• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Agresivitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Agresivitas"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11

A. Pengertian Agresivitas 1. Definisi Agresivitas

Buss dan Perry (1992) menyatakan tingkah laku dikatakan menjadi agresi jika tingkah laku tersebut ditujukan untuk mengancam pada individu lain, selain itu definisi dari agresivitas adalah suatu bentuk perilaku yang mengarah pada tindakan untuk melukai ataupun mengancam secara fisik atau non fisik pada individu baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Myers (Sarwono, 1997) mendefinisikan agresi sebagai bentuk tindakan kepada orang lain yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti baik itu secara fisik maupun lisan. Baron dan Byrne (Khumas, Hastjarjo, & Wimbarti, 1997) mendefinisikan perilaku argresi adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti atau menyerang orang lain secara sengaja. Menurut Bandura (Sarwono, 1997) perilaku agresivitas adalah suatu perilaku sehari-hari yang didapat melalui proses belajar dari model yang dilihat melalui teman bermain, keluarga, lingkungan budaya tempat tinggal, video game, atau media masa.

Watson (Atamimi, 1998) menyatakan bahwa perilaku agresi adalah suatu perilaku yang memiliki tujuan untuk melukai selain itu perilaku agresif sebagai alat untuk mencapai maksud tertentu yang ada dibalik perilaku agresi. Menurut ilmu psikologi perilaku secara verbal ataupun

(2)

non verbal yang dilakukan oleh seseorang baik itu secara fisik atau mental untuk menyakiti seseorang maka perilaku tersebut bisa digolongkan ke dalam perilaku agresi menurut Berkowitz (1995). Wilson dan Lipsey (2003) menggolongkan agresi ke dalam empat jenis perilaku yang pertama ialah berkelahi (fighting), kedua mengancam (making threats), ketiga mempelonco (bullying, hazing), dan yang terakhir adalah menghina (name-calling). Menurut Muray (Chaplin, 2001) agresi adalah suatu kebutuhan individu untuk menyerang, memperkosa, melukai, meremehkan, mengganggu, membahayakan, merusak, memfitnah, mencela dan menghukum secara berat bahkan tindakan-tindakan yang sadistis lainnya. Freud (Chaplin, 2001) mendefinisikan agresi adalah suatu pernyataan kesadaran atau proyeksi dari naluri kematian.

Definisi agresivitas dalam Kamus Lengkap Psikologi menurut Chaplin (Nisfiannoor & Yulianti, 2005) dijelaskan bahwa agresivitas adalah suatu perilaku untuk menonjolkan diri, kekuasaan sosial, pemaksaan kehendak yang dilakukan secara ekstrim yang menjadi kebiasaan atau kecenderungan habitual. Agresi memiliki dua definisi menurut Krahe (2005) yaitu, yang pertama menurut pendekatan behavioristik agresi adalah suatu tindakan seseorang untuk melukai orang lain. Kedua agresi menurut definisi klasik adalah sebuah perilaku yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Kemudian Krahe (2005) memberikan ciri-ciri pada suatu perilaku agar bisa dikatakan sebagai

(3)

perilaku agresi yaitu menyakiti, adanya niat dan harapan merugikan dari pelaku, dan tindakan tersebut sesuai dengan harapan pelaku. Konrad Lorenz (Nashori, 2008) berpendapat bahwa agresivitas adalah sifat naluriah yang dimiliki setiap manusia untuk mempertahankan hidup ataupun mengancam eksistensi.

Berdasarkan dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agresivitas adalah kecenderungan perilaku individu untuk melukai, menyakiti, menghina, membahayakan individu lain yang menjadi sasaran atas perilaku tersebut baik dilakukan secara verbal atau non verbal dan langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini, untuk melihat bagaimana agresivitas mahasiswa pemain game online yang muncul baik itu verbal ataupun non verbal.

