• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limbah Serbuk Gergaji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Limbah Serbuk Gergaji"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan

Limbah Serbuk Gergaji

Di Kabupaten Temanggung

PT Sulaksana Watinsa Indonesia 2016

(2)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 2

1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima Miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)

Pemanfaatan

Limbah Serbuk Gergaji

Di Kabupaten Temanggung

Penulis:

Widarjanto, dkk

PT Sulaksana Watinsa Indonesia 2016

(4)

ISBN : 978-602-6754-16-5

Tipologi Perkembangan Desa Copyright © 2016

Penulis : Widarjanto : Murdiatun : Mujianto

: Aprilia Kurnia Dewi

Editor : Triyanti Anugrahini, S Sos, M.Si Desain Layout : Indoyanu Muhamad

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penulis

Cetakan Pertama diterbitkan dalam Bahasa Indonesia Oleh Penerbit PT. Sulaksana Watinsa Indonesia Citylofts Sudirman Suites 2327-2329

Jl. KH Mas Mansyur 121. Jakarta 10220 Telp/Fax. (021) 86614125

Email : contact@swi-group.com Anggota IKAPI No. 499/DKI/14

(5)

. . . . i

Bahwa di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah banyak terdapat limbah serbuk gergaji sebagai dampak dari berkembangnya industri pengolahan kayu.

Hal ini tergambar pada kondisi industri pengolahan kayu di Kecamatan Pringsurat, Kranggan dan Kedu terdapat 124 industri pengolahan kayu, dengan perincian 27 industri besar dan 97 depo atau industri kecil. Dari industri kayu tersebut mampu mengeluarkan limbah kayu sebanyak 200 ton/hari. Upaya pemanfaatan limbah serbuk gergaji selama ini belum memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Selama ini, pemanfaatannya hanya terbatas untuk litter pemeliharaan ayam, campuran batu bata, sebagai bahan

KATA SAMBUTAN

(6)

ii . . . .

bakar pembuat tahu, dan media tanam (jamur).

Selama ini limbah kayu banyak menimbulkan masalah dan dalam penanganan dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga pemanfaatannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomi dengan teknologi tepat guna (TTG) dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan dan digunakan masyarakat.

Buku ini membahas tentang problematika limbah serbuk gergaji yang melimpah dan TTG yang dapat memanfaatkan limbah tersebut menjadi produk yang bernilai ekonomis dan memberikan nilai tambah kepada masyarakat. Kegiatan dilakukan melalui pengembangan masyarakat dengan mengedepankan partisipasi masyarakat untuk menentukan TTG berdasarkan potensi fisik, ekonomi dan sosial yang tersedia.

Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat berguna untuk menuju kesejahteraan masyarakat di desa dan mengurangi dampak lingkungannya. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dari pelaksanaan ujiadaptasi sampai dengan selesainya buku ini.

Kepala

Pusat Penelitian dan Pengermbangan Nora Ekaliana Hanafie

NIP. 19580701 198603 2 001

(7)

. . . . iii

KaTa SamBUTaN ...i

DafTar ISI ...iii

DafTar TaBel ...vi

DafTar GamBar ...viii

BaB I PeNDaHUlUaN ...1

a. latar Belakang ...1

B. Permasalahan ...4

C. Tujuan dan Sasaran ...4

1. Tujuan ...4

2. Sasaran ...5

D ruang lingkup ...5

DAFTAR ISI

(8)

iv . . . .

e. metodologi ...5

1. Metode Penelitian ...6

2. Waktu dan tempat Penelitian ...7

3. Pengumpulan data ...7

4. Tahap uji adaptasi ...8

5. metode analisis ...9

BaB II lImBaH, SerBUK GerGaJI DaN PemaNfaaTNya ...13

a. limbah kayu ...13

B. Pemanfaatan limbah Kayu ...15

1. Bahan Pembuatan Bataco ...16

2. Pembuatan Pellet ...17

3. Pembuatan Baglog ...20

4. Serbuk Gergaji sebagai Litter Kandang ayam ...22

C. Pengembangan Kapasitas (capacity Building) ...23

D. Konsep Zero Waste ...26

e. alur pikir pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...28

BaB III KoNDISI loKaSI PeNGemBaNGaN ...31

a. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung ...31

B. Gambaran lokasi di Tiga lokasi ...34

1. Desa Candimulyo ...34

2. Desa Nguwet ...36

3. Desa Soropadan ...36

(9)

. . . . v

BaB IV PemaNfaaTaN lImBaH SerBUK GerGaJI ...39

A Hasil Identifikasi ...39

B Pelatihan ...43

C. Bimbingan Teknis (Bimtek) ...49

D. evaluasi Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...62

BaB V SImPUlaN DaN SaraN reKomeNDaSI 73 a. Simpulan ...73

B. rekomendasi ...74

DafTar PUSTaKa ...76

(10)

vi . . . .

DAFTAR TABel

Tabel 1.1. Parameter analisis Kelayakan

Pengembangan Teknologi Pengelolaan limbah Serbuk Gergaji ...10 Tabel 1.2. evaluasi Dampak/Hasil Pengembangan

Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...12 Tabel 2.1. Pelaksanaan Pemanfaatan limbah

Serbuk Gergaji ...30 Tabel 4.1. Hasil Identifikasi ...41 Tabel 4.2. Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...51 Tabel 4.3. evaluasi Dampak/Hasil

Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...58

(11)

. . . . vii

Tabel 4.4. analisis Investasi dan Depresiasi

alat mesin Serbuk Gergaji ...66 Tabel 4.5. analisis ekonomi Produksi Wood

Pellet. ...66 Tabel 4.6. Hasil Kelayakan Pengembangan

Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...71

(12)

viii . . . .

Gambar 2.1. limbah Kayu ...15

Gambar 2.2. Batako dari Campuran Serbuk Gergaji ....17

Gambar 2.3. alat mesin Wood Pellet ...20

Gambar 2.4. Baglog sebagai media Tanam Jamur ...21

Gambar 2.5. Tingkatan Pengembangan Kapasitas ...25

Gambar 2.6. Sistem Industri Kayu ...28

Gambar 2.7. alur Pikir Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...29

Gambar 3.1. Kondisi Depo Industri Kayu ...33

Gambar 4.1. Pelatihan Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji ...44

DAFTAR gAMBAR

(13)

. . . . ix

Gambar 4.2. Pelatihan Membuat Wood Pellet

dan Batako dari Serbuk Gergaji ...46 Gambar 4.3. Bintek membuat Wood Pellet ...48 Gambar 4.4. Bintek Pemanfaatan Serbuk Gergaji

menjadi Wood Pellet ...48 Gambar 4.5. Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji ...49 Gambar 4.6. Ketersediaan dan Pemanfaatan

Serbuk Gergaji ...63 Gambar 4.7. Kesesuaian dan Ketersediaan Sarana

alat Pembuatan Wood Pellet ...64 Gambar 4.8. Kemudahan dan Biaya operasional ...65 Gambar 4.9. Pengaruh terhadap Bahan Bakar Gas

dan Budaya ...68 Gambar 4.10. Tenaga Kerja untuk operasionalisasi

alat mesin ...69

(14)

x . . . .

(15)

. . . . 1

PeNDAHUlUAN bab i

A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Patut disayangkan, sampai saat

(16)

2 . . . .

ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah kayu dalam jumlah besar.

limbah kayu merupakan sisa potongan kayu dalam berbagai bentuk dan ukuran yang terpaksa harus dikorbankan dalam proses produksi karena tidak menghasilkan produk (output) yang bernilai tinggi dari segi ekonomi dengan tingkat teknologi pengolahan tertentu yang digunakan. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial.

Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Pada pengolahan kayu di industri perkayuan terutama industri kayu lapis dan kayu gergajian selain produk kayu lapis dan kayu gergajian diperoleh pula limbah kayu berupa potongan kayu bulat (log) dan sebetan.

,penanganan karena , sehingga nya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar limbah kayu tersebut memilliki nilai ekonomi adalah mengolahnya dengan ,Berkembangnya industri pengolahan kayu di Kabupaten Temanggung, telah menghasilkan limbah serbuk gergaji yang melimpah. . Seperti di Kecamatan Pringsurat, Kranggan dan Kedu, terdapat 124 industri pengolahan kayu, dengan perincian 27 industri besar dan 97 depo atau industri kecil. Dari 124 industri kayu tersebut, mampu menghasilkan limbah kayu sebanyak 200 ton/hari. Namun, pemanfaatan limbah serbuk gergaji tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Pemanfaatan hanya terbatas untuk litter pemeliharaan ayam, campuran

(17)

. . . . 3

batu bata, media tanam dan sebagai bahan bakar boiler, atau dibakar tanpa pemanfaatan yang berarti menimbulkan masalah terhadap lingkungan.

Selama ini, penanganan limbah kayu banyak menimbulkan masalah karena dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar, sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar limbah kayu tersebut memilliki nilai ekonomi adalah mengolahnya dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan, sehingga hasilnya mudah disosialisasikan dan digunakan masyarakat. Penanganan waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to product harus menerapkan prinsip-prinsip reduce artinya mengurangi. Dalam hal ini, diharapkan dapat mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Reuse artinya pemakaian kembali. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji dengan menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku yang bernilai ekonomis. recycle artinya mendaur ulang. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, dilakukan daur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu pellet atau briket arang. limbah serbuk gergaji dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan bataco, bahan pembuatan bioetanol untuk energi alternatif (menggunakan teknologi distilasi gelombang mikro), sebagai media tanaman (bag-log), bahan pembuatan briket untuk bahan bakar (arang briket), bahan

(18)

4 . . . .

pembuatan pellet kayu (wood pelet) sebagai sumber energi alternatif (rendah karbon), dan sebagai mulsa tanaman.

Serbuk gergaji kayu yang selama ini menjadi limbah bagi perusahaan dapat dijadikan sebuah peluang usaha dan peluang bisnis. Dengan bertambah tingginya harga gas dan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak maka serbuk kayu dapat dijadikan penggantinya dengan harga yang lebih murah. Untuk itu, diperlukan program pengembangan masyarakat yang dapat mengupayakan pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi produk yang bernilai ekonomi. Berdasarkan gambaran tersebut, maka permasalahan penelitian adalah:

B. Permasalahan

1. Bagaimana kondisi pemanfaatan limbah serbuk gergaji di Kabupaten Temanggung selama ini, apakah sudah dimanfaatkan secara optimal atau belum?

2. Bagaimana pemanfaatan limbah serbuk gergaji dapat memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat?

C. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan:

a. menemukenali potensi limbah serbuk gergaji dan teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

b. Melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis dan pemanfaatan limbah serbuk gergaji dengan penerapan teknologi yang sesuai.

c. menganalisis pemanfaatan limbah serbuk gergaji berdasarkan aspek fisik, ekonomi, lingkungan dan sosial.

(19)

. . . . 5

2. Sasaran:

a. Diketahui kondisi pemanfaatan dan teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk peningkatan ekonomi masyarakat.

b. Memberikan alternatif upaya penanganan limbah serbuk gergaji yang memiliki nilai ekonomis.

c. Sebagai bahan masukan kepada Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat Desa (PPmD) dalam menentukan kebijakan konservasi lingkungan dan penerapan teknologi tepat guna (TTG) bagi masyarakat di perdesaan.

D. Ruang Lingkup

ruang lingkup pengembangan limbah serbuk gergaji adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi potensi limbah serbuk gergaji dan kebutuhan masyarakat dalam memanfaatkan limbah serbuk gergaji.

2. menemukenali teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

Tindakan aksi dalam rangka pemanfaatan limbah serbuk gergaji kepada masyarakat.

5. analisis, monitoring dan evaluasi pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

E. Metodologi

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif melalui uji adaptasi teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji. Uji adaptasi tersebut dapat dijadikan percontohan dalam pengembangan selanjutnya, dan diharapkan dapat membuka wawasan

(20)

6 . . . .

masyarakat tentang pentingnya pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk menambah manfaat ekonomi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sustainable development yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan sebagai usaha pembangunan yang ramah lingkungan karena menganut sistem zero waste. limbah serbuk gergaji yang selama ini telah menimbulkan pencemaran, dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar yang dapat mendatangkan nilai ekonomis. Dalam rangka pengembangan kawasan perdesaan, dilakukan pendekatan yang berbasis masyarakat (community based), yaitu pendekatan pembangunan yang menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan/pengorganisasian dan monitoring evaluasinya.

Keterlibatan masyarakat secara langsung diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan program pengembangan pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk kegiatan pengembangan dengan penerapan teknologi melalui percontohan pengelolaan limbah serbuk gergaji. Untuk mengetahui penerimaan sosial dan respon transmigran terhadap penerapan teknologi ini, dilakukan teknik survei, dengan melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap gejala empirik yang berlangsung di lokasi penelitian. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan pengembangan teknologi sebagai program pengembangan pada masyarakat transmigrasi, dilakukan melalui teknik appraisal.

(21)

. . . . 7

Penelitian berlangsung dalam dua tahun.

a. Tahun pertama, identifikasi untuk mengetahui kesiapan percontohan dan sosialisasi, menjalin jejaring kerjasama dengan unit teknis dan lintas sektor terkait, pelaksanaan kegiatan pelatihan, bimbingan teknis, uji adaptasi teknologi pengelolaan limbah serbuk gergaji, serta evaluasi terhadap proses dengan menggunakan indikator ketersediaan, relevansi, pemanfaatan, kualitas dan dampak.

b. Tahun kedua dari penelitian ini adalah tahap evaluasi terhadap percontohan pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk mengetahui dampak terhadap teknis, ekonomi, sosial, manajemen dan lingkungan serta menjaring kemungkinan pengembangan teknologi ini selanjutnya.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Temangung pada bulan Juli - Desember 2015. lokasi uji adaptasi dipilih pada desa yang memiliki industri pengolahan kayu dan memiliki potensi limbah serbuk gergaji yang belum dimanfaatkan, yaitu di Desa Soropadan (Kecamatan Pringsurat), Desa Nguwet (Kecamatan Kranggan) dan Desa Candimulyo (Kecamatan Kedu).

3. Pengumpulan Data

Data dan informasi yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan informasi implementasi teknologi pengelolaan limbah serbuk gergaji dari lembaga-lembaga

(22)

8 . . . .

yang ada di tingkat nasional, tingkat propinsi, dan tingkat kota/kabupaten. Pengumpulan data primer dilakukan menggunakan teknik wawancara dengan pedoman terstruktur terhadap masyarakat peserta pelatihan dan bimbingan teknis sebanyak 30 orang. metode pengamatan percontohan dilakukan untuk mengetahui secara faktual respon masyarakat terhadap pemanfaatan limbah serbuk gergaji skala rumah tangga yang diujicobakan pada masyarakat terpilih.

4. Tahapan uji adaptasi

Tahapan uji adaptasi terdiri dari persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

a. Tahap persiapan

1) Identifikasi potensi limbah serbuk gergaji (sumber, jumlah, jenis kayu, nilai jual, pemasaran, pemanfatan).

2) Identifikasi kondisi masyarakat (pendidikan, mata pencaharian, keterampilan, umur, keinginan untuk mengelola limbah).

3) Identifikasi teknologi pengolahan limbah (jenis teknologi, harga peralatan terjangkau, sparepart mudah).

4) Penentuan lokus desa, jenis teknologi yang sesuai dan kelompok/kelembagaan pengelolaan alat (seperti kelompok tani, gapoktan, Bumdes).

b. Tahap pelaksanaan

1) Sosialisasi pemanfaatan limbah serbuk gergaji sebagai sumber energi (pengetahuan tentang pemanfaatan serbuk gergaji dengan berbagai teknologi).

2) Pelatihan pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

(23)

. . . . 9

3) Bimbingan teknis pemanfataan limbah serbuk gergaji.

4) Uji adaptasi pengolahan limbah serbuk gergaji dan pengelolaannya.

c. Tahap monitoring dan evaluasi

1) evaluasi proses (monitoring) dengan analisis kelayakan pengembangan teknologi.

2) evaluasi hasil pelaksanaan ujiadaptasi dengan lima kriteria keberhasilan.

5. Metode Analisis

Data yang telah diperoleh dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan informasi tentang:

a. Deskripsi pendapatan penduduk sebelum dan sesudah dilaksanakan penerapan teknologi.

b. Deskripsi aspirasi penduduk dalam penggunaan teknologi (motivasi, minat, dan keinginan).

c. Kelayakan pengembangan teknologi, dan

d. evaluasi hasil program pengembangan teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

analisis kelayakan pengembangan teknologi menggunakan acuan respon penduduk terhadap pemanfaatan teknologi, didekati dengan beberapa parameter sebagai berikut.

(24)

10 . . . .

Tabel 1.1.

Parameter analisis Kelayakan Pengembangan Teknologi Pengelolaan limbah Serbuk Gergaji

No Parameter Syarat

1 Teknis

a. Ketersediaan serbuk gergaji b. Pemanfaatan

c. Peralatan dan sarana d. Cara aplikasi

e. alih teknologi

f. Tanggapan dari Pemda setempat

g. Kendala lain

mencukupi Belum/kurang dimanfaatkan ada dan terpenuhi mudah

Bisa berjalan dgn baik ada program Pemda setempat

Tidak ada

2 ekonomi

a. Biaya aplikasi

b. Pengaruh pada pendapatan c. Pemanfaatan/pemasaran

hasil

Terjangkau Nyata mudah 3 Sosial

a. Kesesuaian terhadap budaya/kebiasaan b. Ketersediaan tenaga kerja c. Persepsi dan minat

menggunakan teknologi pengelolaan limbah

d. Kecenderungan membiayai sendiri penggunaan teknologi limbah

Tidak bertentangan mampu dan cukup

>60 persen

>60 persen

4 manajemen

a. Kelembagaan/pengelolaan teknologi limbah

b. akses ke sumber biaya/

modal

ada lembaga/pengelola akses mudah

(25)

. . . . 11 5 lingkungan

a. Dampak b. Zero waste

Tidak ada dampak Terpenuhi

analisis evaluasi hasil diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak dari suatu program terhadap penerima layanan (Pitertzak, ramler, ford dan Gilbert dalam adi, 2013). Hasil evaluasi digunakan untuk merumuskan adaptasi kegiatan pengembangan teknologi pengelolaan limbah serbuk gergaji di kawasan perdesaan. Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk evaluasi, ada beberapa indikator yang digunakan, yaitu:

a. Indikator ketersediaan, untuk melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada. misalnya dalam suatu program pengembangan masyarakat, untuk menciptakan jiwa kewirausahaan masyarakat diperlukan pendamping terlatih untuk menangani usaha masyarakat; untuk itu, perlu dicek apakah pendamping itu benar-benar bekerja di lapang.

b. Indikator relevansi, menunjukkan seberapa relevan atau tepat layanan yang ditawarkan. Misalnya: pengenalan kompor terbaru dengan bahan baku sisa pengolahan kelapa sawit kepada masyarakat ternyata kurang relevan karena di lokasi tidak banyak sisa hasil sawit.

c. Indikator pemanfaatan, melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan dipergunakan oleh kelompok sasaran. Misalnya: seberapa banyak masyarakat memanfaatkan gapoktan yang telah dibentuk dalam upaya meningkatkan usaha taninya.

(26)

12 . . . .

d. Indikator kualitas, menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke kelompok sasaran. misalnya apakah layanan yang diberikan oleh lembaga keuangan mikro, sudah memenuhi syarat dalam keramahan, keresponsifan dan sikap empati terhadap masyarakat dalam memenuhi kebutuhan modal usaha.

e. Indikator dampak, melihat apakah sesuatu yang dilakukan benar-benar memberikan sesuatu perubahan di masyarakat. Misalnya: apakah setelah dikembangkan layanan untuk mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu desa, angka penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah menurun.

Tabel 1.2.

evaluasi Dampak/Hasil Pengembangan Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji

Indikator Standar

Ketersediaan Ada unsur pelatihan, bimtek pendamping, dan paket bantuan peralatan.

relevansi pelatihan, pendampingan dan bantuan teknologi relevan dibutuhkan oleh masyarakat.

Pemanfaatan Pelatihan, pendampingan, dan bantuan teknologi bermanfaat bagi masyarakat.

Kualitas Pelatihan, pendampingan, dan bantuan teknologi berkualitas bagi masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.

Dampak Implementasi teknologi telah mampu meningkatkan nilai ekonomis pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

à

(27)

. . . . 13 13

. . . .

lIMBAH KAYU, SeRBUK geRgAJI DAN PeMANFAATANNYA

bab ii

A. Limbah Kayu

Pengertian limbah kayu adalah kayu sisa potongan dalam berbagai bentuk dan ukuran yang terpaksa harus dikorbankan dalam proses produksinya karena tidak dapat menghasilkan produk (output) yang bernilai tinggi dari segi ekonomi dengan tingkat teknologi pengolahan tertentu yang digunakan (Deptan, 1970). Sunarso dan Simarmata (1980) dalam Iriawan (1993) menjelaskan bahwa limbah kayu adalah sisa-sisa kayu atau bagian kayu yang dianggap tidak bernilai ekonomi lagi dalam proses tertentu, pada waktu tertentu dan tempat tertentu yang mungkin masih dimanfaatkan pada proses dan waktu yang berbeda.

(28)

14 . . . .

14 . . . .

menurut Darsani (1985), berdasarkan jenis penggergajian kayu, limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste, yaitu limbah akibat kegiatan logging dan processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, plywood dan lain-lain. limbah penggergajian secara garis besar terdiri dari lima bentuk: yaitu serbuk gergaji, sebetan (slabs), potongan ujung kayu gergajian (off cut), potongan dolok cacat dan kulit kayu (rachman dan malik, 2011).

Berdasarkan asalnya limbah kayu dapat digolongkan sebagai berikut:

1. limbah kayu yang berasal dari daerah pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan antara lain berupa kayu yang tidak terbakar, akar, tunggak, dahan dan ranting.

2. limbah kayu yang berasal dari daerah penebangan pada areal HPH dan IPK antara lain potongan kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran, tunggak, kulit, ranting pohon yang berdiameter kecil dan tajuk dari pohon yang ditebang.

3. limbah hasil dari proses industri kayu lapis dan penggergajian berupa serbuk kayu, potongan pinggir, serbuk pengamplasan, log end (hati kayu) dan veneer (lembaran triplek).

Simarmata dan Haryono (1986) dalam Iriawan (1993) menyatakan bahwa limbah kayu dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :

1. limbah kayu yang terjadi pada kegiatan eksploitasi hutan berupa pohon yang ditebang terdiri dari batang

(29)

. . . . 15 15

. . . .

sampai bebas cabang, tunggak dan bagian diatas cabang pertama.

2. limbah kayu yang berasal dari industri pengolahan kayu antara lain berupa lembaran veneer rusak, log end atau kayu penghara yang tidak berkualitas, sisa kupasan, potongan log, potongan lembaran veneer, serbuk gergajian, serbuk pengamplasan, sebetan, potongan ujung dari kayu gergajian dan kulit.

Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah yang dapat diperoleh dari hasil menggergaji yang biasa dilakukan di tukang kayu. Serbuk gergaji dapat dihasilkan setelah melakukan proses penggergajian kayu ataupun proses penghalusan dari kayu dan dilakukan dengan menggunakan alat penghalus kayu. Biasanya, hasil dari serbuk gergaji akan langsung dibuang. Serbuk kayu hasil proses penggergajian ataupun limbah dari penghalusan kayu ternyata memiliki berbagai manfaat.

Gambar 2.1. limbah Kayu B. Pemanfaatan Limbah Kayu

limbah kayu khususnya dari industri kayu lapis telah dimanfaatkan sebagai papan blok, papan partikel maupun

Serbuk Gergaji Sebetan

(30)

16 . . . .

16 . . . .

sebagai bahan bakar pemanas ketel uap dan arang kayu.

Sementara limbah dari industri kayu lapis pemanfaatannya belum optimal. Beberapa yang sudah bisa dikembangkan untuk pemanfaatan limbah industri kayu lapis antara lain:

1. Untuk bahan kerajinan berupa anyaman dinding dan plafon, serta pemanfaatan potongan serpihan yang dapat dimanfaatkan sebagai box ikan asin dan box telur serta box-box untuk tempat botol kecap atau saos.

2. Bahan kayu yang dilaminasi untuk pembuatan bantalan palet, furniture serta pembuatan sangkar burung.

3. Kontruksi berlapis majemuk. Konstruksi berlapis majemuk ialah konstruksi kayu yang seratnya sejajar satu sama lain, sehingga merupakan balok berukuran besar, dan tebal papan-papan tipis 25-50 mm.

4. Konstruksi berlapis dengan perekat. yang dimaksud dengan istilah perekat dan penggunaan perekat kayu untuk pembuatan konstruksi berlapis majemuk dengan perekat (menurut Heinz frick) ialah konstruksi kayu yang menggunakan papan-papan tipis yang direkatkan dengan seratnya sejajar dengan perekat, sehingga merupakan balok yang berukutan besar.

Beberapa pemanfatan dari limbah kayu antara lain dapat dijadikan sebagai bahan pembuat bataco, pellet, baglog, litter kandang ayam.

1. Pembuatan Bataco

Semakin pesatnya pembangunan di Indonesia, bahan-bahan bangunan yang digunakan semakin banyak sedangkan jumlah bahan tersebut sangat terbatas di alam.

(31)

. . . . 17 17

. . . .

Bataco dengan campuran biasa memiliki berat yang sangat besar perlu diciptakan inovasi baru. Penelitian ini untuk mengetahui apakah limbah gergaji (serbuk kayu) dapat di manfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembutan bataco guna mengurangi berat dan memperhalus tekstur bataco. Pembuatan bataco dengan beberapa sampel yang dibuat dengan menambahkan limbah gergaji (serbuk kayu) kedalam adukan beton dengan jumlah prosentase yang berbeda-beda yaitu 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Benda uji berupa trasram dengan perbandingan campuran 1 semen : 6 pasir. Setelah umur 28 hari dilakukan penimbangan dan uji desak pada sample benda uji kubus bataco. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, semakin banyak serbuk kayu yang dipakai sebagai bahan campuran maka berat bataco semakin ringan, tekstur bataco semakin halus, dan kuat desaknya semakin kecil (Isnarno, 2010).

Gambar 2.2. Batako dari Campuran Serbuk Gergaji 2. Pembuatan Pellet

Kayu merupakan salah satu sumber energi yang diharapkan dapat menggantikan sumber bahan bakar minyak. Namun, apabila kayu langsung dijadikan sebagai

Bahan Dasar Pasir dan Serbuk Batako Serbuk Gergaji

(32)

18 . . . .

18 . . . .

bahan bakar akan mempunyai sifat-sifat yang kurang menguntungkan, antara lain kadar air yang tinggi, bulki, mengeluarkan asap, banyak abu, dan nilai kalornya rendah (Zam, 2011). Bahan bakar dari kayu yang umum digunakan secara langsung adalah sebetan dan serbuk gergaji. Serbuk gergaji melalui proses lanjutan berupa pengeringan dan pengepresan yang dapat dijadikan bahan bakar dinamakan pelet kayu. Jenis bahan bakar ini merupakan bahan bakar kayu alternatif yang dipandang memiliki keunggulan.

Penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar dapat dilakukan dengan menggunakan tungku untuk pemanas ruangan atau tungku memasak. Pelet kayu menjadi perhatian utama saat ini karena faktor kemudahan dalam bahan baku dan memiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Pelet kayu menghasilkan emisi (Nox, Sox dan HCl) yang lebih rendah dibanding limbah pertanian seperti jerami atau sekam padi (Passalacqua dan Zaetta, 2004). Keuntungan lain pelet kayu dibanding bahan bakar kayu lain seperti chip kayu (wood chip) antara lain: memiliki kalori lebih tinggi (pelet kayu 4,3 juta kal/ton; chip kayu 3,4 juta kal/ton); namun harga pelet kayu lebih tinggi; dimana pelet kayu (334 US$/ton) dan chip kayu (171US$/ton) (Choi dan Kim, 2010). Bahan baku pelet kayu dapat berasal dari limbah eksploitasi seperti sisa penebangan, cabang dan ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa potongan, chip,serbuk gergaji dan kulit kayu (Sanusi, 2010).

Pellet kayu adalah serpihan kayu atau sisa-sisa hasil produksi kayu yang berdiameter 6-8 mm dan berukuran panjang 10-30 mm, dan sudah kering. Serpihan kayu ini kemudian mengalami proses lanjut tanpa campuran

(33)

. . . . 19 19

. . . .

kimia, ditekan dengan tekanan kuat menggunakan mesin khusus. Pellet menghasilkan panas kurang lebih 4,9 kWh/

kg karena memiliki kadar air yang rendah (8-10%), kadar abu (0,5-1%) dengan kerapatan 650 kg/m³. Satu kilogram pellet kayu menghasilkan panas yang sama dengan yang dihasilkan oleh setengah liter minyak (leaver, 2008). Pellet kayu yang berbentuk silinder dapat digunakan sebagai bahan bakar kebutuhan rumah tangga, pertanian, dan industri besar. Pellet kayu merupakan salah satu sumber energi alternatif dan ketersediaan bahan bakunya sangat mudah ditemukan. Bahan baku pellet kayu berupa limbah eksploitasi seperti sisa penebangan, cabang dan ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa potongan, serbuk gergaji dan kulit kayu, limbah pertanian seperti jerami dan sekam (Woodpellets, 2000).

Pemanfaatan pellet kayu sebagai bahan pemanas ruangan dan pembangkit listrik telah dimulai sejak dekade 90-an di sebagian besar negara Uni Eropa dan Amerika ketika terjadi lonjakan harga minyak dunia yang mengakibatkan terjadinya krisis minyak dunia. Pellet kayu merupakan produk yang dibuat dari bahan biomassa tanaman yang kemudian mengalami proses pengempaan. Pellet kayu merupakan solusi alternatif pengganti minyak karena memiliki harga yang cukup terjangkau oleh masayarakat Uni Eropa dan Amerika. Tingginya produktifitas dan permintaan pellet kayu terkait adanya kebijakan dari negara-negara di dunia untuk mengurangi efek pemanasan global dan pemanfaatan energi alternatif (Leaver, 2008).

Saat ini, Indonesia baru mampu menghasilkan pellet kayu sebanyak 40.000 ton/tahun, sedangkan produksi

(34)

20 . . . .

20 . . . .

dunia telah menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum cukup memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 12,7 juta ton. Peluang mengembangkan bahan bakar ini sangat terbuka luas karena limbah hasil hutan kita sangat besar, baik dari limbah industri perkayuan maupun dari limbah eksploitasi (yayasan energi Nasional, 2009).

Gambar 2.3. alat mesin Wood Pellet 3. Pembuatan Baglog.

menurut Pramithasari (2011), usaha pembuatan baglog merupakan salah satu bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari penggunaan berbagai jenis kayu untuk media tumbuh. melalui penggunaan pendekatan ini, karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi baglog dibagi menjadi sumber bahan baku, sumberdaya manusia, skala usaha dan rantai pemasaran.

Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan baglog, dapat menggunakan serbuk gergaji dari seluruh jenis kayu, terutama kayu keras selain kayu pinus. menurut Suriawiria (2001), pinus mengandung

alat mesin Wood Pellet Wood Pellet

(35)

. . . . 21 21

. . . .

zat terpenoid atau belerang yang dapat menghalangi pertumbuhan jamur. Jenis kayu yang baik untuk dijadikan media tumbuh atau bag log adalah kayu atau serbuk gergaji dari pohon berdaun lebar karena banyak mengandung lignin, seperti kayu pasang bungkus (Quercus argentea).

Namun karena kayu jenis ini sulit ditemukan, penggunaan jati dan mahoni disarankan sebagai penggantinya. Kualitas jamur yang ditanam pada serbuk gergaji kayu tersebut akan lebih bagus, lebih kenyal, serta aromanya lebih wangi.

Bahan baku pengkaya hara berupa dedak atau bekatul padi, tepung jagung, gula pasir, kapur, gips dan air ditambahkan pada bahan baku utama berupa serbuk gergaji. menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012) formula yang digunakan dalam pembuatan baglog untuk setiap 100 kg serbuk penggergajian dibutuhkan dedak sebanyak 15-25 kg, tepung jagung sebanyak 7.5 kg, kapur pertanian sebayak 1.5 kg, gipsum dan gula pasir merupakan bahan tambahan jika diperlukan, masing-masing dibutuhkan sebanyak 1 kg dan 2 kg.

Gambar 2.4. Baglog sebagai media Tanam Jamur

Wujud Baglog Jamur tumbuh di Baglog

(36)

22 . . . .

22 . . . .

4. Serbuk Gergaji Sebagai Litter Kandang Ayam.

Serbuk gergaji sangat cocok dijadikan sebagai litter kandang ternak ayam broiler, karena daya serapnya tinggi, strukturnya yang halus dan padat. Harga serbuk gergaji memang lebih mahal sedikit daripada sekam dan jerami.

Litter digunakan pada kandang broiler dari DOC hingga umur 2 minggu. Ketebalan litter yang baik adalah minimal 10 cm dari lantai kandang panggung (baterai). Serbuk gergaji tersebut dibolak-balik minimal 3 kali seminggu. Jika struktur litter sudah padat (menyatu), maka segera ganti dengan serbuk gergaji baru. Bekas litter kandang ternak ayam broiler dapat dijual sebagai pupuk kompos.

Gergajian kayu atau serutan kayu merupakan limbah pemotongan kayu, bentuknya kasar dan kering. Litter merupakan jenis sistem kandang yang biasa digunakan dalam pemeliharaan ayam pedaging atau broiler. Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktifitas unggas seperti pertambahan bobot badan dan produksi, karena masing-masing alas kandang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam pemeliharaan unggas diperlukan ketelitian dalam memilih dan menggunakan alas kandang agar unggas dapat berproduksi setinggi mungkin (muharlien dkk, 2011).

Fungsi litter yang utama adalah untuk menyerap air, agar lantai kandang tidak basah oleh kotoran ayam. Karena itu, bahan yang digunakan untuk litter harus mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu dan tidak basah.

Hal ini didukung oleh Tobing (2005) dalam muharlien dkk (2011), yang menyatakan bahwa alas kandang harus cepat meresap air. Dalam hal ini, litter mempunyai fungsi

(37)

. . . . 23 23

. . . .

strategis sebagai pengontrol kelembagaan kandang, tidak berdebu dan bersifat empuk sehingga kaki ayam tidak luka/

memar.

Alternatif penggunaan litter lainnya, menurut Anonim (2001), antara lain serutan kayu, serbuk gergaji dan gergaji kayu yang diproduksi khusus, digunakan sebagai alas litter.

Serutan kayu dan serbuk gergaji kasar dapat digunakan sebagai alas litter jika bebas dari kontaminan dan dikelola dengan baik. Keuntungan lain serutan dan serbuk gergaji tersedia sepanjang tahun, biasanya sebagai limbah dari pabrik mebel, penggergajian kayu, untuk industri bangunan.

C. Pengembangan Kapasitas (Capacity Building)

Pengembangan kapasitas merupakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan masyarakat (community development). menurut Soeprapto (2010) terdapat empat kata kunci tentang pengembangan kapasitas, yaitu:

1. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses.

2. Pengembangan kapasitas adalah proses pembelajaran multi-tingkatan meliputi individu, grup, organisasi dan sistem.

3. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap.

4. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning dimana meliputi sejumlah proses- proses pembelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus menerus beradaptasi atas perubahan.

(38)

24 . . . .

24 . . . .

Pengembangan kapasitas merupakan proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi serta sistem untuk memperkuat kemampuan diri, kelompok dan organisasi sehingga mampu mempertahankan diri ditengah perubahan yang terjadi secara terus-menerus. Tujuan pengembangan kapasitas diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) suatu sistem dan secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik. fokus capacity building pada tiga dimensi, yaitu;

1. Tenaga kerja, yaitu kualitas SDm dan cara SDm dimanfaatkan

2. Modal (dimensi fisik), menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan yang diperlukan dan ruang/

gedung,

3. Teknologi, yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen.

Upaya pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam berbagai tingkatan (Soeprapto, 2010) yaitu sebagaimana diilustrasikan melalui gambar 2.5. berikut:

(39)

. . . . 25 25

. . . .

Gambar 2.5. Tingkatan Pengembangan Kapasitas 1. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang

berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu;

2. Tingkatan kelembagaan, contoh struktur organisasi- organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi, prosedur dan mekanisme- mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan organisasi;

3. Tingkatan individu, contohnya ketrampilan-ketrampilan individu dan persyaratan-persyaratan, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi- motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi- organisasi.

(40)

26 . . . .

26 . . . .

D. Konsep Zero Waste

Zero Waste merupakan konsep mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi produksi sampah atau diminimalisir terjadinya sampah (Urip Santoso, 2009). Pemikiran zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah skala individual dan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin. Pengolahan zero waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to product harus menerapkan prinsip-prinsip:

1. Reduce:

Reduce artinya mengurangi. Reduce mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.

2. Reuse:

Reuse artinya pemakaian kembali. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji dengan menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku untuk membuat pellet kayu atau briket arang yang bernilai ekonomis.

3. Recycle:

Recycle artinya mendaur ulang, dengan mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru bernilai ekonomis.

(41)

. . . . 27 27

. . . .

4. Mengurangi Biaya:

Pengolahan limbah serbuk kayu menjadi pellet kayu atau briket arang sangat mudah dan biaya produksi sedikit, karena bahan bakunya berasal dari limbah yang dengan mudah diperoleh dimana-mana. Selain itu pengolahan limbah juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan pellet dan arang dikelola dengan baik untuk selanjutnya produk dijual.

5. Menghemat energi:

Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi pellet kayu atau briket arang mampu menghemat penggunaan energi, sebagai pengganti gas, minyak tanah maupun kayu bakar 6. Eco-efisiensi:

Eco-efisiensi berarti pengolahan limbah serbuk gergaji dapat berimbas positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan wood pellet atau briket arang sebagai bahan bakar dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan industri. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan energi alternatif akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.

Pada diagram berikut disajikan pengelolaan limbah kayu yang telah mengadop konsep pengembangan kapasitas manusia dan konsep zero waste. Bahwa industri pengolahan kayu menghasilkan limbah yang harus diolah dengan prinsip-prinsip zero waste dengan landasan capacity bulding yang memadai, seperti Gambar 2.6.

(42)

28 . . . .

28 . . . .

Gambar 2.6. Sistem Industri Kayu E. Alur Pikir Pemanfatan Limbah Serbuk Gergaji

agar pemanfaatan limbah serbuk gergaji dalam berbagai produk dengan tambahan nilai ekonomis dapat berjalan berkelanjutan, maka dapat dilakukan dengan pendekatan capacity building. Tiga dimensi dalam capacity building yang harus dilaksanakan adalah tenaga kerja, modal dan teknologi. Peningkatan kualitas SDm dilakukan dengan pelatihan tentang pemanfaatan limbah serbuk gergaji dan menempatkan pendamping yang berkompeten dalam memfasilitasi masyarakat. Modal diberikan secara selektif dan hati-hati agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai alat atau pancing bukan memberi ikannya, dilakukan dengan ujiadaptasi. Sedangkan teknologi diartikan sebagai organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian, monitoring dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen.

Dalam pemanfaatan limbah serbuk gergaji diperlukan kelembagaan/organisasi dalam mengelola dengan konsep zero waste dengan inti utama adalah 3R (reduce, reuse dan recycle). alur pikir pemanfaatan limbah serbuk gergaji

(43)

. . . . 29 29

. . . .

seperti Gambar 2.7. di bawah ini.

Gambar 2.7. alur Pikir Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji

Dalam alur pikir tersebut, pendekatan capacity building dilaksanakan melalui tiga dimensi untuk menuju keberlanjutan kegiatan. Pelaksana kegiatan dilaksanakan terpadu melibatkan partisipasi pemerintah, swasta dan masyarakat pemilik limbah serbuk gergaji.

Pemanfaatan limbah Serbuk

Gergaji

Pendekatan Capacity Building

Tenaga Kerja

modal

Teknologi

Komunal/Kelembagaan.

Peningkatan kualitas SDm dengan pelatihan dan pendampingan.

Ujiterap peralatan pemanfaatan serbuk gergaji.

Perencanaan , pengelolaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pengelolaan pengelolaan . Zero Waste (3r).

Keberlanjutan (Sustaibenabilitas)

Dimanfaatkan Sendiri Dijual (Nilai ekonomis) Briket, Pellet, media Tanam, Industri Kreatif

(44)

30 . . . .

30 . . . .

Tabel 2.1.

Pelaksanaan Pemanfaatan limbah Serbuk Gergaji

No Capacity

Building Dimensi Pelaksana

1 Tenaga Kerja Peningkatan kualitas SDm/

masyarakat dalam hal pemanfaatan limbah serbuk gergaji; dengan pelatihan dan pendampingan.

1. Pusat Pelatihan masyarakat, 2. Balai Latihan

Kerja,

3. Dit. Pemanfaatan TTG, Ditjen PPmD.

4. masyarakat.

2 modal Ujiadaptasi sarana prasarana dan peralatan pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

1. Puslitbang Desa, PDT dan Trans 2. Pemda setempat

cq. Dinas Perindustrian dan Badan Pemberdayaan masyarakat (BPm).

3 Teknologi organisasi dan gaya manajemen zero waste, perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi

1. Puslitbang Desa, PDT dan Trans 2. Pemda Kab.

Temanggung cq. Dinas Perindustrian, Dnas

Perdagangan, BPm, Badan Penanaman modal Daerah.

(45)

. . . . 31

KONDISI

lOKASI PeNgeMBANgAN bab iii

A. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung

Kabupaten Temanggung merupakan kabupaten yang mengandalkan perekonomiannya pada sektor pertanian.

Berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan antara lain padi, jagung, ketela pohon, dan kacang tanah, serta tanaman sayuran seperti kacang panjang dan cabai. Selain tanaman sayuran, juga dibudidayakan buah-buahan, antara lain durian, rambutan, jambu biji, kelengkeng, pepaya, dan pisang. Tanaman perkebunan yang tumbuh di Kabupaten temanggung ini antara lain tembakau, kopi robusta, cengkeh, kelapa, enau, kakao, kayu manis, jahe, kapulaga, kemukus, kunyit, vanili, dan tebu. Sementara itu, jenis

(46)

32 . . . .

peternakan yang ada meliputi peternakan sapi potong, kerbau, kambing, domba, kelinci, ayam ras dan buras, itik, bebek, burung puyuh, dan angsa. Sedangkan hasil perikanan dari kabupaten ini antara lain karper, lele, nila, tawes, gabus, udang, dan katak.

masyarakat Kabupaten Temanggung sangat bergantung kepada iklim dan cuaca yang mendukung hasil panen tembakau (Temanggung bagian lereng Sindoro-Sumbing dan sebagian besar wilayah tengah dan selatan Temanggung).

Sedangkan kopi (dan sebagian kecil cengkeh) merupakan komoditas di wilayah utara Temanggung. Di kabupaten ini berkembang juga sentra-sentra penjualan sayur mayur dan peternakan-peternakan ayam petelur. Potensi Kecamatan Pringsurat, Kranggan, Kedu di dominasi oleh tanaman keras atau tanaman perkebunan seperti kayu sengon dan kayu lapis. Kebun sengon banyak ditemukan di Kecamatan Pringsurat, namun tidak jarang kebun tersebut merupakan tumpangsari, yaitu gabungan antara sengon dan kopi atau sengon dengan tanaman-tanaman yang lain.

Industri yang berkembang di Kabupaten Temanggung merupakan industri yang mengolah dan mendukung pengolahan produk-produk pertanian. Salah satu industri yang menonjol adalah industri pengolahan kayu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nara sumber di Kabupaten Temanggung khususnya di Kecamatan Pringsurat, Kranggan dan Kedu, ketiga kecamatan tersebut layak menjadi sentra industri wood pellet, briket, dan kertas serta media tanaman. , di kKetiga kecamatan tersebut memiliki potensi pabrik kayu besar dan depo yang bergerak di bidang perkayuan. Berdasarkan data dari KP3B, terdapat

(47)

. . . . 33

114 perusahaan bidang perkayuaan, yang meliputi 27 pabrik besar dan 97 depo yang bergerak di bidang kayu.

Gambar 3.1. Kondisi Depo Industri Kayu

Dari hasil identifikasi terhadap pabrik besar maupun depo, diketahui bahwa limbah serbuk gergaji menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan dan warga masyarakat. Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh pabrik berkisar 5-10 ton/hari. Sedangkan depo menghasilkan 2,2 ton/hari dengan asumsi setiap depo mempunyai mesin potong/benso sebanyak 6 buah, setiap benso menghasilkan 3,75 kwintal. Sehingga khusus untuk depo, total serbuk yang dihasilkan adalah 200 ton/perhari untuk Kabupaten Temanggung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di lokasi penelitian, masyarakat belum memanfaatkan serbuk gergaji tersebut secara maksimal sehingga belum mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.

Sebaliknya, limbah serbuk gergaji tersebut menjadi masalah besar bagi masyarakat dalam penanganannya. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan kapasitas bagi masyarakat agar dapat mengelola serbuk gergaji tersebut menjadi

Aktifitas di Depo Kayu Mentah dan Sebetan di Depo

(48)

34 . . . .

sesuatu yang bernilai tambah bagi masyarakat.

Selama ini, masyarakat hanya memanfaatkan serbuk gergaji sebagai media pemanas ayam, untuk campuran batu bata, dan sebagai bahan bakar di home industry tahu. Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan serbuk kayu sebagai media tanam, namun belum menggunakan teknologi (kompos), sehingga tanaman yang di tanam tidak tumbuh.

Secara umum, masyarakat di tiga kecamatan tersebut belum mengetahui untuk apa serbuk gergaji dimanfaatkan.

Dari hasil wawancara atau diskusi dengan masyarakat, umumnya mereka menginginkan serbuk gergaji dapat dijadikan wood pellet, mengingat pembuatannya sederhana tanpa menggunakan campuran kimia. Hanya dengan menggunakan alat mesin yang sederhana, mampu menghasilkan wood pellet berkisar antara 1-2 - ton per hari. Dari sisi pemasaran, masyarakat tidak merasa khawatir karena ada beberapa perusahaan yang akan menampung bahkan pengusaha-pengusaha juga mau menampung.

Karena itu, pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi bahan bakar dalam bentuk wood pellet mendapat perhatian khusus di tiga desa yaitu Desa Candimulyo, Desa Nguwet dan Desa Soropodan.

B. Gambaran Lokasi Penelitian di Tiga Desa 1. Desa Candimulyo

Desa Candimulyo berada di Kecamatan Kedu, berjarak 2 km dari ibukota Kecamatan Kedu dan 4 km dari ibukota kabupaten. Desa Candimulyo mencakup daerah seluas

(49)

. . . . 35

160,51 ha yang terbagi atas 96,07 ha lahan sawah dan 101,81 ha lahan non sawah. lahan non sawah dipergunakan untuk bangunan/pekarangan, ladang, hutan rakyat, industri kayu, perkebunan negara/rakyat dan lainnya.

Secara administratif Desa Candimulyo memiliki 10 dusun yang terdiri dari 10 rukun warga (rW) dan 38 rukun tetangga (rT). Desa yang memiliki 1.163 rumah tangga ini berpenduduk 4.085 jiwa, terdiri dari 2.049 laki-laki dan 2.036 perempuan. Penduduk usia 10 tahun ke atas, bermata pencaharian sebagai peternak dan petani tanaman pangan.

Sebagian lainnya, bekerja di industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan, pengangkutan dan komunikasi, jasa, dan lain-lain. Sumber air minum berasal dari Pam, sumur dan mata air. Untuk penerangan, 1.044 rumah tangga menggunakan PlN.

Tingkat pendidikan penduduk di atas 5 tahun yang tamat perguruan tinggi/universitas berjumlah 50 orang, akademi 22 orang, SlTa/sederajat 537 orang, SlTP/ sederajat 771 orang, SD/sederajat 1.480 orang, tidak tamat SD 124 orang, belum tamat SD 517 orang dan belum/tidak sekolah 160 orang. Untuk sarana pendidikan terdapat 3 unit TK dan 3 unit SD. Di bidang kesehatan, Desa Candimulyo memiliki 10 posyandu, 2 dokter umum, 2 bidan/perawat/mantri, dan 2 dukun bayi

Sumber mata pencaharian penduduk Desa Candimulya ini umumnya adalah bertani. Tanaman yang dikembangkan di desa ini meliputi tanaman pangan (seperti padi, jagung, ketela pohon, dan kacang tanah), tanaman sayuran (cabe), buah-buahan (seperti rambutan, pepaya, pisang, mangga, dan jeruk), serta tanaman perkebunan (berupa tembakau,

(50)

36 . . . .

kopi, vanili, kapulaga dan kelapa). Sementara itu, jenis ternak yang dikembangkan di Desa Candimulyo ini antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing/domba, itik, dan ayam ras/

buras.

2. Desa Nguwet

Desa Nguwet merupakan salah satu dari 13 desa di Kecamatan Kranggan, terletak di ketinggian 486 m dari permukaan laut dan berjarak 3,7 km dari ibu kota Kecamatan Kranggan dan 8,0 km dari ibu kota Kabupaten. luas desa meliputi 350 ha, terbagi dalam lahan sawah (161 ha) dan lahan bukan sawah (189 ha). lahan bukan sawah di Desa Nguwet ini dipergunakan untuk bangunan/pekarangan, ladang, perkebunan rakyat industri kayu dan lainnya.

Desa Nguwet memiliki 6 dusun, terdiri dari 6 rW dan 22 rT, dengan 758 rumah tangga. Jumlah penduduk 2.650 jiwa terdiri dari 1.325 laki-laki dan 1.325 perempuan.

Penduduk usia 10 tahun ke atas bermata pencaharian petani tanaman pangan, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan, pengangkutan dan komunikasi, jasa-jasa dan lainnya. Untuk sumber air minum berasal dari Pam, sumur dan mata air. Sebagai penerangan, 758 rumah menggunakan PlN dan sebagian lainnya menggunakan penerangan lain non PlN.

3. Desa Soropadan

Desa Soropadan terletak di ketinggian 480 m dari permukaan laut, berjarak 4 km dari ibu kota Kecamatan Pringsurat dan 14 km dari ibu kota kabupaten. luas Desa Soropadan adalah 329 ha, terbagi dalam lahan sawah dan

(51)

. . . . 37

lahan bukan sawah. lahan bukan sawah dipergunakan untuk bangunan/pekarangan, ladang/tegal/huma, hutan rakyat, perkebunan negara-negara atau rakyat dan peruntukan lainnya.

Desa Soropadan memiliki 10 dusun, terdiri dari 10 rukun Warga (rW), 18 rukun Tetangga (rT) dan terdapat 979 rumah tangga. Jumlah penduduk 3.804 jiwa terdiri dari 1.893 laki-laki dan 1.911 Perempuan. Penduduk usia 10 tahun keatas bermata pencaharian sebagai petani tanaman pangan, peternak, petani perkebunan, petani ikan, industri pengelolaan, bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan , pengangkutan dan komunikasi, dan jasa- jasa lainnya. Sumber air minum berasal dari Pam, sumur dan mata air. Untuk penerangan, 979 rumah menggunakan PlN dan sebagian rumah tangga lainnya menggunakan penerangan lain non PlN

Dalam bidang pendidikan, penduduk di atas 5 tahun yang tamat perguruan tinggi/universitas berjumlah 88 orang, tamat akademi 74 orang, tamat SlTa/sederajat 896 orang, tamat SlTP/sederajat 934 orang, tamat SD/sederajat 896 orang, tidak tamat SD 179 orang, belum tamat SD 206 orang dan belum/tidak sekolah 196 orang. Untuk sarana pendidikan, terdapat 3 unit TK, dan 4 unit SD/mI. Untuk prasarana kesehatan mempunyai 10 unit Posyandu dan 1 unit Polides.

Tanaman yang dikembangkandibudidayakan di desa ini meliputi tanaman pangan (seperti padi, jagung dan ketela pohon), tanaman sayuran (cabe dan kacang panjang), buah- buahan (seperti klengkeng, rambutan, durian, mangga, pepaya, pisang, duku dan salak), serta tanaman perkebunan

(52)

38 . . . .

(berupa kopi dan kelapa). Sementara itu, jenis ternak yang dikembangkan ada di Desa Candimulyo ini antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing/domba, ayam ras/buras dan itik.

(53)

. . . . 39

PeMANFAATAN

lIMBAH SeRBUK geRgAJI bab iV

Ruang lingkup penelitian tentang pemanfaatan limbah serbuk gergaji ini meliputi identifikasi potensi dan teknologi pemanfaatan limbah serbuk gergaji, serta kebutuhan masyarakat; tindakan aksi yang dilakukan dalam rangka pemanfaatan limbah serbuk gergaji; analisis, monitoring dan evaluasi pemanfaatan limbah serbuk gergaji

A. Hasil Identifikasi

Industri pengolahan kayu yang terdapat di Kecamatan Pringsurat, Kranggan dan Kedu berjumlah 124 industri, terdiri dari 27 industri besar dan 97 depo atau industri kecil. Potensi limbah serbuk gergaji yang dihasilkan industri

(54)

40 . . . .

tersebut melimpah, mampu mengeluarkan limbah kayu sebanyak 200 ton/hari. Namun, potensi yang melimpah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini, pemanfaatan limbah serbuk gergaji masih terbatas digunakan sebagai media budidaya cacing, campuran membuat batu bata (dengan perbandingan 90 bagian tanah liat dan 10 bagian serbuk gergaji), media/baglog jamur tiram/payung, bahan bakar untuk home industry pembuatan tahu, dan bahan bakar skala rumah tangga (dengan kompor apollo). Dengan pemanfaatan yang terbatas tersebut, limbah serbuk gergaji yang dihasilkan masih melimpah dan mengganggu lingkungan sekitar.

Berdasarkan pengkajian aspirasi dan kebutuhan masyarakat di tiga desa (Desa Candimulyo, Desa Nguwet dan Desa Soropadan), masyarakat umumnya menginginkan agar limbah serbuk gergaji dapat dimanfaatkan secara optimal dan memberikan nilai tambah bagi pendapatan mereka, sekaligus mengurangi resiko dampak lingkungan.

Pemanfaatan limbah serbuk gergaji yang dibutuhkan masyarakat adalah mengolah limbah menjadi bahan bakar alternatif seperti wood briket dan wood pellet. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan, antara lain proses pembuatan wood pellet tersebut sederhana, produk bisa dimanfaatkan sendiri untuk diversifikasi bahan bakar skala rumah tangga, dan produk dapat dijual dengan harga rp. 2.000/kg pellet.

Terkait pemasaran, sudah terbangun jaringan pemasaran dengan perusahaan kayu dan eksportir wood pellet di Semarang. Selain itu, telah terbentuk 3 kelompok yang akan melakukan pengolahan limbah serbuk gergaji, yaitu Kelompok Berkah Sampah makmur (di Desa Soropadan,

(55)

. . . . 41

Kecamatan Pringsurat), Kelompok Bina Sejahtera mandiri (di Desa Nguwet, Kecamatan Kranggan) dan Kelompok mitra Usaha (di Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu).

Tabel 4.1. dibawah ini mengambarkan secara ringkas hasil identifikasi yang dilakukan di Desa Soropadan, Desa Nguwet dan Desa Candimulyo, khususnya identifikasi yang terkait dengan potensi limbah serbuk gergaji, kondisi masyarakat, teknologi pengolahan limbah serbuk gergaji, dan kelompok atau kelembagaan yang melakukan pengolahan limbah.

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi

No Identifikasi

Potensi Desa

Soropadan Nguwet Candimulyo

1 Identifikasi potensi limbah serbuk gergaji Sumber

limbah PT. TKPI, PT.

Duta Sumpit lndonesia, PT.

Karya alam Indonesia, PT. engon Sejahtera, PT.

adhi Hutama Karya.

PT. Wana awet mas, PT. Centra Jawa Wood Indonesia, albasia mutra mandiri, Centra Jawa Wood Industry, Sekawan Sahabat Sejatti, Barokah agawe makmur.

PT. albasia Bhumiphala Persada

Jenis kayu Sengon, albasia,

Karet Sengon, Jati,

albasia, Karet Sengon, Jati, Albasia, Karet Jumlah

limbah 80 ton/hari 100 ton/hari 20 ton/hari Peman-

faatan selama ini

Pembakaran batubata, genteng, pabrik tahu, baglog, media cacing.

Pembakaran batubata, pabrik tahu, baglog, genteng, bahan bakar kompor apollo.

Pembakaran batubata, pabrik tahu, baglog.

(56)

42 . . . .

2 Identifikasi kondisi masyarakat Pendidikan Umumnya SlTP

dan SD Umumnya tamat

SD dan tidak tamat SD.

Umumnya tamat SD, tidak tamat SD dan tamat SlTP.

mata pen-

caharian Umumnya petani.

Pekerja pabrik kayu

Wiraswasta

Umumnya petani Pekerja di pabrik kayu

PNS dan wiraswasta

Umumnya petani Pekerja pabrik kayu Pengusaha tahu, kerupuk.

Ketrampilan Bercocok tanam Terampil di perkayuan

Bercocok tanam Terampil di perkayuan

Bercocok tanam Termapil di perkayuan Keinginan

memanfaat- kan limbah

Besar Besar Besar

3 Identifikasi teknologi pengolahan limbah Jenis

teknologi Pengolahan batubata Baglog jamur membuat genteng

Pengolahan batubata Baglog jamur membuat genteng

Pembuatan tahu Pengolahan batubata

4 Penentuan lokus desa, dan kelompok/ kelembagaan.

Kelompok (berbadan hukum)

Berkah Sampah

makmur Binas Sejahterta

mandiri mitra Usaha

Jumlah anggota kelompok (orang)

10 10 10

Sumber: Data Olahan

Setelah melakukan identifikasi seperti yang tersebut di atas, pada tahap selanjutnya dilakukan tindakan aksi dalam rangka pemanfaatan limbah serbuk gergaji.

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah pengklasifikasian berstruktur pohon merupakan sebuah pohon keputusan yang digunakan untuk memprediksi sebuah kelas variabel dari satu atau lebih variabel..

Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu luas, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu faktor- faktor penyebab perubahan upacara adat perkawinan pada

Berdasarkan pada tujuan penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) tidak ada kontribusi

Muhammad Ali Hanafiah Akbar (2) Untuk mengetahui mekanisme tersebut daam perspektif Bimbingan Konseling Islam (3) Untuk mengetahui aplikasi tawassul dan robithoh sebagai

Berdasarkan definisi tersebut, dalam penelitian ini yang termasuk stakeholder utama adalah semua lembaga pemangku kawasan yang digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa

Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan mememperlihatkan bahwa rendah dan beragamnya mutu biji kakao fermentasi yang dihasilkan petani/Poktan atau unit pengolahan hasil

Pada tahapiniperlu ditekankan : (1) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, (2) menekankan bahwa belajar adalah memahami

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS nilai R squere interaksi antara kebijakan deviden dengan Debt to Equity Ratio diperoleh hasil sebesar 0.074 atau 7.4% dapat