• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan City Hotel Berkarakter Chain Hotel Sebagai Salah Satu Bentuk Usaha Jasa Pariwisata Di Indonesia (Studi Kasus Di Bali).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaturan City Hotel Berkarakter Chain Hotel Sebagai Salah Satu Bentuk Usaha Jasa Pariwisata Di Indonesia (Studi Kasus Di Bali)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

WterHu

(UDAYANA

fTfiASTER

UW

**ffi

Anak di Bali

lnovasi Daerah

( Refl eksi da n Pengaturan

Pembentu kan Peraturan Kebijaka n

Penyelesaian Wicara Melalui Peradilan oleh Maielis Utama Desa Pokromon {MUDP} Provinsi Bali

Kewenangan Menguj i Konstitusionalitas Peraturan Daerah terhadap UUD 194

Serial Online & Cetak

(2)

Susunan Dewan

Redaksi Publikasi

Karya Ilmiah

lssN 2302-528X

Yifilf**Y#y#^,udavana

gu,r,na,,

Program Studi Magister (S2) Tlmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas UdaYana

Volume 4 Nomor 4 Desember 2015

PENA}[GGT]NG JAWAB

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum-, LLM.

PEMIMPIN REDAKSI

Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH.,

MH-SEKERTARIS PEMIMPIN REDAKSI Dr.I Ketut Sudantra, SH., MH.

DEWAI{ REDAKSI

Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH Prof. Dr. I Made Arya Utama., SH., M'Hum.

PEI\IYTJNTING

AHLI IT,IITRA

BESTARI Prof. Tomi Suryo lJtomo, SH., LLM., Ph.D (UGM)

Dr. Edmon Makarim, SH., S.Kom., LLM (UI)

Prof. Dr. EfaLaelaFakhriah, SH., MH.([INPAD)

Arie Afriansyah, SH-, M.I.L., Ph.D (UD

PE}IYT]NTING

AHLI

Dr. Putu Tuni Cakabawalandra, SH., M.Hum.

Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., M'Hum'

Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH. Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH.

Dr. I Gede Yusa, SH., MH'

Dr. Ni Nyoman Sukerti, SH', MH.

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH.

Dr. Made Gde SubhaKarma Resen, SH., M'Kn

PEIYYTINTING

TEISIS

Cokorde Dalem Dahana. SH.'

!I'Kn

I Made Dedy PriYanto. SH,. \I.Kx

I Nyoman Bagiastra. SH.. \IH.

-,g*m,q

:

-,--

i,-*--.*\ll

i

ouS lu

-'E

Hil-kr.m
(3)

SEKRETARIAT

Gusti Ayu RakaWiratri

A.A. Istri Agung Yuniana, SE Made Mustiana, SE

Made Dandy Pranajaya, S.Sos., M.AP

Alamat Penyunting dan Selaetaiat:

Program Studi Magister (S2) IImu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Cre&mg Pascasarjana Lantail, Jl. PB. Sudirman Denpasar- Bali

Telepon : +62 (361) 246 354

E-Mait magisterhukumunud@yahoo.co.id

[image:3.612.14.474.44.760.2]

h@://d s.unud. ac. idlindex.php/j mhu

Gambar Cover: Dewi Saraswati (Dewi Itnu Pengetahuan).

Fsb diambil dari ruang depan gedung Pasca Sarjana universitas udayana

Journal Poliqt

[Hqprr

llsster

Law Journal (Jurnal Magister

llukum

Udayana) adalah Jumal

Im:lfo fukum

yang ditujukan untuk mempublikasikan naskah hasil kajian dan

r

dfoiam di bidang hukum

$i

para penstudi (dosen, mahasisw4 peneliti

),

ahli

ffim

dm praktisi yang berkaitan dengan Hukum Bisnis, Hukum Perdata, Hukum

reimnaq

Hukum Pidana, Hukum Kepariwisataan,

IIAM

serta Hukum

&

$enryr:ah dalam lingkup lokal, nasional dan intemasional yang orisinal dan belum

ffifo

dbublikasikan. Proses Review dilakukan dengan Peer Review (Blind Review)

.

ru

r-:

t

:rterbitkan secara online dan edisi cetak dalam empat (a) kali setahun (Mei,

;

L-r:u'lr" L d,avana) menuju Jumal Alreditasi Nasional & saat ini terindex

pada DOAJ

-.:::*--:,

::

open Access Joumals), Google Scholar,

IpI

(Indonesian publication

* - --r:

-'

(4)

EQrre

lJd,ayana . Desember 2ot5

.-.*.

-,* r-T --.,.,.''.-rti

DAFTAR ISI

f[Tr

TMSGAhITAR

l|t"far.rsl...

tffi

Sclmal Anak : Upaya Perlindungan Atrak

ffia.rgrn

Sex Child Tourism

h*lrdlkisal

m3n

Pemerintah Provinsi BaIi dalam Pembangunan Pelabuhan

kfoin

sEbegai Pendukung Pariwisata BaH

fuiKnma

Sajiwani

f,ryn

Komisi Kejaksaan terhadap Tugasnya untuk Melakukan

tQrrrru

Khususnya kepada Kewenangan Penuntut Umum

tnrffi{wmAriadi

hfhrtrd

Nilai-nilai Agama Hindu terhadap Penyelesaian

ffi

t'Iane

Adat di Bali ...

frldy

Sitrryutra

hdkrh

H

lu

Pengaturan Inovasi Daerah di Indonesla) ...

L*

Gh

Subha Karma Resen

fqrPemerintah

dalam

Hcrhken

Peraturan Kebijakan hr.rfiCredeAsfariyani

tryr*.ien

Wicara Melalui Peradilan oleh Majelis Utama Desa

hra

(MUDP) Provinsi BaH ...

I

lHe

Smya Prffa

Yol.4,No.4: v

626

688

iv vi

9'\ur-rusmle Hulium dalam Perbuatan Hukum Pengangkatan Anak di Bali

...-

661

----

--.a::rg Ayu Sukma Sanjiwani

rr r ,:s.cntrsi Tanggungiawab Negara Berkaitan Dengan

flak

Atas Pendidikan

- u, "r".: Eagi \l'arga Negara Di Desa Terpencil Kabupaten

Bangli

669

:--: !---

Uuri,I

Made Udiana

680

700 634

I

t

64s

(5)

&trr,a/

rssN2302-528x

ftlagister Hukum Udayana . Desember2015

(WAYANA filAtIER UW,lomAl)

Kewenangan Menguji Konstitusionalitas

Peraturan Daerah terhadap UUD 1945

Indah Permatasari

Peranan Sidik Jari dalam Mengungkap Pelaku Tindak Pidana

di Tingkat Pdnyelidikan Polda BaIi

Made Gede Arthadana

YoL4,No.4: vi

Konstruksi Sanksi Administratif Peraturan D aerah

Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012

...

