• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya–sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, (Makmun, 2003). Berikut adalah beberapa karakteristik kemiskinan :

1. Dinas Sosial, (2005) : kemiskinan adalah pertama, mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Kedua, mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Ketiga, mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada disekitar garis kemiskinan.

2. BKKBN : Pertama, tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya.

Kedua, seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari. Ketiga, seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian. Keempat, bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. Kelima, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.

3. BPS : Suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2.100 kalori perkapita per hari.

4. Bank Dunia : Keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan $2/hari.

(2)

2.1.2. Aspek Kemiskinan

Empat dimensi pokok kemiskinan (lokal maupun nasional) menurut Makmun (2003) pertama, kurangnya kesempatan (lack of opportunity), kedua rendahnya kemampuan (low of capabilities), ketiga kurangnya jaminan (low-level of security) keempat ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment).

Selanjutnya Narhetali (2003) mengutip hasil penelitian tentang kemiskinan yang dilakukan Yeates dan Mc. Laughin (Bank Dunia, 2000) yang menyatakan bahwa orang miskin mempunyai penekanan yang berbeda dari pembuat kebijakan tentang hal-hal yang dipersepsi sebagai dimensi kemiskinan. Selain tingkat pendapatan, konsumsi, pendidikan dan kesehatan, kaum miskin juga menekankan faktor psikologis seperti kepercayaan diri, ketidakberdayaan (powerlessness) serta pengucilan fisik dan sosial sebagai sumber kemiskinan. Dengan demikian secara jelas terlihat bahwa bagi orang, kelompok, komunitas, masyarakat miskin, ternyata peningkatan pendapatan bukanlah satu-satunya hal yang amat penting, tetapi perlakuan humanis penuh harga diri, self-respect juga merupakan sesuatu yang amat bernilai.

Sumardjo (2003) mengatakan bahwa terdapat dua kategori kondisi masyarakat yaitu kategori kondisi fenomena kehidupan masyarakat miskin karena ketidakmampuannya meraih aset usaha produktif, yang kedua kondisi fenomena kehidupan masyarakat miskin karena ketidakberdayaannya secara ekonomi, fisik atau ketidakberdayaan mental atau kategori the poorest of the poor.

Sumodiningrat (2002) menyebutkan bahwa masyarakat miskin secara umum dapat ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness).

(3)

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

Ciri-ciri orang miskin menurut Salim, (1980) yaitu umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal atau keterampilan; tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri;

tingkat pendidikan rata-rata rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar; kebanyakan tinggal di perdesaan, umumnya menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian; kebanyakan yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan.

Meskipun banyak terminologi mengenai kemiskinan, tetapi secara umum dapat dinyatakan bahwa istilah kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah kondisi yang serba kekurangan. Kondisi serba kekurangan tersebut bisa diukur secara objektif, dirasakan secara subjektif, atau secara relatif didasarkan pada perbandingan dengan orang lain, sehingga melahirkan pandangan objektif, subjektif dan relatif tentang kemiskinan.

Menurut Nurkse (1953) menjelaskan bahwa aspek-aspek kemiskinan penduduk yang meliputi aspek sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama disebabkan oleh terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi tampak pada terbatasnya pemilikan faktor produksi, upah rendah daya tawar petani rendah, rendahnya tingkat tabungan dan lemah mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada.

(4)

Berdasarkan aspek psikologi, kemiskinan terjadi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Sedangkan dari aspek politik terkait dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.

Soemardjo (2003) menyampaikan salah satu cara mengidentifikasi kemiskinan adalah metode garis kemiskinan yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan ketidakmampuan penduduk melampaui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum, misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang dan jasa). Tabel 1 memberikan contoh bahwa ukuran tersebut terdiri atas makanan dan bukan makanan perkotaan pada garis total Rp 175.324 Sejalan pada batasan yang dikemukakan UNDP 1997 dalam Cox, (2004) bahwa seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan.

Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 2006

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun

Makanan Bukan

Makanan Total

Jumlah Penduduk

Miskin (juta)

Persentase Penduduk

miskin Perkotaan

Februari 2005 103.992 46.807 150.799 12.40 11.37 Maret 2006 126.527 48.797 175.324 14.29 13.36 Perdesaan

Februari 2005 84.014 33.245 117.259 22.70 19.51 Maret 2006 103.180 28.076 131.256 24.76 21.90

Kota+Desa

(5)

Februari 2005 91.072 38.036 129.108 35.10 15.97 Maret 2006 114.619 38.228 152.847 39.05 17.75 Sumber : BPS, 2006

2.1.3. Ragam, Macam dan Pembedaan atas Kemiskinan

Nurkse (1953) membedakan kemiskinan menjadi tiga pengertian. Pertama, Kemiskinan Absolut dimana hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum (pangan, sandang, kesehatan, papan). Kedua, Kemiskinan Relatif dimana seseorang yang telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Dan ketiga, Kemiskinan Kultural yang berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Max Neef dalam Zikrullah (2000), mengungkapkan sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang perlu dipahami oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap penanganan kemiskinan, yaitu :

a. Kemiskinan Subsitensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal;

b. Kemiskinan Perlindungan, lingkungan buruk, (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah; (c) kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan

(6)

hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan;

c. Kemiskinan Partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas;

d. Kemiskinan Identitas, terbatasnya pembauran antara kelompok sosial, terfragmentasi dan

e. Kemiskinan Kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas.

