• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi proses kognitif siswa dalam menyelesaikan soal Fisika tentang perubahan wujud : sebuah studi kasus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi proses kognitif siswa dalam menyelesaikan soal Fisika tentang perubahan wujud : sebuah studi kasus."

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI PROSES KOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL FISIKA

TENTANG PERUBAHAN WUJUD (SEBUAH STUDI KASUS)

Timotius Vivid Nugroho. 2016. Identifikasi Proses Kognitif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Fisika tentang Perubahan Wujud (Sebuah Studi Kasus). Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses kognitif siswa dalam menyelesaikan soal fisika tentang perubahan wujud dan melihat tahapan problem solving-nya. Proses kognitif siswa ditinjau berdasarkan Taksonomi Bloom hasil revisi. Tahapan problem solving siswa ditinjau berdasarkan tahapan problem solving model Minnesota.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2016. Responden penelitian berjumlah empat orang siswa SMA di Yogyakarta. Metode pengambilan data berupa tes esai, think aloud, dan wawancara. Tes esai yang digunakan berjumlah satu nomor. Data yang diperoleh berupa lembar pengerjaan responden dan transkrip think aloud dan wawancara. Transkrip think aloud dan wawancara disajikan dalam satu naskah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tahapan problem solving keempat responden berbeda-beda dan tidak urut sesuai susunan model Minnesota, (2) responden A dan B berhasil menjawab soal dengan benar, sedangkan responden C dan D tidak berhasil menjawab soal dengan benar, dan (3) proses kognitif responden A dan B yang teridentifikasi meliputi proses kognitif pada kategori mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi, sedangkan responden C dan D meliputi proses kognitif pada kategori mengingat, memahami, dan mengaplikasikan.

(2)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF STUDENT’S COGNITIVE PROCESS IN

SOLVING THE PROBLEM OF PHYSICS ABOUT CHANGE OF PHASE

(A CASE STUDY)

Timotius Vivid Nugroho. 2016. Identification of Student’s Cognitive Process in Solving the Problem of Physics about Change of Phase (A Case Study). Thesis. Physics Education Study Program. Department of Mathematics and Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University of Yogyakarta.

This research aims to identify the cognitive processes of students in solving physics problem about change of phase and its problem solving. The

student’s cognitive processes were reviewed based on The Revision of Bloom’s Taxonomy. The stages of student’s problem solving were reviewed based on

Minnesota Models

This research was a qualitative research. The research was held on May to July 2016. Respondents were four students of senior high school in Yogyakarta. The data collection methods used an essay test, think aloud, and interviews. The number of items used in the essay test is one item. The data were obtained in the form of students’ answer sheets and transcripts of think aloud and interviews. Think aloud transcripts and interviews transcripts were presented in a single manuscript.

The results showed that (1) the problem solving stages of the four respondents were varied and there was no sequence according to the layout model of Minnesota, (2) respondent A and B successfully answered the problem correctly, while respondents C and D not successfully answered the problem correctly, and (3) the cognitive processes of respondents A and B were identified belong to cognitive processes in remembering, understanding, applying, analyzing, and evaluating categories, while respondents C and D were belong to cognitive processes in remembering, understanding, and applying categories.

(3)

IDENTIFIKASI PROSES KOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL FISIKA

TENTANG PERUBAHAN WUJUD (SEBUAH STUDI KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Timotius Vivid Nugroho NIM 121424017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

IDENTIFIKASI PROSES KOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL FISIKA

TENTANG PERUBAHAN WUJUD (SEBUAH STUDI KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Timotius Vivid Nugroho NIM 121424017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

”Anak muda tidak memilih jalan yang mendatar apalagi menurun.

Anak muda memilih jalan yang menanjak” (Anies Baswedan)

(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Penulis,

(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

Nama : Timotius Vivid Nugroho NIM : 121424017

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Identifikasi Proses Kognitif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Fisika tentang Perubahan Wujud

(Sebuah Studi Kasus)

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang dibuat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 31 Agustus 2016 Yang menyatakan,

(10)

vii ABSTRAK

IDENTIFIKASI PROSES KOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL FISIKA

TENTANG PERUBAHAN WUJUD (SEBUAH STUDI KASUS)

Timotius Vivid Nugroho. 2016. Identifikasi Proses Kognitif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Fisika tentang Perubahan Wujud (Sebuah Studi Kasus). Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses kognitif siswa dalam menyelesaikan soal fisika tentang perubahan wujud dan melihat tahapan problem solving-nya. Proses kognitif siswa ditinjau berdasarkan Taksonomi Bloom hasil revisi. Tahapan problem solving siswa ditinjau berdasarkan tahapan problem solving model Minnesota.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2016. Responden penelitian berjumlah empat orang siswa SMA di Yogyakarta. Metode pengambilan data berupa tes esai, think aloud, dan wawancara. Tes esai yang digunakan berjumlah satu nomor. Data yang diperoleh berupa lembar pengerjaan responden dan transkrip think aloud dan wawancara. Transkrip think aloud dan wawancara disajikan dalam satu naskah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tahapan problem solving keempat responden berbeda-beda dan tidak urut sesuai susunan model Minnesota, (2) responden A dan B berhasil menjawab soal dengan benar, sedangkan responden C dan D tidak berhasil menjawab soal dengan benar, dan (3) proses kognitif responden A dan B yang teridentifikasi meliputi proses kognitif pada kategori mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi, sedangkan responden C dan D meliputi proses kognitif pada kategori mengingat, memahami, dan mengaplikasikan.

(11)

viii ABSTRACT

IDENTIFICATION OF STUDENT’S COGNITIVE PROCESS IN

SOLVING THE PROBLEM OF PHYSICS ABOUT CHANGE OF PHASE

(A CASE STUDY)

Timotius Vivid Nugroho. 2016. Identification of Student’s Cognitive Process in Solving the Problem of Physics about Change of Phase (A Case Study). Thesis. Physics Education Study Program. Department of Mathematics and Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University of Yogyakarta.

This research aims to identify the cognitive processes of students in solving physics problem about change of phase and its problem solving. The student’s cognitive processes were reviewed based on The Revision of Bloom’s Taxonomy. The stages of student’s problem solving were reviewed based on Minnesota Models

This research was a qualitative research. The research was held on May to July 2016. Respondents were four students of senior high school in Yogyakarta. The data collection methods used an essay test, think aloud, and interviews. The number of items used in the essay test is one item. The data were obtained in the form of students’ answer sheets and transcripts of think aloud and interviews. Think aloud transcripts and interviews transcripts were presented in a single manuscript.

The results showed that (1) the problem solving stages of the four respondents were varied and there was no sequence according to the layout model of Minnesota, (2) respondent A and B successfully answered the problem correctly, while respondents C and D not successfully answered the problem correctly, and (3) the cognitive processes of respondents A and B were identified belong to cognitive processes in remembering, understanding, applying, analyzing, and evaluating categories, while respondents C and D were belong to cognitive processes in remembering, understanding, and applying categories.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang melimpah. Oleh karena rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Identifikasi Proses Kognitif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Fisika tentang Perubahan Wujud (Sebuah Studi Kasus).

Skripsi ini disusun sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian bersama yang melibatkan penulis dan rekan, yaitu Barnabas Kresna Risfikawanto. Topik utama penelitian yang diambil sama tetapi materi fisikanya berbeda.

