KATA PENGANTAR ………..ii
DAFTAR ISI ………. iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Rumusan dan Batasan Masalah……..……… 12
C. Pertanyaan Penelitian………. 13
D. Tujuan Penelitian……… 14
E. Manfaat Penelitian………. 16
F. Anggapan Dasar……… 17
G. Metode Penelitian………. 18
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG UPAYA GURU DALAM MEMBINA TANGGUNG JAWAB SOSIAL SISWA DI LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS A. Konsep Guru 1. Definisi Guru………. 20
2. Tugas dan Peran Guru……….... 22
3. Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Guru………. 28
B. Konsep Pembinaan Tanggung Jawab Sosial 1. Definisi Pembinaan………. 31
2. Manfaat Pembinaan……… 32
3. Definisi Tanggung Jawab Sosial……… 34
4. Pembinaan Tanggung Jawab Sosial menurut Islam……... 39
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial……….. 47
C. Konsep Anak Didik 1. Definisi Anak Didik……… 52
Umum………. 60
E. Temuan Penelitian Terdahulu……… 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian……… 69
B. Metode dan Pendekatan Penelitian………... 70
C. Definisi Operasional……….. 72
D. Instrumen Penelitian………. 74
E. Teknik Pengumpulan Data……… 75
F. Tahap-Tahap Penelitian………. 79
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian………. 83
B. Hasil Penelitian 1. Upaya-Upaya Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 86
2. Pendekatan dan Metode Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas………… 97
3. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 105
4. Upaya-Upaya Guru dalam Menghadapi Hambatan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa……… 110
5. Tingkat Keberhasilan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah…..113
Sekolah Menengah Atas………. 122
2. Pendekatan dan Metode Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas………… 127
3. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 136
4. Upaya-Upaya Guru dalam Menghadapi Hambatan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa……… 140
5. Tingkat Keberhasilan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah…. 144 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….. 148
B. Rekomendasi……… 151
DAFTAR PUSTAKA……… 155
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dianugerahi Allah dengan berbagai potensi diri untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik itu potensi rohaniah maupun
jasmaniah, fisik ataupun psikis, jiwa maupun ragawi. Potensi-potensi tersebut,
harus dipelihara dan dikembangkan agar bermakna bagi setiap individu yang
memilikinya. Dalam teori taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom,
potensi-potensi yang dimiliki manusia diutarakan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik yang masing-masing memiliki struktur dan komponen
serta taksonomi sendiri-sendiri (Djahiri, 1996: 5). Pendidikan – pengajaran
adalah upaya pembermaknaan seluruh potensi tadi, dan bukan hanya untuk satu
domain saja, apa lagi bila satu domain ini pun tidak meliputi keseluruhan
strukturnya. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003
yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional di atas, mengandung makna bahwa ketiga
potensi anak didik harus dikembangkan secara seimbang, bukan hanya potensi
melainkan upaya pengembangan potensi afektif pun harus terus dilakukan. Hal
tersebut dilakukan agar tidak terbentuk anak didik yang ‘cacat’, yang hanya
cerdas secara kognitif dan psikomotorik tetapi afektifnya ‘mandeg’. Salah satu
tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersurat, yaitu mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab
secara utuh, baik secara pribadi, maupun secara sosial.
Manusia sebagai makhluk individu, memiliki kemampuan untuk
berkembang menjadi makhluk yang sempurna. Manusia dibekali potensi
berupa akal, hati dan jasad yang sempurna. Dengan semua potensi yang
dimilikinya, manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, baik dalam
menentukan pilihan dan jalan hidupnya, kebebasan berpikir dan mencapai
kebutuhan hidupnya. Manusia sebagai makhluk religius, yang merupakan
khalifah di muka bumi, mempunyai tanggung jawab terhadap Allah yang
menciptakan dan memberikan kesempatan pada manusia untuk hidup di dunia
ini. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial, bermakna bahwa manusia
tidak bisa hidup tanpa bantuan, pertolongan dan keterlibatan orang lain.
Keberhasilan yang diraih seseorang, tidak terlepas dari bantuan atau
keterlibatan orang lain. Karena itu, manusia juga memiliki tanggung jawab
sosial dalam kehidupan sehari-harinya.
Tanggung jawab sosial sebagai suatu tuntutan normatif mempunyai
aspek tanggung jawab pribadi dan sosial. Simorangkir (1987: 155),
mengemukakan bahwa aspek tanggung jawab pribadi dan tangung jawab sosial
kemampuannya, sesuai dengan kaidah moral, menyadari akan konsekuensi
atas perbuatan yang dilakukannya, merasa bertanggung jawab atas
kesejahteraan orang lain pada saat dibutuhkan. Kemudian dengan memiliki rasa
tanggung jawab sosial, setiap individu akan memelihara dan mengembangkan
persaudaraan serta rasa kasih sayang, mampu memelihara hak-hak orang lain di
sekitarnya dengan tidak selalu mementingkan dirinya, selalu berupaya untuk
melaksanakan tata kesopanan sosial. Sebagaimana diungkapkan Ulwan (1990:
392), pendidikan tanggung jawab sosial yang dipergunakan melalui
penanaman dasar-dasar psikis yang mulia, pemeliharaan hak-hak orang
lain, pelaksanaan tata kesopanan sosial dan pengawasan serta kritik sosial,
akan menciptakan anak didik yang beriman dan bertakwa, memiliki kasih
sayang dan memelihara persaudaraan, menghargai dan menghormati
orang-orang di sekitarnya, bertindak dan berbuat sesuai dengan adab sosial dan
norma yang berlaku di masyarakat.
Fenomena yang terlihat saat ini, sebagian dari para pendidik lebih
mengutamakan pada pencapaian target kurikulum (intended curriculum),
sehingga tertangkap atau tidaknya, diterima atau tidaknya isi pesan (mean dan
values) dari bahan materi pelajaran yang disampaikan kurang diperhatikan.
Hasilnya, lahir anak didik yang cekatan dan berbakat dalam domain kognitif
dan psikomotorik, namum afektifnya kurang berkembang karena jarang sekali
disentuh oleh para pendidik. Proses pembelajaran parsial ini, disinyalir oleh
Supriadi dalam Mulyana (2004: vii) bahwa “pendidikan dewasa ini cenderung
afektif.” Dengan kata lain, secara akademik, anak didik mampu menguasai
berbagai materi pelajaran yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial.