Hendrakusumaatmaja (2002) berpendapat bahwa gejala kemiskinan dapat dicirikan oleh tiga hal. Pertama, rendahnya penguasaan aset dimana skala usaha tidak efisien dan mengakibatkan produktivitas menjadi rendah. Kedua, rendahnya kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kepemilikan atau penguasaan aset dan ketiga, rendahnya kemampuan dalam mengelola aset.

2.1.4. Faktor-Faktor Kemiskinan

Akar kemiskinan di Indonesia tidak hanya harus dicari dalam budaya malas bekerja keras. Keseluruhan situasi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan kegiatan produktifnya secara penuh harus diperhitungkan.

Faktor–faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal.

Faktor eksternal misalnya kebijakan pembangunan yang keliru temasuk dalam faktor eksternal serta korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi

(7)

anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Makmun (2003) berpendapat faktor kemiskinan secara internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya. Sulekale (2003) menambahkan dengan faktor keterbatasan wawasan, kurangnya keterampilan, kesehatan yang buruk dan etos kerja yang rendah. Lantas secara eksternal, kemiskinan merupakan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi misalnya etos kerja yang rendah dari penduduk asli dihadapkan pada etos kerja tinggi penduduk pendatang apabila dalam prosesnya mengalami interaksi fungsional dan berkepanjangan akan memunculkan gejala kemiskinan. Isu kemiskinan yang berkenaan dengan hal ini adalah terjadinya kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara pendatang dengan penduduk asli (Namba, 2003).

Faktor-faktor internal juga dapat dipicu munculnya oleh faktor eksternal.

Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat.

Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan.

Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja. Krisis ekonomi berimplikasi pada turunnya investasi, Putus Hubungan Kerja (PHK) naik akibat faktor produksi mengalami efisiensi, kerugian PHK adalah daya beli turun karena tidak ada pendapatan, maka dampak terbesar adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) turun (faktor internal). Rupiah turun

(8)

berimplikasi pada penurunan produksi barang (faktor eksternal). Dan seterusnya begitu, berputar-putar dalam proses saling terkait.

2.1.5. Kategori Waktu dalam Konteks Kemiskinan

Makmun (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dapat bersifat :

1. Persistent Poverty yakni kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumber daya alam yang kritis dan atau terisolasi;

2. Cyclical Poverty yakni kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan;

3. Seasonal Poverty yakni kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usaha tani tanaman pangan dan nelayan;

4. Accidental Poverty yakni kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

2.2. Pemberdayaan

Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Pranaka dan Moeljarto (1996) berpendapat bahwa konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an atau akhir abad ke-20.

(9)

Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia. Perspektif pembangunan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas manusia dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial melalui redistribusi modal atau kepemilikan.

Sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan didefinisikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri dari lingkungannya (Payne, 1997).

Ife (1995) memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka, menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka.

Bersinggungan dengan hal tersebut Sutrisno (2000) menjelaskan dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Perbedaannya dengan pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Jika sebuah tes dengan sensitivitas tinggi adalah negatif, maka kemungkinan untuk me rule out sebuah penyakit adalah besar (tes ini efektif untuk mengatakan

Faktor yang menghambat dalam pelaksanaan pembelajaran IPS yaitu: tujuan pembelajaran (mengenai pengetahuan, ketrampilan, dan nilai yang ingin dicapai atau ditingkatkan

Berdasarkan hasil data dan penelitian, simpulannya adalah pengaruh lagu yang berjudul “hey tayo” terhadap kemampuan anak menyebutkan warna – warna pada anak usia 4 tahun

Sementara berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat bahwa hipotesis 2 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi kelas pagi

Pengujian pada sistem Automatic Antilock Braking System dibagi atas beberapa tahap, yaitu : pengujian fungsi keanggotaan Fuzzy yang dioptimasi Algoritma Genetika

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik personal dan karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

1) Menu utama, yang berisi menu pembuka, latar belakang perpajakan, dasar hukum PPh, penghitungan PPh, latihan soal, dan simulasi PPh. 2) Menu Pembuka, yang terdapat suara