BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Metoda Pengujian Struktur Beton Existing
Beton merupakan salah satu struktur bangunan yang sering digunakan dalam dunia konstruksi. Beton merupakan campuran dari agregat, semen, air, dan zat additif sesuai perbandingan takaran yang direncanakan. Sifat dari beton adalah kuat terhadap gaya tekan (f’c) dan lemah terhadap gaya tarik (f’tr), sehingga beton sering digabungkan dengan baja untuk menahan gaya tariknya. Kekuatan beton dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya oleh campuran beton, proses pelaksanaan, dan perawatan (curing). Untuk memastikan kualitas dari suatu beton dan kualitas dari suatu struktur, maka diharuskan melakukan pengujian-pengujian.
Ada beberapa tahapan dan bentuk metoda dari pengujian struktur beton pada bangunan yang sudah jadi yang dapat digunakan, diantara tahapan dan metoda tersebut adalah, (Non-Destructive Test) pengujian yang bersifat tidak merusak, (semi- Destructive test) pengujian setengah merusak, dan (Destructive Test) pengujian yang merusak komponen yang akan diuji.
Non-Destructive Test (NDT) adalah suatu metoda pengujian suatu struktur beton ataupun material lain tanpa merusak. Ada beberapa metoda pengujian Non- Destructive Test (NDT) antara lain: Hammer Test, UPV (Ultrasonic Pulse Velocity Test), Profometer.
a. Covermeter test (profometer)
Covermeter test sering dikenal juga dengan istilah rebarmeter. Pengujian ini memberikan informasi data berupa :
Menentukan lokasi dan arah dari tulangan
Menentukan kedalaman selimut beton
Menentukan diameter tulangan
Menentukan jarak antar tulangan
Dilengkapi software Pro Vista untuk transfer data dari alat dan pengeditan.
Gambar 2.1 Profometer
b. Hammer Test
Hammer Test adalah suatu pengujian mutu beton tanpa merusak beton.
Metoda pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact (rebound) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa yang diberikan pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan. Alat ini sangat peka terhadap variasi kekerasan yang
ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel baja tulangan pada bagian tertentu dekat permukaan maka pembacaan akan berbeda jauh. Oleh karena itu, diperlukan beberapa kali pengjian disekitar disetiap lokasi pengujian, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan.
Secara umum alat ini bisa digunakan untuk :
Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur.
Mendapatkan perkiraan Kuat Tekan Beton (f’c).
Gambar 2.2 Hammer Test
c. Ultrasonic Pulse Velocity Test
Ultrasonic pulse velocity adalah metode yang digunakan untuk mengukur kecepatan hantaran dari gelombang (pulse velocity) ultrasonik yang melewati suatu beton. Standar atau prosedur dalam menggunakan metode pengujian ini dapat dilihat pada ASTM C 597.
Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagai berikut (ACI Committee Report) :
1. Sebuah pengirim gelombang mengirimkan sebuah gelombang tegangan tinggi berdurasi pendek kepada sebuah transducer.
2. Pada saat yang sama sebuah pengukur waktu elektrik menyala.
3. Gelombang ultrasonic tersebut dihantarkan melalui viscous coupling fluid, yang kemudian masuk menjalar ke dalam beton dan diterima oleh sebuah receiver transducer.
4. Ketika gelombang tersebut diterima, alat pengukur waktu elektrik secara otomatis mati, dan memperlihatkan waktu yang dibutuhkan gelombang tersebut dari mulai dikirim sampai dengan diterima.
5. Waktu inilah yang mengindikasikan berapa kekuatan beton tersebut.Skema alur ini dapat dilihat pada Gambar 2.3
(Sumber : ACI Committee 228 Report)
Gambar 2.3 Skema pengujian ultrasonic pulse velocity
Untuk mendapatkan kekuatan bahan dari uji ulltrasonik ini, diperlukan pengukuran dengan ketelitian tinggi. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan menggunkan pulsa terbangkitkan yang sesuai dan dengan cara yang akurat mengukur waktu tempuhnya (transit time).
