid., hlm. 311 21

Ibid., hlm. 311. 22

(19)

berkumpul dengan teman-teman lainnya, namun anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” tetap harus merasakan demam, nyeri sendi, pendarahan, dan kejang.

Situasi yang dialami oleh anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan menimbulkan dampak bagi mereka, salah satunya terkait dengan cara pandangnya terhadap kehidupan. Dengan pola pemikiran yang sifatnya konkret dan berorientasi pada situasi masa kini, berbagai situasi yang terkait dengan leukemia yang dialami oleh anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan membentuk cara pandang mereka terhadap

kehidupannya. Suatu kebiasaan berpikir yang dimiliki individu dalam memandang kehidupan, baik dalam keadaan baik (good situation) maupun keadaan buruk (bad situation), yang dipelajari seiring dengan pengalaman hidup sejak kecil dan setelah masa remaja cenderung akan menetap seumur hidupnya dikenal dengan explanatory style 23.

Explanatory style yang dimiliki individu berbeda-beda. Terdapat individu yang memiliki pessimistic explanatory style, individu berpikir bahwa keadaan buruk bersifat menetap dan tidak dapat diubah sedangkan keadaan baik hanya bersifat sementara. Ada pula individu yang memiliki optimistic explanatory style, individu berpikir bahwa keadaan buruk dapat diubah dan hanya bersifat sementara sedangkan keadaan baik bersifat menetap24.

Terdapat tiga dimensi dalam explanatory style yang menentukan seseorang memiliki optimistic explanatory style atau pessimistic explanatory style dalam menghadapi situasi baik maupun buruk, yaitu permanence, pervasiveness, dan

23

Seligman, Op. Cit., hlm. 5-10. 24

(20)

12

personalization25. Dimensi permanence merupakan persepsi individu mengenai jangka waktu berlangsungnya suatu keadaan yang dihadapi. Dimensi ini berkaitan dengan waktu, yaitu apakah suatu kejadian bersifat permanent atau temporary26. Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style akan berpikir bahwa keadaan buruk hanya bersifat temporary, seperti ketika demam anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan berpikir bahwa dirinya akan kembali pulih setelah meminum obat (PmB-Temporary). Dalam keadaan baik, anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style akan

memandang bahwa keadaan baik yang mereka hadapi bersifat permanent, seperti ketika merasakan tubuhnya sehat anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung berpikir bahwa dirinya akan sehat selamanya (PmG-Permanent).

Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki pessimistic explanatory style memandang bahwa keadaan buruk bersifat permanent, misalnya anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang mengalami demam dan pendarahan berpikir bahwa mereka tidak akan pulih dari kondisi ini (PmB-Permanent). Ketika menghadapi keadaan baik, anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki pessimistic explanatory style berpikir bahwa keadaan baik hanya bersifat temporary. Anak yang sehat kembali setelah minum obat dan melakukan kemoterapi akan berpikir bahwa setelah pengaruh obat hilang, ia akan kembali mengalami demam, nyeri sendi, pendarahan dan kejang (PmG-Temporary).

25

Ibid., hlm. 44. 26

(21)

Dimensi kedua adalah pervasiveness, merupakan persepsi individu mengenai ruang lingkup dari suatu keadaan yang dihadapi, yaitu universal atau specific27. Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style memiliki penjelasan yang specific ketika menghadapi keadaan buruk, seperti saat mereka mengalami demam, pendarahan atau bahkan kejang, mereka merasa tidak berdaya karena orangtua mereka terlambat membawanya ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi (PvB-Specific). Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style memiliki penjelasan universal ketika menghadapi keadaan baik, seperti saat mereka merasa sehat dan dapat bermain dengan lincah, mereka merasa bahwa badannya sudah sehat (PvG-Universal).

Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki pessimistic explanatory style memiliki penjelasan universal ketika menghadapi keadaan buruk, mereka berpikir sebagai penderita leukemia mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi, maka mereka akan menyerah di segala aspek kehidupannya, seperti berhenti sekolah dan mengabiskan waktu dengan berdiam diri di rumah (PvB-Universal). Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki pessimistic explanatory style akan berpikir bahwa keadaan yang baik hanya terjadi pada saat tertentu saja, seperti ketika mereka merasa sehat dan dapat bermain dengan lincah, mereka berpikir bahwa hal tersebut hanya kebetulan saja terjadi (PvG-Specific).

