• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Aplikasi Sistem Resapan Biopori Terhadap Aliran Drainase Untuk Mengatasi Banjir Di Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Aplikasi Sistem Resapan Biopori Terhadap Aliran Drainase Untuk Mengatasi Banjir Di Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Pembersihan Lahan Untuk Infiltrasi

(2)

Pemasukan Alat Ring Infitrometer kedalam Tanah

(3)

Sampel Tanah Untuk Pengujian Permeabiliti

(4)

Sampah Untuk Pengujian Lubang Resapan Biopori

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mahmud. 2011. Buku Ajar Hidrologi Teknik. Universitas Hasanuddin, Makasar

Brata, Kamir R dan Nelistya, Anne. 2011. Lubang Resapan Biopori. Niaga Swadaya, Jakarta.

Das, Braja M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga, Jakarta.

Djuanda, Gustian. et al. 2012. Teknologi Biopori dalam Memprakarsakan Teknologi Hijau. PROSIDING PERKEM VII.

Kesuma, R. Wijaya. 2012. Studi Pemaksimalan Resapan Air Hujan dengan Lubang Resapan Biopori Untuk Mengatasi Banjir (Studi Kasus : Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung). ITB. Bandung.

Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Roestam. 2010. Tata Ruang Air. Andi Offset, Yogyakarta.

Mays, Larry W. 2004. Water Resource Engineering. John Wiley & Sons, Singapore. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2009. Tata Cara Pemanfaatan Air

Hujan. Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009.

Sibarani, R.T. dan Bambang, Didik S.2009. Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Sampah. FTSP-ITS, Surabaya.

Sunjoto. 2011. Teknik Drainase Pro-Air. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universtas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset, Yogyakarta.

Wismarini, Dwiati. Et al. 2011. Metode Perkiraan Laju Aliran Puncak (Debit Air) sebagai Dasar Analisis Sistem Drainase di Daerah Aliran Sungai Wilayah Semarang Berbantuan SIG. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 16, Semarang.

(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada Semester A Tahun ajaran 2013-2014 dan studi kasus dilaksanakan pada Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara

Gambar 3.1. lokasi penelitian biopori (www.earth google.com)

3.2. Bahan dan Alat

Beberapa alat dan bahan yang digunakan pada pembuatan lubang resapan bioporini antara lain:

a. Pemeriksaan laju infiltrasi tanah di lapangan 1. Pulpen/pensil

2. Penghapus

3. Tabel data collection form 4. Balok kayu

(8)

7. Meteran/mistar 8. Ember

9. Gayung 10. Stopwatch 11. Cangkul

12.Serta alat pendukung lainnya

b. Uji permeabilitas tanah di laboratorium

Untuk pengujian permeabilitas tanah dilaksanakan di Laboratorium Mekanika tanah Teknik Sipil USU. Adapun peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam pengujian permeabilitsa ini berupa:

1. Tabung Reservoir (sampel tanah) 2. Bak perendam

3. Pipa 4. Gelas Ukur 5. Stopwatch 6. Thermometer

7. Tabung Silinder (permeameter)

c. Pembuatan Lubang Resapan Biopori 1. Bor biopori

(9)

3.3. Rancangan Penelitian

START

JUDUL TUGAS AKHIR:

PENGGUNAAN APLIKASI SISTEM PERESAPAN BIOPORITERHADAP

ALIRANDRAINASE UNTUKMENGATASI BANJIRDI KECAMATAN BANDA SAKTI

KABUPATEN ACEH UTARA

DEBIT RESEPAN AIR HUJAN

ANALISIS DAN PERBANDINGAN

(10)

3.4. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian pada studi ini meliputi pengumpulan data yang terdiri dari studi literatur dan studi lapangan (data pengamatan sendiri dan data laporan), pengolahan data (data literatur, data curah hujan, data drainase, data sampel tanah dan data lokasi penelitian), penyajian data (hasil analisis data dan pembahasan) dan kesimpulan.

3.4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: 1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan. Selain itu studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dengan bahasan dalam tugas akhir ini,serta masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi Lapangan

a. Data Pengamatan Sendiri

(11)

Disini penelitian koefisien permeabilitas dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil USU dan pengukuran laju infiltrasi dilaksanakan langsung di lapangan guna mendapatkan nilai laju infiltrasi tanah.

Pada penelitian ini, dalam mengukur laju infiltrasi pada suatu lahan perumahan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer. Single ring infiltrometer adalah suatu pipa besi yang bergaris tengah 25-30 cm dengan tinggi 60 cm. pada bagian atas pipa terdapat pelat yang berfungsi memudahkan dan melindungi ring pada saat ditekan.

Pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Harto, 1981):

a) Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya tanah yang terkelupas dapat dibuang.

(12)

c) Air secukupnya disiapkan demikian pula stopwatch dan alat tulis.

d) Tabel disiapkan dan telah disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan hitungan.

e) Apabila tidak tersedia tangki air dengan pengukur volume yang baik, maka pengukuran infiltrasi dapat dilakukan sebagai berikut:

 Pada skala yang terdapat pada dinding silinder, ditarik dua garis dengan jarak

misalnya 5 cm (tergantung dari jenis tanah yang diukur). Bila laju infiltrasi relative sangat kecil, untuk menghemat waktu pengamatan jarak 2 garis tersebut dapat diperkecil.

 Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air tersebut

seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retakretak tanah yang merugikan pengukuran.

 Air dituangkan kedalam silinder, sampai mencapai batas garis atas.

 Waktu yang diperlukan oleh muka air untuk turun sampai garis batas bawah

dicatat dengan stopwatch dan dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

 Air dituangkan kembali secepatnya kedalam silinder sampai garis batas atas,

waktu penurunan muka air sampai garis batas bawah diukur lagi.

 Hal tersebut dilakukan terus menerus, sampai waktu yang diperlukan oleh

muka air turun sampai garis batas bawah selalu tetap. Dalam hal demikian berarti laju infiltrasi telah tetap, atau nilai fc telah tercapai.

