• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa Pertanahan di Indonesia bukan merupakan hal yang baru dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sengketa Pertanahan di Indonesia bukan merupakan hal yang baru dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sengketa Pertanahan di Indonesia bukan merupakan hal yang baru dan masih terjadi sampai saat ini.1 Munculnya sengketa pertanahan tidak bisa dilepaskan pula dari pentingnya arti penguasaan tanah bagi seseorang atau sekelompok masyarakat yang dengan sendirinya akan mendorong timbulnya usaha untuk merebut kembali atau mempertahankan hak atas tanahnya.2 Pada awalnya sengketa pertanahan hanya terjadi antara pihak perseorangan, tetapi saat ini sengketa pertanahan sudah terjadi di semua sektor kehidupan masyarakat.

Meskipun tanah mempunyai banyak manfaat, tetapi tanah pun dapat memicu persengketaan antar manusia, karena manusia-manusia yang ingin menguasai tanah dikarenakan sumber-sumber daya alam yang terkandung didalamnya, ataupun dikarenakan nilai yang dapat dihasilkan dari tanah tersebut.3 Bahkan tidaklah mengherankan bila akhir-akhir ini muncul gejala bahwa masalah pertanahan tidak hanya disebabkan hal-hal yang bersifat yuridis, tetapi berkembang menjadi multisektor yang menggunakan tanah tersebut, atau menjadi persoalan kenegaraan yang multidimensi (budaya, politik, ekonomi, sosial dan

1Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), Prolog.

2Bambang Eko Supriyadi, Hukum Agraria Kehutanan Aspek Hukum Pertanahan Dalam Pengelolaan Hutan Negara, cet ke-1(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm 128.

3Elyanshia Isuatinaya Amalo, Tinjauan Yuridis Mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Membeli Tanah Dengan Sertifikat Ganda, Studi Kasus Keputusan No. 86 PK/TUN/2010, (Skripsi Sarjana Hukum Universitas Esa Unggul), hlm 3.

(2)

2 hankam). Kendati demikian, salah satu persoalan mendasar terjadinya masalah pertanahan dan munculnya gejala ketidakpastian hukum dalam hal penguasaaan dan pengusahaan atas bidang-bidang tanah oleh warga masyarakat, karena belum terlaksananya pendaftaran tanah diseluruh indonesia dengan baik, akurat dan kontinuitas termasuk dalam pemeliharaan data dan pendaftarannya.4

Selanjutnya di Indonesia kepemilikan tanah negara berdasarkan surat Occupatie Vergunning masih ditemui. Surat Occupatie Vergunning adalah surat

izin untuk mempergunakan tanah yang diberikan oleh suatu instansi, dimana surat Occupatie Vergunning diberikan dengan beberapa syarat-syarat yang harus

dipenuhi antara lain membangun tanah yang bersangkutan sesuai peruntukan dalam permohonan izin yang awalnya diajukan. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan pembangunan tidak dilaksanakan maka pemerintah berhak menarik kembali izin yang telah diberikan tersebut. Akan tetapi berdasarkan pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Pelaksanaan Konversi Izin Pakai Tanah Di Kebayoran, yang menyatakan “bahwa kepada yang memenuhi syarat diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan guna mendapatkan hak milik atau hak guna bangunan”.5

4Mhd Yamin Lubis dan Abd Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi: Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm 9.

5Indri Krisania, Analisi Yurudis Tentang Pembuatan Akta Hibah Atas Tanah Kavling Oleh Notaris, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2012, hlm 38 (Online) dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308030-T%2031420-Analisis%20yuridis- full%20text.pdf, diakses 5 September 2016.

(3)

3 Salah satunya surat Occupatie Vergunning yang di keluarkan oleh KUPAG (Komando Urusan Pembangunan Asia Games IV/Yayasan Gelora Bung Karno) Pada tanggal 26 Oktober 1964, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 318 Tahun 1962, dan selanjutnya diberikan kepada pihak lain yang mendapatkan izin untuk mempergunakan tanah tersebut. Dalam perkembangannya, kepemilikan tanah negara yang berdasarkan surat Occupatie Vergunning tersebut, terancam kedudukannya oleh pihak lain yang yang

mengklaim/menuntut kepemilikan tanah tersebut berdasarkan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 3296/Tebet barat yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan tertanggal 25 Oktober 2005.

