• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “ADA ZAT MEMATIKAN PADA MAWAR YANG INDAH” DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA

HIGASHIGAWA TOKUYA

HIGASHIGAWA TOKUYA NI KAKARETA “KIREI NA BARA NI WA SATSUI GA GOZAIMASU” TO IU TANPEN SHOUSETSU NI OKERU

KOUZOU BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH:

UMMU UMAIRAH NIM 130708114

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Struktural Cerpen „Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah‟ Dalam Kumpulan Cerpen Karya Higashigawa Tokuya”

Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Badaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Diah Syafitri Handayani, S.S, MLitt, PhD dan Ibu Rani Arfianty, S.S, M.Phil, selaku dosen pembimbing yang telah demikian besar meluangkan waktu, pikiran serta tenaga untuk membimbing penulis dan selalu memberikan nasehat, masukan dan arahan dengan sabar, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

(3)

4. Bapak/ Ibu para dosen pengajar Fakultas Ilmu Budaya, khususnya para dosen pengajar Sastra Jepang yang telah memberikan pengetahuan tentang bahasa, sastra dan budaya Jepang, serta kepada staf pegawai Sastra Jepang.

5. Kepada kedua orangtua penulis, khususnya Ibunda terima kasih atas semua pengorbananmu dan kasih sayang yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu dan yang tak henti-hentinya mendoakan penulis agar selalu sehat, serta memberikan semangat, motivasi, dan seluruh dukungan, baik secara moral dan material yang tak terhingga sampai saat ini.

6. Kepada keluarga besar penulis, yang turut serta memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis, baik secara moral dan material.

7. Untuk sahabat-sahabat penulis dari semester satu hingga sekarang, yang selalu ada di waktu senang maupun susah.

8. Aotake stambuk 2013 teman seperjuangan hingga mati yang selalu ada bersama penulis di dalam kelas dan dimana pun penulis berada yang mengisi warna warninya kuliah bersama penulis.

9. Kepada Boyband asal Korea Selatan BTS (Bangtanboys – 방탄소년단) terutama kepada Jeon Jungkook (전정국) yang telah memotivasi dan selalu memberi semangat kepada penulis. Dan kepada anggota BTS yang lainnya yaitu Kim Seokjin (김석진), Min Yoongi (민윤기), Kim Namjoon (김남준), Jung Hoseok (정호석), Park Jimin (박지민), dan Kim Taehyung (김태형).

10. Kepada INFINITE Kim Myungsoo L (김명수), EXO Park Chanyeol (박찬열), DAY6 Park Sungjin (박성진), WANNA ONE Kang Daniel

(4)

(강다니엘) Ong Seongwoo (옹성우) Park Jihoon (박지훈), SEVENTEEN Kim Mingyu (김민규) Jeon Wonwoo (전원우), IKON Song Yunhyeong (송윤형) Jung Chanwoo (정찬우) Kim Hanbin B.I (김한빈), BTOB Yook Sungjae (육성재), RUNNING MAN, K-DRAMA, dan lainnya.

11. Kepada teman-teman yang berada di Korea Selatan yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

12. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu, memberi semangat dan dukungan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.

Medan, Juli 2018 Penulis,

Ummu Umairah

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...1

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...5

1.2 Perumusan Masalah...8

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...10

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori...10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian...16

1.6 Metode Penelitian...17

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN “ADA ZAT MEMATIKAN PADA MAWAR YANG INDAH”, SRTUKTURAL SASTRA 2.1 Definisi Cerpen...19

2.2 Unsur Intrinsik Cerpen...27

2.3 Kajian Struktural dalam Karya Sastra...30 BAB III ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “ADA ZAT MEMATIKAN PADA MAWAR YANG INDAH” DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA HIGASHIGAWA TOKUYA

(6)

3.1 Sinopsis Cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah...32

3.2 Analisis Struktural Cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah 3.2.1 Tema...35

3.2.2 Penokohan...39

3.2.3 Alur...52

3.2.4 Latar (Setting) ...60

3.3 Analisis Keterkaitan Antar Tema, Penokohan, Alur, dan Latar yang Mendasari Struktur Cerita Yang Utuh Dalam Cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah ...67

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ...72

4.2 Saran ...73

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

(7)

BAB I

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Selain dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional.

Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1988:8).

Karya sastra pun dibedakan atas prosa, puisidan drama. Ketiga karya sastra tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam penyajiannya. Prosa dalam karya sastra modern lebih dikenal dengan istilah cerita rekaan (cerkan). Disebut cerkan karena direka oleh pengarang berdasarkan kenyataan yang diimajinasikan.

Menurut (Sudjiman, 1998:12), semua cerita rekaan ada kemiripan dengan sesuatu kehidupan ini karena bahannya diambil dari pengalaman hidup. Macam-macam cerita rekaan dalam karya sastra moderen antara lain novel, novella (cerita panjang), dan cerita pendek (cerpen).

Cerpen adalah cerita yang pendek yang memusatkan pada satu situasi dan estetika intinya konflik (Noor,2009:26). Sama-seperti karya sastra pada umumnya cerpen pun sangat sarat dengan pendidikan moral yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk belajar memahami kehidupan secara sederhana.