Jarak yang ditempuh pulsa dalam material tersebut (panjang lintasan) juga harus diukur untuk dapat menentukan kecepatan dengan persamaan berikut:
(2.41)
Dimana : V = kecepatan pulsa (km/s) w = waktu transit (s) L = panjang lintasan (km)
Panjang lintasan dan waktu tempuh yang harus diukur secara terpisah dengan tingkat akurasi ± 1 %. Tabel 2.1 adalah tabel penilaian untuk UPV dan gambar 2.4 adalah gambar skema hubungan anatara pulse velocity dengan compressive strength.
Tabel 2.1 Kriteria penilaian untuk UPV/PUNDIT
(Sumber : ACI Committee 228 Report)
Gambar 2.4 Skema contoh hubungan antara pulse velocity dengan compressive strength
Untuk alat UPV atau PUNDIT dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini.
Cepat Rambat Gelombang
Ultrasonic (km/sec) Kualitas/
Homogenitas Beton
Baik Sekali 3,66 - 4.57
> 4,57
< 2,13 2,13 - 3,05 3,05 - 3,66
Baik Cukup Baik
Cukup Kurang
(Sumber : www.google.com) Gambar 2.5 Alat UPV
2.1.2 Pemodelan Struktur Bangunan
Pemodelan struktur merupakan penyederhanaan bentuk bangunan kedalam suatu sistem aplikasi model berupa rangka bangunan untuk mempermudah dalam perhitungan gaya-gaya dalam yang terjadi. Proses pemodelan disesuaikan dengan jenis perhitungan yang digunakan untuk menghindari kesalahan. Dasar-dasar yang digunakan yaitu:
a. Penentuan sumbu global b. Penentuan koordinat titik
c. Penentuan elemen-elemen struktur d. Penentuan perletakan bangunan e. Penentuan dimensi struktur
f. Penentuan kondisi dan beban yang bekerja.
i) Sistem Struktur Portal (Open Frame)
Sistem portal rangka ruang merupakan sistem rangka dimana struktur bangunan tersebut tersiri dari balok yang langsung ditumpu ke kolom. Sistem portal biasa digunakan untuk analisis struktur pada bangunan yang menahan beban gravitasi dan lateral akibat gempa. Sistem ini memanfaatkan kekakuan balok-balok utama dan kolom.
ii) Komponen Struktur
Didalam suatu gedung terdapat komponen-komponen struktur yang terdiri dari kolom, balok dan pelat lantai. Komponen-komponen tersebut adalah bagian dalam suatu gedung yang berfungsi untuk menyebarkan beban dari tiap lantai ke lantai lainnya.
a. Kolom
Kolom adalah batang vertikal dari rangka struktur yang memikul bebean dari balok dan pelat lantai. Kolom merupakan elemen struktur yang memiliki peranan penting dari suatu bangunan. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan selanjutnya dilimpahkan ke pondasi bangunan.
b. Balok
Balok merupakan komponen struktur yang berfungsi untuk meratakan beban pelat atau dinding dan sebagai pengikat antar kolom. Seluruh beban yang diterima balok akan dilimpahkan ke kolom.
c. Pelat
Pelat lantai adalah elemen struktur yang berada di atas balok yang berfungsi untuk menerima beban mati dan beban hidup yang ada di atasnya.
2.1.3 Pembebanan struktur 2.1.3.1 Beban hidup
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG 1983), yang dimaksud dengan beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Untuk beban hidup pada lantai gedung, harus diambil menurut Tabel 2.2.
Dalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m.
Tabel 2.2 Beban Hidup Pada Lantai Gedung BEBAN HIDUP PADA LANTAI GEDUNG
a. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 kg/m2 b. Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel 125 kg/m2
c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit. 250 kg/m2
d. Lantai ruang olah raga 400 kg/m2
e. Lantai ruang dansa 500 kg/m2
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung (lanjutan tabel 2.2) f.
Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton.
400 kg/m2
g. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri. 500 kg/m2 h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c. 300 kg/m2 i. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e,
f dan g. 500 kg/m2
j. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan
g. 250 kg/m2
k.
Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perputakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan sendiri, dengan minimum.