Strategi kerja penelitan bersama ini adalah dengan mendiskusikan rumusan masalah dan mempelajari teori pokok secara bersama-sama. Metode penelitian dan analisis data dikembangkan bersama. Pembahasan dibahas dan ditafsirkan dengan kalimat sendiri. Jika secara kebetulan ditemukan kalimat yang sama, hal itu karena hasil diskusi dan sudah dengan persetujuan bersama.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, penilaian, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(13)

x

2. Bapak Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Bapak Domi Severinus M.Si. selaku dosen pendamping akademik, dan seluruh dosen program studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan pengalaman belajar yang memadai kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma;

3. Mas Arif, Mas Sugeng, dan Mbak Tari selaku staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala hal terkait administrasi penulis selama kuliah;

4. Siswa-siswi yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini; 5. Barnabas Kresna Risfikawanto selaku rekan kerja dalam penelitian ini;

6. Cosmas Jerry Anggoro, Anastasia Susi Murwaningsih, dan Gregorius Adirahmat Sahu selaku sahabat yang bersedia memberi penilaian dan masukkan untuk penelitian ini;

7. Rekan-rekan Pendidikan Fisika 2012 yang telah membuka diri untuk berdinamika, berbagi pengalaman, dan menerima penulis selama empat tahun perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi pengembangan ke arah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat menjadi referensi untuk keperluan studi dan penelitian lebih lanjut.

Yogyakarta, 31 Agustus 2016

(14)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

(15)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Kategori-Kategori dalam Dimensi Proses Kognitif ... 8

B. Masalah (Problem) ... 19

C. Pemecahan Masalah (Problem Solving)... 20

D. Materi Perubahan Wujud Zat ... 25

BAB III METODOLOGI ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Responden Penelitian ... 30

C. Desain Penelitian ... 30

D. Waktu Penelitian ... 31

E. Metode Pengumpulan Data ... 31

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 32

G. Metode Analisis Data ... 34

BAB IV DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Penelitian ... 38

B. Data ... 38

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 39

1. Responden A ... 39

Tahapan Problem Solving dan Proses Kognitif Responden A ... 52

2. Responden B ... 71

Tahapan Problem Solving dan Proses Kognitif Responden B ... 79

3. Responden C ... 93

(16)

xiii

4. Responden D ... 108

Tahapan Problem Solving dan Proses Kognitif Responden D ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 123

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rangkuman Definisi Proses-Proses Kognitif ... 9

Tabel 3.1 Coding data tahapan problem solving ... 34

Tabel 3.2 Indikator proses kognitif ... 35

Tabel 4.1 Coding tahapan problem solving responden A ... 39

Tabel 4.2 Kategori kognitif responden A ... 46

Tabel 4.3 Coding tahapan problem solving responden B ... 71

Tabel 4.4 Kategori kognitif responden B ... 75

Tabel 4.5 Coding tahapan problem solving responden C ... 93

Tabel 4.6 Kategori kognitif responden C ... 96

Tabel 4.7 Coding tahapan problem solving responden D ... 108

Tabel 4.8 Kategori kognitif responden D ... 111

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Flowchart tahapan problem solving model Minnesota ... 24

Gambar 2.2 Grafik perubahan wujud ... 28

Gambar 4.1 Pola grafik perubahan wujud ... 39

Gambar 4.2 Perhitungan panas perubahan suhu untuk es ... 40

Gambar 4.3 Perhitungan panas perubahan suhu untuk air ... 40

Gambar 4.4 Perhitungan panas perubahan wujud air menjadi es ... 41

Gambar 4.5 Perbaikan perhitungan panas perubahan suhu untuk es ... 41

Gambar 4.6 Perbaikan perhitungan panas perubahan suhu untuk air ... 41

Gambar 4.7 Perbaikan perhitungan panas perubahan wujud air menjadi es ... 42

Gambar 4.8 Perhitungan dengan asas black ... 42

Gambar 4.9 Perhitungan ulang panas perubahan suhu untuk es ... 43

Gambar 4.10 Perhitungan ulang panas perubahan suhu untuk air ... 43

Gambar 4.11 Perhitungan ulang panas perubahan wujud air menjadi es ... 43

Gambar 4.12 Perhitungan ulang dengan asas black ... 44

Gambar 4.13 Rentang kemungkinan letak suhu akhir campuran ... 44

Gambar 4.14 Perhitungan nilai suhu akhir campuran ... 45

Gambar 4.15 Persamaan panas perubahan suhu untuk es ... 46

Gambar 4.16 Persamaan panas perubahan suhu untuk air ... 46

Gambar 4.17 Persamaan panas perubahan wujud air menjadi es ... 46

(19)

xvi

panas perubahan suhu untuk air ... 46

Gambar 4.20. Flowchart tahapan problem solving responden A... 70

Gambar 4.21 Besaran yang diketahui ... 71

Gambar 4.22 Persamaan asas black ... 72

Gambar 4.23 Perhitungan nilai panas perubahan suhu air dan es ... 72

Gambar 4.24 Perhitungan panas perubahan wujud air ... 72

Gambar 4.25 Perhitungan suhu akhir campuran ... 73

Gambar 4.26 Perhitungan ulang kedua suhu akhir campuran ... 73

Gambar 4.27 Perhitungan ulang suhu akhir campuran ... 74

Gambar 4.28. Flowchart tahapan problem solving responden B ... 92

Gambar 4.29 Besaran yang diketahui ... 93

Gambar 4.30 Penentuan rumus untuk mencari suhu akhir ... 94

Gambar 4.31Eksekusi persamaan suhu akhir ... 95

Gambar 4.32 Persamaan umum tentang panas perubahan suhu ... 96

Gambar 4.33 Flowchart tahapan problem solving responden C ... 107

Gambar 4.34 Besaran yang diketahui ... 108

Gambar 4.35 Pertanyaan soal ... 108

Gambar 4.36 Persamaan panas perubahan suhu ... 109

Gambar 4.37 Perhitungan suhu akhir campuran ... 109

Gambar 4.38 Substitusi nilai pada persamaan asas black ... 112

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN I Soal Perubahan Wujud ... 126

LAMPIRAN II Kunci Jawaban Soal ... 127

LAMPIRAN III Lembar Pengerjaan Responden A ... 131

LAMPIRAN IV Lembar Pengerjaan Responden B ... 133

LAMPIRAN V Lembar Pengerjaan Responden C ... 134

LAMPIRAN VI Lembar Pengerjaan Responden D ... 135

LAMPIRAN VII Transkrip Wawancara Responden A ... 136

LAMPIRAN VIII Transkrip Wawancara Responden B ... 142

LAMPIRAN IX Transkrip Wawancara Responden C ... 145

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca masih rendah. Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Penilaian itu dipublikasikan oleh the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Indonesia sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika siswa Indonesia adalah 375, Rata-rata-Rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata skor untuk sains 382. Rata-rata skor total OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501. PISA mengukur kecakapan siswa usia 15 tahun dalam memecahkan masalah-masalah di kehidupan nyata (www.oecd.org).

(22)

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah siswa dapat dikembangkan sekaligus diuji lewat pemberian soal-soal fisika. Menurut Danovan dalam Winarti et al (2015: 66), penilaian yang dilakukan guru selama ini cenderung menekankan pada perhitungan matematis. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tidak dikembangkan. Senada dengan Rahmat, Muhardjito, dan Siti (2014: 108) yang menyatakan bahwa siswa cenderung langsung menggunakan persamaan matematis tanpa melakukan analisis, menebak rumus yang digunakan, dan menghafal cara pengerjaan contoh soal untuk digunakan pada soal lain. Setiap soal mempunyai karakteristik dan konteks yang berbeda. Akibatnya, strategi tersebut tidak dapat digunakan untuk menjawab soal lain yang karakteristik dan konteks berbeda. Strategi ini disebut strategi pattern-matching (Heller dan Kenneth, 2010: 18; Sabella dan Edward, 2007: 1019).

Pemahaman konsep dan prinsip dasar sangat penting sebelum mencoba memecahkan soal-soal (Serway dan John, 2010). Konsep membantu siswa untuk menyederhanakan, merangkum informasi, meningkatkan efisiensi dari memori, komunikas,i dan penggunaan waktu mereka (Santrock, 2009: 2-3).

(23)

dan menganalisis (5,14%). Soal seperti ini hanya menguji kemampuan berpikir tingkat rendah siswa.