Namun dalam kenyataannya, masih banyak anak didik tidak bertanggung
jawab secara sosial. Seperti yang terjadi di SMAN 1 Baleendah, masih ada
sebagian anak yang kurang/tidak memelihara kasih sayang dan persaudaraan
terhadap sesama, misalnya melihat temannya yang tertimpa musibah atau tidak
masuk sekolah selama berhari-hari, ada saja anak yang bersikap acuh, hanya
karena tidak berteman dekat; sering ada anak didik yang tidak mengucapkan
salam atau meminta izin ketika masuk/keluar kelas; sebagian besar anak didik
masih suka membantah dan mengeluarkan kata-kata yang kurang baik di
hadapan teman-teman, guru atau bahkan orang tuanya; jika bertemu dengan
guru atau orang yang dikenal di tempat umum, banyak anak yang malah
bersembunyi untuk menghindar atau bahkan bersikap acuh (berpura-pura tidak
melihat); dan masih banyak lagi contoh lainnya akibat terlalu berkembangnya
kecerdasan kognitif tanpa diimbangi berkembangnya afektif anak didik. Jika
hal ini terus terjadi, maka kepekaan dan kepedulian sosial siswa makin lama
akan semakin terkikis dan hal tersebut akan berakibat buruk bagi dirinya
sendiri serta orang-orang di sekitarnya. Siswa tidak lagi menyadari
keududukannya sebagai makhluk sosial, sehingga mereka hanya akan
mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan
bersama. Oleh karena itu, sekolah melalui para guru harus berupaya untuk
siswanya, baik melalui proses pembelajaran di kelas, maupun melalui berbagai
kegiatan di luar jam pelajaran.
Elia mengemukakan bahwa kecerdasan akal atau kognitif tanpa
dilandasi dan diimbangi nilai-nilai afektif berakibat negatif pada diri anak
didik, sebagaimana yang dikemukakan bahwa hal tersebut menyebabkan
hal-hal berikut ini.
1) Manusia menjadi lebih individualis (mementingkan diri sendiri). 2) Manusia mengandalkan kepandaian dan kekuatan diri sendiri. 3) Manusia kurang mengandalkan Tuhan.
4) Hubungan dengan sesama manusia diperhitungkan dari sudut untung- rugi.
5) Persaingan antara individu dan kelompok semakin kuat. (http:/www.bpkpenabur.or.id/kwiyata/80/bina/htm)
Pernyataan di atas, semakin mempertegas bahwa pembinaan nilai-nilai
afektif dalam dunia pendidikan sangatlah penting dan sama sekali tidak boleh
diabaikan. Pendidikan perlu memadukan pembinaan kemampuan kognitif
dengan kemampuan afektif. Tidak terbinanya nilai-nilai afektif dalam
mendidik anak disinyalir Djahiri (1996: iii) sebagai berikut: “IPTEK dan
modernisasi dalam kehidupan globalistik tanpa nilai moral akan melahirkan
erosi moral afektual, kultural dan spiritual serta menjadi penyebab
demoralisasi.” Selain itu, akibat dari tidak terbinanya nilai-nilai afektif pada
diri remaja, maka terjadi banyak penyimpangan perilaku atau amoral asosial di
kalangan mereka. Sebagai contoh, siswi SMA mengaku frustasi karena
keadaan ekonomi keluarga lemah, sehingga nekad minum racun serangga
(Priangan, 2004). Yusuf (2001: 211) mengatakan peristiwa bunuh diri di
Contoh empirik di atas yang tidak terpuji, menggambarkan akibat
kurang mendasar dalam mempribadikan nilai-nilai afektif pada diri remaja
melalui pendidikan formal yang cenderung ke arah kognitif, sehingga
menimbulkan banyak penyimpangan akhlak atau moral di kalangan mereka.
Hal itu juga membuktikan bahwa mereka tidak mempunyai rasa dan sikap
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, juga terhadap orang-orang di
sekitarnya seperti orang tua dan keluarganya. Oleh karena itu, betapa
pentingnya membina dunia afektif anak didik melalui pembinaan tanggung
jawab sosial mereka, di samping terus mengembangkan dunia kognitif dan
psikomotorik.
Beberapa pakar pendidikan berpendapat bahwa pembinaan keadaan
dunia afektif ini berpengaruh terhadap keadaan kognitif dan psikomotorik anak
didik. Ada pula yang berpendapat bahwa dunia afektif ini adalah dunia yang
paling pertama harus dididik dalam potensi terdalam manusia (the inner
potential) yang oleh Al-Ghazali (Islam) dinamakan qolbs (hati nurani/suara
hati manusia). Al-Ghazali bahkan mengajarkan bahwa “orang jangan dahulu
berfikir kalau hatinya belum iman dan jangan berbuat kalau hatinya belum
iman dan otaknya nalar” (Djahiri, 1996: 54). Jadi, dunia kognitif maupun
psikomotorik akan turut terguncang saat dibina dunia afektif. Oleh karena itu,
proses pembelajaran yang mereduksi nilai-nilai afektif, artinya hanya
semata-mata mengembangkan salah satu kemampuan saja seperti pengembangan aspek
intelektual saja, berakibat buruk terhadap mental, moral dan spiritual anak
dalam masa labil. Mereka perlu mendapatkan pendidikan nilai afektif agar
perasaan, emosional dan penghayatan terhadap nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa dan nilai-nilai akhlak mulia
berkembang dengan baik.
Pendidikan nilai afektif mencakup bermacam-macam aspek, baik itu
aspek spiritual, keagamaan, moral maupun sosial. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Sumaatmadja (2002: 93), bahwa aspek-aspek afektif
meliputi: beriman, bertakwa, budi pekerti, kepribadian, kedisiplinan, tanggung
jawab, mandiri, cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial,
dan percaya diri. Salah satu aspek fundamental dalam mendidik afektif anak
didik agar dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia, yaitu dengan
membina tanggung jawab sosial mereka. Memiliki sikap dan niat untuk
menjadi insan yang bertanggungjawab merupakan hukum dari kodrat manusia,
yaitu keharusan atau keniscayaan untuk selalu melaksanakan kewajiban
sebagai seorang manusia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Driyakarya
(2006: 555-556), sebagai berikut ini.
Melaksanakan kebaikan itu adalah tuntutan kodrat kita. Keharusan atau keniscayaan dari kewajiban adalah keharusan atau keniscayaan dari principium identitatis, artinya manusia itu adalah manusia, jadi harus berlaku sebagai manusia. Jika tidak, itu berarti bahwa dia tetap manusia, tetapi ia memungkiri kemanusiannya, sehingga perbuatannya itu menggila.
Dengan demikian, agar anak didik dapat memenuhi kodratnya itu, dia
harus memiliki sikap dasar yang disebut siap sedia untuk semua kebaikan. Dia
harus menghendaki kebaikan dan ingin melakukannya. Katakanlah bahwa
manusia yang menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang manusia,
manusia yang seimbang antara perkembangan kognitif, afektif dan
psikomotoriknya. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah. Perlu
dukungan, bimbingan dan arahan yang sungguh-sungguh dari lingkungan
sekitarnya terutama dari para pendidiknya, baik itu orang tua maupun guru di
sekolah. Djahiri (1996: 21) mengemukakan bahwa pembinaan potensi afektif
oleh diri yang besangkutan atau rekayasa orang lain (termasuk guru)
menentukan arah dan kadar kuantitatif-kualitatif serta pasang surut potensi
tersebut. Kemampuan afektual seperti halnya kemampuan potensi lainnya
mutlak perlu pembinaan dengan jalan membelajarkannya atau mengaktifkan
atau melibatkan untuk bertransaksi.
