Dalam upaya pelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya yang berada di dalam kawasan lindung (KL) dan di dalam kawasan budidaya (KBd) akan melibatkan banyak stakeholder. Stakeholder tersebut adalah pemangku kawasan yang wilayahnya menjadi habitat elang Jawa maupun stakeholder selain pemangku kawasan yang terkait dengan jenis elang Jawa dan atau habitatnya. Untuk mengetahui semua stakeholder yang terkait dengan elang Jawa tersebut maka perlu dilakukan identifikasi dan analisis stakeholder. Selain itu, dari analisis stakeholder dapat diperoleh informasi antara lain: peta peran, kontribusi dan kinerja stakeholder dalam pelestarian elang Jawa. Manfaat penting lainnya dari hasil analisis stakeholder adalah dapat digunakan untuk memaksimalkan peran, kontribusi dan kinerja setiap stakeholder dalam upaya pelestarian elang Jawa.
5.1. Identifikasi Stakeholder Pemangku Kawasan
Pengolahan data spasial dengan menumpangtindihkan (overlay) beberapa jenis peta: peta batas-batas kawasan pemangkuan, peta pentutupan lahan (hasil interpretasi dan klasifikasi citra Landsat), peta batas administrasi wilayah kabupaten akan dihasilkan peta batas kawasan pemangkuan, penutupan lahan dan batas kabupaten menghasilkan sebuah peta batas kawasan seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Peta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa lokasi penelitian terletak di wilayah TNGGP bagian utara yang berbatasan langsung dengan beberapa perkebunan teh dan kelompok hutan CA Telaga Warna, TWA Telaga Warna dan TWA Jember serta kelompok hutan produksi Perum Perhutani. Antara kawasan TNGGP dengan CA Telaga Warna dipisahkan oleh jalan raya Bogor – Cianjur, tepat berada pada batas wilayah kedua kabupaten tersebut.
Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh Raptor Conservation Society (RCS) sejak tahun 1996-2005 di kawasan TNGGP dan sekitarnya terdapat 11 sarang (pasang) elang Jawa, 6 sarang berada di dalam kawasan TNGGP, 3 sarang berada di dalam kawasan CA Telaga Warna dan 2 sarang pada kawasan hutan lindung (Suparman 2005). Dari 11 sarang tersebut pada saat pengamatan di
lapangan dijumpai 4 sarang yang tidak lagi dipergunakan oleh pasangan elang Jawa, namun ditemukan 6 sarang aktif baru yang berada pada lokasi yang berbeda (Suparman U 12 Januari 2010, komunikasi pribadi). Data hasil studi literatur, wawancara dan pengamatan di lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.
Sumber: Peta dasar citra Landsat 5 TM 2007 dan pengolahan data dari berbagai sumber
Gambar 9. Peta Batas Kawasan Pemangkuan, Penutupan Lahan dan Batas
Kabupaten
Sarang aktif elang Jawa biasanya digunakan pada musim berkembang biak yaitu untuk bertelor, mengerami telor dan merawat anak setelah menetas hingga anak elang bisa terbang (fledgling) (Prawiradilaga 1999). Sarang aktif digunakan terkait dengan jarak waktu bertelor, yaitu satu butir telor (Sözer dan Nijman 1995a; Prawiradilaga 1999) sekali tiap 2 – 3 tahun (Bartels 1924, diacu dalam van Balen 1996). Di luar masa berkembang biak sarang tidak digunakan oleh pasangan elang. Elang Jawa akan meninggalkan sarang dan berpindah untuk membuat sarang baru pada lokasi lain apabila terjadi gangguan pada habitat atau menurunnya ketersediaan mangsa pada habitat tersebut (Yamazaki T 4 Juni 2002, komunikasi pribadi; Suparman U 12 Januari 2010, komunikasi pribadi).
