• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif. Disusun oleh : Nurina Safitri K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Disusun untuk memenuhi mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif. Disusun oleh : Nurina Safitri K"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP N 2 PATI TAHUN AJARAN 2021 /

2022

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

Disusun oleh : Nurina Safitri

K1319055

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2021

(2)

1 KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat membantu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap pihak antara lain:

1. Dr. Mardiyana, M.Si., Dekan FKIP UNS sekaligus Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan izin menyusun skripsi sekaligus menjadi pembimbing akademik atas doa dan dukungan selama S-1.

2. Dr. Triyanto, S.Si., M.Si., Kepala Program Pendidikan Matematika FKIP UNS yang telah memberikan izin menyusun skripsi yang telah memberikan bimbingan dan dukungan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Budi Usodo, M.Pd., Koordinator Skripsi Pendidikan Matematika FKIP UNS sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dukungan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi.

4. Arum Nur Wulandari, S.Pd., M.Pd. sebagai validator instrumen selama melakukan penelitian.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat, kontribusi, dan masukan bagi dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

Surakarta, Juli 2020

Penulis

(3)

2 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI... 2

BAB I ... 3

PENDAHULUAN ... 3

A. Latar Belakang Masalah ... 3

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II ... 7

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS ... 7

A. Kajian Pustaka ... 7

B. Kerangka Berpikir ... 17

C. Hipotesis ... 19

BAB III ... 21

METODE PENELITIAN ... 21

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

B. Desain Penelitian ... 21

C. Populasi dan Sampel ... 23

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 23

E. Teknik Pengumpulan Data ... 23

F. Teknik Validasi Instrumen Penilaian ... 24

G. Teknik Analisis Data ... 28

H. Prosedur Penelitian ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(4)

3 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam suatu bangsa merupakan komponen yang penting dalam mencapai suatu tujuan bangsa. Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan, pendidikan menjadi prioritas utama untuk mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pemerintah melakukan berbagai macam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah di Indonesia.

Salah satunya dengan cara melakukan pengembangan terhadap sistem kurikulum yang dirasa kurang cocok seiring dengan berkembangnya zaman. Mulai tahun 2006 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah disempurnakan menjadi Kurikulum KTSP, kemudian seiring berkembangnya zaman, KTSP dikembangkan lagi menjadi Kurikulum 2013. Kkurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya dalam rangka merespon berbagai tantangan yang dihadapi baik internal dan eksternal (Imam Machali & Ara Hidayat, 2016 :423).

Untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional maka saat ini kurikulum pendidikan menggunakan kurikulum ganda yaitu tahun 2006 dan 2013, dimana kurikulum kali ini memiliki tiga aspek penilaian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Pada sistem pendidikan kali ini materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan seperti Bahasa Indonesia, IPS, PPKN dan ada materi yang dilakukan penambahan seperti Matematika.

Walaupun sudah mengalami beberapa pengembangan kurikulum, pada kenyataanya belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Metematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi momok di sekolah.

Terutama setelah memasuki abad ke-21 ini, Kurikulum 2013 mengharuskan siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, ujian yang diberikan pun harus ada unsur HOTS di dalamnya.

Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh faktor dan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ditentukan oleh peserta didik dan guru. Apabila proses belajar mengajar berlangsung dengan baik, maka prestasi belajar yang dicapaipun akan baik. Dan yang bertanggung jawab dalam berjalannya proses belajar mengajar adalah guru. Guru yang baik harus mampu memimpin berjalannya proses belajar mengajar dengan baik, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran dan pendekatan yang sesuai dengan materi yang sedang diajarkan.

Pada umumnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu model pembelajaran langsung. Arends dalam Shoimin (2014: 63-64) menyatakan, “Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”. Dalam pembelajaran langsung, guru menyampaikan materi pelajaran secara langsung dan siswa cenderung menghafalkan materi dari guru tersebut. Dalam matematika, siswa tidak cukup hanya menghafalkan karena menghafal tanpa memahami konsep tidak berpengaruh saat menyelesaikan masalah. Selain memiliki pemahaman, siswa juga dituntut untuk memiliki kreativitas untuk dapat menyelesaikan masalah mengenai materi SPLDV yang sangat bervariasi. Berdasarkan hal tersebut, model pembelajaran langsung dirasa belum dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam mempelajari materi SPLDV karena siswa bukan hanya menghafalkan, melainkan memahami konsep SPLDV dan memiliki kreativitas

(5)

4 untuk dapat menyelesaikan permasalahan mengenai SPLDV. Dengan demikian, pembelajaran yang dapat menuntun siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Model pembelajaran Problem Based Instruction cocok untuk diterapkan pada materi SPLDV karena didalam model pembelajaran ini, siswa dituntut untuk aktif mencari atau mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui sebuah masalah.

Selain memilih model pembelajaran yang tepat, salah satu hal penting yang harus dipahami oleh guru adalah gaya belajar siswa. Menurut De Porter dan Hernacki (2015: 110- 112), gaya belajar adalah kombinasi dari cara ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Menurut hasil penelitian Fathonah (2018) tentang gaya belajar, cara menggali gaya belajar siswa adalah dengan mengoptimalkan salah satu potensi belajar yang dimiliki siswa ketika menerima dan mempelajari informasi yang telah didapatkan dalam proses pembelajaran.

Gaya belajar dibedakan ke dalam tiga tipe, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, siswa dengan gaya belajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik belajar melalui gerakan dan sentuhan. Setiap siswa memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun kebanyakan siswa lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya untuk mempermudah siswa dalam belajar. Tidak semua guru maupun siswa mengenali gaya belajar masing-masing sehingga mereka belum mampu memaksimalkan proses belajar yang dimilikinya maka siswa dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu memanfaatkan proses belajar yang dilaluinya. Dengan menggali gaya belajar siswa, maka belajar menjadi lebih efektif sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran dan mampu meningkatkan prestasi belajar matematika. Model pembelajaran langsung yang cenderung memberikan materi melalui ceramah akan memudahkan bagi siswa dengan gaya belajar auditorial karena dengan mendengarkan siswa dapat dengan mudah memahami materi yang dipelajari, sedangkan bagi siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik kurang mendapat kesempatan mengembangkan pemahamannya, sedangkan model pembelajaran Problem Based Instruction dirasa mampu memberi kesempatan semua siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa. Siswa dengan gaya belajar visual akan maksimal dengan LKPD dalam pembelajaran, siswa dengan gaya belajar auditorial akan menerima informasi dengan diskusi dan presentasi, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik akan bisa dioptimalkan dengan LKPD.