2. Aspek-aspek Agresivitas

Buss & Perry (1992) membagi perilaku agresivitas menjadi empat aspek, yaitu:

a. Fisik

Perilaku melukai, mengganggu, atau membahayakan individu dalam bentuk fisik.

b. Verbal

Perilaku menyakiti, menghina, mencaci maki atau membahayakan individu dalam bentuk verbal.

(4)

c. Marah

Perilaku reaksi afektif sebagai awal mula dari perilaku agresi yang selanjutnya akan disalurkan lewat bentuk perasaan marah, kesal, dan jengkel selain itu kecenderungan sifat temperamental juga masuk dalam aspek ini yaitu seberapa cepat individu marah dan kesulitan dalam mengelola emosi.

d. Permusuhan

Perilaku agresi yang tidak terlihat karena dalam aspek ini kompenan yang ada didalamnya ialah rasa kebencian, rasa cemburu, rasa iri dengki, kecurigaan terhadap individu lain yang sangat berlebihan atau rasa ketidakpercayaan.

3. Faktor-faktor Agresivitas

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas yang disampaikan oleh Koeswara (1988), yaitu:

a. Stres

Stres adalah suatu bentuk perubahan atau stimulus lingkungan yang direspon oleh fisiologis.

b. Efek Senjata

Senjata menjadi stimulus untuk mengefektifkan pelaksaan agresi tetapi peran dari senjata dalam agresi bisa juga karena efek senjata tersebut.

(5)

c. Efek Alkohol dan Obat-obatan

Efek mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan dalam jumlah yang banyak mengakibatkan seseorang kehilangan kendali yang berujung pada kekerasan, efek dari alkohol pada seseorang yang memiliki masalah psikiatris dan neurologis tertentu juga bisa menyebabkan seseorang bertindak kearah kekerasan.

d. Suhu Udara

Pada penelitian yang dilakukan oleh Baron dan Ransberger (Koeswara, 1988) tahun 1967-1971 kota Amerika berada pada suhu 85°F atau 29,5°C yang mengakibatkan banyaknya terjadi perkelahian yang sangat serius.

e. Provokasi

Moyer (Koeswara, 1988) menyebutkan bahwa provokasi bisa menyebabkan terjadinya agresi karena seseorang beranggapan bahwa hal tersebut adalah sebuah ancaman yang harus dilawan dengan hal yangs serupa yaitu agresi.

f. Frustasi

Berkowitz (Koeswara, 1988) berpendapat bahwa terbentuknya agresi karena adanya kesiapan dari pelaku yang terbiasa dari pengalaman frustasi dan stimulus eksternal yang menjadi wadah untuk meluapkan perilaku agresivitas.

(6)

g. Deindividuasi

Deindividuasi adalah kehilangan jati diri seseorang dalam suatu kelompok yang dimana dalam keadaan tersebut mengakibatkan seseorang menjadi tidak bisa mengontrol diri dan melakukan hal yang cenderung kearah perilaku agresi.

h. Kekuasaan dan Kepatuhan

Akton (Koeswara, 1988) mendefinisikan jika individu memiliki kekuasaan maka kekuasaan tersebut akan cenderung disalahgunakan kemudian kepatuhan seseorang pada atasan mengakibatkan perilaku individu menjadi agresi karena individu tersebut merasa memiliki pelindung dan merasa tanggung jawab tersebut terletak pada atasan sehingga individu tersebut berbuat leluasa.

Berkowitz (1995) dan Sarwono (1997) juga menyetakan ada beberapa faktor penyebab munculnya agresivitas, yaitu:

a. Media Kekerasan

Berkowitz (1995) menyatakan maraknya agresi disebabkan oleh media-media televisi yang banyak memuat tentang kekerasan. Hal ini selaras dengan apa yang disebutkan oleh Eron (Gerbner; Sarwono, 1997) acara televisi yang banyak mengandung unsur kekerasan akan memicu pada perilaku agresivitas karena perilaku peniruan pada apa yang dilihat di televisi.

