• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

CHARACTERISTICS OF LACTATION DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND

(A Case at Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

Ummi Subarkah*, Didin S. Tasripin**, Heni Indrijani**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2017

**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: ummisubarkah95@gmail.com

Abstrak

Penelitian mengenai identifikasi karakteristik sapi perah laktasi Fries Holland (FH) telah dilakukan di wilayah kerja KPGS Garut Selatan pada bulan Oktober 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik sapi perah FH berupa sifat kualitatif (ciri bangsa) serta sifat kuantitatif (lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan purposive sampling. Objek penelitian ini adalah sapi perah laktasi FH yang berjumlah 74 ekor sapi perah FH dari 20 peternak di TPK Pamegatan, TPK Mangunreja, TPK Ciharus, dan TPK Mekarmukti. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat kualitatif sapi perah FH yaitu 93% memiliki tanda putih pada dahi, 91% memiliki warna rambut bawah ekor bewarna putih/hitam, serta keempat kaki bagian bawah sebagian besar berwarna putih, dan 6% sapi perah masih memiliki seluruh kriteria ciri bangsa sapi perah FH.

Sifat kuantitatif sapi perah FH laktasi 1 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki yaitu lingkar dada 182,5±11,61 cm, tinggi pundak 129,3±9,92 cm, dan panjang badan 146,2±13,80 cm. Sapi perah FH laktasi 2 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki lingkar dada 174,0± 19,50 cm, tinggi pundak 132,7 ± 8,69 cm, dan panjang badan 143,9±20,98 cm.

Kata Kunci: karakteristik, ukuran tubuh, sapi perah, Fries Holland.

Abstract

A research about characteristics of lactation dairy cattle Friesh Holland (FH) have been done at Koperasi Peternak Garut Selatan region while October 2016. The purpose of this study were to evaluation characteristics of lactation diary cattle FH which consisting of qualitative (breed characteristics) and quantitative (chest size, shoulder height and body length). Method used in this study was survey with purposive sampling. Research objects were 74 head of FH lactation dairy cattle from 20 farmer in TPK Pamegatan, TPK Mangunreja, TPK Ciharus, and TPK Mekarmukti. Based on descriptive analysis, research showed that FH lactation dairy cattle breed characteristic were generally in good condition which indicated by 93% white mark on their forehead, 91% white under tail hair colour and under four legs are mostly white. There are 6% dairy cattle which still have entirely criteria of breed characteristic from dairy cattle FH. Meanwhile quantitative characteristics of lactation FH dairy cattle are 182.5±11.61 cm for chest size, 129.3±9.92 cm shoulder height, and 146.2±13.80 cm body lenght. Lactation FH dairy cattle are 174.0± 19.50 cm for chest size, 132.7 ± 8.69 cm shoulder height, and 143.9±20.98 cm body lenght.

Keywords: characteristic, body size, cattle dairy, Fries Holland.

(2)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2 PENDAHULUAN

Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani.

Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi perah yang lain.

Potensi sapi perah keturunan FH dapat dimaksimumkan dengan perbaikan mutu bibit, diantaranya mengidentifikasi berbagai sifat kuantitatif dan kualitatif, sehingga diperoleh bibit atau keturunan sapi perah FH yang berkualitas. Sifat-sifat kuantitatif seperti lingkar dada, tinggi pundak, serta panjang badan sering dijadikan dasar dalam seleksi ternak. Selain itu, terdapat pula sifat-sifat kualitatif yang menjadi ciri khas utama pada sapi perah FH tersebut, seperti segitiga pada dahi, ujung ekor yang berwarna putih, serta bagian bawah carpus (femur sampai batas teracak) yang berwarna hitam/putih. Sifat kualitas dan kuantitas tersebut telah masuk kedalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penilaian bibit sapi perah unggul.

SNI ini juga digunakan sebagai acuan ketika melakukan evaluasi keberadaan galur murni sapi perah FH di suatu populasi.

Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) terletak di sebelah selatan Kota Garut sangat potensial untuk usaha sapi perah, ketinggian tempat antara 1250 sampai 1400 m di atas permukaan laut dan kondisi suhu 17 sampai 240C. Menurut Tomyrambozha (2011) suhu yang ideal untuk ternak sapi perah adalah kurang dari 270C, apabila lebih dari 270C maka akan menyebabkan sapi stress, sulit mengeluarkan panas tubuhnya dan akhirnya berakibat pada produksi susu yang akan menurun.