 Dari data yang terkumpul dalam tabel dapat dihitung laju infiltrasi tiap waktu

(13)

 Apabila dikehendaki hitungan yang lebih teliti, waktu yang diperlukan untuk

mengisi kembali silinder mencapai garis batas atas perlu dicatat, karena kenyataannya pada saat tersebut infiltrasi tidak berhenti, sehingga jumlah infiltrasi dapat ditambahkan dengan mengambil anggapan laju infiltrasinya sama dengan laju infiltrasi yang baru saja diukur.

Catatan : untuk menghemat waktu, apabila diperhatikan waktu penurunan relative lama, maka garis batas bawah dapat diubah, sehingga jaraknya menjadi lebih pendek. Sedangkan untuk mengetahui jenis tanah dan harga koefisien permeabilitas di lakukan uji falling head permeability di laboratorium. Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai permeabilitas dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap. Adapun prosedur pada pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel tanah yang akan diuji, diambil langsung dari lapangan dengan menekan

langsung tabung silinder sampai penuh kedalam tanah dan di keluarkan dengan mengorek tanah disekeliling tabung tersebut.

2. Tabung dan tanah dimasukkan kedalam kotak dan direndam selama 24 jam. 3. Setelah contoh tanah menjadi jenuh, kotak tabung dihubungkan dengan alat

pengukur Head. Setelah itu air di alirkan jatuh bebas dari ketinggian tertentu yang akan merembes kedalam tanah.

(14)

b. Data Laporan

Data laporan adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian yang dilaporkan oleh pihak lain. Pengumpulan data laporan didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Aceh Utara Pengumpulan data laporan antara lain:

Data curah hujan

Data yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahun terakhir mulai tahun 2003 s.d 2012 pada stasiun Meteorologi Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara

3.4.2 Pengolahan Data

Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup analisis data literatur, data curah hujan, data sampel tanah perumahan dan data lokasi penelitian lainnya yang mendukung. Data-data tersebut akan dilakukan beberapa analisis, antara lain:

1. Analisis Laju Infiltrasi dan Koefisien Permeabilitas Tanah

(15)

2. Analisis Hidrologi

Setelah data curah hujan yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah analisis hidrologi. Data-data yang diperoleh dari suatu pusat penelitian akan di hitung dengan menggunakan suatu metode perhitungan antara lain:

a) Curah Hujan Rencana:  Metode Normal

 Metode Gumbel Tipe I  Metode Log Pearson Tipe III  Metode Log Normal

b) Intensitas Curah Hujan Rencana

c) Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Selanjutnya dilakukan perhitungan intensitas curah hujan dengan cara kuadrat terkecil.

3. Perencanaan Dimensi Biopori

Metode yang digunakan dalam menganalisis dan mendimensi biopori adalah sesuai dengan Percobaan.

4. Pengurangan Debit Banjir

(16)

3.4.3 Penyajian Data

Dari hasil pengolahan data akan diperoleh dan disajikan beberapa hasil-hasil perhitungan berupa:

a. Nilai laju infiltrasi tanah (f)

Nilai laju infiltrasi digunakan dalam menentukan keriteria jenis tanah dengan kelas tertentu dan perbandingan dengan intensitas curah hujan rencana.

b. Nilai koefisien permebilitas tanah (K)

Nilai ini digunakan untuk menghitung debit resapan air hujan yang meresap pada lahan melalui lubang biopori dan digunakan untuk menetukan dimensi lubang biopori.

c. Intensitas curah hujan rencana (I)

Data ini berguna mengetahui debit masukan dari limpasan air hujan yang tertampung di atap kemudian masuk ke dalam lubang biopori dan menentukan debit banjir pada kawasan Kecamatan Banda Sakti sebelum adanya sumur resapan.

d. Dimensi lubang Biopori yang akan direncanakan

Data ini digunakan menentukan jumlah kapasitas volume air lubang biopori yang akan ditampung sehingga dapat dibandingkan dengan debit banjir sebelum perencanaan lubang biopori

e. Efisiensi debit banjr yang berkurang/tereduksi

(17)

3.4.4 Kesimpulan dan Saran

(18)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Infiltrasi

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi air daerah penelitian untuk itu dibutuhkan data hasil pengukuran laju infiltrasi di lapangan dengan mengunakan alat single ring infiltrometer. Seperti yang telah dijelaskan pada bab III bahwa analisis data laju infiltrasi pada penelitian ini menggunakan metode Horton.

4.1.1 Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi di Lapangan

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada tanggal 2 Maret 2014 dengan kondisi tanah belum jenuh menggunakan alat single ring infiltrometer. Alat single ring infiltrometer adalah suatu pipa besi yang bergaris tengah 25–30 cm dengan tinggi 60 cm. Pada bagian atas pipa terdapat pelat yang berfungsi memudahkan dan melindungi ring pada saat ditekan.

(19)

Untuk pelaksanaan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Harto, 1981):

1. Menentukan lahan yang akan diukur 2. Membersihkan lahan yang akan di ukur

3. Mempersiapkan alat-alat pada lokasi pengukuran

4. Menekan ring infiltrometer kedalam tanah sedalam 50 cm

5. Membersihkan tanah-tanah yang terkelupas di dalam ring infiltrometer setelah dilakukan penekanan.

6. Kemudian air dituangkan sampai silinder penuh dan ditunggu sampai air tersebut seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak-retak tanah yang merugikan pengukuran

7. Air dituangkan kembali kedalam silinder sampai penuh

8. Setelah air penuh, stopwatch dinyalakan, dan air didiamkan selama waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini durasi waktu dapat dilakukan secara bertahap, 3 menit, 4 menit, 4 menit, 5 menit, 5 menit, 5 menit, 10 menit dan seterusnya. 9. Setelah 3 menit di diamkan, penurunan yang terjadi diukur dan dicatat pada table

yang telah disiapkan.