400 kg/m2
l. Lantai gedung parkir bertingkat:
untuk lantai bawah 800 kg/m2
untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
m. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus
direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang
berbatasan dengan minimum. 300 kg/m2
*Catatan 100 kg/m2 = 0,980665 kN/m2 Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
2.1.3.2 Beban mati
Menurut PPIUG 1983, beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Sehingga berat sendiri dari struktur bangunan merupakan beban mati. Adapun tabel mengenai berat sendiri bahan bangunan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Bahan Bangunan Berat
Sendiri (kg/m3)
Beton Bertulang 2400
Komponen Bangunan Berat
Sendiri (kg/m2)
Adukan per cm teba dari semen 21
Dinding pasangan batu bata setengah batu 250 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku) terdiri dari semen asbes (eternit dan bahan lain sejenisnya), dengan tebal maksimum 4 mm
11 Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m 7 Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton,
tanpa adukan, per cm tebal. 24
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
2.1.3.3 Analisis Beban Gempa Statik Ekivalen
Metode statik ekivalen merupakan suatu cara analisis statik secara tiga dimensi linier. Sehubungan dengan sifat struktur bangunan gedung beraturan yang berperilaku sebagai struktur dua dimensi, sehingga respons dinamiknya ditentukan oleh respons ragam yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekivalen. Rumus beban gempa lateral secara statik ekivalen dapat dilihat pada persamaan (1).
V z W
z F nW
1
j j j
i i i
(pers.1)
Keterangan:
Fi = Beban gempa lateral lantai ke-i Wi = Berat lantai tingkat ke-i
Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i V = Beban geser dasar nominal
Nilai beban geser dasar nominal (V) pada persamaan di atas didapatkan dari perbandingan antara faktor keutamaan gedung, faktor respon gempa dan berat struktur total bangunan dengan faktor reduksi gempa.
Adapun Langkah perhitungan beban gempa statik ekivalen, yaitu sebagai berikut :
1. Klasifikasi Beban Gempa a. Beban gempa nominal
Nilai beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu besarnya gempa rencana, tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait dan tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut.
1 Wt
R I V C
(pers.2) Keterangan:
V = Beban gempa nominal C1 = Nilai faktor respon gempa I = Faktor Keutamaan
Wt = Berat total struktur R = Faktor reduksi gempa
b. Beban gempa rencana
Beban gempa rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10%.
2. Berat struktur total bangunan (Wt) a. Berat struktur setiap lantai (Wi) b. Berat struktur seluruh lantai (Wt) 3. Waktu getar (T)
a. Pembatasan waktu getar alami fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi sesuai dengai persamaan (2.3) di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 2.5
ξ.n
T1 (pers. 3) Keterangan:
T1 = Waktu getar alami fundamental n = Jumlah tingkat gedung
ξ = Faktor pengali dari simpangan struktur bangunan gedung
Tabel 2.5 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung
Wilayah
Gempa Ξ
1 2 3 4 5 6
0,19 0,2 0,18 0,17 0,16 0,15 [ Sumber : SNI 03-1726-2002 hal 26 ]
4. Faktor keutamaan gedung (I)
Berbagai kategori gedung bergantung pada tingkat kepentingan gedung paska gempa, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan Faktor Keutamaan (I) pada Tabel 2.6
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan
Kategori gedung Faktor Keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan
perkantoran 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak
bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 12 ]
5. Daktilitas struktur bangunan gedung (R)
Nilai-nilai faktor daktilitas maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh sejumlah jenis sistem atau subsistem struktur bangunan gedung dari hasil berbagai penelitian, berikut nilai Rm yang bersangkutan. Untuk setiap sistem atau subsistem yang tercantum dalam Tabel 3 tentu dapat dipilih nilai μ yang lebih rendah dari nilai μm- nya.
Semakin rendah nilai μ yang dipilih semakin tinggi beban gempa yang akan diserap oleh struktur bangunan gedung tersebut, tetapi semakin sederhana (ringan) pendetailan yang diperlukan dalam hubungan-hubungan antar unsur dari struktur tersebut. Untuk perancangan suatu struktur bangunan gedung nilai μ dapat dipilih sendiri oleh perencana atau pemilik gedung, asal memenuhi persamaan berikut :
m y
m μ
δ μ δ
1,4 (pers.4) Keterangan:
μ = Faktor daktilitas struktur gedung.
μm = Nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh suatu sistem atau subsistem struktur gedung.
δm = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan.
