SKRIPSI
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN
NPM. 1502030038
Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah
Fakultas Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2019 M
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN
NPM. 1502030038
Pembimbing I : Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag Pembimbing II : Sainul, SH, MA
Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2019 M
ABSTRAK
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN NPM. 1502030038
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dalam penelitan ini lebih terfokus dalam pandangan serta persamaan dan perbedaan dari perspektif kedua hukum tersebut.
Penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (Library research), yang telah dimana data yang dihimpun melalui beberapa kitab Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad dan buku mengenai hukum Islam, undang-undang, media massa serta artikel-artikel dan jurnal.
Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam qishas, hudud dan ta’zir dan negara boleh melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan tertentu dan undang-undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika, hukuman mati dalam Islam dan UU sama-sama mengatur sanksi hukuman mati, dari segi perbedaan hukuman mati menurut hukum Islam dan UU memiliki perbedaan dalam tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
Kata Kunci : Hukuman Mati, Hukum Islam, Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
MOTTO
Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 45)1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,
PERSEMBAHAN
Tiada usaha yang menghianati jika mau terus berusaha maka kita akan mendapatkan hasil yang kita harapkan serta diiringi dengan alunan doa dan tawakal maka hasil tak kan menghianati suatu proses, terimakasih untuk doa dan support yang selama ini diberikan, semoga segala ilmu yang telah saya peroleh menjadikan saya lebih bermanfaat lagi bagi orang0orang disekitar saya, serta bagi kehiduoan kedepannya aamiin. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada :
1. Ibu dan Bapak ku tercinta, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta doa yang tiada henti, karena tiada yang lebih indah dari lantunan do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua, karena itu terimalah persembahan bakti dan cintaku untuk kalian Bapak dan Ibuku.
2. Adik saya Sofi Annisatun Mahmudah, terima kasih telah memberi dan mendukung saya sepenuhnya
3. KH. Muhamad Khusnan Hadi dan Ibu Nyai Khusnul Khotimah, yang saya ta’dzimi dan saya harapkan barakah ilmunya, yang telah memberikan pendidikan agama dan tempatku menimba ilmu selama di Pon-Pes Darul Ma’arif,.
4. Ustadz-ustadzah yang membimbing diriku selama ini 5. Almamaterku tercinta
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro, 2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Ibu Nurhidayati, S.Ag.,MH, selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah, 4. Ibu Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
5. Bapak Sainul, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.
7. Sahabat-sahabat di pondok pesantren darul ma’arif yang telah membantu saya dan menyemangati saya selama ini.
6. Terkhusus Kerabat kawan seperjuangan Camp Ungu (M. Fajar Efendi, Abdul Aziz Khotibul Umam, Hariri, Hizar, Bambang Prasetyo, M. Khusaini, Saiful Anwar A. Rafi Yogatama, Idris Sufiandi, dan Ahmad Ariyanto) dan sahabat keluarga cemara (Ririn Septiana dan Fitri Utami) dan kawan-kawan pengurus Pon-Pes Darul Ma’arif yang telah memberi warna selama duduk belajar dan melewati masa selama menempuh jenjang pendidikan. Dan seluruh teman-teman di jurusan AS yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan pelajaran hidup selama ini.
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
NOTA DINAS... iii
PERSETUJUAN ... iv ABSTRAK ... v ORISINALITAS PENELITIAN ... vi MOTTO ... vii PERSEMBAHAN ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian... 10
E. Penelitian Relevan ... 11
F. Metode Penelitian ... 12
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 14
2. Sumber Data ... 16
3. Metode Pengumpulan Data ... 17
4. Teknik Analisis Data ... 18
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A. Hukuman Mati di Indonesia ... 11
B. Hukuman Mati Menurut Islam ... 32
C. Narkotika Menurut Hukum Islam ... 38
D. Narkotika Menurut UU No 35 tahun 2009 ... 49
F. Pengedar Narkotika ... 58
BAB III PEMBAHASAN ... 62
A. Hakikat Hukuman ... 62
B. Analisis Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ... 65
C. Komparasi Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ... 74
D. Tabel perbandingan Hukuman Mati ... 78
BAB IV PENUTUP ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan 2. Outline
3. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi 4. Surat Keterangan Bebas Pustaka 5. Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang masih dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di dunia termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik.
Hukuman mati sebagai sanksi ta’zir tertinggi hanya diberikan kepada
pelaku jarimah yang berbahaya sekali, berkaitan dengan jiwa, keamanan, dan ketertiban masyarakat, oleh karena itu, sangatlah tepat jika menetapkan hukuman mati bagi produsen atau pengedar narkotika, kedua jarimah ini sangatlah membahayakan manusia. Sehingga mampu memberikan rasa keadilan kepada semuanya, menjaga keamanan manusia dimuka bumi serta menjaga agar tidak terjadi teror di masyarakat dan teror yang membahayakan negara.
Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945, menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Namun KUHP dan beberapa peraturan perundang- undangan pidana diluar KUHP seperti UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.