(8)

Unsur-unsur pembangun cerpen yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas disamping unsur bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 1994: 23). Unsur pembangun sebuah cerpen tersebut meliputi tema, alur, latar (setting), tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah cerpen adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah cerpen berwujud. Sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah cerpen. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar (setting), sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Pendekatan struktural berpijak pada karya sastra itu sendiri dan lepas dari segala yang berada di luar karya sastra. Menurut (Teeuw, 1984), karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca. Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur yang berhubungan.

(9)

Dari sekian banyak cerpen yang diterbitkan di Jepang salah satu cerpen yang akan dijadikan objek penelitian adalah cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” dalam Kumpulan Cerpen “The After Dinner-Mysteries”

karya Higashigawa Tokuya.

Cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” bercerita tentang penelitian kasus pembunuhan oleh Hosho Reiko dan pelayannya, Kageyama.

Reiko bersama Kageyama harus memecahkan sebuah misteri kasus pembunuhan yang banyak memiliki keganjalan karena mayatnya di temukan ditaman mawar dan di tidurkan diatas ranjang mawar kediaman keluarga Fujikura.

Hosho Reiko sendiri merupakan seorang putri dari pemilik Hosho Group atau dengan kata lain ia adalah seorang tuan putri yang kaya raya. Alih-alih menjadi sosialita, Reiko memilih untuk mengabdikan diri kepada masyarakat dengan menjadi polisi detektif di kantor Kepolisian Kunitachi, wilayah Tokyo, Prefektur Tama. Sayangnya Reiko malah mendapat atasan yang juga berasal dari keluarga bangsawan, yaitu Komandan Kazamatsuri yang merupakan anak presiden dari Kazamatsuri Motors. Tentunya Komandan Kazamatsuri ini tidak tahu identitas Reiko yang adalah seorang tuan putri. Reiko sendiri juga sering merasa frustasi karena Komandan Kazamatsuri sangat tidak kompeten dalam melakukan penyelidikan. Namun, Reiko sendiri juga tidak bisa memecahkan kasus pembunuhan yang cukup rumit yang ditanganinya. Beruntung bagi Reiko, ada Kageyama, pelayan yang bagi Reiko sangat menyebalkan karena suka mengolok-ngoloknya. Alih-alih memecat Kageyama, Reiko justru menceritakan kasusnya kepada Kageyama karena kemampuan analisis Kageyama yang sangat

(10)

mengagumkan dan dia yang selalu bisa mengupas tuntas kasus-kasus yang ditangani oleh Reiko sang Tuan Putri.

Cerpen yang terdiri dari 44 halaman ini bercerita tentang penyelidikan misterius kematian salah seorang, namun terasa ringan dan tidak serius. Cerpen ini juga memiliki sisi komedi yang dapat dilihat dari interaksi antar tokoh.

Dengan menggunakan teori struktural di atas, penulis akan menganalisis tema, penokohan, alur dan latar (setting). Sehingga dapat menjelaskan baik atau kurang baiknya struktur dari cerpen tersebut, bagaimana keterkaitan unsur-unsur yang terdapat pada cerpen “Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah” dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

1.2 Rumusan Masalah

Kisah dalam cerpen ini bermula ketika ditemukannya seorang wanita cantik terbaring diatas ranjang mawar dengan tenang. Sosok itu tampak tenang dalam tidur yang lelap, dikelilingi bunga-bunga mawar. Karena dia mengenakan piama, semakin terlihat sepeti orang tidur diatas ranjang, tapi apakah ada orang tidur tenang di atas ranjang mawar? Kalaupun ada, sosok itu adalah mayat yang tidak bisa merasakan tajamnya duri mawar. Wanita tersebut bernama Takahara Kyoko yang diduga tewas karena dibunuh.

Kasus tersebut ditangani oleh dua orang dari kesatuan polisi setempat yaitu Reiko dan Komandan Kazamatsuri. Komandan Kazamatsuri dan Reiko menyelidiki kasus pembunuhan yang terjadi di mansion keluar Fujikura tersebut.

(11)

Mulai dari melihat ke tempat kejadian perkata hingga menginterogasi anggota keluarga Kageyama. Namun setelah dilakukan penyelidikan seharian penuh, Komandan Kazamatsuri dan Reiko tidak mendapatkan titik temu kasus pembunuhan tersebut walau setelah diadakan olah TKP mereka mendapatkan informasi dan bukti-bukti baru. Setelah siang hari berlalu Komandan Kazamatsuri dan Reiko pulang ke rumah mereka masing-masing. Reiko memiliki seorang pelayan yang bernama Kageyama. Meskipun hanya seorang pelayan, kemampuan analisisnya sangat mengagumkan dan dia yang selalu bisa mengupas tuntas kasus- kasus yang ditangani oleh Reiko sang Tuan Putri. Begitu kasus pembunuhan kali ini, berkat bantuan analisis dari pelayan Kageyama, kasus pembunuhan di mansion keluarga Fujikura dapat diselesaikan.

Adapun yang menjadi permasalahan pada skripsi ini adalah:

1. Bagaimana tema, penokohan, alur dan latar (setting) yang membangun cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya ?

2. Bagaimana keterkaitan antara tema, penokohan, alur dan latar (setting) dalam cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya ?