Hal ini menarik untuk dilakukan penelitian tentang model pembelajaran Problem Based Instruction ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi SPLDV kelas VIII SMP N 2 Pati Tahun Ajaran 2021/2022.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat di identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Rendahnya prestasi belajar siswa pada materi SPLDV kelas VIII karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah model pembelajaran dengan “cara lama” atau biasa disebut dengan model pembelajaran langsung. Dimana model pembelajaran ini, tidak menuntut siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran karena guru hanya menyampaikan materi secara langsung. Terkait dengan ini, akan

(6)

5 diteliti apakah model Pembelajaran Problem Based Instruction akan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam materi SPLDV.

2. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal SPLDV karena tidak mengetahui gaya belajar yang cocok untuk digunakan. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya perhatian guru terhadap gaya belajar yang dimiliki oleh setiap siswa.

Terkait dengan itu, apakah dengan adanya perbedaan gaya belajar masing – masing siswa akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa terutama pada materi SPLDV.

3. Tidak adanya kebermaknaan dalam belajar mungkin disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari – hari. Terkait dengan itu, apabila siswa dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya kedalam kehidupan sehari – hari akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi SPLDV.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dikaji lebih terarah dan mendalam, maka masalah – masalah tersebut dibatasi sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Pembelajaran Problem Based Instruction pada kelas eksperimen dan Model Pembelajaran Langsung pada kelas kontrol.

2. Gaya belajar dibedakan kedalam tiga kelompok yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, gaya belajar kinestetik.

3. Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi belajar siswa kelas VIII Semester 1 SMP N 2 Pati tahun pelajaran 2021 / 2022 pada materi SPLDV.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Model Pembelajaran Problem Based Instruction dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV ?

2. Manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, kinestetik pada materi SPLDV ?

3. Pada siswa dengan gaya belajar visual, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV ?

4. Pada siswa dengan gaya belajar auditorial, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV ?

(7)

6 5. Pada siswa dengan gaya belajar kinestetik, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran Problem Based Instruction dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

2. Untuk mengetahui Manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, kinestetik pada materi SPLDV.

3. Untuk mengetahui pada siswa dengan gaya belajar visual, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

4. Untuk mengetahui pada siswa dengan gaya belajar auditorial, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

5. Untuk mengetahui pada siswa dengan gaya belajar kinestetik, manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang diberikan Model Pembelajaran Problem Based Instruction atau siswa yang diberikan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat Teoritis

 Memberikan masukan kepada guru atau calon guru matematika untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat dan efektif untuk membantu proses belajar siswa sehingga belajar menjadi lebih bermakna.

 Memberikan informasi kepada guru atau calon guru mengenai macam – macam gaya belajar siswa. Sehingga guru bisa memberikan kiat – kiat kepada siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh masing – masing siswa.

2. Manfaat Praktis

 Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk peneliti lain yang melakukan penelitian yang sejenis pada materi yang lain atau tinjauan lain serta subjek penelitian yang lain pula.

(8)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Prestasi

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, setiap peserta didik selalu mengharapkan pencapaian prestasi atau hasil belajar yang lebih baik sebagai bukti usahanya setelah ia mengikuti dan melaksanakan kegiatan belajar yang telah diberikan oleh guru.

Pengertian prestasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sangatlah beragam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi merupakan hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).

Menurut Syah (2010: 141), prestasi adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Menurut Arifin (2009: 12) prestasi merupakan hasil usaha.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil yang dicapai setelah melakukan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.

b. Belajar

Belajar merupakan hasil dari interaksi antara stimulus dan respon.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilaku. Menurut Djamarah dan Zain (2010) belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Menurut Hamalik (2010) belajar adalah bukan suatu tujuan tetapi merupakan proses untuk mencapai tujuan. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut Slameto (2018) belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses untuk menjadikan manusia bekembang secara utuh, baik dalam segi jasmani maupun rohani.

Menurut Oemar Hamalik (2019) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar yang dilakukan oleh

(9)

8 manusia senantiasa dilandasi dengan iktikad baik. Belajar harus dilaksanakan dengan sengaja, direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu, sehingga proses belajar dapat terkontrol secara cermat. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2020) , “Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan dan pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan”.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan dan pembaharuan baik yang menyangkut pengetahuan, tingkah laku, keterampilan maupun sikap melalui pengalaman dan latihan untuk menjadikan manusia berkembang secara utuh baik dari segi jasmani maupun rohani.

c. Matematika

Istilah Matematika berasal dari Bahasa Yunani mathematike yang berarti "pengetahuan, pemikiran, pembelajaran". Sedangkan Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014: 48) matematika merupakan ilmu yang membahas angka- angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.

Sejalan Ismail dkk, menurut Ruseffendi (Heruman, 2012: 1), matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.

Sedangkan menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 10) matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep – konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan symbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik menggunakan penalaran, kemampuan memanipulasi dan berpikir logis.

d. Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar dan matematika yang telahdiuraikan diatas dapat disimpilkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah melakukan proses kegiatan pembelajaran mengenai konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan symbol dalam jangka waktu tertentu dan ditunjukkan dengan nilai.

2. Model Pembelajaran

a. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran sering diartikan sebagai metode dalam mengajar atau strategi mengajar. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum

(10)

9 (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Menurut Adi (dalam Suprihatiningrum, 2013: 142) memberikan definisi model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sejalan dengan Adi, menurut Trianto (dalam Gunarto, 2013:15) mengartikan model belajar sebagai pola yang digunakan sebagai pedoman guna merancang pembelajaran di kelas atau tutorial. Menurut Arend (dalam Mulyono, 2018:89), model belajar merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar guna mencapai kompetensi belajar.