Dalam memahami keadilan bersama perlu adanya hukuman pokok yakni hukuman mati guna menciptkan rasa aman dan ketertiban, belum lagi para residivis yang mengulang kembali kejahatannya perlu diberi hukuman yang lebih berat karena hukuman semula diberikan dirasa tidak memiliki efek jera, hukuman mati pula akan memberikan dampak positif guna kepentingan umum karena akan mengurangi teror di masyarakat dan teror yang membahayakan negara. Hukuman mati akan memberikan perlindungan terhadap agama, nyawa, akal, kehormatan dan harta benda.
Pengedaran narkotika adalah kejahatan yang semakin meluas dari waktu ke waktu hampir semua elemen yang terdapat di dalam masyarakat dengan tanpa membedakan status sosial dapat dimasuki oleh narkotika dan psikotropika, seperti anak-anak, pelajar, mahasiswa, selebritis, lembaga profesional dan tidak sedikit para oknum pejabat. Biasanya diawali dengan coba-coba saja atau melakukan hal tersebut agar di anggap hebat oleh temannya. Masalah dari mana ia dapat barang tersebut bukan hal yang sulit
bisa saja dari temannya yang berkecukupan.2 Narkotika bisa masuk dengan
mudah keelemen-elemen tersebut. Saat ini sasaran peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba tidak pandang bulu baik usia, status ekonomi,
2Heriadi willy, Berantas Narkoba tak Cukup Hanya Bicara Tanya Jawab Opini.
religius atau bukan, harmonis atau tidak, tetap semua potensi melakukan
penyalahgunaan narkoba itu.3 Keadaan ini perlu adanya perhatian dari hukum
secara tegas dan jelas karena merupakan ancaman terhadap kehidupan negara. Hukum selaku alat yang mengatur pertahanan dan keamanan negara untuk mengatasi bahaya yang mengancam negara pada tindak penyalahgunaan narkotika harus bergerak lebih cepat mengingat tingkat kejahatan narkotika yang begitu kejam. Hukum merupakan alat utama masyarakat dalam rangka memperoleh perlindungan dan keadilan serta memberikan pemahaman yang konkrit terhadap perkembangan tindak kejahatan yang dapat merusak jiwa manusia dan negara yaitu narkotika.
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.4 (pasal 1
angka 1 UU 22./.Th. 1997).
“Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku”.5
Dengan berbagai model dan bentuk yang ditawarkan dimana setiap jenisnya memiliki efek yang berbeda, yang sangat menarik di kalangan
3Ibid, 51
4Hari sasangka, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar
Maju, 2003). 4
terutama pemuda, dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah dan pergaulan yang kurang baik, sehingga dimanfaatkan oleh para pengedar Narkotika untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan
menghancurkan moral manusia.6
Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika tentang Narkotika telah menjelaskan mengenai pengertian, jenis, serta efek dari narkotika. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut. Ketentuan Pidana UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Seperti yang terdapat dalam pasal 114 yang berbunyi:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 7
Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan undang-undang pembaruan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut
Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.8
Didalam hukum Islam narkoba dipandang sebagai zat yang sangat
berbahaya. Pada zaman Nabi Khamar masih bersifat tradisional dan cara
penggunaannya hanya dengan diminum. Hal ini sesuai dengan penamaannya,
7 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 114 8Ibid. Pasal 153
yaitu Jarimah syurb al-khamr atau meminum khamar. Namun, saat ini al-Khamr yang secara etimologis berarti sesuatu yang bisa menutup akal, disebut
dengan narkotika.9
Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan terhadap
kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini merupakan
jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan disengaja.
Dalam hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana mati adalah
kewenangan Ulil Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika
hal kasus ini adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para
fuqaha, orang yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah Kepala Negara yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi wewenang, karena hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan
untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu harus diserahkan kepada
wakil masyarakat yaitu kepala Negara.10 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan
tentang pidana mati menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas
(al-jinayah) seperti pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr),
perzinaan (al-zina), hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al-
bughat), dan perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati juga dijatuhkan kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga
mati (al-rajam) untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana
9 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Amzah, 2016) 59
mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama
(al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran terhadap Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah
salat, beberapa ulama mempersamakannya dengan murtad (al-riddah). 11
Karena pada kenyataanya dalam Al-Qur’an adanya adalah Khamar maka di
qiyaskan. Definisi qiyas adalah
امبْث
إ ْنِم اممم منْْيمب ٍعِمامج ٍرْمَأِب اممم ْنْمع ِهْيْفمن ْومإ امممهمل ٍ ْكْمح ٍتامبْث
ِ
إ ِفِ ٍ ملُْعمم ملَمع ِ ملُْعمم ملْ محَ
ِ
ْوَأ ٍ ْكْمح ٍت
اممم ْنْمع اممِ ِيِْفمن ْوَأ ٍةمف ِص
Artinya: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang lain perihal ada atau tidak adanya hukum berdasarkan unsur yang mempersatukkan keduanya, baik berupa penetapan maupun peniadaan hukum/sifat dari keduannya.12
Qiyas tidak akan terbentuk kecuali didukung oleh 4 (empat) unsur atau
rukun yaitu al-asl, al-far’u, hukm al-asl dan ‘illah.
Adapun al-asl adalah masalah pokok yang sudah jelas status
hukumnya dengan berlandaskan nash syara’. Dan nama lain untuknya ialah
maqis’ alaih, mahmul’ alaih dan musyabbah bih. Adapun al-far’u adalah masalah yang tidak ditegaskan status hukumnya oleh syara’. dan nama lain
untuknya ialah maqis, mahmul, dan musyabbah. Adapun hukm al-asl adalah
status hukum yang ditetapkan nash syara’ terhadap al-ash, sedangkan ‘illah
adalah suatu sifat (wasf) yang menjadi landasan keberadaan hukum al-asl,
nama lainya ialah manat al-hukm13. Maka narkotika sama hukumnya dengan
khamar karna sesuai dengan al-asl. Dengan maksud untuk menentukan
11 Al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hlm. 79. 12 Amr syarifudin, Ushul Fiqh 1, cetakan 5(jakarta: kencana, 2014) 317 13 Asmawi, peerbandingan Ushuk Fiqh, (jakarta: Amzah, 2011) 94
hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil.14 Dasar hukum pengedar narkotika ialah menggunakan Qiyas Awla, Qiyas Awla yaitu:
امم
ِتمئ مكَ
ِهِب ِقمحْلممْلإ منِم ِهْيِف ِ ْكْمحْل ِبِ ملَ ْومإ مقمحْلممْلإ من مكَمو ِ ْكْمحْلِل ٌةمبِجْومم ِهْيِف م ةلَِّعْلإ
Artinya: Suatu Qiyas yang ‘illatnya itulah yang mewajibkan hukum. Atau dengan kata lain, suatu Qiyas yang hukum yang diberikan kepada pokok lebih patut diberikan kepada cabang.
Atau dalam pengertian yang lebih mudah adalah kuantitas ‘illat pada
cabang qiyas lebih kuat dari yang ada pada pokok qiyas, atau qiyas yang
hukumnya pada furu’ lebih kuat dari pada hukum ashl, karena ‘illat yang
terdapat pada furu’ lebih kuat dari yang ada pada ashl.15 Pengedar narkoba
hukumnya lebih berat dari pada yang menggunakannya karena ‘illat yang
terdapat Pengedar lebih utama dari pada yang terdapat pada yang menyalahgunakan. Hukuman ini memang tepat dan benar, karena pada hakikatnya, para pengedar itu membunuh bangsa-bangsa demi mengeruk
kekayaan. Oleh karena itu, mereka lebih layak mendapatkan hukuman qishas
dibandingkan orang yang membunuh seorang atau dua orang manusia.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maupun hukum Islam memandang bahwa narkoba adalah dilarang keberadaanya apabila disalahgunakan dan diedar luaskan. Karena memang dampak negatifnya sangatlah besar yang mengancam jiwa, akal, agama dan harta manusia dan sulit sekali bahkan hampir tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat dan kemungkinan besar sampai merenggut nyawa manusia yang sangat banyak dalam sekali waktu, MUI sebagai lembaga Islam di Indonesia berpendapat
14 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, 11
15 Totok jumantoro dan samsul munir amin, Kamus Ushul Fikih, cet 2 (jakarta: Amzah,
bahwa kejahatan narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar bagi bangsa dan negara kita, merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihadapi secara sangat serius dan dengan tindakan hukum yang luar biasa juga sebagai
pengimbang dalam memenuhi tujuan hukum itu sendiri.16 Kejahatan-kejahatan
tersebut tidak akan bisa dihadapi hanya dengan tindakan hukum yang normal. Fenomena kompleksitas peredaran narkotika laksana benang kusut yang harus segara diurai. Berdasarkan hal tersebut, problematika pencegahan dan penanggulangan dengan tindak pidana hukuman mati bagi pelaku narkotika menjadi hal yang signifikan untuk dikaji dan di teliti, mengingat permasalahan tersbut bukan saja menyangkut kepentingan nasional.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap hukuman mati bagi pengedaran narkotika membandingkan kedua hukum tersebut. Pentingnya menggunakan penelitian pustaka dalam kajian ini adalah untuk memperkaya sumber pustaka tentang teori hukuman mati bagi pengedaran narkotika yang saat ini masih sangat terbatas.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dimaksudkan untuk memberikan arah yang tepat dalam proses dan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan agar penelitian
tersebut berjalan sesuai dengan apa yang hendak dicapai. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim baik dari segi teori maupun praktek sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang narkotika khususnya mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemikiran ilmiah khususnya kepada penulis dan kepada masyarakat Islam pada umummnya, yang berkaitan dengan narkotika.