Pola pembelajaran atau kegiatan belajar siswa yang selalu kognitif atau
psikomotorik akan menyebabkan potensi afektual pasif dan kian tumpul. Oleh
karena itu, sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan bagi anak didik
setelah lingkungan keluarga, memiliki tugas dan tanggungjawab untuk
mengarahkan dan membimbing mereka untuk melewati proses pembelajaran
dengan tidak hanya memupuk potensi kognitif atau psikomotorik saja,
melainkan memberikan pembelajaran nilai-nilai afektif pada anak didik, yang
salah satunya melalui pembinaan tanggung jawab sosial mereka.
An-Nahlawi (1995: 176-185) mengemukakan bahwa membina
tanggung jawab dalam proses pendidikan anak meliputi sebagai berikut.
1. Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.
3. Melakukan pemboikotan/pengisolasian terhadap orang yang melakukan perbuatan maksiat.
4. Melakukan pembinaan secara terpadu.
5. Melakukan pembinaan atas dasar kasih sayang.
6. Mengajak generasi muda untuk memilih teman yang baik dan bertaqwa pada Allah SWT.
Dari pernyataan yang dikemukaan An-Nahlawi, dapat dipahami bahwa
pembinaan tanggung jawab –termasuk di dalamnya tanggung jawab sosial-
yang diupayakan dengan sebaik-baiknya oleh para pendidik, dapat mendukung
dan mengarahkan anak untuk selalu berbuat kebajikan dan menjauhkan diri
dari hal-hal yang tercela, sehingga proses pendidikan yang berlangsung dapat
mengembangkan anak didik untuk berakhlak mulia dalam kehidupannya.
Dengan memiliki akhlak mulia, diharapkan mental anak didik akan terlatih dan
terbimbing untuk menjadi pribadi yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan
bersusila. Pembinaan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlak mulia
merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental dan
kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Alquran dan hadits nabi Muhammad
SAW. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudarsono (1993: 66), bahwa
“pembinaan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlaqul karimah sangat
penting bagi setiap diri manusia, agar di dalam perkembangan mentalnya tidak
mengalami hambatan-hambatan dan penyimpangan ke arah negatif…”
Pembinaan tanggung jawab sosial merupakan proses pembelajaran bagi
anak didik, di mana mereka diarahkan dan dibimbing untuk memiliki
kesadaran akan kewajiban yang ada di pundak mereka, kewajiban yang pada
dasarnya merupakan kebaikan dengan keharusan yang dibebankan pada
berpengaruh dan berdampak pada diri sendiri, tetapi juga pada orang-orang di
sekitarnya. Pembinaan yang bertujuan untuk mengingatkan kembali akan
kedudukan mereka sebagai manusia sosial yang akan selalu hidup dalam
kebersamaan, di mana setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan akan dan
memerlukan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, melakukan penelitan
terhadap pembinaan tanggung jawab sosial merupakan suatu hal yang sangat
penting.
Pembelajaran yang aktif dan efektif, bukan hanya menekankan pada
pengembangan kognitif (mengetahui arti tanggung jawab sosial) atau
psikomotorik (melaksanakan perbuatan tanpa pertimbangan) saja, tetapi
berupaya untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan kedua potensi tersebut
dengan menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai afektif (membina dengan
membuat anak didik untuk mampu memahami, menghayati dan menerapkan
tanggung jawab sosial) pada diri anak didik agar dapat menjadi manusia yang
utuh. Jadi, dengan adanya penelitian terhadap pembinaan tanggung jawab
sosial, diharapkan dapat menjadi pedoman dan memberikan arah bagi para
pendidik dalam membina anak didik agar mampu menyadari, memahami dan
mau melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai makhluk sosial, sehingga
mereka berbuat dan bertindak sebagaimana kodratnya sebagai seorang manusia
dalam memperlakukan manusia lainnya.
Dengan mempelajari berbagai persoalan di atas, penulis ingin mencoba
merumuskan masalah-masalah pokok dalam penelitian ini, terutama yang
Melalui pembahasan ini, diharapkan dapat diperoleh salah satu jalan
pemecahan bagi setiap usaha pendidikan, utamanya pendidikan bagi kalangan
remaja yang kondisi kejiwaannya labil sebagai persiapan menuju
kedewasaannya, sehingga terwujudnya tujuan pendidikan nasional, yaitu
terciptanya manusia yang beriman dan bertakwa pada Allah swt, cerdas dan
berilmu, serta berakhlakul karimah.
Menurut pengamatan awal penulis, Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Baleendah merupakan salah satu sekolah yang cukup menarik untuk dikaji,
karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terfavorit yang
menampung sebagian generasi penerus bangsa yang cerdas secara intelektual.
Selain itu, penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah tersebut
sangat maju dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang ada di sekitarnya,
sehingga dapat dijadikan bahan kajian dalam menentukan keseimbangan
pelaksanaan pendidikan antara ketiga potensi peserta didik. Sekolah ini juga
merupakan sekolah berstandar internasional (SBI), sehingga membuat penulis
semakin tertarik untuk mencari tahu, bagaimana proses pembinaan tanggung
jawab sosial di sekolah yang telah mengalami kemajuan dalam mengikuti
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah utama yang
akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana upaya yang akan dilakukan para pendidik dalam membina
tanggung jawab sosial siswa melalui pembelajaran di lingkungan sekolah agar
mereka menjadi manusia yang memiliki akhlak mulia?” Secara lebih tegas lagi,
rumusan di atas dapat dinyatakan: “Bagaimana langkah-langkah atau proses
yang diupayakan guru dalam membina tanggung jawab sosial anak didik
mereka di sekolah, baik melalui proses pembelajaran yang berlangsung di
dalam kelas, maupun di luar kelas yang berkaitan dengan pembinaan tanggung
jawab sosial ini? Apakah benar upaya yang telah dilaksanakan para pendidik,
mengandung makna pembinaan tanggung jawab sosial terhadap siswa?
Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk mengukur masalah-masalah
yang diajukan, melainkan suatu upaya penelusuran terhadap berbagai upaya
yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Baleendah kabupaten Bandung, sehingga dapat
diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang apa saja yang sudah, yang
sedang dan yang belum terlaksana dalam membina tanggung jawab sosial
siswa melalui proses pembelajaran. Atas dasar hal tersebut, maka dalam
penelitian ini lebih tepat digunakan pendekatan kualitatif naturalistik.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara
lengkap, akurat dan terperinci mengenai langkah, proses dan hasil dari
pembelajaran dan penilaian maupun pembinaan keagamaan yang bersifat
ekstrakurikuler) dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial
pada diri siswa yang beranjak dewasa, dan diharapkan dapat menciptakan
keseimbangan antara pengetahuan, sikap dan perbuatan (kognitif, afektif dan
psikomotorik) yang berlandaskan iman dan taqwa pada Allah swt. Dengan
demikian, penelitian ini membatasi kajian tentang pembinaan tanggung jawab
sosial pada masa transisi melalui pembelajaran di tingkat sekolah menengah
atas, yang berkenaan dengan: “perencanaan, kegiatan pembelajaran, penilaian,
dan kegiatan ekstrakurikuler serta faktor-faktor pendukung dan penghambat
terlaksananya proses pembinaan tanggung jawab sosial pada usia remaja di
sekolah.”
