SKRIPSI SKRIPSISKRIPSISKRIPSI
PROSES PROSES
PROSESPROSES PENYELESAIANPENYELESAIANPENYELESAIANPENYELESAIAN PENUMPUKANPENUMPUKANPENUMPUKANPENUMPUKAN PENDAFTARPENDAFTARPENDAFTARPENDAFTAR KEBERANGKATAN
KEBERANGKATANKEBERANGKATANKEBERANGKATAN CALONCALONCALONCALON JAMAAHJAMAAHJAMAAHJAMAAH DALAMDALAMDALAMDALAM PENYELENGGARAANPENYELENGGARAANPENYELENGGARAANPENYELENGGARAAN IBADAH
IBADAH IBADAH IBADAH HAJIHAJIHAJIHAJI
(STUDI (STUDI (STUDI
(STUDI KASUSKASUSKASUSKASUS KANTORKANTORKANTORKANTOR WILAYAHWILAYAHWILAYAH KEMENTERIANWILAYAHKEMENTERIANKEMENTERIANKEMENTERIAN AGAMAAGAMAAGAMAAGAMA KOTAKOTAKOTAKOTA SOLOK)
SOLOK)SOLOK)SOLOK)
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana hukum
Oleh: Oleh: Oleh: Oleh: HERU HERU
HERUHERU PRATAMAPRATAMAPRATAMAPRATAMA 0810113444 081011344408101134440810113444 Program
ProgramProgramProgram KekhususanKekhususanKekhususanKekhususan :::: HukumHukumHukumHukum AdministrasiAdministrasiAdministrasiAdministrasi NegaraNegaraNegaraNegara
FAKULTAS
FAKULTASFAKULTASFAKULTAS HUKUMHUKUMHUKUMHUKUM REGULERREGULERREGULERREGULER MANDIRIMANDIRIMANDIRIMANDIRI UNIVERSITAS
UNIVERSITASUNIVERSITASUNIVERSITAS ANDALASANDALASANDALASANDALAS PADANG
PADANG PADANG PADANG
BAB BAB BAB BAB IIII PENDAHULUAN PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN
A. A.
A.A. LatarLatarLatarLatar BelakangBelakangBelakangBelakang MasalahMasalahMasalahMasalah
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa Negara Republik Indonesia
berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negaranya untuk beragama dan
beribadah menurut agamanya masing-masing.
Hampir semua agama besar di dunia memiliki pengikut di Indonesia, namun
Islam merupakan agama yang paling besar penganutnya di negeri yang berdasarkan
Pancasila ini. Indonesia bahkan tercatat sebagai negara muslim terbesar di dunia saat
ini. Agama Islam pada awalnya lahir dan berkembang pada abad ke-7 di Saudi Arabia,
kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab dan wilayah Timur Tengah.
Agama Islam mengajarkan bahwa ada lima dasar utama, atau yang dikenal
dengan Rukun Islam. Rukun Islam ada lima yaitu Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan
Haji. Jadi, Haji merupakan Rukun Islam yang kelima, melaksanakan Haji merupakan
kewajiban bagi setiap orang Islam yang memiliki kemampuan.1 Ini dapat kita lihat
pada tingginya minat jamaah Haji asal Indonesia untuk melaksanakan Rukun Islam
yang kelima ini. Tidak dapat dipungkiri ibadah Haji merupakan sebuah panggilan hati
bagi setiap umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, kuota Haji per tahun selalu
1Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Tanya Jawab tentang Rukun Islam, IAIN, Sumatera Utara, 2003,
meningkat dikarenakan keinginan bagi umat muslim ditanah air sangat tinggi untuk
menunaikan ibadah Haji. Selalu saja setiap tahun pemerintah atau Biro perjalanan
Haji dibuat sibuk dengan tingginya angka peminat Haji. Maka tidak jarang di
berbagai kesempatan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) memberikan kuota
yang lebih besar terhadap jamaah asal Indonesia setiap tahunnya. Selain itu, kadang
kala dilakukan pula pengurangan dikarenakan kelebihan kuota sehingga jamaah yang
ingin berangkat terpaksa ditunda sampai tahun berikutnya.
