• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun), konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan (Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam pemusatan latihan nasional.

Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik, teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari 2012 hingga bulan Juni 2012. Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada 4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada 25-27 April, Kejuaraan Asia di Vietnam pada 28-30 April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei, Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia Universitas di Korea Selatan pada 25-30 Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum.

Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012

dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini,

pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang

disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan

menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari

kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para

atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang,

dan malam dilakukan di pelatnas. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara harus

(2)

benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2) tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa / selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera masing- masing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya.

Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih, koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya.

Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Contoh

Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian.

Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, tinggi badan.

Jenis Kelamin

Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik

laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di

Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini

adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi

sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan

sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan

(3)

tetapi, 1 orang atlet drop out karena tidak dapat melakukan tes kebugaran dan 1 orang atlet tidak mengisi kuesioner karena harus mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal. Oleh karena itu dari 25 contoh berdasarkan kriteria inklusi, terpilih 23 orang yang dijadikan sebagai contoh.

Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin

Sebagian besar contoh yang mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus atlet nasional di Cipayung, Bogor, berjenis kelamin perempuan (56,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (43,5%).

Usia

Atlet yang masuk ke pelatnas adalah atlet-atlet berprestasi yang tidak memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di pelatnas. Oleh sebab itu usia contoh sedikit beragam. Sebaran atlet taekwondo menurut usia disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia

Usia

Jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

10-12 tahun 0 0,0 1 7,7

13-15 tahun 2 20,0 5 38,5

16-18 tahun 8 80,0 7 53,8

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan contoh perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Usia semua contoh yang diteliti tergolong ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Almatsier et al. 2011).

Daerah Asal

Pemusatan latihan nasional merupakan wadah yang dijadikan untuk

melatih dan sekaligus digunakan untuk tempat pembinaan atlet-atlet dari

berbagai daerah yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di cabang

(4)

olahraga taekwondo. Atlet yang masuk di pelatnas berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Sebaran atlet menurut daerah asal disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal

Daerah asal Jumlah (n) Persentase (%)

Sumatra Selatan 1 4,3

Riau 2 8,7

Jawa Tengah 10 43,5

Jawa Barat 8 34,8

D.I.Yogyakarta 2 8,7

Jumlah 23 100,0

Daerah asal contoh yang paling banyak adalah Jawa Tengah yaitu sebanyak 10 atlet (43,5%). Asal daerah atlet terbanyak kedua yaitu Jawa Barat sebanyak 8 orang atlet (34,8%), asal daerah berikutnya yaitu Riau dan D.I Yogyakarta masing-masing sebanyak 2 orang atlet (8,7%), sedangkan untuk asal daerah Sumatera Selatan sebanyak 1 orang dengan persentase 4,3%.

Pemilihan atlet di pelatnas ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pengurus besar taekwondo indonesia (PBTI) yaitu tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan untuk cabang olahraga taekwondo. Selain itu, atlet pelatnas direkomendasikan oleh atlet dari SMA Ragunan Jakarta.

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Sebaran atlet menurut berat badan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Berat badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin

Berat Badan

Jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

41-45 0 0,0 3 23,1

46-50 1 10,0 4 30,8

51-55 6 60,0 6 46,2

56-60 2 20,0 0 0,0

61-65 1 10,0 0 0,0

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Sebagian besar contoh laki-laki (60,0%) memiliki kisaran berat badan antara 51-55 kg. Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki berat badan antara 56-60 kg, sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 46-50 kg dan sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 61-65 kg.

Sebagian besar contoh perempuan (46,2%) memiliki kisaran berat badan antara

51-55 kg. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki berat badan antara 46-

50 kg, dan sisanya sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki berat badan

(5)

antara 41-45 kg. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,009) antara berat badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut belum memenuhi rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Tinggi Badan

Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara tinggi badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kisaran tinggi badan antara 166-170 cm (40,0%) dan 171-175 cm (40,0%).

Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki tinggi badan antara 161-165 cm.