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka berikut ini akan
dikembangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian. Adapun rincian pertanyaan
penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi objektif sekolah yang menjadi lokasi penelitian?
2. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh guru dalam membina
tanggung jawab sosial siswa selama proses pembelajaran di sekolah?
3. Pendekatan dan metode apa yang digunakan guru dalam membina dan
mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik selama proses
4. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat
pelaksanaan proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa melalui
pembelajaran di sekolah?
5. Bagaimana solusi yang diupayakan guru dan peserta didik untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam membina tanggung jawab
sosial anak didik di sekolah?
6. Bagaimana tingkat keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa di
sekolah?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang pembinaan tangggung jawab sosial siswa dalam
pembelajaran di sekolah sebagai upaya membentuk anak didik yang berakhlak
mulia, secara umum bertujuan untuk memperoleh pamahaman yang
komprehensif mengenai bagaimana peran dan langkah guru dalam membina
tanggung jawab sosial anak didik mereka di sekolah. Dalam arti luas, ingin
mengetahui berbagai upaya, pendekatan, metode yang digunakan oleh para
pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, menanamkan dan
mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik dalam rangka untuk
mengarahkan dan mengembangkan potensi afektif yang terdapat pada diri
mereka, sehingga dapat berkembang secara seimbang antara rohaniah dan
jasmaniah, fisik material dan mental spiritual, atau selaras antara potensi
kognitif, afektif dan psikomotorik yang berlandaskan pada iman dan taqwa
pembelajaran yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial anak
didik mereka.
Berdasarkan tujuan umum di atas, dapat dinyatakan beberapa tujuan
yang lebih spesifik, yaitu untuk:
1. Mendeskripsikan kondisi objektif sekolah yang menjadi lokasi penelitian;
2. Mendeskripsikan secara komprehensif upaya-upaya yang dilakukan oleh
guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa selama proses
pembelajaran di sekolah;
3. Mendeskripsikan pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam
membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik selama
proses pembelajaran di sekolah;
4. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa melalui
pembelajaran di sekolah;
5. Mendeskripsikan solusi yang diupayakan guru dan peserta didik untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam membina tanggung jawab
sosial anak didik di sekolah;
6. Mendeskripsikan sejauh mana keberhasilan pembinaan tanggung jawab
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat, baik untuk keperluan teoritis maupun untuk keperluan praktis guna
memahami persoalan-persoalan mengenai pembinaan moralitas bangsa yang
menjadi tugas pokok bagi setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Dengan kata lain, bahwa penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan pemikiran yang diharapkan berguna dalam menata sistem
pendidikan nasional, khususnya pendidikan di tingkat sekolah menengah atas.
Selain itu, penelitian ini juga merupakan rintisan bagi peneliti sendiri untuk
lebih memantapkan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan kualitas
dan kompetensi diri. Secara lebih spesifik, manfaat dari penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
1. Kegunaan teoretis dari penelitian ini, diharapkan dapat memperoleh hasil
tentang konsep pembinaan tanggung jawab sosial yang diharapkan mampu
mengembangkan anak didik yang berakhlak mulia.
2. Kegunaan praktis dari penelitian ini, di antaranya:
a) Bagi para guru di sekolah yang bersangkutan, dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk menentukan upaya yang tepat dalam membina
dan mengembangkan tanggung jawab sosial siswa melalui
pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan yang
relevan.
b) Bagi kepala sekolah dan dewan sekolah, dapat dijadikan dasar
hanya di kalangan siswa tetapi juga di kalangan para pendidik dan staf
sekolah dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun di luar
kelas, dalam rangka menciptakan peserta didik dan pendidik yang
berkualitas utuh.
c) Bagi institusi dan instansi terkait, dapat menjadi bahan masukan
dalam membina dan meningkatkan kualitas tenaga pendidik guna
menunjang pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
d) Bagi masyarakat, diharapkan dapat menjadi sumber aspirasi dan
wawasan dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial
pada generasi penerus bangsa.
e) Bagi para peneliti berikutnya, diharapkan dapat menjadi sumber
inspirasi dan bahan masukan dalam melakukan penelitian dan
penyusunan tesis yang berkaitan dengan pembinaan tanggung jawab
sosial dan pengembangan akhlakul karimah.
F. Anggapan Dasar
Setiap manusia dalam kehidupannya, mengalami proses pendidikan yang
tidak terbatas waktu. Selama manusia hidup, proses pendidikan berjalan sesuai
kebutuhan dan perkembangan zaman. Siswa SMA merupakan sekelompok
manusia yang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan tanggung jawab
sesuai perkembangan untuk dapat hidup selaras dan seimbang dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. Sehubungan dengan itu, penelitian
1. Pendidikan nilai afektif dapat menjadi salah satu fondasi dalam
mengembangkan tanggung jawab sosial.
2. Pembinaan tanggung jawab sosial dalam dunia pendidikan, merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para pendidik untuk mendidik,
melatih, mengarahkan dan membimbing semua potensi dan
kecenderungan anak didik agar berkembang menuju ke arah yang positif
yang dapat mendorong mereka untuk berakhlak mulia.
3. Internalisasi nilai-nilai afektif –pembinaan tanggung jawab sosial- dalam
diri siswa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri
(internal) dan di luar diri (external) mereka. Faktor-faktor tersebut dapat
menjadi pendorong atau pun penghambat dalam pelaksanaan pembinaan
tanggung jawab sosial.
G. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif naturalistik (paradigma kualitatif), adapun metode yang akan
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik.
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) 1 Baleendah, yang beralamat di Jl. RAA. Wiranatakusumah, desa
Baleendah, kecamatan Baleendah, kabupaten Bandung. Sedangkan subjek
penelitiannya adalah guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan
Pendidikan Agama Islam, beberapa orang guru mata pelajaran umum, dan para
diangkat, di mana guru PAI dan PKn memiliki peran yang cukup besar dalam
membina tanggung jawab sosial melalui mata pelajaran yang diajarkan. Kelas
XI dijadikan populasi karena kelas tersebut dapat dikatakan sebagai ’kelas
transisi’, di mana anak mulai meninggalkan kelas awalnya menuju pada tingkat
yang lebih tinggi, sehingga peneliti berpendapat jika kelas XI tepat untuk
dijadikan subjek penelitian.
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, maksudnya bahwa
peneliti langsung mengamati dan membaca situasi proses pendidikan serta
pembinaan tanggung jawab sosial siswa yang berlangsung di SMAN 1
Baleendah-Bandung.
Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data
yakni observasi, angket (kuesioner), wawancara, dokumentasi dan studi
pustaka. Sedangkan sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan
menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subjek
penelitian yaitu para guru PKn dan PAI, beberapa guru mata pelajaran lain dan
para siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi
maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Baleendah, yang terletak di Jl. RAA.
Wiranatakusumah, desa Baleendah, kecamatan Baleendah, kabupaten
Bandung. Adapun alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di SMAN 1
Baleendah, diantaranya berdasarkan kepada hasil studi pendahuluan bahwa
sekolah tersebut merupakan sekolah yang diminati, digemari dan ditempati
oleh para siswa dengan prestasi akademik yang tinggi (sekolah favorit).