Penelitian tentang problem solving siswa ketika menyelesaikan soal fisika telah banyak dilakukan. Tandiramma, Mansyur, dan Darsikin (2014: 77-85) meneliti tentang alur penalaran siswa dalam physics problem solving ditinjau dari kerangka kerja Greeno. Responden penelitian berjumlah enam siswa SMA. Metode yang digunakan adalah think aloud. Think aloud menghendaki penyampaian kerja memori otak secara lisan. Hasil penelitian berupa alur penalaran tiap responden ketika menyelesaikan soal. Alur tiap responden berbeda-beda tergantung penguasaan konsep yang dimiliki masing-masing responden.

(24)

dilakukan Syukri, Halim, dan Meerah tidak membahas penyelesaian masalah yang dilakukan oleh golongan pemula (novice).

Penelitian serupa lainnya dilakukan oleh Mufidah, Kadim, dan Sutopo (2014: 1-9). Penelitian ini tentang perbedaan pola berpikir 5 siswa expert dan 5 siswa novice ketika memecahkan masalah getaran dan gelombang. Metode yang digunakan adalah think aloud. Hasil penelitan menunjukkan adanya perbedaan pola berpikir antara kelompok siswa expert dan novice ketika memecahkan masalah. Pendekatan yang dilakukan siswa expert yaitu menganalisis variabel, mengaitkan dengan prinsip fisika yang sesuai, dan menarik kesimpulan/jawaban. Pendekatan yang dilakukan siswa novice yaitu menyampaikan jawaban dan mengaitkannya dengan prinsip fisika, tetapi tidak sesuai. Siswa novice mendapat jawaban yang tidak tepat karena tidak mempertimbangkan hubungan antarvariabel dan prinsip yang sesuai, walaupun rumus yang digunakan benar.

Temuan penelitian Tandiramma, Mansyur, dan Darsikin (2014: 77-85), Syukri, Halim, dan Meerah (2012: 61-67), maupun Mufidah, Kadim, dan Sutopo (2014: 1-9) adalah suatu pendekatan problem solving yang dilakukan responden ketika menyelesaikan masalah fisika. Penelitan ketiganya berfokus pada problem solving saja. Ketiga penelitan tidak meninjau proses kognitif respondennya ketika menyelesaikan masalah.

(25)

Fisika Dasar dan Termodinamika. Taksonomi Bloom dijadikan teori acuan untuk kemampuan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan analisis dan evaluasi mahasiswa masih rendah. Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak meninjau kemampuan kognitif menghafal, memahami, mengaplikasikan yang dimiliki responden. Penelitian ini juga tidak menjelaskan alur problem solving responden.

Berdasarkan pengalaman belajar ketika di bangku SMA dulu, terdapat hal menarik tentang pengajaran yang diberikan guru. Saat penjelasan materi tentang perubahan wujud, contoh soal yang guru berikan justru untuk kasus pencampuran dua objek yang tidak melibatkan peristiwa perubahan wujud tetapi hanya perubahan suhu. Alhasil, ketika dihadapkan pada soal yang konteksnya melibatkan perubahan wujud, kebanyakan siswa memaksakan persamaan perubahan suhu untuk menjawab soal. Siswa menggunakan cara yang sama persis dengan yang berikan guru saat membahas contoh soal.

Perubahan wujud adalah pokok bahasan fisika yang di dalamnya menggunakan sedikit persamaan. Praktis hanya terdapat tiga persamaan pokok yaitu persamaan panas perubahan suhu, persamaan panas perubahan wujud, dan persamaan asas black. Namun demikian, tingkat kesulitan soal, khususnya bagian menganalisis permasalahan, dapat divariasi sesuai keperluan.

(26)

hasil revisi. Taksonomi ini umum digunakan dalam bidang pendidikan (Winarti et al, 2015; Kiong et al, 2012; Winarti, 2015). Tahapan problem solving yang digunakan mengacu pada model Minnesota.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang ingin diteliti, yaitu:

1. Bagaimana tahapan problem solving yang siswa tempuh saat menyelesaikan soal fisika tentang perubahan wujud?

2. Bagaimana proses kognitif siswa saat menyelesaikan soal fisika tentang perubahan wujud?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Responden penelitian berjumlah empat orang siswa kelas X. 2. Materi yang digunakan pada soal adalah perubahan wujud. 3. Bentuk soal yang digunakan berupa tes esai.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

(27)

2. mendeskripsikan proses kognitif siswa saat menyelesaikan soal fisika tentang perubahan wujud.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

a. Guru dapat mendiagnosis letak kekurangan kemampuan problem solving siswa untuk kemudian ditindaklanjuti;

b. Guru dapat mengetahui kecenderungan cara siswa mengerjakan soal tentang perubahan wujud;

c. Guru dapat mengetahui proses kognitif siswa saat menyelesaikan soal fisika;

d. Hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi untuk guru supaya melatih kemampuan problem solving siswa dengan soal-soal yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2. Bagi Siswa

a. Siswa dapat mengetahui letak kekurangan ataupun kelebihan kemampuan problem solving fisika mereka;

(28)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kategori-Kategori dalam Dimensi Proses Kognitif

Kognitif didefinisikan sebagai proses mental atau aktivitas pikiran (Suharnan, 2005: 2). Proses mental atau pikiran itu meliputi bagaimana seseorang memperoleh informasi, bagaimana informasi itu direpresentasikan dan ditransformasikan sebagai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu disimpan dalam ingatan kemudian dimunculkan kembali. Jadi, definisi proses kognitif sama dengan kognitif itu sendiri. Proses kognitif tidak dapat diamati secara langsung.

Anderson L. W. dan David R. K. pada tahun 2001 mempublikasikan hasil revisi terhadap Taksonomi Bloom khususnya pada dimensi kognitif. Taksonomi Bloom hasil revisi terdiri dari enam kategori, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Kategori mengingat, memahami, dan mengaplikasikan termasuk kemampuan berpikir tingkat rendah (lower order thinking skills). Kategori menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi

(higher order thinking skills) (Winarti et al, 2015: 66).

Buku terjemahan berjudul Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen karangan Anderson dan David, (2010)

(29)

Tabel 2.1 Rangkuman Definisi Proses-Proses Kognitif No. Kategori dan Proses

Kognitif Nama-nama lain Definisi 1 MENGINGAT – Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang

Mengenali Mengidentifikasi Membandingkan informasi yang baru diterima dengan pengetahuan identik di memori jangka panjang.

Mengingat kembali Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang untuk diproses di memori kerja karena soal menghendaki demikian.

2 MEMAHAMI – Mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru

Menafsirkan Mengklarifiksasi Memparafrasakan Merepresentasi Menerjemahkan

Mengubah satu bentuk informasi (misalnya, angka) menjadi bentuk lain (misalnya, kata-kata).

Mencontohkan Mengilustrasikan Memberi contoh

Memberi contoh tentang konsep atau prinsip umum.

Mengklasifikasikan Mengkategorikan Mengelompokkan

Menentukan bahwa sesuatu termasuk dalam kategori tertentu.

Merangkum Menggeneralisasi Mengabstraksi

Mengabstraksikan tema umum atau poin-poin penting.

Menyimpulkan Mengekstrapolasi Menginterpolasi Memprediksi

Membuat kesimpulan logis dari informasi yang diterima.

Membandingkan Mengontraskan Memetakan Mencocokkan

Menentukan persamaan dan

perbedaan antara dua ide, dua objek, peristiwa, dan semacamnya. Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab-akibat dalam

sebuah sistem

3 MENGAPLIKASIKAN – Menggunakan atau menerapkan suatu prosedur dalam keadaan tertentu

Mengeksekusi Melaksanakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar

Mengimplementasikan Menggunakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familiar

4 MENGANALISIS – Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian kecil dan menentukan hubungan antarbagian, antara bagian-bagian, dan struktur keseluruhannya

Membedakan Menyendirikan Memilah Memfokuskan Memilih

Membedakan bagian materi pelajaran uang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting dari sebuah struktur. Mengorganisasi Menemukan

Koherensi Membuat garis besar Menstrukturkan Memadukan Mendeskripsikan peran

Mengidentifikasi elemen-elemen dan mengenali bagaimana elemen-elemen itu membentuk sebuah struktur yang koheren.

