• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TATA CARA PERENCANAAN

PENGHENTIAN BUS

NO. 015/T/BNKT/1990

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

(2)

P R A K A T A

Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun di daerah.

Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, S p e s i f i ka s i , m a u p u n M e t o d a P e n g u j i a n , yang b e r k ai t a n d e n g a n perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang lebih balk, efisien dan seragam.

Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku “Tata Cara Perencananan Perhentian“ Bus " ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota.

Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari.

Jakarta, 1990

DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA

DJOKO ASMORO

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I DESKRIPSI ... 1

1.1. Maksud dan Tujuan ... 1

1.1.1. Maksud ... 1

1.1.2. Tujuan ... 1

1.2. Ruang Lingkup ... 1

1.3. Pengertian ... 1

BAB II. PERSYARATAN-PERSYARATAN ... 3

2.1. Kriteria Penempatan ... 3

2.2. Dimensi ... 3

2.3. Persyaratan-persyaratan Lain ... 4

BAB III. KETENTUAN-KETENTUAN ... 5

3.1. Dimensi Tipikal ... 5

3.2. Kebutuhan Panjang Jalur Tinggu ... 5

3.3. Perlengkapan ... 6

3.4. Struktur ... 7

BAB IV. PERENCANAAN ... 8

LAMPIRAN-LAMPIRAN - Gambar - gambar ... 9

- Daftar Buku Standar Direktorat Pembinaan Jalan Kota ... 15

- Daftar Nama-nama Pemrakarsa dan Tim Pembahas ... 17

(4)

BAB I. DESKRIPSI

1.1. Maksud dan Tujuan

1.1.1. Maksud

Tata cara ini dimaksudkan sebagai pegangan praktis dalam merencanakan Pemberhentian Bus.

1.1.2. Tujuan

Tujuan tata cara ini adalah untuk keseragaman bentuk di dalam perencanaan Pemberhentian Bus secara baik, tepat, benar, sehingga dapat diperoleh manfaat secara optimal.

1.2. Ruang Lingkup

Buku petunjuk ini meliputi penentuan kriteria penempatan, daerah penempatan, dimensi, struktur, perlengkapan d a n ketentuan-ketentuan lain tentang Pemberhentian Bus pada jalan- jalan di wilayah perkotaan.

1.3. Pengertian

Pemberhentian Bus adalah bagian perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang.

Pemberhentian Bus Dengan Teluk adalah Pemberhentian Bus dengan menggunakan Teluk dan dilengkapi dengan Fasilitas Tunggu

(5)

Pemberhentian Bus Tanpa Teluk adalah Pemberhentian Bus tanpa menggunakan Teluk, dilengkapi dengan Marka, Rambu dan minimum dilengkapi dengan Fasilitas Tunggu Penumpang.

Fasilitas Tunggu Penumpang adalah fasilitas yang disediakan untuk calon penumpang menunggu bus, dapat berupa Lantai Tunggu Penumpang, Shelter.

Shelter adalah bagian dari Fasilitas Tunggu Penumpang yang berupa bangunan yang digunakan untuk para penumpang menunggu bus/angkutan umum dan melindungi penumpang dari cuaca.

Funsi lain Pemberhentian Bus adalah meningkatkan disiplin lalu- lintas baik untuk pengemudi bus maupun untuk penumpang angkutan umum. Naik dan turun bus hanya ditempat yang telah ditentukan.

Teluk Bus berfungsi untuk :

a. Mengurangi gangguan kelancaran lalu-lintas akibat bus berhenti.

b. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan penumpang angkutan umum.

(6)

BAB II. PERSYARATAN-PERSYARATAN

2.1. Kriteria Penempatan

Lokasi Pemberhentian Bus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut :

a. Tidak mengganggu kelancaran lalu-lintas kendaraan maupun pejalan kaki.

b. Dekat dengan lahan yang mempunyai potensi besar untuk pemakai angkutan penumpang umum.

c. Mempunyai eksesibilitas yang tinggi terhadap pejalan kaki.

d. Jarak satu Pemberhentian Bus dengan Pemberhentian Bus lainnya pada suatu ruas jalan minimal tigaratus meter dan tidak lebih dari tujuhratus meter.

e. Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung awal Teluk Bus, sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter. (lihat Gambar 1.)

f. Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung Rambu Stop Bus sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter. (lihat Gambar 1.)

g. Lokasi penempatan Pemberhentian Bus disesuaikan dengan kebutuhan.

2.2. Dimensi

Dimensi Pemberhentian Bus Dengan Teluk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan kendaraan untuk melakukan gerakan masuk dan keluar Teluk Bus tanpa mengganggu lalu-lintas lainnya.

Jalur lalu-lintas pada Teluk Bus harus terdiri dari jalur perlambatan, jalur tunggu dan jalur percepatan.

