• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Kepuasan Kerja pada Karyawan Divisi Human Resources (HR) di PT. 'X' Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Kepuasan Kerja pada Karyawan Divisi Human Resources (HR) di PT. 'X' Jakarta."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat kepuasan kerja dan aspek-aspeknya pada karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei. Penelitian ini dilaksanakan pada 50 orang karyawan divisi HR PT. ‘X’ jakarta, di mana terbagi dalam 2 jabatan yaitu, officer dan staff. Rentang usia dari karyawan divisi HR PT. ’X’ jakarta itu sendiri dari usia 20-50 tahun dan di bagi 7 departemen.

Alat ukur yang digunakan disusun peneliti berdasarkan teori Work Adjustment dari Rene V. Dawis dan Lloyd H. Lofquist tahun 1984, yaitu MSQ (Minnesota Satisfaction Quetionaire). Kuesioner ini terdiri dari 100 item dan menjaring 20 aspek kepuasan kerja. Korelasi Rank Spearman didapat angka validitas berkisar antara 0,33 sampai 0,92, yang artinya semua pertanyaan dinyatakan valid. Perhitungan reliabilitas menunjukan hasil nilai reliabilitas seluruh variabel yang sedang diteliti koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,600 yang artinya item-item dalam alat tes MSQ memiliki realibilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 20 aspek kepuasan kerja, karyawan divisi HR lebih banyak merasa tidak puas. Tabulasi silang kepuasan kerja dengan jabatan didapat hasil bahwa jabatan yang banyak memberikan respon ketidakpuasan kerja yaitu pada jabatan staf.

(2)

This study was conducted to determine the picture of the level of job satisfaction and its aspects on HR division employees of PT. 'X' Jakarta. This research uses descriptive method with data collection survey. The research was conducted on 50 employees of PT HR division. 'X' jakarta, which is divided into two positions, namely, officers and staff. The age range of the HR division employees of PT. 'X' jakarta itself from the age of 20-50 years and in the 7 departments.

Measuring instruments used by researchers compiled Work Adjustment theory of Rene V. Dawis and Lloyd H. Lofquist 1984, the MSQ (Minnesota Satisfaction Quetionaire). This questionnaire consists of 100 items and capture 20 aspects of job satisfaction. Spearman Rank Correlation validity of the figures obtained ranged from 0.33 to 0.92, which means that all the questions declared invalid. The reliability calculation shows the results of reliability values all variables being studied reliability coefficient greater than 0.600, which means those items in assay MSQ has a high reliability.

The results showed that of the 20 aspects of job satisfaction, employee HR division more dissatisfied. Cross-tabulation of job satisfaction with the post office got the result that a lot of job dissatisfaction responded that the office staff.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN...iii

ABSTRAK ………... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ……... vi

DAFTAR TABEL …... vii

DAFTAR GAMBAR …... x

DAFTAR LAMPIRAN ………xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

(4)

2.1 Teori Kepuasan kerja ...19

2.1.1 Pengertian Kepuasan kerja (Job satisfation)...19

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan kerja... 20

2.1.3 Teori Kepuasan Kerja...21

2.1.4 Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) dari Teori Work Adjustment...24

2.1.5 Respon terhadap Ketidakpuasan kerja...26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 28

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...28

3.2.1 Variabel Penelitian ...28

3.2.2 Definisi Operasional ... 29

3.3 Alat Ukur ...32

3.3.1 Alat ukur kepuasan kerja...32

3.3.1.1 Sistem Penilaian... 33

3.3.2 Data Pribadi dan Penunjang... 35

3.3.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 35

(5)

3.4.2 Karakteristik Populasi... 39

3.5 Teknik penarikan sampel...39

3.6 Teknik Analisis Data... 39

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian...41

4.1.1 Analisis deskriptif Data Responden…... 41

4.1.1.1 Usia responden... 42

4.1.1.2 Jabatan Responden... 42

4.1.1.3 Departemen Responden... 43

4.1.2 Hasil penelitian Kepuasan kerja... 44

4.1.3 Kepuasan Kerja berdasakan Aspek... 45

4.2 Pembahasan...50

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...54

5.2 Saran...55

5.2.1 Saran teoritis...55

(6)
(7)

Tabel 3.3.1 Rancangan kuesioner...32

Tabel 3.3.1.1 Skor penilaian item kepuasan kerja...34

Tabel 4.1.1.1 Usia responden...42

Tabel 4.1.1.2 Jabatan responden...42

Tabel 4.1.1.3 Departemen Responden ...43

Tabel 4.1.2 Persentase kepuasan kerja...44

Tabel 4.1.3.1 Tabulasi silang kelompok kepuasan kerja dengan aspek kepuasan kerja...45

(8)

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran...17

(9)

Lampiran II : Alat ukur kuesioner kepuasan kerja dan data pribadi

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tuntutan akan mobilitas semakin

tinggi. Dengan kondisi seperti itu, tentunya kendaraan bermotor menjadi salah

satu alternatif untuk dapat mendukung mobilitas masyarakat yang cukup

tinggi, khususnya di kota-kota besar. Salah satu alternatif kendaraan bermotor

yang dapat digunakan untuk mendukung mobilitas adalah sepeda motor.

Sepeda motor adalah sebuah kendaraan yang dapat dengan lincah

menembus kemacetan di jalan raya. Oleh karena itu, sepeda motor mendapat

julukan kendaraan antimacet. Sepenuh apapun jalanan oleh kendaraan

bermotor, sepeda motor selalu bisa mendapatkan celah untuk melewati

kendaraan lain dan terbebas dari kemacetan. Jumlah pengendara sepeda motor

di Indonesia pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Populasi sepeda

motor di Jakarta dilaporkan naik 300 persen dalam empat tahun terakhir.

Berdasarkan data Polda Metro Jaya, sampai dengan Mei 2010, jumlah sepeda

motor di Jakarta tercatat 8 juta unit, nyaris hampir sama dengan total jumlah

penduduk Jakarta.

Untuk mendukung kebutuhan masyarakat akan sepeda motor tersebut,

perusahaan otomotif khususnya yang bergerak di bidang perakitan sepeda

(11)

persaingan yang terjadi, menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan

yang dihadapi oleh pihak perusahan-perusahaan tersebut, khususnya terkait

sumber daya manusia. Cascio (Novliadi, 2007) menegaskan bahwa manusia

merupakan sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan

organisasi. Sumber daya manusia pula yang menjadi penentu kesuksesan atau

kegagalan suatu perusahaan.

PT. ‘X’ sebagai pelopor industri sepeda motor di Indonesia saat ini

memiliki 3 (tiga) fasilitas pabrik perakitan. Dengan keseluruhan fasilitas ini,

PT. ‘X’ memiliki kapasitas produksi 4,2 juta unit sepeda motor setiap

tahunnya untuk memenuhi permintaan pasar sepeda motor di Indonesia yang

terus meningkat. Guna menunjang kebutuhan serta kepuasan pelanggannya,

saat ini PT. ‘X’ didukung oleh 1600 showroom, 3800 layanan service, serta

6500 gerai suku cadang yang siap melayani jutaan pengguna sepeda motor di

seluruh Indonesia.