Ciri-ciri Model Pembelajaran

Pada dasarnya, model belajar yang baik dapat dikenali dengan beberapa ciri, yaitu:

 Mempunyai prosedur sistematik.

 Hasil dan tujuan belajar ditetapkan secara khusus.

 Penetapan lingkungan dilakukan secara khusus.

 Siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang sistematis yang digunakan dalam merencanakan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir.

b. Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Model pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah (Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, 2010:39).

Pembelajaran langsung menurut Kardi (Trianto, 2011: 30) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan dan praktek. Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang berpegang pada kebiasaan yang ada sehingga dapat diartikan pula bahwa model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah.

Adapun ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut : 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk

prosedur penilaian belajar.

(11)

10 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.

3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

Pada model pembelajaran langsung terdapat tahapan (sintaks) model pembelajaran langsung, yaitu :

Tabel 1.1

Fase Peran guru

1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.

Menjelaskan Tujuan Pembelajaran Khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

2. Mendemonstrasikan

pengetahuan dan keterampilan.

Mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap.

3. Membimbing pelatihan. Guru merencanakan dan pembimbing pelatihan.

4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan meberikan umpan balik.

5. Memberikan latihan dan penerapan konsep.

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.

c. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Seiring berkembangnya zaman, semakin banyak model pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan untuk memperoleh konstruksi pengetahuan, salah satunya yaitu model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).

Menurut Dewey (Trianto, 2007) PBI (Problem Based Instruction) adalah interaksi antara stimulus dengan respon, atau dapat pula didefinisikan sebagai sebuah interaksi antara dua arah belajar dan lingkungan. Arends (Trianto, 2007) PBI (Problem Based Instruction) merupakan pembelajaran di mana siswa mengerjakan masalah secara otentik supaya mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, menyusun sebuah penemuan (inkuiri), keterampilan berpikir tingkat tinggi serta mengembangkan kemandirian dan sifat percaya diri.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction menuntut siswa aktif belajar mandiri bersama kelompoknya dalam mengkonstruksi dan menemukan pengetahuan dengan pola pikir deduktif.

Ciri-ciri Problem Based Instruction (PBI) yaitu : 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

(12)

11 3) Penyelidikan otentik

4) Menghasilkan suatu produk atau karya dan memamerkannya 5) Kerjasama

Sintaks PBI (Problem Based Instruction) menurut Sugiyanto (2009), dilengkapi dengan pendapat Widodo (2009):

Tabel 1.2

Fase Peran Guru

1. Memberikan orientasi tentang permasalah kepada siswa

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, Menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilihnya

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

3. Gaya belajar

Menurut Drummond (1998 : 186) mendefinisikan gaya belajar sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar. Menurut DePorter dan Hernacki (2015: 110-111) mendefinisikan gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

(13)

12 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang khas dari seseorang dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.

DePorter dan Hernacki (2015: 111) mengelompokkan gaya belajar berdasarkan cara seseorang menerima informasi ke dalam tiga tipe yaitu, gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar melalui gerakan dan sentuhan.

a. Visual

Menurut DePorter dan Hernacki (2015: 116-118), ciri-ciri seseorang dengan gaya belajar visual adalah sebagai berikut:

 Rapi dan teratur.

 Berbicara dengan cepat.

 Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik.

 Teliti terhadap detail.

 Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi.

 Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka.

 Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar.

 Mengingat dengan asosiasi visual.

 Biasanya tidak terganggu oleh keributan.

 Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

 Pembaca cepat dan tekun.

 Lebih suka membaca daripada dibacakan.

 Membutuhkan pandangan dan tujuan menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek.

 Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat.

 Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.

 Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak.

 Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato.

 Lebih suka seni daripada musik.

 Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata.

 Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.

Strategi yang dapat dilakukan oleh guru terhadap siswa dengan modalitas Visual (DePorter dkk., 2000):

 Banyak membuat simbol dan gambar dalam catatan mereka.

 Tabel dan grafik akan membantu memperdalam pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan.

 Menggunakan mind map (peta pikiran) sebagai alat bantu belajar.

 Melakukan tinjauan umum secara sekilas mengenai bahan pelajaran sebelum mereka terjun ke dalam perinciannya.

(14)

13 b. Auditorial

Menurut DePorter dan Hernacki (2015: 118), ciri-ciri seseorang dengan gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut:

 Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja.

 Mudah terganggu oleh keributan.

 Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca.

 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.

 Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.

 Berbicara dalam irama yang terpola.

 Biasanya pembicara yang fasih.

 Lebih suka musik daripada seni.

 Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat.

 Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.

 Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.

 Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.

 Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.

Strategi yang dapat dilakukan siswa dengan modalitas Auditorial (DePorter dkk., 2000):

 Mendengarkan kuliah, contoh dan cerita serta mengulang-ulang informasi.

 Mencoba lebih banyak merekam daripada mencatat, untuk diperdengarkan kembali berulang-ulang.

 Berbicara dengan diri sendiri untuk memahami suatu konsep.

 Membuat fakta panjang mengenai suatu informasi dengan mengubahnya menjadi lagu, dengan melodi yang sudah dikenal baik.

 Pada beberapa siswa auditorial, dapat mendengarkan musik sebagai teman belajar.

c. Kinestetik

Menurut DePorter dan Hernacki (2015: 118-120), ciri-ciri seseorang dengan gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:

 Berbicara dengan perlahan.

 Menanggapi perhatian fisik.

 Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.

 Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.

 Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.

 Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar.

 Belajar melalui memanipulasi dan praktik.

 Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

 Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.

 Banyak menggunakan isyarat tubuh.

(15)

14

 Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.

 Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu.

 Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.

 Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot.

 Mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca.

 Kemungkinan tulisannya jelek.

 Ingin melakukan segala sesuatu.

 Menyukai permainan yang menyibukkan.

Strategi yang dapat dilakukan siswa dengan modalitas Kinestetik (DePorter dkk., 2000):

 Belajar melalui gerakan.

 Menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta.

 Pada situasi tertentu, dalam belajar siswa dapat menjauhkan diri dari bangku, duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka.

4. Tinjauan materi

Dalam penelitian ini, materi yang dikaji adalah materi sistem persamaan linier dua variabel.

a. Kalimat pernyataan

Kalimat pernyataan adalah kalimat yang sudah dapat ditentukan kebenarannya.

Perhatikan contoh dibawah ini : 2 adalah bilangan prima.

Banyak pemain bola voli dalam satu tim ada 6 orang.

-2 < 0

Bilangan genap dikalikan dengan bilangan ganjil hasilnya adalah bilangan ganjil

b. Kalimat terbuka

Kalimat yang belum bisa diketahui nilai kebenarannya dinamakan kalimat terbuka.

Perhatikan contoh masalah berikut ini :

Suatu hari Sinta mambawa sebuah tas yang berisi buku. Sebelum tas dibuka Sinta berkata pada temannya ”banyak buku dalam tas ada 13 buah”. Bagaimana pendapatmu tentang ucapan Sinta? Benar atau salah? Perhatikan kalimat : ”5 dikalikan suatu bilangan hasilnya adalah 15” Apakah Anda dapat menentukan kalimat itu benar atau salah ? Kita tidak dapat menentukan apakah kalimat itu benar atau salah, karena ”suatu bilangan ” pada kalimat itu belum diketahui nilainya. Benar atau salahnya bergantung pada berapakah ” suatu bilangan ” itu.

Jika ” suatu bilangan” diganti dengan 3, maka kalimat itu menjadi ” 5 dikalikani 3 hasilnya 15 ”, kalimat ini adalah kalimat yang benar. Jika ” suatu bilangan”

diganti dengan 4, maka kalimat itu menjadi ” 5 dikalikan 4 hasilnya 15 ”, kalimat ini adalah kalimat yang salah.” suatu bilangan ” pada kalimat di atas belum diketahui nilainya.

(16)

15 Dalam matematika, sesuatu yang belum diketahui nilainya dinamakan variabel atau peubah. Biasanya disimbolkan dengan huruf kecil x, y, a, n atau bentuk yang lain. ”5 dikalikan suatu bilangan hasilnya adalah 15”. Jika suatu bilangan diganti dengan y, maka kalimat itu dapat ditulis dalam simbol matematika 5 × 𝑦 = 15.

c. Pengertian Sistem Persamaan Linier Dua Variabel

Persamaan linear dua variabel ialah persamaan yang mengandung dua variabel dimana pangkat atau derajat tiap-tiap variabelnya sama dengan satu.

Bentuk umum SPLDV 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 , dengan a,b merupakan koefisien, x, y variabel berpangkat satu, dan c merupakan konstanta.

d. Menentukan penyelesaian Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Cara penyelesaian SPLDV dapat dilakukan dengan cara :

1. Substitusi

Menggantikan satu variable dengan variable dari persamaan yang lain.

Contoh :

Carilah penyelesaian sistem persamaan 𝑥 + 2𝑦 = 8

2𝑥 − 𝑦 = 6 Jawab :

Kita ambil persamaan pertama yang akan disubstitusikan yaitu x + 2y = 8 Kemudian persamaan tersebut kita ubah menjadi x = 8 – 2y,

Kemudian persamaan yang diubah tersebut disubstitusikan ke persamaan 2x – y = 6 menjadi :

2 (8 – 2y) – y = 6 (x persamaan kedua menjadi x = 8 – 2y) 16 – 4y – y = 6

16 – 5y = 6 -5y = 6 – 16 -5y = -10 5y = 10 y = 10/5 = 2

masukkan nilai y=2 ke dalam salah satu persamaan : x + 2y = 8

x + 2. 2 = 8 x + 4 = 8 x = 8 - 4 x = 4

2. Eliminasi

Dengan cara menghilangkan salah satu variable x atau y contoh :

Selesaikan soal di atas dengan cara eliminasi:

Jawab ; x + 2y = 8 2x – y = 6

(i) mengeliminasi variable x

(17)

16 y = 10/5

y = 2

masukkan nilai y = 2 ke dalam salah satu persamaan x + 2 y = 8

x + 2. 2 = 8 x + 4 = 8 x = 8 – 4 x = 4

(ii) Mengeliminasi variabel y

x = 20/5 x = 4

masukkan nilai x = 4 ke dalam salah satu persamaan x + 2 y = 8

4 + 2y = 8 2y = 8 – 4 2y = 4 y = 4/2 y = 2 3. Grafik

Dengan menggambarkan persamaan linearnya pada koordinat Cartesius, titik potong dari kedua persamaan linier tersebut merupakan penyelesaiannya.

x + 2y = 8 2x – y = 6 Jawab:

Tentukan titik potong garis x + y = 8 dengan sumbu x dan sumbu y titik potong dengan sumbu y jika x = 0

Jika x = 0, maka y = 8 – x = 8 – 0 = 8 titik potong dengan sumbu x jika y = 0 Jika y = 0, x = 8 – y = 8 – 0 = 8.

Maka persamaan garis x + y = 8 adalah melalui titik (0.8) dan (8, 0) Tentukan titik potong garis 2x – y = 4 dengan sumbu x dan sumbu y titik potong dengan sumbu y jika x = 0

Jika x = 0  maka y = 2x – 4 = 2.0 – 4 = - 4 titik potong dengan sumbu x jika y

= 0

(18)

17 Jika y = 0 2 x = y + 4 = 0 + 4 = 4, maka x = = 2.

Maka persamaan garis 2x – y = 4 adalah melalui titik (0, -4) dan (2, 0)

Dari gambar grafik terlihat titik potong garis x + y = 8 dan 2x – y = 4 adalah (4, 4).

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun suatu kerangka berpikir untuk memperjelas arah dan maksud dari penelitian ini. Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan pada variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran, gaya belajar siswa dan prestasi belajar matematika siswa.

Secara umum, kerangka berpikir disajikan berikut.