Bahwa dalam mendapatakan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemilik tanah, yang mengandung pengertian bahwa setiap orang berhak menuntut keabsahan sebidang tanah apabila seseorang orang lain yang merasa berhak dapat dibuktikanya dengan pembuktian yang lebih kuat.6 Karena belum terciptanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum, akan timbullah penguasaan dan pengusahaan atas bidang-bidang tanah oleh pihak-pihak tertentu yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, seperti pendudukan tanah oleh seseorang/kelompok orang yang belum tentu berhak atas tanah yang bersangkutan, okupasi liar dan tumpang tindih hak serta peruntukan hak atas tanah.7 Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap

6Lubis, Op. Cit, hlm 198.

7Lubis, Op. Cit, hlm 7.

(4)

4 dan konsisten dimana pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan- keadaan yang sifatnya subyektif.8

Menurut Muchtar Wahid, hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, namun kepastian hukum dengan system negative pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relative, dengan pengertian bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian hukum selama tidak dibuktikan sebaliknya.9

Menurut Elza Syarief, Negara selaku badan penguasa atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berwenang untuk mengatur dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Maksud pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA) adalah, Negara mempunyai kekuasaan mengatur tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang atau badan hukum maupun tanah-tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum akan langsung dikuasai oleh Negara.10

Berdasarkan hak menguasai oleh negara mengingat begitu pentingnya tanah bagi manusia, maka penguasaan atas tanah diatur dalam UUPA yang kemudian ditentukan macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan serta

8Fauzie Kamal Ismail, Kepastian Hukum Atas Akta Notaris Yamg Berkaitan Dengan Pertanahan, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2011.hlm 2, (Online) dalam, lib.ui.ac.id/file?file=digital/20215322-T28849-Kepastian%20hukum.pdf, (diakses pada hari senin 6 Maret 2017, pukul 21:00).

9S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Anggota Ikapi, (Jakarta: PT.

Grasindo, 2005), hlm 122.

10Syarief, Op. Cit, hlm 5.

(5)

5 dimiliki oleh perorangan maupun oleh badan hukum. Hak-hak atas tanah dimaksud memberikan kewenangan untuk mempergunakan tanah, bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam UUPA dikenal beberapa hak-hak atas tanah yakni:

1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai

5. Hak Sewa

6. Hak Membuka Tanah 7. Hak Memungut hasil Hutan

Selanjutnya dengan tersedianya pengaturan dan kebijakan yang jelas dan tegas, seperti batasan-batasan hak-hak yang dipunyainya, dasar hukum penguasaannya, tata cara pengolahannya, prosedur mendapatkan hak-hak atas tanah dan sebagainya, kiranya akan dapat memberikan ketertiban dan kepastian hukum bahkan perlindungan hukum bagi pihak lainnya yang pada akhirnya dapat meminimalisir atau mencegah timbulnya masalah-masalah pertanahan.11

Adapun penyusunan skripsi ini lebih mengarah pada kepastian hukum bagi orang yang memiliki tanah, akan tetapi dasar kepemilikan hak atas tanahnya

11Supriyadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya, 2010), hlm 4.

(6)

6 hanya berupa surat Occupatie Vergunning yang dikeluarkan oleh Yayasan.

Sehingga adapun pertimbangan dan alasan penulis memilih judul ini adalah ingin menguraikan dan memberikan gambaran mengenai kepastian hukum terhadap orang yang memiliki tanah yang dasar kepemilikan hak atas tanahnya hanya berupa surat Occupatie Vergunning. Oleh sebab itu penulis memilih judul mengenai, KEPASTIAN HUKUM TERHADAP SURAT OCCUPATIE VERGUNNING DALAM HAL PEMBUKTIAN KEPEMILIKAN TANAH

DI JL. MT. HARYONO, KELURAHAN TEBET BARAT, KECAMATAN TEBET, JAKARTA SELATAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 629 PK/Pdt/2015). Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis secara pribadi dan masyarakat pada umumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kasus posisi terhadap surat Occupatie Vergunning dalam hal pembuktian kepemilikan tanah yang terletak di Jl. MT. Haryono, Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan PUTUSAN NOMOR 629 PK/Pdt/2015?

2. Bagaimanakah kepastian hukum terhadap surat Occupatie Vergunning dalam hal pembuktian kepemilikan tanah yang terletak di Jl. MT. Haryono, Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan (STUDI PUTUSAN NOMOR 629 PK/Pdt/2015)?