δy = Simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat terjadinya pelelehan pertama.
Tabel 2.7 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung
Sistem dan subsistem struktur bangunan gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa μm R
pers.Rm F
1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi.
Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan
dan beban gravitasi 1,8 2,8 2,2
3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban gravitasi
a. Baja 2,8 4,4 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2 2. Sistem rangka gedung (Sistem
struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bresing biasa
a. Baja 3,6 5,6 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2 4. Rangka bresing konsentris khusus
a. Baja 4,1 6,4 2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail
penuh 3,6 6,0 2,8
7. Dinding geser beton bertulanng kantilever
daktail parsial 3,3 5,5 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen ( sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen
terutama melalui mekanisme lentur).
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja 5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
2. Rangka pemikul momen menengah beton
(SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 & 6) 3,3 5,5 2,8 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja 2,7 4,5 2,8
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4.Rangka batang baja pemikul momen khusus
(SRPBMK) 4,0 6,5 2,8
Tabel 2.8 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung (lanjutan Tabel 2.7)
Sistem ganda (Terdiri dari: 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi;
2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen.
Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikkul sekurang- kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi / sistem ganda)
1. Sistem struktur bangunan gedung kolom kantilever:
(Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk beban lateral) 2. Sistem interaksi dinding geser
dengan rangka
3. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang
membentuk struktur bangunan gedung secara keselururuhan)
1.Dinding geser
a.Beton bertulang dengan SRPMK beton
bertulang 5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang dengan SRPMB
baja 2,6 4,2 2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang 4,0 6,5 2,8
2.RBE baja
a.Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8
b.Dengan SRPMB baja 2,6 4.2 2,8
4. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMK beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 5. Rangka bresing konsentris khusus
a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2
Beton bertulang menengah ( tidak untuk
wilayah 5 & 6) 3,4 5,5 2,8
1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8
2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan
balok beton pratekan (bergantung pada
indeks baja total) 3,3 5,5 2,8
4. Dinding geser beton bertulang barangkai
daktail penuh 4,0 6,5 2,8
5. Dinding geser beton bertulang barangkai
daktail parsial. 3,3 5,5 2,8
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 16 ]
Tabel 2.9 Faktor daktilitas struktur gedung Taraf Kinerja
Struktur Gedung μ R
Elastik Penuh 1,0 1,6
Daktail Parsial
1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0
Daktail Penuh 5,3 8,5
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal 15 ]
6. Jenis tanah dan perambatan gelombang gempa
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel 2.10
Tabel 2.10 Jenis-jenis Tanah dan Klasifikasinya Jenis tanah
Kecepatan rambat gelombang geser rerata, vs (m/det)
Nilai hasil Test Penetrasi Standar rerata
N
Kuat geser niralir rerata
Su (kPa) Tanah Keras vs ≥ 350 N ≥ 50 Su ≥ 100 Tanah Sedang 175 ≤ vs < 350 N 15 ≤ N< 50 50 ≤ Su < 100
Tanah Lunak
vs < 75 N < 15 Su < 50 atau, semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total lebih dari 3 meter dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 Tanah Khusus kPa Diperlukan evaluasi khusus di setiap setiap lokasi [ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 18 ]
7. Wilayah gempa dan respon spektrum
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.6 di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi.
Gambar 2.6 Peta zona wilayah gempa Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002]
Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 10. Nilai faktor respon gempa (C) dapat diketahui berdasarkan wilayah gempa pada lokasi gedung yang akan dibangun, jenis tanah pada lokasi yang akan dibangun berdasarkan hasil uji SPT dan waktu getar empiris yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Gambar 2.7 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia.
Gambar 2.8 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia (lanjutan gambar 2.7)
[ Sumber : SNI 03-1726-2002 ]
8. Waktu getar alami fundamental
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut:
n
1
i i i
n 1 i
i 2 ,
1 g Fd
d W 3
6
T (pers. 5)
Keterangan:
Wi = Berat lantai tingkat ke-i
Fi = Beban gempa rencana lantai tingkat ke-i di = Simpangan horizontal lantai tingkat ke-i g = Percepatan gravitasi
2.1.4 Analisis Kapasitas Elemen Struktur Balok dan Pelat Tulangan Ganda Penampang bertulang rangkap mempunyai tulangan tarik dan tulangan tekan.