No ID Lokasi Sarang Kawasan latitude longitude Kondisi Terkini
1 S-‐1 Cugenang (CG) HP 6°41’56.2” S 107°0’20.2” E Tidak aktif 1
2 S-‐2 Ciloto (CL) CA 6°41’56.2” S 107°0’20.2” E Aktif 1,2
3 S-‐3 Gunung Baud (GB) CA 6°41’8.8” S 106°59’59.9” E Aktif 1,2 4 S-‐4 Ciseureuh (CS) HP 6°40’31” S 106°59’53.1” E Aktif 1,2
5 S-‐5 Rawa Gede (RG) HP 6°38’50.4” S 106°59’3.8” E Aktif 1,2
6 S-‐6 Goalpara (GP) TNGGP 6°50’27.7” S 106°58’59” E Tidak aktif 1
7 S-‐7 Selabintana (SB) TNGGP 6°50’15.3” S 106°57’46.5” E Tidak aktif 1 8 S-‐8 Tarentong (TR) TNGGP 6°44’38.6” S 107°0’7.6” E Aktif 1.2 9 S-‐9 Cimande (CM) TNGGP 6°43’6.2” S 106°59’17.6” E Tidak aktif 1
10 S-‐10 Mandalawangi (MW) TNGGP 6°43’30.8” S 106°59’43” E Aktif 1.2 11 S-‐11 Pasir Sumbul (PS) TNGGP 6°43’6.2” S 106°59’17.6” E Aktif 1.2 12 N-‐1 N-‐JHE C1 Cibulao HP 6°41’06” LS 106°59’20”BT Aktif 2
13 N-‐2 N-‐JHE C2 Cg. Alam CA 6°41’10” LS 106°59’47” BT Aktif 2 14 N-‐3 N-‐JHE C3 Cg. Alam CA 6°41’01” LS 106°59’40” BT Aktif 2
15 N-‐4 N-‐JHE C4 Cg. Alam CA 6°41’03” LS 107°00’02” BT Aktif 2 16 N-‐5 N-‐JHE C5 Cg. Alam CA 6°41’45” LS 107°00’35” BT Aktif 2
17 N-‐6 N-‐JHE C6 Jember TWA 6°42’35” LS 107°00’25” BT Aktif 2 Keterangan:
TN: Taman Nasional; CA: Cagar Alam; TWA: Taman Wisata Alam; HP: Hutan Produksi Perum Perhutani; Sumber: 1] Suparman 2005; 2] Informan kunci (Suparman U 12 Januari 2010, komunikasi pribadi)
Tiga belas sarang aktif yang ditunjukkan pada Tabel 3 adalah berada pada ketinggian 900-1.600 m dpl. Di Jawa Barat bagian selatan, penyebaran elang Jawa ditemukan dari permukaan laut hingga 2.400 m dpl, dengan jumlah penyebaran terbesar pada ketinggian 500–1.000 m dpl (Setiadi et al. 2000). Habitat elang Jawa adalah hutan dataran rendah selalu hijau, hutan hujan tropis dataran rendah dan tinggi, pada di ketinggian 500–2.000 m dpl (van Balen 1996; Sözer and Nijman 1995a; Røv et al. 1997).
Buffer dibuat seluas 710 ha pada masing-masing lokasi 13 sarang aktif elang Jawa yang ditemukan. Asumsi luasan 710 ha yang dipilih untuk luas wilayah jelajah dari pasangan tersebut mengacu kepada hasil penelitian wilayah jelajah elang Jawa di kawasan Gunung Gede Pangrango (Gjershaug et al. 2004). Asumsi tersebut dipilih karena merupakan angka luas wilayah jelajah menengah pada lokasi penelitian (terkecil 530 ha dan terbesar 930 ha). Hasil buffering tersebut ditunjukkan pada Gambar 10.
Sumber: Penutupan lahan hasil interpretasi citra Landsat 5 TM 2007 dan pengolahan data dari berbagai sumber
Gambar 10. Peta Lokasi 13 Sarang Aktif Elang Jawa dan Wilayah Jelajahnya
Gambar 10 menunjukkan lokasi ditemukannya sarang aktif elang Jawa. Dari 13 sarang aktif tersebut, terdapat 3 sarang yang berada di kawasan TNGGP, 6 sarang berada di kawasan CA Telaga Warna, 1 sarang berada di TWA Jember dan 3 sarang berada di HP Perum Perhutani. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat pada Gambar 12, terdapat 5 sarang yang berada pada kelas tutupan hutan rapat, 7 sarang berada pada kelas tutupan hutan agak rapat dan satu sarang pada kelas tutupan hutan tanaman. Kelas tutupan lahan pada masing-masing wilayah pemangkuan pada lokasi ditemukannya sarang adalah sebagai berikut:
1. Dari 3 sarang yang ditemukan di kawasan TNGGP berada pada kelas tutupan hutan agak rapat.
2. Di CA Telaga Warna, dari 6 sarang yang ditemukan, 4 sarang berada pada kelas tutupan hutan rapat dan 2 sarang berada pada kelas tutupan hutan agak rapat.
3. Satu sarang di TWA jember berada pada kelas tutupan hutan agak rapat. 4. Dari 3 sarang yang ditemukan di HP Perum Perhutani, 1 sarang pada kelas
tutupan hutan rapat, 1 sarang pada kelas tutupan hutan agak rapat dan 1 sarang berada pada kelas tutupan hutan tanaman.
Hasil buffering menunjukkan bahwa elang Jawa paling banyak menggunakan wilayah “kelas tutupan hutan” (baik itu “kelas tutupan hutan rapat”, “kelas tutupan hutan agak rapat”, “kelas tutupan hutan jarang” maupun “kelas tutupan hutan tanaman”) dan sebagian yang lain menggunakan wilayah “kelas tutupan hutan buatan campuran”, “kelas tutupan kebun teh dan sawah”. Hal tersebut menunjukkan bahwa elang Jawa memerlukan wilayah hutan untuk membuat sarang dan melakukan aktifitas lain seperti berburu mangsa.
Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan hal yang sama dengan hasil penelitian ini. Daerah jelajah elang Jawa di beberapa lokasi yang berbeda mencakup berbagai macam tipe habitat termasuk hutan, hutan produksi, kawasan budidaya dan perkebunan. Studi yang intensif pada penggunaan habitat yang dilakukan di Gunung Kendeng TNGHS (Kuswandono et al. 2003; Widodo 2004) dan TNGGP juga menunjukkan bahwa elang Jawa menggunakan hutan (hutan hujan primer dan sekunder) lebih sering dibanding tipe habitat lainnya (kebun teh,
ladang dan sawah). Hal ini menunjukkan bahwa Elang jawa di kawasan tersebut sangat tergantung pada hutan (Prawiradilaga, 2006).