(7)

7 3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemilik tanah dengan adanya

surat Occupatie Vergunning?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kasus posisi terhadap surat Occupatie Vergunning dalam hal pembuktian kepemilikan tanah yang terletak di Jl. MT. Haryono, Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan PUTUSAN NOMOR 629 PK/Pdt/2015

2. Untuk mengetahui kepastian hukum dari surat Occupatie Vergunning dalam hal kepemilikan tanah.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemilik tanah dengan adanya surat Occupatie Verguning.

1.4 Manfaat Penelitian.

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum Pendaftaran tanah.

Dengan adanya penelitian dapat membantu kita untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sesuai dengan kebenaran dan fakta yang terjadi.

2. Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Pendaftaran Tanah, dan agar para pihak

(8)

8 mengerti akan tuntutan dan menyadari pentingnya kepastian hukum atas tanah dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah.

1.5 Kerangka Teori

1. Hak Bangsa Indonesia atas Tanah

Hak Bangsa Indonesia atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah.12

Menurut Urip Santoso, Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan tanah bersama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Sifat religious dari hak bangsa Indonesia atas tanah adalah seluruh tanah yang ada dalam wilayah

Negara Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Hak Bangsa Indonesia atas Tanah bersifat abadi, artinya hubungan antar bangsa Indonesia dan tanah akan berlangsung tiada terputus untuk selamanya. Sifat abadi artinya selama bangsa Indonesia masih bersatu sebagai bangsa Indonesia dan selama tanah bersama tersebut masih ada pula, dalam keadaan bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat meniadakan hubungan tersebut Negara Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Hak Bangsa Indonesia atas Tanah bersifat abadi, artinya hubungan antar bangsa

12Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Ed.I. Cet Ke 1, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 77-78.

(9)

9 Indonesia dan tanah akan berlangsung tiada terputus untuk selamanya. Sifat abadi artinya selama bangsa Indonesia masih bersatu sebagai bangsa Indonesia dan selama tanah bersama tersebut masih ada pula, dalam keadaan bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat meniadakan hubungan tersebut.13

Yang menjadi catatan adalah semua penguasaan hak atas tanah tidak dapat meniadakan eksistensi hak bangsa Indonesia atas tanah. Tanah bersama yang termuat dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan sebagai kekayaan nasional menunjukan adanya unsur keperdataan, yaitu hubungan kepunyaan antara bangsa Indonesia dengan tanah bersama tersebut. Selain itu, hak bangsa Indonesia atas tanah mengandung tugas kewenangan untuk mengatur dan mengelola tanah bersama tersebut bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang termasuk dalam bidang hukum publik. Pelaksanaan kewenangan tersebut ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA.14

Boedi Harsono menjelaskan, pernyataan tanah yang dikuasai oleh bangsa Indonesia sebagai tanah bersama tersebut menunjukan adanya hubungan hukum dibidang Hukum Perdata. Namun, bukan berarti hak bangsa Indonesia adalah hak pemilikan pribadi yang tidak memungkinkan adanya hak milik individual. Hak bangsa Indonesia dalam Hukum Tanah Nasional adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama dengan Hak Milik oleh warga Negara secara individual.15

13Ibid, hlm 78.

14 Ibid, hlm 78-79.

15 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungannya dengan Tap MPR RI IX/MPR/2001, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2002), hlm 43.

(10)

10 2. Hak Menguasai dari Negara (HMN)

Hak menguasai Negara atas tanah terdapat dalam Pasal 33 Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945) ayat (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikusai oleh Negara, (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.16

Hak menguasai Negara merupakan suatu konsep yang mendasarkan pada pemahaman bahwa Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat sehingga bagi pemilik kekuasaan, upaya mempengaruhi pihak lain menjadi sentral yang dalam hal ini dipegang oleh Negara. Pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan dan diusahakan oleh Negara bermuara pada suatu tujuan yaitu sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Tujuan tersebut menjadi tanggungjawab Negara sebagai konsekuensi dari hak menguasai Negara terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Selain itu, juga merupakan jaminan dan bentuk perlindungan terhadap sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kesejahteraan umum atas dasar keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.17

Selanjutnya kewenangan yang diberikan kepada Negara dalam bidang pertanahan diberikan oleh UUPA, dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

16Indra Nolind, UUD 1945..., (Bandung:Pustaka Tanah Air,2011), hlm. 41.

17Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Cet Ke 1, (Yogyakarta:

UII, 2009), hlm. 82

(11)

11 terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.18

Pembatasan kekuasaan Negara atas tanah yang diberikan oleh UUPA diuraikan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.19

3. Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas untuk menciptakan kepastian hukum untuk tujuan ketertiban masyarakat.20

18Lihat Pasal 2 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

19Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 238.

20Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, (Bogor:

Ghalia Indonesia, Cet. Kedua, 2015), hlm 190.

(12)

12 Sebagai konsekuensi pengakuan Negara terhadap hak atas tanah individu atau masyarakat hukum adat, maka Negara wajib memberi jaminan kepasian hukum terhadap hak atas tanah tersebut. Dengan adanya jaminan tersebut, seseorang akan lebih mudah mempertahankan hak atas tanahnya dari gangguan pihak manapun.21

Dalam kaitannya dengan kepastian hukum tersebut, mengenai penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah dikatakan bahwa hak pemilikan atas tanah sebagai hak yang terpenting yang dapat dimiliki oleh warga Negara atas bidang tanah.

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan untuk menjamin kepastian hukum.

Lebih lanjut Boedi Harsono mengemukakan, pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan:

1. Tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten.

2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.

Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapa pun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara

21Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi & Implementasi, (Jakarta: Kompas, 2001), hlm. 159.

(13)

13 memperolehnya, hak-hak, kewajiban, serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapi jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya.22

Selanjutnya Indonesia sebagai Negara kesejahteraan berkepentingan mengatur perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum, bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat bangsa secara transparan, tanpa tipu daya, intimidasi atau diskriminsi, sesuai Pasal 26 KovenanInternasional“Semua orang sama dihadapan hukum dan atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminsasi apapun”.23

Kemudian dalam hal perlindungan hukum, yaitu tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.24

1.6 Definisi Operasional

1. Kepastian hukum adalah Jaminan bahwa hukum akan dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya, bahwa putusan dapat

22Harsono, Op. Cit, hlm 69.

23Chandra, Op. Cit, hlm 123.

24Ray Pratama Siadari, Teori Perlindungan Hukum,

http://raypratama.blogspot.co.id/2015/04/teori-perlindungan-hukum.html, (diakses pada hari Kamis, Tanggal 2 Maret 2017, Pukul 21:42).

(14)

14 dilaksanakan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.25

2. Occupatie adalah pendudukan/pemilikan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik,26Vergunning adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang- undangan. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.27 Jadi Occupatie Vergunning adalah suatu pemberian izin untuk mempergunakan tanah yang diberikan oleh suatu instansi.

3. Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosiologis dan politis.

4. Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dapat dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan dalam hukum acara.28

5. Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang menjadi haknya.29

25Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Edisi Revisi (Jakarta:

Cahaya Atma Pustaka, 2010), hlm 208.

26Panjimhs, arti Occupatie, http://glosarium.org/arti/?k=occupatie, (diakses pada hari Kamis, Tanggal 2 April 2016, Pukul 22:32).

27Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Sektor Publik, Edisi 1. Cet, 3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm 167-168.

28S. Chandra, Sertifikat kepemilikan Hak Atas Tanah, Anggota Ikapi, (Jakarta: PT.

Grasindo, 2005), hlm 14.

(15)

15 6. Pemilikan Tanah adalah kata pemilikan menunjukan penguasaan efektif, misalnya sebidang tanah disewakan kepada orang lain, makaorang lain itulah secara efektif menguasainya, jika seseorang menganggap tanah miliknya sendiri, misalnya dua hektar tanah yang telah disewakan kepada orang lain, maka ia menguasai lima hektar.30

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini adalah hukum normatif (normative law research)31 Penelitian ini termasuk penelitian pendekatan kasus (Case Approve), yang perlu dipahami penulis adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh Hakim untuk sampai kepada keputusannya.32

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang diharapkan untuk memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

29Jaya Setiabudi, Pedoman Pengurusan Surat Tanah & Rumah Beserta Perizinannya, Cet-1, (Yogyakarta: Buku Pintar,2015), hlm 19.