Dalam analisis dan desain elemen struktur balok yang mempunyai tulangan tekan As’,penampangnya secara teoritis dibagi menjadi dua bagian sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.9
Gambar 2.9 Diagram regangan-tegangan pada balok tulangan rangkap
h = tinggi balok [ mm ] b = lebar balok [ mm ] c = garis netral [ mm ] εc = regangan beton [ 0,003 ] ε s= regangan baja tulangan tarik εs ’ = regangan baja tulangan tekan C c = gaya tekan beton [ N ]
Cs ’ = gaya tekan baja tulangan tekan [ N ] T s = gaya tarik baja tulangan [ N ]
d = tinggi effektif balok,ditentukan dari serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tarik [ mm ]
d’ = jarak serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tekan [ mm]
As = luas tulangan tarik [ mm2 ]
As’= luas tulangan tekan [ mm2 ]
a = tinggi blok tegangan persegi ekivalen [ mm ] = β1.c
Mn = momen nominal penampang [ Nmm ]
Dengan mengasumsikan tulangan tarik dan tekan sudah leleh, maka : fs = fy >
fs ’ = fy
Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan H = 0
Cc + Cs’ = Ts (2.1)
0,85. f’c.a.b + As’.fs ’ = As.fs (2.2)
0,85. f’c.a.b + As’.fs ’ = As.fy (2.3)
a = ( ) (2.4)
c = (2.5)
kontrol terhadap asumsi di atas bahwa
fs = fy =
fs ’ = fy =
Dari diagram regangan =
= (2.6)
= sudah leleh
(2.7)
Bila kedua asumsi di atas benar, maka besarnya momen nominal (Mn)
Mn = Cc . ( ) + Cs’ (d-d’) (2.8)
dan
Mu = ⱷ Mn
Bila tulangan tekan belum leleh, sedangkan tulangan tarik sudah leleh, maka harus ada koreksi terhadap garis netral atau nila a, karena tegangan tulangan tekan tidak sama denggan tegangan leleh, sehingga besarnya nilai :
fs ≠ f, atau ≠
Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan H = 0
Cc + Cs’ = Ts (2.9)
0,85. f’c.a.b + As’.fs ’ = As . fy (2.10
fs ’ = . , dengan nilai Es = 200000 MPa (2.11) =
= , dengan nilai c = (2.12)
= ( )
(2.13)
= ( ) (2.14)
= ( ) (2.15)
= ( ) (2.16)
fs = (2.17)
= ( ) .0,003.200000
= 600 ( ) (2.18)
Dengan mensubtitusikan persamaan di atas (fs’) ke dalam persamaan ∑ = 0, maka
Keseimbangan gaya horizontal ∑ = 0
Cc + Cs’ = Ts (2.19)
0,85. f’c.a.b + As’. fs ’ = As . fy (2.20)
0,85. f’c.a.b + As . 600 ( ) = As . fy , mengalikan pers. Dengan nilai a 0,85. f’c.b. + As’.600.a – As’.600. .d = As.fy.a (2.21) 0,85. f’c.b. + (As’.600 – As.fy) a – As’.600. .d = 0 (2.22)
dan akan didapatkan hasilnya
Besarnya momen nominal yang terjadi (Mn) adalah :
( ) (2.23)
( ) (2.24)
Kekuatan momen rencana harus lebih besar atau sama dengan momen luar rencana , jadi:
(2.25)
Kontrol daktilitas (rasio penulangan)
Rasio penulangan minimum (𝜌min)
𝜌min √ atau 𝜌min (2.26)
diambil nilai terbesar dari kedua nilai tersebut
Rasio penulangan minimum (𝜌max)
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan,bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75
𝜌 ( ( ) ) 𝜌 (2.27)
Untuk menentukan rasio penulangan seimbang (𝜌 )
𝜌 𝜌 (2.28)
Dengan catatan, bila :
fs’< fy, maka digunakan nilai fs’ fs’ ≥ fy, maka digunakan nilai fy
Berikut adalah flowchart analisis kapasitas elemen struktur balok:
Mulai
Selesai
Data : b, h, d, d’, As, As’, f’c,
Tentukan a,c
Tentukan : a, fs’ Apakah tulngan
tekan sudah leleh?