Habitat lain yang sering digunakan elang Jawa adalah hutan sekunder untuk berburu dan bersarang, namun hutan primer selalu dekat dan sangat penting untuk keberhasilan perkembangbiakannya. Keberadaan pasangan berbiak di hutan produksi membuktikan bahwa habitat seperti ini juga penting bagi elang Jawa (Røv et al. 1997; Sözer et al. 1999). Prawiradilaga (1999) menyebutkan bahwa hutan produksi yang paling disukai elang Jawa adalah hutan pinus.
5.2. Pemangku Kawasan dan Wilayah Pemangkuan
Pemangku kawasan atau pengelola kawasan diidentifikasi berdasar pada wilayah pemangkuan yang kawasannya merupakan bagian dari wilayah jelajah elang Jawa. Wilayah pemangkuan biasanya terkait dengan status atau bentuk pengelolaan kawasan, misalnya TN, CA, TWA, hutan produksi, perkebunan teh dan lainnya. Pemangku kawasan adalah organisasi yang ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam mengelola kawasan atau wilayah pemangkuan dimaksud. Dari hasil analisis penumpangtindihan peta lokasi sarang, hasil buffering wilayah jelajah, batas wilayah pemangkuan kawasan dan batas wilayah administrasi kabupaten menunjukkan wilayah pemangkuan (Gambar 11).
Berdasarkan peta pada Gambar 11 dapat diidentifikasi kawasan pemangkuan (wilayah pemangkuan) dan pemangku kawasan yang kawasannya menjadi wilayah jelajah elang Jawa yang digunakan untuk melakukan aktifitas kesehariannya yaitu:
1) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang dikelola oleh Balai Besar TNGGP, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Kementerian Kehutanan,
2) Cagar Alam (CA) Telaga Warna yang dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kementerian Kehutanan,
3) Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Warna yang dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kementerian Kehutanan,
Sumber: Peta dasar citra Landsat 5 TM 2007 dan pengolahan data dari berbagai sumber Gambar 11. Peta Wilayah Pemangkuan Kawasan yang menjadi Bagian dari
Wilayah Jelajah Elang Jawa
4) TWA Jember yang dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kementerian Kehutanan,
5) Hutan produksi (HP) Perum Perhutani wilayah RPH Cipayung yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Bogor dan RPH Puncak yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cianjur, kedua KPH termasuk dalam wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Namun sejak keluarnya Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur dan Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor 230/Kpts-II/2003 tetang Pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan Produksi (KPHP) pasal 13 ayat (6), maka HP tersebut dikelola seperti pengelolaan hutan lindung (HL)/ kawasan lindung dengan tidak melakukan tebangan sama sekali.
6) Perkebunan teh Gunung Mas yang dikelola oleh PTPN VIII Gunung Mas, TNGGP CA Telagawarna TWA Telagawarna Perhutani RPH Cipayung Perhutani RPH Puncak TWA Jember Teh Ciliwung Teh Ciseureuh
Teh Gunung Mas
7) Perkebunan teh Ciliwung yang dikelola oleh PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP) Ciliwung,
8) Perkebunan teh Ciseureuh yang dikelola oleh PT.Maskapai Perkebunan Mulia (MPM).
Berdasarakan data tersebut diketahui terdapat 8 kawasan pemangkuan yang dikelola oleh 6 stakeholder pemangku kawasan. Informasi lebih detil terkait status kawasan pemangkuan dan pemangku kawasan yang merupakan wilayah jelajah elang Jawa pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
Dari 8 pemangku kawasan yang wilayahnya digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa dan merupakan kawasan lindung (KL) adalah TNGGP, CA Telaga Warna, TWA Jember dan TWA Telaga Warna. Dengan adanya Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), maka HP Perum Perhutani yang semestinya termasuk dalam kelompok kawasan budidaya (KBd) dimasukkan ke dalam kelompok KL. Ketiga kawasan perkebunan teh yang ada termasuk dalam KBd. Dari 13 sarang aktif elang Jawa yang ditemukan, semua sarang berada di dalam KL (TNGGP: 3 sarang; CA Telaga Warna: 6 sarang; TWA Jember: 1 sarang; dan HP Perum Perhutani; 3 sarang).
Status (bentuk) wilayah pemangkuan kawasan lindung (KL) berpengaruh terhadap pola pengelolaan kawasannya. Secara fisik dapat dilihat bahwa KL merupakan kawasan hutan dibandingkan dengan kebun teh misalnya dan kawasan budi daya (KBd) lainnya. Pada perkebunan teh terkadang masih tersisa beberapa wilayah yang tidak dibudidayakan dan dibiarkan kondisinya dengan vegetasi yang ada. Wilayah tersebut pada umumnya adalah wilayah yang secara ekonomis tidak menguntungkan untuk dibudidayakan, misalnya wilayah dengan kelerengan yang cukup curam yang biasanya wilayah tersebut berbatasan langsung dengan KL dan berfungsi sebagai wilayah penyangga. Demikian pula status HP yang dikelola seperti HL, maka kondisi hutannya pun tidak akan jauh berbeda dengan KL sebenarnya. Hal tersebut merupakan keuntungan dalam pelestarian elang Jawa, yaitu: tersedianya hutan yang baik sebagai habitatnya, keuntungan dari perlindungan kawasan dan semua isinya dari gangguan (misal kerusakan habitat, hilangnya habitat, fragmentasi habitat dan perburuan satwa).