Sejak zaman kesultanan Islam dahulu sudah tercatat adanya jamaah Haji dari
wilayah nusantara ini, meskipun dalam jumlah yang masih kecil. Perjalanan Haji
pada waktu itu terkait dengan telah meluasnya transportasi laut berupa kapal layar
yang mengandalkan perputaran angin dan perubahan musim. Beberapa kota
pelabuhan di pesisir kepulauan nusantara memang dikenal sebagai bandar
perdagangan, bukan hanya untuk kepentingan penduduk pulau tersebut, tetapi juga
untuk keperluan antar pulau, bahkan antar dunia. Bandar-bandar nusantara memang
merupakan mata rantai penghubung bagi para pedagang Cina , India, Arab dan Persia.
Keberangkatan umat Islam Indonesia ke tanah suci Makkah tidak terhenti dengan
dijajahnya negeri ini oleh kolonialis Belanda. Bahkan, jumlah jamaah Haji Indonesia
bertambah terutama dengan digunakannya kapal laut yang menggunakan mesin uap
hingga masa perjalanan menjadi lebih nyaman dan singkat.
Kenyataan ini menuntut pemerintah kolonialis Belanda membuat peraturan
ketika ditanah air atau ketika mereka berada diluar negeri. Untuk mengurus segala
urusan tentang jamaah Haji pribumi ini, pemerintah kolonialis Belanda mendirikan
konsul di Jeddah.2
Upaya untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan sistem dan manajemen
Penyelenggaraan ibadah Haji ini semakin digiatkan ketika Indonesia mencapai
kemerdekaannya. Berbagai peraturan perundang-undangan disahkan dan seperangkat
peraturan organik dirumuskan untuk menjadi panduan bagi pelaksanaan
penyelenggaraan ibadah Haji tersebut. Akhirnya, setelah reformasi bergulir, sebuah
undang-undang baru yang lebih integral dan komprehensif mengatur tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana diubah oleh Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 ini menetapkan
bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah sehingga jamaah Haji
dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran Agama Islam.
Selanjutnya ditegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas
nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah dibawah koordinasi Menteri.
Menteri disini dimaksudkan adalah yang ruang lingkup tugas dan tanggung-jawabnya
meliputi bidang Agama, yakni Menteri Agama. Mengingat bahwa penyelenggaraan
ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah, maka
2Salah satu produk legislasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang cukup berpengaruh adalah
ini masuk dalam ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi
Negara menurut E. Utrecht adalah hukum mengenai hubungan antara alat
perlengkapan negara dengan perorangan.3
Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan ibadah Haji, pemerintah
Indonesia mengacu pada tiga asas sebagai dasar dari penyelenggaraan ibadah Haji.
Pertama adalah “asas profesionalisme” yang telah di laksanakan oleh pemerintah
Indonesia yaitu dengan pengelolaan ibadah Haji yang di kelola secara profesional
dengan jalan mempertimbangkan dan memilih calon penyelenggara Haji sesuai
dengan kemampuan dan keahlian yang di dimiliki oleh setiap penyelenggara ibadah
Haji tersebut. Kedua “asas akuntabilitas dengan prinsip nirbala” yang telah di
jalankan oleh pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang di kelola
secara akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jamaah Haji dengan prinsip
nirbala yang berarti bahwa penyelenggaraan ibadah Haji di lakukan secara terbuka
dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak
mencari keuntungan. Dan ketiga “asas keadilan” yang telah di jalankan oleh
pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang berpegang pada
kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang dalam
penyelenggaraan ibadah Haji.4
Didalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dibunyikan
sebagai berikut : “Pendaftaran jamaah Haji dilakukan dipanitia penyelenggaraan
3E. Utrecht, “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”, Ichtiar, Jakarta, 1961, hlm. 21 4Kementerian Agama RI. 2010. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
ibadah Haji dengan mengikuti prosedur dan yang telah memenuhi persyaratan”,
selanjutnya pada pasal 26 ayat (2) dibunyikan sebagai berikut : “Ketentuan lebih
lanjut mengenai prosedur dan persyaratan pendaftar diatur dalam peraturan Menteri”.