(12)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, dan pembahasan menjadi tidak terarah, serta agar pembahasan dapat sesuai dengan tujuan penelitian, dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada analisis unsur intrinsik yang membangun karya sastra seperti tema, penokohan, alur dan latar (setting) serta membahas tentang keterkaitan antar unsur intrinsik yang terkandung dalam cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah”dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

a. Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.

Kriteria utama yang dikarenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”

penggambaran atau apa yang ingin digambarkan pengarang kedalam karyanya.

Melalui penggambarannya tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sesuai dengan hati nuraninya atau tidak. Dari pendapat tersebut, karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia dalam nyata yang disampaikan penulis melalui karya sastra tulisan.

Banyak karya sastra baik berupa prosa, puisi maupun drama yang dijadikan sebagai objek penelitian oleh mahasiswa khususnya jurusan sastra. Dari jenis karya sastra tersebut yang banyak dijadikan objek penelitian adalah prosa.

(13)

skripsi maupun tesis. Kecenderungan peneliti lebih memilih karya sastra prosa untuk dijadikan objek penelitian, selain karena prosa berisi tentang gambaran kehidupan sehari-hari, juga prosa lebih mudah untuk diteliti serta dapat mengajak pembaca untuk berimajinasi dan berkreativitas. Cerpen merupakan bagian dari prosa.

Pendekatan struktural ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini kritikus memandang karya sastra sebagai kebulatan makna akibat berpaduan visi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun sebuah karya sastra yaitu tema, alur, tokoh, latar, dan gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu (Semi,1990:44-45).Dari pernyataan diatas disimpulkan bahwa yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dapat ditemukan dalam teks karya sastra itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda dari dunia nyata. Adapun unsur-unsur yang membangun karya sastra itu adalah tema, alur, tokoh, latar, dan juga dari aspek karya sastra itu sendiri.

Dalam (Purba, 2010: 48), H.B Jassin dalam bukunya Tifa Penyair dan Daerahnya, mengemukakan bahwa cerita pendek ialah cerita yang pendek. Jassin lebih jauh mengungkapkan bahwa tentang cerita pendek ini orang boleh bertengkar, tetapi cerita yang seratus halaman panjangnya sudah tentu tidak disebut cerita pendek dan memang tidak ada cerita pendek yang demikian panjang. Cerita yang panjangnya sepuluh atau dua puluh halaman masih bisa

(14)

disebut cerita pendek tetapi ada juga cerita pendek yang panjangnya hanya satu halaman. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini di dalam buku mereka Apresiasi Kesusastraan. Mereka berpengertian bahwa cerita pendek (atau disingkat cerpen) adalah cerita yang pendek. Tetapi dengan hanya melihat fisiknya yang pendek orang belum dapat menetapkan sebuah cerita yang pendek adalah sebuah cerpen (1991: 36).

b. Kerangka Teori

Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Struktur adalah tata hubungan antar bagian-bagian dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1998:75). Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur alur, tokoh, tema, latar (setting) dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).

Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan struktural adalah suatu

(15)

struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.

Strukturalis pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang sesuatu yang berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi sturktur-struktur. (Teeuw, 1984:135) mengemukakan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama- sama yang menghasilkan makna yang menyeluruh. Pembahasan secara struktural adalah langkah awal penelitian sastra.

Menurut (Priyatni, 2010: 126) cerita pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut (Edgar Allan Poe dalam Suyanto, 2012:46), sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek di sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam. Adapun (Jacob Sumardjo dan Saini K.M dalam Suyanto, 2012: 46) menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen harus memiliki efek tunggal dan tidak kompleks.

Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan di paparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91).

(16)

Menurut Nurgiyantoro (1995:173-174), tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu menggambarkan yang jelas tentang tokoh tersebut.

Jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut:

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya.

a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung.

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh

a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pembawa nilai- nilai yang ideal bagi pembaca.

b. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik

Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan para pelaku dalam sebuah cerita. Montage dan Hensaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan- tahapan sebagai berikut :

1. Exposition, yaitu tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

2. Inciting Force, yaitu tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.

(17)

3. Rising Action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.

4. Crisis, yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Climax, yaitu situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibmya sendiri-sendiri.

6. Falling Action, yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.

Latar (setting) dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995: 227).

a. Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2007:227).

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2007:230).

(18)

c. Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2007:233).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tema, penokohan, alur dan latar (setting) pembangun cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

2. Untuk mengetahui keterkaitan antara tema, penokohan, alur dan latar (setting) dalam cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah”

dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

b. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian tentang permasalahan di atas penulis dan juga pembaca dapat memperoleh manfaat diantaranya :

(19)

1. Untuk memperkaya pengkajian dan mengapresiasi karya sastra, khususnya terhadap cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah”dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

2. Untuk memberikan gambaran tentang struktur tema, penokohan, alur dan latar (setting) pembangun cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” berdasarkan pendekatan struktural.

3. Untuk mengetahui keterkaitan antara tema, penokohan, alur dan latar (setting) yang terkandung pada cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah” dalam kumpulan cerpen karya Higashigawa Tokuya.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian karya sastra ini menggunakan pendekatan struktural yang berupa tema, penokohan, alur dan latar (setting) cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah”. Langkah awal yang dilakukan penulis adalah mengumpulkan data-data, yaitu mencari data primer berupa cerpen “Ada Zat Mematikan Pada Mawar Yang Indah”, dan mencari data sekunder yang berupa buku-buku tentang teori sastra, dan pustaka lainnya serta data-data yang berasal dari internet yang relevan dengan penelitian ini.