729

Kadek Putra Arik Persona

Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Penyelenggaraan Penanaman

Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal

Anak Agung Ngurah Agung Satrya Diana

Pengaiuran Pengangkatan Sekretaris Daerah untuk Mewuj udkan

Netralitas Pegawai Negeri Sipil Daerah

I Gede Pranajaya

7t3

720

74r

Implikasi Putusan Mahkamah

Konstitusi

Nomor 11-017/PUU'112003

terhadap Perlindungan Hukum IIak

Dipilih

757

I KetutNgastawa

Kontradiksi Implementasi Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Denpasar

...

770

I Ketut Purna Astha

Pengaturan City Ilotel Berkarakter Chain Hotel sebagai Salah Satu

Bentuk Usaha Jasa Pariwisata di Indonesia (Studi Kasus di

Bali)

783

Made Suksma Prijandhini Devi Salain

Pengaturan Prinsip Transfer of Undertaking Protection

of

Employment (TUPE) dalam Dunia Ketenagakerjaan Indonesia

Kadek Agus Sudiarawan

(6)

783

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) Vol. 4, No. 4 : 783 - 795

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bal merupakan salah satu tujuan wsata daman bag wsatawan domestk maupun mancanegara. Mula dar tempatnya yang strategs, pemandangan alamnya, budayanya

bahkan masyarakatnya yang terbuka

menerma kedatangan para wsatawan. Dapat dkatakan Bal merupakan salah satu aset d bdang parwsata bag negara kta, Indonesa. Untuk tu, masyarakat Bal secara khususnya harus mampu menjaga dan mendukung parwsata Bal yang berkelanjutan. Apakah tu dmula dar melestarkan budaya, menjaga kebershan lngkungan termasuk menngkatkan kualtas tempat pengnapan yang dmlk oleh pelaku bsns lokal, asng ataupun campuran dar keduanya. Tempat pengnapan n merupakan hal pentng bag para wsatawan yang melakukan perjalanan

untuk berstrahat. Mereka membutuhkan tempat yang aman, nyaman dan bersh untuk snggah dan berstrahat. Tempat pengnapan d Bal sangatlah beraneka ragam mula dar yang murah sampa yang mahal, mula dar rumah penduduk yang dsewakan untuk wsatawan sampa hotel yang berkelas nternasonal. Para wsatawan dengan mudah dapat memlh hotel yang mereka ngnkan d Bal melalu nternet, travel bahkan langsung menelusur lokas hotel yang mereka lhat atau lewat.

Para wsatawan yang datang ke Bal sebagan besar ngn tnggal atau mengnap d daerah perkotaan yang memudahkan mereka untuk berpergan kemana-mana. Keadaan nlah yang cepat dtangkap oleh para nvestor, bagamana menark mnat wsatawan untuk mau mengnap d hotel yang luas bangunannya tdak terlalu besar, pelayanan dan suasananya sepert hotel 5

star namun harganya reasonable. Para

nvestor lokal maupun asng

berlomba-PENGATURAN

CITY HOTEL

BERKARAKTER

CHAIN HOTEL

SEBAGAI SALAH SATU BENTUK USAHA JASA PARIWISATA

DI INDONESIA

(STUDI KASUS DI BALI)

Oleh:

Made Suksma Prijandhini Devi Salain1

ABSTRACT

Bali is one of the favorite tourism destinations in the world give beneits as well as loss for Indonesia and Bali particularly. As a tourism place, a lot of Hotels are established in Bali, especially the chain hotels, such as Aston, Ibis, Harris, Fave or Horrison Hotel. Existence of the chain hotels is causing unfair competition with the local hotels. They have different standards in competitive prices. Especially in Bali, there is no regulation that regulates the chain hotels. According to those conditions, it really need to conduct a normative research of the chain hotels regulations within international, national and local Balinese instruments.

Keywords: regulations, tourism, chain hotels

1 Penuls adalah Dosen d Bagan Hukum Internasonal

(7)

784

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) Vol. 4, No. 4 : 783 - 795

lomba untuk membangun hotel d Bal. Sejak tahun 2009 pembangunan hotel d Bal

semakn semarak terutama City Hotel dengan

manajemen jarngan nternasonal, sepert Aston, Ibs, Harrs, Fave ataupun Horson

Hotel. City Hotel d Daerah Kota Denpasar

dan Badung sedang menjad trend, hampr

setap jengkal lahan d Bal ddrkan hotel.

Pada kenyataannya, bangunan city hotel

bermanajemen asng tersebut kebanyakan tdak menggunakan arstektur tradsonal Bal dan harga kamar yang mereka tawarkan

cukup murah, msalnya Fave Hotel (2-star)

beran memberkan harga yang bersang

dengan Hotel Kelas Melat. Keberadaan city

hotel sepert nlah yang membuat keberadaan

city hotel yang dmlk pengusaha lokal

terancam. Belum lag d Ganyar, khususnya Ubud, sudah terdapat palng tdak 2 (dua)

city hotel yang masuk ke desa-desa dsana

sehngga menggeser home stay mlk

penduduk asl dsana dan tentunya dengan harga yang bersang. Apabla melhat konsep

city hotel maka seharusnya hotelnya ddrkan

d kawasan perkotaan bukan pedesaan, n berart ada permasalahan pada pengaturan

dan perznannya. City Hotel bertaraf

nternasonal dengan format “Franchising

yang serng dsebut dengan Chain Hotel,

sepert “Ibs Hotel” yang menawarkan layanan jasa perhotelan sangat representatf.

Hal tersebut tdak sebandng dengan City

Hotel lokal yang rata-rata manajemennya

dkelola secara lokal. Secara normatf,

berdasarkan General Agreement on Trade and

Services (GATS) sebaga salah satu (World

TradeOragnization) WTO Agreement,

pengelolaan bsns jasa perhotelan wajb

berbass “Non Discrimination Principle”,

semua negara anggota dperlakukan sama bak asng maupun lokal, artnya tdak

boleh melarang hotel-hotel dar negara anggota WTO ddrkan d Bal. Namun permasalahannya, keberadaannya telah

mengancam keberlangsungan City Hotel

lokal, karena tdak mampu bersang bak dar seg kualtas prasarana maupun manajemen layanan jasanya. Para pengusaha banyak memlh Aston menjad mtra bsns karena Aston sudah memlk nama besar dan memberkan jamnan keuntungan. Bahkan

Charles Brookield sebagai owner Aston dalam wawancaranya dengan Kompas. com menyatakan bahwa “alasan utama para nvestor memlh Aston sebaga mtra adalah mereka tahu kam d Aston bekerja keras.