1. Kaitan Model Membelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika pada materi SPLDV

Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam membawa siswanya belajar. Pada pembelajaran matematika diperlukan model pembelajaran yang tepat, karena kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dipelajarinya. Salah satunya pada materi SPLDV. Model pembelajaran Problem Based Instruction dapat menjadi salah satu alternatif dalam menyajikan materi SPLD, karena model pembelajaran ini melibatkan siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran Problem Based Instruction ini menyajikan masalah sebagai pengetahuan yang harus dicari jawabannya dan pembuktiannya oleh siswa sendiri dengan melalui investigasi secara berkelompok ataupun individu. Model

(19)

18 pembelajaran Problem Based Instruction ini menuntut siswa untuk aktif mencari atau mengkonstruk pengetahuan sendiri dengan kontrol dari guru, dimana guru harus tetap memberi jawaban akhir yang paling tepat.

2. Kaitan Gaya Belajar Siswa dengan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi SPLDV

Gaya belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Gaya belajar memiliki tiga tipe yaitu, tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Karakteristik siswa dengan gaya belajar visual cenderung lebih mudah memahami suatu informasi melalui penglihatan. Siswa dengan gaya belajar auditorial lebih mudah memahami suatu informasi dengan cara mendengarkan penjelasan dari orang lain. Siswa dengan gaya belajar kinestetik lebih mudah memahami suatu informasi apabila siswa tersebut melakukan suatu aktivitas yang melibatkan gerakan-gerakan fisik.

Siswa yang bertipe visual memiliki kelebihan dapat menangkap segala jenis informasi walaupun mempunyai masalah dalam hal mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis atau dengan meminta bantuan orang lain untuk mengulanginya.

Masalah tersebut dapat diatasi dengan adanya LKS atau handout materi dari guru.

Adapun siswa dengan gaya belajar auditorial sebenarnya memiliki banyak kelebihan dalam hal diskusi, akan tetapi sifat siswa dengan gaya belajar auditorial yang mudah terganggu oleh keributan bisa jadi akan mengurangi kelebihan yang dimilikinya tersebut. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik suka belajar melalui gerakan, cenderung tidak suka mendengarkan ceramah, dan lebih bisa belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Menurut pembahasan yang telah dipaparkan, diduga siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari pada visual dan kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual cenderung mudah menangkap segala jenis informasi melalui penglihatannya. Hal ini mengakibatkan siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah memahami pembelajaran jika dibandingkan dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik karena siswa dengan gaya belajar kinestetik dalam memahami pembelajaran tidak cukup hanya dengan melihat. Akibatnya kemungkinan siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual maupun siswa dengan gaya belajar kinestetik dan siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Kaitan Masing-masing Model Pembelajaran dengan Gaya Belajar Siswa Model pembelajaran Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang dilaksanakan dengan membagi siswa dalam kelompok dan mengarahkan siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri dengan diberi masalah, sehingga mendorong siswa untuk turut berpartisipasi aktif dalam

(20)

19 pembelajaran sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ide berpikirnya dalam menemukan suatu konsep. Siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki karakteritik aktif, suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar, belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat. Namun agak terganggu dengan keributan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diduga siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction dan memiliki gaya belajar auditorial akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual memiliki kelemahan yaitu, tidak mudah mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis atau dengan meminta bantuan orang lain untuk mengulanginya. Namun siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah memahami materi dari penglihatannya. Siswa dengan gaya belajar kinestetik memiliki kelemahan yaitu, tidak dapat diam pada waktu lama dan suka menggerakan bagian tubuhnya sehingga ketika berdiskusi mereka cenderung tidak terlalu fokus terhadap materi yang sedang di didiskusikan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diduga siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction siswa yang memiliki gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Pada model pembelajaran langsung, pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa kurang terlibat dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, dengan demikian siswa dengan gaya belajar auditorial akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Selanjutnya siswa dengan gaya belajar visual cenderung akan mencatat penjelasan dari guru dan mempelajarinya kembali, sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik cenderung kurang mendapat kesempatan dalam terlibat langsung dalam pembelajaran karena dalam model ini guru mendominasi pembelajaran, masih terbatasnya kegiatan yang bisa dilakukan oleh siswa sehingga partisipasi siswa dengan gaya belajar kinestetik akan terhambat.

Akibatnya, siswa dengan gaya belajar visual dimungkinkan memiliki prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dalam penelitian ini diberikan hipotesis sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran Problem Based Instruction pada materi SPLDV lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran langsung pada materi SPLDV.

2. Siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar lebih baik bila dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual maupun siswa dengan gaya belajar kinestetik. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual memiliki prestasi

(21)

20 belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik dalam pembelajaran pada materi SPLDV.

3. Pada siswa gaya belajar visual, Model Pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

4. Pada siswa gaya belajar auditorial, Model Pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

5. Pada siswa gaya belajar kinestetik, Model Pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

(22)

21 BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Pati Tahun Ajaran 2021/2022.

Sedangkan instrument penelitian dilaksanakan di SMP N 2 Pati 2. Waktu Penelitian

a. Tahap persiapan b. Tahap pelaksanaan

c. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan

B. Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu (quasi experimental research) karena tidak mungkin dapat dilakukan kontrol pada semua variabel yang relevan yang dapat mempengaruhi variabel terikat kecuali variabel bebas yang diteliti. Budiyono (2017: 101) berpendapat, “tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan (estimasi) bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan.”

Pada penelitian ini, yang dilakukan adalah membandingkan prestasi belajar dari kelompok yang diberi perlakuan dengan Model Pembelajaran Problem Based Instruction dengan kelompok yang diberi pelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Langsung pada materi SPLDV.

2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 3, dengan maksud untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat.