Hingga saat ini, jumlah karyawan PT. ‘X’ sendiri berjumlah sekitar

18.000 orang, jumlah tersebut belum termasuk 130 vendor dan supplier serta

ribuan jaringan lainnya, yang memberikan dampak ekonomi berantai yang

luar biasa. Untuk dapat menghasilkan sarana transportasi yang sesuai dengan

harapan dan kebutuhan masyarakat Indonesia, tentunya diperlukan

pengelolaan terhadap jumlah karyawan yang sedemikian besar.

Di PT. ‘X’, pengelolaan terhadap karyawan dari sejak masuk melalui

proses recruitment, pengembangan kompetensi yang dimiliki karyawan, serta

(12)

menjadi tanggung jawab divisi HR PT. ‘X’. Hal ini menunjukkan pentingnya

peranan divisi HR PT. ‘X’ sebagai fungsi supporting bagi fungsi lainnya di

perusahaan, khususnya bagian Produksi dan Marketing yang merupakan core

business dari PT. ‘X’.

Karyawan divisi HR PT. ‘X’ saat ini hanya berjumlah kurang lebih 150

orang, yang tersebar ke tiga pabrik. Hal ini menyebabkan loading pekerjaan

masing-masing karyawan divisi HR PT. ‘X’ cukup tinggi dengan

permasalahan yang cukup beragam, dalam operasional kesehariannya. Melihat

jauhnya perbandingan antara jumlah karyawan divisi HR PT. ‘X’ dengan total

jumlah karyawan di PT. ‘X’ secara keseluruhan, maka pengelolaan terhadap

kepuasan kerja dari karyawan divisi HR PT. ‘X’ menjadi hal yang penting

untuk diperhatikan.

Kepuasan kerja dari karyawan divisi HR di PT. ‘X’ sendiri dapat dilihat

dari dua puluh faktor yang menjadi tolak ukur kepuasan kerja. Kedua puluh

faktor tersebut yaitu ability utilization (pemanfaatan kemampuan), activity

(aktivitas), achievement (prestasi), authority (otoritas), independence

(kemandirian), moral values (nilai moral), responsibility (tanggung jawab),

security (keamanan), creativity (kreativitas), social service (pelayanan sosial), social status (status sosial), variety (variasi), advancement (kemahiran), company policies and practices (kebijakan perusahaan), compensation

(imbalan), recognition (pengakuan), supervision-human relation (hubungan

(13)

condition (kondisi kerja), co-worker (rekan kerja) (Rene V. Dawis dan Lloyd

H. Lofquist, 1984).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 8

(delapan) orang karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta, diketahui bahwa 5

(lima) orang di antaranya merasa kurang puas terhadap pekerjaannya saat ini.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kedekatan secara personal dengan

atasan, sehingga karyawan merasa sungkan untuk menyampaikan progress

kerjanya kepada atasan apabila tidak ditanya. Selain itu kurangnya arahan dan

bimbingan dari atasan ketika karyawan menghadapi kesulitan dalam

menjalankan pekerjaannya semakin mempertegas jarak antar atasan-bawahan.

Penyebab lain yang dikeluhkan karyawan divisi HR PT. ‘X’ yang merasa

kurang puas terhadap pekerjaannya adalah kurangnya kejelasan mengenai

prosedur kenaikan pangkat. Karyawan merasa hasil kerjanya selama

bertahun-tahun kurang dihargai karena hingga saat ini belum dipromosikan untuk dapat

menjalankan tuntutan tugas atau tanggung jawab yang lebih tinggi.

Sumber daya manusia memiliki karakteristik yang beraneka ragam, dan

dibutuhkan penanganan khusus untuk meningkatkan kepuasan kerja dalam

rangka peningkatan hasil kerjanya. Kepuasan kerja sangat mempengaruhi

karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas hariannya di organisasi. Karyawan

yang tidak puas dalam bekerja akan terlihat tidak bersemangat dalam

menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya mempengaruhi kualitas hasil kerja.

Kondisi ini jika dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu singkat akan

(14)

Oleh karena itu, kepuasan dari para karyawan menjadi hal penting yang

perlu mendapat perhatian khusus. Apabila tidak diperhatikan maka bukan

tidak mungkin masalah besar akan timbul seiring dengan berjalannya waktu.

Seperti yang saat ini sedang terjadi, banyak karyawan yang mangkir dari

pekerjaannya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir beberapa karyawan

mengundurkan diri dengan berbagai alasan seperti tidak betah di lingkungan

kerjanya, melanjutkan studi, maupun alasan lain yang sifatnya pribadi. Hal ini

dapat dilihat pula dari data yang diperoleh mengenai jumlah karyawan yang

mengundurkan diri dari perusahaan.

Berdasarkan data dari divisi HR PT. ‘X’, dapat terlihat adanya tingkat

keluar masuk karyawan yang cukup tinggi di divisi tersebut. Berikut data

keluar masuk karyawan pada tahun 2012:

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec Total

Masuk 0 0 0 1 1 1 1 2 1 0 0 0 7

Keluar 1 2 3 0 0 1 3 2 0 0 0 0 12

Angka keluar masuk karyawan yang tinggi akan merugikan perusahaan

karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk mencari karyawan

pengganti dan mengadakan pelatihan bagi karyawan tersebut. Hal ini

menjadi salah satu indikasi bahwa karyawan yang ada memiliki kepuasan

kerja yang rendah. Berdasarkan hasil exit interview, diketahui bahwa 7

(tujuh) dari 12 (dua belas) karyawan yang keluar di tahun 2012,

(15)

orang di antaranya mengeluhkan atasan yang cenderung mengabaikan anak

buah, 3 (tiga) orang lainnya merasa tuntutan atasan terlalu berat namun tidak

disertai bimbingan dan arahan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan 1 (satu)

orang lainnya merasa kurang memiliki hubungan interpersonal yang baik

dengan atasan sehingga komunikasi yang terjalin menjadi sangat terbatas.

Dari hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang karyawan

divisi HR PT. ‘X’, diketahui bahwa sebanyak 3 orang (37,5%) karyawan

merasa puas apabila terdapat kebijakan perusahaan seperti peraturan dan

prosedur kerja yang jelas, 5 orang (62,5%) menyatakan puas apabila

mendapat supervisi dan arahan yang jelas mengenai pencapaian target dalam

bekerja seperti diberikannya umpan balik selama proses kerja berjalan, 6

orang (75%) merasa puas jika memiliki rekan kerja yang dapat memahami

dan bekerja sama dengan baik, 5 orang (62,5%) menyatakan pentingnya

hubungan interpersonal yang baik dengan atasan, 6 orang (75%) menyatakan

pentingnya kenaikan insentif dari apa yang sudah diterima saat ini, 3 orang

(37,5%) menyatakan keamanan dalam bekerja merupakan hal yang

terpenting, dan 8 orang (100%) menganggap lingkungan/kondisi kerja lah

yang memegang peran penting dalam menentukan puas tidaknya seseorang

dalam bekerja.

Melihat adanya perbedaan kepuasan kerja dan alasan akan ketidakpuasan

tersebut pada karyawan PT. ‘X’ khususnya di divisi HR, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui kepuasan

(16)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui

kepuasan kerja pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

kepuasan kerja pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai

tingkat kepuasan kerja dilihat dari dua puluh faktor yang menjadi tolak

ukurnya pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta.

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian tentang kepuasan kerja pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’

(17)

1.4.1 Kegunaan Ilmiah / Teoritis

a. Memberikan informasi tambahan bagi ilmu Psikologi, khususnya

Psikologi Industri dan Organisasi mengenai kepuasan kerja pada

karyawan.

b. Memberi masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian lanjutan mengenai kepuasan kerja pada karyawan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta

mengenai kepuasan kerja. Diharapkan informasi ini dapat membantu

karyawan untuk dapat meningkatkan kepuasan kerjanya.

b. Memberikan informasi kepada PT. ‘X’ Jakarta khususnya divisi HR

mengenai kepuasan kerja karyawan di perusahaan tersebut.

Diharapkan informasi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

tambahan dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

1.5Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu

dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut timbul karena adanya kekurangan

akan sesuatu yang diperlukan untuk ketahanan dan kelangsungan hidup

seseorang. Pemenuhan kebutuhan itu tergantung dari kepentingan individu.

(18)

kebutuhannya tersebut. Perbedaan kebutuhan tersebut akan mendasari perilaku

kerja masing-masing karyawan.

Untuk dapat memenuhi kebutuhannya individu melakukan usaha, setiap

individu akan melakukan usaha yang berbeda-beda. Salah satu yang

dilakukannya adalah dengan bekerja. Karyawan dituntut untuk dapat bekerja

dengan optimal sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh sebab itu, tuntutan

perusahaan dan imbalan mempengaruhi masing-masing individu.

Agar pengembangan sumber daya manusia bisa optimal, maka kepuasan

kerja menjadi aspek yang harus diperhatikan. Menurut Lofquist dan Dawis

(1969), korespondensi adalah sebuah relasi di mana individu dan lingkungan

saling berespon secara mutual. Dalam hal ini, karyawan divisi HR PT. ‘X’

membawa syarat-syarat untuk PT. ‘X’, sedangkan PT. ‘X’ memiliki

syarat-syarat bagi karyawan divisi HR PT. ‘X’. Karyawan divisi HR PT. ‘X’

membawa keterampilan tertentu ke PT. ‘X’ dan PT. ‘X’ memberikan

penghargaan-penghargaan, berupa gaji, prestise, dan relasi personal bagi

karyawan divisi HR PT. ‘X’. Apabila syarat-syarat dari karyawan divisi HR

PT. ‘X’ bisa dipenuhi oleh PT. ‘X’, maka karyawan divisi HR PT. ‘X’ merasa

puas dalam bekerja. Sebaliknya, apabila syarat-syarat dari karyawan divisi HR

PT. ‘X’ tidak bisa dipenuhi oleh PT. ‘X’, maka karyawan divisi HR PT. ‘X’

tidak akan merasa puas dalam bekerja.

Menurut Dawis & Lofquist (1984), terdapat 20 faktor yang menunjukkan

(19)

activity (aktivitas), achievement (prestasi), authority (otoritas), independence

(kemandirian), moral values (nilai moral), responsibility (tanggung jawab),

security (keamanan), creativity (kreativitas), social service (pelayanan sosial), social status (status sosial), variety (variasi), advancement (kemahiran), company policies and practices (kebijakan perusahaan), compensation

(imbalan), recognition (pengakuan), supervision-human relation (hubungan

dengan atasan), supervision technical (kemampuan teknikal atasan), working

condition (kondisi kerja), co-worker (rekan kerja).

Faktor ability utilization (pemanfaatan kemampuan) adalah kesempatan

individu untuk melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kemampuan yang

dimiliki. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika

mereka memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu dengan memanfaatkan

kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak

akan merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak memiliki kesempatan untuk

melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki.

Faktor activity (aktivitas) adalah kesempatan individu untuk selalu sibuk

dalam pekerjaannya. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan

kerja jika mereka memiliki kesempatan untuk selalu sibuk dalam

pekerjaannya. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan

kepuasan kerja jika mereka tidak memiliki kesempatan untuk selalu sibuk

(20)

Faktor achievement (prestasi) adalah peluang individu untuk melakukan

yang terbaik dan merasa bangga dengan hasil kerjanya. Karyawan divisi HR

PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki peluang untuk

melakukan yang terbaik dan merasa bangga dengan hasil kerjanya.

Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan

kerja jika mereka tidak memiliki peluang untuk melakukan yang terbaik dan

merasa bangga dengan hasil kerjanya.

Faktor authority (otoritas) adalah kesempatan untuk memberi petunjuk

pada orang lain tentang apa yang harus dilakukan. Karyawan divisi HR PT.

‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika mereka dapat memberi petunjuk

pada orang lain tentang apa yang harus dilakukan. Sebaliknya, karyawan

divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak

dapat memberi petunjuk pada orang lain tentang apa yang harus dilakukan.

Faktor independence (kemandirian) adalah kesempatan individu untuk

melakukan pekerjaan tanpa bergantung pada orang lain. Karyawan divisi HR

PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki kesempatan

untuk melakukan pekerjaan tanpa bergantung pada orang lain. Sebaliknya,

karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika

mereka tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan tanpa

bergantung pada orang lain.

Faktor moral values (nilai moral) adalah kesempatan untuk melakukan

(21)

merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki kesempatan untuk

melakukan pekerjaan yang sesuai dengan hati nurani. Sebaliknya, karyawan

divisi HR PT. ‘X’PT “X” tidak akan merasakan kepuasan kerja jika mereka

tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan

hati nurani.

Faktor responsibility (tanggung jawab) adalah kebebasan individu dalam

mengambil keputusan berdasarkan pertimbangannya sendiri. Karyawan divisi

HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki kebebasan

untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangannya sendiri.

Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan

kerja jika mereka tidak memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan

berdasarkan pertimbangannya sendiri.

Faktor security (keamanan) adalah pekerjaan yang ada dapat menjamin

adanya kemantapan jabatan. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan

kepuasan kerja jika pekerjaan yang ada dapat menjamin adanya kemantapan

jabatan. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan

kepuasan kerja jika pekerjaan yang ada tidak dapat menjamin adanya

kemantapan jabatan.

Faktor creativity (kreativitas) adalah peluang untuk mencoba cara yang

berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan

merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki peluang untuk mencoba cara

(22)

HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak memiliki

peluang untuk mencoba cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan.

Faktor social service (pelayanan sosial) adalah suatu kesempatan untuk

dapat membantu dan melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain.

Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika mereka

dapat membantu dan melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain.

Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan

kerja jika mereka tidak dapat membantu dan melakukan sesuatu yang berguna

bagi orang lain.

Faktor social status (status sosial) adalah status yang diperoleh individu

karena jabatan. karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja

jika mereka memperoleh status karena jabatan yang melekat pada dirinya.

Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan

kerja jika mereka tidak memperoleh status karena jabatan yang melekat pada

dirinya.

Faktor variety (variasi) adalah peluang individu untuk melakukan hal yang

beragam dalam pekerjaannya. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan

kepuasan kerja jika mereka memiliki peluang untuk melakukan hal yang

beragam dalam pekerjaannya. Pada faktor variasi, karyawan divisi HR PT.

‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak memiliki peluang

(23)

Faktor advancement (kemahiran) adalah kesempatan individu untuk

menjadi mahir atau maju dalam pekerjaannya. Karyawan divisi HR PT. ‘X’

akan merasakan kepuasan kerja jika mereka memiliki kesempatan untuk

menjadi mahir atau maju dalam pekerjaannya. Sebaliknya, karyawan divisi

HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak memiliki

kesempatan untuk menjadi mahir atau maju dalam pekerjaannya.

Faktor company policies and practices (kebijakan perusahaan) adalah

kebijakan perusahaan yang diterapkan dalam kegiatan kerja. Karyawan divisi

HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika kebijakan perusahaan

diterapkan dengan benar dalam kegiatan kerja. Sebaliknya, karyawan divisi

HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika kebijakan perusahaan

tidak diterapkan dengan benar dalam kegiatan kerja.

Faktor compensation (imbalan) adalah imbalan yang diterima individu

dibandingkan dengan pekerjaan yang dikerjakan. Karyawan divisi HR PT.

‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika imbalan yang diterima individu

sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan. Sebaliknya, karyawan divisi HR

PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan kerja jika imbalan yang diterima

individu tidak sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan.

Faktor recognition (pengakuan) adalah pujian yang diterima pekerja

setelah melakukan tugas dengan baik. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan

merasakan kepuasan kerja jika mereka mendapat pujian setelah melakukan

(24)

merasakan kepuasan kerja jika mereka tidak mendapat pujian setelah

melakukan tugas dengan baik.

Faktor supervision-human relation (hubungan dengan atasan) adalah cara

pimpinan menumbuhkan perhatian dan dukungan pada anak buahnya.

Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika pimpinan

dapat menumbuhkan perhatian dan dukungan pada anak buahnya.

Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan kepuasan

kerja jika pimpinan tidak dapat menumbuhkan perhatian dan dukungan pada

anak buahnya.

Faktor supervision technical (kemampuan teknikal atasan) atasan adalah

kemampuan atasan dalam membagi tugas dan petunjuk. Karyawan divisi HR

PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika atasan mampu membagi tugas

dan petunjuk. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan

kepuasan kerja jika atasan tidak mampu membagi tugas dan petunjuk.

Faktor working condition (kondisi kerja) adalah kondisi lingkungan fisik

tempat individu bekerja. Karyawan divisi HR PT. ‘X’ akan merasakan

kepuasan kerja jika kondisi lingkungan fisik tempat individu bekerja itu

nyaman. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’ tidak akan merasakan

kepuasan kerja jika kondisi lingkungan fisik tempat individu bekerja itu tidak

nyaman.

Faktor co-worker (rekan kerja) adalah peluang untuk menumbuhkan

(25)

HR PT. ‘X’ akan merasakan kepuasan kerja jika ada persahabatan yang akrab

dan semangat di antara rekan kerja. Sebaliknya, karyawan divisi HR PT. ‘X’

tidak akan merasakan kepuasan kerja jika tidak ada persahabatan yang akrab

dan semangat di antara rekan kerja.

Selain kedua puluh faktor yang menjadi tolak ukur kepuasan kerja,

terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu

needs, values dan personal traits (Wexley A. Yukl, 1984). Dari segi needs,

bisa dikatakan bahwa semakin tercukupi kebutuhan-kebutuhan fisik maupun

psikis karyawan divisi HR PT. ‘X’ maka semakin tinggi kecenderungan

merasa lebih puas dengan pekerjaannya. Dari segi values, antara lain semakin

mendekati nilai-nilai yang dianut oleh karyawan divisi HR PT. ‘X’ maka

semakin tinggi kecenderungan merasa lebih puas dengan pekerjaannya.

Kemudian dari segi personality traits, yaitu semakin positif kepribadian yang

dimiliki karyawan divisi HR PT. ‘X’ maka semakin tinggi kecenderungan

(26)

Uraian di atas dapat dirangkum menjadi bagan kerangka pikir sebagai

berikut:

Bagan 1.1. Kerangka Pikir

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja :

Usia

Jabatan

Departemen

Puas Karyawan divisi HR

PT. X Jakarta

Kepuasan Kerja

Tidak Puas

20 Faktor :

AbilityUtilization (Pemanfaatan Kemampuan)

Activity (Aktivitas)

Achievement (Prestasi)

Authority (Otoritas)

Independence (Kemandirian)

Moral values (Nilai Moral)

Responsibility (Tanggung Jawab)

Security (Keamanan)

Creativity (Kreativitas)

Social service (Pelayanan Sosial)

Social status (Status Sosial)

Variety (Variasi)

Advancement (Kemahiran)

Company policies and practices (Kebijakan Perusahaan)

Compensation (Imbalan)

Recognition (Pengakuan)

Supervision-human relation (Hubungan dengan Atasan)

Supervision technical (Kemampuan Teknikal Atasan)

Working Condition (Kondisi Kerja)

(27)

1.6Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi

berikut :

1. Kepuasan kerja akan terjadi bila syarat-syarat dari karyawan divisi HR PT.

‘X’ dipenuhi oleh PT.’X’.

2. Tingkat kepuasan kerja karyawan divisi HR PT. ‘X’ dipengaruhi oleh 20

faktor kepuasan kerja, yaitu ability utilization (pemanfaatan kemampuan),

activity (aktivitas), achievement (prestasi), authority (otoritas),

independence (kemandirian), moral values (nilai moral), responsibility

(tanggung jawab), security (keamanan), creativity (kreativitas), social

service (pelayanan sosial), social status (status sosial), variety (variasi), advancement (kemahiran), company policies and practices (kebijakan

perusahaan), compensation (imbalan), recognition (pengakuan),

supervision-human relation (hubungan dengan atasan), supervision technical (kemampuan teknikal atasan), working condition (kondisi Kerja), co-worker (rekan kerja).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah usia, jabatan, dan

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran. Adapun saran

yang disampaikan ditujukan kepada peneliti lain dan kepada karyawan divisi HR di

PT. ‘X’ Jakarta.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil mengenai kepuasan kerja

pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terdapat 36 (72%) karyawan merasakan ketidakpuasan kerja di divisi HR PT. ‘X’

Jakarta. sementara sebanyak 14 (28%) karyawan sisanya merasakan kepuasan

kerja di divisi HR PT. ‘X’.

2. Berdasarkan 20 aspek pada 14 karyawan, aspek-aspek yang paling paling

dirasakan puas oleh karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta yaitu aspek Ability

Utilization (100,0%), Achievement (92,9%), Activity (100,0%), Independence

(85,7%), Moral values (100,0%), Creativity (85,7%), Social Service (92,9%),

(29)

(92,9%), Compensation (92,9%), Recognition (92,9%), Supervision Technical

(85,7%) dan Co-Worker (92,9%).

3. Pada 36 karyawan (72%) yang merasakan ketidakpuasan kerja, maka aspek

kepuasan kerja yang paling dirasakan tidak puas oleh karyawan divisi HR di PT.

‘X’ Jakarta adalah Supervision-human Relation (89,9%), Responsibility (88,9%),

Variety (72,2%), Social Status (83,3%), dan Social Status (83,3%)

4. Berdasarkan usia, maka usia 20-30 tahun adalah merupakan usia yang paling

banyak merasakan ketidakpuasan kerja (68%).

5. Berdasarkan jabatan, maka jabatan staff adalah merupakan jabatan yang paling

banyak dirasakan ketidakpuasan kerja (68%).

5.2. Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi rekan-rekan mahasiswa yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai

kepuasan kerja, disarankan untuk meneliti faktor lain yang berhubungan

(30)

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk pihak divisi HR PT. ‘X’, agar dapat lebih memperhatikan aspek-aspek

yang dirasakan paling tidak memuaskan pada karyawan, yaitu

Supervision-human Relation, Responsibility, Variety, Social Status, dan Supervision Technical.

2. Untuk pihak divisi HR PT. ‘X’, agar dapat mempertahankan serta

meningkatkan aspek-aspek yang sudah terpuaskan pada karyawan, yaitu Ability

Utilization, Achievement, Activity, Independence, Moral values, Creativity, Social Service, Variety, Advancement, Company Policies and Practices, Compensation, Recognition, Supervision Technical, dan Co-Worker.

(31)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN DIVISI HUMAN RESOURCES (HR) DI PT.’X’ JAKARTA

Bambang Adriono

Dra. Fifie Nurofia, M.M., Psik. dan Cakrangadinata, M.Psi., Psik.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat kepuasan kerja dan aspek-aspeknya pada karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei. Penelitian ini dilaksanakan pada 50 orang karyawan divisi HR PT. ‘X’ jakarta, di mana terbagi dalam 2 jabatan yaitu, officer dan staff. Rentang usia dari karyawan divisi HR PT. ’X’ jakarta itu sendiri dari usia 20-50 tahun dan di bagi 7 departemen.

Alat ukur yang digunakan disusun peneliti berdasarkan teori Work Adjustment dari Rene V. Dawis dan Lloyd H. Lofquist tahun 1984, yaitu MSQ (Minnesota Satisfaction Quetionaire). Kuesioner ini terdiri dari 100 item dan menjaring 20 aspek kepuasan kerja. Korelasi Rank Spearman didapat angka validitas

berkisar antara 0,33 sampai 0,92, yang artinya semua pertanyaan dinyatakan valid. Perhitungan reliabilitas menunjukan hasil nilai reliabilitas seluruh variabel yang sedang diteliti koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,600 yang artinya item-item dalam alat tes MSQ memiliki realibilitas yang tinggi.

(32)

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta lebih banyak memberikan respon ketidakpuasan kerja. Saran untuk penelitian lain, adalah untuk meneliti faktor lain yang berhubungan dengan kepuasan kerja, seperti budaya organisasi. Saran untuk PT. ‘X’ untuk dapat mempertahankan serta meningkatkan aspek-aspek yang sudah terpuaskan oleh karyawan divisi HR dan memperhatikan aspek-aspek yang kurang terpuaskan oleh karyawan divisi HR.

ABSTRACT

This study was conducted to determine the picture of the level of job satisfaction and its aspects on HR division employees of PT. 'X' Jakarta. This research uses descriptive method with data collection survey. The research was conducted on 50 employees of PT HR division. 'X' jakarta, which is divided into two positions, namely, officers and staff. The age range of the HR division employees of PT. 'X' jakarta itself from the age of 20-50 years and in the 7 departments.

Measuring instruments used by researchers compiled Work Adjustment theory of Rene V. Dawis and Lloyd H. Lofquist 1984, the MSQ (Minnesota Satisfaction Quetionaire). This questionnaire consists of 100 items and capture 20 aspects of job satisfaction. Spearman Rank Correlation validity of the figures obtained ranged from 0.33 to 0.92, which means that all the questions declared invalid. The reliability calculation shows the results of reliability values all variables being studied reliability coefficient greater than 0.600, which means those items in assay MSQ has a high reliability.

The results showed that of the 20 aspects of job satisfaction, employee HR division more dissatisfied. Cross-tabulation of job satisfaction with the post office got the result that a lot of job dissatisfaction responded that the office staff.

(33)

aspects that have been satisfied by the HR division employees and pay attention to aspects that are less satisfied by the HR division employees.

I. Pendahuluan

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tuntutan akan mobilitas semakin

tinggi. Dengan kondisi seperti itu, tentunya kendaraan bermotor menjadi salah

satu alternatif untuk dapat mendukung mobilitas masyarakat yang cukup tinggi,

khususnya di kota-kota besar. Salah satu alternatif kendaraan bermotor yang dapat

digunakan untuk mendukung mobilitas adalah sepeda motor.

Sepeda motor adalah sebuah kendaraan yang dapat dengan lincah menembus

kemacetan di jalan raya. Oleh karena itu, sepeda motor mendapat julukan

kendaraan antimacet. Sepenuh apapun jalanan oleh kendaraan bermotor, sepeda

motor selalu bisa mendapatkan celah untuk melewati kendaraan lain dan terbebas

dari kemacetan. Jumlah pengendara sepeda motor di Indonesia pun semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Populasi sepeda motor di Jakarta dilaporkan naik

300 persen dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data Polda Metro Jaya,

sampai dengan Mei 2010, jumlah sepeda motor di Jakarta tercatat 8 juta unit,

nyaris hampir sama dengan total jumlah penduduk Jakarta.

Untuk mendukung kebutuhan masyarakat akan sepeda motor tersebut,

perusahaan otomotif khususnya yang bergerak di bidang perakitan sepeda motor

semakin menunjukkan persaingan yang ketat. Melihat begitu ketatnya persaingan

yang terjadi, menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi

oleh pihak perusahan-perusahaan tersebut, khususnya terkait sumber daya

manusia. Cascio (Novliadi, 2007) menegaskan bahwa manusia merupakan

sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan organisasi. Sumber

daya manusia pula yang menjadi penentu kesuksesan atau kegagalan suatu

perusahaan.

(34)

memiliki kapasitas produksi 4,2 juta unit sepeda motor setiap tahunnya untuk

memenuhi permintaan pasar sepeda motor di Indonesia yang terus meningkat. Guna menunjang kebutuhan serta kepuasan pelanggannya, saat ini PT. ‘X’ didukung oleh 1600 showroom, 3800 layanan service, serta 6500 gerai suku

cadang yang siap melayani jutaan pengguna sepeda motor di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, jumlah karyawan PT. ‘X’ sendiri berjumlah sekitar 18.000 orang, jumlah tersebut belum termasuk 130 vendor dan supplier serta ribuan

jaringan lainnya, yang memberikan dampak ekonomi berantai yang luar biasa.

Untuk dapat menghasilkan sarana transportasi yang sesuai dengan harapan dan

kebutuhan masyarakat Indonesia, tentunya diperlukan pengelolaan terhadap

jumlah karyawan yang sedemikian besar.

Di PT. ‘X’, pengelolaan terhadap karyawan dari sejak masuk melalui proses

recruitment, pengembangan kompetensi yang dimiliki karyawan, serta

pengelolaan terkait hal-hal yang menjadi hak dan kewajiban karyawan, menjadi

tanggung jawab divisi HR PT. ‘X’. Hal ini menunjukkan pentingnya peranan

divisi HR PT. ‘X’ sebagai fungsi supporting bagi fungsi lainnya di perusahaan,

khususnya bagian Produksi dan Marketing yang merupakan core business dari PT. ‘X’.