27

(22)

14

Dimensi yang ketiga adalah personalization, yaitu persepsi individu mengenai siapa atau pihak mana yang menjadi penyebab dari suatu keadaan yang dihadapi28. Ketika anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung mengetahui bahwa dirinya menderita leukemia, ia dapat menyalahkan dirinya sendiri (internal) atau menyalahkan orang lain (external). Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style menganggap pihak lain sebagai penyebab memburuknya keadaan yang dialami dirinya, seperti saat orangtuanya tidak memiliki biaya untuk melakukan kemoterapi (PsB-External) dan ketika mengalami keadaan baik akan berpikir bahwa penyebab dari keadaan baik tersebut adalah dirinya sendiri, karena ia teratur meminum obat tanpa perlu diingatkan orang lain (PsG-Internal).

Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki pessimistic explanatory style menyalahkan dirinya sendiri atas keadaan buruk yang menimpanya dan berpikir bahwa dirinya tidak berharga, seperti ketika mereka mengalami demam, pendarahan dan kejang, mereka menyalahkan dirinya sendiri karena lupa untuk meminum obat (PsB-Internal). Ketika menghadapi keadaan baik, ia berpikir bahwa yang menyebabkan semua keadaan baik adalah lingkungan di luar dirinya, seperti ketika ia tidak mengalami demam, pendarahan dan kejang itu karena orang lain yang selalu memberinya obat dengan teratur (PsG-External).

Pembentukan explanatory style seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu explanatory style significant person, kritik orang dewasa, dan krisis yang

28

(23)

dialami pada masa kanak-kanak29. Faktor pertama adalah explanatory style significant person30. Explanatory style significant person terhadap kejadian-kejadian yang dialaminya dapat memengaruhi explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung. Menurut Seligman (1990), anak melihat cara significant person memandang suatu situasi lalu anak mengadopsi explanatory style significant person melalui proses modeling. Jika anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung menghayati significant person memandang keadaan baik yang dihadapinya adalah sesuatu yang menetap, menyeluruh, dan disebabkan oleh diri mereka sendiri, melalui proses modeling anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan memandang dengan cara yang sama (PmG-Permanent, PvG-Universal, PsG-Internal). Begitu pula saat anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung menghayati significant person memandang keadaan buruk yang dihadapinya bersifat sementara, terbatas pada bidang kehidupan tertentu saja, dan disebabkan oleh pihak lain, ia akan meniru significant person dalam menghadapi suatu situasi (PmB-Temporary, PvB-Specific, PsB-External). Situasi baik maupun buruk tersebut membuat anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung memiliki optimistic explanatory style.

Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang menghayati significant person memandang bahwa suatu keadaan baik yang dihadapinya adalah sesuatu yang bersifat sementara, terbatas pada bidang kehidupan tertentu saja, dan disebabkan oleh pihak lain, maka anak yang

29

Ibid., hlm. 125-135. 30

(24)

16

menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan memandang dengan cara yang sama (PmG-Temporary, PvG-Specific, PsG-External). Begitu pula jika anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung menghayati significant person memandang bahwa situasi buruk yang menimpanya adalah suatu yang menetap, menyeluruh di semua bidang kehidupan, dan disebabkan oleh diri mereka sendiri, anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan memandang bahwa keadaan buruk yang dialami dirinya dengan cara yang sama (PmB-Permanent, PvB-Universal, PsB-Internal). Kedua situasi tersebut membuat anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung tersebut memiliki pessimistic explanatory style.

Faktor kedua adalah kritik orang dewasa31. Kritik yang dilontarkan orangtua atau pengurus di Yayasan “X” Kota Bandung akan memengaruhi explanatory style anak yang menderita leukemia tersebut. Anak akan mendengarkan dengan teliti, bukan hanya isi kritik tersebut tetapi juga cara pengucapannya. Anak akan memerhatikan bagaimana cara orang dewasa menyampaikan kritiknya. Anak memercayai kritik yang diterimanya dan hal ini akan memengaruhi explanatory style yang dimilikinya32. Jika kritik diterima oleh anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung bersifat sementara dan terbatas pada bidang tertentu saja, maka anak yang menderita leukemia di

Yayasan “X” Kota Bandung akan memercayai bahwa dirinya menderita leukemia

namun keadaan buruk tidak akan memengaruhi bidang kehidupan lainnya, maka anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung tersebut memiliki

31

Ibid., hlm. 129-130. 32

(25)

optimistic explanatory style. Sebaliknya, jika anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung mengalami kegagalan kemudian ia mendapat kritik

yang bersifat menetap dan menyeluruh di semua bidang kehidupan, maka anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan memiliki pessimistic explanatory style.