Apakah daktilitas terpenuhi?
𝜌min< 𝜌aktual
Tentukan Mn
Ya Tidak
Ya
Perlu perubahan penampang Tidak
Apakah daktilitas terpenuhi?
𝜌min< 𝜌aktual Tidak
Tentukan Mn
Ya
Gambar 2.10 Diagram alir analisis balok persegi bertulang rangkap
Gaya geser pada balok
Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser lentur sangat berbeda dengan keruntuhan yang disebabkan olen lentur (momen). Balok
dengan keruntuhan geser, pada umumnya tidak adanya peringatan terlebih dahulu.
Untuk perilaku kegagalan getas ini, perlu direncanakan penampang yang cukup kuat untuk memikul gaya geser yang terjadi.
Gaya geser yang terjadi akan dipikul secara bersama-sama antar beton dan tulangan geser. Tulangan geser yang diperlukan untuk memikul gaya geser terdapat dua jenis yaitu :
a. Sengkang vertikal b. Sengkang miring.
Perencanaann penampang akibat geser lentur harus harus didasarkan pada :
φVn≥Vu (2.29)
Keterangan :
φ= Faktor reduksi kekuatan
Vn= Kuat geser nominal penampang
Vu= Kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau
Besarnya kuat gesr nominal penampang dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
Vn=Vc+Vs (2.30)
Keterangan :
Vn = Kuat geser nominal penampang
Vc = Kuat geser nominal yang didapat dari beton
Vs = Kuat geser nominal yang didapat dari tulangan sengkang
Kuat Geser yang Ditahan Oleh Beton
Sesuai dengan peraturan bahwa kuat geser yang ditahan oleh beton sebesar:
Untum komponen struktur yang dibebani oleh geser dan lentur.
(2.31)
Tetapi tidak boleh lebih besar dari pada √ dan tidak boleh diambil melebihi 1,0. Dimana Mu merupakan momen terfaktor yang terjadi.
Untuk komponen yang dibebani gaya tekan aksial
( ) ( ) (2.32)
Kuat Geser yang Ditahan Sengkang
Besarnya kuat geser yang ditahan oleh tulangan sengkang sebagai berikut : Tulangan sengkang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur :
(2.33)
Keterangan :
Vs = Kuat geser akibat tulangan sengkang (N) Av = Luas tulangan geser untuk dua kaki fy = Tegangan leleh baja tulangan (MPa) d = Tinggi efektif balok (mm)
S = Jarak antar tulangan sengkang (mm)
2.1.4.1 Perhitungan Nilai Gaya Geser Rencana Pada Balok (Ve)
Perhitungan geser balok pada kondisi SRPMM mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a) Nilai Mn1 dan Mn2 didapatkan dari tulangan lentur balok akibat momen (+) positif dan akibat momen (-) negative di tumpuan.
b) Perhitungan gaya geser pada kondisi SRPMM diperlihatkan oleh Gambar 2.11
Gambar 2.11 Perancangan Geser Rencana Untuk Balok SRPMM Sumber: SNI 03-2847-2002
Dimana nilai gaya geser Vu adalah:
(2.34)
(2.35)
Nilai VuL dan VuR didapat dari nilai gaya geser maksimum dengan beban sebesar 1,2DL+1,0LL yang kemudian dibandingkan dengan nilai analisis gaya geser berdasarkan pembesaran dua kali beban gempa yang ditentukan dalam SNI Gempa (BSN, 2002a). lalu diambil diantara nilai tersebut yang lebih berpengaruh yang selanjutnya dinamakan Vu use.
2.1.5 Analisis Kapasitas Elemen Struktur Kolom
Dalam upaya menyederhanakan perhitungan kapasitas kolom, telah dikembangkan berbagai cara perhitungan dengan menggunakan alat bantu, salah satu alat bantu tersebut ialah dengan menggunakan grafik – grafik/ nomogram, salah satu contoh grafik tersebut ialah grafik gideon, langkah – langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut :
a. Data yang diperlukan : Pu, Mu, b, h, d, d’, fc’, fy b. Hitung
(2.36)
(2.37)
(sebagai nilai y pada grafik) (2.38)
(sebagai nilai x pada grafik ) (2.39) c. Plot nilai X dan Y pada grafik yang sesuai dengan memperhatikan fc’,fy’
dan d’/h, sehingga diperoleh 1 titik, tentukan harga r, bila titik tersebut terletak didalam grafik yang ada maka kolom tersebut dapat dinyatakan aman tetapi bila titik tersebut terletak diluar grafik maka kolom tersebut tidak aman dan perlu dilakukan perkuatan.