Sedangkan pada pasal 28 ayat (1) dibunyikan sebagai berikut : “Menteri menetapkan
kuota nasional, kuota Haji khusus, dan kuota Haji Provinsi dengan memperhatikan
prinsip adil dan professional”, Ayat (3) dibunyikan sebagai berikut, “Dalam hal kuota
nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi pada hari pendaftaran,
Menteri dapat memperpanjang masa pendaftaran dengan menggunakan kuota bebas
secara nasional”.
Kemudian di dalam keputusan Kementerian Agama Republik Indonesia
Nomor 121 Tahun 2013 Tentang Penetapan Kuota Haji Nasional tahun 1434 H/2013
M, menjelaskan bahwa adanya perubahan kuota Haji nasional 1434 H/2013 M.
Menimbang dengan adanya pengurangan kuota sebanyak 20% (dua puluh persen)
dari 211.000 (Dua Ratus Sebelas Ribu) dengan surat Menteri Haji tanggal 22 rajab
1434 H. Yang salah satunya dibunyikan sebagai berikut : “Menetapkan kuota Haji
nasional tahun 1434H/2013M sebanyak 168.800 (Seratus Enam Puluh Delapan Ribu
Enam Ratus) orang yang terdiri dari kuota Haji reguler sebanyak 152.200 (Seratus
Lima Puluh Dua Ribu Dua Ratus) orang dan kuota Haji khusus sebanyak 13.600
(Tiga belas Ribu Enam Ratus) orang ditetapkan”.
Ini juga didukung dengan hadirnya Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun
2010 tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran Jamaah Haji, menyangkut hal ini
sepanjang tahun dengan prinsip pelayanan keberangkatan sesuai dengan nomor urut
pendaftaran (nomor porsi)”.
Ini merupakan kelemahan dari (Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2010) pasal 1, ketentuan ini akan menyebabkan penumpukan
pendaftar calon jamaah Haji. Sehingga menimbulkan keresahan disetiap jamaah yang
akan mendaftar maupun yang telah mendaftarkan diri untuk pemberangkatan Haji.
Untuk itu Pemerintah dinilai perlu untuk merevisi aturan yang terkait dengan
permasalahan pendaftaran dan penetapan kuota secara tepat agar tidak terjadi
penumpukan pendaftar calon jama`ah.
Bagi jamaah Haji di Indonesia, pendaftaran untuk melaksanakan ibadah Haji
dilakukan melalui kantor Kementerian Agama di Kabupaten/Kota asal
masing-masing calon jama`ah Haji. Hal ini berlaku untuk semua program Haji, baik itu
program Haji regular, ONHplus maupun program Haji khusus. Meskipun pada
kenyataannya yang mengurus adalah travel ONHplus atau kelompok bimbingan
ibadah Haji (KBIH) namun tetap dilakukan pendaftaran melalui Kementerian Agama.
Pada dasarnya, mekanisme pendaftaran Haji yang dilakukan oleh Kementerian
Agama dimaksudkan untuk menertibkan dan memudahkan sistem administrasi yang
akan dilakukan. Dengan mekanisme yang dibuat oleh Pemerintah seperti yang
diungkapkan sebelumnya justru menimbulkan kekhawatiran bagi calon jamaah,
sehingga mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
Haji. Akhirnya terjadi penumpukan pendaftar, yang semakin bertambah banyak dari
pada tahun berikutnya berangkat, tapi mekanisme itu hanya berjalan 2 tahun saja.
Pada tahun 3, masa tunda keberangkatan jamaah Haji menjadi 3 sampai 4 tahun, dan
akhirnya sekarang ini masa tunda keberangkatan Haji sampai 7 sampai 8 tahun yang
akan datang ini berarti semakin hari masa tunda itu akan semakin lama.5
Kondisi yang demikian telah menimbulkan keresahan yang makin meluas
bagi masyarakat Indonesia yang akan menunaikan ibadah Haji kondisi itu juga
menimbulkan beban kejiwaan, khususnya bagi masyarakat yang sudah usia lanjut dan
baru mempunyai kemampuan biaya untuk menunaikan Ibadah Haji karena mereka
berpikir semakin tahun usia semakin tua kalau tertunda sampai 7 sampai 8 tahunan
apakah kiranya kesehatannya masih baik atau bahkan masih sempat berangkat karena
faktor kesehatan. Secara sederhana, adanya masa tunggu yang lama itu menambah
beban psikologis yang bisa membuat orang stress.