30http://e-journal.uajy.ac.id/361/3/2MIH01442.pdf, diakses pada hari Senin, Tanggal 30 Oktober 2016, pukul 23:30, hlm 26.

31RA. Granita Ramadhani, Analisa Aspek Metodologi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2000, hlm 57, http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122812-PK%20IV%202105.8215- Analisis%20aspek-Metodologi.pdf., (diakses hari Selasa, Tanggal 13 September 2016, Pukul 19:00).

32Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), hlm 158.

(16)

16 1. Bahan Hukum Primer merupakan bahan yang sifatnya mengikat masalah-

masalah yang akan diteliti.33 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan antara lain :

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria

2. Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum data primer.34 Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang disempurnakan menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

b. Peraturan Menteri Pertanian Dan Agraria Nomor 7 tahun 1963 Tentang Pelaksanaan Konversi Izin Pakai Tanah Di Kebayoran.

c. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 318 Tahun 1962.

d. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

e. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

33IDtesis Surabaya, Pengertian Hukum Normatif, https://idtesis.com/pengertian- penelitian-hukum-normatif-adalah/, (diakses hari Kamis, Tanggal 26 Januari 2017, pukul 03:45).

34IDtesis Surabaya, Pengertian Hukum Normatif, https://idtesis.com/pengertian- penelitian-hukum-normatif-adalah/, (diakses hari Kamis tanggal 26 Januari 2017, pukul 03:45).

(17)

17 Untuk data penunjang penelitian ini, maka penelitian ini dilakukan dengan Analisis data studi kasus Putusan Mahkamah Agung pada hari Selasa Tanggal 8 Maret 2016 PUTUSAN Nomor 629 PK/PDT/2015.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori dan konsep teoritis, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM HAK ATAS TANAH

Merupakan pembahasan mengenai penelitian yang dilakukan oleh Penulis, yang membahas mengenai hak atas tanah dan pembuktian hak atas tanah.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA OCCUPATIE VERGUNNING

Menjelaskan terkait pengertian Occupatie Vergunning, peraturan yang mengatur terkait dengan Occupatie Vergunning dan Mekanisme pemberian Occupatie Vergunning.

(18)

18 BAB IV KEPASTIAN HUKUM TERHADAP SURAT OCCUPATIE VERGUNNING DALAM HAL PEMBUKTIAN KEPEMILIKAN

TANAH YANG TERLETAK DI JL. MT. HARYONO, KELURAHAN TEBET BARAT, KECAMATAN TEBET, JAKARTA SELATAN.

Merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan yang akan menjelaskan mengenai hasil penelitian serta analisa-analisa peneliti dari data yang telah diperolehnya. Sehingga dalam bab ini pula akan diuraikan jawaban dari Putusan Mahkamah Agung PUTUSAN NOMOR 629 PK/Pdt/2015.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban singkat atas permasalahan mengenai rumusan masalah, pertimbangan hakim yang memutus kasus dalam putusan perdata dengan objek tanah yang salah satunya adalah kepemilikan tanah yang berdasarkan surat Occupatie Vergunning.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa adanya ketetapan harga yang lebih baik seperti harga yang lebih terjangkau dan sesuai dengan menu yang disajikan, maka akan

Namun dalam perjalanannya pemerintahan yang reformasi kembali menceridai sendiri dengan munculnya undang-undang yang mengatur pesta demokrasi dalam memilih calon

Hal ini karena pada peningkatan dosis larutan vitamin B kompleks yang digunakan sebagai bahan penyemprotan, embrio telur mengalami metabolisme yang lebih tinggi

Pengajaran bahasa Inggris dengan Kurikulum 1984 menawarkan suatu pendekatan yang disebut dengan “pendekatan komunikatif” dengan dasar pikir bahwa belajar bahasa

Ekspor dan impor daripada barang-barang dan jasa-jasa di antara para Pihak pada Persetujuan dilakukan menurut peraturan-peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku

Langkah-langkah dalam uji lipolitik B.cereus yaitu dengan cara mengambil biakan hasil peremajaan bakteri sebanyak 1 ose dari medium NA miring, kemudian dimasukkan

TB milier juga dapat di awali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent ), pasien tampak sakit berat dalam  beberapa hari, tetapi

Big Data adalah data dengan ciri berukuran sangat besar, sangat variatif, sangat cepat pertumbuhannya dan mungkin tidak terstruktur yang perlu diolah khusus dengan