(7)

b. Lingkungan

Menurut Griffit (Sarwono, 1997) suhu udara dilingkungan sekitar yang sangat panas mampu menimbulkan perilaku agresi. Selain itu faktor lingkungan yang padat penduduk, sesak akan lebih sering terjadi banyaknya tindak kejahatan dan kekerasan Flemming, Baum dan Weiss (Sarwoono, 1997).

c. Pengaruh Kepribadian

Glass (Sarwono, 1997) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kepribadian A (mudah tersinggung, tergesak-gesak) lebih agresif dari pada seseorang dengan tipe kepribadian B (tidak tergesak-gesak, penyabar).

Faktor-faktor agresivitas menurut beberapa tokoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa agresivitas dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu itu sendiri seperti stres, frustasi, deindividuasi, dan pengaruh kepribadan. Serta faktor dari luar seperti efek senjata, alkohol, obat-obatan, suhu udara, provokasi, kekuasaan, kepatuhan, media kekerasan, dan lingkungan.

B. Pengertian Kecerdasan Emosi 1. Definisi Kecerdasan Emosi

Goleman (2009) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan individu dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial selain itu kecerdasan emosi juga mencakup hal mengontrol emosi,

(8)

mengatur dorongan hawa nafsu, mengendalikan perasaan, kemampuan empati, dan kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan. Cooper dan Sawaf (Djuwarijah, 2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah hal yang mendasar pada manusia. Djuwarijah (2002) mengatakan bahwa jika seseorang mampu mengendalikan kecerdasan emosi dengan baik maka keberhasilan dalam hidup akan mampu diraih dengan maksimal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Gottman (Djuwarijah, 2002) bahwa anak-anak yang memiliki prestasi yang baik adalah anak-anak yang mampu mengenali dan menguasai emosinya.

Menurut Goleman (Muthusami & Jayaraman, 2013) kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengelola emosi, mengenali perasaan dirinya dan orang lain. Turner mengatakan bahwa kecerdasan emosional lebih dominan dari pada kecerdasan intelektual dalam kehidupan manusia, hal ini karena kecerdasan intelektual hanya menyumbangkan angka 20% saja dalam keberhasilan individu sedangkan kecerdasan emosional menyumbangkan angka 80% dalam keberhasilan individu, karena kecerdasan intelektual hanya mampu menangani kasus problem praktis logika sedangkan kecerdasan emosional adalah kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain selain itu juga kecerdasan emosional adalah kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain (Singh & Modassir, 2008).

Goleman (2009) mendefinisakan bahwa kecerdasan emosional merupakan hal penting dikehidupan manusia karena jika individu

(9)

memiliki kecerdasan emosional yang baik maka individu tersebut akan mampu mengenali dan menangani perasaan diri sendiri dan orang lain dengan baik, selain itu penyelesaian masalah hidup dipengaruhi oleh kecerdasan emosional karena individu tersebut akan mampu memahami permasalahan, menempatkan emosi pada tempatnya, dan menjaga hubungan sosial.

Menurut Daud (2012) kecerdasan emosional bukan terletak pada kepintaran individu tetapi terletak pada karakteristik individu. Salovey dan Mayer (Aprilia & Indrijati, 2014) mendefiniskan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengontrol perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain yang selanjutnya dari proses tersebut menjadi dasar individu dalam berperilaku. Kecerdasan emosi menurut Shapin (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008) perilaku individu dalam memecahkan sebuah permasalahan yang sedang dihadapi akan dipengaruhi oleh kecerdasan emosional individu tersebut.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, mengontrol emosi, kemampuan dalam berinteraksi sosial, berempati, bangkit dari keterpurukan, mengatur dorongan hati, mengatur emosi agar tidak berlebih-lebihan dalam mengekspresikannya dan juga mengatur suasana hati.