Selain itu, SMAN 1 Baleendah merupakan sekolah yang menerapkan sistem
sekolah berstandar internasional (SBI) dengan kelengkapan sekolah yang
memenuhi kriteria ’mapan’ dalam bidang sarana prasarana terutama dalam
bidang IT (information technology). Oleh karena itu, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana proses pembinaan tanggung jawab
sosial di sekolah yang sudah begitu maju dalam bidang iptek, apakah turut
mengalami kemajuan dan menjadi pedoman dalam mengembangkan dan
menggunakan iptek tersebut? Ataukah justru sebaliknya?
Subjek penelitiannya adalah para guru mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam, beberapa orang guru mata
pelajaran umum, dan para siswa kelas XI. Peneliti menentukan sampel
penelitian dengan menggunakan teknik purposeful sampling, yaitu suatu
tertentu (unik, khusus, tersendiri, aneh, nyeleneh) betul-betul diupayakan
terpilih (tersertakan) untuk memberikan informasi penting yang tidak
mungkin diperoleh melalui teknik lain (Alwasilah, 2008: 146). Peneliti
menjadikan guru PAI dan PKn sebagai sampel penelitian (sumber data
primer) karena mereka memiliki peran yang cukup besar dalam membina
tanggung jawab sosial siswa melalui materi-materi pelajaran yang
disampaikan, sedangkan beberapa guru mata pelajaran umum diikutsertakan
dalam sampel penelitian karena secara tidak langsung, mereka pun memiliki
peran dalam membina tanggung jawab sosial siswa selama di sekolah.
Peneliti memilih kelas XI sebagai sampel penelitian karena siswa pada
tingkat kelas tersebut dapat dikatakan sebagai ’siswa transisi’, di mana
mereka telah cukup lama tinggal dan mengalami proses pembelajaran di
sekolah dari sejak masuk (kelas X) dan mulai melakukan penyesuaian di
tingkat yang lebih tinggi (XI) untuk dapat menempuh dan mencapai tingkat
selanjutnya (XII). Jadi, siswa kelas XI merupakan siswa dalam masa
penyesuaian menuju kemantapan diri terhadap berbagai komponen sekolah,
baik itu terhadap guru, teman-teman, ataupun aturan-aturan yang berlaku.
B. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
komprehensif mengenai upaya-upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa
di sekolah menengah atas. Untuk mengungkap dan mengetahui upaya
dengan pendekatan kualitatif naturalistik. Metode penelitian deskriptif dipilih
peneliti karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan upaya-upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa di
sekolah dengan apa adanya, tanpa mengubah atau merekayasa keadaan di
lapangan penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syaodih (2005: 54),
bahwa metode penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode
penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang
ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak
mengadakan manipulasi atau mengadakan perubahan pada variabel-variabel
bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.
Pendekatan kualitatif naturalistik dipilih peneliti karena penelitian ini
lebih merupakan suatu upaya untuk menemukan pemahaman baru mengenai
fenomena atau gejala yang bersifat alami. Selain itu, data yang akan diperoleh
dari penelitian di lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ungkapan
kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya
rekayasa atau pengaruh dari luar. Moleong (2006: 6), mengungkapkan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
C. Definisi Operasional
Pembinaan merupakan suatu upaya untuk mendidik, membimbing,
mengarahkan dan mengembangkan potensi pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang ada dalam diri seseorang secara seimbang dan utuh, serta
mengarahkan segala kecenderungan mereka pada hal-hal yang baik, yang
bersifat konstruktif dan produktif. Sebagaimana yang tercantum dalam Pola
Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda (SK Menteri P dan K
No. 0323/U/1978), yang dikutip oleh Maolani (2003:11) bahwa pembinaan
dapat diartikan sebagai berikut:
Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya merupakan upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan bertanggungjawab dalam rangka menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh, dan selaras pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri untuk menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri.
Pembinaan yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah upaya yang
dilakukan para pendidik di sekolah yang bersangkutan dalam membimbing,
mengarahkan dan mengembangkan tanggung jawab sosial para anak
didiknya, melalui bimbingan dan pengarahan selama proses pembelajaran
dalam rangka membentuk mereka agar menjadi anak didik yang berakhlak
mulia.
Tangung jawab sosial dapat diartikan sebagai kewajiban yang
dibebankan pada seseorang untuk dilaksanakan secara penuh kesadaran dan
tuntutan kodratnya sebagai manusia. Hal tersebut, sejalan dengan yang
dikemukakan Driyakarya (2006: 557-558), bahwa:
Bertanggungjawab berarti orang mengerti perbuatannya, yaitu mengerti apakah perbuatannya itu wajar atau tidak, semestinya atau tidak, boleh atau tidak; apakah perbuatan itu sesuai atau tidak dengan kodratnya. Tanggung jawab ialah kewajiban menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi, bertanggungjawab berarti bahwa seseorang berani menentukan, berani memastikan bahwa perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itulah perbuatan tadi dilakukan.
Yang dimaksud tanggung jawab sosial dalam penelitian ini yaitu
kewajiban yang dibebankan pada anak didik sebagai seorang pelajar terhadap
lingkungan sekitarnya dan keharusan melaksanakan tugasnya tersebut, baik
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang-orang di sekitarnya.
Anak didik adalah manusia yang memiliki begitu banyak potensi, yang
potensinya itu menyebabkan timbulnya banyak kecenderungan pada diri
mereka. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu terbagi menjadi dua, yaitu
kecenderungan untuk berbuat baik dan kecenderungan untuk berbuat buruk.
Dalam hal ini, anak didik adalah manusia yang memerlukan didikan, arahan,
bimbingan dan latihan dari para pendidik agar semua potensi yang
dimilikinya bergerak menuju kecenderungan untuk berbuat baik. Selain itu,
anak didik juga dipandang sebagai moscius, yaitu mahkluk yang berwatak
dan berkemampuan dasar atau yang memiliki ghazirah (insting) untuk hidup
bermasyarakat. Menurut Ihsan (2001: 115), sebagai makhluk sosial, manusia
harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang
saling mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan
hidup mereka.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,
maksudnya bahwa peneliti langsung mengamati dan membaca situasi proses
pendidikan serta pembinaan tanggung jawab sosial siswa yang berlangsung di
SMAN 1 Baleendah-Bandung. Nasution (1988: 6), menjelaskan bahwa
peneliti merupakan ”key instrument” artinya peneliti sebagai instrumen
penelitian yang utama, walaupun terkadang penggunaan instrumen-instrumen
lainnya dibutuhkan, namun peranan utama tetap pada peneliti.
Kelebihan manusia sebagai instrumen dari alat-alat instrumen lainnya
adalah manusia dapat memahami makna interaksi antara peneliti dengan
responden, dan dapat pula memperbaiki serta meluruskan jika terjadi
kekeliruan pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Selain itu, semua rekayasa yang ingin ditutupi oleh pihak responden
terhadap kejadian yang sebenarnya, relatif dapat dihindari atai diperkecil.