Gaya Belajar (B)

Model Pembelajaran (A)

Auditorial (b1)

Visual (b2)

Kinestetik (b3)

Problem Based Instruction (PBI) (a1) ab11 ab12 ab13

Pembelajaran Langsung (a2) ab21 ab22 ab23

Keterangan :

A : Model Pembelajaran

(23)

22 B : Gaya Belajar

a1 : Model Problem Based Instruction (PBI).

a2 : Model Pembelajaran Langsung.

b1 : Gaya Belajar Auditorial.

b2 : Gaya Belajar Visual.

b3 : Gaya Belajar Kinestetik.

ab11 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Problem Based Instruction dengan gaya belajar Auditorial.

ab12 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Problem Based Instruction dengan gaya belajar Visual.

ab13 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Problem Based Instruction dengan gaya belajar Kinestetik.

ab21 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Langsung dengan gaya belajar Auditorial.

ab22 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Langsung dengan gaya belajar Visual.

ab23 : Prestasi belajar matematika siswa yang mendapat perlakuan dengan Model Pembelajaran Langsung dengan gaya belajar Kinestetik.

3. Variabel Penelitian a. Variabel Bebas

1) Model Pembelajaran

a) Definisi: model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang sistematis yang digunakan dalam merencanakan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir.

b) Skala pengukuran: Nominal c) Simbol: A

d) Indikator: perlakuan terhadap kelas eksperimen dengan model pembelajaran Problem Based Instruction dan kelas kontrol dengan model pembelajaran langsung.

2) Gaya belajar

a) Definisi: cara yang khas dari seseorang dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.

b) Skala pengukuran: Nominal c) Simbol: B

d) Indikator: Skor tertinggi dari salah satu kategori gaya belajar pada angket gaya belajar siswa.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.

1) Definisi: hasil dari tes prestasi belajar pada aspek pengetahuan yang diperoleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran matematika.

2) Skala pengukuran: skala interval

3) Indikator: nilai tes prestasi belajar matematika pada materi SPLDV

(24)

23 4) Simbol: Xij

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Budiyono (2017: 2), populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti.

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pati tahun ajaran 2021/2022 yang terdiri dari 272 siswa yang terbagi ke dalam 8 kelas.

2. Sampel

Menurut Budiyono (2017: 2), sampel adalah sebagian dari keseluruahan (populasi) yang diteliti. Sampel yang diambil dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan generalisasi terhadap seluruh populasi yang ada. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa dari kelas VIII G dan VIII H.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah dengan cluster random sampling. Dalam cluster random sampling, dengan cara memandang populasi sebagai kelompok-kelompok. Dalam hal ini, kelas dipandang sebagai satuan kelompok kemudian setiap kelas diberi nomor untuk diacak dengan undian. Undian tersebut dilaksanakan satu tahap dengan dua kali pengambilan nomor. Nomor kelas yang keluar pertama sebagai kelompok eksperimen dan nomor kelas yang keluar kedua sebagai kelompok kontrol. Kemudian dari kedua kelas tersebut diuji seimbang atau tidak dengan menggunakan uji t.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga metode dalam mengumpulkan data yaitu metode dokumentasi, metode tes dan metode angket.

a. Metode dokumentasi

Budiyono (2017: 60) berpendapat, “model dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang telah ada.”

Pada penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data nama, nomor absen, nilai ujian tengah semester I mata pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2021/2022 untuk diuji normalitas dan keseimbangan.

b. Metode tes

Dalam penelitian ini menggunakan tes soal pilihan ganda untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar. Arikunto (2006: 150) berpendapat,

“tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”.

Metode tes pada penelitian ini, digunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa pada materi SPLDV. Instrumen ini menggunakan tes prestasi belajar.

Langkah-langkah dalam menyusun tes prestasi belajar terdiri dari:

1) Membuat kisi-kisi tes.

(25)

24 2) Menyusun soal-soal tes.

3) Memvalidasi isi butir tes.

4) Merevisi butir tes.

5) Mengadakan uji coba tes.

6) Menguji daya beda dan reliabilitas tes.

7) Menentukan butir tes yang dapat digunakan.

c. Metode angket

Menurut Arikunto (2006: 151), “dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrumen yang dipakai adalah angket atau kuesioner”. Arikunto menambahkan, “angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tetang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” (2006: 151).

Dalam penelitian ini, metode angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai gaya belajar siswa. Dimana jawaban-jawaban angket menunjukkan gaya belajar dari siswa.

Prosedur pemberian skor berdasarkan gaya belajar matematika siswa : 1) Untuk instrument positif

Skor 4 untuk alternatif jawaban selalu Skor 3 untuk alternatif jawaban sering Skor 2 untuk alternatif jawaban jarang Skor 1 untuk alternatif jawaban tidak pernah 2) Untuk instrument negatif

Skor 1 untuk alternatif jawaban selalu Skor 2 untuk alternatif jawaban sering Skor 3 untuk alternatif jawaban jarang Skor 4 untuk alternatif jawaban tidak pernah

Langkah-langkah penyusunan angket gaya belajar siswa terdiri dari:

1) Membuat kisi-kisi angket.

2) Menyusun soal-soal angket.

3) Memvalidasi isi butir angket.

4) Merevisi butir angket.

5) Mengadakan uji coba angket.

6) Menguji konsistensi internal dan reliabilitas angket.

7) Menentukan butir angket yang dapat digunakan.

F. Teknik Validasi Instrumen Penilaian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk memperoleh data prestasi belajar matematika dan angket yang digunakan untuk memperoleh data mengenai gaya belajar siswa.

1. Tes Prestasi Belajar

Tes prestasi belajar berupa tes objektif yang disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Setelah instrumen tes prestasi belajar disusun kemudian dilakukan uji coba terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya uji coba adalah untuk melihat instrumen yang telah disusun tersebut reliabel dan memiliki konsistensi internal yang baik atau tidak.

Untuk mendapatkan instrumen yang benar dan akurat harus memenuhi beberapa syarat diantaranya valid, reliabel, konsistensi internal, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

a. Uji Validitas Isi

(26)

25 Menurut Budiyono, ”suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur” (2017: 67). Budiyono (2016: 48) menyarankan suatu langkah- langkah yang dapat dilakukan pembuat soal untuk mempervisual validitas isi, yaitu:

1) Mengidentifikasi bahan-bahan yang telah diberikan beserta tujuan instruksionalnya.