Langkah selanjutnya adalah membaca isi cerpen tersebut beberapa kali.

Setelah memahami isi ceritanya, penulis menganalisis cerpen tersebut dengan menggunakan pendekatan struktural untuk mengetahui tema, penokohan, alur dan latar (setting) yang terkandung dalam cerpen dengan mengacu pada teori-teori

(20)

yang didapatkan dalam buku-buku maupun dari internet. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan hasil analisis cerpen tersebut.

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN “ADA ZAT MEMATIKAN PADA MAWAR YANG INDAH”, STRUKTURAL SASTRA

2.1 Definisi Cerpen

Kata sastra berasal dari akar kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, member petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik (Teeuw dalam Ratna, 2004: 4). Menurut Luxemburg dan (Willem, 1992: 23), sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial, sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Dalam gejala sosial di kehidupan bermasyarakat tersebut, masyarakat cenderung menghasilkan buah pemikiran berupa karya yang indah yang kita kenal dengan karya sastra.

Salah satu bentuk karya sastra itu adalah cerpen dan novel. Menurut Marahimin (2001:112) cerpen bukan penggalan sebuah novel, bukan pula sebuah novel yang disingkat, akan tetapi cerpen itu adalah sebuah cerita rekaan yang lengkap.

Panjang atau pendek sebuah cerpen juga tidak bisa ditetapkan. Pada umumnya panjang sebuah cerita pendek itu habis sekali, dua kali, atau tiga kali baca. Namun ini juga bukan sebuah pegangan, dapat dikatakan antara 500 – 1000 atau 1500 – 2000 hingga 10.000, 20.000 atau 30.000 kata.

(22)

Karena pendeknya, cerpen biasanya tidak ditemukan adanya perkembangan di dalam cerita itu. Peristiwanya singkat, kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh pun tidak berkembang, dan tidak ditemukan adanya perubahan nasib tokoh. Dan ketika konflik yang hanya satu itu terselesaikan, sehingga tidak dapat diketahui bagaimana kelanjutan cerita itu.

Menurut Nadjid (2003:18) cerpen ialah prosa fiksi yang relatif pendek.

Kependekan tersebut tentulah sangat berkaitan erat dengan tema atau permasalahan yang diangkat dalam suatu cerita. Meskipun demikian, sebuah cerpen tidak dapat dikatakan sebagai bentuk novel yang dipendekkan dan bukan pula sebagai bagian atau fragmen dari sebuah novel.

2.1.1 Tema

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000 : 91), seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan di paparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Lebih lanjut Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message... theme does relate to meaning and purpose, in the sense.

Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita,

(23)

menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

Untuk menentukan makna pokok sebuah novel dan cerpen, kita perlu memiliki kejelasan pengertian tentang makna pokok, atau tema. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan- persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1998: 68).

Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapkan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklufis di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut.

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

(24)

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6. Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkannya.

7. Mengindentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibacanya serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Berdasarkan ulasan tentang tema diatas, dapat dikatakan bahwa upaya pemahaman tema dalam prosa fiksi tidaklah mudah. Untuk menentukan tema suatu karya fiksi, harus di simpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.

Tema di dalam cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah adalah menceritakan kisah penyelidikan akan suatu kasus pembunuhan di suatu rumah yang disebabkan masalahaib dan percintaan.

2.1.2 Tokoh

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu menggambarkan yang jelas tentang tokoh tersebut. Nurgiyantoro (1995 : 173-

(25)

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya.

a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang pemunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung.

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh

a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca.

b. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik.

Penokohan dan karakterisasi sering juga disama artikan dengan karakter dan perwatakan. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca. Lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Menunjukkan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Penokohan dalam cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah adalah Hosho Reiko sebagai seorang tokoh utama dalam cerpen ini. Ia adalah

(26)

seorang anak orang yang kaya raya namun menyamar sebagai polisi dan menyembunyikan kenyataan bahwa ia adalah orang kaya. Pada saat menyamar menjadi polisi ia selalu menuruti apa yang dikatakan atasannya walau sebenarnya hatinya sangat jengkel. Namun ketika ia kembali ke rumah karakternya sedikit berubah, ia dapat mengekspresikan dirinya apa adanya.

2.1.3 Alur

Pengertian alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan para pelaku dalam sebuah cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian suatu peristiwa yang berbagai macam, Aminuddin (2000: 83). Dalam suatu cerita, urutan peristiwa dapat beraneka ragam.

Montage dan Hensaw dalam Aminuddin (2000: 84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Exposition, yaitu tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

b. Inciting Force, yakni ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.

(27)

c. Rising Action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita yang mulai berkonflik.

d. Crisis, yaitu dimana situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh para pengarangnya.

e. Climax, yaitu situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya itu sendiri.

f. Falling Action, yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclution atau penyelesaian cerita.

Alur menurut Bahrudin, dkk (2006: 14) yaitu :

a. Alur maju atau progresif yaitu pengungkapan cerita dari sudut peristiwa- peristiwa yang terjadi pada masa kini kemasa yang akan datang.

b. Sorot balik atau regresif yaitu pengungkapan cerita dari sudut peristiwa- peristiwa yang terjadi sebelumnya atau masa lampau ke masa kini.

c. Alur campuran yaitu pengungkapan cerita kadang-kadang peristiwa terjadi pada masa kini dan masa lampau kemudian kembali menceritakan masa kini.

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, alur dalam cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah adalah alur maju atau progresif. Karena cerita dalam novel ini dimulai dari awal penemuan kasus kejahatan sampai kepada penyelesaian di meja makan yang terjadi pada masa depan.

(28)

2.1.4 Sudut Pandang

Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 248).

Dalam Nurgiyantoro (1995: 256-266) sudut pandang dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Sudut pandang persona ketiga: “dia”, yaitu pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia” maha tahu dan

“dia” terbatas (“dia” pengamat). Posisi narator dalam hal ini berada di luar cerita dalam menampilkan tokoh-tokoh ceritanya, yaitu dengan menyebut nama, atau kata gantinya.

b. Sudut pandang persona pertama: “aku”, yaitu pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, gaya “aku”. Posisi narator adalah ikut terlibat dalam cerita, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, didengar, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca.

(29)

c. Sudut pandang campuran, yaitu penggunaan sudut pandang lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya.

Dalam hal ini pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga, walau pada cerpen ini jarang menggunakan kata tunjuk pengganti orang ketiga seperti „ia‟ atau „dia‟, namun dari cara pengarang memberikan narasi berupa penyebutan nama-nama setiap karakter dan tidak ada penggunaan kata „aku‟.

2.1.5 Amanat

Amanat dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 321).

Dalam novel ini pengarang menyampaikan pesan bahwa perbuatan yang buruk, walau sebagaimana baiknya pun disembunyikan maka suatu saat itu akan ketahuan juga dan keadilan akan selalu menang. Selain itu, sang pengarang juga ingin penyampaikan bahwa pentingnya suatu usaha untuk menyelesaikan sesuatu sesulit apapun itu.

2.2 Setting Cerita Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah

Latar atau setting adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di paris, pegunungan

(30)

di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2007 : 35).

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995: 216), latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Menurut Nurgiyantoro (1995: 227), unsur latar dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing- masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Berikut adalah unsur pokok latar atau setting:

a. Latar tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang menceritakan dalam karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realisitis ini penting untuk membuat kesan pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu benar-benar ada dan terjadi, seperti yang diceritakan pada karya sastra tersebut.

Untuk mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai medan, letak geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan

(31)

Dalam novel Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah, lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah di sebuah mansion mewah keluarga Fujikura yang terletak di kota Kunitachi bagian selatan, dekat dengan kuil Yaho Tenmangu, Jepang.

b. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.

Dalam cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah, latar waktu yang digunakan adalah pada saat Fujikura Fumiyo berumur 70 tahun, di suatu pagi hari yang cerah, di akhir bulan Mei.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, kehidupan sosial masyarakat yang mencakup masalah dalam lingkungan yang cukup kompleks. Yaitu, berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan termasuk juga status sosial.

Latar sosial dapat meyakinkan dan menggambarkan suasana kedaerahan, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Ia dapat pula

(32)

berupa dan diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah atau dialek-dialek tertentu.

Latar sosial dalam cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah,yang dituliskan oleh sang pengarang adalah sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dikarenakan aib cinta masa lalu.

2.3 Kajian Struktural Dalam Karya Sastra

Teori struktural berusaha untuk memilah-milah dengan baik unsur-unsur pembentuk suatu karya sastra yang dalam hal ini karya sastra berbentuk prosa.

Teeuw (1984 : 135) menyatakan, Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Diperlukan suatu teori pendekatan untuk menganalisis suatu karya sastra yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan objektif (struktural). Menurut Satoto (1993: 32) pendekatan objektif adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.

Penelitian struktural dipandang lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri (bersifat otonom). Pemahamannya harus mengaitkan antar unsur pembangun karya sastra dengan menekankan aspek intrinsik sastra (Endraswara, 2008:49-51). Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya

(33)

langsung) turut serta membangun cerita, yaitu meliputi: cerita, peristiwa, alur, penokohan, tema, latar (setting), sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2007:23). Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Sebagai unsur yang membangun sebuah karya sastra, kehadiran unsur intrinsik sangat diperlukan. Unsur intrinsik yang akan dibahas dalam cerpen ini akan dibatasi pada unsur : tema, penokohan, alur dan latar (setting).

Karya sastra terdiri dari dua unsur, intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik merupakan unsur yang terdiri dari tema, alur, tokoh, latar (setting) dan amanat.

Sedangkan ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra yang menghubungkan karya sastra dengan sosial masyarakatnya. Menurut (Redyanto, 2009:23), segi-segi ekstrinsik teks sastra adalah segi-segi atau unsur-unsur sosial diluar teks sastra yang membangun totalitas makna sebuah teks sastra. Kedua unsur ini tersusun secara struktural yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu pendekatan struktural merupakan tahap penting dalam penelitian karya satra untuk mendapatkan makna karya sastra itu secara keseluruhan.

(34)

BAB III

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “ADA ZAT MEMATIKAN PADA MAWAR YANG INDAH” KARYA HIGASHIGAWA TOKUGA

3.1 Sinopsis Cerpen Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah

Di suatu pagi Mei yang cerah, Fujikura Fumiyo sedang berjalan santai dengan kursi roda ditemani suaminya, Kozaburo. Itu adalah kegiatan yang biasa ia lakukan setiap pagi, berjalan menyusuri mansion yang besar dan mewah.

Keluarga Fujikura adalah keluarga pendiri Hotel Fujikura yang merupakan usaha yang sudah ada sejak dulu, yang namanya cukup terkenal di prefektur Tama.

Kozaburo, adalah mantan direktur di perusahaan itu dan sekarang ia menjabat sebagai presiden honorer yang sedang menjalankan kehidupan pensiunnya bersama sang istri.

Fumiyo dan Kozaburo mempunyai dua orang anak. Anak pertama adalah Minako, umur 35 tahun, menikah dengan Masahiko, 45 tahun. Saat ini bisnis keluarga Fujikura berpusat pada menantu keluarga itu, yaitu Masahiko. Anak kedua adalah Toshio, berumur 34 tahun tetapi belum menikah, ia juga bekerja pada usaha bisnis keluarga Fujikura.

Pada pagi hari Fumiyo dan Kozaburo menikmati jalan pagi mereka seperti sedia kala, namun tiba-tiba saja suara teriakan terdengar di salah satu sudut mansion, suara itu adalah suara salah seorang keluarga dari Fujikura yang sehari

(35)

sebelumnya datang berkunjung sekaligus menginap di mansion mewah itu, Teraoka.

Teriakan Teraoka tidak lain adalah ekspresi keterkejutannya karena melihat suatu sosok yang terbaring di tengah-tengah taman bunga mawar. Sontak setiap anggota keluarga pergi menuju taman mawar itu, dan mereka melihat Teraoka yang sedang duduk lemas di tanah. Ternyata sosok yang terbaring di tengah-tengah ranjang mawar itu adalah Takahara Kyoko, kekasih Toshio, yang beberapa saat lalu menjadi salah satu anggota yang menempati mansion itu walau tinggal di bangunan yang berbeda dengan keluarga Fujikura.

Lalu anggota kepolisian yang bernama Hosho Reiko dan Komandan Kazamatsuri datang ke lokasi, yang tidak lain adalah mansion Fujikura untuk menyelidiki tentang kasus pembunuhan tersebut. Hosho Reiko sendiri adalah anak perempuan dari Hosho Seitarou, pendiri Hosho Group, suatu perusahaan ternama yang di berbagai bidang. Namun Reiko menyembunyikan nama keluarganya ketika bertugas di kepolisian karena terlalu mencolok dan menjadi hambatan, dengan kata lain dia menyembunyikan identitas aslinya dari teman sejawatnya.

Dalam penyelidikannya, Reiko menemukan hal-hal aneh dan beberapa fakta, diantaranya adalah bahwa sang korban memakai piama tipis, tidak memakai alas kaki dan di sekitarnya juga tidak terlihat ada alas kaki yang sebelumnya dikenakan olehnya. Oleh fakta ini dapat diambil kesimpulan bahwa Kyoko dibunuh di tempat yang berbeda dan jasadnya diangkut ke taman mawar tersebut.

Ketika mengemukakan hal itu, Komandan Kazamatsuri kelihatan terkejut dan mengulang apa yang dikatakan oleh Reiko seolah-olah itu adalah prediksinya

(36)

sendiri. Hasil autopsi menunjukkan bahwa Kyoko meninggal pukul 1 pagi dini hari.

Kemudian untuk menyelesaikan teka-teki pembunuhan itu, seluruh anggota keluarga diinterogasi seorang demi seorang. Lalu dari hasil interogasi didapatkan keterangan bahwa dimalam sebelumnya Minako melihat sosok seseorang yang sedang mendorong kursi roda yang di atasnya duduk seseorang yang lain. Karena Fumiyo juga memakai kursi roda, awalnya Minako mengira bahwa yang naik di kursi roda itu adalah ibunya dan yang mendorong adalah ayahnya, tetapi setelah dimintai keterangan kepada keduanya ternyata hal itu tidak benar. Ayah dan ibunya malam itu sudah tidur dan tidak keluar sama sekali, maka dapat disimpulkan bahwa sosok orang yang mendorong kursi roda itu adalah sang pembunuh, dan yang duduk di kursi roda tersebut adalah jasad Kyoko.

Penyelidikan lebih lanjut pun diadakan di sekitar rumah beserta isinya.

Komandan Kazamatsuri diikuti dengan Reiko dibelakangnya sampai pada halaman belakang rumah, mereka melihat di sana ada sebuah gudang tempat penyimpanan barang yang tidak dipakai lagi. Diantara tumpukan barang-barang gudang terlihat seorang anak kecil berpita merah berdiri, anak itu adalah Rika, anak dari Minako dan Masahiko.

Rika membuka dan masuk ke gudang karena ia mendengar suara Tango, seekor kucing hitam kepunyaan almarhum Kyoko yang sehari sebelumnya hilang.

Jika dilihat secara teliti ternyata kucing itu terluka di bagian kakinya, komandan Kazamatsuri lalu menyimpulkan bahwa kucing itu memiliki kaitan dengan kasus pembunuhan Kyoko.

(37)

Lalu setelah seharian penuh melakukan penyelidikan tentang kasus itu titik temu akan teka-teki itu pun masih belum diketahui, maka Reiko pun pulang ke mansion nya sendiri. Di rumahnya ia dapat menunjukkan identitas sesungguhnya yang merupakan putri seorang pengusaha kaya. Menikmati keindahan mansion yang bak istana, melihat taman mawarnya sendiri. Tiba waktunya untuk makan malam, dan hidangan di ruang makan pun dihidangkan oleh seorang pelayan sekaligus sopir keluarga Hosho, bernama Kageyama. Pada saat makan malam di ruang makan itu, Reiko berdiskusi dengan Kageyama akan kasus pembunuhan yang Reiko hadapi hari itu, dan Kageyama mengeluarkan analisa-analisa jitu yang ia miliki dan membantu Reiko menyelesaikan teka-teki pembunuhan itu.

3.2 Analisis Struktur Cerpen

3.2.1 Tema

Cuplikan 1 (halaman 93)

Di atas ranjang mawar tersebut terbaring seorang wanita dengan tenang.

Sosok itu tampak seolah bernapas dengan tenang dalam tidur yang lelap, dikelilingi bunga-bunga mawar. Karena ia mengenakan piama, semakin terlihat seperti orang tidur di atas ranjang. Tetapi, adakah orang yang tenang tidur di atas ranjang mawar? Kalaupun ada, sosok itu adalah mayat yang tidak bisa merasakan tajamnya duri mawar.

Apa mungkin? pikir Fumiyo. Dia pun mendatangi wanita cantik yang sedang terbaring di ranjang mawar tersebut. Tidak salah lagi.

(38)

Takahara Kyoko meninggal bagaikan tidur di atas ranjang mawar.

Analisis:

Berdasarkan cuplikan diatas, menunjukkan kisah pembunuhan yang menimpa Takara Kyoko, yang terjadi di mansion keluarga Fujikura. Hal itu dapat kita lihat dari narasi terakhir cuplikan di atas yaitu “Takahara Kyoko meninggal bagaikan tidur di atas ranjang mawar.” Hal ini menunjukkan bahwa sang pengarang pada cerpen ini mengangkat tema tentang pembunuhan.

Cuplikan 2(Halaman 94)

Kasus pembunuhan terjadi di kediaman seorang konglomerat yang terletak di dekat kuil Yaho Tenmangu. Reiko yang langsung terjun ke TKP setelah menerima laporan darurat, langsung menghela napas ketika melihat jasad aneh yang tertidur di atas ranjang mawar.

Analisis:

Hal ini memberikan penegasan bahwa cerita pada cerpen ini mengangkat tema tentang pembunuhan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan cuplikan cerita yang menceritakan bahwa seorang detektif kepolisian setempat datang untuk menyelidiki kasus pembunuhan yang terjadi di mansion keluarga konglomerat Fujikura.

(39)

Cuplikan 3 (Halaman 106-107)

Awalnya, Toshio bertemu dengan gadis itu di kelab malam mewah yang sering bekerja sama dengan perusahaannya. Dengan kata lain, Kyoko adalah wanita kelab malam. Selain penampilannya yang cantik, ditambah dengan sifatnya yang peka dan pintar, Toshio langsung tertarik kepadanya. Toshio pun mulai sering mendatangi kelab malam itu. Lalu suatu saat kelab malam tempat wanita itu bekerja harus gulung tikar. Gara-gara itu juga, wanita itu harus pergi dari apartemen yang disewa oleh kelab malam itu. Toshio lah yang mengulurkan tangan untuk menolong wanita menyedih

kan yang tengah terpojok itu. Toshio mengajak Takahara Kyoko untuk tinggal di vila keluarganya. Toshio tidak mengelah bahwa tujuannya adalah untuk bersatu dengan Takahara Kyoko di masa depan.

Analisis :

Berdasarkan cuplikan diatas menunjukkan bahwa Toshio, anak keluarga Fujikura, jatuh cinta kepada wanita kelab malam yang ia jumpai, Takahara Kyoko. Oleh karena suatu masalah, Takahara Kyoko diharuskan keluar dari tempat tinggal sebelumnya, dan ia tidak mempunyai tempat tinggal. Namun hal itu diketahui oleh Toshio, dan mengajaknya untuk datang dan tinggal di mansion keluarganya. Setelah beberapa tinggal di mansion keluarga Fujikura tidak disangka-sangka ada sesosok mayat yang ditemukan di taman mawar, yang tidak lain adalah Takahara Kyoko sendiri. Cuplikan ini menunjukkan tema akan cerpen tersebut mengandung unsur percintaan di dalamnya yang juga diikuti oleh intrik pembunuhan.

(40)

Cuplikan 4 (halaman 132)

Mungkin dulu ketika Takahara Kyoko masih bekerja sebagai wanita kelab malam, ia punya hubungan gelap dengan Masahiko. Jika wanita itu masuk sebagai anggota keluarga Fujikura, bagi Masahiko hal itu seperti sebuah ancaman. Ini berhubungan dengan perkelahian di vila kemarin malam. Sayangnya, perkelahian ini berkembang menjadi pembunuhan yang tidak terduga. Menurut saya ini adalah kasus semacam itu.