Alwasilah (2006: 103), mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif diwarnai
oleh adanya interaksi di antara realitas. Untuk memaknai kegiatan interaktif
ini, peneliti seyogianya berinteraksi langsung dengan para responden agar
memperoleh pemahaman emik (menurut persepsi mereka, bukan persepsi
peneliti). Jadi, data diperoleh lewat wasilah (mediator) peneliti yang selalu
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan
data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan
sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan
data sekunder.
Data primer diambil dari subjek penelitian yaitu para guru PKn dan
PAI, beberapa guru mata pelajaran lain dan para siswa. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang
berhubungan dengan materi penelitian dan mendukung data primer. Penulis
mengumpulkan data melalui teknik-teknik berikut ini:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan sistematis dan terencana yang
dilakukan untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan
reliabilitasnya (Alwasilah, 2006: 211). Observasi yang dilakukan adalah
observasi partisipan, maksudnya peneliti mengamati sekaligus berperan
serta dalam kegiatan yang dilakukan responden. Peneliti berpartisipasi
dalam kegiatan responden tidak sepenuhnya artinya dalam batas tertentu.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan
peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut
berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan responden.
Peneliti mengadakan observasi terhadap kondisi objektif sekolah,
sumber daya manusia, dan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di
pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dalam mengembangkan
akhlak mulia. Ketika melakukan observasi terhadap kondisi objektif
sekolah, peneliti menggunakan kriteria memadai, kurang memadai dan
tidak memadai, untuk mengetahui sejauh mana fasilitas sekolah
menunjang terlaksananya pembinaan tanggung jawab sosial siswa.
(Pedoman observasi terlampir)
Kriteria memadai dipilih oleh peneliti jika secara kualitas dan
kuantitas kondisi objektif sekolah amat mendukung dalam upaya
pembinaan tanggung jawab sosial, misalnya luas lahan dan luas bangunan
memang cukup luas dan cocok untuk dijadikan tempat berdirinya sekolah,
artinya lahan tersebut tidak terlalu sempit untuk membangun sekolah dan
membangun berbagai sarana serta pra sarana yang menunjang berbagai
kegiatan sekolah. Selain itu, lahan dan bangunan tersebut memang
digunakan sesuai fungsinya, tidak hanya dibangun tetapi tidak pernah
digunakan atau digunakan tetapi tidak seesuai fungsinya.
Kriteria kurang memadai dipilih peneliti, jika kondisi objektif
sekolah secara kualitas memang mendukung tapi secara kuantitas
kurang/tidak mendukung atau pun sebaliknya. Misalnya, meja dan kursi
mungkin saja dalam kondisi bagus dan dapat digunakan dengan baik, tapi
masih ada siswa yang kekurangan kursi atau meja, sehingga satu meja oleh
tiga orang, ataupun sebaliknya jumlah meja dan kursi lebih banyak dari
jumlah siswa tapi kondisinya kurang bagus sehingga siswa kurang nyaman
Kriteria tidak memadai dipilih peneliti, jika secara kualitas maupun
kuantitas, kondisi objektif sekolah memang tidak menunjang pelaksanaan
berbagai kegiatan yang berlangsung di sekolah, sehingga menghambat
hampir semua aktivitas siswa. Misalnya, mesjid/mushola dan ruangan
kelas dalam keadaan rusak, sehingga kegiatan siswa untuk beribadah
terhambat. Sekolah yang berada di tempat keramaian, sehingga
mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Gerbang masuk yang tidak
dijaga staf keamanan, sehingga siswa dengan mudah keluar masuk sekolah
tanpa alasan yang jelas dan sebagainya.
Observasi terhadap sumber daya manusia dan kegiatan belajar
mengajar, dilakukan pengamatan terhadap kepala sekolah dan para guru
PKn dan PAI kelas XI yang dianggap mewakili dalam penelitian untuk
mengetahui upaya yang mereka lakukan dalam membina tanggung jawab
sosial siswa. Penelitian dilakukan dari minggu ke minggu, mengikuti
jadwal/jam pelajaran kepala sekolah dan guru yang bersangkutan hadir di
sekolah.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dalam rangka melengkapi data-data
hasil observasi, wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian yang
dalam hal ini yaitu guru PKn dan PAI serta beberapa guru mata pelajaran
lain.
Teknik wawancara yang dilaksanakan adalah wawancara terstruktur,
permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas
data atau informasi yang tidak jelas pada saat observasi. Syaodih (2005:
217), mengungkapkan bahwa pertanyaan terstruktur merupakan suatu
pertanyaan umum yang diikuti dengan pertanyaan yang lebih khusus atau
lebih terurai, sehingga jawaban atau penjelasan dari responden menjadi
lebih dibatasi dan diarahkan. (Pedoman wawancara terlampir)
3. Angket
Angket atau kuesioner merupakan salah satu teknik atau cara
pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya
jawab dengan responden). Angket yang disebarkan peneliti berisi sejumlah
pertanyaan terbuka. Angket pertanyaan terbuka berisi
pertanyaan-pertanyaan pokok yang bisa dijawab atau direspon oleh responden secara
bebas. Tidak ada anak pertanyaan ataupun rincian yang memberikan arah
dalam pemberian jawaban. Responden mempunyai kebebasan untuk
memberikan jawaban sesuai dengan persepsinya (Syaodih, 2005: 219).
Peneliti menyebarkan angket pada para siswa kelas XI. Hal ini
dilakukan peneliti karena jika menggunakan teknik pengumpulan data
yang lain, peneliti kemungkinan besar akan mengalami kesulitan dalam
mengumpulkan dan menganalisis data dari responden yang berjumlah
cukup banyak dalam waktu yang sangat lama. Selain itu, melalui angket,
kemungkinan besar responden dapat memberikan respon secara bebas
tanpa perasaan takut, malu ataupun keragu-raguan atas data yang mereka
4. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui berbagai dokumen
secara jelas yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dilakukan
peneliti, misalnya dokumen tentang profil sekolah. Dokumen adalah setiap
bahan tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang
dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah (Syaodih: 2005:
222). Dalam penelitian ini dokumen yang menjadi sumber data adalah
dokumen resmi milik SMAN 1 Baleendah.
5. Studi Pustaka
Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari
berbagai literatur yang berhubungan dengan kajian-kajian pengembangan
nilai-nilai afektif, pendidikan agama Islam, strategi belajar mengajar,
metode penelitian pendidikan dan studi tentang remaja.
F. Tahap-Tahap Penelitian
Upaya pengumpulan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi (Maret 2010)
Pada tahap orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey terhadap
lokasi penelitian, terutama melalui acara dialog dengan kepala sekolah,
wakil kepala, para guru dan beberapa siswa. Selanjutnya mengadakan
wawancara sederhana tentang bagaimana proses pembinaan tanggung
ini, peneliti menentukan tiga unsur responden yakni para guru PAI dan
PKn, beberapa guru mata pelajaran lain dan para siswa.