10. Air dituangkan kembali secepatnya ke dalam silinder sampai penuh. Kemudian didiamkan kembali selama 4 menit. Besar penurunan muka air setelah 4 menit kemudian diukur dan dicatat kembali pada tabel pencatatan.

(20)

Gambar 4.2 di bawah ini adalah gambar dokumentasi proses penetrasi menggunakan single ring infiltrometer.

(a) (b)

(c) (d)

(21)

4.1.1.1 Laju Infiltrasi Tanah Sebelum Terdapat Lubang Resepan Biopori Tabel 4. 1 Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi Pada Tanah Normal Di Kawasan

Penelitian

Keterangan: fo = Laju infiltrasi dan fc = Laju infiltrasi konstan.

Data yang diperoleh melalui hasil pengukuran laju infiltrasi dengan menggunakan ring infiltrometer akan dianalisis menggunakan metode Horton. Tahapan perhitungan metode Horton dapat dijelaskan sebagai berikut:

f = fc + (f0 – fc) x e-kt

log f t -fc = log f -fc -kt log e

m= k loge

Dari tabel di atas, berdasarkan rumus Horton maka dapat ditransposisikan seperti perhitungan-perhitungan sebagai berikut:

f(t)– fc = (f0– fc)

f(0.050) – fc = (44 – 16.2) = 27.8 f(0.117) – fc = (34.5 – 16.2) = 18.3

Kemudian kedua persamaan tersebut di log kan menjadi:

(22)

Setelah persamaan tersebut di log kan, maka hasil analisis grafik log (fo–fc) terhadap waktu dapat dibuat seperti yang ditunjukan Gambar 4.3.

Gambar 4. 3 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton

Dari grafik di atas dengan regresi linier didapatkan nilai kemiringan (m) sebesar 0.498. Tanda negatif menunjukkan bahwa f(t) berkurang dengan bertambahnya waktu. Setelah diketahui nilai m maka dapat dihitung nilai k sebagai berikut:

m= − k loge

- . = − k loge

k log e = − - . k log e = .

k log . = .

(23)

Dari nilai k di atas maka rumus laju infiltrasi (ft) terhadap waktu dapat dihitung dengan memasukkan nilai k seperti pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Analisis Laju Infiltrasi pada Tanah Normal di Kawasan Penelitian

No. T

(Sumber : Hasil Perhitungan)

(24)

Dari perhitungan Tabel 4.2, dapat dibuat suatu grafik laju infiltrasi (ft) nyata terhadap waktu (t) (Gambar 4. 4).

Gambar 4. 4 Grafik f(t) Horton

Pada grafik di atas dapat dilihat, pengukuran infiltrometer yang menunjukan bahwa laju infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 0.433 jam dengan laju infiltrasi 16.2 cm/jam atau 16.2 mm/jam. Berdasarkan Tabel 2.1, tekstur tanah dengan kecepatan infiltrasi 7.5 - 15 cm/jam termasuk kelas sedang.

Dari grafik pada Gambar 4. 4 terlihat bahwa secara umum laju infiltrasi maksimum terjadi pada permulaan pengukuran. Dengan bertambahnya waktu, laju infiltrasi kemudian menurun untuk kemudian kurva mulai mendatar, yang menunjukkan bahwa laju infiltrasi telah mencapai nilai yang konstan. Penyebab dari bentuk kurva yang seperti itu, karena pada mulanya infiltrasi terjadi pada keadaan kadar air tanah yang tidak jenuh, sehingga yang terjadi adalah tarikan/sedotan matriks tanah dan gravitasi. Dengan masuknya air kedalam profil tanah yang lebih

38,26

28,6 24,69

18,82

17,51 16,77 16,2 16,2 16,2

(25)

dalam lagi dan semakin basahnya profil tanah tersebut maka tarikan/sedotan matriks tanah menjadi berkurang.

Dengan penambahan air yang terus menerus, ini membuat permukaan tanah.menjadi jenuh sehingga tarikan/sedotan matriks tanah menjadi sedemikian kecilnya hingga dapat diabaikan. Dengan demikian yang tinggal hanya tarikan gravitasi, yang membuat air dapat bergerak ke bawah. Pada saat itu laju infiltrasi adalah konstan, yang ditunjukkan oleh kurva yang mendatar.

Dari perhitungan diatas terdapat perbedaan antara intensitas hujan yang terjadi pada kawasan perumahan dengan kecepatan infiltrasi pada tanah di kawasan perumahan, dimana intensitas curah hujan untuk PUH 2 tahun adalah 195.791 mm/jam atau 19.58 cm/jam sedangkan laju infiltrasi sebesar 16.2 cm/jam (I > f) , sehingga air limpasannya merupakan selisih antara intensitas hujan dengan kecepatan infiltrasi, yaitu sebesar 3.38 cm/jam.

4.1.1.2 Laju Infiltrasi Tanah Setelah Terdapat Lubang Resapan Biopori

Pengukuran laju infiltrasi pada lokasi penelitian setelah terdapat lubang resapan biopori. Lubang resapan biopori dibuat dengan spesifikasi kedalaman 1 meter dan diameter 10 cm. Lubang diisi dengan sampah daun dan pengujian dilakukan 14 hari setelah pengisian sampah ke dalam lubang resapan biopori (setelah terjadi pengomposan).

(26)

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan laju infiltrsasi pada tanah setelah terdapat lubang

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Keterangan: fo = Laju infiltrasi dan fc = Laju infiltrasi konstan.