(30)

5 MENGEVALUASI – Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar. Memeriksa Mengoordinasi

Mendeteksi Memonitor menguji

Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk; menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki konsistensi internal; menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktikkan.

Mengkritik Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal;

menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi

eksternal;menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah.

6 MENCIPTA –memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal

Merumuskan Membuat hipotesis Membuat hipotesis berdasarkan kriteria.

Merencanakan Mendesain Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas Memproduksi Mengkonstruksi Menciptakan suatu produk.

a. Mengingat

Mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari

memori jangka panjang. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Kategori Mengingat terdiri dari proses kognitif mengenali dan mengingat kembali.

1) Mengenali

(31)

atau tidak dan mencari kesesuaian di antara keduanya. Istilah lain dari proses kognitif mengenali adalah mengidentifikasi.

2) Mengingat Kembali

Proses kognitif mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Soalnya sering berupa pertanyaan. Dalam mengingat kembali, seseorang mencari informasi di memori jangka

panjang dan membawanya ke memori kerja untuk diproses. Istilah lain dari proses kognitif mengingat kembali adalah mengambil.

b. Memahami

Seseorang dikatakan Memahami bila dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Pengetahuan baru dihubungkan dengan pengetahuan lama. Pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk proses memahami. Kategori Memahami meliputi proses kogntif menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

1) Menafsirkan

(32)

Istilah lain dari proses kognitif menafsirkan adalah menerjemahkan, memparafrasakan, menggambarkan, dan mengklarifikasi.

2) Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan adalah memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Proses kognitif mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum dan menggunakan ciri-ciri untuk memilih atau membuat contoh. Istilah lain dari proses kognitif mencontohkan adalah mengilustrasikan dan memberi contoh

3) Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan adalah mengetahui bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep atau prinsip). Proses kognitif mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang sesuai dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Istilah lain dari proses kognitif mengklasifikasikan adalah mengkategorikan dan mengelompokkan

4) Merangkum

(33)

5) Menyimpulkan

Proses kognitif menyimpulkan adalah proses menemukan pola dalam sejumlah contoh. Proses kognitif menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat mengabstrasikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati dan menarik hubungan di antara ciri-ciri setiap contohnya. Proses kognitif menyimpulkan melibatkan proses kognitif membandingkan seluruh

contohnya dan juga proses kognitif mengeksekusi, yang merupakan proses kognitif dalam kategori mengaplikasikan. Istilah lain dari proses kognitif menyimpulkan adalah mengekstrapolasi, menginterpolasi, dan memprediksi.

6) Membandingkan

Proses kognitif membandingkan adalah proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi. Istilah lain dari proses kognitif membandingkan adalah mengontraskan, memetakan, dan mencocokan.

7) Menjelaskan

(34)

peristiwa tersebut memengaruhi perubahan pada bagian lain. Istilah lain dari proses kognitif menjelaskan adalah membuat model.

c. Mengaplikasikan

Kategori mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Kategori mengaplikasikan terdiri dari proses kognitif mengeksekusi dan mengimplementasikan

1) Mengeksekusi

Dalam proses kognitif mengeksekusi, seseorang secara rutin menerapkan prosedur ketika menghadapi tugas yang sudah familier (misalnya soal latihan). Familiaritas tugas acap kali memberikan petunjuk yang cukup untuk memilih prosedur yang tepat dan menggunakannya. Proses kognitif mengeksekusi lebih sering diasosiasikan dengan penggunaan keterampilan dan algoritma ketimbang dengan teknik dan metode. Istilah lain dari proses kognitif mengeksekusi adalah melaksanakan

2) Mengimplementasikan

(35)

kategori memahami dan mencipta. Siswa tidak segera mengetahui mana prosedur (dari alternatif-alternatif yang ada) yang mesti dipakai. Istilah lain dari proses kognitif mengimplementasikan adalah menggunakan.

d. Menganalisis

Kategori Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antar setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Menganalisis juga dapat dipandang sebagai perluasan dari kategori memahami atau sebagai pembuka untuk kategori mengevaluasi atau mencipta. Kategori memahami, menganalisis, dan mengevaluasi kerap kali saling terkait.

Namun, terkadang orang yang memahami materi pelajaran belum tentu dapat menganalisisnya dengan baik. Orang yang terampil menganalisisnya belum tentu bisa mengevaluasinya. Kategori menganalisis meliputi proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.

1) Membedakan

(36)

2) Mengorganisasi

Proses kognitif mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam proses kognitif mengorganisasi, seseorang membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar potongan informasi. Proses kognitif mengorganisasi biasanya terjadi bersamaan dengan proses kognitif membedakan. Seseorang awalnya mengidentifikasi elemen-elemen yang relevan atau penting dan kemudian menentukan sebuah struktur yang terbentuk dari elemen-elemen itu. Istilah lain dari proses kognitif mengorganisasi adalah menstrukturkan, memadukan, menemukan, koherensi, membuat garis besar, dan mendeskripsikan peran.

3) Mengatribusikan

Proses kognitif mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai, atau tujuan di balik komunikasi. Proses kognitif mengatribusikkan melibatkan proses dekonstruksi yang di dalamnya seseorang menentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang diberikan oleh guru. Istilah lain dari proses kognitif mengatribusikan adalah mendekonstruksi.

e. Mengevaluasi

(37)

sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Standar-standarnya bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Standar – standar ini berlaku pada kriteria. Kemampuan mengevaluasi membantu seseorang mencari tahu apakah solusi yang dibuat efektif atau tidak. Kategori mengevaluasi mencakup proses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal) dan proses kognitif mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria

eksternal). 1) Memeriksa

Proses kognitif memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam suatu operasi atau produk. Istilah lain dari proses kognitif memeriksa adalah menguji, mendeteksi, memonitor, dan mengoordinasi.

2) Mengkritik

Proses kognitif mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan kriteria dan standar eksternal. Dalam proses kognitif mengkritik, sesorang mencatat ciri-ciri positif dan negatif dari suatu produk dan membuat keputusan setidaknya sebagian berdasarkan ciri-ciri tersebut. Istilah lain dari proses kognitif mengkritik adalah menilai.

f. Mencipta

(38)

menghendaki seseorang untuk membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen jadi suatu pola yang tidak pernah ada sebelumnya. Kategori mencipta terdiri dari proses kognitif merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.

1) Merumuskan

Proses kognitif merumuskan melibatkan proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria tertentu. Merumuskan melampaui batasan pengetahuan lama dan teori-teori yang ada. Proses kognitif ini melibatkan proses berpikir divergen dan menjadi inti dari apa yang disebut berpikir kreatif. Istilah lain dari proses kognitif merumuskan adalah membuat hipotesis.

2) Merencanakan

Proses kognitif merencanakan melibat proses merencanakan metode penyelesaian masalah yang sesuai dengan kriteria-kriteria masalahnya, yakni membuat rencana untuk menyelesaikan masalah. Proses kognitif merencanakan adalah mempraktikkan langkah-langkah untuk menciptakan solusi yang nyata bagi suatu masalah. Istilah lain dari proses kognitif merencanakan adalah mendesain.

3) Memproduksi

(39)

memasukkan orisinalitas atau kekhasan sebagai salah satu spesifikasinya. Tujuan yang memasukkan orisinalitas atau kekhasan merupakan tujuan memproduksi. Istilah lain dari proses kognitif memproduksi adalah mengkonstruksi.