Sapi perah FH yang dipelihara oleh kelompok ternak di Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) tentunya juga akan berpengaruh besar pada pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh. Ukuran tubuh sapi perah akan bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor iklim dan pakan, tetapi perbedaan ukuran tubuh tingkat variasinya tidak akan terlalu jauh karena faktor pakan konsentrat yang diberikan oleh para peternak berasal dari satu sumber dengan kualitas yang hampir yang sama.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi 1 dan laktasi 2 dengan total 74 ekor yaitu 38 ekor laktasi 1 dan 36 ekor laktasi 2 yang dipelihara oleh peternak di wilayah kerja KPGS Garut Selatan.

(3)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3 2. Metode

Jenis penelitian adalah penelitian survey, dengan teknik penentuan peternak secara purposive sampling. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran tubuh sapi perah FH yakni lingkar dada (LD), tinggi pundak (TP), dan panjang badan (PB), yang diukur dengan menggunakan tongkat ukur dan pita ukur. Pengamatan karakteristik sapi perah FH dilakukan secara langsung disertai wawancara dan pengisian kuisioner oleh peternak mengenai informasi umur dan periode laktasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Koperasi Peternak Garut Selatan terletak di kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Cikajang terletak di sebelah Selatan Kabupaten Garut yang berada pada ketinggian 1.244 meter di atas permukaan laut dengan rata-rata 230C. Batas Kecamatan Cikajang yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cilawu, Kecamatan Cigedug, Kecamatan Bayongbong dan Kecamatan Cisurupan. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cihurip, dan Kecamatan Banjarwangi. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cisompet dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pakenjeng dan Kecamatan Pamulihan. Wilayah kerja KPGS mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Cikajang, Kecamatan Pamulihan, Kecamatan Cihurip, Kecamatan Banjarwangi, juga sebagian Kecamatan Cigedug dan Kecamatan Cisurupan.

Wilayah Kecamatan Cikajang memiliki rata-rata curah hujan 2.550 mm/tahun dalam 180 hari hujan pertahun. Wilayah kerja KPGS berada di Kabupaten Garut bagian Selatan yang memiliki potensi dalam pengembangan peternakan sapi perah. Potensi Kabupaten Garut bagian Selatan dapat dilihat dari ketersediaan lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai lahan pakan hijauan yang sangat dibutuhkan dalam peternakan sapi perah oleh penduduk. Kecamatan Cikajang dengan kondisi topografi berada diatas permukaan laut, menjadikan wilayah tersebut sangat berpotensi untuk berkembangnya usaha sapi perah. Kondisi topografi tersebut cocok untuk hidup dan berkembangnya sapi perah.

(4)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4 2. Pengamatan Ciri Bangsa Sapi Perah Laktasi FH di Wilayah Kerja KPGS Tanda Putih pada Dahi

Tanda putih pada dahi merupakan salah satu ciri khas sapi perah Fries Holland yang paling melekat. Tanda putih pada dahi diamati dari berbagai hal, diantaranya sebagai berikut:

a. keberadaan (ada/tidak ada)

b. bentuk (segitiga tegas/melebar kearah dahi) c. serta ukuran (kecil/sedang/besar)

Kemudian dari hasil pengamatan ukuran tersebut dibagi menjadi 7 kriteria yaitu:

1. Jelas Kecil (ada – segitiga tegas – kecil) 2. Jelas Sedang (ada – segitiga tegas – sedang) 3. Jelas Besar (ada – segitiga tegas – besar)

4. Tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – kecil)

5. Lebih tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – sedang) 6. Melebar searah tulang hidung (ada – melebar kearah dahi – besar)

7. Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi)

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (1) sebanyak 13 ekor atau 17%, kriteria (2) sebanyak 11 ekor atau 15%, kriteria (3) sebanyak 17 ekor atau 23%, kriteria (4) sebanyak 3 ekor atau 4%, kriteria (5) sebanyak 11 ekor atau 15%, kriteria (6) sebanyak 13 ekor atau 17%, dan kriteria (7) sebanyak 6 ekor atau 9%. Dapat disimpulkan bahwa ternak yang memiliki tanda putih pada dahi paling banyak terdapat di kriteria nomor 3 sebanyak 17 ekor.

Warna Ekor

Warna ekor yang diamati yaitu warna pada rambut ekor bagian atas dan warna pada rambut ekor bagian bawah.

Tabel 1. Data Pengamatan Warna Rambut Ekor

Warna Ekor Bagian Atas Jumlah (ekor) %

Hitam 12 16

Hitam-Putih 36 49

Putih-Hitam 3 4

Putih 23 31

(5)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5 Warna Ekor Bagian

Bawah

Jumlah (ekor) %

Hitam 0 0

Hitam-Putih 2 3

Putih-Hitam 4 6

Putih 68 91

Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memiliki bagian bawah ekor yang berwarna putih. Merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002, hal ini merupakan sebuah kemunduran karena pada tahun 2002 didapat data warna putih pada rambut bagian bawah ekor sebesar 99,4%.

Kaki Bagian Bawah

Warna kaki bagian bawah yang diamati adalah dari keempat kaki, yaitu kaki depan- kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri.

Tabel 2. Data Pengamatan Kaki Bagian Bawah

Warna Kaki Depan-Kanan Jumlah (ekor) %

Hitam 9 12

Hitam-Putih 21 28

Putih-Hitam 16 22

Putih 28 38

Warna Kaki Depan-Kiri Jumlah (ekor) %

Hitam 7 10

Hitam-Putih 18 24

Putih-Hitam 23 31

Putih 26 35

Warna Kaki Belakang-Kanan Jumlah (ekor) %

Hitam 7 10

Hitam-Putih 24 32

Putih-Hitam 19 26

Putih 24 32

Warna Kaki Belakang-Kiri Jumlah (ekor) %

Hitam 4 5

Hitam-Putih 22 30

Putih-Hitam 20 27

Putih 28 38

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas warna kaki bagian bawah sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan keempatnya berwarna putih.

(6)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6 2. Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah Laktasi FH di Wilayah Kerja KPGS Lingkar Dada

Pengamatan lingkar dada diukur dengan cara melingkarkan pita ukur ke sekeliling rongga dada dibelakang sendi bahu.

Tabel 3. Data Pengamatan Lingkar Dada Sapi Perah FH Periode

Laktasi N

(ekor) ̅ LD (cm) Min (cm) Max (cm) Koefisien Variasi (KV)

1 38 182,5 ± 11,61 153,0 200,0 6,36

2 36 174,0± 19,50 120,0 196,0 11,20

Ukuran rata-rata lingkar dada sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS yaitu 182,5±11,61 cm dan 174,0 ± 19,50 cm. Pada data penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 rata-rata lingkar dada sapi perah laktasi 1 dan laktasi 2 menunjukkan 177,2 cm dan 181,8 cm. Ukuran rata-rata lingkar dada sapi perah di KPGS Garut Selatan bila dibandingkan dengan data penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 pada sapi perah laktasi 1 mengalami peningkatan dan pada sapi perah laktasi 2 mengalami penurunan. Adanya penurunan disebabkan oleh perbedaan umur ternak ketika pertama kali mengalami pubertas. Faktor lain juga yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi perah laktasi adalah jumlah beranak.

Koefisien variasi pada sapi perah laktasi 1 dan 2 menunjukkan angka 6,36% dan 11,20% dapat diartikan bahwa lingkar dada sapi perah laktasi 1 tergolong seragam dan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS tergolong bervariasi, karena nilai koefisien variasi tersebut diatas 10%. Menurut pernyataan Nasution (1992), apabila nilai koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Perbedaan ukuran lingkar dada ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor selain usia, diantaranya genetik, manajemen pakan, serta manajemen pemeliharaan sendiri (Makin, 2011).

Tinggi Pundak

Pengamatan tinggi pundak diukur menggunakan tongkat ukur mulai dari titik tertinggi pundak secara tegak hingga permukaan tanah.

(7)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7 Tabel 4. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH

Periode Laktasi

N

(ekor) ̅ TP (cm) Min (cm) Max (cm) Koefisien Variasi (KV)

1 38 129,3 ± 9,92 100,5 154,0 7,67

2 36 132,7 ± 8,69 122,5 176,5 6,55

Ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 1 di wilayah kerja KPGS yaitu 129,3 cm, angka tersebut mengalami penurunan dari data yang diambil pada penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002 yaitu 130,8 cm. Lain halnya pada ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 2 menunjukkan angka 132,7 cm, apabila dibandingkan dengan penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002 angka tersebut mengalami peningkatan. Terdapat perbedaan dari kedua ukuran tinggi pundak tersebut walaupun perbedaan tidak terlalu besar. Ukuran tinggi pundak sapi perah FH di wilayah kerja KPGS Garut Selatan meningkat dari laktasi 1 ke laktasi 2. Hal ini diduga disebabkan oleh umur dan genetik sangat mempengaruhi ukuran tubuh seekor ternak.