Data yang diperoleh melalui hasil pengukuran laju infiltrasi dengan menggunakan ring infiltrometer akan dianalisis menggunakan metode Horton. Tahapan perhitungan metode Horton dapat dijelaskan sebagai berikut:

f = fc + (f0 – fc) x e-kt

log f t -fc = log f -fc -kt log e

m= k loge

Dari tabel di atas, berdasarkan rumus Horton maka dapat ditransposisikan seperti perhitungan-perhitungan sebagai berikut:

f(t)– fc = (f0– fc)

f(0.017) – fc = (194.00– 57.00) = 137 f(0.050) – fc = (112.50–57.0) = 55.5

Kemudian kedua persamaan tersebut di log kan menjadi: log f t -fc = log f0-fc -kt log e

(27)

log f 0.050 -fc = log . = 1.744

Setelah persamaan tersebut di log kan, maka hasil analisis grafik log (fo–fc) terhadap waktu dapat dibuat seperti yang ditunjukan Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton

(28)

Dari nilai k di atas maka rumus laju infiltrasi (ft) terhadap waktu dapat dihitung dengan memasukkan nilai k seperti pada Tabel 4.21.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Laju Infiltrasi pada Tanah Normal di Kawasan Perumahan

No. T

(Sumber : Hasil Perhitungan)

(29)

Dari perhitungan Tabel 4.4, dapat dibuat suatu grafik laju infiltrasi (ft) nyata terhadap waktu (t) (Gambar 4.6).

Gambar 4.6 Grafik f(t) Horton untuk tanah terdapat lubang resapan biopori Pada grafik di atas dapat dilihat, pengukuran infiltrometer yang menunjukan bahwa laju infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 0.433 jam dengan laju infiltrasi 57 cm/jam atau 57 mm/jam. Sehingga dari perhitungan terlihat nilai peningkatan laju infiltrasi dari tanah normal terhadap tanah dengan lubang resapan biopori. Perbandingan laju infiltrasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Perbandingan Laju Infiltrasi pada Tanah Normal dan Tanah dengan LRB Laju Infiltrasi (cm/jam)

Kenaikan Laju Resapan (%) Sebelum Terdapat

LRB

Setelah Terdapat LRB

16.2 114 703.7

(30)

4.2 Uji Permeabilitas di Laboratorium

Pengujian permeabilitas tanah pada penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2014 di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil USU.

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah pada penelitian ini didapat dari pengujian falling head permeability. Sample tanah yang diuji, diambil dari lokasi perumahan pada kedalaman 1,5 meter yang sudah dianggap mewakili kondisi tanah di lokasi studi. Adapun data-data pada percobaan ini adalah:

Data alat percobaan

Keterangan Pipa Diameter

Diameter , d (cm) 1 10

Luas Penampang, A (cm²) 0.785 78.5

Data hasil pemeriksaan kadar air

(I) (II)

(31)

Untuk pengujian falling head permeability, rumus perhitungan koefisien permeabilitas tanah adalah:

= , � �

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa (cm ), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel (cm ), t = Interval penurunan ℎ ke ℎ (detik), ℎ = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu

tertentu (cm), dan ℎ = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

Adapun data perhitungan pada pengujian falling head permeability ditunjukan pada Table 4.6 dibawah ini.

(32)

Contoh perhitungan:

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu 15 detik dengan tinggi muka air 85,7 cm yaitu:

K= , a. LsAs. t loghh = , . . . . log ( . )

= . cm dtk⁄

di mana nilai untuk suhu ruangan 28℃(Das, 1993) = MT℃

M ℃ = 0.828 Maka,

K = k ×M ℃ = .MT℃ × . = . × - cm/detik

Dari hasil pengujian falling head permeability di atas, diperoleh koefisien permeabilitas (k) sebesar 0.00096046 cm/detik. Sehingga jenis tanah pada kedalaman 1,5 meter di lokasi penelitian termasuk jenis tanah lanau.

4.3 Analisis Hidrologi

(33)

Kegunaan data curah hujan pada analisa hidrologi meliputi perhitungan curah hujan maksimum suatu wilayah, Perhitungan nilai intensitas hujan daerah aliran sungai serta perhitungan debit banjir rencana pada suatu penampang drainase dipengaruhi oleh iklim yang berupa kelembaban udara, besarnya nilai evaporasi akibat lamanya penyinaran sinar matahari, kondisi permukaan tanah dan jenis vegetasi yang terdapat didalamnya. Keseluruhan factor diatas dapat memberikan gambaran terhadap besaran curah hujan yang jatuh dan mengalir diatas permukaan tanah.

Tabel 4.7 Data Curah Hujan Harian Stasiun Meteorologi Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara 10 Tahun Terakhir (2003-2012)

Tahun/bulan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

januari 80.0 16.8 82.5 26.5 35.2 13.0 59.0 69.7 22.0 65.1

Pebuari 27.5 13.0 8.5 27.5 41.0 2.0 3.8 35.5 13.0 15.7

Maret 74.0 23.7 34.5 55.5 14.5 57.0 70.0 30.7 79.7 30.4

April 50.7 95.5 26.4 15.5 21.8 22.4 60.0 109.0 10.7 6.0

Mei 49.0 72.0 72.0 54.4 27.3 14.0 57.0 51.7 27.5 9.3

Juni 8.0 1.6 23.8 36.0 35.0 2.6 44.5 87.0 17.4 8.0

Juli 70.7 28.6 23.0 40.5 39.0 53.5 26.2 15.8 39.4 26.6

Agustus 46.0 11.8 13.0 30.3 35.6 33.5 51.0 56.2 37.8 72.0

September 33.5 47.6 25.7 28.0 19.6 8.8 22.0 55.5 28.8 15.0

Oktober 37.0 30.8 42.0 33.8 65.6 21.6 50.0 27.5 61.8 45.4

November 32.0 34.0 87.4 19.3 47.0 86.3 107.0 88.0 67.5 70.5

Desember 51.4 79.9 69.5 122.7 76.0 33.1 61.6 67.0 94.5 87.4

Jumlah 559.8 455.3 508.3 490.0 457.6 347.8 612.1 693.6 500.1 451.4

(34)

4.3.1. Analisa Curah Hujan Harian Maksimum

Data curah hujan yang diperoleh dari badan meterologi dan geofisika Lhokseumawe selama 10 tahun terakhir akan di analisis terhadap 4 (empat) metode analisa distribusi frekuensi hujan yang ada.