Panjang jalur tunggu disesuaikan dengan kebutuhan.

(7)

2.3. Persyaratan-persyaratan Lain

Dalam merencanakan Pemberhentian B u s perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku, yang dikeluarkan oleh :

- Pemerintah Daerah setempat.

- Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga.

- Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

(8)

III. KETENTUAN-KETENTUAN

3.1. Dimensi Tipikal

Panjang Jalur Tunggu ditetapkan berdasarkan jenis bus dengan kapasitas 30 penumpang, ditambah dengan panjang toleransinya dan mempunyai total sebesar 11 meter untuk setiap bus. (lihat Tabel 1.)

3.2. Kebutuhan Panjang Jalur Tunggu.

Panjang jalur tunggu disesuaikan dengan jumlah bus tunggu rencana. Jumlah bus tunggu dihitung berdasarkan jumlah waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu rencana dan sekurang-kurangnya 70 persen sampai dengan 85 persen dari jumlah waktu tunggu seluruh bus yang menggunakan Teluk Bus itu. Perhitungan tersebut berdasarkan pada satu hari kerja yang mewakili hari kerja tahun tersebut.

Jumlah bus tunggu rencana dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(1)

Ti = Total waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu i (detik) Tij = Lama waktu (masa) tunggu bus, untuk jumlah bus tunggu i

dan frekuensi ke j (detik).

i = Jumlah bus tunggu pada suatu saat (unit bus)

j = Frekuensi ke j dari suatu jumlah anggota statistik.

(Jumlah Bus tunggu i yang ke j).

(9)

TABEL I

WAKTU TUNGGU BUS KUMULATIF

Jumlah bus tunggu

i

Jumlah waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu i (detik)

Waktu tunggu kumulatif

(detik)

1 2 3 i r m

T1 T2 T3 Ti Tr Tm

K1 K2 K3 Ki Kr Km

Total T

Km = Total waktu tunggu seluruh Bus.

Kr = 70% sampai dengan 85% dari Km.

r = jumlah bus tunggu rencana

Ki = K( i – 1 ) + Ti (2)

3.3. Perlengkapan

- Penghentian Bus harus dilengkapi Rambu Lalu-lintas, Marka Jalan, dan Fasilitas Tunggu Penumpang.

- Rambu "STOP BUS" harus dipasang pada bagian akhir jalur tunggu, sesuai dengan ketentuan pemasangan rambu.

- Marka garis putus dipasang pada bagian jalur perlambatan dan jalur percepatan.

- Marka garis penuh di pasang pada bagian jalur tunggu.

- Shelter dapat dipasang pada Penghentian Bus Dengan Teluk atau pada Penghentian Bus Tanpa Teluk.

- Untuk Teluk Bus harus dilengkapi dengan Shelter.

(10)

- Ketentuan-ketentuan lain tentang marka jalan harus mengikuti ketentuan-ketentuan pada peraturan marka jalan.

3.4. S t r u k t u r

Agar jalur Penghentian Bus dapat tahan lama maka dianjurkan menggunakan perkerasan kaku.

Lantai Tunggu Penumpang harus sama dengan struktur trotoar.

(11)

IV. PERENCANAAN

1. Buatlah peta situasi di sekitar yang akan dibangun Pemberhentian Bus.

2. Tentukan jumlah bus tunggu rencana dengan menggunakan rumus yang berlaku.

3. Dalam penggunaan perkerasan kaku, perhatikan disain sambungan antara perkerasan kaku dengan perkerasan di sebelahnya.

4. Tentukan dimensi Teluk Bus yang sesuai dengan jumlah bus tunggu rencana.

5. Bila kendaraan yang akan masuk ke Teluk Bus kebanyakan bus-bus yang besar dan dana yang tersedia cukup, maka disainlah perkerasan dengan menggunakan perkerasan kaku.

6. Tempatkan Shelter pada Pemberhentian Bus.

(12)

LAMPIRAN – LAMPIRAN

(13)

GAMBAR.l. PENEMPATAN TELUK BUS DI DEKAT PERSIMPANGAN

: Shelter

: Rambu “Stop Bus”

L 1 : Jarak antara tepi perkerasan pada kaki persimpangan Ke ujung awal teluk bus minimum 50 meter.