Setelah ditentukan responden penelitian, peneliti mengadakan
observasi permulaan untuk memperoleh data tentang proses kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Pada tahap ini peneliti juga tidak lupa
mengurus surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan
stabilitas sosial di lokasi penelitian.
2. Tahap Eksplorasi (April 2010)
Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan kunjungan ke sekolah dan
melakukan pendekatan pada para responden. Mengadakan pengamatan
lebih lanjut terhadap proses pembelajaran di lingkungan sekolah,
selanjutnya meningkat tidak hanya mengamati, melainkan berpartisipasi
bersama responden dan mengadakan wawancara pada para guru yang
menjadi responden serta pada beberapa siswa dengan menyebarkan angket
untuk mendukung kelengkapan data.
3. Tahap Pencatatan Data (April-Mei 2010)
Catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, ketika
melakukan penelitian di lapangan berupa catatan singkat atau catatan
kunci maupun setelah selesai dari lapangan. Pencatatan data setelah dari
lapangan segera dilakukan pada saat ingatan masih segar. Pencatatan data
dapat dibedakan dalam dua bentuk yakni catatan deskriptif dan catatan
reflektif. Catatan deskriptif terdiri dari catatan lapangan dan catatan
tentang hubungan berbagai data, menambahkan ide-ide, dan memberikan
komentar, membuat kerangka fikir, menelaah desain dan metode,
menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang rancu, mencatat
kata-kata yang penting.
4. Tahap Analisa Data (April-Mei 2010)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan
ke dalam catatan lapangan, selanjutnya data diolah dan dianalisa.
Al-wasilah (2008: 158) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif,
peneliti tidak boleh menunggu dan membiarkan data menumpuk, untuk
kemudian menganalisanya. Bila demikian halnya, ia akan mendapatkan
berbagai kesulitan dalam menangani data. Semakin sedikit data, semakin
mudah penanganannya.
Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data
secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti
terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.
Analisis data yang digunakan adalah analisis data induktif. Selanjutnya
dalam rangka menguji tingkat validitas dan reliabilitas, data pun diuji
dengan melakukan triangulasi yaitu dengan cara membandingkan hasil
observasi dengan hasil wawancara dan membandingkan informasi yang
diperoleh dengan hasil wawancara dan membandingkan informasi yang
diperoleh dari pihak guru dengan pihak siswa.
Peneliti menganalisis data terhadap data-data yang terkumpul
tahu dan mengingat kembali, jika saja ada data yang kurang jelas tertulis
atau sempat tidak tercatat dengan lengkap; 2) peneliti memberikan kode
pada setiap pertanyaan dan jawaban yang diberikan oleh responden; 3)
peneliti melakukan kategorisasi dengan mengumpulkan berbagai data atau
jawaban yang sama untuk pertanyaan yang diajukan; 4) peneliti
melakukan rekapitulasi terhadap data-data yang diperoleh dari para
responden berdasarkan fokus pertanyaan yang diajukan; 5) peneliti
menarik kesimpulan dari berbagai data yang telah dianalisis untuk
selanjutnya mencari dan mempelajari kepustakaan yang berkaitan dan
relevan dengan masalah penelitian.
5. Tahap Pelaporan (Mei 2010)
Berdasarkan tahap-tahap selanjutnya, data yang sudah dianalisa
kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dan dengan konsepsi
penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Jika peneliti
telah selesai dalam menganalisis data dan menemukan teori-teori yang
relevan, maka hasilnya dilaporkan pada pembimbing yang memantau hasil
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam
bab IV, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan. Secara umum,
kesimpulan ini berkaitan dengan hasil temuan yang menunjukkan efektivitas
pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dan upaya-upaya yang
dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa. Kemudian
dilanjutkan dengan uraian beberapa implikasi yang timbul dari adanya pembinaan
tersebut, serta menyusun rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan
dalam upaya-upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembinaan.
A. Kesimpulan
Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab
sosial siswa di sekolah, secara umum dapat dikategorikan dalam tiga upaya
yaitu (1) dengan memberikan motivasi pada para siswa untuk aktif dalam
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, seperti Orbit, PMR dan Pramuka, karena
kegiatan ekstrakurikuler mendukung siswa dalam mengembangkan tanggung
jawab sosial mereka; (2) melalui penyusunan dan pemberlakuan tata tertib
sekolah dengan tegas; dan (3) melalui pemberian sanksi secara tegas terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswa. Upaya-upaya tersebut cukup
efektif dalam membina tanggung jawab sosial siswa sebagai upaya
Pendekatan yang digunakan guru dalam membina tangggung jawab
sosial siswa di SMAN 1 Baleendah, secara umum ada dua yaitu (1)
pendekatan pembelajaran berbuat, dengan melakukan studi lapangan seperti
mengunjungi panti asuhan, melakukan kegiatan-kegiatan amal dan bakti
sosial, serta mengadakan berbagai lomba yang bertujuan untuk meningkatkan
tanggung jawab sosial siswa; (2) pendekatan sosio kultural, dengan
diselenggarakannya program tutor sebaya dan kelompok kerja selama
pembelajaran di kelas. Sedangkan metode yang digunakan yaitu (a) metode
keteladanan, (b) pengulangan (pembiasaan), (c) larangan dan nasehat, serta
(d) metode hukuman. Keberhasilan dalam penerapan pendekatan dan metode
tersebut, dilakukan dengan teknik dan keterampilan para guru dalam
membaca dan memahami karakteristik para siswanya serta dalam memilih
dan menggunakan metode yang tepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggung jawab sosial
siswa di sekolah dapat digolongkan pada dua faktor utama, yaitu (1) faktor
eksternal (lingkungan), meliputi keadaan lokasi sekitar sekolah, dukungan
keluarga, pengaruh teman, pengaruh budaya, keadaan SDM dan fasilitas; (2)
faktor internal, meliputi kesadaran diri (niat dan kemauan), rasa percaya diri,
ketelitian dalam bersikap dan berbuat. Kedua faktor tersebut merupakan
faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembinaan yang
dilakukan guru.
Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menghadapi hambatan yang
menanamkan kesadaran yang tinggi pada para siswa akan pentingnya
memiliki tanggung jawab sosial, (2) memberikan teguran dan nasehat secara
langsung pada siswa yang sulit dibina, serta (3) menjalin kerja sama yang baik
dengan siswa, melalui sikap keterbukaan untuk memberikan peluang pada
siswa dalam menghadapi berbagai masalah yang menjadi penghambat untuk
mewujudkan siswa yang bertanggung jawab sosial.