4.3.1.1. Analisa Curah Hujan Distribusi Normal

Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal

No Curah hujan ( mm )

Sumber : hasil perhitungan

Dari data-data di atas di dapat : ̅ = . = .

Standart deviasi : = √��−�̅

�− = √ .

− = .

Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Normal

(35)

= − ̅ → = ̅ +

= . + . = .

4.3.1.2. Analisa Curah Hujan Distribusi Log Normal

Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Log Normal

No Curah hujan (mm) Xi Log Xi (log Xi- log ̅ (log Xi- log ̅ 2

Sumber : hasil perhitungan

Dari data-data di atas di dapat : ̅ = , = ,

Standart deviasi : = √��−�̅

�− = √ ,

− = ,

Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Normal

(36)

Log̅ + T = 2 tahun

Log X2 = 1.97 + (0x 0.07)

Log X2 = 1.97

X2 = 93.32 mm

4.3.1.3. Analisa Curah Hujan Distribusi Log Person III

Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Person III

No Curah hujan (mm)

Sumber : hasil perhitungan

(37)

Tabel 4.13 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Person III

4.3.1.4. Analisa Curah Hujan Distribusi Gumbel

Tabel 4.14. Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Gumbel

No

(38)

Dari data-data di atas di dapat : ̅ = . = .

Untuk periode ulang (T) 2 tahun YTR = 0,3668

Untuk periode ulang (T) 5 tahun YTR = 1,5004

Untuk periode ulang (T) 10 tahun YTR = 2,2510

(39)

Untuk periode ulang (T) 50 tahun

Untuk periode ulang (T) 100 tahun YTR = 4,6012

Tabel 4.15 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Gumbel

No Periode

Tabel 4.16.Rekapitulasi Analisa Curah Hujan Rencana Maksimum

No Periode ulang (T) tahun

Normal Log normal Log person III Gumbel

1 2 94.5 93.32 95.50 107.745

(40)

Gambar 4.7 grafik curah hujan maksimum dan periode ulang

Dari hasil analisa distribusi frekuensi hujan dengan berbagai metode terlihat bahwa metode distribusi Gumbel yang paling ekstrim sehingga data inilah yang digunakan untuk analisa berikutnya.

4.4. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Analisa frekuensi curah hujan diperlukan untuk menentukan jenis sebaran (distribusi). Perhitungan analisa frekuensi curah hujan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini

Tabel 4.17 analisa frekuensi Curah hujan

No Tahun Xi (Xi-X) (Xi-X)2 (Xi-X)3 (Xi-X)4

jumlah 945.8 1883.25 16699.24 866672.83 x 94.58

(41)

Dari hasil perhitungan diatas selanjutnya ditentukan jenis sebaran yang sesuai dalam penentuan jenis sebaran diperlukan factor-factor sebagai berikut:

= √∑�= − ̅

= √ . = .

1. Koefisien Kemencengan (Cs)

= ∑ �= − ̅

= . . = .

2. Koefisien Kurtosis (Ck)

= �= − ̅

= .

. = .

3. Koefisien Variasi (Cv)

� = ̅

� = .. = .

4.5. Pemilihan Jenis Distribusi

Dalam statistik terdapat beberapa jenis sebaran (distribusi), diantaranya yang sering digunakan dalam hidrologi adalah :

(42)

Berikut ini adalah perbandingan syarat-syarat distribusi dan hasil perhitungan analisa frekuensi curah hujan.

Tabel 4.18 Perbandingan Syarat Distribusi Dan Hasil Perhitungan No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan

1 Gumbel Cs ≤ 1,1396

Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan dan syarat di atas, maka dapat dipilih jenis distribusi yang memenuhi syarat, yaitu Distribusi Gumbel.

4.6. Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran

Pengujian kecocokan sebaran berfungsi untuk menguji apakah sebaran yang dipilih dalam pembuatan duration curve cocok dengan sebaran empirisnya. Dalam hal ini menggunakan metode Chi-kuadrat. Uji Chi-kuadrat (uji kecocokan) diperlukan untuk mengetahui apakah data curah hujan yang ada sudah sesuai dengan jenis sebaran (distribusi) yang dipilih. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 yang dihitung dengan rumus :

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama,

(43)

1. Urutkan data pengamatan dari data yang besar ke data yang kecil atau sebaliknya.

2. Hitung jumlah kelas yang ada (k) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar masing-masing kelas terdapat empat buah data pengamatan.

3. Hitung nilai Ef = jumlah data (n)/jumlah kelas (k) 4. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas

5. Hitung nilai X2 untuk masing-masing kelas kemudian hitung nilai total X2 6. Nilai X2 dari perhitungan harus lebih kecil dari nilai X2 dari tabel untuk

derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5 % dengan parameter derajat kebebasan.

Rumus Derajat Kebebasan : dk = k - R -1

dimana :

dk = derajat kebebasan k = jumlah kelas

R = banyaknya keterikatan

(nilai R = 2 untuk distribusi normal dan binomial, nilai R = 1 untuk distribusi poisson dan gumbel).

Perhitungan Chi-kuadrat :

1. Jumlah Kelas (k) = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 10

= 4,332 ≈ diambil nilai 4 kelas 2. Derajat Kebebasan (dk) = k - R - 1

(44)

Untuk dk = 2, signifikan (α) = 5 %, maka dari tabel uji chi-kuadrat didapat

harga X2 = 5,991 Tabel uji chi-kuadrat dapat dilihat pada lampiran Laporan Tugas Akhir ini.