Tell me your dream, tell me your vision,

kam akan mewujudkannya. Dan Rahasa

ada pada service.”2 Brand hotel-hotel d

bawah manajemen Aston Internasonal adalah Grand Aston, hotel bntang 5 dengan standar nternasonal tertngg sedangkan

Royal Kamuela untuk resort mewah bntang

5. Aston adalah brand hotel bntang 4,

termasuk serviced apartment dan resort,

sementara Kamuela Vllas adalah brand

bntang 4. Aston memlk 3 brand d kelas

bntang 3, yatu Aston Cty, Aston Inn dan Quest. Sementara d kelas Bntang 2

brandnya adalah Fave hotel.3

Selan Aston manajemen mash banyak manajemen hotel asng lan, sepert Archpelago Hotel, Shangrlla dan Hyatt yang dgunakan oleh para nvestor bsns

hotel. Pemlk city hotel yang menggunakan

manajemen hotel jarngan nternasonal basanya adalah nvestor lokal namun tdak

memlk skill manajemen perhotelan dan

2 Charles Brookield : Aston Bangun Hotel di Setiap

Kota www.kompas.com Propert htm, dunduh pada 25 Februar 2015

(8)

785

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

networking yang cukup sehngga mereka

memlh untuk membel franchise manajemen

hotel jarngan nternasonal.4 Penggunaan

manajemen hotel jarngan nternasonal n tentunya harus dtuangkan dalam bentuk

kontrak licence, franchise, manajemen dan

bantuan teknk lannya.5

Dar seg ekonom, keberadaan

City Hotel dengan manajemen jarngan

nternasonal

tdak dapat dpungkr unggul dar segala aspek, mula dar manajemen, standar fasltas dan pelayanan bahkan harga yang bersang namun tdak dar seg

hukum. Peraturan perundang-undangan

yang mengatur City Hotel dengan karakter

Chain Hotel atau menggunakan format

franchising tdaklah jelas dan tegas terlebh

dengan adanya otonom daerah, masng-masng daerah memlk kebjakan yang berbeda-beda. Sepert d Bal, usaha hotel yang menggunakan fasltas modal asng, apakah tu dar sahamnya ataupun sstem manajemennya hanya dapat dlakukan d kawasan parwsata menurut Rencana Tata Ruang Wlayah (RTRW) Bal.

Pada kenyataannya City Hotel

-City Hotel yang ddrkan d Daerah Kota

Denpasar bukanlah pada kawasan parwsata, sepert Fave Hotel d Jalan Teuku Umar, Pop Harrs d Jalan Teuku Umar, All Season d Jalan Teuku Umar dan Aston d Jalan Gatot Subroto. Bahkan Fave Hotel, All Season dan Pop Harrs hanya berjarak 200 – 300 meter. Selan tu, syarat mnmal luas tanah untuk mendrkan sebuah hotel pun tdak jelas. Jka

melhat luas tanah atau areal City Hotel yang

telah dsebutkan sebelumnya tdaklah begtu besar sehngga kurangnya lahan parkr yang mengakbatkan kemacetan d Jalan Teuku

Umar. Dar seg bangunan atau gedung City

Hotel yang ada d Jalan Teuku Umar tersebut sama sekal tdak mencrkan budaya bal menggunakan arstektur tradsonal Bal tetap cenderung menggunakan arstektur modern mnmals. Kenyataan n tentunya menjad sebuah pertanyaan besar mengapa

City Hotel tersebut bsa berdr dan

beroperas padahal keberadaannya tdak datur secara jelas dalam peraturan daerah maupun surat keputusan kepala daerah. Pemerntah Provns Bal sesungguhnya

sudah memberkan perngatan (moratorium)

atau penghentan sementara pemberan zn pendran atau pembangunan hotel pada awal tahun 2011 d Kawasan Bal Selatan, yatu Kabupaten Badung, Ganyar dan Kota Denpasar. Padatnya pembangunan akomodas wsata d kawasan tu tak jarang mengabakan tata ruang, sehngga pemerntah provns mengmbau pemerntah

daerah untuk mematuh kebjakan tersebut.6

Selan masalah yang telah dkemukakan

datas, keberadaan prnsp non discrimination

dar GATS pada kenyataannya menmbulkan

persangan usaha tdak sehat (unfair trade

practices) karena d satu ss Pemerntah

Indonesa tdak boleh dan tdak bsa untuk melarang masuknya nvestas asng ke

dalam neger tap pada akhrnya city hotel

dengan format manajemen franshise asng

memberkan harga yang bersang dengan

city hotel lokal. Keadaan n tentu saja

mematkan pangsa pasar city hotel lokal

4 Blanket Agreement (Perjanjan Induk); Blanket

Agreement on Hotel Management, http://ronnazra. blogspot.com/2012/05/blanket-agreement-perjanjan-nduk.html,dunggah pada tanggal 23 Februar 2015

5 Ibid.

6 www.republka.co.d, Pemprov Bal Imbau Moratorum

Hotel, Kams, 13 September 2012, dunduh tanggal 25 Februar 2015

(9)

786

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

karena konsumen, dalam hal n wsatawan

past akan memlh city hotel dengan format

manajemen hotel franchising asng yang

berstandar nternasonal namun harganya

reasonable.

Dengan demkan dapat dkatakan

bahwa kompleksnya masalah yang

dtmbulkan oleh keberadaan city hotel

dengan karakter chain hotel / format

manajemen franchise asng dsebabkan

oleh norma yang tdak progresf terhadap

perkembangan keadaan masyarakat

sehngga menmbulkan ketdakjelasan

peraturan perundang-undangan yang terkat

(unclear norm). Oleh karena tu dperlukan

suatu konstruks hukum mengena pendran

city hotel bak lokal maupun asng yang

bsa memberkan kesejahteraan, keadlan, kepastan hukum dan kemanfaatan bag semua phak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagamanakah bentuk perwujudan

Non-Discrimination Principle dalam

GATS sebaga salah satu nstrumen

WTO terkat dengan city hotel

berkarakter chain hotel yang termasuk

jasa parwsata d Indonesa?

2. Bagamanakah pengaturan jasa

parwsata terkat city hotel dengan

karakter chain hotel d Indonesa?