Faktor ketiga adalah krisis pada masa early childhood33. Explanatory style dipelajari melalui cara seseorang menanggapi krisis yang dialami pada masa early childhood. Hal ini berkaitan dengan segala bentuk pengalaman traumatic yang dialami saat early childhood34. Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang mengalami krisis pada masa early childhood dan mampu mengatasinya, akan mengembangkan kebiasaan berpikir bahwa keadan buruk dapat diatasi, hanya berlangsung pada situasi tertentu saja, dan disebabkan oleh pihak lain (PmB-Temporary, PvB-Specific, PsB-External). Dengan demikian anak tersebut akan memiliki optimistic explanatory style. Sebaliknya, anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang tidak mampu mengatasi krisis yang dialami ketika early childhood, akan mengembangkan konsep bahwa keadaan buruk tersebut menetap, menyeluruh di semua bidang kehidupan, dan disebabkan oleh diri mereka sendiri (PmB-Permanent, PvB-Universal, PsB-Internal), maka anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung akan memiliki pessimistic explanatory style. Ketiga faktor tersebut membentuk suatu kebiasaan berpikir yang dapat terlihat melalui explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung baik ketika menghadapi

33

Ibid., hlm. 131-134. 34

(26)

18

keadaan baik maupun buruk, apakah anak tersebut memiliki optimistic atau pessimistic explanatory style.

Berdasarkan kedua jenis explanatory style yang diungkapkan oleh Seligman (1990), faktor-faktor yang memengaruhi explanatory style, dan dimensi dari explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, dibuat bagan yang merupakan visualisasi dari penjabaran dari kerangka pikir sebagai berikut:

Bagan 1.1Kerangka Pikir Dimensi: Permanence Pervasiveness Personalization

Optimistic

Pessimistic Explanatory Style

Anak penderita leukemia di Yayasan

“X” Kota Bandung

(27)

1.6. Asumsi

1. Anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung memiliki explanatory style yang berbeda-beda, yang diukur melalui tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.

2. Faktor yang memengaruhi explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung adalah explanatory style significant person, kritik orangtua atau pengurus Yayasan “X” Kota Bandung, dan krisis pada masa kanak-kanak.

3. Karakteristik anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki optimistic explanatory style yaitu cenderung memandang peristiwa baik yang dialaminya sebagai sesuatu yang menetap (PmG-Permanent), menyeluruh (PvG-Universal), internal (PsG-Internal) dan cenderung memandang peristiwa buruk yang dialaminya sebagai sesuatu yang bersifat sementara (PmB-Temporary), spesifik (PvB-Specific), dan external (PsB-External).

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan simpulan dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai explanatory style pada anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung memiliki pessimistic explanatory style.

2. Mayoritas anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung dengan pessimistic explanatory style memandang bahwa keadaan baik (good situation) yang dialaminya bersifat temporary, specific, dan external. Ketika memandang keadaan buruk (bad situation) mayoritas anak yang menderita leukemia memandang bahwa keadaan yang dialaminya bersifat temporary, specific, dan internal.

(29)

yang menderita leukemia memandang bahwa keadaan yang dialaminya bersifat temporary, specific, dan external.

4. Pemahaman anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung terhadap explanatory style ibu, memiliki kaitan dengan explanatory style yang dimiliki anak. Kritik dari orangtua atau pengurus yayasan, serta krisis yang dialami anak memiliki kaitan dengan explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung. Selain itu lamanya anak menderita leukemia dan stadium pada anak yang menderita leukemia

di Yayasan “X” Kota Bandung menunjukkan kaitan dengan explanatory

style anak.

5.2. Saran

Saran Teoretis 5.2.1.

(30)

70

Saran Praktis 5.2.2.

1. Bagi para pengurus dan pengajar di Yayasan “X” Kota Bandung, dapat mengetahui gambaran umum mengenai explanatory style anak yang menderita leukemia di Yayasan “X” Kota Bandung, sehingga dapat merancang intervensi berupa motivatsi bagi anak yang menderita leukemia

di Yayasan “X” Kota Bandung dalam memandang keadaan baik dan

keadaan buruk yang dialami anak, sehingga anak memiliki optimistic explanatory style. Selain itu dapat memberikan pendampingan yang lebih intensif terhadap anak yang lamanya menderita leukemia kurang dari 1 tahun, serta terhadap anak yang menderita leukemia dengan stadium III dan IV.