3. Ef = n / k = 10 / 4 = 2,5

4. Dx = (Xmax – Xmin) / (k – 1) Dx = (122.70–76.00) / (4 – 1)

= 15.57

5. Xawal = Xmin – (0,5×Dx) =76,00 – (0,5× 15.57) = 68.215

6. Tabel Perhitungan X2

Tabel 4.19 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat

No Nilai batasan Of Ef (Of - Ef)2 (Of - Ef)2/

Ef

1 68.215 ≤ X ≥ 83.785 2 2.5 0.25 0.1

2 83.785 ≤ X ≥ 99.355 4 2.5 2.25 0.9

3 99.355 ≤ X ≥114.925 3 2.5 o.25 0.1

4 114.925≤ X ≥130.495 1 2.5 2.25 0.9

Jumlah 2

Dari hasil perhitungan di atas didapat nilai X2 sebesar 2 yang kurang dari

(45)

4.7. Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas

Waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluarannya (titik kontrol) disebut dengan Waktu konsentrasi suatu daerah aliran . dimana setelah tanah menjadi jenuh dan tekanan-tekanan kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin jauh pula intensitasnya.

Hubungan antara intensitas hujan, lamanya hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF) yaitu Intensity, Duration, Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari stasiun penakar otomatis, selanjutnya berdasarkan hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat. Dari table dibawah dan divasiasikan terhadap waktu konsentrasi serta fungsi dari drainase itu sendiri (primer atau sekunder).

(46)

Tabel 4.20. Analisa Intensitas Curah Hujan

intensitas curah hujan distribusi gumbel diatas sebagai berikut :

Untuk Periode Ulang (T) 2 Tahun

= ( )

= . ( . )

= . / �

Untuk Periode Ulang (T) 5 Tahun

= ( )

= . ( . )

(47)

Untuk Periode Ulang (T) 10 Tahun

= ( )

= . ( . )

= . / �

Untuk periode ulang (T) 20 Tahun

= ( )

= . ( . )

= . / �

Untuk Periode Ulang (T) 50 Tahun

= ( )

= . ( . )

= . / �

Untuk Periode Ulang (T) 100 Tahun

= ( )

= . ( . )

(48)

Dari Analisa Diatas Dapat Digambarkan Kurva IDR Sebagai Berikut :

Gambar 4.8 Grafik Intensitas Curah Hujan

Perhitungan Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas Hujan Rencana dengan menggunakan rumus Dr.Mononobe adalah sebagi berikut :

V = 72 x (H/L)0.6 t = L/V

= ( )

Keterangan :

L = panjang saluran (m)

S = kemiringan rata-rata saluran (m)

V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik) t = waktu (menit)

I= intensitas hujan (mm/jam) 0

waktu konsentrasi ( menit )

(49)

Salah satu contoh Perhitungan waktu kosentrasi dan intensitas hujan rencana daerah kecamatan Banda Sakti.

Metode Dr.Mononobe V = 72 x (H/L)0.6

= 72 x (1/154)0.6 = 3.506

t = L/V = 154/3.506 = 43.92

=

= , ( . )

= 3.480 mm/jam

4.8. Analisa Kapasitas Drainase

Analisa ini dilakukan sebagai kontrol terhadap perhitungan debit banjir rencana. Dari data-data yang ada dapat dihitung kapasitas maksimal debit drainase Kota Lhokseumawe dengan menggunakan rumus manning sebagai berikut ;

 Luas Tampang Basah :

= [ + + ]

 Keliling Basah :

(50)

 jari –jari hidraulis :

=

 Debit :

= � = ⁄ .

Contoh salah satu perhitungan kapasitas drainase kec. Banda sakti, saluran uteun bayi.

Dik : panjang saluran = 154 m

Lebar = 1.20 m

Dalam = 1.00 m

Untuk mencari kapasitas drainase Digunakan rumus Manning sebagai berikut:

Luas Tampang Basah :

= [ + + ]

(51)

Keliling Basah :

= + √ + = . + √ + = .

Jari- Jari Hidraulis :

=

= . . = .

Debit aliran dihitung dengan Rumus Manning:

= � = ⁄ . ⁄

= . . . ⁄ .

= . /

(52)

4.9. Pengurangan Debit Banjir Akibat Lubang Resapan Biopori

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil perhitungan diperoleh data-data untuk perhitungan debit banjir rencana pada kawasan penelitian sebagai berikut.

 Luas analisa atap rumah = 90 m2 = 0.009 Ha

 Koefisien Pengaliran (C), terdiri dari

 Topografi (Ct) = 0.03 (datar)

 Tanah (Cs) = 0.26 (batako)

 Vegetasi (Cv) = 0.28 (tanpa tanaman)

C = Ct + Cs + Cv = 0.57

 Intensitas curah hujan PUH 2 tahun

 Intensitas curah hujan (I) = 195.791 mm/jam

 Durasi hujan dominan (t) = 2 jam  Laju infiltrasi tanah (f) = 16.2 cm/jam

Q = . × C × I × A

Q = . × . × . × .

Q = . × − m /detik

(53)

QLRB = Laju Resapan Air LRB × Luas Selimut LRB

QLRB = × . × × + . ×

QLRB = . , /jam

4.10. Perencanaan Jumlah Lubang Resapan Biopori (n)

Dalam perencanaan lubang resapan biopori tidak ada batasan dalam penentuan jumlah lubang yang akan dibuat karena proses pembuatan yang cukup mudah dan biaya yang rendah pula. Proses pembuatan lubang resapan biopori dapat dilihat pada Gambar 4.7 di bawah ini

(54)

Kamir R. Brata (2008) menerangkan sebuah persamaan untuk menghitung secara spesifik jumlah lubang resapan biopori yang sesuai padasuatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula. Pada lokasi studi data-data tersebut terdiri dari

 Intensitas curah hujan (I) = 195.791 mm/jam (PUH 2 tahun durasi 2 jam)

 Luas Atap Rumah (L) = 90 m2

 Kecepatan laju resapan LRB (v) = QLRB = 294.83 liter/detik

n= I× Lv

n= . mm/jam× 90 m2 . liter/detik

n= . ≈ LRB

(55)

4.11 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Perencanaan sumur resapan yang akan dibuat harus sesuai pada persyaratan teknis secara umum maupun khusus berdasarkan SNI No.03-2459-2002. Oleh karena itu dalam penelitian ini proses analisis dilakukan terhadap penentuan dimensi sumur resapan, sehingga perencanaan sumur resapan harus mengacu berdasarkan hasil analisis. Dalam penelitian ini data keadaan asli yang dijadikan acuan adalah data yang didapat dari lokasi penelitian yang telah dilakukan análisis dan pengamatan sebelumnya, yaitu:

1) Kedalaman muka air tanah memenuhi persyaratan yaitu 2,5 m > 1.5 m pada musim hujan (pengamatan kedalaman muka air tanah diketahui berdasarkan sumur air bersih penghuni perumahan di lokasi studi).