B. Masalah (Problem)

Stephen Krulik dan Jesse A. Rudnick (1996: 3) mendefinisikan masalah sebagai sebuah situasi, baik kuantitatif atau kualitatif, yang dihadapkan pada individu atau kelompok, yang memerlukan pemecahan, tetapi individu tersebut tidak dapat melihat dengan jelas cara memperoleh pemecahannya. Masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara situasi sekarang (present state) dengan situasi yang dituju (goal state) (Suharnan, 2005: 283).

Syarat dari sebuah masalah yaitu harus dapat menjamin bahwa siswa tidak akan bisa menjawab secara tepat hanya dengan mengandalkan ingatan (Anderson dan David, 2010: 108). Masalah yang memungkinkan seseorang menemukan solusi dengan mudah dan sudah tahu cara untuk menghasilkannya akan disebut “latihan”. Proses tersebut tidak termasuk dalam lingkup pemecahan masalah. Istilah masalah dalam konteks penelitian ini adalah soal fisika.

(40)

1. sulit untuk didapatkan jawabannya jika hanya menggunakan beberapa persamaan dan sekedar memasukkan angka;

2. sulit untuk didapatkan jawabannya jika hanya sekedar melakukan pencocokan pola pengerjaan yang sudah-sudah;

3. sulit untuk memecahkan masalah tanpa pertama-tama menganalisis kejadian masalah itu;

[image:40.595.88.514.191.608.2]

Sulit untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam soal tanpa menggambar sebuah gambar dan menunjuk besaran-besaran penting pada gambar itu;

4. menghidari penggunaan isyarat bantuan fisika seperti bidang miring, bergerak dari diam, gerak peluru, dll.

Menghindari isyarat bantuan fisika membuat siswa sulit untuk melakukan pencocokan pola. Justru siswa didorong untuk membangun hubungan antara fisika dan struktur pengetahuan yang mereka punya;

5. diperkuat dengan analisis logis konsep-konsep dasar.

C. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

(41)

secara langsung untuk menemukan suatu solusi. Pemecahan masalah melibatkan penemuan sebuah cara yang sesuai untuk mencapai suatu tujuan (Santrock, 2009: 26).

Patricia Heller dan Kenneth Heller (1999) mengembangkan tahapan problem solving khusus bidang fisika. Tahapan problem solving ini dikenal

dengan sebutan model Minnesota. Tahapan problem solving ini berfokus pada prosedur-prosedur untuk menyelesaikan soal-soal bidang fisika. Tahapan-tahapan tersebut yaitu:

1. Fokus pada masalah

Pada langkah ini, deskripsi kualitatif dari masalah dibangun. Pertama, setiap deskripsi dari masalah divisualisasikan dengan menggunakan sketsa. Pernyataan singkat dari sesuatu yang ingin dicari harus dituliskan. Gagasan-gagasan fisika yang berguna dalam masalah dituliskan dan pendekatan-pendekatan terkait dideskripsikan. Ketika menyelesaikan langkah ini maka tidak perlu harus mengacu pada pernyataan masalah lagi.

2. Deskripsi secara fisika

(42)

antarprinsip fisika dituliskan. Hasil dari langkah ini berisi semua informasi yang relevan sehingga tidak perlu lagi melihat kembali langkah 1.

3. Merencanakan solusi

Pada langkah ini, deskripsi fisika diterjemahkan ke dalam persamaan matematis dengan menggunakan persamaan yang telah disebutkan dalam langkah 2. Setiap persamaan harus mempunyai tujuan yang spesifik untuk menemukan besaran yang belum diketahui dalam masalah tersebut. Sebuah persamaan biasanya membutuhkan besaran baru yang tidak diketahui, yang harus dicari menggunakan persamaan lain. Saat melakukan operasi matematik untuk mengisolasi sejumlah besaran yang tidak diketahui, dapat membantu kita membuat garis besar agar sampai pada solusi.

4. Mengeksekusi rencana

Pada langkah ini, rencana yang telah dibuat sebelumnya dieksekusi. Semua besaran yang telah diketahui dimasukkan ke dalam solusi aljabar seperti yang telah dijabarkan pada langkah 3. Langkah ini dilakukan untuk menentukan nilai besaran yang belum diketahui.

5. Mengevaluasi jawaban

Langkah terakhir adalah memeriksa pekerjaan untuk melihat bahwa yang telah dinyatakan itu sudah tepat, masuk akal, dan benar-benar menjawab pertanyaan yang diminta.

(43)
(44)
[image:44.595.85.536.105.685.2]
(45)

D. Materi Perubahan Wujud Zat

1. Konsep kalor

Kalor adalah energi yang dipindahkan dari satu objek ke objek lain karena perbedaan suhu (Giancoli, 2014: 484). Kalor didefinisikan sebagai energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan (Kanginan, 2013: 324). Kalor tidak pernah mengalir dari benda bersuhu rendah ke benda bersuhu tinggi secara spontan (Surya, 2010: 13).

Kalor dilambangkan dengan . Satuan SI untuk kalor adalah joule atau biasa ditulis . Satuan kalor selain joule adalah kalori atau biasa ditulis . Nilai setara dengan .

Bila kalor mengalir ke suatu benda, suhu benda akan naik (dengan asumsi tidak ada perubahan wujud). Jumlah kalor yang dibutuhkan untuk mengubah suhu dari suatu benda adalah proporsional terhadap massa benda tersebut dan perubahan suhunya (Giancoli, 2014: 486). Secara matematis dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.1).

(2.1)

dengan adalah kalor (J), adalah massa benda (kg), adalah perubahan suhu ( , dan adalah sebuah karakteristik kuantitas dari

benda yang disebut kalor jenis ( ).

(46)

ditambahkan pada bahan tersebut untuk menyebabkan suatu perubahan suhu (Serway dan John, 2010: 42). Persamaan (2.1) berlaku jika terdapat perubahan suhu.

2. Asas Black

Ketika dua benda berbeda suhu saling bersentuhan, maka benda bersuhu lebih tinggi akan melepaskan energi ke benda bersuhu lebih rendah. Akibatnya suhu benda yang tadinya tinggi akan turun dan suhu benda yang tadinya rendah akan naik sampai suhu kedua benda menjadi sama. Keadaan saat suhu kedua benda bernilai sama disebut kesetimbangan termal (Serway dan John, 2010: 4). Pada peristiwa tersebut berlaku hukum kekekalan energi. Menurut hukum kekekalan energi, total kalor yang dipindahkan, baik ke dalam atau keluar dari sistem (benda yang saling berinteraksi) tersebut adalah nol (Giancoli, 2014: 489). Secara matematis dituliskan sebagai berikut,

(2.2)

atau persamaan (2.2) dapat dijabarkan menjadi seperti persamaan (2.3).

(2.3)

Bentuk lain dari persamaan (2.3) yang sering dijumpai yakni,

(2.4)

Persamaan (2.4) juga dikenal sebagai persamaan asas Black

3. Perubahan Wujud Zat

(47)

perpindahan energi tidak menghasilkan perubahan suhu pada zat tersebut. Kasus ini terjadi saat zat berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Peristiwa ini disebut perubahan wujud atau perubahan fase (Serway dan John, 2010: 47). Ketika benda berubah wujud dari padat menjadi cair atau dari cair menjadi gas, sejumlah energi tertentu terlibat dalam perubahan wujud ini (Giancoli, 2014: 491). Jika es dipanasi (diberi kalor), beberapa waktu kemudian es berubah wujud menjadi air, dan selanjutnya air berubah wujud menjadi uap. Demikian pula jika uap air didinginkan. Beberapa waktu kemudian uap air berubah wujud menjadi air, dan selanjutnya air akan berubah wujud menjadi es (Kanginan, 2013: 332).