II. Hasil dan Pembahasan

2.1 Bentuk perwujudan

Non-Discrimination Principle dalam

GATS sebagai salah satu instrumen WTO terkait dengan city hotel berkarakter chain hotel yang termasuk jasa pariwisata di Indonesia adalah:

2.1.1 Prinsip Non Diskriminasi (

Non-Discrimination Principle) dalam

WTO

Non-Discrimination Principle adalah

salah satu sumber hukum nternasonal

dalam bentuk general principles of law

(prnsp-prnsp hukum umum yang daku

oleh bangsa beradab). Prnsp-prnsp

hukum umum n danut oleh seluruh Negara-negara d duna meskpun memlk sstem hukum yang berbeda. Keberadaan prnsp hukum umum n sangat pentng jka dlhat dar fungsnya begtu juga dengan

Prnsp Non Dskrmnas7. Prnsp non

dskrmnas n mengandung pengertan bahwa tdak ada perlakuan yang berbeda terhadap suatu subyek atau obyek hukum, semua mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memperhatkan perbedaan ras, suku, agama, umur, kewarganegaraan ataupun dsabltasnya.

Prnsp non dskrmnas menjad prnsp utama dalam penyelenggaraan perdagangan nternasonal yang bersfat multlateral d bawah WTO. In adalah kunc utama agar perdagangan nternasonal dantara Negara anggota WTO berjalan

7 Discrimination is the effect of law or established

practice that confers privileges on a certain class or that denies privileges to a certain class because of race, age, sex, nationality, religion or handicap, Lhat Black’s Law Dictionary, 2004, Eght Edton, Thomson, West, Amerka Serkat, hlm.500.

(10)

787

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

dengan lancar. D dalam GATS sebaga slaah

satu nstrumen WTO, Non-Discrimination

Principle dwujudkan dalam 2 (dua)

bentuk kewajban, yatu: the most-favoured

nation (MFN) treatment8 dan the national

treatment9 (NT). MFN mensyaratkan

Negara anggota WTO (msalkan Indonesa) harus memberkan perlakuan yang sama kepada mtra-mtra dagangnya yang juga merupakan Negara anggota WTO (msalkan Jepang, Brazl, Australa, AMerka Serkat).

Sedangkan NT mensyaratkan Negara

anggota WTO untuk memperlakukan produk asng yang masuk ke dalam wlayah Negara tersebut sama dengan produk lokalnya (apakah dar seg pajak dan regulasnya).

2.1.2 City Hotel berkarakter chain

hotel sebagai salah satu bentuk perdagangan jasa pariwisata

GATS adalah agreement d bdang

perdagangan jasa nternasonal. Perdagangan

jasa (trade in services) adalah perdagangan

yang menempatkan jasa sebaga komodt.

Dalam pengertan perdagangan, jasa

mencakup seluruh aktvtas atau usaha yang

dorgansr, secara kualtas, kuanttas, dan jangka waktu tertentu, untuk membantu

seseorang atau lebh, mendapatkan

kengnannya, berdasarkan proses transaks,

dan mbalan tertentu (services charge).

Pengertan yang demkan mencakup

pengertan jasa parwsata, yatu suatu

kegatan penyedaan jasa akomodas,

makanan, transportas dan rekreas, serta

jasa lannya yang terkat10.

Hotel merupakan salah satu

bentuk jasa akomodas yang menunjang

penyelenggaraan dan pembangunan

parwsata. Oleh karena tu hotel menjad salah satu obyek pengaturan dar GATS yang menjunjung kewajban MFN dan NT. Hal n datur dalam Pasal 1 Ayat (2) GATS

yang menyebutkan 4 (empat) modes supply

of services11. Dar keempat jens penyedaan

jasa tersebut, jasa perhotelan (city hotel

berkarakter chain hotel) termasuk jens yang

ketga, yakn cara pemberan jasa melalu

kehadran secara komersal (commercial

presence mode of supply), dmana pember

jasa hadr d negara penerma jasa12.

Sebaga contoh, ASTON, Shangrlla, Ibs dan lannya. Dengan begtu, para nvestor

dberkan kesempatan untuk mendrkan city

hotel berkarakter chain hotel d suatu Negara

dengan tetap mendapatkan perlakuan yang 8 The MFN treatment obligation requires a WTO member

that grants certain favourable treatment to another country to grant that same favourable treatment to all other WTO members. A WTO member is a not allowed to discriminate between its trading partners. Lhat Peter Van Den Bossche, 2008, The Law and Policy of the World Trade Organization Text, Cases

and Materials, Second Edton, Cambrdge Unversty

Press, New York, hlm.38.

9 The national treatment obligation requires a WTO

Member to treat foreign product, services suppliers no less favourably that it treats ‘like’ domestic products, services and service suppliers. Where the national treatment obligation applies, foreign products, for example, should once they have crossed the border and entered the domestic market, not be subject to less favourable taxation or regulation than ‘like’ domestic product. Purusuant to the national treatment obligation, a WTO Member is not allowed to discriminate against foreign products, services and service suppliers. Lhat Peter Van Den Bossche, Ibid.

10 Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., 2003, Hukum Bisnis

Pariwisata, Penerbit Reika Aditama, Bandung, hlm.1

11 (a) from the territory of one Member into the territory

of any othe Member; (b) in the territory of one Member to the service consumer of any other Member; (c) by a service supplier of one Member, through commercial presence in the territory of any other Member; (d) by a service supplier of one Member, through presence of natural persons of a Member in the territory of any other Member.

12 Peter van den Bossche, dkk., 2010, Pengantar Hukum

WTO (World Trade Organization), Yayasan Obor Indonesa, Jakarta, hlm.15.

(11)

788

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

sama sepert chain hotel lannya termasuk

perlakuan yang sama dengan hotel lokal d wlayah Negara tersebut. Namun keadaan yang demkan menmbulkan klm usaha

yang tdak sehat karena city hotel berkarakter

chain hotel bermanajemen asng, standar

pelayanan nternasonal memberkan harga yang sama dengan hotel-hotel lokal (tentunya dar seg manajemen dan standar pelayanan mash kurang. Keadaan nlah yang terjad d Indonesa, khususnya Bal sebaga destnas parwsata favort duna. Untuk tu sebaknya perlu durakan bagamana sesungguhnya mplementas dar prnsp non dskrmnas (yang melahrkan kewajban MFN dan NT) dalam perdagangan jasa parwsata

khususnya city hotel berkarakter chain

hotels.