(10)

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Goleman (2009) membagi kecerdasan emosi menjadi lima aspek, yaitu:

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah kemampuan individu dalam mengahadapi sesuatu dengan memahami perasaan diri atau yang biasanya disebut dengan kepekaan individu terhadap lingkungan sekitar yang tinggi untuk menentukan tujuan dan kepercayaan diri yang kuat dan realistis. Kesadaran diri memungkinkan untuk mampu mendapatka informasi yang penting untuk membuang perasaan suasana tidak menyenangkan. Semakin tinggi tingkat kesadaran diri seseorang maka semakin tinggi kemampuan seseorang dalam mengontrol perilaku negatif.

b. Pengaturan Diri

Kemampuan dalam mengatur diri sendiri yang didalamnya terdapat komponen pengaturan emosi atau amarah, tidak larut dalam kesedihan atau mampu membuat perasaan senang, tidak mudah tersinggung dan mampu menahan rasa kecewa berlebihan jika ada tujuan yang tidak tercapai. Kemampuan ini mampu menahan rasa marah dan berpikir sebelum bertindak.

c. Motivasi Diri

Mampu bangkit kembali dalam tekanan atau mampu menghadapi tekanan pada diri, bertahan dari kegagalan dan rasa

(11)

frustasi mempunyai keinginan atau rasa yang kuat dalam mencapai tujuan, dan mempunya kemampuan dalam bekerja secara efisien. d. Empati

Kemampuan individu dalam merasakan atau memahami perasaan orang lain, mampu memahami sudut pandang orang lain, mampu memahami keinginan atau kebutuhan orang lain. Empati yang dibangun dengan pemahaman dan kekecewaan maka akan mampu melihat situasi dengan perspektif yang lebih tepat.

e. Membina Hubungan (Keterampilan Sosial)

Kemampuan individu dalam berinteraksi pada lingkungan sosial dengan baik seperti mampu dalam mengatur emosi ketika sedang berinterkasi, mampu menganalisa situasi saat berinteraksi, kemampuan individu dalam bernegosiasi, bekerjasama, memimpin, menyelesaikan masalah, dan mampu bersikap bijaksana saat berhubungan sosial.

C. Kecanduan Game Online

Ulfa (2017) menyatakan bahwa kecanduan adalah suatu perasaan yang sangat kuat terhadap sesuatu yang diinginkan individu sehingga individu akan berusaha untuk mencari sesuatu yang sangat diinginkan tersebut, misalnya kecanduan internet, kecanduan melihat televisi, atau kecanduan bekerja. Kecanduan game online merupakan salah satu jenis kecanduan yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan

(12)

internet addictive disorder. Internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah Computer game Addiction (Ulfa, 2017). Yee (Santoso & Purnomo, 2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa 64,45% remaja laki-laki dan 47,85% remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain game online kecanduan terhadap game online.

Game online memiliki dampak pada penyesuaian individu terhadap sosial yang menjadi buruk. Buruknya penyesuaian sosial akan berdampak pada terganggunya fungsi psikologis dan sosial dan juga terganggunya hubungan individu dengan lingkungan (Santoso & Purnomo, 2017). Menurut Ningrum (Santoso & Purnomo, 2017) menyatakan bahwa buruknya penyesuaian sosial pada individu disebabkan individu tersebut gagal dalam mengelola konflik yang sedang dialami atau tidak mampu menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah sehingga menimbulkan banyak gejolak emosi dan berakhir pada perilaku agresivitas. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari center for internet addiction recover, Aqila (Santoso & Purnomo, 2017) menyatakan bahwa individu yang kecanduan games online memiliki ciri-ciri, yaitu merasa terikat dengan game online (selalu memikirkan terkait bermain game online pada saat tidak bermain). Memainkan game online dengan durasi waktu lebih dari 14 jam perminggu atau lebih dari dua jam perharinya dan hanya memainkan satu jenis game online. Bahkan lebih dari satu bulan masih tetap fokus memainkan atau menggeluti game yang sama serta masih terus bermain meskipun sudah tidak menikmati lagi. Merasa kebutuhan bermain game

(13)

online dengan jumlah durasi waktu yang terus meningkat setiap minggunya untuk mencapai sebuah kepuasan. Merasa gelisah, murung, depresi dan cepat marah ketika mencoba untuk mengurangi bermain game online. Bermain game online adalah suatu cara untuk melarikan diri dari masalah – masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan misal perasaan tidak beradaya, bersalah, cemas, depresi dan stres.

D. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Agresivitas

Menurut Salovey dan mayer kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengontrol perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain yang selanjutnya dari proses tersebut menjadi dasar individu dalam berperilaku. Ketika individu dihadapkan pada situasi yang menekan atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka individu yang mampu mengendalikan, memahami emosinya atau memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang baik maka rasa frustasi, tertekan, dan sesuatu yang tidak sesuai harapan akan bisa dialihkan dengan pikiran yang positif atau tindakan yang tenang dan tidak meluapkan perasaan tersebut dalam bentuk emosi yang negatif yaitu agresivitas (Aprilia & Indrijati, 2014).

Agresivitas merupakan perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain baik itu secara verbal atau non verbal seperti yang dikemukakan oleh Wilson dan Lipsey (2003) menggolongkan agresi kedalam empat jenis perilaku yang pertama ialah berkelahi (fighting), kedua mengancam (making threats), ketiga mempelonco (bullying, hazing), dan yang terakhir

(14)

adalah menghina (name-calling). Para pemain game online memunculkan perilaku agresivitas seperti melontarkan kata-kata yang bernada kasar karena efek dari lingkungan sekitar, dari jenis permainan yang tergolong agresi. Hal tersebut selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Bandura (Sarwono, 1997) perilaku agresivitas adalah suatu perilaku sehari-hari yang didapat melalui proses belajar dari model yang dilihat melalui teman bermain, keluarga, lingkungan budaya tempat tinggal, video game, atau media masa. Perilaku agresivitas pada mahasiswa pemain game online dapat disebabkan dari beberapa faktor seperti frustasi, stres menurut Koeswara (1988) dan faktor lingkungan, dan media kekerasan menurut Berkowitz (1995) dan Sarwono (1997).

Seorang pemain game online perlu untuk bisa mengendalikan emosi yang ada di dalam diri sendiri. Perilaku agresi adalah salah satu contoh emosi negatif yang disebabkan karena kurangnya kemampuan individu dalam mengendalikan dan mengenali emosi yang ada dalam diri sendiri. Goleman (2009) menyebutkan beberapa aspek kecerdasan emosional meliputi aspek kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, dan membina hubungan atau keterampilan sosial.

Kesadaran diri kaitannya dengan mengenali perasaan diri sendiri yang sedang dirasakan dengan mampu mengenali perasaan diri sendiri diharapkan individu mampu untuk mengambil keputusan yang tepat dan sejalan dengan kemampuan dan kepercayaan diri yang optimal. Menghentakkan mouse dan keyboard, dan memukulkan tangan ke meja

(15)

adalah kecenderungan ke arah perilaku agresivitas pada pemain game online. Pemain game online yang mampu mengontrol emosi akan mengenali dan memahami perasaan dan pikiran yang cenderung ke arah agresi dengan demikian diharapkannya nanti mampu mengelola perilaku agresivitas. Kesadaran diri akan membuat individu mampu untuk mengelola pikiran dan perasaan, sehingga mampu menentukan apa yang harus dilakukan secara tepat untuk berperilaku positif.

Agung dan Matulessy (2012) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat agresivitas tinggi disebabkan oleh kecerdasan emosi yang rendah, sebaliknya jika individu memiliki agresivitas yang rendah disebabkan oleh kecerdasan emosi yang tinggi, karena dalam kecerdasan emosi terdapat komponen kesadaran diri, pengaturan diri motivasi, empati dan keterampilan sosial. Jika individu memiliki komponen tersebut maka individu tidak mudah terpancing emosi dan mampu sadar sebelum bertindak.