L 2 : Jarak antara tepi perkerasan pada kaki persimpangan ke rambu Stop Bus minimum 50 meter (tanpa teluk)

(14)

GAMBAR.2. PENEMPATAN TELUK BUS DI DEKAT JEMBATAN PENYEBERANGAN

GAMBAR.3. PERLENGKAPAN TELUK BUS

(15)

Gambar 4. BENTUK TIPIKAL TELUK BUS

Tabel. 1. DIMENSI TELUK BUS UNTUK SATU BUS

A B

(1)

C W

STANDAR 20.0 11.0 20.0 3 . 0

MINIMUM 10.0 11.0 13.0 2.75

(16)

a. DENGAN SALURAN TERBUKA DAN MEMAKAI

b. DENGAN SALURAN TERTUTUP

GAMBAR 5. TIPIKAL POTONGAN PEMBERHENTIAN BUS

(17)

L = Jarak antar sambungan = 5 meter

W = Lebar plat ( sesuai dengan lebar jalur jalan ) W1 = Lebar plat terkecil = 1 meter

GAMBAR 6 . DENAH TELUK BUS DENGAN PERKERASAN KAKU

(18)

GAMBAR. 7. DETAIL PERKERASAN KAKU UNTUK TELUK BUS

A = Bagian dowel diberi anti karat = 100 mm

B = Lebar celah sambungan = 6 - 10 mm C = Tebal CTSB = 100 mm C = Tebal pelat beton = 250 mm

D = Panjang bagian dowel yang diberi pelumas = 2 L

L = Panjang dowel = 500 mm

T = Kedalaman celah sambungan = maximum 4 1D

GAMBAR. 8. DETAIL SAMBUNGAN ANTARA

(19)

DAFTAR BUKU STANDAR

DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI

1. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Februari 1987 2. Standar Perencanaan Geometrik

Untuk Jalan Perkotaan

Januari 1988

3. Standar Specification For Geometric Design Of Urban Roads

January 1988

4. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia (Tentative)

Desember 1986

5. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu-lintas

01/T/BNKT/1990

6. Panduan Surval Wawancara Rumah 02T/BNKT/1990 7. Petunjuk Perambuan Sementara

Selama Pelaksanaan Pekerjaan

03/T/BNKT/1990

8. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 04/T/BNKT/1990 9. Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan

Utilitas

05/T/BNKT/1990

10. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan Ulang Jalan Pada Daerah Kereb Perkerasaan dan Sambungan

06/T/BNKT/1990

11. Petunjuk Perencanaan Trotoar 07/T/BNKT/1990 12. Petunjuk Desain Drainase Permukaan

Jalan

08/T/BNKT/1990

13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan 09/T/BNKT/1990 Kaku (Beton Semen)

14. Panduan Penentuan Kiasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan

10/T/BNKT/1990

15. Standar Spesifikasi Kereb 11/S/BNKT/1990 16. Petunjuk Perencanaan MarkaJalan 12/S/BNKT/1990 17. Petunjuk Lokasi dan Standar

Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan

13/S/BNKT/1990

(20)

NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI

18. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/1990 19. Tata Cara Perencanaan

Pemberhentian Bus

015/T/BNKT11990

20. Tata Cara Pelaksananan Survai

Inventarisasi Jalan Dan Jembatan Kota

016/T/BNKT/1990

21. Tata Cara Peleksanaan Surval Penghitungan Lalu-Ilntas Cara Manual

017/T/BNKT/1990

22. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

018/T/BNKT/1990

(21)

DAFTAR NAMA - NAMA

PEMRAKARSA DAN TIM PEMBAHAS

P E M R A K A R S A

DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

KOSEPTOR

NO. NAMA

1.

2.

3.

Ir. Hartom., MSc

Ir. Palgunadi., MEngSc Ir. Bernaldy., CES

T I M P E M B A H A S

NO. N A M A

1. Ir. Hartom., MSc 2. Ir. Bernaldy., CES 3. Ir. Palgunadi., MEngSc 4. Ir. Trihardjo

6. Ir. Heru Budi Santoso., CES 6. Ir. Minton. P

7. Ir. Budi Harimawan 8. Ir. Atiek Suparyati

Gambar

Gambar 4. BENTUK TIPIKAL TELUK BUS
GAMBAR 6 . DENAH TELUK BUS DENGAN PERKERASAN KAKU

Referensi

Dokumen terkait

 Discount uang

Hasil pengamatan untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis RhizoPlex terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung semi (baby corn) dengan parameter tinggi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kendali genetik pewarisan sifat ketahanan cabai ( C. annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh

Untuk Analisis hujan bulan Juni 2016 di seluruh Propinsi Banten dan DKI Jakarta menunjukkan bahwa hujan yang terjadi cenderung bersifat Atas Normal, kecuali sebagian wilayah Barat

Wakil Dekan Bidang Akademik & Kelembagaan,

Berdasarkan sumber buku yang penulis peroleh dapat dinyatakan bahwa Perundingan Linggarjati tersebut membahas kelanjutan dari perundingan Hoge Veluwe tentang masalah

Hal ini disebabkan bahwa pada umumnya petani responden ingin mengikuti kegiatan P2BN karena para peserta diberi modal dan dari kelompok yang mengikuti kegitan tersebut,

Sebaliknya unsur paduan logam lain seperti mangan, nikel dan krom memiliki ukuran atom lebih besar sehingga bila masuk kedalam besi akan membentuk larutan padat substitusi