2.1.3 MFN dalam GATS

MFN pada perdagangan jasa datur

dalam Pasal II : 1 GATS : “With respect

to any measure covered by this Agreement, each Member shall accord immediately and unconditionally to service and service suppliers of any other Member treatment no less favourable than that it accords to like services and service suppliers of any other

country”13. Jad, kewajban MFN harus

dtaat dan dlaksanakan oleh seluruh Negara anggota WTO secara segera dan tanpa persyaratan. Ada 3 (tga) pertanyaan yang harus dpenuh untuk menentukan apakah sebuah ketentuan dar salah satu Negara

anggota WTO inconsistency terhadap

kewajban MFN sesua Pasal II : 1 GATS, yatu14:

. apakah GATS dapat dterapkan

terhadap ketentuan tersebut;

. apakah jasa atau pember jasa adalah

jasa sejens atau pember jasa sejens; dan

. apakah jasa atau pember jasa dar

anggota WTO lannya menerma, secara segera dan tanpa syarat, perlakuan yang tdak kurang menguntungkan dar jasa sejens dan pember jasa sejens dar Negara lannya.

Meskpun pemberlakuan kewajban

MFN immediately dan unconditionally,

berdasarkan Pasal II : 2 GATS dperbolehkan

adanya pengecualan: A Member may

maintain a measure inconsistent with

paragraph 1 provided that such a measure

is listed in, and meets the conditions of,

the Annex on Article II Exemptions”.

Pengecualan pemberlakuan MFN oleh suatu Negara anggota WTO dberkan sepanjang tndakan-tndakan nasonal tertentu dmaksud sudah ddaftarkan dan ddaftarkan dalam Lampran Perkecualan-perkecualan Pasal II : 2 GATS. Pengecualan yang ddaftarkan oleh Negara anggota WTO harus berskan: “a description of the sectors in which the exemption applies; a description of the measure, indicating why it is inconsistent with

Article II; the country or countries to which

the measure applies; the intended duration of the exemption; and the conditions creating

the need for the exemption15. Pengecualan

n pada awalnya harus ddaftarkan sampa dengan mula berlakunya WTO, 1 Januar 1995 dan berakhr pada Januar 2005. Namun pada kenyataannya, Negara anggota WTO mash menggunakan pengecualan n

13 Gars bawah dtambahkan oleh penuls.

14 Peter van den Bossche,dkk., Ibid., hlm.13 15 Peter Van Den Bossche, op.cit., hlm.342.

(12)

789

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

sampa dengan sekarang dengan jangka lebh

dar 5 tahun dan d-review oleh Council for

Trade in Services16.

2.1.4 NT dalam GATS

Pasal XVII GATS mengatur tentang

National Treatment (NT) : “In the sectors

inscribed in its Schedule, and subject to any conditions an qualiications set out therein, each Member shall accord to services and service suppliers of any other Member, in respect of all measures affecting the supply of services, treatment no less favourable than

that it accords to 17 its own like services and

service suppliers”. Tdak semua services and

service suppliers mendapatkan perlakuan

nasonal jad hanya sektor-sektor jasa tertentu

yang dtuangkan dalam komtmen ( Schedule

of Speciic Commitments). Negara anggota WTO dberkan kebebasan untuk membuat komtmen atau tdak. Pembuatan komtmen

perlakuan nasonal (NT) berdasarkan

negosas dar para Negara anggota WTO. Jad, sesungguhnya kewajban NT n dkembalkan lag kepada masng-masng anggota WTO karena mereka memlk kemampuan dan kebutuhan ekonom yang berbeda satu dengan lannya. Meskpun demkan, bsa saja anggota WTO yang sudah membuat komtmen NT tersebut melanggar

/ nconsistency kewajban NT tersebut dan

untuk membuktkannya harus memenuh 3 (tga) pertanyaan / tes:

. apakah GATS dapat dterapkan pada

aturan yang dpermasalahkan;

. apakah jasa atau pember jasa asng

dan domestc adalah ‘jasa sejens’ atau’pember ajasa sejens’ dan;

. apakah jasa dan ‘pember jasa asng’

mendapat perlakuan yan kurang menguntungkan dbandngkan dengan jasa dan pemebr jasa domestk.

2.1.5 Daftar Pengecualian kewajiban MFN dan NT terkait city hotel berkarakter chain hotel sebagai salah satu bentuk jasa pariwisata di Indonesia

Dengan melhat uraan kewajban MFN dan NT dalam GATS datas, sesungguhnya

Indonesa sudah mengmplementaskan

prnsp non dskrmnas dengan bak terutama

pada perdagangan jasa city hotel berkarakter

chain hotel. Hal n terbukt dar banyaknya

city hotels yang dmlk nvestor asng atau

menggunakan manajemen franchise asng

yang tumbuh dan berkembang d Indonesa,

khususnya Bal. Namun keberadaan city

hotel berkarakter chain hotel bukannya

mencptakan klm persangan usaha yang

sehat tetap mematkan pangsa pasar city

hotel lokal. Kenyataan n menujukkan

bahwa lberalsas perdagangan jasa bagakan 2 (ss) mata uang, memberkan keuntungan sekalgus kerugan bag keadaan ekonom masyarakat Bal khususnya dan Indonesa pada umumnya.

Sepert yang telah dsebutkan datas, dperbolehkan adanya pengecualan terhadap kewajban MFN dan NT d dalam GATS. Seharusnya Pemerntah Indonesa dapat memanfaatkan pengecualan tersebut dem menyelamatkan perkembangan ekonom masyarakatnya. Namun pada kenyataannya,

berdasarkan Indonesa Final List of Article

II (MFN) Exemptions tanggal 15 Aprl 1994

dan 28 Jul 1995, hanya ada 3 (tga) sector

yang ddaftarkan, yakn Banking Services,

Construction Services dan Movement of

16 Lhat Annex on Article II Exemptions GATS 17 Peter van den Bossche, dkk., op.cit., hlm.24.

(13)

790

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

personal (semi-skilled workers). Daftar

pengecualan kewajban MFN terakhr yang ddaftarkan Indonesa adalah tahun 1995 sedangkan sekarang sudah tahun 2015, tentunya sangat banyak perubahan yang terjad pada perdagangan jasa parwsata

khususnya terkat city hotel berkarakter

chain hotel. Sedangkan pengecualan

kewajban NT dalam bentuk komtmen

khusus (speciic commitments), Indonesa

sudah mendaftarkannya sejak 15 Aprl 1994 kemudan ada beberapa suplemen ddaftarkan pada 28 Jul 1995, 11 Aprl 1997 dan 26 Februar 1998. Hal yang sama terjad

pada MFN List of Exemption, pengecualan

kewajban NT yang berkatan dengan tourism

services (termasuk hotel) hanya ddaftarkan

pada tahun 1994:

i. Limitation on Market access : In

eastern part of Indonesa, Kalmantan,

Bengkulu, Jamb and Sulawes, 100%

of capital share can be owned by foreign investor.

ii. Limitations on National Treatment :

(a) Higher paid-up capital is required of foreign service suppliers than of domestic service suppliers. This measure will be eliminate in the year 2020; (b) only 3, 4, 5 starred hotels are permitted.