Sebagian besar contoh perempuan (38,5%) memiliki kisaran tinggi badan antara 161-165 cm. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 151-155 cm, sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 156-160 cm dan sisanya sebanyak 7,7% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara 166-170 cm. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin

Tinggi badan

Jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

151-155 0 0,0 4 30,8

156-160 0 0,0 3 23,1

161-165 2 20,0 5 38,5

166-170 4 40,0 1 7,7

171-175 4 40,0 0 0,0

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Karakteristik Antropometri Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh individu atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri.

Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh.

Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/U

(6)

yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).

Secara keseluruhan baik contoh laki-laki dan contoh perempuan memiliki status gizi pada rentang -1,67 SD sampai dengan 0,84 SD dimana rentang tersebut merupakan kategori status gizi normal menurut WHO (2007). Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara status gizi pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1989).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002).

Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan

seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei

konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah

pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Metode kuantitatif

juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti

daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM),

dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan

bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode

dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list)

(Supariasa et al 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang

dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata

konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah

pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi

bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok

populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel

dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari

libur terhadap pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi

pangan secara keseluruhan (Almatsier et al 2011).

(7)

Frekuensi Makan

Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Menurut Khomsan (2000) dapat menjadi kecukupan konsumsi gizi diartikan sebagai semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar.

Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan

Frekuensi Makan Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%)

1 kali 0 0,0

2 kali 1 4,3

3 kali 17 73,9

> 3 kali 5 21,7

Jumlah 23 100

Sebanyak 73,9% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya, sedangkan sebanyak 5 contoh memiliki frekuensi makan lebih dari 3 kali yaitu sebesar 21,7% dan sebanyak 1 contoh memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali sehari yaitu sebesar 4,3%. Kebiasaan makan tiga kali sehari pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi (Suhardjo 1989).

Kebiasaan Makan

Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani

latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan

kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan

menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh

diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall. Menurut

Suhardjo (1989) kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

yaitu konsumsi pangan, preferensi pangan (kesukaan atau ketidaksukaan

terhadap suatu pangan), ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya

seorang individu. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan disajikan

pada Tabel 11.

(8)

Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan

Kebiasaan Makan Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%) Kebiasaan Sarapan

Selalu 18 78,3

Kadang-kadang 5 21,7

Jarang 0 0,0

Tidak pernah 0 0,0

Jumlah 23 100,0

Menu sarapan

Mie 1 4,3

Roti 8 34,8

Nasi+lauk pauk 11 47,8

Lainnya 3 13,0

Jumlah 23 100,0

Susunan menu siang hari

Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 17 73,9

Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 3 13,0

Nasi, lauk hewani 0 0,0

Lainnya 3 13,0

Jumlah 23 100,0

Susunan menu malam hari

Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 7 30,4

Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 12 52,2

Nasi, lauk hewani 0 0,0

Lainnya 4 17,4

Jumlah 23 100,0

Konsumsi fastfood

Selalu 2 8,7

Kadang-kadang 12 52,2

Jarang 9 39,1

Tidak pernah 0 0,0

Jumlah 23 100,0

Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan

bahwa sebagian besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan yaitu

sebanyak 18 contoh dengan persentase 78,3% contoh. Menu sarapan yang

biasa dikonsumsi oleh sebagian besar contoh (48,7%) berupa nasi dan lauk

pauk. Makan siang contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk

hewani, lauk nabati, sayur dan buah (73,9%), sedangkan makan malam contoh

sebagian besar diisi dengan menu nasi, lauk hewani atau lauk nabati serta sayur

(52,2%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu,

konsumsi pangan, preferensi (kesukaan atau ketidaksukaan) makan, ideologi

terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Untuk konsumsi

makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh (52,2%) menyatakan

kadang-kadang mengkonsumsi fast food. Menurut Irianto (2007) penyediaan

makanan cepat saji memiliki kelebihan antara lain penyajian yang cepat

sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana

saja, higienis, dianggap makanan modern. Namun fast food juga memiliki

kekurangan yaitu komposisi bahan makanan yang kurang memenuhi standar

(9)

makanan sehat berimbang, antara lain kandungan lemak jenuh berlebihan karena unsur hewani lebih banyak daripada nabati, kurang serat, kurang vitamin, serta terlalu banyak sodium.