2.1.5.1 Perhitungan Nilai Gaya Geser Rencana Pada Kolom (Ve)
Perhitungan gaya geser rencana kolom sesuai SNI-03-2847-2002 bahwa gaya geser rencana dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini:
(2.40) Keterangan:
Mnt = Momen ujung atas kolom akibat balok Mnb = Momen ujung bawah kolom akibat balok Ln = Panjang bersih kolom
Nilai Vekemudian dibandingkan dengan nilai analisis gaya geser keluaran ETABS, lalu diambil diantara nilai tersebut yang lebigh berpengaruh yang selanjutnya dinamakan Vu use.
Kuat geser rencana tidak boleh kurang daripada jumlah gaya lintang yang timbul akibat kuat lentur nominal struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang akibat beban gravitasi terfaktor seperti pada gambar 2.12 di bawah ini.
Gambar 2.12 Gaya Lintang Rencana Kolom SRPMM Sumber: SNI 03-2847-2002
2.1.5.2 Perhitungan Pembesaran Momen 1) Kontrol terhadap goyangan (Q ≤ 0,05)
∑ (2.41)
Keterangan:
Q = Indeks stabilitas
ΣPu = Beban vertikal total pada tingkat yang ditinjau Vu = gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau
Δ0 = Simpangan relative antar tingkat orde pertama pada tingkat yang ditinjau akibat Vu.
2) Menentukan jumlah beban aksial terfaktor (ΣPu) dan tekuk euler (ΣPc)
Jumlah beban aksial terfaktor dan tekuk euler dapat dihitung dengan cara menentukan kekakuan kolom dan kekakuan balok ditiap pertemuan atau join kolom dan balok menggunakan persamaan berikut:
(2.42)
( ) (2.43)
Adapun untuk menghitung kekakuan balok dapat menggunakan persamaan berikut:
(2.44)
Keterangan:
EI = Kekakuan lentur komponen struktur tekan (mm2)
Ig = Momen Inersia penampang bruto beban terhadap sumbu pusat penampang dengan mengabaikan tulangan (mm4).
Es = Modulus elastisitas tulangan (MPa)
3) Menentukan faktor panjang efektif ∑(
)
∑( )
(2.45) Dalam menentukan nilai k dapat ditentukan dengan menggunakan grafik SNI 03-2847-2002 Pasal 12.11(6) seperti pada gambar 2.13 berikut.
Gambar 2.13 Nomogram Nilai K Struktur Tidak Bergoyang Sumber : SNI 03-1726-2002
4) Kontrol pengaruh kelangsingan (klu/r) untuk struktur tidak bergoyang.
Pada struktur rangka tidak bergoyang, pengaruh kelangsingan kolom dapat diabaikan jika persamaan berikut terpenuhi,
( ) (2.46)
Keterangan:
K = Faktor panjang efektif
M1= Momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom,bernilai positif jika komponen struktur melentur dengankelengkungan tunggal, dan bernilai negatif jika komponenstruktur melentur dengan kelengkungan ganda M2 = Momen ujung terfaktor yang nilainya lebih besar pada kolom, selalu
bernilai positif.
lu = Panjang efektif kolom
r = jari-jari girasi penampang kolom
5) Penentuan Momen perlu (Mu) dan aksial perlu(Pu)
Jika persamaan (2.58) terpenuhi, maka nilai perbesaran momen boleh tidak dihitung dan momen yang digunakan adalah momen hasil analisis struktur ETABS.
Namun jika tidak terpenuhi, maka perbesaran momen harus dihitung dengan menggunakan persamaan:
(2.47)
( ) (2.48)
(2.49)
Sehingga nilai momen terfaktor seperti pada persamaan berikut:
McδnsM2 (2.50)