Jumlah energi yang dipindahkan selama perubahan wujud tergantung pada jumlah zatnya. Jika energi sebesar Q dibutuhkan untuk mengubah wujud zat bermassa m, perbandingan L = Q/m menunjukkan karakteristik termal zat. Besaran L disebut juga dengan kalor laten zat. Nilai L suatu zat berbeda dengan zat lainnya tergantung pada sifat alamiah perubahan wujudnya, yang juga merupakan karakteristik zat. Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa energi yang dibutuhkan untuk mengubah wujud suatu zat bermassa m mengikuti persamaan (2.5).

(2.5)

Persamaan (2.5) berlaku ketika terjadi perubahan wujud dari padat ke cair, cair ke padat, cair ke gas, ataupun gas ke cair.

(48)

cair ke padat (membeku), istilahnya diganti menjadi kalor laten pembekuan. Nilai dan simbol dari kalor laten peleburan sama dengan kalor laten pembekuan. Untuk air, perubahan wujud dari cair ke padat ataupun padat ke cair terjadi pada suhu . Suhu ini disebut titik beku air.

Untuk perubahan dari cair ke gas (menguap), istilah yang dipakai adalah kalor laten penguapan. Simbolnya adalah . Jika perubahannya dari gas ke cair (mengembun), istilahnya diganti menjadi kalor laten pengembunan. Nilai dan simbol dari kalor laten penguapan sama dengan kalor laten pengembunan. Untuk air, perubahan wujud dari cair ke gas ataupun gas ke cair terjadi pada suhu . Suhu ini disebut titik didih air. Perlu diperhatikan bahwa untuk satu jenis zat (misal air), nilai dari

[image:48.595.86.514.242.628.2]

berbeda dengan .

Gambar 2.2 Grafik perubahan wujud

(49)

eksperimen yang diperoleh saat energi ditambahkan secara berangsur-angsur pada es.

Bagian A. Pada kurva ini terjadi perubahan suhu. Suhu es berubah dari menjadi . Jika kalor jenis es adalah maka jumlah energi

yang harus diberikan pada es mengikuti persamaan (2.6).

(2.6)

Bagian B. Pada kurva ini terjadi perubahan wujud. Untuk mengubah es bersuhu menjadi air bersuhu diperlukan energi yang besarnya mengikuti persamaan (2.7).

(2.7)

Bagian C. Pada kurva ini terjadi perubahan suhu. Suhu air berubah dari menjadi . Jika kalor jenis air adalah , maka besarnya energi

yang harus diberikan pada air mengikuti persamaan (2.8).

(2.8)

Bagian D. Pada kurva ini terjadi perubahan wujud. Untuk mengubah air bersuhu menjadi uap air bersuhu , diperlukan energi yang besarnya mengikuti persamaan (2.9).

(50)

30 BAB III

METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008: 6).

B. Responden Penelitian

Responden penelitian ini berjumlah empat siswa SMA. Selanjutnya identitas tiap responden diberi kode A, B, C, dan D. Keempat responden telah mendapatkan materi tentang perubahan wujud di SMA masing-masing. Responden A dan B berasal dari SMA Negeri yang sama. Responden C dan D, masing-masing berasal dari SMA Swasta yang berbeda. Tiga responden tergabung dalam tim olimpiade fisika di SMA masing-masing. Peneliti meminta responden untuk mempelajari kembali materi secara pribadi sebelum hari pengambilan data dimulai.

C. Desain Penelitian

(51)

kejadian khusus. Sesuatu yang diteliti tersebut hanya satu atau kecil lingkupnya. Studi kasus mudah untuk dilakukan dan juga tidak perlu menggeneralisasi apapun (Suparno, 2010: 157).

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Yogyakarta pada bulan Mei – Juni 2016.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes esai, think aloud, dan wawancara. Responden diminta untuk mengerjakan soal tentang perubahan wujud yang telah disiapkan peneliti. Durasi pengerjaan soal tidak dibatasi agar responden dapat berpikir secara maksimal tanpa tergesa-gesa. Lembar pengerjaan responden dikumpul untuk dijadikan data.

Peneliti meminta responden untuk menyelesaikan soal sambil mengungkapkan secara lisan proses berpikirnya. Permintaan ini bisa diulang jika diperlukan. Segala sesuatu yang mereka katakan kemudian direkam dan digunakan sebagai data untuk dianalisis. Metode ini cocok digunakan untuk mengungkap proses kognitif seseorang. Metode ini disebut metode think aloud (van Someren, Yvonne, dan Jacobijn, 1994).

(52)

Peneliti melakukan dua kali latihan pengambilan data sebelum melakukan pengambilan data yang sesungguhnya. Latihan dilakukan untuk dua responden yang berbeda. Latihan dilakukan untuk menguji apakah kalimat soal yang digunakan mudah dipahami oleh reponden atau tidak. Jika kalimat soal sulit dipahami, konstruksi kalimat tersebut diperbaiki. Selain itu, latihan juga bertujuan supaya peneliti dapat terlatih melakukan wawancara.

F. Instrumen Pengumpulan Data

1. Tes esai

Soal disusun agar bisa mengungkap proses problem solving dan proses kognitif responden ketika memecahkan masalah. Tingkatan soal dibuat untuk melihat proses kognitif pada kategori mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, dan mengevaluasi. Soal tidak dibuat sampai pada kategori mencipta. Soal yang digunakan berjumlah satu nomor. Soal disusun berdasarkan syarat-syarat soal fisika yang layak digunakan untuk menguji kemampuan problem solving siswa menurut Patricia Heller dan Kenneth Heller (2010: 27), yaitu:

a. sulit untuk didapatkan jawabannya jika hanya menggunakan beberapa persamaan dan sekedar memasukkan angka;

b. sulit untuk didapatkan jawabannya jika hanya sekedar melakukan pencocokan pola pengerjaan yang sudah-sudah;

(53)

dalam soal tanpa menggambar sebuah gambar dan menunjukan besaran-besaran penting pada gambar itu;

d. menghidari penggunaan isyarat bantuan fisika seperti bidang miring, bergerak dari diam, gerak peluru, dll. Menghindari isyarat bantuan fisika membuat siswa sulit untuk melakukan pencocokan pola. Siswa didorong untuk membangun hubungan antar konsep fisika dengan struktur pengetahuan yang mereka punya;

e. soal diperkuat dengan analisis logis konsep-konsep dasar.

Soal yang digunakan dalam penelitian ini selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Tujuannya adalah untuk melihat kelayakan soal sebagai insturmen. Soal disajikan dalam lampiran I. Kunci jawaban soal dibuat berdasarkan tahapan problem solving model Minnesota. Kunci jawaban soal disajikan dalam lampiran II.

2. Wawancara

(54)

G. Metode Analisis Data

1. Membuat Transkrip Data

Hasil rekaman think aloud dan wawancara diubah menjadi bentuk dialog tertulis untuk mempermudah proses analisis data. Transkrip think aloud dan wawancara digabung menjadi satu naskah untuk tiap responden.

Transkrip tersebut terlampir pada lampiran VII, VIII, IX, dan X. 2. Coding Tahapan Problem Solving Responden

Coding data dilakukan untuk melihat tahapan problem solving

[image:54.595.90.554.249.764.2]

responden. Coding dibuat berdasarkan tahapan problem solving model Minnesota. Panduan coding disajikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Coding data tahapan problem solving

Tahapan Problem Solving Kode

Fokus Pada Masalah 1

Mengkonstruksi gambaran mental urutan kejadian yang dideskripsikan dalam pernyataan soal

1.1

Membuat sketsa gambar yang mewakili gambaran mental tersebut: termasuk informasi yang diberikan

1.2

Menentukan pertanyaan soal 1.3

Memilih pendekatan yang mengarahkan pada solusi soal 1.4

Deskripsi Soal Secara Fisika 2

Mengkonstruksi diagram untuk menunjukkan hubungan penting dari ruang dan waktu setiap objek

2.1

Memastikan semua simbol yang mewakili besaran pada diagram telah terdefinisi 2.2

Menyatakan besaran yang ditanya 2.3

Menyatakan hubungan matematis dari konsep-konsep dasar dan kendala-kendala khusus 2.4

Merencanakan Solusi 3

Memilih salah satu persamaan yang melibatkan besaran yang ditanya 3.1 Adakah besaran tambahan yang tidak diketahui?