No Nama Kawasan
Pemangkuan Kawasan
Dasar Hukum Luas (ha) Pemangku Kawasan (Pengelola)
Penggunaan oleh elang Jawa/ Sarang
Status Kawasan
1 TNGGP Taman Nasional SK Menhut 174/Kpts-‐II/2003
Tanggal 10 Juni 2003 21.975 BB TNGGP, Ditjen PHKA, Kemenhut S-‐8, S-‐10, S-‐11 Kawasan Konservasi 1,2 2 CA Telaga
Warna
Cagar Alam SK Mentan
481/Kpts/Um/6/1981 Tanggal 9 Juni 1981
368,25 BB KSDA Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kemenhut
S-‐2, S-‐3, N-‐2, N-‐3,
N-‐4, N-‐5 Kawasan Konservasi 1,2
3 TWA Telaga
Warna Taman Wisata Alam SK Mentan 481/Kpts/Um/6/1981 Tanggal 9 Juni 1981
5 BB KSDA Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kemenhut
Wilayah jelajah Kawasan Konservasi
1,2
4 TWA Jember Taman Wisata Alam
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 393/Kpts/Um/6/1979 Tanggal 9 Juni 1979
50 BB KSDA Jawa Barat, Bidang Wilayah Bogor, Ditjen PHKA, Kemenhut N-‐6 Kawasan Konservasi 1,2 5 Hutan Produksi Hutan Produksi SK Menhut 195/Kpts-‐II/2003 Tahun 2003 1 Dikelola seperti Hutan Lindung/ Kawasan Lindung
Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-‐Puncak-‐ Cianjur (Bopunjur)
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat: KPH Bogor untuk wilayah RPH Cipayung dan KPH Cianjur untuk RPH Puncak S-‐4, S-‐5, N-‐1 Hutan Produksi, dikelola sebagai Kawasan Lindung 6 Perkebunan Teh Gunung Mas
Perkebunan Hak Guna Usaha (HGU) 1629 PTPN VIII Gunung Mas
Jl. Sindang Sirna 4 Bandung Wilayah jelajah Kawasan Budidaya
1,4
7 Perkebunan
Teh Ciliwung Perkebunan Hak Guna Usaha (HGU) 562 PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP) Ciliwung Wilayah jelajah Kawasan Budidaya
1,3 8 Perkebunan
Teh Ciseureuh
Perkebunan Hak Guna Usaha (HGU) PT.Maskapai Perkebunan Mulia (MPM)
Wilayah jelajah Kawasan Budidaya
1 Sumber: 1. Hasil wawancara; 2. www.ditjenphka.go.id [Maret 2010]; 3.www.rycenter.com [Maret 2010]; 4. http://database.deptan.go.id/agrowisata [Maret 2010]
5.3. Stakeholder dalam Pelestarian Elang Jawa
Tujuan dilakukannya identifikasi dan analisis stakeholder adalah untuk mengidentifikasi individu atau lembaga yang terkait dalam pelestarian jenis elang Jawa, perlindungan habitat elang Jawa baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk juga pemangku kawasan yang menjadi wilayah jelajah elang Jawa, lembaga pembuat peraturan perundangan terkait elang Jawa dan habitatnya maupun terkait perencanaan dan pengaturan tata ruang wilayah yang menjadi habitat elang Jawa.
Dengan mengikuti definisi serta tahapan identifikasi dan analisis stakeholder seperti disebutkan pada Bab III, tahap awal adalah identifikasi stakeholder. Berdasarkan data hasil studi literatur dan wawancara di lapangan teridentifikasi sebanyak 33 stakeholder yang berupa organisasi maupun individu yang hasil identifikasi dan analisisnya adalah sebagai berikut:
5.3.1. Stakeholder kunci
Stakeholder kunci memiliki kewenangan legal dalam hal pengambilan keputusan (Maryono et al. 2005, diacu dalam Pratiwi 2008). Berdasarkan definisi tersebut, dalam penelitian ini stakeholder kunci yang memiliki kewenangan legal dalam pengambilan keputusan terkait pelestarian elang Jawa dan/ atau habitatnya adalah lembaga Pemerintah pemangku kawasan lindung dan lembaga lain yang menjadi pemangku kawasan lindung (atau karena keputusan tertentu yang secara legal mengikat, sehingga kawasan tersebut diperlakukan untuk dikelola seperti kawasan lindung), lembaga Pemerintah pembuat Peraturan Perundangan yang terkait dalam pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya. Teridentifikasi sebanyak 8 organisasi, yaitu: Balai Besar TNGGP (pengelola TNGGP), Balai Besar KSDA Jawa Barat (pengelola CA Telaga Warna, TWA Telaga Warna dan TWA Jember), Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (KPH Bogor: pengelola hutan produksi RPH Cipayung; dan KPH Cianjur: pengelola hutan produksi RPH Puncak), Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (Dit KKH), Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan, Direktorat Konservasi Kawasan (Dit KK), Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan, Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan (Dit PPH), Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan, Badan Perencanaan
Cianjur. Hasil identifikasi dan analisis stakeholder utama selengkapnya disajikan pada Tabel 4.
Menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa kewenangan pengurusan TNGGP, CA Telaga Warna, TWA Jember dan TWA Telaga Warna berada di Pemerintah Pusat, Cq. Kementerian Kehutanan. Balai Besar TNGGP dan Balai Besar KSDA Jawa Barat adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Kementerian Kehutanan untuk pengelolaannya di lapangan. Namun secara administratif wilayah TNGGP, CA Telaga Warna dan TWA Telaga Warna masuk ke dalam wilayah 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, sedangkan TWA Jember secara administratif masuk wilayah Kabupaten Cianjur. Sehingga dalam pengelolaannya pun harus ada kerjasama dari Pemerintah Pusat, UPT di lapangan dan Pemerintah Daerah.
5.3.2. Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama (primer) adalah stakeholder yang terkena dampak langsung oleh suatu rencana dan memiliki kaitan kepentingan langsung dengan kegiatan tersebut namun tidak memiliki kewenangan legal (Maryono et al. 2005, diacu dalam Pratiwi 2008). Berdasarkan definisi tersebut, dalam penelitian ini yang termasuk stakeholder utama adalah semua lembaga pemangku kawasan yang digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa yang tidak termasuk kawasan lindung, tokoh masyarakat dan kader konservasi teridentifikasi ada 7 organisasi atau individu, yaitu: PTPN VIII Gunung Mas (dengan kawasan pemangkuan Perkebunan Teh Gunung Mas), PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP) Ciliwung (dengan kawasan pemangkuan Perkebunan Teh Ciliwung), PT.Maskapai Perkebunan Mulia (MPM) (dengan kawasan pemangkuan Perkebunan Teh Ciseureuh), dan beberapa tokoh masyarakat dan merangkap sebagai kader konservasi (sebagai responden dalam penelitian ini adalah: Dili, kader konservasi Kampung Cibulao Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor; H. Supandi, kader konservasi Desa Ciloto Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur; Usep Suparman, kader konservasi Kampung Rarahan Desa Cimacan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur dan Adam Supriatna, kader konservasi Desa Cipanas,
Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). Hasil identifikasi dan analisis stakeholder utama selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
Perkebunan Teh Gunung Mas, Perkebunan Teh Ciliwung dan Perkebunan Teh Ciseureuh merupakan stakeholder yang wilayah pemangkuannya digunakan oleh elang Jawa sebagai wilayah jelajah. Kawasan perkebunan teh ini berbatasan langsung dan merupakan wilayah penyangga dengan kelompok kawasan CA Telaga Warna – TWA Jember – TWA Telaga Warna – HP Perum Perhutani – TNGGP yang digunakan sebagai habitat utama dan tempat bersarang bagi 13 pasang elang Jawa di lokasi penelitian. Kawasan perkebunan teh ini memang didominasi oleh pohon-pohon teh yang berbentuk perdu sebagai komoditas utama pengusahaan dari masing-masing perusahaan tersebut. Namun demikian karena bentuk topografi wilayah perkebunan teh yang berbukit dan terdapat wilayah yang memiliki lembah cukup terjal dengan kemiringan lebih dari 45°, khususnya wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan CA dan TN, maka wilayah tersebut oleh pemangku kawasan tidak dibuka dan tidak diusahakan karena alasan tidak ekonomis dalam pengusahaan. Wilayah-wilayah tersebut pada umumnya dipertahankan apa adanya dan ditumbuhi vegetasi alami yang serupa dengan vegetasi kawasan CA dan TN. Diduga karena kondisi vegetasi alami tersebut, maka masih memungkinkan tersebarnya beberapa jenis satwa kecil yang menjadi pakan bagi elang Jawa sehingga wilayah ini digunakan sebagai areal berburu bagi elang Jawa.
5.3.3. Stakeholder pendukung (sekunder)
Stakeholder pendukung adalah stakeholder yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap kegiatan tapi memiliki kepedulian. Mereka dapat menjadi fasilitator penghubung dalam proses dan cukup berpengaruh terhadap pengambilan keputusan (Maryono et al. 2005, diacu dalam Pratiwi 2008). Berdasarkan definisi tersebut, dalam penelitian ini yang termasuk stakeholder pendukung adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), peneliti, perguruan tinggi dan pemerhati elang teridentifikasi ada 18 organisasi, yaitu: Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Bogor, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor,
Perkebunan Kabupaten Cianjur, Dinas PU Kabupaten Cianjur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, PDAM Kabupaten Bogor, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Ciliwung Cisadane, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Raptor Conservation Society (RCS), Kelompok Pengamat Burung Cibodas Birdwatching Association (KPB CIBA), Raptor Indonesia (RAIN), Perkumpulan Suaka Elang, Garuda Warna Scan, Asian Raptor Research and Conservation Network (ARRCN), Konsorsium GEDEPAHALA (Gede – Pangrango – Halimun – Salak) dan Sekretariat Komite Nasional Program MAB Unesco-Indonesia (Koordinator pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas). Hasil identifikasi dan analisis stakeholder utama selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Berdasarkan UU Nomor 5/1990 Pasal 18 disebutkan bahwa dalam rangka kerjasama konservasi internasional, KSA dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer. Pada tahun 1977 UNESCO menetapkan kawasan TNGGP sebagai zona inti Cagar Biosfer Cibodas dengan batas terluar adalah jalan raya utama yang menghubungkan kota Ciawi (Bogor) – Cianjur – Sukabumi. Cagar biosfer dikelola menggunakan pembagian zona, yaitu: zona inti (TNGGP), zona penyangga dan zona peralihan. Sebagai zona inti TNGGP dikelola oleh organisasi pengelolanya yang ditunjuk tersendiri, yaitu Balai Besar TNGGP (bernaung pada Kementerian Kehutanan). Zona penyangga dan zona peralihan yang berupa kawasan Kebun Raya Cibodas, kawasan pemukiman, kawasan budidaya (perkebunan, sawah, ladang) dan kawasan lainnya tidak terkoorinasikan pengelolaannya dengan baik sebagai satu kesatuan pengelolaan sebuah cagar biosfer. Pengelolaan cagar biosfer di Indonesia dikoordinasikan oleh Sekretariat Komite Nasional Program MAB Unesco-Indonesia (bernaung di LIPI). Pada kawasan di luar TNGGP tersebut pengelolaan lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat. Melihat peran tersebut di atas, koordinator pengelola Cagar Biosfer Cibodas sepertinya masih belum memiliki kewenangan legal dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan dalam mengelola kawasannya, sehingga cenderung termasuk dalam kategori stakeholder pendukung, bukan stakeholder kunci sebagai pemangku kawasan.