2) Membuat kisi-kisi dari soal yang akan ditulis.

3) Menyusun soal tes beserta kuncinya.

4) Menelaah soal tes sebelum dicetak.

Budiyono (2017: 67) menyatakan bahwa untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas yang visual, yang biasanya dilakukan adalah melalui expert judgement (penilaian yang dilakukan oleh para pakar). Dalam hal ini para penilai (yang sering disebut subject master experts), menilai apakah kisi-kisi yang dibuat oleh pengembang tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi (substansi) yang akan diukur. Langkah berikutnya yaitu para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah disusun cocok atau relevan dengan kisi- kisi yang ditentukan. Cara ini disebut relevance settings (penilaian berdasarkan relevansi). Pada cara ini, biasanya, kepada para penilai diberikan suatu rentangan skala tertentu, kemudian ditentukan suatu rating untuk masing-masing klasifikasi kisi-kisi dan masing-masing butir soal.

Kriteria penelaahan dalam validasi isi meliputi:

1) Segi materi

Soal sesuai dengan indikator.

Hanya ada satu jawaban yang paling tepat.

2) Segi konstruksi

Pokok soal dirumuskan dengan singkat dan jelas

Pokok soal bebas dari pernyataan yang dapat menimbulkan penafsiran ganda.

Butir soal tidak tergantung pada jawaban soal sebelumnya.

3) Segi bahasa

Soal menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Soal menggunakan bahasa yang komunikatif.

Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku pada satu tempat.

Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi yaitu apabila semua kriteria penelaah dipenuhi.

b. Uji Daya Beda

Daya pembeda dihitung dengan menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦= 𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋) (∑ 𝑌)

√(𝑛 ∑ 𝑋2− (∑ 𝑋)2)(𝑛 ∑ 𝑌2− (∑ 𝑌)2) Keterangan :

rxy : indeks daya pembeda untuk butir soal ke-i n : banyak subjek yang dikenai tes( instrument) X : skor butir ke-i (dan subjek uji coba)

Y : total skor (dari subjek uji coba)

Menurut Budiyono (2016a : 54), butir soal dikatakan mempunyai daya beda yang baik jika rxy ≥ 0,3 dan jika rxy < 0,3 maka soal dikatakan tidak dapat membedakan mana siswa yang pandai dan mana siswa yang kurang pandai pada

(27)

26 instrumen tes prestasi belajar atau ke semua butir soal tidak mengukur hal yang sama pada instrumen tes prestasi belajar matematika sehingga butir soal harus dibuang.

c. Tingkat Kesukaran

Arikunto berpendapat, “bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu sal disebut indeks kesukaran (difficulty index)” (2012: 223). Menurut Arikunto (2012:

223) untuk menentukan indeks kesukaran digunakan rumus sebagai berikut.

𝑃 = 𝐵 𝐽𝑆 Keterangan :

P : tingkat kesukaran

B : banyaknya peserta didik yang menjawab soal dengan benar JS : jumlah seluruh peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran yang sering diikuti menurut Arikunto (2012 : 225) adalah sebagai berikut :

1) Soal dengan 0 ≤ P < 0,30 adalah soal sukar.

2) Soal dengan 0,30 ≤ P ≤ 0,70 adalah soal sedang.

3) Soal dengan 0,70 < P ≤ 1,00 adalah soal mudah.

Dengan ketentuan bila jawaban benar skornya adalah 1 dan bila jawaban salah skornya adalah 0. Soal-soal yang dianggap baik, yaitu soal-soal sedang, adalah soal- soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 ≤ P ≤ 0,70.

d. Uji Reliabilitas

Budiyono (2016a: 54) yang menyatakan bahwa “suatu instrument disebut reliabel apabila hasil pengukuran dengan instrumen tersebut adalah sama jika sekiranya pengukuran tersebut dilakukan pada orang yang sama pada waktu yang berlainan (tapi mempunyai kondisi yang sama) pada waktu yang sama atau pada waktu yang berlainan”.

Pada penelitian ini tes prestasi belajar yang digunakan adalah tes obyektif, dengan setiap jawaban benar diberi skor 1 dan setiap jawaban salah diberi skor 0.47 Adapun untuk menghitung indeks reliabilitas tes ini digunakan rumus dari Kuder- Richardson (KR–20) sebagai berikut :

𝑟11 = ( 𝑛

𝑛 − 1) (𝑠2𝑡− ∑ 𝑝𝑖𝑞𝑖 𝑠2𝑡 )

Dengan :

r11 : koefisien reabilitas instrument n : banyaknya butir instrument

pi : proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar qi : 1 – pi , i = 1, 2, 3 … n

𝑠2𝑡 ∶ variansi total

(28)

27 Jika nilai indeks reliabilitas instrumen (r11) > 0,7 maka instrumen penelitian dinyatakan reliabel (Siregar, 2013: 73)

2. Angket gaya belajar siswa a. Validitas Isi

Pada Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi. Budiyono (2017:67) menyatakan untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas yang visual, yang biasanya dilakukan adalah melalui expert judgement. Dalam hal ini para penilai (yang sering disebut subject-mater experts) menilai apakah kisi-kisi telah mewakili isi (substansi) yang akan diukur. Langkah berikutnya yaitu para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah disusun cocok atau relevan dengan kisi-kisi yang ditentukan.

Kriteria penelaahan untuk validasi ini adalah sebagai berikut:

1) Kesesuaian butir angket dengan kisi-kisi

2) Bahasa yang digunakan tidak menimbulkan penafsiran ganda 3) Bahasa yang digunakan mudah diapahami

4) Kesesuaian dengan tahap perkembangan siswa.

5) Kesesuaian dengan penulisan EYD.

Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi yaitu apabila semua kriteria penelaah dipenuhi.

b. Uji Konsistensi Internal

Budiyono (2016: 53) menyatakan bahwa “konsistensi internal masing-masing butir dilihat dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya”. Untuk menghitung konsistensi internal utuk setiap butir angket ke-i digunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦= 𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋) (∑ 𝑌)

√(𝑛 ∑ 𝑋2− (∑ 𝑋)2)(𝑛 ∑ 𝑌2− (∑ 𝑌)2) Keterangan :

rxy : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i n : banyak subjek yang dikenai tes( instrument) X : skor butir ke-i (dan subjek uji coba)

Y : total skor (dari subjek uji coba)

Butir angket dikatakan konsisten jika rxy ≥ 0,3 dan jika rxy < 0,3 maka butir angket tidak konsisten dan harus dibuang.

c. Uji Reliabilitas

Arikunto (2006: 109) mengemukakan bahwa untuk mencari reliabilitas butir soal yang penilaiannya tidak 0 dan 1 dapat digunakan rumus Alpha adalah sebagai berikut:

(29)

28 𝑟11 = ( 𝑛

𝑛 − 1) (1 −∑ 𝑠2𝑖 𝑠2𝑡 )

Keterangan :

r11 : koefisien reliabilitas instrument n : banyaknya butir instrument 𝑠2𝑖 ∶ variansi butir ke-i, i = 1,2,3, …n

𝑠2𝑖 ∶ variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba

Dalam penelitian ini suatu instrumen dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0,7 (Budiyono, 2016a: 62)

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik statistik dengan analisis variansi dua jalan 2 × 3 dengan sel tak sama. Selain analisis variansi dan uji komparasi ganda, digunakan pula tiga jenis analisis data yang lain yaitu: uji t, metode Lilliefors dan metode Bartlett. Uji t digunakan untuk menguji keseimbangan rata-rata antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode Lilliefors dan Metode Bartlett digunakan untuk menguji persyaratan analisis yaitu normalitas dan homogenitas.

1. Uji Prasyarat Analisis

Terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi sebelum menentukan teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini akan menggunakan dua macam uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian itu digunakan metode Lilliefors, prosedurnya sebagai berikut:

1) Hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Tingkat signifikansi: = 0.05

3) Statistik uji

𝐿 = 𝑀𝑎𝑘𝑠 |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)|

Dengan :

L : Koefisien Liliefors dari pengamatan zi : skor standart untuk 𝑍 = 𝑥𝑖 − 𝑥̅

𝑠

𝑠 : standar deviasi

F(zi) : P(Z  zi) ; Z ~ N (0,1)

S(zi) : Proporsi banyaknya Z  zi terhadap banyaknya zi

(30)

29 Xi : skor responden

𝑋̅ : rataan sampel 4) Daerah kritis

DK = {LL  L;n} dengan n adalah ukuran sampel. Untuk beberapa L;n dapat dilihat pada tabel nilai kritik uji Lilliefors.

5) Keputusan uji

H0 ditolak jika Lobs DK atau H0 diterima jika Lobs DK b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Pada penelitian ini, untuk uji homogenitas digunakan metode Bartlett dengan statistik uji chi kuadrat, berikut langkahnya:

1) Hipotesis

H0 : 1 2 = 22 (populasi-populasi homogen)

H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen) 2) Tingkat signifikansi : = 0.05

3) Statistik uji 𝜒2 = 2,303

𝑐 (f log RKG − ∑ fj log sj2) ~ 𝜒2(𝑘 − 1) 4) Daerah kritis

DK = { χ2| χ2χ2α;k−1 } Untuk beberapa 𝛼 dan (k-1), nilai χ2α;k−1 dapat dilihat pada tabel nilai Chi Kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).

5) Keputusan uji

H0 ditolak jika 𝜒2obs DK atau Ho diterima 𝜒2obs DK.

6) Kesimpulan

Jika H0 tidak ditolak maka populasi-populasi homogen.

2. Uji keseimbangan rata-rata

Uji ini dilakukan pada saat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dikenai perlakuan. Tujuannya untuk mengetahui kedua kelompok tersebut seimbang atau tidak. Data yang digunakan adalah nilai ulangan tengah semester ganjil.

Statistik uji yang digunakan adalah uji-t, berikut langkahnya:

1) Menentukan hipotesis

𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇1 (kedua populasi seimbang) 𝐻1 : 𝜇1 ≠ 𝜇1 (kedua populasi tidak seimbang) 2) Tingkat signifikansi : α = 0,05

3) Statistik uji

𝑡 = 𝑋̅1− 𝑋̅̅̅2 𝑠𝑝√1

𝑛1+ 1 𝑛2

~𝑡(𝑛1+ 𝑛2− 2)

𝑠2𝑝 =(𝑛1− 1)𝑠21+ (𝑛2− 1)𝑠22 𝑛1+ 𝑛2− 2

Dengan :

t : harga statistik yang diuji t ~ t(n1+n2-2)

𝑋̅1 : rata-rata nilai UTS sebelumnya pada kelas eksperimen 𝑋̅2 : rata-rata nilai UTS sebelumnya pada kelas control

s21 : variansi dari kelas eksperimen s22 : variansi dari kelas kontrol n1 : cacah anggota kelas eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

This thesis, entitled &#34;The Undergraduate English-Department Students' Ability to Comprehend English Metaphorical Expressions&#34;, prepared and submitted by Rahadyan

Literature : Introduction to Short Stories, Drama, and Poetry. Chicago :Scott, Foresman

Saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah: (1) Sebaiknya pihak Auto Prima Salon mengimplementasikan pemakaian seragam khusus karyawan, melakuan training baik secara

Based on the above explanation, this research examines the firm size, market share, information asymmetry, profitability, and leverage as factors affecting the quality of

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat, dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

25 Arsyad (dalam Rusman dkk, 2012), Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi , hlm.. Tujuan pokok dari video pembelajaran adalah untuk menyampaikan materi atau

Dari fungsi linear berikut, yang memiliki nilai gradien paling besar adalah ….. Fungsi kuadrat yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini mempunyai persamaan

Rokan Hulu Alamat : Komp.. Rokan Hulu Pelaksanaan MTQ Tk. Rokan Hulu Belanja pakaian adat daerah untuk kepertuan Pelaksanaan MTQ Tk. Belanja Dekorasi Arena MTQ Tingkat