Pengecualan kewajban NT yang berkatan dengan hotel sudah tdak sesua dengan pertumbuhan hotel yang ada d Indonesa, khususnya Bal sehngga tdak

mampu melndung keberadaan city hotel

lokal yang dserbu oleh city hotel berkarakter

chain hotels. Pada zaman tu belum muncul

city hotel berkarakter chain hotel, yang ada

pada saat tu hanya hotel berbntang dengan harga yang jauh lebh mahal dar hotel lokal

sehngga klm persangan usahanya lebh sehat (kompettf).

2.2 Pengaturan jasa pariwisata terkait city hotel dengan karakter chain hotel di Indonesia

Pengaturan jasa parwsata d Indonesa belum dapat berfungs dengan bak dan mencapa tujuan hukum yang seharusnya. Hal n dsebabkan oleh kompleksnya problem yang terjad pada payung hukum parwsata d Indonesa, yatu Undang-Undang No.

10 Tahun 2009 tentang Keparwsataan18.

Selan UU Keparwsataan, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkat dengan jasa parwsata khususnya mengena hotel, sepert Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol dan Persangan Usaha Tdak Sehat, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Daerah terkat. Berkut adalah pembahasan mengena beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dsebutkan datas.

2.2.1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

UU Keparwsataan n banyak

sekal mengandung problem d dalamnya,

mulai dari problem deinisi, problem

konsep, problem norma hngga problem

pengaturannya. Akar permasalahannya

adalah stlah keparwsataan yang datur dalam Pasal 1 Ayat (4) adalah keseluruhan kegatan terkat dengan parwsata dan bersfat multdmens serta multdspln yang muncul sebaga wujud kebutuhan

18 Selanjutnya dsebut UU Keparwsataan

(14)

791

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

setap orang dan Negara serta nteraks antara wsatawan dan masyarakat setempat, sesama wsatawan, Pemerntah, Pemerntah Daerah

dan pengusaha. Deinisi kepariwisataan ini

tdak sesua dengan karakterstk parwsata pada saat sekarang n, yatu perdagangan

jasa (tourism is a trade in services). Dengan

menggunakan policy-oriented theory of law,

permasalahan / problem yang tmbul dalam

UU Keparwsataan terjad pada tahap meso

analyses, a problem of wrong on deining or

perhaps the vacuum on deining the objects

which become a problem deinition19.

Ketepatan dalam mendeinisikan suatu

obyek pengaturan merupakan hal yang sangat pentng dalam proses pembuatan hukum dan kebjakan.

UU Keparwsataan mengusung

konsep parwsata sebaga pembangunan

yang mengacu pada Global Code of Ethics

of Tourism yang dbuat oleh World Tourism

Organization. D satu ss, pembentukan UU

Keparwsataan adalah upaya harmonsas ketentuan GATS ke dalam hukum nasonal

Indonesa. Konsep parwsata dalam

GATS adalah perdagangan jasa. Hal n menunjukkan terjadnya problem konsep parwsata d dalam UU Keparwsataan. D saat penyelenggaran dan pembangunan parwsata duna menggunakan konsep

parwsata sebaga perdagangan jasa,

Indonesa malah tetap d tempat dengan

menggunakan konsep pembangunan

parwsata yang sudah lama dtnggalkan.

Keadaan n dsebut sebaga

normative-ambiguity20. “By this mean that such theory

seeks in a single confused statement to perform multiple intellectual tasks. Thus, the ordinary legal rule or concept seeks, at one and the same time, to describe what decision-makers have done in the past, to predict what they will do in the future, and

to prescribe what they ought to do”21.

Problem konsep yang terjad dalam UU Keparwsataan tentunya akan menmbulkan problem pengaturan karena mater yang datur tdak sesua dengan kegatan parwsata dalam kenyataan sehngga menyebabkan tdak berfungsnya dengan bak UU

tersebut . “The huge number of laws has

not followed by an actual controlling effect over the performance of tourism, including the business and its detrimental impacts to the business and its environment. Tourism activities are loaded with unfair trade practices such as tariff war and irrational services supply in most of tourism business centers”22.

City hotel dengan karakter chain hotel

merupakan salah satu usaha jasa parwsata d Indonesa. Hal n datur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU Keparwsataan: (a) daya tark wsata; (b) kawan parwsata; (c) jasa transportas wsata; (d) jasa perjalanan wsata; (e) jasa makanan dan mnuman; (f) penyedaan akomodas; (g) penyelenggaran kegatan hburan dan rekreas; (h) penyelenggaraan pertemuan, perjalanan nsentf, konferens dan pameran; () jasa nformas parwsata;

20 Laswell and McDougal, 1943, Legal Education and

Public Policy: Professional Training in the Public Interest, 52 Yale L.J. 203, 208-209 dalam Myres S. McDougal, 1956, Law as a Process of Decision : A Policy-Oriented Approach to Legal Study, Yale Law School Lagal Scholarshp Repostory, hlm.59, dunduh pada 25 Februar 2015

21 Myres S. McDougal, Ibid.

22 Ida Bagus Wyasa Putra, loc.cit., hlm.62. 19 Wayne Parson, 2005, Public Policy, hlm. 87 dalam

Ida Bagus Wyasa Putra, 2013, Indonesian Tourism Law : In Search of Law and Regulations Model, Lex Mercatora, Journal of Internatonal Trade and Busness Law, Vol.1 Number 1, The Role of Law and Polcy n Promotng Natonal and Regonal Economc Development, hlm.62.

(15)

792

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

(j) jasa konsultan parwsata; (k) jasa pramuwsata; (l) wsata trta; dan (m) spa). Hotel dgolongkan sebaga salah satu jasa akomodas.