Jika itu sampai terjadi, maka akan menimbulkan kekecewaan dikalangan
calon jamaah yang telah mengantri dari beberapa tahun yang lalu. Saat ini jumlah
jamaah kota Solok yang mengantri terhitung dari tahun 1434 M/2013 H sampai 1445
M/2024 H berjumlah 1.328 orang jamaah, rata-rata per tahun 100 orang jamaah yang
mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok.6
Keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk mengurangi kuota Haji Indonesia
sebesar 20% (dua puluh persen) tentu berpengaruh terhadap pemberangkatan jamaah
5http://www.hukum.ums.ac.id/berita/baca/hol17806/sistem, penyelenggaraan haji perlu diperbaiki
manajemennya,diakses 25 juli 2013.
Haji di kota Solok dan perlu segera diantisipasi, selain negosiasi agar kuota tetap
dipertahankan atau minimal tidak sampai 20% (dua puluh persen) pemotongannya.
Pemerintah juga didesak agar menjelaskan mekanisme cara penentuan siapa saja
calon jamaah Haji yang diberangkatkan tahun ini dan siapa pula yang ditunda
pemberangkatannya tahun berikutnya.7 Disamping persoalan teknis seperti itu, yang
perlu ditegaskan pemerintah adalah penyelesaian penumpukan pendaftar calon
jamaah Haji, bahwa seluruh kuota yang ada harus diberikan kepada calon jamaah
yang sudah resmi terdaftar. Dalam artian jangan ada rombongan pejabat pemerintah
yang membawa rombongan keluarga, famili, teman atau kerabat lainnya.8
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan tersebut dengan
mengambil judul “ProsesProsesProsesProses PenyelesaianPenyelesaianPenyelesaianPenyelesaian PenumpukanPenumpukanPenumpukanPenumpukan PendaftarPendaftarPendaftarPendaftar KeberangkatanKeberangkatanKeberangkatanKeberangkatan Calon
Calon
CalonCalon JamaahJamaahJamaahJamaah DalamDalamDalamDalam PenyelenggaraanPenyelenggaraanPenyelenggaraanPenyelenggaraan IbadahIbadah HajiIbadahIbadah HajiHajiHaji (Studi(Studi(Studi(Studi KasusKasusKasusKasus KantorKantorKantorKantor Wilayah
Wilayah
WilayahWilayah KementerianKementerianKementerianKementerian AgamaAgamaAgamaAgama KotaKotaKotaKota Solok)Solok)Solok)Solok)””””.
B. B.
B.B. PerumusanPerumusanPerumusanPerumusan MasalahMasalahMasalahMasalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Apakah Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan pendaftar
keberangkatan calon jamaah Haji di Kantor Kementerian Agama Kota Solok.
7http://m.suaramerdeka/beritaaktual/beritahaji/Pengurangan kuota haji, mekanisme harus jelas,
diakses Rabu 11 September 2013.
2. Instrumen hukum apa yang dipergunakan oleh Kantor Wilayah Kementerian
Agama Kota Solok dalam penyelesaian penumpukan pendaftar
keberangkatan calon jamaah.
C. C.
C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan
pendaftar keberangkatan calon jama`ah di Kantor Wilayah Kementerian
Agama Kota Solok dalam penyelenggaraan ibadah Haji
2. Untuk mengetahui instrumen hukum yang dipergunakan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Agama Kota Solok dalam penyelesaian penumpukan pendaftar
keberangkatan calon jama`ah dalam penyelenggaraan ibadah Haji.
.
D. D.
D.D. ManfaatManfaatManfaatManfaat PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai penulis dalam penulisan usulan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Untuk melatih kemampuan penulis melakukan penulisan secara ilmiah
yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi.
b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama berkenaan dengan
Hukum Administrasi Negara, khususnya pada Hukum Administrasi yaitu
berkenaan dengan Proses Penyelesaian Penumpukan Pendaftar
Keberangkatan Calon Jama`ah Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji (studi
kasus Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok)
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi
pendukung kepentingan yaitu Kementerian Agama Kota Solok,
Pemerintah dan Masyarakat.
b. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan masukan
yang bersifat Konstruktif Akademis bagi pendukung kepentingan terkait
dengan Proses Penyelesaian Penumpukan Keberangkatan Calon Jamaah
Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji.