Kebiasaan Minum

Konsumsi cairan bagi seorang atlet sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan. Sebaran atlet menurut kebiasaan minum disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum

Kebiasaan minum Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi air putih

5 gelas 0 0,0

> 5 gelas 2 8,7

7 gelas 1 4,3

≥ 8 gelas 20 87,0

Jumlah 23 100,0

Konsumsi sport drink

Ya 22 95,7

Tidak 1 4,3

Jumlah 23 100,0

Konsumsi minuman beralkohol

Ya 0 0,0

Tidak 23 100,0

Jumlah 23 100,0

Berdasarkan hasil recall mengenai kebiasaan minum contoh menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (87,0%) mengkonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi lebih dari 2400 ml/hari, sebanyak 8,7% contoh mengkonsumsi air putih lebih dari 5 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 1500-1800 ml/hari, dan sebanyak 4,3% mengkonsumsi air putih 7 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 2100 ml/hari. Kebiasaan minum lebih dari 8 gelas sudah dapat mencukupi kebutuhan atlet akan asupan air. Menurut Depkes (1993) asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya air yang diperlukan kurang lebih 2500 ml. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.

Menurut Irianto (2007) olahragawan disarankan untuk meninggalkan minuman

beralkohol karena alkohol merupakan depresan bagi susunan syaraf pusat,

dapat memproduksi asam laktat, mengganggu kerja syaraf serta mempunyai sifat

(10)

diuretik yang memudahkan pengeluaran air seni. Untuk konsumsi sport drink, diketahui bahwa sebagian besar contoh yaitu 95,7% contoh mengkonsumsi sport drink.

Kebiasaan Makan Sebelum Pertandingan

Sebelum pertandingan, sebagian besar (82,6%) contoh mengonsumsi makanan atau minuman. Makanan/minuman yang biasa dikonsumsi oleh contoh sebelum pertandingan antara lain makanan lengkap, cemilan, sport drink, air mineral, buah-buahan, coklat, dan vitamin. Sebanyak 17,4% contoh biasa tidak mengonsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan. Rentang waktu konsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan, sebanyak 30,4% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 43,5% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding dan sisanya yaitu 26,1% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding.

Sebagian besar (78,3%) contoh juga memiliki makanan dan minuman yang dihindari saat sebelum pertandingan. Menurut Depkes (1993) waktu makan yang dapat diterapkan oleh atlet pada 3-4 jam sebelum bertanding yaitu makanan utama yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk dan buah. Pada 2-3 jam sebelum bertanding, makanan yang dapat dikonsumsi oleh seorang atlet adalah makanan kecil seperti crackers, roti, dll. Pada 1-2 jam sebelum bertanding makanan yang dikonsumsi oleh atlet dapat terdiri dari makanan cair/minuman seperti juice buah, teh, dll sedangkan waktu < 1 jam sebelum bertanding atlet disarankan untuk mengonsumsi cairan atau minuman. Makanan dan minuman yang dihindari oleh contoh sebelum bertanding yaitu makanan pedas dan soft drink. Kebiasaan makan pada atlet dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding

Kebiasaan makan sebelum bertanding Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan

Ada 19 82,6

Tidak 4 17,4

Jumlah 23 182,61

Rentang waktu konsumsi makanan lengkap

1-2 jam 7 30,4

2-3 jam 10 43,5

3-4 jam 6 26,1

4-5 jam 0 0,0

Jumlah 23 100,0

Makanan dan minuman yang dihindari

Ada 18 78,3

Tidak 5 21,7

Jumlah 23 100,0

(11)

Kebiasaan Makan Selama Bertanding

Mengkonsumsi makanan dan minuman selama bertanding penting dilakukan oleh atlet. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Kebiasaan makan/minum atlet nasional taekwondo selama pertandingan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding

Kebiasaan makan selama bertanding Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman selama pertandingan