E. Penelitian Relevan
Dalam uraian penelitian ini tidak terlepas dari tinjauan terdahalu sebagai dasar dan perbandingan penelitian untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. “Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba ditinjuai dari Hukum Islam”. 17 Penelitian ini hukuman mati bagi pendedar narkoba ditinjuai dari
Hukum Islam.18
Perbedaan dengan penelitian ini adalah:
a. Pembahasan yang saya bahas dalam skripsi ini merupakan
perbandingan/komparasi antara hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika, memadukan kedua teori tersebut. Sedangkan penelitian terdahulu hanya memfokuskan pada hukum Islam dengan menekankan dalam tujuan syara’ menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia. Maka kita dapati tujuan dari hukum Islam ini bersifat abadi tidak terbatas pada lapangan materil yang bersifat sementara karena faktor individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya selalu diperhatikan dan dirangkaikan satu sama lain, dan dengan hukum Islam dimaksudkan agar kebaikan mereka dapat terwujud.
b. Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu yaitu
pembahasan mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika, peneliti terdahulu mengkaji pada hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam hukum Islam sedangkan dalam penelitian saya mengkaji pada pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
17 Sholihudin Al Ghozali, “Penerapan Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba Ditinjau
Hukum Islam” skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Syariah STAIN Metro tahun 2006
c. Perbandingannya penelitian terdahulu hanya terfokus pada hukum Islam yang membenarkan pengedar narkoba dijatuhi hukuman mati
sebagai balasan Qishas, sedangkan penelitian saya mengkaji pada
hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
2. Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali
Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika19
Perbedaan dengan penelitian saya adalah:
a. Penelitian terdahulu hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika
dan bali nine dalam sudut pandang hukum Islam, sedangkan pada penelitian saya hukuman mati bagi pengedar narkotika Prespektif ohukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
b. Penelitian terdahulu lebih fokus pada penyalahguna bali nine dan
narkotika sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada hukuman mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah:
a. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah
sama-sama membahas hukuman mati pada kejahatan narkotika, namun penelitian terdahulu lebih fokus pada hukum Islam sedangkan penelitian saya lebih kepada komparasi dua hukum yaitu hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
19 Khermarinah “Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali
Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika” Manhaj, Vol 4, Nomor 1, (Januari-april 2016)
3. “Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus Narkoba
Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam”20
Perbedaan dengan penelitian saya adalah:
a. Penelitian terdahulu lebih memusatkan pada tinjauan yuridis tentang
hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika dalam hukum nasional dengan aturan hukum mengenai narkoba dalam undang-undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika dan undang-undang-undang-undang No 5 tahun 1997 tentang psikotropika dan hukum Islam, sedangkan pada penelitian saya lebih menitikberatkan pada hukuman mati bagi pengedar narkotika Prespektif hukum Islam dan undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika
b. Permasalahan pada penelitian terdahulu lebih fokus pada penjatuhan
hukum terhadap pelaku kasus narkoba dalam hukum Islam dan efektifitas hukuman mati dalam menanggulangi peredaran narkoba di indonesia sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada bagaimana hukuman mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
20 Ahmad Rusyaid ahyar, Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus
Narkoba Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam, Skripsi Jurusan hukum pidana dan ketatanegaraan fakultas syariah dan hukum UIN alaudin makasar 2016 dalam www.Portalgaruda.co.id diunduh pada 12 April 2019
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat meliputi penelitian laboraterium,
penelitian perpustakaan dan penelitian kancah.21 Dalam penelitian
skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitiannya. Penelitian pustaka adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk menghimpun dan mengakses data bersumber dari kepustakaan, baik berupa buku-buku, artikel, majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen, dan materi perpustakaan lainnya, dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun laporan ilmiah.22
Dengan demikian peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi yang berkaitan dengan penelitian peneliti seperti buku-buku dan artikel kemudian dianalisa untuk menjawab permasalahan peneliti tentang hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
21Cholid narbuka dan abu achmadi, metodelogi penelitian, (jakarta: PT bumi Aksara,
2016) 41
22 Abdurr Rahmat Fathoni, metodologi penelitian dan penyusunan skripsi, (Jakarta: PT
b. Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih dari satu variabel namun, variabel tidak saling bersinggungan sehingga disebut penelitian bersifat deskriftif.23
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya aataupun munculnya suatu fenomena tertentu.24 Penelitian ini berupaya menganalisis tentang hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan hukum positif.
Kemudian komparatif yaitu dengan membandingkan hasil yang didapat, dalam hal ini perbandingan antara sistem hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sehingga dapat diperoleh suatu gambaran masalah dan landasan penyelesaian.
2. Sumber data
Sumber data adalah subjek dari mana data-data diperoleh.25
Sumber data diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber kepustakaan kemudian ditelaah dan memformulasikannya dalam bentuk uraian yang argumentatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang dibagi kedalam tiga jenis bahan yaitu: bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tersier.