 Jika ya, memilih sebuah persamaan baru dari hubungan antar besaran yang mana mencakup besaran baru yang belum diketahui

 Jika tidak, menyelesaikan persamaan dari besaran yang belum diketahui tadi dan mensubstitusikan ke persamaan sebelum

3.2

3.3 Menurunkan persamaan untuk besaran yang ditanya dan memeriksa satuan dari hasil

penurunan itu

3.4

Mengeksekusi Rencana 4

Memasukkan nilai dan satuan setiap besaran ke persamaan dari besaran yang ditanya 4.1 Memeriksa bahwa setiap besaran tambahan dari penyelesaian sudah dalam satuan yang

sesuai

4.2

(55)

Menghitung nilai besaran yang ditanya dengan menggabungkan angka dan satuannya 4.4 Mengkonversi satuan yang diperlukan untuk menyederhanakan tampilan ke bentuk yang mudah dipahami

4.5

Mengevaluasi Jawaban 5

Memeriksa bahwa jawaban sudah dinyatakan dengan tepat 5.1

Memeriksa bahwa jawaban sudah masuk akal 5.2

Memeriksa ulang penyelesaian yang dibuat 5.3

Tentukan jika jawaban sudah lengkap 5.4

3. Mengidentifikasi Proses Kognitif Responden

[image:55.595.87.559.111.749.2]

Identifikasi proses kognitif responden mengacu pada Taksonomi Bloom hasil revisi. Indikator untuk mengidentifikasi proses kognitif yang dimiliki responden ketika menyelesaikan soal disajikan pada tabel 3.2. Setiap kategori kognitif terdiri dari beberapa proses kognitif. Indikator dibuat untuk setiap proses kognitif. Indikator yang dibuat untuk setiap proses kognitif ada yang berjumlah lebih dari satu. Jika salah satu indikator sudah terpenuhi, maka itu sudah cukup untuk mengidentifikasi proses kognitif yang terlibat. Dari proses kognitif yang terindikasi, selanjutnya bisa diidentifikasi kategori kognitifnya.

Tabel 3.2 Indikator proses kognitif

Kategori Kognitif Proses Kognitif Indikator

Mengingat Mengenali - Responden menyebutkan/menuliskan besaran-besaran yang diketahui dansimbolnya yang sesuai. Besaran dan simbolnya adalah dua hal yang identik karena simbol adalah wujud pemodelan dari besaran. Mengingat kembali - Responden menuliskan persamaan

untuk kasus panas yang melibatkan perubahan suhu

- Responden menuliskan persamaan untuk kasus panas yang melibatkan perubahan wujud

- Responden menuliskan persamaan

untuk kasus serah terima

panas ketika dua objek dicampur

(56)

grafik

- Responden menyebutkan arti fisis dari persamaan

- Responden menyebutkan arti fisis dari persamaan

- Responden menyebutkan arti fisis dari asas black

- Responden mengubah fenomena

pencampuran ke dalam bentuk persamaan asas black

- Responden membaca arti grafik perubahan wujud

- Responden menafsirkan hasil perhitungan matematis ke dalam kata-kata sendiri Mengklasifikasikan - Responden mengelompokkan panas mana

saja yang termasuk dalam dan

Merangkum - Responden mengkonstruksi kejadian yang digambarkan pada soal dengan bahasa sendiri Menyimpulkan - Responden menyimpulkan bahwa jika

air lebih kecil dari es, maka es

tidak akan sampai melebur Membandingkan - Responden membandingkan bahwa

penggunaan panas saat perubahan suhu berbeda dengan panas saat perubahan wujud - Responden membandingkan massa air dan

massa es untuk memperkirakan wujud akhir keduanya setelah dicampur

- Responden membandingkan nilai air dengan es

Menjelaskan - Responden menjelaskan bahwa ketika terjadi pencampuran dua benda yang berbeda suhu, maka benda yang panas akan memberikan kalor pada benda yang lebih dingin. - Responden menjelaskan akibat yang terjadi

jika air lebih kecil dari es - Responden menjelaskan makna perubahan

suhu jika ditulis secara matematis

- Responden menjelaskan akibat yang terjadi jika benda bersuhu 00C

Mengaplikasikan Mengeksekusi - Responden langsung menggunakan persamaan

untuk menyelesaikan soal

Mengimplementasikan - Responden menggunakan persamaan panas pada konteks yang tepat

- Responden memodifikasi persamaan asas black sesuai dengan konteks peristiwa yang terjadi

(57)

- Responden membagi empat proses penting: penurunan suhu air, pembekuan air, penurunan suhu air yang sudah membeku sampai ke suhu akhir campuran, dan kenaikan suhu es sampai ke suhu akhir campuran

- Responden memecah permasalahan dengan mencari dulu panas yang dilepas air dan panas yang diserap es.

Mengorganisasi - Responden memadukan tiga jenis perhitungan panas ke dalam ruas-ruas persamaan asas black yang sesuai. Mengevaluasi Memeriksa - Responden memutuskan bahwa air yang

membeku karena memenuhi syarat tertentu yaitu air lebih kecil dari es - Responden melakukan cek ulang jawaban

(58)

38 BAB IV

DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2016. Responden penelitian berjumlah empat siswa dari tiga SMA yang berada di Yogyakarta. Peneliti tidak memberikan penjelasan materi terlebih dahulu kepada responden. Peneliti meminta responden untuk langsung mengerjakan soal yang telah disiapkan.

Proses pengambilan data dilakukan dengan metode think aloud. Peneliti meminta responden untuk mengungkapkan secara lisan apa yang sedang dipikirkan ketika proses pengerjaan soal berlangsung. Metode wawancara digunakan setelah responden selesai mengerjakan soal. Wawancara bersifat konfirmasi untuk mengungkap cara berpikir siswa yang belum sempat diungkapkan ketika mengerjakan soal.

B. Data

Data berupa lembar pengerjaan responden dan transkrip think aloud dan wawancara. Untuk setiap responden, transkrip think aloud dan wawancara disajikan dalam satu naskah. Transkrip terdiri dari dua bagian. Bagian I berisi data yang diambil saat responden mengerjakan soal sampai akhir (think aloud). Bagian II berisi data yang diambil saat peneliti meminta responden

(59)

39

C. Analisis Data dan Pembahasan

1. Responden A

Tabel 4.1 Coding tahapan problem solving responden A A: Responden A

P: Peneliti

No. Kutipan Pernyataan Gambar Pengerjaan Responden

Kode Tahapan

Problem Solving

1 I A : {responden A membaca soal tanpa bersuara}

P : ”Menurutmu, bagaimana maksud soalnya itu?” A : ”Eee… jadi ini pake asas black ngerjainnya” P : ”Peristiwanya apa itu?”

A : ”Pencampuran. Es bersuhu -50C, ini kan dicampur sama air yang lebih panas, berarti es nya nanti suhunya pasti naik sampai 00C kemudian diubah, kalau kalornya diserap, diubah jadi air. Sedangkan yang air ini dari 60C kan dicampur sama yang lebih dingin, es, jadi suhunya nanti

turun.”

Gambar 4.1Pola grafik perubahan wujud

1.4 1.1 2.1

II A : ”Dari soal yang pertama tadi, ada es 245 kg suhunya -50C dicampur dengan air 5,6 kg suhunya 60C.”

(60)

40

3 I A : ”Jadi misalnya, {sambil menulis persama.an seperti gambar 4.2} ini kalor es. Ini berarti

, kalor yang dibutuhkan es untuk mencapai suhu 00C itu sama

dengan 612,5 kal.”

