• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ririn Puji Astuti Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ririn Puji Astuti Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIG SMP NEGERI 1 BATU BAHASAN LUAS PERMUKAAN

KUBUS, BALOK, PRISMA DAN LIMAS Ririn Puji Astuti

Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si

Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang

Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd

Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang

ABSTRAK : Komunikasi merupakan salah satu standar pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu. Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan yang memuat tahap pengelompokkan, perencanaan, investigasi, pengorganisasian, presentasi, dan evaluasi. Hasil tes komunikasi tertulis, 16 siswa pada siklus 1 dan 19 siswa pada siklus 2 berada pada kategori minimal baik. Hasil pengamatan kemampuan komunikasi lisan, 6 siswa pada siklus 1 dan 22 siswa pada siklus 2 berada pada kategori minimal baik.

Kata Kunci: Pembelajaan Kooperatif, Investigasi Kelompok, Komunikasi Matematis.

Matematika sebagai suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dalam mengahadapi kemajuan IPTEK (Hudojo, 2003:40) . Diharapkan melalui pembelajaran

matematika yang baik, konsep dalam matematika dapat tertanam dalam pemikiran siswa sehingga pada akhirnya dapat diaplikasikan dalam permasalahan sehari-hari. Siswa bukan hanya mengerti tentang menggunakan sebuah rumus tertentu tetapi lebih jauh siswa dapat menggunakan rumus-rumus tersebut menjadi suatu kesatuan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan membagi

pengetahuan yang telah mereka miliki dengan orang lain.

Pembelajaran matematika di sekolah menghendaki adanya standar untuk siswa-siswanya. NCTM (2000:29) menyatakan terdapat 2 macam standar yang harus dipenuhi oleh siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu standar isi dan standar proses. Standar isi meliputi kemampuan siswa dalam

(2)

mengusai materi-materi berikut: Bilangan dan Operasinya, Aljabar, Geometri, Analisis data dan probabilitas, dan Pengukuran. Standar proses merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mencapai standar isi, yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

(communication), penelusuran pola atau hubungan (connections), dan representasi (representation).

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Batu, ditemukan kasus yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang. Hal ini terlihat dari kondisi siswa yang masih kesulitan jika diberikan soal-soal yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks yang membutuhkan penafsiran lalu mengomunikasikannya dalam bentuk model matematika dan sebaliknya. Contoh kasus yang ditemukan adalah pada soal berikut (Materi penerapan bentuk aljabar).

Tio memiliki sejumlah uang yang cukup untuk membeli 28 buku. Jika harga buku didiskon sebesar Rp 500,00 maka ia dapat membeli 7 buku lagi. Berapakah harga buku sebelum didiskon?

Pada soal tersebut sebagian besar siswa merasa kesulitan untuk mengubah bentuk tersebut menjadi bentuk matematika. Siswa masih kurang memahami mana yang merupakan suatu variabel untuk diubah dalam bentuk matematika.

Selain itu, pada proses pembelajaran dalam menyelesaikan suatu masalah siswa cenderung menggunakan kalimat panjang daripada menggunakan simbol matematika untuk mempermudah penyelesaian atau menggunakan simbol yang kurang tepat sehingga justru menimbulkan kerancuan. Misal, pada soal tersebut siswa menggunakan 2 simbol untuk menyimbol variabel uang Tio, yaitu x dan y, padahal itu tidak diperlukan karena jumlah uang Tio tetap. Akibatnya, siswa justru kesulitan ketika harus menyelesesaikan permasalahan ini karena akan muncul 2 persamaan, yaitu x = 28 z, dengan z adalah harga buku asli, dan y = (28+7).(z - 500) = 35 (z - 500). Siswa yang memandang dua persamaan ini akan kesulitan untuk menemukan ide penyelesaiannya, padahal dengan menggunakan simbol variabel yang sama untuk uang Tio maka ide untuk menyelesaikan persamaan ini akan lebih mudah ditemukan.

Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Komunikasi yang dilakukan oleh siswa merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan (Wahyudin, 2008). Untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan mengembangkan model pmbelajaran yang tepat yang memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

(3)

matematis siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu pada bahasan luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas.

Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok didasari oleh gagasan John Dewey bahwa kerjasama di kelas sebagai prasyarat untuk bisa menghadapi masalah kehidupan yang lebih kompleks di kehidupan demokrasi (Slavin, 2008:214). Model pembelajaran investigasi kelompok memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mengamati, menganalisis, mendiskusikan dan mengambil kesimpulan (Isjoni, 2009:58-59). Setiap kelompok diharapkan dapat saling berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan ide-ide. Hasil akhir dari kelompok merupakan hasil dari pemikiran semua anggota kelompok yang pada dasarnya akan lebih mengasah kemampuan intelektual siswa

dibandingkan dengan belajar individual. Hal ini sesuai dengan salah satu

karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu adanya saling ketergantungan positif antar anggota kelompok (Lie, 2007:31). Pembelajaran model kooperatif tipe investigasi kelompok memuat 6 tahapan kegiatan dalam proses pembelajaran yaitu, tahap pengelompokkan, tahap perencanaan, tahap investigasi, tahap pengorganisasian, tahap presentasi dan tahap evaluasi (Slavin, 2008:218). Kelompok yang dibentuk beranggotakan masing-masing 4-5 orang, kelompok yang dibentuk bersifat demokratis baik secara kemampuan maupun jenis kelamin. Kelompok dengan anggota yang berbeda kemampuan memungkinkan terjadi tranfer pengetahuan yang lebih baik.

Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika yang dimiliki oleh seseorang untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika (NCTM, 1989:213). Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dapat mengeluarkan pemahaman dan ide-idenya dengan lebih leluasa dan lebih mudah. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan secara lisan memungkinkan terjadinya komunikasi secara

konvergen yaitu komunikasi dengan banyak penerima informasi dan berlangsung dan berlangsung secara multi arah menuju suatu pemahaman bersama.

Menurut Elliot dan Kenney (1996 :220-224), terdapat 4 aspek kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan tata bahasa, kemampuan memahami wacana, kemampuan sosiolinguistik dan kemampuan menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut Van de Walle (2007:4) komunikasi menitikberatkan pada pentingnya berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep

matematika. Dalam penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 1 Batu, aspek komunikasi matematis yang diamati adalah kemampuan menggunakan simbol, notasi dan bahasa matematika yang tepat, kemampuan mengubah permasalahan sosial dalam bentuk matematika, kemampuan menginterprestasi gambar,

kemampuan menggali informasi, kemampuan memberikan ide dan menyelesaikan permasalahan.

(4)

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan model Kemmis-Taggart dimana pelaksanaan tindakan dan observasi dilaksanakan dalam satu kegiatan (Wiriaatmadja, 2008:66). Pada penelitian ini, peneliti

bertindak sebagai guru pengajar sekaligus sebagai pengamat dan fasilitator dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu yang berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Pemilihan subjek penilitian ini didasarkan pada permasalahan yang muncul, yaitu kurangnya kemampuan komunikasi matematis yang merupakan hasil dari

pengamatan non formal oleh peneliti. Pemilihan peneliti sebagai guru pengajar berdasarkan pertimbangan bahwa penelitilah yang lebih memahami desain penelitian yang akan dilaksanakan di kelas.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa, lembar observasi kemampuan komunikasi matematis, lembar observasi kemampuan komunikasi lisan, tes yang dianalisis berdasarkan aspek kemampuan komunikasi matematis dan catatan lapangan. Data-data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, dokumentasi, tes dan catatan lapangan. Dokumentasi digunakan sebagai cara untuk mendapatkan bukti pembelajaran kususnya yang berhubungan dengan aktifitas siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sedangkan catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan data yang mungkin tidak di dapatkan dengan menggunakan lembar cara observasi, dokumentasi maupun tes. Tes dilaksanakan di setiap akhir siklus. Tes berupa soal uraian yang terdiri dari 4-5 soal.

Instrumen penelitian yang digunakan meliputi: lembar pengamatan pembelajaran oleh guru dan aktifitas siswa, tes komunikasi matematis, catatan lapangan, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan lembar kerja siswa. Instrumen ini telah divalidasi oleh seorang dosen ahli.

Hasil tes adalah hasil pemberian skor penilaian terhadap hasil tes pada akhir setiap siklus. Rubrik penilaian tes dan pengamatan didasarkan pada

penilaian aspek-aspek komunikasi matematis yang terbagi menjadi 2 yaitu, aspek pada kemampuan komunikasi matematis tulis dan kemampuan komunikasi matematis lisan. Aspek penilaian pada kemampuan komunikasi tulis yaitu, kemampuan menggunakan simbol dan notasi matematika, kemampuan

menggunakan bahasa dan istilah matematika, kemampuan menggali informasi dari sebuah bacaan, kemampuan menyajikan permasalahan sehari-hari dalam bentuk matematika, kemampuan interpretasi gambar atau bentuk yang lain, kemapuan menyampaikan ide dan menyelesaikan masalah. Aspek pengamatan kemampuan komunikasi lisan yaitu, penggunaan bahsa dan istilah dalam menyampaikan pendapat dan kemampuan menyampaikan ide penyelesaian permasalahan.

Penentuan skor komunikasi matematis tertulis dihitung dengan membandingkan jumlah rata-rata skor masing-masing aspek yang diperoleh

(5)

dengan skor maksimal dan dikalikan 100. Sedangkan untuk skor komunikasi matematis lisan dihitung dengan membandingkan jumlah rata-rata skor masing-masing aspek yang diperoleh dengan skor maksimal. Hasil penghitungan skor kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria kemampuan siswa yang terbagi menjadi 5 kategori yaitu, sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang.

Lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa digunakan untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran di kelas dan kemampuan komunikasi siswa selama pembelajaran. Persentase keterlaksanaan dihitung dengan rumus berikut.

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑆𝑘𝑜𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 × 100%

Hasil skor ini kemudian di kategorikan dalam kriteria keterlaksanaan pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

HASIL

Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus terdiri 2 pertemuan yang memuat tahap pembelajaran berkelompok, perencanaan,

investigasi, pengorganisasian, presentasi dan evaluasi. Pada tahap pengelompokan siswa sering menolak ketika anggota kelompok diberikan dibentuk oleh guru. Namun, setelah terbiasa siswa justru dapat berinteraksi dengan lebih baik dan efektif dalam berdiskusi.

Pada pelaksanaan pembelajaran di siklus 1, pembelajaran sudah berlangsung dengan baik tetapi siswa masih kurang aktif dan masih banyak tergantung dengan bantuan guru. Pada siklus 2, siswa menunjukkan keaktifan yang lebih baik. Siswa mulai melakukan diskusi dengan kelompok masing-masing. Hal ini ditunjukkan oleh hasil observasi selama pembelajaran pada siklus 1 yang mencapai rata-rata ketercapaian sebesar 79,64% dan mengalami

peningkatan pada siklus 2 menjadi 85,085%. Meskipun hasil ini tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan namun hasil tersebut

menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran siswa telah melakukan aspek-aspek pengamatan yang diharapkan oleh guru. Selain itu, pembelajaran pada siklus 2 yang menggunakan media pembelajaran berupa bangun prisma dan limas yang dibawa oleh siswa terlihat sangat mempengaruhi aktifitas diskusi siswa. Siswa terlihat lebih antusias dalam berdiskusi.

Hasil observasi kemampuan komunikasi matematis menunjukkan adanya penurunan kemampuan komunikasi matematis saat pembelajaran berlangsung, yaitu pada kemampuan menggunakan notasi, simbol dan bahasa matematika sebesar 0,67% dan pada aspek kemampuan mengajukan ide permasalahan sebesar 6,665%. Penurunan ini dimungkinkan karena tingkat kesulitan materi yang

berbeda antara materi pada siklus 1 dengan siklus 2. Materi pada siklus 2 lebih sulit dibandingkan dengan siklus 1 karena membutuhkan materi lain yang lebih

(6)

banyak. Meskipun demikian, secara kesuluruhan aspek menunjukkan adanya peningkatan aktifitas dalam komunikasi matematis dari 87,89% pada siklus 1 menjadi 90,28% pada siklus 2. Hasil ini tidak terlepas dari peran guru yang memberikan motivasi kepada siswa dan bimbingan dalam bekerja kelompok melalui pertanyaan umpan untuk mengajak siswa berpikir secara logis.

Peningkatan itu juga dipengaruhi oleh penggunaan lembar kerja yang dilengkapi dengan panduan langkah-langkah mengerjakan sehingga membuat siswa terbiasa berpikir sistematis.

Hasil observasi kegiatan pembelajaran oleh guru menunjukkan adanya peningkatan presentase keterlaksanaan dari 79,96% pada siklus 1 menjadi 90,65% di siklus 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sudah mendekati kategori sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun dan divalidasi. Pembelajaran yang telah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan model pembelajaran Invetigasi kelompok dengan baik dan sesuai dengan yang

direncanakan.

Dari hasil tes siklus 1 terlihat bahwa nilai rata-rata untuk kemampuan komunikasi matematis adalah 72,73 dengan kriteria baik. Selain itu, dari hasil tes juga didapatkan bahwa 2 siswa berada pada kategori kurang, 7 siswa berada pada kategori cukup, 13 siswa berada pada kategori baik, dan 3 siswa berada pada kategori sangat baik. Dari hasil tes siklus 2 terlihat bahwa nilai rata-rata untuk kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah 82,54 dengan kriteria baik. Selain itu, 6 siswa berada pada kategori cukup, 10 siswa berada pada kategori baik, dan 9 siswa berada pada kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata skor yaitu sebesar 8,81 namun pada 2 aspek penilaian terjadi penurunan skor rata-rata siswa yaitu pada aspek interpretasi gambar yang

menurun sebesar 0,2 dan pada aspek pengajuan ide permasalahan sebesar 0,3. Berdasarkan data siklus 1, kemampuan komunikasi matematis lisan siswa berada pada kategori cukup dengan rata-rata nilai pencapaian sebesar 4,96 dengan kategori cukup. Satu siswa berada pada kategori kurang, delapan belas siswa berada pada ketegori cukup, lima siswa berada pada kategori baik dan satu siswa berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan data siklus 2, kemampuan

komunikasi matematis lisan siswa berada pada kategori cukup dengan rata-rata nilai pencapaian sebesar 5,9 dengan kategori baik. Tiga siswa berada pada ketegori cukup, empat belas siswa berada pada kategori baik dan delapan siswa berada pada kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan skor rata-rata dari 4,96 pada siklus 1 menjadi 5,9 pada siklus 2. Peningkatan ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dengan benar dan tepat sudah meningkat setelah diterapkan tindakan

pembelajaran dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Investigasi Kelompok. Berdasarkan catatan lapangan yang diberikan oleh observer menunjukkan bahwa pada siklus 1, kontrol guru kepada siswa masih kurang sehingga siswa kurang serius dan sering mengulur-ulur waktu terutama saat berdiskusi. Selain itu,

(7)

pada awal pembelajaran siswa juga kurang menerima pengelompokkan yang diberikan oleh guru namun hal ini tidak terulang kembali di siklus 2 karena siswa yang sudah mulai terbiasa dengan pengelompokkan yang diberikan oleh guru. Beberapa kelompok juga masih kurang aktif dalam diskusi sehingga guru harus mengaktifkan siswa. Pada siklus 2, siswa menunjukan keaktifan yang lebih baik dan siswa mampu menyampaikan ide-ide dan jawaban dengan baik, peran guru untuk membimbing siswa sudah berkurang.

PEMBAHASAN

Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan pada model pembelajaran investigasi kelompok, yaitu tahap pengelompokan, tahap

perencanaan, tahap investigasi, tahap pengorganisasian, tahap presentasi dan tahap evaluasi (Slavin, 2010:218). Pada pembelajaran yang dilakukan, diberikan

penekanan kegiatan pada tahap investigasi, pengorganisasian, dan presentasi. Kegiatan investigasi memungkinkan siswa untuk menyusun sendiri pemahaman mereka terhadap materi satu permasalahan yang diberikan. Siswa akan berusaha menggunakan pengetahuan yang dimiliki dan sumber-sumber yang relevan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian, melalui kegiatan

investigasi siswa akan terdorong untuk belajar aktif dan bermakna (Setiawan, 2006:9).

Pada tahap pengelompokan, siswa diberikan kesempatan untuk duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah disusun oleh guru dengan masing-masing anggota kelompok sebanyak 4-5 siswa. Kelompok dengan anggota yang tidak terlalu banyak akan mendinamiskan kegiatan dalam belajar sehingga setiap anggota akan merasa menjadi bagian dari kelompok yang bertanggung jawab (Dimyati, 2009:166). Penyusuan kelompok oleh guru dilakukan sebagai upaya antisipasi adanya masalah kesenjangan dalam

kemampuan antar kelompok. Kelompok yang dipilih sesuai dengan keinginan siswa sendiri akan menimbulkan potensi ketidakheterogenan dalam kemampuan. Setelah tahap pengelompokan selesai, siswa diberikan lembar kerja dan diminta untuk merencanakan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan lembar kerja tepat waktu.

Tahap investigasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar kerja yang membimbing siswa menemukan konsep luas permuakaan. Lembar kerja juga memuat permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari yang didalamnya terdapat langkah-langkah untuk membantu siswa melakukan penyelidikan. Dalam melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep menghitung luas permukaan bangun ruang, siswa juga menggunakan media berupa bentuk bangun ruang yang konkret sehingga mempermudah dalam melakukan penyelidikan. Permasalahan yang termuat dalam lembar kerja merupakan permasalahan yang membuat siswa melakukan diskusi pertukaran pendapat sehingga akan memacu siswa untuk aktif. Pada kegiatan diskusi ini,

(8)

guru bertindak sebagai fasilitator untuk membantu siswa yang mendapatkan kesulitan. Masing-masing siswa dapat melaksanakan tugas yang telah dibagi dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Slavin (2008:214) yang menyatakan bahwa Model Investigasi Kelompok merupakan model spesialisasi tugas dimana para siswa saling berbagi informasi dan tugas.

Tahap pengorganisasian untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuliskan laporan hasil diskusi.Guru membimbing siswa untuk

menuliskan laporan dengan menggunakan simbol, bahasa dan notasi matematika yang tepat. Guru tetap memantau kegiatan siswa tiap kelompok. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan melakukan evaluasi bersama-sama dengan guru. Kegiatan presentasi untuk melatih siswa berkomunikasi kepada teman dan guru dengan bahasa matematika yang tepat. Siswa dibimbing untuk menyampaikan ide dan alasan-alasan untuk jawaban yang diberikan. Tahap evaluasi sebagai tahapan akhir dalam model Investigasi

Kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kembali materi yang belum dimengerti dan mengkonfirmasi pengetahuan siswa untuk meminimalkan kesalahpahaman pengetahuan.

Pada penelitian yang telah dilakukan ditemukan beberapa siswa yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan karena mereka lupa dengan konsep

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan apersepsi di awal pembelajaran penting untuk dilakukan agar siswa dapat mengingat kembali materi-materi sebelumnya untuk digunakan pada penyelesaian masalah di pembelajaran yang sekarang. Selain itu, dengan melalui kegiatan apersepsi siswa dapat diajak untuk menghubungkan materi-materi yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari.

Hasil tindakan pada siklus 1 belum terlihat, hal ini ditunjukkan oleh hasil observasi yang berada kategori cukup. Siswa masih terlihat ragu-ragu dalam menyampaikan pendapatnya saat berdiskusi maupun saat kegiatan presentasi. Akibatnya, kegiatan kurang menarik, kurang adanya kompetisi antar kelompok. Siswa juga cenderung lebih meminta bantuan kepada guru langsung jika

dibandingkan dengan anggota kelompoknya. Kasus semacam ini dapat memicu adanya teacher centered lagi. Untuk mengatasi hal ini, dalam membarikan bantuan, guru bukan langsung memberikan jawaban kepada siswa yang bertanya, malainkan memberikan pertanyaan balikan kepada semua anggota kelompok sehingga masing-masing siswa dapat menyusun sendiri jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

Pada beberapa aspek tertentu dalam komunikasi matematis menunjukkan adanya penurunan skor baik dilihat dari observasi maupun tes. Salah salah satu faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan tingkat kesulitan materi. Materi yang lebih sulit dan membutuhkan pemahaman terhadap materi sebelumnya akan membuat siswa juga lebih sulit dalam mengungkapkan ide dan menyelesaikan masalah. Namun disisi lain, adanya tingkat kesulitan materi yang berbeda juga membuat siswa justru lebih aktif dalam kegiatan berkelompok. Siswa saling bertanya dan memberikan sanggahan jika terdapat perbedaan pendapat. Selain itu,

(9)

penggunaan media pembelajaran pada siklus 2 juga merupakan faktor penyebab meningkatnya aktifitas belajar siswa di kelas, kususnya aktifitas diskusi.

Penggunaan media pembelajaran dirasa sesuai dengan aktifitas investigasi siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran, materi yang abstrak dapat

dikonkritkan sehingga lebih mudah untuk dipahami (Djamarah dan Zain, 2002: 136-137).

Hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa baik kemampuan secara lisan maupun tulisan. Dari hasil tes pada siklus 1 menunjukkan bahwa 16 siswa berada pada kategori minimal baik.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kemampuan komunikasi lisan, 6 siswa berada pada kategori minimal baik. Pada siklus 2, kemampuan komunikasi tertulis siswa berada pada kategori baik dengan skor rata-rata 81,54, sembilan belas siswa berada pada kategori minimal baik. Berdasarkan hasil pengamatan pada kemampuan komunikasi lisan, 22 siswa berada pada kategori minimal baik.

Dengan demikian, secara klasikal kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat dari 72,73 pada siklus 1 menjadi 81,54 pada siklus 2. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis lisannya meningkat dari rata-rata pencapaian 4,96 di siklus satu menjadi 5,9 di siklus 2. Dari hasil observasi kemampuan komunikasi matematis juga menunjukkan adanya peningkatan presentase

pencapaian dari 87,055% di siklus 1 menjadi 90,89% di siklus 2. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Aprilia R pada tahun 2010 di SMP Muhammadiyah 2 Batu yang menyatakan bahwa pembelajaran Model Investigasi Kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. “Standart kemampuan komunikasi menitikberatkan pada

pentingnya berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika” (Van De Walle, 2007:4). Dengan demikian, model investigasi dengan penekanan pada kegiatan investigasi, pengorganisasian, dan presentasi yang didukung dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa.

PENUTUP Kesimpulan

Pembelajaran Kooperatif tipe Investigasi Kelompok yang dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dilaksanakan dalam 6 tahapan, yaitu tahap pengelompokkan, perencanaan, investigasi, pengorganisasian,

presentasi, dan evaluasi. Pembelajaran di dalam kelas ditekankan pada tahapan investigasi, pengorganisasian dan presentasi untuk melatih kemampuan siswa dalam penggunaan simbol dan notasi, penggunanaan tata bahasa matematika dan istilah, menggali informasi dari suatu bacaan, interpretasi permasalahan dalam bentuk matematika, interpretasi masalah dalam gambar atau sebaliknya,

(10)

bertindak sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pemahaman serta melatih siswa untuk berkomunikasi. Pembelajaran juga didukung dengan menggunakan lembar kerja yang memuat permasalahan yang disertai dengan langkah-langkah untuk penyelesaian agar siswa dapat menjelaskan alasan-alasan dalam memberikan jawaban. Selain itu, dalam melaksanakan pembelajaran, siswa juga menggunakan media pembelajaran untuk mempermudah melaksanakan kegiatan investigasi dalam menemukan konsep luas permukaan prisma dan limas.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. Pembelajaran yang dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran yang relevan untuk lebih mengaktifkan kegiatan siswa dalam melakukan investigasi, guru harus selalu mengontrol siswa dalam berdiskusi agar kegiatan diskusi dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu serta menghindari kegiatan siswa yang tidak perlu dalam kegiatan diskusi, dan mengembangkan kegiatan pada model pembelajaran lain untuk

mengembangkan aspek kemampuan komunikasi matematis yang lain. Selain itu, kegiatan apersepsi diharapkan selalu dilaksanakan oleh guru karena kegiatan apersepsi akan merangsang kemampuan berpikir siswa dalam memulai pelajaran dan untuk mengingatkan siswa tentang materi yang sebelumnya yang

berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia R, Rissana. 2010. Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi Matematika siswa SMP Muhammadiyah 02 Batu kelas VII pada

Pembelajaran Matematika melalui Model Pembelajaran Grup Investigasi. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FKIP UMM.

Djamarah, S. B. dan A. Zain 2002. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Elliot, Portia C & Kenney, Margaret J . 1996. Communication In Mathematics,

K12 & Beyond.USA : NCTM.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta. Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School

Mathematics.Reston, VA : Authur.

Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan dan Penataran Guru.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

(11)

Van De Walle, John A. 2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, Edisi Keenam (Gugi Sagara, S.T, Ed). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran & Model-Model Pembelajaran. Bandung: Pustaka Mandiri.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Artikel ilmiah oleh Ririn Puji Astuti ini telah diperiksa dan disetujui

Malang, Juni 2013 Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si NIP. 19671130 199103 1 001

Malang, Juni 2013 Pembimbing II,

Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd NIP. 19801207 200801 2 010

Malang, Juni 2013 Penulis,

Ririn Puji Astuti NIM. 109311426517

Referensi

Dokumen terkait

Selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

Dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih mendalam tentang faktor – faktor apa saja yang memengaruhi kelengkapan status imunisasi dasar

penjamin dan ikut serta menentukan harga saham perdana, sehingga diduga bahwa underwriter yang mempunyai reputasi yang bagus akan dapat mengurangi adanya praktik

Awan yang terjadi karena udara naik pada ketinggian antara 500-1500 m terdiri dari awan cumulus, cumulo nimbus.. Dari pernyataan di atas , pernyataan yang benar

BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN,PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH ( Studi : Aceng Fikri sebagai

Moustakas (dalam Creswell, 2009, h.20-21) menjelaskan bahwa pendekatan fenomenologi memahami pengalaman-pengalaman hidup manusia dan menjadikan filsafat fenomenologi

seni itu kita bisa banyak bermacam macam cara menuangkannya dari sudut expresi dan sudut gambar bagian bagian yang sekiranya di anggap prnografi itu dihilangkan atau

mean yang signifikan diantara variabel X dan Y. Pengolahan data angket.. Teknik yang dilakukan untuk mengolah data angket dilakukan dengan. menggunakan langkah-langkah