Karyawan divisi HR PT. ‘X’ saat ini hanya berjumlah kurang lebih 150 orang,

yang tersebar ke tiga pabrik. Hal ini menyebabkan loading pekerjaan masing-masing karyawan divisi HR PT. ‘X’ cukup tinggi dengan permasalahan yang cukup beragam, dalam operasional kesehariannya. Melihat jauhnya perbandingan

antara jumlah karyawan divisi HR PT. ‘X’ dengan total jumlah karyawan di PT. ‘X’ secara keseluruhan, maka pengelolaan terhadap kepuasan kerja dari karyawan divisi HR PT. ‘X’ menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Kepuasan kerja dari karyawan divisi HR di PT. ‘X’ sendiri dapat dilihat dari

dua puluh faktor yang menjadi tolak ukur kepuasan kerja. Kedua puluh faktor

tersebut yaitu ability utilization (pemanfaatan kemampuan), activity (aktivitas),

(35)

values (nilai moral), responsibility (tanggung jawab), security (keamanan), creativity (kreativitas), social service (pelayanan sosial), social status (status

sosial), variety (variasi), advancement (kemahiran), company policies and

practices (kebijakan perusahaan), compensation (imbalan), recognition

(pengakuan), supervision-human relation (hubungan dengan atasan), supervision

technical (kemampuan teknikal atasan), working condition (kondisi kerja), co-worker (rekan kerja) (Rene V. Dawis dan Lloyd H. Lofquist, 1984).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 8 (delapan) orang karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta, diketahui bahwa 5 (lima) orang di antaranya merasa kurang puas terhadap pekerjaannya saat ini. Salah satu

penyebabnya adalah kurangnya kedekatan secara personal dengan atasan,

sehingga karyawan merasa sungkan untuk menyampaikan progress kerjanya

kepada atasan apabila tidak ditanya. Selain itu kurangnya arahan dan bimbingan

dari atasan ketika karyawan menghadapi kesulitan dalam menjalankan

pekerjaannya semakin mempertegas jarak antar atasan-bawahan.

Penyebab lain yang dikeluhkan karyawan divisi HR PT. ‘X’ yang merasa kurang puas terhadap pekerjaannya adalah kurangnya kejelasan mengenai

prosedur kenaikan pangkat. Karyawan merasa hasil kerjanya selama

bertahun-tahun kurang dihargai karena hingga saat ini belum dipromosikan untuk dapat

menjalankan tuntutan tugas atau tanggung jawab yang lebih tinggi.

Sumber daya manusia memiliki karakteristik yang beraneka ragam, dan

dibutuhkan penanganan khusus untuk meningkatkan kepuasan kerja dalam rangka

peningkatan hasil kerjanya. Kepuasan kerja sangat mempengaruhi karyawan

dalam melaksanakan tugas-tugas hariannya di organisasi. Karyawan yang tidak

puas dalam bekerja akan terlihat tidak bersemangat dalam menyelesaikan

tugasnya, yang akhirnya mempengaruhi kualitas hasil kerja. Kondisi ini jika

dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu singkat akan membawa perusahaan

(36)

Oleh karena itu, kepuasan dari para karyawan menjadi hal penting yang perlu

mendapat perhatian khusus. Apabila tidak diperhatikan maka bukan tidak

mungkin masalah besar akan timbul seiring dengan berjalannya waktu. Seperti

yang saat ini sedang terjadi, banyak karyawan yang mangkir dari pekerjaannya.

Selain itu, dalam satu tahun terakhir beberapa karyawan mengundurkan diri

dengan berbagai alasan seperti tidak betah di lingkungan kerjanya, melanjutkan

studi, maupun alasan lain yang sifatnya pribadi. Hal ini dapat dilihat pula dari

data yang diperoleh mengenai jumlah karyawan yang mengundurkan diri dari

perusahaan.

Berdasarkan data dari divisi HR PT. ‘X’, dapat terlihat adanya tingkat keluar masuk karyawan yang cukup tinggi di divisi tersebut. Berikut data keluar masuk

karyawan pada tahun 2012:

Bulan Ja n Fe b Ma r Ap r Me i Ju n Ju l Ag s Se p Ok t No v De c Tota l Masu

k 0 0 0 1 1 1 1 2 1 0 0 0 7

Kelua

r 1 2 3 0 0 1 3 2 0 0 0 0 12

Angka keluar masuk karyawan yang tinggi akan merugikan perusahaan

karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk mencari karyawan pengganti

dan mengadakan pelatihan bagi karyawan tersebut. Hal ini menjadi salah satu

indikasi bahwa karyawan yang ada memiliki kepuasan kerja yang rendah.

Berdasarkan hasil exit interview, diketahui bahwa 7 (tujuh) dari 12 (dua belas)

karyawan yang keluar di tahun 2012, mengundurkan diri dengan alasan sulit

bekerja sama dengan atasan. 3 (tiga) orang di antaranya mengeluhkan atasan

yang cenderung mengabaikan anak buah, 3 (tiga) orang lainnya merasa tuntutan

(37)

menyelesaikan tugas, sedangkan 1 (satu) orang lainnya merasa kurang memiliki

hubungan interpersonal yang baik dengan atasan sehingga komunikasi yang

terjalin menjadi sangat terbatas.

Dari hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang karyawan divisi HR PT. ‘X’, diketahui bahwa sebanyak 3 orang (37,5%) karyawan merasa puas apabila terdapat kebijakan perusahaan seperti peraturan dan prosedur kerja

yang jelas, 5 orang (62,5%) menyatakan puas apabila mendapat supervisi dan

arahan yang jelas mengenai pencapaian target dalam bekerja seperti diberikannya

umpan balik selama proses kerja berjalan, 6 orang (75%) merasa puas jika

memiliki rekan kerja yang dapat memahami dan bekerja sama dengan baik, 5

orang (62,5%) menyatakan pentingnya hubungan interpersonal yang baik dengan

atasan, 6 orang (75%) menyatakan pentingnya kenaikan insentif dari apa yang

sudah diterima saat ini, 3 orang (37,5%) menyatakan keamanan dalam bekerja

merupakan hal yang terpenting, dan 8 orang (100%) menganggap

lingkungan/kondisi kerja lah yang memegang peran penting dalam menentukan

puas tidaknya seseorang dalam bekerja.

Melihat adanya perbedaan kepuasan kerja dan alasan akan ketidakpuasan

tersebut pada karyawan PT. ‘X’ khususnya di divisi HR, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui kepuasan kerja yang dimiliki

karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta.

II. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat

kepuasan kerja dan aspek-aspeknya pada karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data

survei. Penelitian ini dilaksanakan pada 50 orang karyawan divisi HR PT. ‘X’ jakarta,

di mana terbagi dalam 2 jabatan yaitu, officer dan staff. Rentang usia dari karyawan

(38)

Alat ukur yang digunakan disusun peneliti berdasarkan teori Work Adjustment dari

Rene V. Dawis dan Lloyd H. Lofquist tahun 1984, yaitu MSQ (Minnesota

Satisfaction Quetionaire). Kuesioner ini terdiri dari 100 item dan menjaring 20 aspek

kepuasan kerja.

III. Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan disajikan hasil yang diperoleh dari pengumpulan data melalui

penyebaran kuesioner kepada 50 orang karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta beserta

[image:38.612.153.489.349.468.2]

deskripsinya.

Tabel 4.1.2 Persentase Kepuasan Kerja

Variabel Kategori Frekuensi Persentase

Kepuasan Kerja

Puas 14 28,00%

Tidak Puas 36 72,00%

Total 50 100%

Tabel diatas memberikan gambaran mengenai kepuasan karyawan divisi HR

di PT. ‘X’ Jakarta. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 36 personel (72%)

tidak puas dengan pekerjaannya dan 14 personel (28%) sisanya puas dengan

pekerjaannya.