Aspek selanjutnya adalah pengaturan diri, yaitu kemampuan individu dalam mengatur dan mengendalikan emosi dengan tujuan individu tersebut mampu menghadapi permasalahan secara positif, dan bangkit dari kegagalan (Goleman, 2009). Mahasiswa pemain game online yang mampu mengelola emosi dengan baik, maka akan mampu mengatur diri dengan baik. Rasa marah, rasa jengkel, kecewa ketika hasil tak sesuai harapan, berkata kasar adalah perilaku yang cenderung ke arah agresivitas pada mahasiswa pemain game online. Goleman (1991) menyatakan bahwa

(16)

dengan pengelolaan pengendalian diri maka seseorang akan mampu menahan dan mengelola perasaan yang menekan sehingga masih mampu berpikir dengan positif.

Mahasiswa pemain game online yang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka mampu mengatur perasaan untuk tetap memiliki motivasi, pikiran dan tindakan yang positif agar saat merasa gagal atau keinginan tidak sesuai harapan para pemain game online tetap berperilaku positif sehingga tidak meluapkan emosinya dengan cara melontarkan kalimat kasar dan perilaku yang memiliki kecenderungan ke arah perilaku agresivitas.

Aspek selanjutnya adalah empati yaitu kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Para pemain game online jika memiliki kemampuan ini maka akan mampu memahami perasaan orang lain serta tidak mudah untuk mengeluarkan kata-kata yang mampu menyakiti perasaan orang lain dan kat-kata bernada kasar. Sikap empati yang tumbuh dalam diri individu akan membuat individu tersebut terbiasa untuk merespon dengan tepat perasaan orang lain sehingga individu tersebut akan berhati-hati dalam berperilaku. Sikap empati tumbuh dari kesadaran emosi, semakin sadar dengan emosi maka akan semakin membuat individu tersebut memahami emosi (Goleman, 2009).

Selanjutnya aspek keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, bersikap bijaksana ketika berinteraksi, dan mampu mengatur emosi saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Para pemain game online yang terbiasa menunjukkan

(17)

perilaku ke arah agresi dalam kehidupan sehari-hari dapat terjadi akibat jenis permainan yang mengandung unsur agresivitas, dimana menjadi stimulus bagi para pemain game online terhadap perilaku sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bandura (Sarwono, 1997) perilaku agresivitas adalah suatu perilaku sehari-hari yang didapat melalui proses belajar dari model yang dilihat melalui teman bermain, keluarga, lingkungan budaya tempat tinggal, video game, atau media masa. Mahasiswa pemain game online yang memiliki kemampuan keterampilan sosial akan menjaga hubungan dengan orang lain sehingga akan bersikap sopan dan memperhatikan kata-kata yang akan diucapkan. Salovey dan mayer (Aprilia & Indrijati, 2014) mendefiniskan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengontrol perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain yang selanjutnya dari proses tersebut menjadi dasar individu dalam berperilaku.

E. Hipotesis

Ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada mahasiswa pemain game online. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah agresivitas pada mahasiswa pemain game online. Sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi agresivitas pada mahasiswa pemain game online.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan penurunan vigor benih dapat diatasi dengan peningkatan kerapatan benih yang akan meningkatkan jumlah kecambah normal kuat yang akan digunakan untuk kegiatan

〔商法一ニ九〕手形金の一部に関する原因債務不存在といわゆる二重無権の抗弁東京地裁昭和四 六年ニ月一二日判決 倉沢, 康一郎Kurasawa,

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan: Pertumbuhan anggrek Vanda lebih sesuai pada komposisi media VW yang ditambahkan 2 ppm giberelin dan 250 mL air kelapa

Penerapan sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah harus sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintahan. Karena sistem akuntansi pemerintahan merupakan

Sebagai bahan perbandingan, penyusunan standar kompetensi lulusan Program Studi S2 Teknik Eektro Udayana juga diambil dari ABET (Accreditation Board for Engineering

Djaman Satori (dalam Suhardan, 2010 hlm. 28) mengemukakan bahwa supervisi pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu

Karena kondisi ini, pada kasus kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada otot jantung yang akan dapat