Tabel 4. Stakeholder Kunci terkait Pelestarian Elang Jawa
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
1 Balai Besar TNGGP
(pengelola TNGGP) Pemangku kawasan konservasi TNGGP, dalam kawasan pemangkuannya digunakan sebagai tempat bersarang dan wilayah jelajah elang Jawa; melakukan perlindungan, pengamanan, pengelolaan kawasan dan semua yang ada di dalamnya sesuai statusnya (termasuk jenis elang Jawa dan habitatnya dalam kawasan), penelitian dan pemantauan jenis elang Jawa [secara mandiri maupun bekerjasama dengan masyarakat, peneliti, RCS dan LSM lainnya], pendidikan lingkungan serta pemberdayaan dan penyadartahuan masyarakat sekitar. Tergabung dalam Konsorsium Gedepahala dan Perkumpulan Suaka Elang.
Tinggi
2 Balai Besar KSDA Jawa Barat (pengelola CA Telaga Warna, TWA Telaga Warna dan TWA Jember)
Pemangku kawasan konservasi CA Telaga Warna, TWA Telaga Warna dan TWA Jember, dalam kawasan pemangkuannya digunakan sebagai tempat bersarang dan wilayah jelajah elang Jawa; melakukan perlindungan, pengamanan dan pengelolaan kawasan dan semua yang ada di dalamnya sesuai statusnya masing-‐masing (termasuk jenis elang Jawa dan habitatnya dalam kawasan), pemantauan jenis elang Jawa bersama masyarakat, peneliti dan RCS,
pendidikan lingkungan serta pemberdayaan dan penyadartahuan masyarakat sekitar. Tergabung dalam Perkumpulan Suaka Elang.
Tinggi
3 Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (KPH Bogor: pengelola hutan produksi RPH Cipayung; dan KPH Cianjur: pengelola hutan produksi RPH Puncak)
Pemangku kawasan hutan produksi (HP), sebagian wilayah dalam kawasan pemangkuannya digunakan sebagai tempat bersarang dan wilayah jelajah elang Jawa; sejak keluarnya Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-‐Puncak-‐ Cianjur (Bopunjur), maka HP dalam wilayah pemangkuannya di kawasan Bopunjur dikelola seperti pengelolaan Hutan Lindung (HL) dengan tidak adanya penebangan (termasuk RPH Cipayung dan RPH Puncak)
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
4 Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (Dit KKH), Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan
Pembuatan (usulan) peraturan perundangan, arahan, pembinaan, pemantauan dan perencanaan terkait pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati secara umum dan khususnya jenis yang dilindungi di Indonesia, termasuk di dalamnya pengelolaan pada kawasan konservasi (seperti Kawasn Pelestarian Alam [KPA]: TN, TWA; dan Kawasan Suaka Alam [KSA]: CA) dan kawasan lindung (hutan lindung)
Tinggi
5 Direktorat Konservasi Kawasan (Dit KK), Ditjen PHKA
Kementerian Kehutanan
Pembuatan (usulan) peraturan perundangan, arahan, pembinaan, pemantauan dan perencanaan terkait pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, khususnya Kawasn Pelestarian Alam [KPA]: TN, TWA; dan Kawasan Suaka Alam [KSA]: CA) serta kawasan lindung (hutan lindung)
Tinggi
6 Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan (Dit PPH), Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan
Pembuatan (usulan) peraturan perundangan, arahan, pembinaan, pemantauan dan perencanaan terkait pengamanan sumberdaya alam hayati dan kawasan konservasi di Indonesia, khususnya Kawasn Pelestarian Alam [KPA]: TN, TWA; dan Kawasan Suaka Alam [KSA]: CA) serta kawasan lindung (hutan lindung)
Tinggi
7 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor
Perencanaan dan implementasi RTRW Kabupaten Bogor, termasuk di dalamnya penentuan pola ruang yang mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan
Tinggi 8 BAPPEDA Kabupaten Cianjur Perencanaan dan implementasi RTRW Kabupaten Cianjur, termasuk di
dalamnya penentuan pola ruang yang mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan
Tinggi
Keterangan:
* = parameter (Dick 1997):
• tinggi: stakeholder mempunyai kemampuan mem-veto keputusan, • sedang: pengaruh stakeholder masih bisa diselesaikan melalui negosiasi,
Tabel 5. Stakeholder Utama terkait Pelestarian Elang Jawa
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
1 PTPN VIII Gunung Mas
(Perkebunan Teh Gunung Mas) Pemangku kawasan perkebunan, sebagian wilayah dalam kawasan pemangkuannya digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa, diduga sebagai areal berburu elang/ mencari pakan
Tinggi 2 PT Sumber Sari Bumi Pakuan
(SSBP) Ciliwung
(Perkebunan Teh Ciliwung)
Pemangku kawasan perkebunan, sebagian wilayah dalam kawasan
pemangkuannya digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa, diduga sebagai areal berburu elang/ mencari pakan
Tinggi 3 PT.Maskapai Perkebunan Mulia
(MPM)
(Perkebunan Teh Ciseureuh)
Pemangku kawasan perkebunan, sebagian wilayah dalam kawasan
pemangkuannya digunakan sebagai wilayah jelajah elang Jawa, diduga sebagai areal berburu elang/ mencari pakan
Tinggi 4 Dili Tokoh masyarakat dan kader konservasi, menjadi contoh dan panutan bagi
masyarakat sekitar untuk perlindungan dan pelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya di kawasan CA Telaga Warna – TWA Telaga Warna dan sekitarnya (misalnya dengan mengajak tidak memburu telor dan elang Jawa, membantu pemantauan perkembangbiakan elang Jawa dengan berkoordinasi dengan LSM Raptor Conservation Society [RCS], penanaman pohon di sekitar tempat tinggal dan pemanduan untuk penelitian maupun wisata alam berbasis elang Jawa)
Sedang
5 H. Supandi Tokoh masyarakat dan kader konservasi, menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat sekitar untuk perlindungan dan pelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya di kawasan TWA Jember dan sekitarnya (misalnya dengan penanaman pohon dan penyuluhan/ penyadartahuan masyarakat terhadap pentingnya pelestarian hutan dan lingkungan)
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
6 Usep Suparman Tokoh masyarakat dan kader konservasi, menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat sekitar untuk perlindungan dan pelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya di kawasan TNGGP -‐ CA Telaga Warna – TWA Telaga Warna – TWA Jember – HP Perum Perhutani dan sekitarnya (misalnya dengan penelitian dan pemantauan elang Jawa khususnya pada musim perkembangbiakan, mengajak tidak memburu telor dan elang Jawa, inisiasi berbagai kegiatan produktif berbasis elang Jawa seperti: penanaman pohon di sekitar habitat, pendidikan lingkungan untuk masyarakat, pengembangan wisata alam berbasis elang Jawa dan pembentukan kelompok Kelompok Pengamat Burung Cibodas
Birdwanching Association [KPB CIBA] dan Raptor Conservation Society [RCS] pada tahun 2002)
Tinggi
7 Adam Supriatna Tokoh masyarakat dan kader konservasi, menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat sekitar untuk perlindungan dan pelestarian elang Jawa dan habitatnya di kawasan TNGGP -‐ CA Telaga Warna – TWA Telaga Warna – TWA Jember – HP Perum Perhutani dan sekitarnya (misalnya dengan penelitian dan pemantauan elang Jawa khusnya pada musim perkembangbiakan,
pengembangan wisata alam berbasis elang Jawa dan pembentukan kelompok KPB CIBA dan menjadi dewan penasehat RCS serta koordinator Raptor Indonesia (RAIN) hingga tahun 2009.
Tinggi
Keterangan:
* = parameter (Dick 1997):
• tinggi: stakeholder mempunyai kemampuan mem-veto keputusan, • sedang: pengaruh stakeholder masih bisa diselesaikan melalui negosiasi,
• kecil: stakeholder tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pencapaian tujuan.
Tabel 6. Stakeholder Pendukung terkait Pelestarian Elang Jawa
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
1 Dinas Kehutanan dan Pertanian
Kabupaten Bogor Pembinaan penghijauan/ rehabilitasi lahan bersama masyarakat di luar kawasan konservasi di wilayah Kabupaten Bogor Tinggi 2 Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Kabupaten Bogor
Pembinaan dan pemeliharaan sungai/ badan air di wilayah Kabupaten Bogor Sedang 3 Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bogor Pembinaan wisata dan wisata alam di wilayah Kabupaten Bogor Sedang 4 Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kabupaten Bogor Pengelolaan mata air untuk kebutuhan pemenuhan air minum di Kabupaten Bogor Sedang 5 Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Cianjur
Pembinaan penghijauan/ rehabilitasi lahan bersama masyarakat di luar kawasan konservasi di wilayah Kabupaten Cianjur
Tinggi 6 Dinas PU Kabupaten Cianjur Pembinaan dan pemeliharaan sungai/ badan air di wilayah Kabupaten Cianjur Sedang 7 Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Cianjur Pembinaan wisata dan wisata alam di wilayah Kabupaten Cianjur Sedang 8 PDAM Kabupaten Bogor Pengelolaan mata air untuk kebutuhan pemenuhan air minum di Kabupaten
Cianjur Sedang
9 Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Ciliwung Cisadane
Pengelolaan sumber mata air dan badan air di wilayah cakupan DAS Ciliwung
dan Cisadane Sedang
10 Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Penelitian terkait burung pemangsa (termasuk jenis elang Jawa) dan Habitatnya di seluruh wilayah penyebarannya Tinggi
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
11 Raptor Conservation Society
(RCS) Sejak tahun 2002 melakukan kegiatan antara lain: - Penelitian dan pemantauan terkait jenis elang Jawa khusus di wilayah TNGGP, CA Telaga Warna, TWA Jember, TWA Telaga Warna, HP Perum Perhutani dan kawasan sekitarnya.
- Pendidikan lingkungan berbasis burung
- Pemantauan terhadap migrasi burung pemangsa - Pengembangan wisata ornitologi dan ecotourism
- Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian elang dan habitatnya melalui program antara lain: program nest protection;
penghijauan, perbaikan dan perlindungan daerah resapan/ tangkapan/ mata air
- Tergabung dalam Perkumpulan Suaka Elang
Tinggi
12 Kelompok Pengamat Burung Cibodas Birdwatching Association (KPB CIBA)
Pengamatan burung pemangsa dan jenis burung lainnya di kawasan TNGGP dan sekitarnya, pengembangan wisata bird watching di kawasan TNGGP
Tinggi 13 Raptor Indonesia (RAIN) Penelitian dan pengkordinasian penelitian burung pemangsa/ raptor (termasuk
elang Jawa) dan migrasi burung pemangsa di Indonesia, pendidikan lingkungan dan penyadartahuan masyarakat, penggalangan kerjasama antar peneliti dan pemerhati burung pemangsa di Indonesia, Asia dan Internasional. Tergabung dalam Perkumpulan Suaka Elang.
Tabel 6. Stakeholder Pendukung terkait Pelestarian Elang Jawa (Lanjutan)
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
14 Perkumpulan Suaka Elang Penanganan burung pemangsa (termasuk jenis elang Jawa) yang berada di luar habitatnya (penyelamatan, rehabilitasi, pelepasliaran, sanctuary) di sekitar wilayah TNGHS dan TNGGP serta kawasan sekitarnya, pendidikan lingkungan dan penyadartahuan masyarakat berbasis pelestarian burung pemangsa, penggalangan jaringan kerjasama dalam pelestarian burung pemangsa pemangsa di wilayah sekitar TNGHS, TNGGP hingga wilayah Provinsi Jawa Barat
Sedang
15 Garuda Warna Scan Dukungan terhadap kegiatan pelestarian elang Jawa dan habitatnya oleh masyarakat dan LSM terkait di kawasan CA Telaga Warna dan sekitarnya, pendidikan lingkungan, penanaman pohon dan pengembangan wisata ornitologi bersama masyarakat sekitar
Sedang
16 Asian Raptor Research and
Conservation Network (ARRCN) Dukungan untuk penelitian, pemantauan dan promosi bagi pelestarian elang Jawa dan habitatnya di Indonesia pada umumnya dan wilayah TNGGP – CA Telaga Warna – TNGHS pada khususnya, kerjasama pemantauan migrasi burung pemangsa
Sedang
17 Konsorsium GEDEPAHALA (Gede – Pangrango – Halimun – Salak)
Dukungan pengelolaan kawasan TNGGP dan TNGHS dengan baik dengan menggalang kerjasama dengan berbagai pihak seperti LSM (nasional dan internasional), tokoh masyarakat, peneliti, Perguruan Tinggi dan pihak swasta (nasional dan internasional) untuk secara nyata berkontribusi dalam
perlindungan dan restorasi kawasan (misal dengan program “adopsi pohon”) tersebut sebagai daerah tangkapan air dan habitat berbagai jenis flora dan fauna dilindungi (termasuk jenis elang Jawa) dan sebagai ekosistem komplek yang penting
Sedang
No Kelompok Stakeholder Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam kesuksesan pelestarian jenis elang Jawa dan/ atau habitatnya *
18 Sekretariat Komite Nasional Program MAB Unesco-‐Indonesia (Koordinator pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas)
Mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu
pengetahuan yang handal; Mensinergikan konservasi keanekaragaman hayati, embangunan ekonomi dan pemberdayaan budaya nusantara untuk
kesejahteraan bangsa Indonesia
Kecil
Keterangan:
* = parameter (Dick 1997):
• tinggi: stakeholder mempunyai kemampuan mem-veto keputusan, • sedang: pengaruh stakeholder masih bisa diselesaikan melalui negosiasi,
Elang Jawa menggunakan kawasan lindung (KL) dan kawasan budidaya (KBd) sebagai habitatnya. Luasan dan kualitas habitat sangat menentukan dalam upaya pelestarian elang Jawa secara jangka panjang. Kualitas habitat yang berada di dalam KL cenderung lebih baik dan lebih disukai bagi elang Jawa dibandingkan dengan KBd. Namun karena semakin menyempitnya KL akibat perubahan peruntukkan maka pengelolaan KBd yang mempertimbangkan kelestarian elang Jawa menjadi penting. Dengan beragamnya stakeholder pemangku KBd dengan tujuan dan pola pengelolaan yang berbeda maka diperlukan adanya suatu aturan yang dapat memberikan arah kebijakan, dan tindakan pengelolaan yang sejalan dengan pelestarian elang Jawa.