E. E.
E.E. MetodeMetodeMetodeMetode PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Guna memperoleh data yang konkret, maka penelitian ini menggunakan
langkah-langkah sbagai berikut
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis (socio-legal
approach) atau pendekatan empiris, yaitu pendekatan penelitian yang
dilakukan dengan melihat dan mengkaji bagaimana suatu aturan
diimplementasikan di lapangan, khususnya berkenaan dengan Proses
Penyelesaian Penumpukan Pendaftar Keberangkatan Calon Jamaah Dalam
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan perkataan lain, pendekatan
yuridis-sosiologis akan melihat bagaimana penerapan hukum dalam permasalahan
yang diteliti.
2 Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan
atau melukiskan secara faktual objek penelitian secara sistematis yang
kemudian dianalisis melalui analisis yuridis kualitatif.9
3 Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan.
Data itu diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat
langsung. Data itu berupa : Hasil wawancara penulis dengan Kepala dan
Jajaran Biro Haji Kanwil Kemenang Kota Solok, dokumen pemberitaan
Haji dan Prosedurnya.
b. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan melalui penelitian pustaka terhadap sumber data
sekunder berupa :
1. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat
mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau
dirumuskan oleh pemerintah dan pihak lainnya yang berwenang untuk
itu. Secara sederhana, bahan hukum primer merupakan semua
ketentuan yang ada kaitan dengan pokok pembahasan, bentuk
undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada. Penelitian ini menggunakan
bahan hukum primer sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2009 jo
Undang-Undang nomor 13 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji
c. Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Prosedur
Dan Persyaratan Pendaftaran Jamaah Haji.
d. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 121 Tahun
2013 Tentang Penetapan Kuota Haji 1434H/2013M.
2. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan
penjelesan terhadap bahan hukum primer atau keterangan-keterangan
ditulis para sarjana, literatur-literatur seminar, hasil penelitian yang
telah dipublikasikan, jurnal-jurnal hukum dan lain-lain.
3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum primer dan sekunder.
Misalnya : kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
4. Alat/Tekhnik Pengumpulan Data
a. Studi dokumen yaitu tekhnik pengumpulan data yang
dipergunakan dalam penelitian kepustakaan yaitu dengan
mempelajari bahan-bahan kepustakaan dan literature yang
berkaitan dengan penelitian ini.
b. Wawancara
Untuk mendapatkan data dan penjelasan yang akurat, maka penulis
melakukan wawancara secara semi-terstruktural. Tekhnik
penentuan responden dilakukan dengan metode purposive
sampling, wawancara dilakukan dengan para pihak yang
berkompeten ini diantaranya sebagai berikut :
1. Drs. H. M. Nasir, Selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Kota Solok sekaligus merangkap jabatan sebagai
Kepala Staf Penyelenggara Haji dan Umrah.
2. Hj. Elta Suriati, S.Pd. I, Selaku Kepala Seksi Penyelenggara
Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota
3. Adriyanti, S.Sos, Selaku Staf dan Operator Sistem Informasi
Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Penyelenggara Haji
dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok.
4. Ibrahim, Selaku Staf Penyelenggara Haji dan Umrah Kantor
Wilayah Kementerian Agama Kota Solok.
5. Kaisum, S.Ag, Selaku Penyuluh Agama Islam Kantor Wilayah
Kementerian Agama Kota Solok.
3. Analisis Data
Berdasarkan data-data yang telah berhasil dikumpulkan, baik data
primer maupun data sekunder, dapat ditarik suatu kesimpulan untuk
dianalisa secara yuridis kualitatif yaitu dengan mengelompokan data
menurut aspek-aspek yang diteliti tanpa menggunakan angka-angka
atau dengan kata lain data muncul berwujud kata-kata.10
BAB BAB BAB BAB IIIIIIII
10B. Miles, Matthew dan A. Michael Huberman,Analisa Data Kualitatif,UI Press, Jakarta, 1992, hlm