Upaya guru dan sekolah dalam membina tanggung jawab sosial siswa
di sekolah menengah atas sebagai upaya mengembangkan anak didik
berakhlak mulia menunjukkan hasil yang memuaskan. Dengan demikian,
upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa tersebut telah berhasil
mengembangkan anak didik untuk berakhlak mulia. Hal ini terbukti dari
banyaknya siswa yang taat dan patuh terhadap aturan-aturan yang dibuat
sekolah dan guru (tidak banyak siswa yang melakukan pelanggaran),
meskipun ada beberapa siswa yang melakukan perlanggaran; banyak siswa
yang termotivasi dan berminat untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang
diselenggarakan guru dan sekolah; banyak juga siswa yang memelihara sikap
kekeluargaan dan rasa kebersamaan, sehingga sikap kepedulian dan kepekaan
sosial mereka semakin terasah untuk mau saling memperhatikan, saling
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian di SMAN 1 Baleendah,
boleh dikatakan bahwa para guru telah berhasil dalam melakukan pembinaan
tanggung jawab sosial terhadap para siswanya sebagai upaya untuk
mengembangkan akhlak mulia mereka. Meskipun begitu, nampaknya masih
ada beberapa hal yang belum terlaksana secara maksimal dalam mewujudkan
berbagai upaya pembinaan untuk mengembangkan pribadi siswa yang
bertanggung jawab sosial. Oleh karena itu, peneliti akan mencoba
menyampaikan rekomendasi berdasarkan pada hasil penelitian tentang:
Berbagai upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab
sosial siswa, maka demi terlaksananya upaya pembinaan secara efektif dan
tercapainya tujuan pembinaan tanggung jawab sosial sebagai upaya
mengembangkan anak didik berakhlak mulia, maka kepala sekolah perlu
lebih sering melakukan pengarahan, pengawasan, dan evaluasi terhadap para
guru dalam melakukan pembinaan. Hal ini dilakukan agar kepala sekolah
sebagai penanggung jawab sekolah, dapat mengetahui perkembangan
berbagai upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial
para siswa dan memiliki tolak ukur mengenai keberhasilan sekolah dalam
menghasilkan anak didik yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi
juga berakhlak mulia.
Pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam membina tanggung
jawab sosial siswa, maka para guru hendaknya terus meningkatkan
dan metode lain yang lebih baik dan lebih efektif untuk membina pribadi
siswa agar menyadari kedudukannya sebagai makhluk sosial yang akan selalu
hidup dalam kebersamaan, sehingga para siswa terus berupaya untuk
mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada pribadi mereka.
Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pembinaan tanggung jawab sosial siswa, maka kepala sekolah, para guru dan
siswa sebaiknya menjalin kerja sama untuk terus mengembangkan berbagai
upaya yang dapat mendukung terwujudnya tanggung jawab sosial siswa dan
mengurangi serta menghadapi berbagai hambatan yang ada dengan
menemukan dan menggunakan solusi yang lebih tepat dalam rangka
mencapai hasil pembinaan yang lebih memuaskan lagi. Para guru hendaknya
memiliki sikap keterbukaan dan kepedulian yang tinggi pada para siswanya,
agar mereka dapat dengan mudah menyampaikan dan memecahkan berbagai
kendala yang dihadapi dalam mewujudkan pribadi yang bertanggung jawab
sosial.
Upaya-upaya guru dalam menghadapi hambatan pembinaan tanggung
jawab sosial siswa, maka hendaknya para guru bersikap pro aktif dalam
mengembangkan kompetensi sosial dan pedagogik mereka sebagai seorang
pengajar, pendidik, pelatih sekaligus teman dan sahabat bagi anak didiknya.
Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat menghadapi dan menangani setiap
anak didiknya tanpa mengalami kesulitan selama melakukan proses
pembinaan. Setiap guru juga harus mampu menjalin kerjasama dengan baik,
dihadapi dalam upaya pembinaan akan menjadi tanggung jawab bersama. Hal
ini dapat menjadi contoh bagi siswa dalam memelihara dan mementingkan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadinya.
Tingkat keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa di
sekolah, selain terus berupaya melakukan pembinaan di sekolah, maka pihak
sekolah hendaknya terus memelihara hubungan baik dengan orang tua siswa
dan masyarakat sekitar. Lingkungan keluarga dan masyarakat diharapkan
dapat memberikan dukungan yang sebesar-besarnya dalam proses pembinaan
tanggung jawab sosial siswa di sekolah, karena kedua lingkungan tersebut
sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari anak didik. Tanpa perhatian
dan dengan sikap acuh tak acuh dari keluarga dan masyarakat, kepekaan dan
kepedulian sosial siswa tidak akan berkembang dan anak didik akan menemui
banyak kesulitan dalam mengembangkan tanggung jawab sosialnya, sehingga
akhlak mereka dalam kesehariannya pun akan mengecewakan lingkungan
sekitarnya.
Pentingnya pembinaan tanggung jawab sosial sebagai salah satu upaya
untuk mengembangkan afektif anak didik, maka para pembuat kebijakan
pendidikan, hendaknya mau ikut memperhatikan segi perkembangan afektif
anak didik, sehingga tidak hanya memfokuskan pada keberhasilan pencapaian
akademik, tetapi dapat membuat berbagai kebijakan yang mampu menggugah
dan membangkitkan afeksi anak didik dalam memahami dan menghayati
nilai-nilai yang terkandung dalam setiap proses pembelajaran dan pembinaan
Pentingnya melakukan penelitian yang lebih luas mengenai pembinaan
tanggung jawab sosial siswa di kalangan remaja, maka hendaknya penelitian
ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian berikutnya yang lebih
komprehensif, baik kajian secara teoritis maupun praktis, sehingga berbagai
upaya pembinaan tanggung jawab sosial yang dilakukan guru terhadap para
siswanya dapat lebih terungkap lagi dengan jelas dan benar-benar dapat
dijadikan sebagai suatu upaya yang manjur dalam mengembangkan anak
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Bumi Aksara.
Alwasilah, C. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Amin, A. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.
An-Nahlawi, A. (1995). Pendidikan Islam di Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djahiri, K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif. Bandung: Lab. Pengajaran PMP FKIP.
Djahiri, K. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS.
Djamarah, B. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Driyakarya. (2006). Karya Lengkap Driyakarya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Elia, P. (1997). Bagaimana Mempersiapkan Anak Memasuki Abad ke-21. [Online]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.co.id. [20 Januari 2002]
Hall, S. & Lindzey, G. (1978). Theories Of Personality. New York: Chichester Brisbane.
Hartanto, R. (2007). Etika Terapan (Meneropong Masalah Kehidupan Manusia Dewasa Ini). Jakarta: Yayasan Kota Kita.
Ihsan, H. dan Ihsan Fuad, A. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Imron, A. (1995). Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Mangunhardjana. (1996). Pembinaan Kemampuan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Maolani, L. (2003). Pembinaan Moral Remaja Sebagai Sumber Daya Manusia di
Lingkungan Masyarakat. Bandung: PPS UPI (Tesis: Tidak
Diperdagangkan).
Moekijat. (1991). Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.
Moleong, J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Nata, A. (1996). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Qardhawi, Y. (2001). Halal dan Haram. Bandung: Rabbani Press.
Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Simorangkir. (1987). Tanggung Jawab Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarsono. (1993). Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta
Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.
Suparlan. (1993). Fungsi Pengawasan. Semarang: Aneka Ilmu.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syaodih, N. (2005). Metode Penenlitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Persperktif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tilaar, H.A.R. (2000). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ulwan, A. (1990). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: Asy Syifa.
Wahana, P. (2007). Peranan Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Manusia. Yogyakarta: Yayasan Kota Kita.
Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: Bumi Aksara.
___________. (2003). UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.