2) Struktur tanah pada lokasi penelitian mempunyai nilai koefisien permeabilitas tanah 3,46 cm/jam ≥ 2,0 cm/jam.

3) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat pada Tabel 4. 21 dibawah ini berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian.

Tabel 4. 21 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan terhadap Bangunan

No Jenis Bangunan Jarak Min. dari Sumur Resapan Air Hujan (m)

Jarak dai sumur resapan (m)

keterangan

1 Sumur Air Bersih 3 7 Memenuhi

2 Pondasi Bangunan 1 1,5 Memenuhi

3 Septik Tank 5 5 Memenuhi

(56)

Diketahui juga data-data dalam perhitungan debit banjir pada Kecamatan Banda Sakti adalah:

 Luas total area Kecamatan Banda Sakti (A) = 11,24 km2 = 1124 ha

= Luas area / KK

= 11.240.000 m2 /22.283 kk = 504,42 m2

Halaman (Ah) = 105 m2 dimana Ch = 0.1

Atap (Aa) = 90 m2 dimana Ca = 0.95

Jln. Aspal (Aj) = 70 m2 dimana C

j = 0.95

Perhitungan Koefisien Pengaliran rata-rata:

̅ =∑

= ℎ ℎ+ � �+

= . + .. + .

= .

 Intensitas curah hujan PUH 2 tahun berdasarkan kombinasi metode Van breen

dengan metode Talbot: I = 107.745 mm/jam

Maka dengan menggunakan metode Van Breen dengan durasi 120 menit dan PUH 2 tahun sebagai berikut ini.

= + . + .

= . + . + . . .

(57)

 Intensitas curah hujan (I) = 38.458 mm/jam

 Durasi hujan dominan (t) = 2 jam = 7200 detik

 Koefisien permeabilitas tanah (K) = 0.00096 cm/detik = 9,6 x 10 cm/detik

 Laju Infiltrasi tanah (f) = 16.2 cm/jam

Dari data-data tersebut, debit banjir dengan berbagai kondisi dapat dihitung dengan metode rasional yaitu:

Debit banjir total area Kecamatan Banda Sakti tanpa sumur resapan: Qall = 0.00278 x C x I x A

= 0,00278 x 0.32 x 34,458 x 1124 = 34,454 m³/detik

Dalam analisis dimensi sumur resapan, air hujan yang diperhitungkan masuk ke dalam air tanah adalah air hujan yang jatuh melalui atap bangunan saja, sedangkan air hujan yang jatuh pada permukaan tanah, jalan dan fasilitas umum lainnya tidak diperhitungkan peresapannya, karena bila di alirkan ke dalam sumur maka partikel tanah akan masuk ke dalam sumur sehingga akan mengganggu fungsi

resapan.

 Drainase tanpa sumur resapan:

Q = 0,002778 x C x I x A

(58)

 Drainase dengan sumur resapan:

Air dari atap masuk sumur resapan : Td = 2 jam,

I = 34.458 mm/jam

Qmak dari atap = 0.002778 x 0.95 x 34.458 x 90x10-3

= 8,184 x 10-4 m³/detik F = 5,5 R

Ambil diameter sumur 1 m, jari-jari, R= 0.50 m F = 5,5 x 0,5 = 2,75 m

K = 1,5 x 10-4 m/detik

= [ − − ��� ]

= , , , − [ − − . � , �

�� . ]

= . [ . ]

= , ≈

Jadi sumur yang diperlukan untuk setiap rumah yang berdiameter 1m dengan kedalaman 2 meter.

(59)
(60)
(61)

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengujian falling head permeability yang dilakukan di laboratorium mekanika tanah, menunjukkan bahwa kondisi tanah pada lokasi penelitian dikategorikan jenis tanah lanau dengan nilai koefisien permeabilitas tanah pada kedalaman 1,5 m adalah 9,61 x 10 cm/detik.

2. Tinggi intensitas curah hujan di lokasi studi berdasarkan curah hujan 2003 s.d 2012 untuk durasi hujan 2 jam pada PUH 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun masing-masing adalah 23.53 mm/jam, 27.29 mm/jam, 29.79 mm/jam, 32.19 mm/jam,35.29 mm/jam dan 37.63 mm/jam.

3. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa besar laju infiltrasi menggunakan single ring infiltrometer dengan diameter 30 cm dan tinggi 60 cm untuk tanah normal sebelum terdapat LRB adalah sebesar 18 cm/jam, sedangkan untuk tanah setelah terdapat LRB laju infiltrasinya adalah sebesar 95,2 cm/jam

(62)

5. Jumlah lubang resapan biopori yang ideal sesuai luas atap rumah 90 m2 dan

luas halaman 60 m2 adalah sebanyak 7 unit lubang resapan biopori sedangkan untuk sumur resapan diperoleh 1 lubang dengan diameter 0,5 meter dan kedalam 1,5 meter.

5.1 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dilokasi yang berbeda dan kondisi tanah yang berbeda serta penggunaan alat yang bebeda seperti doublering infiltrometer agar diperoleh nilai perbandingan yang lebih teliti. 2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan metode-metode yang

lebih bervariasi dalam menyajikan hasil penelitian, misalnya menggunakan metode Holtan, Overton, dll dalam menghitung laju infiltrasi agar bisa dijadikaan sebagai pembanding.

(63)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi, presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)

(64)

laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat lubang resapan biopori.