2.2.2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pertumbuhan city hotel berkarakter

chain hotel d Indonesa, khususnya Bal

menmbulkan klm persangan usaha yang

tdak sehat. City hotel berkarakter chain hotel

dengan standar dan fasltas nternasonal namun memberkan harga lokal kepada para konsumennya. Sudah tentu wsatawan

akan memlh city hotel berkarakter chain

hotel darpada city hotel lokal dengan harga

yang bersang namun kualtas pelayanannya

berstandar nternasonal. Keadaan n

sesungguhnya dlarang dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol dan Persangan Usaha Tdak Sehat : “Pelaku Usaha dlarang melakukan kecurangan dalam menetapkan baya produks dan baya lannya yang menjad bagan dar komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakbatkan terjadnya persangan usaha tdak sehat”.

2.2.3 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

a) Pendran City hotel berkarakter chain

hotel d Indonesa haruslah dalam

bentuk Perseroan Terbatas (PT). Hal

n datur dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Penanaman Modal : “Penanaman modal asng wajb dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesa dan berkedudukan d dalam wlayah negara Republk Indonesa, kecual dtentukan lan oleh

undang-undang”. Modal yang dtanamkan oleh nvestor asng d Indonesa dapat berupa aset dalam bentuk uang atau bentuk lan yang bukan uang yang dmlk oleh penanam modal yang

mempunya nla ekonoms23.

b) UU Penanaman Modal juga mengatur

mengena kewajban MFN dan NT yang tertuang dalam Pasal 6:

(1) Pemerntah memberkan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dar negara mana pun yang melakukan kegatan penanaman modal d Indonesa sesua dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perlakuan sebagamana dmaksud pada ayat (1) tdak berlaku bag penanam modal dar suatu negara yang memperoleh hak stmewa berdasarkan perjanjan dengan Indonesa.

Pasal n menunjukkan bahwa

Indonesa sebaga salah satu Negara anggota

WTO sudah mengmplementaskan

Non-Discrimination Principle (MFN dan NT) ke

dalam hukum nasonalnya.

2.2.4 Beberapa Peraturan Daerah yang terkait (studi kasus di Daerah Provinsi Bali)

a) Pasal 5 Ayat (3) Peraturan daerah

(Perda) Provns Bal No.2 Tahun 2012 tentang Keparwsataan Budaya Bal menyatakan:

“Pembangunan Sarana dan prasarana keparwsataan dengan menggunakan fasltas modal asng hanya dapat

23 Lhat Pasal 1 Ayat (7) UU Penanaman Modal

(16)

793

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

dlakukan d kawasan parwsata yang telah dtetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wlayah Provns Bal.”

b) Pasal 1 Angka 55 Perda Provns Bal

No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wlayah Provns Bal Tahun 2009-2029 :

“Kawasan Parwsata adalah kawasan strategs parwsata yang berada dalam

geograis satu atau lebih wilayah

admnstras desa atau kelurahan yang d dalamnya terdapat potens daya tark wsata, aksesbltas yang tngg, ketersedaan fasltas umum dan fasltas parwsata serta aktvtas sosal budaya masyrakat yang salng

mendukung dalam perwujudan

keparwsataan.”

Dengan mengacu pada kedua pasal datas, dapat dtark kesmpulan bahwa usaha hotel yang menggunakan fasltas modal asng, apakah tu dar sahamnya ataupun sstem manajemennya hanya dapat dlakukan d kawasan parwsata menurut Rencana Tata Ruang Wlayah (RTRW) Bal.

Pada kenyataannya City Hotel-City Hotel

yang ddrkan d Daerah Kota Denpasar bukanlah pada kawasan parwsata, sepert Fave Hotel d Jalan Teuku Umar, Pop Harrs d Jalan Teuku Umar, All Season d Jalan Teuku Umar dan Aston d Jalan Gatot Subroto. Bahkan Fave Hotel, All Season dan Pop Harrs hanya berjarak 200 – 300 meter. Selan tu, syarat mnmal luas tanah untuk mendrkan sebuah hotel pun tdak jelas. Jka

melhat luas tanah atau areal City Hotel yang

telah dsebutkan sebelumnya tdaklah begtu besar sehngga kurangnya lahan parkr yang mengakbatkan kemacetan d Jalan Teuku Umar.

c) Pasal 122 Ayat (2) huruf (g) Perda

RTRW Provns Bal Tahun 2009-2029:

“Pengharusan penerapan cr khas arstektur tradsonal Bal pada setap bangunan akomodas dan fasltas penunjang parwsata.”

d) Penjelasan Pasal 124 Ayat (2) huruf

(d) Perda RTRW Provns Bal Tahun 2009-2029 : “Persyaratan arstektur Bal, melput antara lan persyaratan penamplan bangunan gedung, tata ruang dalam, kesembangan, keserasan dan keselarasan bangunan gedung dengan lngkungan serta pertmbangan adanya kesembangan antara nla-nla sosal budaya setempat terhadap penerapan berbaga perkembangan arstektur dan budaya”.

Bangunan Fave Hotel, All Season, Pop Harrs sama sekal tdak mencrkan budaya bal yang menggunakan arstektur tradsonal

Bal tetap cenderung menggunakan

arstektur modern mnmals. Kenyataan n tentunya menjad sebuah pertanyaan besar

mengapa City Hotel tersebut bsa berdr

dan beroperas padahal keberadaannya tdak datur secara jelas dalam peraturan daerah maupun surat keputusan kepala daerah.

III. Penutup 3.1 Simpulan

a. Non-Discrimination Principle dalam

GATS sebaga salah satu nstrumen

WTO terkat dengan city hotel

berkarakter chain hotel yang termasuk

jasa parwsata d Indonesa dwujudkan dalam 2 (dua) bentuk kewajban, yatu MFN dan NT. Kewajban n merupakan kunc utama terlaksananya

(17)

794

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

perdagangan multlateral dalam WTO. Meskpun MFN dan NT merupakan kewajban mutlak bag setap Negara anggota WTO, namun tetap dberkan pengecualan terhadap pelaksanaannya. Pengecualan kewajban MFN dan NT harus dnegosaskan terlebh dahulu, kemudan ddaftarkan dan ada jangka waktunya. Indonesa mendaftarkan

pengecualan kewajban MFN (list of

exemption) pada tahun 1994 dan 1995

namun tdak ada memuat mengena hotel sebaga salah satu bentuk jasa parwsata. Sedangkan pengecualan

kewajban NT (speciic commitments)

ddaftarkan Indonesa pada tahun 1994, 1995, 1997 dan 1998. Hanya

speciic commitments yang ddaftarkan pada tahun 1994 memuat tentang hotel sebaga salah satu bentuk jasa parwsata.

b. Pengaturan city hotel dengan karakter

chain hotel sebaga salah satu bentuk

jasa parwsata d Indonesa tdak berfungs dengan bak dan mencapa tujuan hukum yang seharusnya. Hal tu dapat dlhat pada UU Keparwsataan sebaga payung hukum parwsata d Indonesa. Penyebabnya adalah kompleksnya problem yang terjad d dalam UU Keparwsataan tersebut,

baik problem deinisi, konsep,

norma maupun pengaturannya.