23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ,” (Jakarta: Rajawali press, 2014) 75. 24Ibid,
a. Bahan Primer
Adapun sumber primer yang penulis maksud disini yaitu dari Al-Qur’an dan al-hadits serta kitab al-fiqh al-Islami wa adillatuhu karangan wahbah al-zahili dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
b. Bahan sekunder
Sumber sekunder adalah data yang dapat menjelaskan atau mendukung bahan primer. Sumber data sekunder bahan sekunder merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian
majalah, koran, makalah, dan lain-lain.26 Adapun bahan sekunder
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah Hukum Pidana Islam dan Fiqh Jinayah karangan M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam karangan Zainudin Ali, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana karangan Hari Saangka dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
c. Bahan Tersier
Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder seperti Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dan internet.27
26 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1986) 23
27 Lexy J. Meloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian
dengan analisis isi (content analysis) secara sederhana di artikan sebagai
metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah
“teks”.28 Teks dapat berupa kata-kata, makna gambar, simbol, gagasan,
tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat di komunikasikan. Analisis isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung dalam sebuah teks, dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang direpresentasikan, sesuai tujuannya, maka metode analisis isi menjadi pilihan untuk diterapkan pada penelitian yang terkait dengan isi komunikasi dalam sebuah teks.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pengumpulan data dengan content analysis, yaitu dengan
menganalisis buku-buku, kitab-kitab, surat kabar, dan lain lain. Pada penelitian ini akan berupaya untuk mendeskripsikan tentang hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
4. Tekhnik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu
dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.29 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi mengemukakan bahwa analisa data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterprestasikan.30 penelitian ini mengunakan analisis
deskriptif. Sesuai dengan namanya metode penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran atau pesan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antara fenomena yang diselidiki. Dengan kata lain, metode diskripsi menggambarkan sikap suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Jadi, penelitian deskripsi menekankan gambaran objek yang diselidiki dalam keadaan
sekarang (pada waktu penelitian dilakukan).31
29 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010) 183
30 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta:
LP3ES,1989), 263
31 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hukuman Mati di Indonesia
1. Hukuman Mati Menurut Para Ahli
Istilah hukum pidana merupakan terjemah dari istilah bahasa
belanda, strafrecht. Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum.
Pengertian hukum pidana menurut para ahli sebagai berikut :
a. Pengertian dari prof. Moeljatno, S.H.
1) Hukum pidana adalah menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.1
b. Pengertian dari Dr. Andi Hamzah, S.H
1) Perundang-undangan pidana khusus (diluar KUHP ini) seperti
ekonomi, subversi, korupsi, imigrasi, dan lain-lain.
2) Perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana (seperti
yang dimaksud scholten dengan pidana pemerintahan) misalnya
undang-undang tenaga kerja, atom, arsip, koperasi, agraria,
narkotika, dan tera2
c. Pengertian menurut Dr. R.O. Siahaan, S.H, S.Sos, M.H
Subjek hukum pidana adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban serta mampu mempertanggungjawabkan
perbuatannya,3
2. Hukuman Mati menurut KUHP dan Perundang-undangan di
Indonesia
Soedarto mendifinisikan hukum pidana sebagai aturan hukum yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu
akibat yang berupa pidana.4 Ilmuan hukum yaitu kansil, juga
mendefinisikan hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan.5
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah tercantum jenis-jenis pidana yang meliputi :
a. Pidana pokok, yang terdiri dari :
2 Ibid,
3Monang Siahaan, Pembaruan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2016).h 7
4 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Pemaharuan (Malang :
Universitas Muhammadiyah Malang, 2012).h. 12
1) Pidana Mati
Baik berdasarkan pada pasal 69 maupun berdasarkan hak yang tertinggi bagi manusia pidana mati adalah pidana yang terberat, yang pelaksanaanya berupa penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini adalah hak Tuhan.
Menyadari keberdaan pidana mati, di Belanda sendiri (tempat asalnya KUHP), sejak tahun 1870 tidak lagi mengenal pidana mati karena pidana mati telah dihapuskan dari WvS-nya, kecuali masih dipertahankan dalam pidana militernya. Di Hindia Belanda (negara jajahannya), pada saat berlakunya WvS voor Nederlandsch Indie (KUHP sekarang) tanggal 1 Januari 1018, pidana mati telah dicantumkan di dalamnya, dan setelah kita memproklamasikan kemerdekaan, melalui pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, pidana mati tetap dipertahankan sampai kini, bahkan dalam rancangan KUHP 1992, yang dalam 1999/2000 telah direvisi, juga dikenal dengan pidana mati walaupun tidak disebutkan sebagai salah satu jenis pidana dalam kelompok pidana pokok, melainkan dikategorikan pidana yang
bersifat pidana khusus dan selalu bersifat alternatif.6 Bahkan
pidana mati merupakan konsep rancangan terbaru KUHP Nasional (2004 hingga kini) tetap dicantumkan akan tetapi
dilepaskan dari paket pidana pokok dan dianggap mempunyai sifat khusus, serta di ancamkan dan dijatuhkan semata-mata untuk mencegah dilakukannya tindak pidana tertentu dengan
menegakkan norma hukum demi mengayomi masyarakat.7
Di indonesia pidana mati dijalankan dengan ditembak mati berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 (pnps) tahun 1964, dijadikan Undang-Undang dengan UU No. 5 Tahun 1969, walaupun pasal 11 KUHP masih menyebutkan dengan cara digantung. Eksekusi pidana mati dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Kejaksaan setempat sebagai eksekutor dan secara tekhnis dilakukan oleh polisi.