2.2 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian infiltrasi

(65)

Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 2. a yaitu skema formasi tanah dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 2. b yaitu lapisan atas dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada kasus pertama (Gambar 2. 2. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu, dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi. Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 2. a), laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya.

(a) (b)

Gambar 2. 2 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan

b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu: a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah

(66)

b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

2.2.2 Proses Infiltrasi

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang.

Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

(67)

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Soemarto, 1999).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

(68)

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan dari partikel liat

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah 6. Struktur tanah

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik) 8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah

9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan 10. Kekasaran permukaan tanah

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi 12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah. Selain dari beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasin (Arsyad, 1989). Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Ukuran pori

(69)

b. Kemantapan pori

Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

c. Kandungan air

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.

d. Profil tanah

Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertical kedalam tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

(70)

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).

2.2.4 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus.

(71)

lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.

Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi

Kecepatan Infiltrasi (cm/jam) Kriteria 25.00 – 50.00 Sangat Cepat

12.50 – 25.00 Cepat

7.50 – 15.00 Sedang

0.50 – 2.50 Lambat

< 0.50 Sangat Lambat

Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil.

(72)

yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.

Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.

Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):

1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.

2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat menentukan laju infiltrasi.

(73)

2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut : a. Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara (Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

(74)

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas, yakni:

a) Model empiris.

Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf.

(75)

2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Gambar 2.3 Single Ring Infitrometer

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:

a. Testplot

(76)

yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

b. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).

b. Metode Horton

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Model Horton menjelaskan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Dinyatakan bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan (Achmad, 2011). Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

(77)

dimana:

f = laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc = laju infiltrasi tetap (cm/jam) f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam) k = konstanta geofisik

t = waktu ( t ) e = 2.718281820

Gambar 2.3 Kurva laju infiltrasi Horton Rumus Horton ditransposisikan sebagai berikut:

f = fc + (f0 –fc) x e-kt ... (2.2)

Kemudian persamaan tersebut di log-kan menjadi:

log − = log − − � log ... (2.3)

Atau,

log − − log − = −� log ... (2.4)

= log [log − − log − ] ... (2.5)

atau,

(78)

Persamaan diatas sama dengan persamaan:

= + � ... (2.8)

= log ... (2.9)

� = log − ... (2.10)

� = log − ... (2.11)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus

yang mempunyai nilai=

log . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di perlihatkan dalam di bawah ini.

Gambar 2.4 Hubungan t dan log ( fo-fc ) Waktu (t)

(79)

2.3 Permeabilitas Tanah

Permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).

(80)

Menurut Braja M. Das (1993), harga korfisien rembesan (k) untuk tiap-tiap tanah berbeda-beda, diantaranya:

Tabel 2.2 Harga-harga koefisien permebilitas tanah

Jenis Tanah

K

(cm/detik) (ft/detik)

Kerikil bersih 1,0-100 2,0-200

Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02

Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002

Lanau 0,001-0,00001 0,002-0,00002

Lempung Kurang dari 0,000001 Kurang dari 0,000002

Sumber : Braja M. Das, 1985

Permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat di artikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan hantaran hidraulik didasarkan pada hukum Darcy. Dalam hukum ini tanah dianggap sebagai kelompok tabung kapiler halus dan lurus dengan jari-jari yang seragam. Sehingga gerakan air dalam tabung tersebut di anggap mempunyai kecepatan yang sama.

Unuk mencari harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah dapat menggunakan pengujian di laboratorium maupun pengujian di lapangan. Untuk pengujian di laboratorium dapat dilakukan dengan cara berikut:

(81)

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Uji pemompaan (Pumping Test) b. Uji perkolasi (Auger Hole Test)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilakukan di laboratorium, yaitu :

a. Constand Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang dipakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Setelah data-data hasil percobaan dicatat, kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

� = � ... (2.12)

� = �. �. � ≈ � �� . ... (2.13)

� = ℎ � ... (2.14)

Maka,

� = �.ℎ..� ... (2.15)

Dimana :

Q = volume air yang dikumpulkan, A = luas penampang sampel, t = waktu

(82)

Gambar 2.5 Alat Constand Head Permeability Test

b. Constand Head Permeability Test

(83)

Gambar 2.6 Skema Falling Head Permeability Test

Jumlah air yang mengalir pada waktu melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu:

= �. �. ℎ ... (2.16)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

� � = −� ℎ

... (2.17)

= � � − ℎ ... (2.18)

∫ = � � − ∫ ℎ ... (2.19)

(84)

= � � log ℎ ℎ

log ...,,,,... (2.21)

= . � � logℎ ... (2.22)

Maka,

� = . � � logℎ ... (2.23)

Dimana :

Q = volume air yang dikumpulkan, A = luas penampang sampel, t = waktu

k = koefisien permeabilitas

2.4. Analisis Hidrologi

Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.4.1. Data Curah Hujan

Gambar

Tabel 4. 6  Data Hasil Perhitungan pada Pengujian Falling Head Permeability Tanah di Laboratorium
Tabel 4.7 Data Curah Hujan Harian Stasiun Meteorologi Lhokseumawe
Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan  Distribusi Normal
Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perwakilan Kedua Pihak, atas permintaan tertulis oleh salah satu Pihak melalui lnstansi Berwenang yang ditunjuk , dan dengan semangat kerjasama dan pengertian

(2) Objective: We’ll construct a model method (visualization and operable), restore the forest ecosystem and forest network structure in the Pearl River Delta, and achieve the

persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum

In this sense, it has been found that the educators do not necessarily learn through experience and that the know-how is not always gained incrementally (0.01), i.e., that

Jika pandangan aliran hukum positif ini dihubungkan dengan hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat internasional,

Yang menjadi permasalahannya adalah anak-anak dan remaja yang belum pantas mengetahui tentang sex malah mempelajarinya atau dengan tidak sengaja membaca, melihat (baik dari

Aliran monisme berpendapat bahwa hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen optimum dalam proses produksi oleoresin limbah destilasi kulit kayu manis pada berbagai variasi ukuran partikel, suhu