4.1.3 Kepuasan Kerja Berdasarkan Aspek

Tabel 4.1.3.1 Tabulasi silang Kelompok kepuasan kerja dengan Aspek Kepuasan

Kerja

(39)

% Frekuensi

100,0% 14 Puas

Ability Utilization

0,0% 0 Tidak Puas

100,0% 14 Puas

Activity

0,0% 0 Tidak Puas

92,9% 13 Puas

Achievement

7,1% 1 Tidak Puas

64,3% 9 Puas

Authority

35,7% 5 Tidak Puas

85,7% 12 Puas

Independence

14,3% 2 Tidak Puas

100,0% 14 Puas

Moral values

0,0% 0 Tidak Puas

50,0% 7 Puas

Responsibility

50,0% 7 Tidak Puas

50,0% 7 Puas

Security

50,0% 7 Tidak Puas

(40)

14,3% 2 Tidak Puas

92,9% 13 Puas

Social Service

7,1% 1 Tidak Puas

64,3% 9 Puas

Social Status

35,7% 5 Tidak Puas

85,7% 12 Puas

Variety

14,3% 2 Tidak Puas

85,7% 12 Puas

Advancement

14,3% 2 Tidak Puas

92,9% 13 Puas Company Policies and

Practices

7,1% 1 Tidak Puas

92,9% 13 Puas

Compensation

7,1% 1 Tidak Puas

92,9% 13 Puas

Recognition

7,1% 1 Tidak Puas

64,3% 9 Puas Supervision-human

Relation

35,7% 5 Tidak Puas

(41)

14,3% 2 Tidak Puas

64,3% 9 Puas

Working Condition

35,7% 5 Tidak Puas

92,9% 13 Puas

Co-Worker

7,1% 1 Tidak Puas

Dari 14 responden (Tabel 4.1.3.1 ) terdapat 14 aspek yang paling besar

dirasakan puas oleh karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta. yaitu Ability Utilization

(100,0%), Achievement (92,9%), Activity (100,0%), Independence (85,7%), Moral

[image:41.612.107.551.108.275.2]

values (100,0%), Creativity (85,7%), Social Service (92,9%), Variety (85,7%), Advancement (85,7%), Company Policies and Practices (92,9%), Compensation (92,9%), Recognition (92,9%), Supervision Technical (85,7%), dan Co-Worker (92,9%).

Tabel 4.1.3.2 Tabulasi silang Kelompok ketidakpuasan dengan Aspek Kepuasan

Kerja

Ketidakpuasan kerja (36

Responden) Aspek

% Frekuensi

44,4% 16 Puas

Ability Utilization

55,6% 20 Tidak Puas

97,2% 35 Puas

Activity

(42)

41,7% 15 Puas

Achievement

58,3% 21 Tidak Puas

25,0% 9 Puas

Authority

75,0% 27 Tidak Puas

61,1% 22 Puas

Independence

38,9% 14 Tidak Puas

80,6% 29 Puas

Moral values

19,4% 7 Tidak Puas

11,1% 4 Puas

Responsibility

88,9% 32 Tidak Puas

52,8% 19 Puas

Security

42,2% 17 Tidak Puas

33,3% 12 Puas

Creativity

66,7% 24 Tidak Puas

61,1% 22 Puas

Social Service

38,9% 14 Tidak Puas

16,7% 6 Puas

Social Status

(43)

27,8% 10 Puas

Variety

72,2% 26 Tidak Puas

41,7% 15 Puas

Advancement

58,3% 21 Tidak Puas

36,1% 13 Puas Company Policies and

Practices

63,9% 23 Tidak Puas

47,2% 17 Puas

Compensation

52,8% 19 Tidak Puas

38,9% 14 Puas

Recognition

61,1% 22 Tidak Puas

11,1% 4 Puas Supervision-human

Relation

89,9% 32 Tidak Puas

16,7% 6 Puas

Supervision Technical

83,3% 30 Tidak Puas

47,2% 17 Puas

Working Condition

58,8% 19 Tidak Puas

52,8% 19 Puas

Co-Worker

(44)

Dari 36 responden (Tabel 4.1.3.2 ) terdapat 5 aspek yang paling besar dirasakan tidak

puas oleh karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta yaitu Supervision-human Relation

(89,9%), Responsibility (88,9%), Variety (72,2%), Social Status (83,3%), dan

Supervision Technical (83,3%).

IV. Pembahasan

Karyawan yang syarat-syaratnya mengenai lingkungan kerja terpenuhi oleh

PT. ‘X’ Jakarta disebut pekerja yang puas. Sedangkan karyawan yang

syarat-syaratnya mengenai lingkungan kerja tidak terpenuhi oleh PT. ‘X’ Jakarta disebut pekerja yang tidak puas. Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian terhadap

50 karyawan divisi HR PT. ‘X’ Jakarta, diperoleh bahwa sebanyak 36 karyawan

(72%) tidak puas dengan pekerjaannya dan 14 karyawan (28%) sisanya puas dengan

pekerjaannya (tabel 4.1.2). Ini menggambarkan bahwa 36 karyawan (72%) yang

bekerja di PT. ‘X’ Jakarta merasa bahwa PT. ‘X’ Jakarta kurang memenuhi sya

rat-syarat yang dimiliki karyawan mengenai lingkungan pekerjaan, sehingga mereka

menjadi tidak puas terhadap pekerjaan mereka. Sementara, 14 karyawan (28%) lain yang bekerja di PT. ‘X’ Jakarta merasa bahwa PT. ‘X’ Jakarta telah memenuhi sebagian besar syarat-syarat yang dimiliki karyawan mengenai lingkungan pekerjaan,

sehingga mereka menjadi puas terhadap pekerjaan mereka.

Menurut Work Adjusment, terdapat 20 aspek (David J. Weiss, Rene V. Dawis,

George W. England, dan Lloyd H. Lofquist, 1967) yang menjadi tolak ukur kepuasan

kerja personel. Aspek-aspek tersebut yaitu Ability Utilization, Activity, Achievement,

Authority, Independence, Moral values, Responsibility, Security, Creativity, Social service, Social status, Variety, Advancement, Company policies and practices, Compensation, Recognition, Supervision-human relation, Supervision technical, Working Condition, dan Co-Worker.

Berdasarkan hasil data terhadap aspek-aspek kepuasan kerja (tabel 4.1.3.1 dan

(45)

Activity, dan Moral values. Pada aspek Ability Utilization, karyawan mendapat

kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan atau skill yang dimiliki dalam

pekerjaannya dengan yang tersedia di Divisi HR PT. ‘X’, Pada aspek Activity,

karyawan mendapat kesempatan untuk selalu sibuk dalam pekerjaan dengan yang

tersedia di Divisi HR PT. ‘X’, pada aspek Moral values, karyawan mendapat

kesempatan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan hati nurani dengan yang

tersedia di Divisi HR PT. ‘X’.

Berdasarkan hasil data terhadap aspek-aspek kepuasan kerja (tabel 4.1.3.1 dan

4.1.3.2) pula, diperoleh bahwa semua karyawan tidak puas pada aspek

Supervision-human relation, karyawan tidak merasa puas dalam cara pimpinan menumbuhkan

perhatian dan dukungan kepada anak buahnya dengan yang tersedia di Divisi HR PT.

‘X’, pada aspek Responsibility, karyawan seringkali tidak mendapat kesempatan

untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangannya sendiri dalam

pekerjaannya dengan yang tersedia di Divisi HR PT. ‘X’, pada aspek Variety,

karyawan merasa kurang mendapat kesempatan melakukan hal yang beragam dalam

pekerjaannya dengan yang tersedia di Divisi HR PT. ‘X’, pada aspek Social status,

karyawan merasa kurang mendapatkan kesempatan untuk status yang diperoleh karena jabatannya dengan yang tersedia di Divisi HR PT. ‘X’, pada aspek

Supervision technical, karyawan merasa atasan kurang mampu dalam membagi tugas

dan petunjuk dengan yang tersedia di Divisi HR PT. ‘X’.

Berdasarkan hasil tabulasi silang kepuasan kerja dengan usia (lampiran tabel

3.4), karyawan divisi HR PT. ’X’ yang berusia 20-30 tahun (68%), merasakan

kepuasan kerja yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan teori Davis dan Newstroom

(2002), karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena berpengharapan

(46)

Berdasarkan hasil tabulasi silang kepuasan kerja dengan jabatan (lampiran

tabel 3.4), karyawan divisi HR PT. ‘X’ dengan jabatan sebagai staf (68%) merasakan kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan divisi HR PT. ‘X’ dengan jabatan sebagai officer (32%). Hal ini sejalan dengan teori Davis dan

Newstroom (2002), karyawan dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung

merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan

kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk

merasa lebih puas. Jadi bisa d katakan bahwa jabatan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan divisi HR PT. ‘X’.

Berdasarkan hasil tabulasi silang kepuasan kerja dengan departemen (lampiran 3.4), karyawan divisi HR PT. ‘X’ pada departemen PDR (6%) merasakan kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan divisi HR PT. ‘X’ pada

departemen PSE (24%). Hal ini tidak sejalan dengan teori Davis dan newstroom

(2002), karyawan yang bekerja pada ukuran organisasi yang lebih besar menunjukkan

bahwa kepuasan kerja cenderung menurun. Jadi dalam hal ini bisa dikatakan jumlah

anggota departemen tidak mempengaruhi kepuasan kerja karyawan divisi HR PT. ‘X’.

V. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil mengenai kepuasan kerja

pada karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terdapat 36 (72%) karyawan merasakan ketidakpuasan kerja di divisi

HR PT. ‘X’ Jakarta. sementara sebanyak 14 (28%) karyawan sisanya

merasakan kepuasan kerja di divisi HR PT. ‘X’.

2. Berdasarkan 20 aspek pada 14 karyawan, aspek-aspek yang paling paling

dirasakan puas oleh karyawan divisi HR di PT. ‘X’ Jakarta yaitu aspek Ability

(47)

(85,7%), Moral values (100,0%), Creativity (85,7%), Social Service (92,9%),

Variety (85,7%), Advancement (85,7%), Company Policies and Practices (92,9%), Compensation (92,9%), Recognition (92,9%), Supervision Technical

(85,7%) dan Co-Worker (92,9%).

3. Pada 36 karyawan (72%) yang merasakan ketidakpuasan kerja, maka aspek

kepuasan kerja yang paling dirasakan tidak puas oleh karyawan divisi HR di PT.

‘X’ Jakarta adalah Supervision-human Relation (89,9%), Responsibility (88,9%),

Variety (72,2%), Social Status (83,3%), dan Social Status (83,3%)

4. Berdasarkan usia, maka usia 20-30 tahun adalah merupakan usia yang paling

banyak merasakan ketidakpuasan kerja (68%).

5. Berdasarkan jabatan, maka jabatan staff adalah merupakan jabatan yang paling

banyak dirasakan ketidakpuasan kerja (68%).

Saran Teoretis

1. Bagi rekan-rekan mahasiswa yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai

kepuasan kerja, disarankan untuk meneliti faktor lain yang berhubungan

dengan kepuasan kerja, seperti budaya organisasi.

Saran Praktis

1. Untuk pihak divisi HR PT. ‘X’, agar dapat lebih memperhatikan aspek-aspek

yang dirasakan paling tidak memuaskan pada karyawan, yaitu

Supervision-human Relation, Responsibility, Variety, Social Status, dan Supervision Technical.

2. Untuk pihak divisi HR PT. ‘X’, agar dapat mempertahankan serta

meningkatkan aspek-aspek yang sudah terpuaskan pada karyawan, yaitu Ability

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Davis, K & Newstrom, J. 1994. Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta : Erlangga.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Massachusetts : Allyn and Bacon.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Lloyd H. Lofquist & Rene V. Dawis. 1969. Adjustment to Work : A Psychological

View of man’s Problem in a Work-Oriented Society.

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. San diego State University : Prentice-Hall.

Sulistyo, Joko. 2010. 6 hari jago spss 17. Yogyakarta.

Sugiyono, Prof., Dr. 2009. Statistik untuk penelitian, Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sudjana, Prof., DR., MA., MSC. 2005. Metoda Statistika. Edisi ke-6. Bandung : Penerbit Tarsito.

Yulk, A. Gary & Wexley, N. Kenneth. 1984. Organizational Behaviour and

Personnel Psychology. Rivised Edition. DAFTAR RUJUKAN

Arifin Susanto, Felix. 2012. Studi deskriptif mengenai kepuasan kerja pelaksana langsung / Front officer bagian service pada PT.”X” di Bandung. Skripsi Sarjana. Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Davis, K & Newstrom, J. 1994. Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta : Erlangga.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Massachusetts : Allyn and Bacon.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Lloyd H. Lofquist & Rene V. Dawis. 1969. Adjustment to Work : A Psychological

View of man’s Problem in a Work-Oriented Society.

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. San diego State University : Prentice-Hall.

Sulistyo, Joko. 2010. 6 hari jago spss 17. Yogyakarta.

Sugiyono, Prof., Dr. 2009. Statistik untuk penelitian, Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sudjana, Prof., DR., MA., MSC. 2005. Metoda Statistika. Edisi ke-6. Bandung : Penerbit Tarsito.

Yulk, A. Gary & Wexley, N. Kenneth. 1984. Organizational Behaviour and

(50)

DAFTAR RUJUKAN

Arifin Susanto, Felix. 2012. Studi deskriptif mengenai kepuasan kerja pelaksana langsung / Front officer bagian service pada PT.”X” di Bandung. Skripsi Sarjana. Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Gambar

Tabel 4.1.2 Persentase Kepuasan Kerja
Tabel 4.1.3.2 Tabulasi silang Kelompok ketidakpuasan dengan Aspek Kepuasan

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan TKD ini ditetapkan dalam Peraturan Walikota Manado Nomor 03 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah/diganti dengan Peraturan Walikota Manado Nomor 05

Bakso Malang Mandeep (Cijambe) mengalami penurunan omzet sejak Agustus 2015 yang disebabkan salah satunya oleh belum menetapkan strategi pemasaran yang baik, belum

Hasil analisis kondisi kelas X IPS 2 yang diajar oleh praktikan, sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Berhubung kegiatan PPL inihanya berlangsug hanya satu bulan,

Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan asap cair tempurung kelapa ( Cocos nucifera Linn ) dan lama penyimpanan beserta interaksinya dalam mempertahankan

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut serta memiliki kegiatan

[r]

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat kondisi fisik yang mencakup kecepatan, kelincahan, kelentukan dan daya ledak atlet Persema Malang

Hal ini dapat dilihat ketika guru menggunakan non-corporal punishmentyangberimbas terhadap perubahandalam proses pembelajaran.Non-Corporal punishment adalah wujud dari