Pengaturan tentang ketentuan yang memuat tentang pidana mati tercantum dalam Kitan Undang-Undang Hukum Pidana, yakni sebagai berikut :
a) Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk
bermusuhhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan dan jadi perang)
b) Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh untuk perang)
c) Pasal 140 ayat 3 (makar terhadap raja atau
kepala-kepala negara sahabat yang direncakan dan berakibat maut)
d) Pasal 340 (pembunuhan berencana)
7 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Penjara Di Indonesia (Bandung : Refika Aditama
e) Pasal 365 ayat (pencuri dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati).
f) Pasala 368 ayat (pemerasan dengan kekerasan yang
mengakibatkan luka berat)
g) Pasal 444 (pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang
mengakibatkan kematian).
Lebih lanjut ketentuan yang mengatur tentang
pemberlakuan pidana mati di muat pula dalam UU tindak pidana khusus, yaitu :
a) Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951 tetang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak
b) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) tentang
Wewenang Jaksa Agung atau Jakda Tentara Agung.
c) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 (Prp) tahun 1959
tenatng memperberat ancaman terhadap Tindak Pidana Ekonomi
d) Undang Nomor 31 tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi,
e) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika,8
2) Pidana Penjara
Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa
kehilangan kemerdekaan.9 Jadi dapat dikatakan bahwa pidana
penjara pada dewasa ini merupakan bentuk utama dan umum dari pidana kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup hanya tercantum dimana ada ancaman pidana mati (pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun).
3) Pidana Kurungan
Pidana kurungan adalah juga merupakan pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi ringan dari pidana penjara.
4) Pidana Denda.
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu, maksimum pidana denda adalah Rp. 0,25 x 15. Maksimumnya tidak ditentukan secara umum melainkan ditentukan dalam pasal
8 Jurnal Hukum Dan Peradilan Problematika Penerapan Pidana Mati, (Jakarta :
Mahkamah Agung 2013), h. 225
tindak pidana yang bersangkutan dalam buku II dan buku III
KUHP.10
b. Pidana tambahan yang terdiri dari :
1) Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Pidana pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal 35 KUHP, hak-hak yang dapat dicabut tersebut adalah
a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan
tertentu.
b) Hak menjalankan jabatan dan angkatan bersenjata
atau TNI.
c) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang
diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
2) Penyitaan Barang-Barang Tertentu
Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya
diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak
diperkenankan untuk semua barang. Undang-Undang tidak mengenal perampasan untuk semua kekayaan.
3) Pengumuman Putusan Hakim.
Mengenai pidana pengumuman putusan hakim ini hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang, misalnya terdapat dalam pasal 128, 206, 361, 377, 395 dan 405.
3. Hukuman Mati Menurut perUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
a) Pengertian Hukuman Mati
Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang masih dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di dunia termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik.
Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945, menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Namun KUHP dan beberapa peraturan perundang- undangan pidana diluar KUHP seperti UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.
Beberapa peraturan diluar KUHP juga mengancamkan pidana mati bagi pelanggarnya. Pada RUU KUHP yang baru hukuman mati (capital punishment) tetap dipertahankan, namun diatur dalam pasal tersendiri sebagai pidana yang bersifat khusus. KUHP yang menjadi buku
induk dari semua ketentuan hukum pidana sebenarnya telah memberikan satu cara pelaksanaan pidana mati secaras pesifik. KUHP memberikan tata cara pelaksanaan hukuman mati melalui hukuman gantung sampai mati. Meskipun melalui asas konkordansi Indonesia memberlakukan hukum kolonial, ternyata tidak semua peraturan tersebut diterima secara keseluruhan menjadi produk hukum yang berlaku secara nasional. Terbukti dari inisiatif pemerintah Indonesia pada masa itu yang telah membuat suatu mekanisme pelaksanaan pidana mati yang berbeda dari pelaksanaan pidana mati menurut Pasal 11 KUHP. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika.
b) Dasar Hukum Hukuman Mati
Dalam undang-undang nomer 35 tahun 2009 tentang narkotika di sebutkan.
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).11
3) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
4) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
11 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 12
c) Tujuan Hukuman Mati menurut Perundang-undangan
Dalam bahasa kajian hukum nasional lebih dikenal dengan konsep keadilan, kemanusiaan dan kepentingan, yaitu:
a. Keadilan
Dalam kaitan dengan keadilan, dikenal adanya beberapa macam keadilan. Macam -macam keadilan itu adalah keadilan komutatif (iustitia commutation), keadilan distributif (iustitia distributiva), keadilan vindikatif (iustitia vindication), keadilan kreatif (iustitia creativa), keadilan protektif (iustitia protectiva), dan keadilan legal (iustitia legalis).
1) Keadilan komutatif
Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang. Keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan antarorang antar individu. Disini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontarprestasi. Keadilan jenis ini terutama berkenaan dengan barang dalam perjanjian atau tukar menukar.
Contoh: Setiap orang memiliki hidup, hidup adalah hak setiap
orang. Karena itu, perbuatan merusak atau meniadakan hidup
orang lain adalah perbuatan melanggar hak. Perbuatan itu tidak
adil.
2) Keadilan disributif
Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hakadalah individu, sedangkan subjek kewajiban adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan dengan hubungan antara individu dan masyarakat atau negara. Disini yang ditekankan bukan asas kesamaan dan kesetaraan (prestasi sama dengan kontraprestasi). Melainkan yang, ditekankan adalah asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau kebutuhan. Keadilan jenis ini berkenaan
dengan benda kemasyarakatan, seperti jabatan,, barang,
kehormatan, kebebesan, dan hak-hak.
Contoh: Adalah adil kalau X mendapatkan Hukuman Seumur
hidup untuk tindak kejahatan penyalahgunaan narkoba selama ini.
Akan tetapi tidak adil kalu seorang pengedar dan bandar tidak
memperoleh hukuman mati, karena seorang pengedar dan bandar
merupakan asal muasal penyebaran sehingga disalahgunakan oleh
b. Kemanusiaan
1) Inisedental
Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Inisedental terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja; tidak secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu:
2) Residivis
Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Residivis ialah orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa; penjahat kambuhan: terdakwa tergolong -- yang pernah dijatuhi hukuman dua tahun, maka sangatlah tepat bila seseorang yang melakukan kejahatan untuk kedua kalinya dijatuhi hukuman mati karena akan mengacam keamanan orang lain.
c. Kepentingan umum
1) Teror dimasyarakat
Para pengedar narkotika merupakan teror bagi masyarakat karena peredarannya yang sangat cepat dan luas sehingga mengancam para anak remaja dan dewasa,
2) Teror membahayakan negara
Peredaran narkotika yang besar membawa indonesia
sebagai pusat perdagangan gelap narkotika, membuat indonesia
B. Hukuman Mati Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Hukuman Mati
Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan
terhadap kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini
merupakan jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan
disengaja. Pada dasarnya qhisas adalah balasan (hukuman) bagi seorang
pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya atau
pembalasan yang setimpal dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukan
secara sengaja.13
Qhisas bagi pembunuhan sengaja dikenal dengan qhisas bunuh
sebagai hukuman mati bagi pelakunya atau dalam ilmu hukum.14 Dalam
hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana matiadalah kewenangan Ulil
Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika hal kasus ini
adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para fuqaha, orang
yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah Kepala Negara
yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi wewenang, karena hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan untuk kepentingan
masyarakat. Oleh karenaitu harus diserahkan kepada wakil masyarakat yaitu
kepala Negara.15 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan tentang pidana mati
menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas (al-jinayah) seperti
13 Abd. Qadr ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy, cet.3 (Kairo: Maktabah Dar al-
Gurubah, 1963), II; hlm. 14
14 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum,h. 156. 15 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, 158
pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr), perzinaan (al-zina),
hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al- bughat), dan
perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati juga dijatuhkan
kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam)
untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana mati dilakukan
dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama (al-riddah) yang
dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran terhadap
Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah salat, beberapa ulama
mempersamakannya dengan murtad (al-riddah).16
Pidana mati merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak
pidana yang dinyatakan sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qital)
dimana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan
membayar denda pengganti (aldiyat), maka pelakunya dapat dijatuhi
hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik (al- qishas). Dalam
konsepsi ini, maka kejahatan dibalas dengan hukuman yang serupa.
Dalam kasus penetapan hukuman mati (al-qishas), ditetapkan
beberapa syarat antara lain: bahwa yang bersangkutan telah melakukan
pembunuhan terhadap yang tak “boleh” (haq) di bunuh, atau orang yang
“boleh” (haq) dibunuh, akan tetapi belum diputuskan oleh hakim. Pelaku bisa
dihukum mati dengan ketentuan bahwa pada saat melakukan kejahatan telah
cukup umur (baligh) dan berakal (aqil).
Ulama membagi hukuman kedalam dua bentuk yaitu hukuman
yang ditentukan dalam nash, berupa hukuman had dan qisas dan hukuman
yang tidak ditentukan, dan dalam hukuman yang tidak ditentukan dalam
nash berupa hukuman ta’zir.17 Had adalah hukuman yang batasannya telah
ditentukan olehAllah, seperti contohnya potong tangan, jilid, kafarat, diyat,
qisas, dan qisas adalah hukuman yang setimpal bagi tindak penganiayaan,
sedangkan ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh penguasa sebagai
hukuman tambahan atau sebagai hukuman alternative.
Secara rinci dapat dikelompokkan hukuman had ada empat macam
yaitu hukuman mati (bunuh), potong tangan, jilid dan pengasingan.18
Pelaksanaan hukuman dalam Islam baik berupa hukuman had atau ta’zir
diserahkan kepada penguasa atau aparat pemerintah, dalam hal ini maka orang yang diberi tugas untuk melaksanakan hukuman tersebut adalah hakim
atau yang dikenal dengan istilah Qadhi. Qadhi adalah orang yang diberi tugas
oleh penguasa untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara serta memutuskan hukuman yang pantas diberikan dan sekaligus orang yang melaksanakan putusannya tersebut, maka setiap pelaksanaan hukuman atau
eksekusi adalah tugas hakim, baik eksekusi hukuman had dan ta’zir.
Pengecualian dalam hukuman had, seperti hukuman mati atau potong
tangan, maka yang menjalankannya adalah orang yang ahli seperti algojo.19
2. Dasar Hukum Hukuman Mati
17 Moh. Abu Zahrah, Al-Uqubah; Al-Jarimah wa al-Uqubah, (Dar al-fikr,t.t), hlm. 69 18 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ Jinaiy Islamiy: Muqaranah bain
al-Qanun, (Kairo: Dar al-Ghurubahu, 1963), hlm. 612.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah: 178)
Tafsir: Allah menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berlaku adil dalam qishoh. Orang merdeka dengan orang merdeka hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita. Janganlah kalian melanggar dan melampaui batas seperti yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kalian, dan mereka telah mengubah hukum Allah Ta’ala yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.
Sebab turunnya ayat ini di terangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Abu Muhammad bin Abi Hatim, Dari Sa’id bin Jubair, mengenai firman Allah Ta’ala, ) َلۡتَقۡلٱ ِفِ ُصا َصِقۡلٱ ُمُكۡيَلَع َبِتُك ْاوُنَماَء َنيِلَّٱذ اَهُّيأَٰٓ َيَ )
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishosh berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh," yaitu, jika pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja, maka orang merdeka diqishosh dengan orang merdeka. Hal itu dikarenakan pada masa jahiliyah, sebelum Islam datang, terjadi peperangan antara dua kelompok masyarakat arab. Dalam peperangan itu ada di antara mereka yang terbunuh dan luka-luka.
Bahkan mereka sampai membunuh para budak dan kaum wanita dan sebagian mereka belum sempat menutut sebagian yang lainnya, sampai memerak memeluk Islam, ada salah satu kelompok yang melampaui batas terhadap kelompok lain dalam perbekalan dan harta benda mereka. Lalu mereka bersumpah untuk tidak rela sehingga seorang budak dari kalangan kami dibalas dengan seorang mereka dari mereka, seorang perempuan kami dibalas dengan seorang laki-laki dari mereka. Maka turunlah firman Allah Ta’ala ( ٰىَثنُ ۡلۡٱِب ٰىَثنُ ۡلۡٱَو ِدۡبَعۡلٱِب ُدۡبَعۡلٱَو ِّرُحۡلٱِب ُّرُحۡلٱ) "Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita" mengenai firman-Nya (ىَثنُ ۡلۡٱِب ٰىَثنُ ۡلۡٱَو) "wanita dengan wanita".
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, "Yang demikian itu karena mereka tidak membunuh laki-laki sebagai balasan atas seorang wanita dengan wanita. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya ( ِنْيَعْلاِب َنْيَعْلاَو ِسْفَّنلاِب َسْفَّنلَأ ) "Bahwa jiwa dengan jiwa dan mata dengan mata"
(QS. Al-Maaidah: 45) Orang-orang merdeka diperlakukan sama dalam
qishosh yang dilakukan secara sengaja, baik laki-laki maupun wanita, dalam hal jiwa ataupun yang lebih ringan. Hal yang sama juga diberlakukan pada hamba sahaya, budak laki-laki maupun wanita. Menurut madzab empat imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan jumhur ulama bahwa sekelompok orang dapat dibunuh karena membunuh satu orang.
Hal itu berkaitan dengan kasus seorang anak yang dibunuh oleh tujuh orang. Maka umar pun membunuh mereka semua. Dalam hal ini umar berkata, "Apabila penduduk Sha’a berkomplot membunuhnya, niscaya aku akan membunuh mereka semuanya." Pada masa itu, tidak seorang pun
sahabat yang menentangnya. Hal itu merupakam ijma’.20 Seperti halnya para pengedar narkotika yang dapat membunuh banyak jiwa sekiranya harus di hukum qishosh karena mengingat narkotika sendiri mengandung zat yang dapat melumpuhkan syaraf, memabukan, bahkan bisa berdampak pada kematian.
Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. .(Al-Maidah: 32-33)
20 Imam Jaliil Hafidz ‘Amadain Abi Fida’ Ismail Ibnu Kasir,Tafsir Al-Qur’ani Adhi,