(31)

Armitage, J., et al. 2000. Annual of Lymphoid Malignancies. 1st edition. Florida: CRC Press.

Gulö, W. 2002. Metolodogi Penelitian. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kliegman, R., et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Kumar, V., et al. 2009. Robins and Cortan Pathologic Basis of Disease. 8th edition. Philadelphia: Saunders.

Noor, H. 2009. Psikometri, Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba.

Pizzo, P dan Poplack, D. 1997. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Rofinda, Z. 2012. Kelainan Hemostasis Pada Leukemia. Andalas Journal of Health. (Online). (http://jurnal.fk.unand.ac.id, diakses pada 22 Mei 2013).

Robianto, T. 2004. Kelainan Leukosit, Leukemia, Myeloma Multipel. Bandung: Bagian PK-FK Unpad.

Santrock, J. 2006. Life-Span Development. 10th edition. New York: McGraw Hill.

Seligman, M. 1990. Learned Optimism. New York: Pocket Books.

Siegel, S. 1992. Statistik Nonparameterik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Edisi ke-5. Jakarta: PT Gramedia.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

(32)

DAFTAR RUJUKAN

Achmad, R. 2008. Leukemia. (Online).

(http://ridwansyahyusufachmad.com/tentang-leukemia-pada-anak/, diakses pada 16 Februari 2013)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Kanker Penyebab Kematian

Keenam Terbesar di Indonesia. (Online).

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/info-umum-kesehatan/539-kanker-penyebab-kematian-keenam-terbesar-di-indonesia.html, diakses pada 6 Maret 2013).

_______ 2013. Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang di Dunia Menderita Kanker. (Online). (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press- release/1060-jika-tidak-dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html, diakses pada 15 Februari 2013).

Magdalena, M. 2012. Yayasan Kanker di Indonesia. (Online). (http://www.deherba.com/yayasan-kanker-di-indonesia.html, diakses pada 16 Februari 2013).

Mula. 2012. 90 Persen Kanker Anak Bisa Disembuhkan. (Online).

(http://gayahidup.plasa.msn.com/article_old.aspx?cp-documentid=6169978, diakses pada 15 Februari 2013)

PT Sanofi-Aventis Indonesia. 2007. Onkologi/Kanker. (Online). (http://www.sanofi.co.id/l/id/in/layout.jsp?scat=535B17A6-FADF-4280-87F9-EE3D1C8FD81D, diakses pada 6 Maret 2013).

Sari, Y. 2011. Saat Sel Darah Putih Mengganas. (Online). (http://posyandu.org/kesehatan/kanker-pada-anak/245-saat-sel-darah-putih-mengganas.html, diakses 4 April 2013).

US Mortality Data, 2006. National Center for Health Statistics. Center for Disease Control and Prevention, 2009.

(33)

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. 2006. Kanker Pada Anak. (Online). (http://www.ykaki.org/id/cancer/page/kanker-pada-anak, diakses pada 4 April 2013).

_______ 2006. Program Rumah Kita. (Online).

(http://www.ykaki.org/id/program/page/program-rumah-kita, diakses pada 4 April 2013).

Zahid. Metode Pengumpulan Data. (Online).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itulah, penulis mencoba merancang suatu sistem aplikasi selektor menggunakan webcam dengan judul “Perancangan dan Pembuatan Sistem Visual Inspection Sebagai Seleksi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi nonpartisipan, peneliti mengamati secara langsung proses belajar mengajar pada mata pelajaran seni budaya bidang

Saran untuk muhammadiyah ranting Tanjung adalah agar lebih meningkatkan tingkat solidaritas antar masyarakat sehingga masjid yang digunakan tak hanya berasal dari jamaah

[r]

Penelitian mengenai pengembangan sistem sebelumnya menggunakan perusahaan sebagai objek penelitian [1][2] karena perusahaan merupakan salah satu entitas yang

Catu daya merupakan piranti elektronika yang dirancang untuk memberikan daya pada piranti elektronika lainnya.Saat merakit sebuah catu daya, diperlukan satu cara

Makalah ini membahas implementasi PEAP menggunakan Remote Access Dial In User Service (RADIUS) , mulai dari perancangan arsitektur jaringan komputer nirkabel berbasis

Sedangkan bagi mahasiswa perempuan sendiri, mereka beranggapan bahwa tanpa berolahraga mereka juga dapat membuat penampilan lebih baik, selain adanya tekanan yang lebih