Ya 15 65,2

Tidak 8 34,8

Jumlah 23 100,0

Makanan dan minuman yang dihindari

Ada 17 73,9

Tidak 6 26,1

Jumlah 23 100,0

Sebagian besar (65,2%) contoh memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan atau minuman selama pertandingan berupa sport drink, cemilan, air mineral, buah pisang, coklat dan madu. Selama pertandingan sebagian besar contoh (34,8%) menyatakan memiliki makanan dan minuman yang dihindari selama pertandingan yaitu makanan asam dan pedas, soft drink, alkohol dan gorengan dan sisanya (26,1%) menyatakan tidak mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan. Menurut Depkes (1993) selama bertanding hindari mengonsumsi makanan yang dapat merangsang dan mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung gas akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman di lambung. Soft drink merupakan salah satu minuman yang merangsang dan dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam urat dan membuat perasaan yang tidak nyaman dalam lambung karena mengandung karbonasi.

Kebiasaaan Makan Setelah Bertanding

Setelah pertandingan, energi di dalam tubuh berkurang dengan cepat.

Selain itu, tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat

karena aktifitas yang dilakukan selama pertandingan. Oleh sebab itu, makanan

dan minuman setelah pertandingan sangat dibutuhkan sesegera mungkin oleh

tubuh untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen,

mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit di dalam tubuh.

(12)

Berdasarkan hasil recall, contoh mengkonsumsi makanan / minuman segera setelah bertanding berupa air dingin (26,1%), makan besar (26,1%), sari buah (21,7%), dan sport drink (17,4%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah bertanding adalah karena pada saat pertandingan terjadi peningkatan pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 10

0

C untuk mengatasi kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu, pemberian sari buah ditujukan karena dapat mengganti sebagian kalium dan natrium yang hilang melalui keringat. Dalam sari buah selain terdapat karbohidrat juga mengandung vitamin C, mineral seperti kalium dan natrium (Depkes 1993).

Kebiasaan makan/minum atlet setelah bertanding dapat dilihat ada tabel 15.

Tabel 15 Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding

Kebiasaan makan setelah bertanding Jumlah

Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman segera setelah pertandingan

Air dingin 6 26,1

Sari buah 5 21,7

Tidak ada 2 8,7

Lainnya 10 43,5

Jumlah 23 100,0

Rentang waktu konsumsi makanan lengkap

1-2 jam 15 65,2

2-3 jam 4 17,4

3-4 jam 4 17,4

4-5 jam 0 0,0

Jumlah 23 100,0

Makanan dan minuman yang dihindari

Ada 4 17,4

Tidak 19 82,6

Jumlah 23 100,0

Untuk konsumsi makanan lengkap setelah bertanding, sebanyak 65,2%

contoh menyatakan mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah

bertanding, 14,7% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah

bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah

bertanding. Sebanyak 82,6% contoh tidak memiliki makanan dan minuman yang

dihindari setelah pertandingan, sebanyak 17,4% contoh memiliki makanan atau

minuman yang dihindari yaitu minuman soda dan makanan pedas untuk tidak

dikonsumsi setelah pertandingan. Menurut Irianto (2007) setengah jam setelah

bertanding, atlet dapat diberikan jus buah sebanyak 1 gelas. Satu jam setelah

bertanding, atlet diberikan jus buah 1 gelas dan snack ringan atau makanan cair

yang mengandung karbohidrat sebanyak 300 kkal. Dua jam setelah bertanding,

makan lengkap dengan prosi kecil. Sebaiknya diberikan lauk yang tidak

(13)

digoreng, tidak bersantan dan diberikan banyak sayuran dan buah. Setelah 4 jam bertanding, atlet akan merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, penyediaan makan pada malam hari menjelang tidur mutlak diperlukan bagi atlet yang bertanding malam hari.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Energi

Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut yaitu sabtu, minggu dan senin. Tujuan dari metode recall ini untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal pada saat melakukan aktifitas di mess dan diluar mess. Pertimbangan pengambilan konsumsi pangan selama 3 hari adalah pada hari Sabtu, contoh hanya mendapatkan pembinaan dan pelatihan selama 6 jam. Pada hari Minggu, contoh tidak mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Pada hari Senin, contoh mendapatkan pembinaan dan pelatihan sepenuhnya, sehingga atlet sudah harus kembali ke pemusatan latihan nasional dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh dari perhitungan berdasarkan WKNPG (2004). Faktor aktifitas yang digunakan per individu didasarkan atas aktifitas yang dilakukannya selama 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi

Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara

keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu

sebesar 3204 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 870 kkal. Gambar 3.