Adapun beberapa pengaturan yang terkat, yakn : UU Larangan Praktek Monopol dan Persangan Usaha Tdak Sehat, UU Penanaman Modal, UU Perseroan Terbatas dan beberapa Perda Provns Bal (karena stud kasusnya d Bal). Beberapa peraturan perundangan tersebut juga tdak dapat

berfungs dengan bak dan mencapa tujuannya. Namun problem bukan tmbul dar peraturan tersebut tetap pelaksanaannya d lapangan.

3.2 Saran

a. Untuk ke depannya Indonesa lebh bak

untuk merevs daftar pengecualan kewajban MFN dan NT yang terkat dengan hotel sebaga salah satu bentuk jasa parwsata agar dapat melndung

keberadaan city hotel lokal dar serbuan

city hotel berkarakter chain hotel yang

menyebabkan terjadnya persangan usaha yang tdak sehat.

b. Pemerntah Indonesa perlu merevs

UU Keparwsataannya dan bertndak lebh tegas dalam penerapan peraturan perundangan terkat lannya agar fungs dan tujuan hukum dapat tercapa.

DAFTAR PUSTAKAI. BUKU

Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., 2003, Hukum

Bisnis Pariwisata, Penerbit Reika

Adtama, Bandung

Peter Van Den Bossche, 2008, The Law and

Policy of the World Trade Organization

Text, Cases and Materials, Second

Edton, Cambrdge Unversty Press, New York

Peter van den Bossche, dkk., 2010, Pengantar Hukum WTO (World

Trade Organization), Yayasan Obor

Indonesa, Jakarta

Black’s Law Dictionary, 2004, Eght Edton,

Thomson, West, Amerka Serkat

(18)

795

Magister Hukum Udayana

• Desember 2015

ISSN 2302-528X

Jurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

II. JURNAL / ARTIKEL INTERNET

Ida Bagus Wyasa Putra, 2013, Indonesian

Tourism Law : In Search of Law and

Regulations Model, Lex Mercatora,

Journal of Internatonal Trade and Busness Law, Vol.1 Number 1, The Role of Law and Polcy n Promotng Natonal and Regonal Economc Development

Charles Brookield : Aston Bangun Hotel

d Setap Kota, www.Kompas.com Propert.htm, dunduh pada 25 Februar 2015

Blanket Agreement (Perjanjan Induk);

Blanket Agreement on Hotel

Management, http://ronnazra.

b l o g s p o t . c o m / 2 0 1 2 / 0 5 / b l a n k e t -agreement-perjanjan-nduk.html, dunggah pada tanggal 23 Februar 2015

www.republca.co.d, Pemprov Bal

Imbau Moratorum Hotel, Kams, 13 September 2012, dunduh tanggal 25 Februar 2015

Myres S. McDougal, 1956, Law as a Process

of Decision : A Policy-Oriented

Approach to Legal Study, Yale Law

School Lagal Scholarshp Repostory, dunduh pada 25 Februar 2015

III. INSTRUMEN INTERNASIONAL

World Trade Organization (WTO)

Agreement

General Agreement on Trade in

Services (GATS)

Global Code of Ethics of Tourism by

World Tourism Organization (UN-WTO)

IV. PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol dan Persangan Usaha Tdak Sehat

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Keparwsataan

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Peraturan Daerah Provns Bal No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wlayah Provns Bal Tahun 2009-2029

Peraturan Daerah Provns Bal No.2 Tahun 2012 tentang Keparwsataan Budaya Bal.

(19)

DIRECTORY OF

OPEN ACCESS

JOURNALS

S

Acooemrc

o#

ffi?ru

,ffi|uffi|ffi[[Hilill

Uilayuna Master Lsw

Joarnnl

(lurnal

Magister

Hukum

[Idayana)

adalah Jurnal trhniah

Hukum

yang

ditujukan untuk

mempublikasikan naskah

hasil kajian

dan

penelitian

di

bidang

hukum

dari para penstudi (dosen, mahasiswa, peneliti ), ahli

Iiukum dan

praktisi

yang

berkaitan dengan

Hukum Bisnis, Hukum

Perdata,

I{ukum

Pemerintahan,

Hukum

Pidana,

Hukum

Kepariwisataan,

I-[AM

serta

Hukurn

&

Masyarakat

dalarn

lingkup lokal,

nasional

dan

intemasional yang orisinal dan belurn pernah

dipublikasikan.

Proses Review dilakukan dengan Peer Review (Blind Review) terkait suhstansi dan teknis. Uduyuna Moster Lnw

Joarnal

(Jurnal Magister

Hukum

Udayana) diterbitkan

secara

online

dan

edisi

cetak

dalam empat

(a)

kali

setahun

(Mei, Juli,

September

dan

Desernber). {.Idayana

Mflster

Law Journal (Jurnal

Magister

flukum

fldayana)

menuju

Jurnal

Gambar

Gambar Cover: Dewi Saraswati (Dewi Itnu Pengetahuan).diambil

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan dari sifat kimia bahan nanokompos berdasarkan keefektifan nano kompos pada saat aplikasi di lapangan yang dapat dilihat dalam waktu yang jauh lebih

Tingkat produktivitas jagung yang dicapai tersebut lebih rendah dibanding tingkat produktivitas jagung dunia yaitu 3,7 t/ha, namun lebih tinggi dari produktivitas jagung di

[r]

sering di sebut dengan walisongo, yang kemudian diteruskan dengan para ulama atau kyai terkenal dengan Islam yang ramah, sopan santun, lemah lembut. Bukan Islam

Buku ini berangkat dari kenyataan bahwa dunia sedang mengalami perubahan dramatis yang ditandai oleh pergeseran kekuatan (power shift) global dari Barat ke Timur. Penurunan secara

publik dapat mengganti pemerintahan dengan tanpa mengubah aturan dasarnya dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut, penyelenggaraan sistem pemerintahan demokrasi bertujuan

Kehidupan di dunia memang demikian selalu mengalami perubahan. Kadang umat Katholik berpikir bahwa ada hal-hal yang tidak mungkin terjadi, justru semua itu mungkin akan

Beberapa penelitian telah mengembangkan teknik korespondensi titik terdekat dengan memanfaatkan fitur permukaan seperti warna ataupun fitur kurvatur yang seringkali