Analisis:

Cuplikan di atas adalah analisa dari Kageyama, seorang pembantu sekaligus sopir keluarga Hosho. Takahara Kyoko, korban pembunuhan dan sekaligus tunangan Toshio, adalah seorang gadis dari kelab malam. Ternyata pada suatu waktu di masa lalu, saudara ipar Toshio, Masahiko pernah menjalin hubungan terlarang dengan Kyoko, padahal Masahiko sendiri sudah menikah dengan kakak Toshio. Dengan alasan aib Masahiko yang menjalin percintaan terlarang dengan Kyoko di masa lalu ternbongkar, Masahiko membunuh Kyoko.

Hal ini menunjukkan bahwa Masahiko adalah pelaku sesungguhnya atas pembunuhan yang menimpa almarhum Takahara Kyoko. Dimana alasan pembunuhan itu adalah terkait aib masa lalu Masahiko, dimana dulunya ia pernah jatuh cinta dan menjalin hubungan gelap dengan Kyoko.

Berdasarkan uraian dari beberapa cuplikan diatas, dapat disimpulkan bahwa cerpen “Ada Zat Mematikan pada Mawar yang Indah” karya Higashigawa Tokuya ini memiliki tema berupa pembunuhan dan percintaan. Pembunuhan yang

(41)

dilatarbelakangi percintaan terlarang pada masa lalu yang akhirnya menjadi aib bagi pelaku sekaligus menjadikan aib itu sebagai alasan untuk membunuh.

3.2.2 Penokohan

1. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya.

a. Tokoh Utama:

1) Hosho Reiko

Berdasarkan cerita dalam novel, tokoh Reiko memiliki karakter sebagai berikut:

Cuplikan 1 (halaman 94)

Begitu melihat jasad itu, dalam otak Hosho Reiko muncul kata-kata seperti

„cantik‟, „indah‟, atau „berwarna-warni‟. Namun posisinya sebagai polisi dirasa tidak tepat untuk mengucapkan kata-kata seperti itu. Reiko hanya bisa diam.

Sambil mengangkat sedikit bingkai hitam kacamata gayanya dengan ujung jari.

Jasad seorang wanita cantik yang dikelilingi bunga-bunga mawar. Seperti motif sebuah lukisan. Sebenarnya siapa yang tega melakukan hal ini, pikir Reiko.

Analisis:

Berdasarkan cuplikan diatas, terlihat bahwa tokoh Reiko memiliki watak yang dapat mengendalikan dan menahan diri untuk tidak mengungkapkan apa yang dipikirkannya demi menjaga perasaan orang lain. Pemandangan sebuah jasad yang ditemukan di atas bunga mawar seolah-olah seperti sebuah karya seni

(42)

dan memiliki keunikan tersendiri, itulah yang dirasakan Reiko, dan pemikiran itu tetap disimpannya dalam hati.

Cuplikan 2 (halaman 95-96)

Hosho Reiko, yang mendengarkan semua itu dalam diam, adalah detektif muda di kantor kepolisian di Kunitachi. Wujud aslinya adalah anak perempuan dari Hosho Seitarou, pemilik Hosho Group. Untuk diketahui, Hosho Group adalah perusahaan besar yang mengatur macam-macam bisnis seperti finansial, pengembang perumahan, rel, listrik, jasa logistik, hingga penerbitan novel misteri.

Namun, di tempat kerjanya yang keras, nama keluarganya yang terlalu mencolok itu malah akan menjadi hambatan.

Jadi, gadis ini bekerja dengan menyembunyikan hal itu. Setelan celana Burberry yang mahal, dikatakannya sebagai „pakaian jadi murahan yang dibeli di toko Marui cabang Kokubunji‟. Kacamata Armani-nya dikatakan, „beli di toko kacamata seharga 3.980 yen‟.

Analisis:

Dalam cuplikan kali ini kita bisa melihat bahwa, sosok Reiko adalah sosok yang rendah hati. Demikianpun ia adalah seorang putri dari pengusaha kaya bernama Hosho Seitarou, tetapi Reiko menyembunyikan identitas tersebut dari teman-teman sejawatnya di kantor kepolisian. Bahkan barang sehari-hari yang sering dipakainya ketika bertugas di kantor polisi, yang sesungguhnya adalah

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan merancang sebuah antenna J-Pole yang bekerja pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz dengan polaradiasi J-pole berpolarisasi vertikal dengan arah pancaran yang omnidirectional

Sehubungan dengan perihal diatas kami mengundang Ibu untuk hadir dalam klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya dokumen penawaran yang akan dilaksanakan pada

Remembering engages other parts of the brain – our imagination and visual sense – which can come to our exam when we’re trying to recall facts.. Because the complex structure

The higher concentration of NaNO 3 solution increased the amount of ion adsorbed ono the copolymer, however the higher temperature the amount of ion adsorbed by the copolymer

Silase dibuat dengan mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya kedalam ruang kedap udara.Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan

Penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus PTPN IV Unit Usaha Gunung Bayu) berawal

1) Tingkat kecemasan responden kelompok ibu pekerja menunjukkan bahwa sebagian besar tidak terdapat kecemasan. 2) Tingkat kecemasan responden kelompok ibu rumah

Bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan: “ Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya ”, menurut