(14)

menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit tingkat berat (80,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan energi berada dalam kategori defisit tingkat berat (69,2%). Tingkat konsumsi dan kecukupan energi yang rendah dapat disebabkan oleh sistem pendistribusian makanan yang menggunakan sistem prasmanan yaitu para atlet dapat mengambil makanan berdasarkan kesukaan masing-masing individu bukan berdasarkan pada kebutuhannya sehingga pemasukan energi atlet ada yang kekurangan dan kelebihan. Padahal dengan aktifitas berat dan pengeluaran energi yang besar harus diimbangi dengan pemasukan makanan yang seimbang sehingga stamina tubuh tetap stabil.

Protein

Protein sangat dibutuhkan bagi atlet remaja dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh guna mencapai bentuk tubuh yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein contoh secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram dengan konsumsi protein paling tinggi sebesar 85,0 gram dan konsumsi protein paling rendah sebesar 19,8 gram. Tingkat kecukupan protein contoh disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein

Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam

kategori defisit berat (70,0%) sedangkan sebagian besar contoh perempuan

memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori defisit berat (38,5%). Menurut

Depkes (1993) kebutuhan protein atlet dari cabang olahraga yang memerlukan

(15)

kekuatan dan kecepatan (power/strenght) perlu mengonsumsi protein antara 1,2- 1,7 gram protein/kgBB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kgBB/hari. Peningkatan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat sehingga protein sangat diperlukan untuk pembentukan dan pemulihan kekuatan otot.

Lemak

Saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti olahraga taekwondo, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat.

Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 104,0 gram dan konsumsi paling rendah sebanyak 13,2 gram. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan lemak dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Sebaran atlet taekowondo menurut tingkat kecukupan lemak

Tingkat kecukupan lemak pada contoh laki-laki sebagian besar berada

dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) dan contoh perempuan

sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Hal

tersebut dimungkinkan oleh kekhawatiran atlet mengalami kegemukan sehingga

mengurangi makanan yang berlemak. Kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-

25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).

(16)

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktifitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat Hasil recall menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi karbohidrat contoh adalah 794,8 ± 546,3 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 157,8 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 2015,4 gram. Tingkat kecukupan karbohidrat pada contoh laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) dan sebagian besar contoh perempuan berada pada kategori

>70% dari kebutuhan energi (53,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian

besar atlet telah mengonsumsi karbohidrat melebihi kecukupan. Menurut Clark

(1996) dalam Karfarina (2002) pemberian karbohidrat bertujuan untuk

membentuk glikogen otot dan hati. Tubuh akan mencerna berbagai jenis

karbohidrat menjadi glukosa sebelum digunakan sebagai bahan bakar otot dan

otot memerlukan glukosa darah sebagai tenaga. Para atlet yang memiliki glukosa

darah yang rendah maka akan cenderung memiliki penampilan yang rendah

karena rendahnya bahan bakar yang digunakan untuk tenaga, terbatasnya fungsi

otot serta kapasitas mental. Selain itu, pemberian makanan karbohidrat tinggi

selalu dapat menaikkan daya tahan seseorang pada latihan-latihan berat dalam

jangka waktu yang lama.

