• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emotional Brand Attachment and Brand Personality: The Relative Importance of the Actual and the Ideal Self

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Emotional Brand Attachment and Brand Personality: The Relative Importance of the Actual and the Ideal Self"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Emotional Brand Attachment and Brand Personality:

The Relative Importance of the Actual and the Ideal Self

(Lucia Malar, Harley Krohmer, Wayne D. Hoyer, Bettina Nyffeneger)

Andang Fazri

Prodi Manajemen – Univ Jambi

(2)

Gap

Hubungan antara consumer’s self (CS) dan emotional brand attachment (EBA)

Kapan actual self digunakan dan kapan ideal self digunakan.

Peran moderating variables yang

memperkuat hubungan antara CS dan

EBA

(3)

Objectives

1. Memahami implikasi dan pengaruh relatif consumer’s actual self-congruence (CAS) dan consumer’s ideal self-congruence (CIS) terhadap EBA

2. Untuk mendapatkan pemahaman

mengapa efek CAS dan CIS terhadap

EBA berbeda pada konteks dan

consumers yang berbeda.

(4)

Kontribusi Penelitian

1. Objective 1: berkontribusi kepada pengetahuan berhubungan dengan pengembangan EBA.

2. Objective 2: menguji variabel moderator

antara CS dan EBA. Dapat digunakan

oleh marketing managers untuk

menyediakan panduan strategi yang

cocok digunakan dalam kondisi tertentu.

(5)

Penelitian Terdahulu

1. Hubungan consumer dan brand disimpulkan highly relevant (Fournier, 1998)

2. Perasaan bahwa sebuah brand dapat

meningkatkan rasa percaya diri dapat

membuat brand tersebut dibedakan

dengan brands lainnya, terutama jika

consumer tersebut secara emosional

hanya dekat dengan beberapa merek

(Thomson, MacInnis, and Park 2005)

(6)

Definisi EBA

Ikatan yang menghubungkan seorang consumer dan suatu merek tertentu dan melibatkan feelings terhadap merek tersebut.

Feelings tersebut termasuk affection

(suka), passion (emosi yang kuat: love,

joy, hatred, anger), dan connection

(Thomson, MacInnis, Park 2005), yang

memberikan “hot affect” atas hubungan

brand tersebut dengan dirinya

(7)

Definisi Self-congruence

Kesesuaian antara CS dengan brand’s personality/image (Aaker 1999; Sirgy 1982)

Self-congruence dapat meningkatkan respon affective, attitudinal dan bahavioral consumer terhadap suatu brand.

Self–congruence terdiri dari actual self

dan ideal self congruence.

(8)

Definisi Self Concept

Pemahaman kognitif dan afektif tentang siapa kita (who and what we are).

Terdiri dari actual self dan ideal self.

Actual self dibentuk berdasarkan realitas siapa kita.

Sedangkan ideal self dibentuk oleh

imaginasi sosok ideal yang kita inginkan

(ingin menjadi seperti sosok ideal

(9)

Consumer’s Self Congruence

Consumer’s actual self-congruence (CAS) menggambarkan persepsi consumer terhadap kecocokan antara actual self dan brand’s personality (Aaker 1999).

CAS mengambarkan diri consumer yang sebenarnya.

Consumer’s ideal self-congruence (CIS)

adalah persepsi kecocokan brand

personality dengan ideal self yang ingin

dibentuk (Aaker 1999). Menggambarkan

ingin menjadi seperti siapa.

(10)

Brand Personality

Menghubungkan karakteristik manusia/

consumer dengan sebuah brand berdasarkan persepsi consumer ybs terhadap brand tersebut (Aaker 1997;

Geuens, Weijters, and De Wulf 2009;

Grohmann 2009)

Membantu consumer mengekspresikan

konsep dirinya dan memberikan rasa

nyaman bila menemukan brand yang

cocok dengan konsep dirinya.

(11)

Product Involvement

Berhubungan dengan consumer information processing dan merupakan variabel penting yang menentukan suksesnya berbagai strategi dan aktivitas marketing (MacInnis and Park 1991; Petty and Cacioppo 1986)

Tingkat keterlibatan consumer dengan

sebuah objek, situasi dan tindakan

ditentukan oleh tingkat persepsi yang

secara konsep personally relevant

(Zaichkowsky 1985)

(12)

Product Involvement

Kebanyakan peneliti setuju bahwa tingkat keterlibatan dapat dipahami dari tingkat personal relevance dan importance (Park and Young 1986)

Product involvement merupakan

personal relevant dari produk , yang

ditentukan oleh tingkat ketertarikan dan

kepentingan produk tersebut di mata

consumer.

(13)

Personal Relevant dan Motivasi

Ketika pengetahuan personally relevant

diaktifkan di dalam memory,

motivational state akan terbentuk dan

mengarahkan consumer pada cognitive

behavior (attention, comprehension,

information search; Celsi and Olson

1988) atau respon affective.

(14)

Self-esteem

Evaluasi menyeluruh dari seseorang terhadap worthiness (nilai/harga dirinya) sebagai seorang manusia (Rosenberg 1979)

Konstruk unidimensional yang menggambarkan “overall positive- negative attitude toward the self”

(Tafarodi and Swann 1995)

(15)

Self-esteem

Orang dengan tingkat self-esteem yang tinggi menyukai, menghargai dan menerima diri mereka sendiri (Wylie 1979). Dan menggunakan merek yang menggambarkan diri mereka sendiri

Sebaliknya orang dengan self-esteem

rendah berusaha mencari kenyamanan

dengan menggunakan merek yang

meningkatkan harga diri mereka

(16)

Public Self-consciousness

Pemahaman diri sebagai objek sosial atau pemahaman bahwa orang lain memperhatikan kita (Fenigstein, Scheier, and Buss 1975)

Orang dengan PSC tinggi lebih merasa orang menilai dirinya dan berusaha keras menciptakan pavorable public image (Scheier 1980)

Karena pentingnya PSC, penulis

(17)

Conceptual Framework

Perceived Actual Self- congruence

Perceived Ideal Self- congruence

Emotional Brand Attachment Moderator variables

• Product involvement

• Self-esteem

• Public self-consciousness

(18)

Keterangan Framework

Framework menggambarkan CAS dan CIS mempengaruhi EBA

Pengaruh CAS dan CIS bervariasi

tergantung tingkat product involvement,

self-esteem, dan public self-

consciousness yang dirasakan oleh

consumer.

(19)

Asumsi Utama

Consumer menggunakan produk sebagai satu cara untuk membedakan dirinya dengan orang lain dan membeli merek dengan personality tertentu untuk mengekspresikan konsep dirinya (Aaker 1999; Belk 1988)

Perasaan nyaman akan terbentuk jika consumer menemukan brand yang cocok dengan konsep dirinya (Aaker 1999;

Sirgy 1982)

(20)

Variabel Independen

1. Consumer’ Actual Self-congruence

2. Consumer’ Ideal Self-congruence

(21)

Variabel Dependen

1. Emotional Brand Attachment

(22)

Variabel Moderator

1. Product involement 2. Self-esteem

3. Public self-consciousness

(23)

Hipotesis

H1: CAS berpengaruh positif pada EBA H2: CIS berpengaruh positif pada EBA

H3: CAS berpengaruh lebih kuat pada EBA, dibandingkan CIS

H4a: Product involvement memperkuat hubungan antara CAS dan EBA

H4b: Product involvement memperlemah

hubungan antara CIS dan EBA

(24)

Hipotesis

H5a: Self-esteem memperkuat hubungan antara CAS dan EBA

H5b: Self-esteem memperlemah hubungan antara CIS dan EBA

H6a: PSC memperkuat hubungan antara CAS dan EBA

H6b: PSC memperlemah hubungan antara

CIS dan EBA

(25)

Metode Pengujian

Uji hipotesis 2 tahap

Pertama menguji H1 – H3, kemudian menguji efek product involvement sebagai moderator (H4a dan H4b)

Kedua melakukan validasi terhadap

hasil H1-H3, kemudian menguji

pengaruh moderator self-esteem dan

PSC.

(26)

Metode Sampling

Total 11.093 undangan untuk berpartisipasi dalam survei dikirim via email (6943 utk studi 1 dan 4150 untuk studi 2) kepada mahasiswa berbagai fakultas di sebuah universitas di Swiss, pegawai pemerintah dan swasta.

Pada email tersebut ada link ke kuesioner yang akan diisi.

Sebagai insentif, disediakan hadiah lebih

(27)

Responden

Responden yang mengisi kuesioner sebanyak 1329 (19,1% pada studi 1), dan 890 (21,4% pada studi 2).

Studi 1: 68,8% mahasiswa; 22,1%

karyawan; 9,1% lainnya; 54,9% wanita selebihnya pria; usia rata-rata 24,5 tahun.

Studi 2: 60,3% mahasiswa; 36,6%

karyawan; 3,1% lainnya; 55,8% wanita

selebihnya pria; usia rata-rata 26,8

(28)

Kuesioner

Responden yang mengikuti link pada email, akan secara acak dihubungkan dengan satu brand.

Tiap responden hanya akan menjawab

tentang satu brand, dan pertama-tama

akan ditanyakan familiarity-nya terhadap

brand tersebut dengan menggunakan

three-item brand familiarity scale dari

Kent dan Allen (1994; “I feel very

familiar with brand x”, “I feel very

experienced with brand x”, and “I know

(29)

Kuesioner

Unit analisis adalah individual brand relationship antara consumer dengan familiar brand yang berjumlah 167.

FMCG (studi 1 = 41,8, studi 2 = 40,9%), durable goods (s1=15,9%, s2=17,8%), services (s1=26%, s2=22,6%), retailing (s1=16,3%, s2=18,8%)

Brand yang dipilih termasuk dalam “the

50 Swiss most valuable brands” dan “the

best global brands” tahun 2006 dan

2007. Sehingga memiliki probabilitas

(30)

Kuesioner

Pada s1 dan s2, email undangan dikirim pada hari yang sama dan respon dicatat berdasarkan urutan waktu untuk membedakan early dan late response.

Pengujian menyatakan tidak ada

perbedaan waktu respon antara grup

responden (major construct dan

demographic) yang menandakan tidak

ada masalah bias respon pada data yang

dikumpulkan (Armstrong and Overton

1977)

(31)

Pengukuran

Menggunakan skala likert 1 – 5 yaitu strongly disagree hingga strongly agree.

Independen variabel CAS diuji dengan

skala Sirgy et al (1997), dan CIS

menyesuaikan dengan CAS. SC

diasumsikan holistik, gestalt like

perception. Menunjukkan bahwa metode

pengalaman psikologis lebih prediktif

pada consumer behaviors yang berbeda

(brand preference dan brand attitude)

dibandingkan pengukuran tradisional

(matematichal discrepancy indexes)

(32)

Pengukuran

Responden diminta untuk memikirkan

brand x dan memikirkan karakteristik

orang yang sesuai dengan brand

tersebut. Kemudian diminta untuk

memikirkan bagaimana mereka

memandang diri mereka sendiri dan

mendeskripsikan personality-nya (actual

self). Kemudian menindikasikan persepsi

globalnya sesuai/tidak sesuai antara

mereka memandang brand’s ersonality

dan mereka memandang dirinya sendiri

(see appendix A)

(33)

Pengukuran

Dependen variabel diuji dengan six-item yang diadaptasi dari riset consumer sebelumnya (Thomson, MacInnis, Park 2005) yang menggunakan second order factors: affection;

connection, passion). Kemudian menggunakan nilai rata-rata ketiganya sebagai indikator higher-level construct pada EBA.

Product involvement diukur dengan two items

dari Van Trijp, Hoyer dan Inman (1996) dan

menambahkan three items yang menggambarkan

tingkat kepentingan berdasarkan value dan

attitude (Because of my personal value, I feel

that this a product that ought to be important for

me”)

(34)

Pengukuran

Self-esteem diukur dengan Rosenborg self- esteem scale (Rosenborg 1965).

PSC diukur dengan seven items scale (Fenigstein,

Scheier, Buss 1975)

(35)

Results

Perceived Actual Self- congruence

Perceived Ideal Self- congruence

Emotional Brand Attachment Moderator variables

• Product involvement

• Self-esteem

• Public self-consciousness

0,547/0,565

0,018/0,074 L 0,230/H 0,589

L 0,197/H -0,057

(36)

Hasil Lengkap

Tabel hasil

(37)

Diskusi

Riset ini mendukung bahwa secara umum SC dapat meningkatkan EBA. Terutama CAS.

Ketiga moderator memperkuat hubungan CAS dan EBA, terutama pada level moderator high.

Pada hubungan CIS dan EBA ketiga moderator

memberikan hasil yang bervariasi tergantung

jenis industri.

(38)

Implikasi Akademis

Kontribusi pada pengetahuan mengenai peran CAS dan CIS terhadap EBA

H3 mendukung argumen construal level theory.

Peran variabel moderators

Perlu diteliti moderator lain

Karena studi ini memiliki limitasi dimana hanya

mengukur melalui hasil, dan tidak ada proses

natural dimana digambarkan consumer membuat

perbandingan, maka dapat menjadi bahan

penelitian berikutnya.

(39)

Implikasi Managerial

Menemukan cara untuk meningkatkan EBA, yaitu

1) incorporating consumer’s selves into branding

considerations, 2) fokus pada authentic

branding, 3) memperrtimbangkan aspirational

branding, 4) individualizing their branding

efforts.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan jenis bahan baku yang digunakan, yakni limbah destilasi dari daun TBN, batang TBN, daun Tembakau Kasturi, dan Kayu Gaharu, berikut analisis

Salah satu tujuan kurikuler pendidikan IPA di Sekolah Dasar adalah “mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan

Corporate brand image, satisfaction and store loyalty: A study of the store as a brand, store brands and manufacturer brands, International Journal of Retail &

Penyuluh kehutanan) dapat memanfaatkan telepon seluler yang mereka punyai untuk..

Ada beberapa metode desain yang dapat digunakan untuk mendesain sebuah dinding penahan tanah jenis MSE dengan perkuatan geosintetik. Metode tersebut seperti metode Rankine

The influence of brand awareness, brand association and product quality on brand loyalty and repurchase intention:.. a case of male consumers for cosmetic brands in

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan karyawan yang dilakukan pada perusahaan Langgeng Laundry ditemukan adanya masalah tentang kepuasan kerja yang diduga