Koefisien variasi pada ukuran tinggi pundak sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 menunjukkan angka 7,67% dan 6,55% dapat diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah di wilayah kerja KPGS Garut Selatan tergolog seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih dibawah 10% (Nasution, 1992). Nilai tinggi pundak juga dapat dipengaruhi oleh faktor tetuanya.

Panjang Badan

Panjang badan diukur dengan menggunakan pita ukur mulai dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk.

Tabel 5. Data Pengamatan Panjang Badan Sapi Perah FH Periode

Laktasi N

(ekor) ̅ PB (cm) Min (cm) Max (cm) Koefisien Variasi (KV)

1 38 146,2±13,80 124,5 186,2 9,44

2 36 143,9±20,98 105,5 230,0 14,58

Panjang badan sapi perah laktasi 1 dan sapi perah laktasi 2 menunjukkan adanya perbedaan. Ukuran panjang badan pada sapi perah laktasi 1 bila dibandingkan dengan

(8)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8 penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah tahun 2002, angka tersebut mengalami peningkatan dari semula 143,6 cm menjadi 146,2 cm. Lain halnya pada ukuran panjang badan sapi perah laktasi 2 tampak mengalami penurunan dari data pada penelitian Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002 dari semula 148,7 cm menjadi 143,9 cm. Hal ini disebabkan oleh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri kurang baik sehingga menyebabkan laju pertumbuhannya rendah.

Berdasarkan data pada Tabel 5, tampak bahwa data hasil pengamatan parameter ukuran panjang badan sapi perah laktasi 1 memperlihatkan nilai-nilai rataan yang seragam, sedangkan ukuran panjang badan sapi perah laktasi 2 di wilayah kerja KPGS Garut Selatan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi yang tinggi yakni diatas 10%. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam.

KESIMPULAN

Sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPGS Garut Selatan umumnya mengalami kehilangan ciri khas pada tanda putih di dahi dan warna bagian atas ekor. Merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah pada tahun 2002, terjadi penurunan sifat kualitiatif pada keberadaan tanda putih di dahi serta warna rambut bagian bawah ekor.

Ukuran tubuh pada sapi perah laktasi 1 pada umumnya seragam, sedangkan ukuran tubuh pada sapi perah laktasi 2 cenderung bervariasi. Merujuk pada penelitian tahun 2002, telah terjadi peningkatan ukuran tubuh (lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan).

SARAN

Diperlukan pengawasan penggunaan pejantan yang sesuai dengan kemurnian bangsa sapi perah fries holland.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Tim Academic Leadership Grant (ALG) dibawah koordinasi Prof. Dr. Moh. Makin, MS yang telah memberikan dukungan materi untuk penelitian penulis.

(9)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9 DAFTAR PUSTAKA

Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 9

Nasution, A. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2002. Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah.

Proyek Pembibitan Ternak Sapi Perah, Sapi Potong, Domba, Unggas, dan hewan Kesayangan di Masyarakat Jawa Barat. Kerjasama antara Dinas Peternakan Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm 20-36.

Tomyrambozha. 2011. Perencanaan dan Perancangan Kandang Sapi Perah.

http://tomyrambozha.great-forum.com/t385-perencanaan-dan-perancangan-kandang- sapi-perah. (27 Oktober 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai “Hubungan Antara Dinamika Organisasi Koperasi dengan Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah (Kasus di Koperasi Peternak Garut Selatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ragam pakan sapi perah Fries Holland di dua lokasi dengan ketinggian tempat yang berbeda dan untuk menganalisis hubungan

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 9 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara produksi susu sapi perah FH impor dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Performans sifat produksi susu dan sifat reproduksi sapi perah SC lebih rendah atau masih di bawah performans sapi perah FH; (2)

Nilai-nilai rataan ukuran tinggi pundak pedet usia 1 – 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Performans sifat produksi susu dan sifat reproduksi sapi perah SC lebih rendah atau masih di bawah performans sapi perah FH; (2)

Kegiatan pemuliaan sapi perah FH di koperasi ini hendaknya dijadikan unit usaha tersendiri yang didukung oleh pemerintah Kabupaten Sumedang secara administratif dan

Bobot Badan Sapi FH Laktasi Pertama Pengukuran panjang badan dilakukan sebagai salah satu indikator adanya pertumbahan dan perkembangan tubuh pada ternak sapi perah, sehingga dapat