1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir.
Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar dapat menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada, manusia dan struktur sosialnya (Subandi, 2011: 9). Dapat di simpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial,ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik (Todaro dan Smith, 2006: 28).
Istilah perkembangan ekonomi digunakan secara bergantian dengan istilah seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomi dan perubahan jangka panjang. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi tertentu, seperti Schumpeter dan Nyonya Ursula Hicks, telah menarik perbedaan yang lebih lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara terbelakang sedang pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju. Perkembangan menurut Schumpeter (1934), adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya;
sedang pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan
mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk (Jhingan, 2010: 4).
Proses pembangunan ekonomi yang telah berlaku di negara berkembang semenjak akhir Perang Dunia II menunjukkan bahwa mengamati prestasi pembangunan kesuksesan maupun kegagalannya, dari sudut tingkat kelajuan/pertambahan GDP (PDB) dan pendapatan perkapita saja merupakan pendekatan yang kurang sempurna. Banyak faktor lain perlu diperhatikan dalam menilai prestasi pembangunan ekonomi yang dicapai (Sukirno, 2006: 55-56).
Secara metodologis, pendapatan per kapita sebagai indeks yang menunjukkan perbandingan tingkat kesejahteraan antarmasyarakat ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan itu timbul karena pendekatan ini mengabaikan adanya perbedaan karakteristik antarnegara, misalnya struktur umum penduduk.
Distribusi pendapatan masyarakat, kondisi sosial budaya, dan perbedaan nilai tukar (kurs) satu mata uang terhadap mata uang yang lain (Arsyad, 2010: 34).
Upaya terkini dan yang paling ambisius untuk menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi secara sistematis, dan komprehensif dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mengelompokkan negara-negara berdasarkan tingkat pembangunan manusia mereka, termasuk tingkat pencapaian kesehatan dan pendidikan. Sejak dimulai pada tahun 1990, tema sentral dari laporan ini adalah pembentukan dan penajaman ulang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). HDI coba memeringkat semua negara dari skala 0 (tingkat
pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan.
Masa hidup (longevity) yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan
(knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara
tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuaikan dengan paritas daya beli (purchasing power parity) atau (PPP) dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semakin menurun dari pendapatan (Todaro dan Smith, 2006: 72-73).
United Nations Development Programme (UNDP) mencatat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Pada 2012 meningkat sebesar 0,629.
Data yang dirilis oleh UNDP pada senin, 18 maret 2013, menunjukkan angka IPM Indonesia terus naik dibandingkan di 2011 sebesar 0,624 dan pada 2010 sebesar 0,620. Indonesia menempati urutan ke 121 di seluruh dunia untuk nilai IPM. Ini naik tipis dari tahun sebelumnya yang menempati posisi 124. lalu United Nations Development Programme (UNDP) merilis Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia berdasarkan pendapatan, pencapaian pendidikan, dan angka harapan
hidup. Terkait IPM ini UNDP juga mencatat antara tahun 1980 dan 2012, nilai
IPM Indonesia meningkat sebesar 49 persen atau peningkatan rata-rata 1,3 persen
per tahun. Meski naik tiga peringkat, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata
dunia 0,694 atau regional 0,683. Indonesia dikatagorikan sebagai “Negara
Pembangunan Menengah” bersama 45 negara lainnya. Peringkat Indonesia masih
jauh di bawah negara anggota ASEAN, termasuk Singapura, Brunei Darussalam,
Malaysia, Thailand dan Filipina. Singapura memiliki IPM tertinggi di antara
negara-negara ASEAN dengan 0,895 dan peringkat 18 di seluruh dunia. Brunei
memiliki IPM 0,855 dan berada di peringkat 30, sementara Malaysia memiliki IPM 0,769 dengan peringkat 64. Thailand dan Filipina masing-masing ada di peringkat 103 dan 114, dengan IPM 0,690 dan 0,654.
Sementara itu berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, status pembangunan manusia di Provinsi Maluku Utara menunjukkan peningkatan setiap tahunnya meskipun dengan capaian yang masih relatif rendah. Dalam peringkat secara nasional (33 provinsi), Provinsi Maluku Utara menduduki posisi ke 31 berada langsung di atas Provinsi Papua Barat dan di bawah IPM Provinsi Maluku. IPM Provinsi Maluku Utara menduduki peringkat dengan kecenderungan selalu menurun, hal ini menunjukkan pembangunan manusia di provinsi ini masih kalah cepat dibandingkan provinsi-provinsi lain.
IPM pada tahun 2006 sebesar 67,51 dan di tahun 2007 meningkat sebesar 67,8. Dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan.
Di tahun 2011 meningkat sebesar 69,47. Akan tetapi kenaikan IPM ini menarik
untuk dicermati, mengingat saat memekarkan diri dari Provinsi Maluku, Provinsi
Maluku Utara terdiri dari kabupaten-kabupaten dan kota yang sebagian besar
merupakan daerah perdesaan dengan akses transportasi yang sangat terbatas,
sehingga banyak desa yang dapat dikategorikan terisolir. Melihat pada
pertumbuhan IPM yang positif (meningkat) setiap tahunnya, pemekaran provinsi
ini nampaknya berhasil memperpendek jalur kendali manajemen dan fokus yang
lebih baik, yang memungkinkan pengelolaan pembangunan khususnya yang
berorientasi pada pembangunan manusia lebih terkelola dengan baik.
Tabel 1.1
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional Tahun 2006-2011
Sumber : BPS Nasional, 2006-2011 (diolah)
Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011