(17)

Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan vitamin A dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur 15-16 tahun adalah 900 µgRE. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 2669,8 ± 1603,0 µgRE, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 5761,1 µgRE dan konsumsi terendah sebanyak 213,5 µgRE. Sebagian besar contoh baik laki-laki (90,0%) maupun perempuan (84,6%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup karena sudah mengkonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka kecukupan vitamin A. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Pada pelatnas cabang olahraga taekwondo, tidak disediakan penambahan suplemen vitamin oleh tim medis pelatnas. Hal tersebut diharapkan bahwa atlet dapat memperoleh kecukupan vitamin dari makanan yang dikonsumsinya terutama yang berasal dari sayur dan buah. Bahan pangan yang dikonsumsi contoh yang mengandung sumber vitamin A paling besar terdapat pada bahan makanan telur ayam, wortel dan bahan makanan lainnya seperti sayur dan buah.

Vitamin C

Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat

merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen,

katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan

(18)

antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang berumur 15-16 tahun adalah 60 mg menurut WKNPG 2004. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 110,4 ± 44,7 mg dengan konsumsi tertinggi yaitu sebanyak 229,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 54,3 mg.

Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C baik contoh laki-laki maupun perempuan tergolong cukup yaitu contoh laki-laki (90,00%) dan contoh perempuan (92,3%).

Menurut Depkes (1993), vitamin C penting untuk atlet karena perannya sebagai menjaga penyembuhan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi. Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebh besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Bahan pangan sumber vitamin C yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buah-buahan seperti jeruk, melon, semangka, dan pisang.

Kalsium

Fungsi utama kalsium di dalam tubuh adalah peranannya dalam pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium remaja yang berumur 16-18 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.

Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Gambar 9.

(19)

Gambar 9 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 5313,0 ± 6156,0 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 17624,9 mg dan konsumsi terendah sebanyak 44,7 mg. Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori cukup (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium dalam kategori cukup (53,8%).

Tingkat kecukupan kalsium baik pada contoh laki-laki maupun contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu 60,0% pada contoh laki-laki dan 53,8% pada contoh perempuan. Kekurangan kalsium pada masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2005).

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam

pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan

dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat

menyebabkan anemia gizi besi dan juga menurunkan kinerja fisik, hambatan

perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif. Sebaran atlet menurut

tingkat kecukupan zat besi dapat dilihat pada Gambar 10.

(20)

Gambar 10 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 15,5 ± 11,6 mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 62,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 6,0 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori kurang (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (84,6%). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya.

Tingkat Kebugaran

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat dilihat dari VO

2

max yang diperoleh dari Bleep Test, flexibility dengan sit and reach test, dan daya tahan otot diperoleh dengan pengukuran sit up dan squat jump.

VO

2

Max

Atlet nasional taekwondo mempunyai nilai VO

2

max yang beragam pada masing-masing kategori, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet.

Rata-rata nilai VO

2

max contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada

kategori baik yaitu 49,50 ± 7,5 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO

2

max

contoh perempuan berada pada kategori sangat baik yaitu 41,24 ± 6,5

(21)

ml/kg/menit. Dalam hal ini, nilai VO

2

max pada contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan. Imaddudin (2012) melaporkan hal serupa, yakni atlet laki-laki memiliki nilai VO

2

max lebih tinggi dibandingkan dengan atlet perempuan pada cabang olahraga taekwondo. Menurut Malina et al. (2004) rata-rata nilai VO

2

max lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada seluruh tingkatan usia. Sebaran atlet menurut VO

2

max dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran atlet taekwondo menurut VO

2

max

Kategori Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

Sangat Lemah 0 0,0 0 0,0

Lemah 1 10,0 2 15,4

Cukup 2 20,0 0 0,0

Baik 2 20,0 3 23,1

Sangat Baik 2 20,0 3 23,1

Tinggi 3 30,0 5 38,5

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai VO

2

max bervariasi pada masing-masing rentang nilai. Sebanyak 30,0% contoh laki-laki memiliki kategori nilai VO

2

max tinggi dan proporsi yang sama yaitu sebanyak 20,0%

contoh masing-masing pada kategori cukup, baik dan sangat baik sedangkan sisanya (10,0%) contoh memiliki kategori VO

2

max lemah. Sebanyak 38,5%

contoh perempuan memiliki kategori tinggi untuk nilai VO

2

max. Pada kategori baik dan sangat baik memberikan proporsi yang sama pada contoh perempuan yaitu masing-masing sebanyak 23,1% dan sisanya (15,4%) dari contoh perempuan memiliki kategori lemah untuk nilai VO

2

max. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,007) antara nilai VO

2

max pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai VO

2

max yang lebih tinggi pada laki-laki jika dibandingkan dengan perempuan.

Flexibility

Kelentukan merupakan jangkauan area gerak sendi-sendi. Menurut

Haskell dan Kiernan (2012) komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang

untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya. Rata-rata nilai kelentukan

contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kategori baik yaitu 22,19 ±

3,48 cm , sedangkan rata-rata nilai kelentukan contoh perempuan berada pada

kategori kurang yaitu 18,00 ± 3,23 cm. Menurut Riyadi (2007) salah satu faktor

yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin. Massa

otot pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang lebih

(22)

banyak memiliki massa lemak dalam tubuhnya yang dapat menghambat kekuatan untuk melakukan tes flexibility. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Malina et al. (2004) pada tes kelentukan, rata-rata anak perempuan memiliki perempuan performa yang lebih baik dari anak laki-laki.

Sebaran atlet menurut nilai flexibility dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility

Kategori Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

Sangat kurang 0 0,0 0 0,0

Kurang 1 10,0 9 69,2

Cukup 0 0,0 4 30,8

Baik 9 90,0 0 0,0

Baik sekali 0 0,0 0 0,0

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori kelentukan yang baik (90,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki kategori kelentukan yang kurang (69,2%). Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,026) antara nilai kelentukan ada contoh laki-laki dengan contoh perempuan, dimana nilai kelentukan contoh laki-laki lebih tinggi daripada nilai kelentukan pada contoh perempuan. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan kekuatan sistem muskuloskeletal.

Daya Tahan Otot

Daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankan selama mungkin. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem anaerobik dalam proses pemenuhan energinya. Daya otot dapat disebut juga daya ledak otot atau explosive power (Hoeger & Hoeger 1996). Sebaran atlet menurut nilai daya tahan otot disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot

Kategori

Sit Up Squat Jump

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%)

Sangat kurang 0,0 0,0 0,0 0,0

Kurang 90,0 0,0 0,0 0,0

Cukup 10,0 30,8 0,0 0,0

Baik 0,0 69,2 20,0 0,0

Baik sekali 0,0 0,0 80,0 100,0

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0

(23)

Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori daya tahan otot pada komponen tes sit up berada pada kategori kurang (90,0%) dan contoh perempuan berada pada kategori baik (69,2%). Pada komponen tes squat jump sebagian besar contoh laki-laki berada pada kategori baik sekali (80,0%) dan seluruh contoh perempuan berada pada kategori baik sekali. Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara daya tahan otot baik pada tes sit up maupun squat jump pada contoh laki-laki maupun contoh perempuan.

Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran

Hasil uji korelasi Pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo (VO

2

max) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p>0,05). Menurut Macmurray dan Ondrak (2008) bahwa nilai VO

2

max individu akan turun secara normal sejalan dengan bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh dan gaya hidup atlet. Pada hasil uji korelasi antara usia atlet dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421) menunjukkan hubungan positif yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini semakin tinggi usia atlet hingga usia 18 tahun, maka tingkat kebugaran otot (muscle endurance) juga akan berada pada kategori yang baik. Menurut Nieman (1998) kelentukan akan berkurang seiring meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktifnya alat gerak tubuh dibandingkan dengan proses penuaan.

Hubungan Berat Badan dan Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan atlet dengan seluruh tingkat kebugaran (VO

2

max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan berat badan atlet tidak berhubungan dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo.

Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran

(flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan

(p>0,05), sedangkan hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan

tingkat kebugaran atlet (VO

2

max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan

(p<0,05, r=0,558). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Imaduddin (2012) bahwa berat badan dan tinggi badan atlet taekwondo tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kebugaran (VO

2

max). Atlet

yang cenderung memiliki tubuh yang tinggi akan mempengaruhi luas

permukaaan keseluruhan tubuhnya termasuk luas permukaan paru-paru. Luar

(24)

permukaan paru-paru tersebut secara relatif akan mempengaruhi volume tidal (aktifitas inspirasi dan ekspirasi). Kaitannya dengan hal tersebut maka atlet dalam penelitian ini, yang memiliki tubuh yang tinggi maka akan dapat mengonsumsi oksigen (VO

2

max) lebih tinggi daripada yang memiliki tubuh yang lebih pendek. Seorang atlet taekwondo diharapkan memiliki tinggi badan yang baik, karena dalam olahraga taekwondo semakin tinggi tubuh seseorang, maka semakin panjang pula jangkauan serangan yang dilakukan, serta memudahkan atlet untuk melakukan serangan menggunakan kaki.

Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran

Hasil uji korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO

2

max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian Bovet et al. (2007) pada remaja usia 12-15 tahun mengungkap hubungan yang tidak linear antara IMT dan hasil tes kebugaran jasmani atau performa motorik.

Selain itu diungkapkan pula bahwa hasil terbaik pengukuran kebugaran jasmani dimiliki oleh subjek dengan tingkat IMT pada kisaran normal, hasil lebih rendah terdapat pada subjek dengan tingkat IMT pada kisaran kurus, dan hasil terendah pada subjek dengan tingkatan IMT yang berbeda pada kisaran IMT lebih. Hal tersebut terjadi akibat kelebihan berat badan khususnya massa lemak tubuh yang memperlihatkan kelambanan karena diperlukan tenaga yang lebih besar dan juga waktu yang lebih lama untuk dapat menggerakkan seluruh massa tubuhnya (Malina & Katzmarzyk 2006). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) kebugaran tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi namun juga dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, genetik, aktifitas fisik serta kebiasaan merokok.

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran

Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi, protein,

lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C dengan tingkat kebugaran atlet (VO

2

max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan

(p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan

tingkat kebugaran atlet (VO

2

max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan

(p<0,05, r=0,462). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang

dikumpulkan dengan cara recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut belum

dapat menentukan tingkat kebugaran baik VO

2

max, flexibility maupun daya

(25)

tahan otot. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson terdapat hubungan negatif

yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A dengan tingkat kebugaran

atlet VO

2

max (p<0,05, r=-0,481) dan daya tahan otot (p<0,05, r=-0,454). Menurut

Fatmah dan Ruhayati (2011), atlet yang mengonsumsi vitamin yang berlebihan

dapat berakibat hilangnya koordinasi otot. Hal tersebut dapat mengakibatkan

atlet tidak dapat melakukan olahraga yang melibatkan otot. Kebugaran jasmani

dapat ditingkatkan dengan memperoleh tingkat konsumsi yang cukup. Konsumsi

zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet

menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan

aktifitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga yang

maksimal (Kartika 2006).

Gambar

Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin
Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal
Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan
Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan selesainya penelitian dan penulisan yang tertuang di dalam skripsi ini sebagai tugas akhir, maka penulis telah menyelesaikan studi sebagai mahasiswa Universitas Bina

1) Setelah menyaksikan video pembelajaran di Google Classroom tentang listrik statis yang dibuat oleh guru, siswa dapat menyebutkan tiga komponen utama penyusun atom

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pertama, peran kepala sekolah dalam perencanaan sarana dan prasarana dilakukan melalui

5 Paulus, yakni dalam surat kedua kepada umat di Korintus, dan saat Paulus menulis surat kepada umat di Roma dari Korintus, Paulus menyebutkan salam Timotius dan

l= Panjang elektroda yang ditanam(m) d= Diameter batang elektroda pentanahan(m) Jadi sistem pentanahan yang dipakai untuk Rumah Mewah ini menggunakan elektroda batang

[r]

Desain grafis merupakan perkerjaan yang menghasilkan beragam karya visual yang disusun oleh penggabungan sejumlah elemen rupa (gambar, teks, garis, ruang, dan warna)

PENGARUH BUDAYA BAHASA PERTAMA DALAM PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG. Apriliya Dwi Prihatiningtyas