1
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sejahtera bebas dari belenggu kemiskinan. Hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, mengamanatkan bahwa tugas pokok Pemerintah Republik Indonesia adalah
“memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan menjadikan penurunan tingkat kemiskinan sebagai indikator utama untuk mengukur keberhasilan pembangunan.
Todaro dan Smith (2006: 232) berpendapat bahawa salah satu inti dari masalah pembangunan adalah penanggulangan kemiskinan. Penelitian oleh World Bank (2006: 48-53) menemukan faktor–faktor penentu kemiskinan di Indonesia dari sisi nonpendapatan yaitu.
1. Pendidikan, terutama pendidikan dasar.
2. Pekerjaan, terutama pekerjaan di bidang pertanian sangat terkait dengan kemiskinan.
3. Isu–isu gender, perempuan sebagai kepala keluarga lebih rentan terhadap kemiskinan.
4. Akses terhadap pelayanan dasar dan infrastruktur.
5. Lokasi geografis, lokasi yang kurang strategis dan terpencil dapat
menimmbulkan ketimpangan antarwilayah.
Arsyad (2010: 111) menjelaskan bahwa suatu negara akan tetap miskin sehingga akan mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat yang pembangunan yang tinggi disebabkan oleh lingkaran kemiskinan. Lingkaran kemiskinan terjadi karena suatu kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain, intinya konsep lingkaran kemiskinan mengasumsikan bahwa: (1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup; (2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan investasi modal; dan (3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarkat yang relatif masih rendah, merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai negara sedang berkembang (Arsyad, 2010: 113).
Salah satu indikator yang membedakan antara negara maju dengan negara berkembang adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Angka indeks Pembangunan Manusia (IPM), mencakup tiga komponen dasar yang mengukur kualitas hidup manusia yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak di dalam masyarakat. Menurut beberapa penelitian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai peranan dalam mengurangi kemiskinan. Dengan meningkatnya kualitas hidup manusia yaitu peningkatan kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak, yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), maka akan meningkatkan produktifitas masyarakat, sehingga pendapatan masyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya masyarakat tersebut akan dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu prioritas
pembangunan suatu negara, yang merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara. Menurut Mankiew (2007: 17) pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari pertumbuhan produk domestik bruto adalah rangkuman aktivitas ekonomi suatu masyarkat selama periode waktu tertentu. Dengan meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat maka akan meningkatkan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian, sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahateraan dalam masyarakat yang akan diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pengangguran yang dalam hal
ini pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan (yaitu orang-orang yang belum pernah
bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang
mempersiapkan suatu usaha, kemudian orang-orang yang tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan orang –orang
yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
(www.datastatistik-
indonesia.com). Pengangguran akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Pengangguran akan menyebabkan berkurangnya
pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya akan menambah prosentase
kemiskinan dalam suatu masyarakat. Sebaliknya ketika pengangguran di suatu
daerah semakin berkurang, hal ini merupakan indikator bahwa lapangan pekerjaan
pada suatu daerah tersebut semakin meningkat. Penambahan lapangan kerja akan
memberikan pekerjaan kepada angkatan kerja di suatu daerah, sehingga dengan
masyarakat bekerja maka akan terjadi kenaikan pendapatan dalam masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan.
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan. Pengertian penduduk miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan, atau pengeluaran kebutuhan makanan minuman yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori (kkal).
Tingkat kemiskinan menurut menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah prosentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2008–2012
Pemerintah Indonesia menjadikan program penanggulangan kemiskinan sebagai tujuan utama pembangunan. Upaya penurunan angka kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kebijakan pembangunan ini menggunakan tiga pendekatan utama yaitu pro poor, pro growth, pro job. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
34.963,30 32.530,00 31.023,40 30.018,93 28.594,60
2008 2009 2010 2011 2012
jumlah penduduk miskin (ribu orang)
2008 jumlah penduduk mskin di Indonesia adalah 34.963.300 orang. Kemudian turun menjadi 32.530.000 orang pada tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 31.023.400 orang, Tercatat sampai tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 28.594.600 orang.
Tingkat kemiskinan pada tahun 2008 adalah sebesar dari 15,42 persen, turun menjadi 14, 15 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 tingkat kemiskinan turun menjadi 13.33. Pada tahun 2011 tingkat kemiskinan nasional adalah 12,49.
Pada tahun 2012 tingkat kemiskinan di tingkat nasional, menurut data Badan Pusat Statistik, adalah sebesar 11,66 persen. Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tingkat kemiskinan nasional berkurang 3,76 persen
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.2
Tingkat Kemiskinan Indonesia, 2008–2012
Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang Provinsi ke-32 dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002, mempunyai jumlah penduduk sebanyak 1.847.478,00 jiwa (2012). Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah 251.810,71 kilometer persegi. Kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau, sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan yaitu sebesar 95 persen atau seluas 241.215,30 kilometer persegi, sedangkan sisanya 4,21 persen atau sebesar 10.595,41 kilometer persegi adalah daratan. Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
15,42 14,15 13,33 12,49 11,66
2008 2009 2010 2011 2012
Prosentase Kemiskinan Nasional (%)
Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tingkat kemiskinan berkurang 3,76 persen
yang terletak pada jalur lintas perdagangan internasional yang berbatasan dengan negara Singapura dan negara Malaysia, sehingga menjadikan sektor industri pengolahan, sektor jasa dan perdagangan menjadi penyumbang terbesar Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah ini.
Sumber : BNPB Pusat, 2009
Gambar 1.3
Peta Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Kepulauan Riau mempunyai tujuh kabupaten dan kota yaitu, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Batam, dan Kota Tanjungpinang.
Provinsi Kepulauan Riau menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai
salah satu prioritas pembangunan daerah, seperti yang tertuang dalam Peraturan
Daerah (Perda) Provinsi Kepulauan Riau nomor 3 tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010–2015. Perkembangan
jumlah penduduk miskin selama periode 2008 sampai dengan 2012 dapat dilihat
pada Gambar 1.4. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun
2008 jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau adalah 136,40 ribu
orang. Selanjutnya pada tahun 2009 turun mejadi 128,20 ribu orang. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 129,70 ribu orang. Pada tahun 2011 mengalami sedikit penurunan menjadi 129,56 ribu orang, kemudian meningkat menjadi 131,20 ribu orang pada tahun 2012.
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.4
Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau, 2008–2012
Provinsi Kepulauan Riau mempunyai pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang relatif tinggi, dengan rata-rata pertumbuhan PDRB dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 di atas 5 persen, namun pengaruhnya terhadap pengurangan tingkat kemiskinan masih relatif kecil, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, tingkat kemiskinan di Provinsi Kepuluan Riau hanya berkurang sebesar 2,35 persen, angka ini masih di bawah pengurangan tingkat kemiskinan nasional yaitu sebesar 3,76 persen.
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.5
Tingkat Kemiskinan Provinsi Kepulaaun Riau, 2008–2012
136,40
128,20
129,70
129,56 131,20
2008 2009 2010 2011 2012
jumlah penduduk miskin (ribu orang)
9,18
8,27 8,05 7,40 6,83
2008 2009 2010 2011 2012
Prosentase Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau (%)
Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tingkat kemiskinan berkurang 2,35 persen
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera, 2008-2012 (Milyar Rupiah)
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
NAD 34.098 32.219 33.103 34.789 36.600
Sumatera Utara 106.172 111.559 118.719 126.588 134.464
Sumatera Barat 35.177 36.683 38.862 41.292 43.912
Riau 91.085 93.786 97.736 102.666 106.309
Jambi 15.298 16.275 17.472 18.964 20.374
Sumatera Selatan 58.065 60.453 63.859 68.008 72.094
Bengkulu 7.442 7.860 8.340 8.878 9.464
Lampung 34.443 36.256 38.390 40.859 43.506
Kep. Bangka Belitung 9.900 10.270 10.885 11.588 12.251
Kepulauan Riau 37.015 38.319 41.076 43.810 47.405
Sumber : BPS RI, 2014
Kemiskinan akan memberikan dampak negatif, sehingga menghambat proses pembangunan daerah. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, dibutuhkan kebijakan dan strategi tepat, sehingga program-program yang dibuat akan lebih efektif dalam menurunkan tingkat kemiskinan di daerah khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan teori ekonomi pembangunan, diduga bahwa tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, dan tingkat hidup layak pada suatu masyarakat yang dilihat pada angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi dan pengangguran adalah variabel-variabel yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulaauan Riau.
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.6
IPM Provinsi Kepulauan Riau, 2008–2012
74,18 74,54 75,07 75,78 76,20
2008 2009 2010 2011 2012
IPM Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.7
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau, 2008–2012
Sumber : BPS RI, 2014 (diolah)
Gambar 1.8
Jumlah Pengangguran Provinsi Kepulauan Riau, 2008–2012
Untuk itu perlu dilakukan analisis bagaimana pengaruh dari tiga variabel yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan yaitu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008-2012, kemudian penelitian ini menganalisis kondisi ketimpangan antarwilayah kabupaten dan kota serta hubungannya dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau 2008-2012.
Dari latar belakang dan uraian yang telah dijelaskan, maka penelitian ini mengambil judul, Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008-2012.
1.1.1 Rumusan masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai
6,63
3,52
7,19 6,66 6,77
2008 2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (%)
53.331 55.313 57.049 66.173 46.798
2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Pengangguran (orang)
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang relatif tinggi, dengan rata-rata pertumbuhan PDRB dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 di atas 5 persen, namun pengaruhnya terhadap pengurangan tingkat kemiskinan masih relatif kecil, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, tingkat kemiskinan di Kepuluan Riau hanya berkurang sebesar 2,35 persen, angka ini masih di bawah pengurangan tingkat kemiskinan nasional yaitu sebesar 3,76 persen. Untuk itu perlu dilakukan analisis variabel–variabel yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan teori ilmu ekonomi pembangunan, variabel yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran sehingga perlu dikaji bagaimana pengaruh variabel-variabel ini terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, dan mengetahui kondisi ketimpangan antarwilayah kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau, serta hubungannnya dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Rumusan permasalahan ini diuraikan pada pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana peta tingkat kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan pengangguran pada kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau?
2. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008 sampai dengan tahun 2012?
3. Bagaimana kondisi ketimpangan antarwilayah kabupaten dan kota di Provinsi
Kepulauan Riau serta bagaimana hubungannya dengan tingkat kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008 sampai dengan 2012?
1.2 Keaslian Penelitian
Berbagai penelitian-penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang telah meneliti tentang kemiskinan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain.
1. Sadikin (2013) meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan di Provinsi Jambi pada 2005-2010. Dengan menggunakan regresi pada data panel, hasil penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Secara parsial pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan ketimpangan pendapatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Nilai elastisitas netto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan di Provinsi Jambi dibandingkan dengan nilai elastisitas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Susiati (2013) meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di kabupaten dan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2004–
2010. Dengan alat analisis regresi dan menggunakan data panel hasil analisis menunjukkan indeks pembangunan manusia, belanja publik, dan akses terhadap air bersih berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Puspitasari (2013) melakukan penelitian terhadap kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005 – 2011. Penelitian ini menggunakan data panel dengan alat analisis regresi berganda dan perhitungan indeks entropi theil. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa ketimpangan antarkecamatan di Kabupaten Kulon
Progo tahun tahun 2005 sampai tahun 2011 cenderung menurun, hasil analisis regresi menunjukkan bahwa PDRB perkapita, belanja publik kebutuhan dasar, belanja publik infrastruktur, dan dana PNPM mandiri