Gambar 4.2 Perhitungan panas perubahan suhu untuk es

2.4 3.2

4 I A : ”Terus kalau yang kalor dari air {sambil menulis persamaan seperti gambar 4.3}. Massanya 5,6 kali 1 kali ∆T nya 6 sama dengan 33,6 kal.”

Gambar 4.3 Perhitungan panas perubahan suhu untuk air

2.4 3.2

(61)

41

6 I P : ”Kemudian pengerjaannya?”

A : ”Berarti coba kalor yang dilepaskan air untuk berubah jadi es seluruhnya {sambil menulis persamaan seperti gambar 4.4}. . Massanya 5,6 kali 80 sama dengan 448.” A : ”Berarti kalor yang harus dilepaskan dari air untuk berubah jadi es itu sebesar 448 kal.” P : ”Itu kalor yang diapakan oleh air?”

A : ”Kalor yang dilepas air” P : ”Supaya?”

A : ”Supaya berubah jadi es. Terus ini kan 448 ditambah 33,6 itu masih kurang dari ini {menunjuk

yang nilainya 612,5 kal}.Berarti suhu campurannya kurang dari 00C.”

Gambar 4.4 Perhitungan panas perubahan wujud air menjadi es

2.4 3.2

7 I A : ”Berarti yang melepaskan air kan, 5,6.”

A :{berhenti sejenak dan baru menyadari bahwa satuannya belum sesuai}.

A : ”Oh… satuannya. Ini harusnya kilogram diubah ke gram.”

4.2

4.3

II A : ”Tadi di sini salah satuan. Tadi di sini kg, ini pake kal/gram, jadi kurang nol nol nya.”

8 I A : {memperbaiki nilai hasil akhir . Semula 612,5 menjadi 612500 seperti pada gambar 4.5}

Gambar 4.5 Perbaikan perhitungan panas perubahan suhu untuk es

2.4 3.2

9 I A : {memperbaiki nilai perhitungan . Semula 33,6 kal menjadi 5600 kal seperti gambar 4.6}

Gambar 4.6 Perbaikan perhitungan panas perubahan suhu untuk air

(62)

42

10 .

I A : {memperbaiki nilai perhitungan pembekuan. Semula 448 kal menjadi 448000 kal seperti gambar 4.7}

Gambar 4.7 Perbaikan perhitungan panas perubahan wujud air menjadi es

2.4 3.2

11 II A : ”Jadi karena yang dibutuhkan tadi lebih banyak dari yang dilepaskan, berarti ini yang air harus melepaskan lebih banyak. Berarti airnya harus berubah jadi es. Terus karena setelah melepas

sejumlah kalor untuk jadi es juga masih kurang, jadi air yang jadi es tadi itu turun lagi”

12 .

I A : {kemudian responden lanjut masuk ke persamaan seperti gambar 4.8}

A : ”Q dari 60C sampe 00C ditambah Q laten ditambah lagi Q yang dari 00C sampe T sama dengan Q es yang dari T sampe -50C. Ini tambah tambah sama dengan . Ini massanya 5600, c nya 1, nya 6 ditambah 5600 kali 80 ditambah massanya 5600 kali ½ kali nya (0-T) sama dengan massanya 245 kali ½ kali nya (T-5).”

Gambar 4.8 Perhitungan dengan asas black

3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.4 13 .

I A : {responden A meninjau kembali pengerjaan yang semula dikerjakan}

A : ”O…Kok salah. Oh.. ini belum tak kali 6 {sambil menunjuk perhitungan yang diawal}.

A : ”Ini. Eh.. ulangi wae lah mas hehehe.”

5.2 5.3

{Responden mengulangi pekerjaan dari awal pada lembar baru}

14 .

I A : {Responden menuliskan kembali perhitungan pada lembar baru seperti pada gambar 4.9}

A : ” . Massanya 245000, c nya ½, nya (0-(-5)). Ini… 245000 kali 2,5. Hasilnya

612500 kal.”

(63)

43

II A : ”Jadi yang es itu kalau mau dinaikkan suhunya dari -50C sampai ke 00C, butuh panas 612500

kal…”

Gambar 4.9 Perhitungan ulang panas perubahan suhu untuk es

15 .

I A : ”Terus ini yang {Responden menuliskan kembali perhitungan seperti pada gambar 4.10}.”

A : ” . Massanya 5600, c nya 1, nya 6. Hasilnya 33600 kal.”

Gambar 4.10 Perhitungan ulang panas perubahan suhu untuk air

2.4 3.2

II P : ”Terus kok ini bisa 6 itu nilainya dapat dari mana?” A : ”6-0”

A : ”… Sedangkan kalau air dari 60C turun ke 00C ini butuhnya…” P : ”Butuh atau?”

A : ”Melepas kalor sebanyak 33600 kal.” 16

.

I A : ”Terus yang Q air jadi es {Responden menuliskan kembali perhitungan seperti gambar 4.11}.”

Gambar 4.11 Perhitungan ulang panas perubahan wujud air menjadi es

(64)

44

17 .

I A : {Responden menuliskan perhitungan seperti gambar 4.12}

A : ”5600 kali 1 kali 6 tambah 5600 kali 80 terus tambah lagi 5600 kali c nya ½ kali ∆T nya 0

-(-T), T nya kan negatif.”

P : ”Kenapa negatif itu? {peneliti menanyakan T yang bernilai negatif}”

A : ”Soalnya suhunya nanti kan di bawah 00C.” P : ”Suhu apanya? Suhu yang mana?”

A : ”Suhu akhirnya.”

A : ”Terus sama dengan 24500 kali ½ kali -5-(-T)”

Gambar 4.12 Perhitungan ulang dengan asas black

3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.4 18 .

I A : ”Loh? Salah?”

P : ”Salahnya dimana? Dapatnya berapa itu? Coba ditulis aja jawaban yang didapat itu A : ”91,40”

P : ”Kok tau salah itu dari mana?”

A : ”Harusnya suhu campurannya antara -50C sampai 60C…”

5.2

19 .

I P : ”Ternyata didapat 91,4. Salahnya dimana itu?”

A : {Responden tampak mulai melakukan perhitungan ulang angka dengan kalkulator}

A : ”Kok salah ya?”

P : ”Di mana kira-kira kelirunya? Sudah ditemukan?” A : {responden tampak melihat kembali pengerjaannya}

A : ”Emmm… salah positif negatif di ∆T nya.”

A :{responden mencoba mengubah-ubah tanda positif dan negatif pada ∆T}

Gambar 4.13 Rentang kemungkinan letak suhu akhir campuran

5.3 <

Gambar

gambar itu;
Gambar 2.1 Flowchart tahapan problem solving model Minnesota
Gambar 2.2 Grafik perubahan wujud
Tabel 3.1 Coding data tahapan problem solving
+7

Referensi

Dokumen terkait

Buku Informasi Versi: 2015 Halaman: 7 dari 67 instalasi pompa hydrant dan valve terpasang dengan baik, dilakukan testing dan commisioning terhadap system fire

Penelitian Didik Assalam (2015) yang berjudul “Evaluasi Program Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga Pencak Silat Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP)

(4) Setiap kelompok melaporkan hasil kerjanya Guru dan siswa membahas hasil kerja kelompok.. 5)Setiap ketua kelompok maju berkeliling ke kelompok yang lain untuk

Sikap individualistis adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Harus berusaha untuk melakukan

Variabel independen penelitian yang digunakan adalah aset (diukur dengan total aset bank-bank syariah), dana pihak ketiga (diukur dengan total tabungan wadiah,

Dari penelitian ini, ditemukan hasil sebagai berikut : 1) konflik yang terjadi dalam transportasi di kota Serang disebabkan adanya kepentingan ekonomi ; 2) konflik yang

Uji korelasi dilakukan antara kadar leukosit dan rasio netrofil-limfosit dengan kadar Il-17 dengan menggunakan program SPSS.Rerata usia pasien geriatri dengan

Dengan besarnya tingkat signifikansi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan