• Tidak ada hasil yang ditemukan

RADIO PANCAR ULANG SEBAGAI KOMUNIKASI SIAGA BENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RADIO PANCAR ULANG SEBAGAI KOMUNIKASI SIAGA BENCANA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

“RADIO PANCAR ULANG

SEBAGAI KOMUNIKASI SIAGA BENCANA”

Oleh:

Dr. Suwito, M.Pd

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG

(UNIKAMA)

(2)

DAFTAR ISI

Hal

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Pengertian ... 2

1.4 Landasan Hukum ... 4

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI ... 5

2.1 Kebijakan ... 5

2.2 Strategi ... 5

BAB III ORGANISASI DAN TATA KERJA ... 6

3.1 Organisasi ... 6

3.2 Tata Kerja ... 6

BAB IV PROSEDUR DAN PENGOPERASIAN RADIO 8 KOMUNIKASI... 4.1 Frekuensi ... 8

4.2 Nama Panggilan ... 9

4.3 Kode Komunikasi Kebencanaan ... 9

4.4 Bahasa Yang Digunakan ... 9

4.5 Jaring Komunikasi ... 10

BAB V STANDAR PERANGKAT RADIO KOMUNIKASI ... 12

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tersirat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dengan

tujuan memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan

penghidupan masyarakat termasuk perlindungan terhadap bencana. Menyikapi hal tersebut, penetapan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai wujud perlindungan pemerintah kepada masyarakat dalam menghadapi bencana.

berbagai upaya telah dilakukan oleh beberapa institusi untuk mengurangi dampak yang akan timbul akibat bencana. Hal tersebut tidaklah mudah dikarenakan keragaman dan keunikan wilayah Indonesia yang membuat upaya-upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana membutuhkan beragam pendekatan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah dengan melakukan penguatan jaringan komunikasi dan informasi kebencanaan pada Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Provinsi/Kabupaten/Kota menggunakan radio komunikasi. Hal ini bertujuan agar pertukaran data dan informasi kebencanaan antara pusat dan daerah dapat dilakukan secara cepat, tepat dan terkoordinasi guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana secara efektif dan efisien.

(4)

2

1.2. Maksud dan Tujuan

Modul tentang Radio Komunikasi Kebencanaan dimaksudkan

sebagaipanduan pengoperasian radio komunikasi dalam

penyelenggaraanpenanggulangan bencana.Tujuan modul ini ini

yaitu:

1. Terciptanya pemahaman yang sama antara BNPB, BPBD provinsi/

kabupaten/kota terkait komunikasi radio kebencanaan dalam melakukan koordinasi penanggulangan bencana, serta pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan penanggulangan bencana.

2. Terciptanya pertukaran data dan informasi kebencanaan secara

cepat antara BNPB, BPBD provinsi/kabupaten/kota, serta pihak pihak yang terkait dalam kegiatan penanggulangan bencana. 1.3. Pengertian

1. Komunikasi adalah proses dasar pada perpindahan informasi.

2. Radio adalah terminology khusus dimana sinyal yang dikirim

harus dirubah menjadi gelombang elektromagnetik yang merambat melalui jarak jauh.

3. Komunikasi radio adalah telekomunikasi dengan menggunakan

gelombang radio.

4. Gelombang Radio adalah satu bentuk dari radiasi

elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dimodulasi (dinaikkan frekuensinya) pada frekuensi yang

terdapat dalam frekuensi gelombang radio dalam suatu

spectrum elektromagnetik, dan radiasi elektromagnetiknya

bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetic.

5. High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan HF adalah

radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada frekuensi 2 Mhz sampai 24 Mhz. Frekuensi ini biasanya dipergunakan untuk jarak jauh, karena sifat gelombangnya dapat memantul dan tidak ada efek hambatan pada objek atau lawan komunikasi, frekuensi ini dapat memantul ionosper. Radio komunikasi ini masih tergantung pada propagasi.

(5)

3

6. Very High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan VHF

adalah radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada Frekuensi 100 Mhz sampai 300 Mhz, frekuensi ini biasanya dipergunakan untuk jarak dekat. Gelombang radio yang dipancarkan arahnya berbentuk garis lurus (horizontal).

7. Ultra High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan UHF

adalah radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada frekuensi 300 Mhz sampai 3000 Mhz (3Ghz), frekuensi UHF tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan apa yang dibawa sepanjang ionosfer, frekuensi dapat terpantul dari partikel – partikel bermuatan rendah ketitik lain di bumi untuk mencapai jarak yang lebih jauh.

8. Transmitter yang selanjutnya disingkat dengan TX adalah

sekumpulan komponen dan rangkaian elektronik yang didesain untuk mengkonversi bentuk informasi menjadi satu sinyal yang memungkinkan untuk ditransmisi melalui medium komunikasi.

9. Receiver yang selanjutnya disingkat dengan RX adalah

sekumpulan komponen dan rangkain elektronik yang menerima pesan dari kanal untuk dikonversi bentuk informasi yang bisa dan dapat dipahami.

10.Repeater adalah system komunikasi dua arah yang dilakukan

melalui radio pancar ulang.

11.Nama Panggil (call sign) adalah identitas panggilan untuk

operator.

12.Pemanggilan Rutin adalah pemanggilan yang dilakukan secara

harian antara stasiun radio BNPB dan BPBD.

13.Operator Radio adalah orang yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan untuk melakukan kegiatan operasional komunikasi radio.

14.Komunikasi Data adalah pengiriman dan penerimaan data atau

informasi dari dua atau lebih peralatan yang terhubung dalam sebuah jaringan baik lokal mau pun luas.

15. Komunikasi on scene adalah pengiriman atau penerimaan dalam

bentuk video streaming baik langsung maupun berupa rekaman.

16.Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya di

singkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

17.Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya di

singkat dengan BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.

18.Pusat Pengendalian Operasi yang selanjutnya disingkat dengan

Pusdalops adalah unsur pelaksana di BNPB/BPBD yang bertugas menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi penanggulangan bencana.

(6)

4

1.4. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana;

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Tranksaksi Elektronik;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang

Spektrum Frequency Radio dan Orbit Satelit;

7. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan

Nasional Penanggulangan Bencana;

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BPBD;

9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/

MKOMINFO/12/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri KomunikasiDanInformatikaNomor17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

10.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 3 Tahun 2008 tentang Modul Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

12.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 15 Tahun 2012 tentang Modul Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana;

13.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 15 Tahun 2012 tentang Modul Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB);

14.Surat Keputusan Direktur Jenderal Pos Telekomunikasi Nomor

1737 DJPT.4/KOMINFO/12/2009 tentang Penetapan Frekuensi

Penanggulangan Bencana untuk Badan Nasional

(7)

5

BAB II

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

2.1. Kebijakan

Radio komunikasi merupakan salah satu fasilitas pendukung Pusdalops Penanggulangan Bencana dalam melakukan verifikasi, pemuktahiran data dan informasi kebencanaan. Saat kondisi normal dilakukan pertukaran data dan informasi melalui radio komunikasi secara rutin antara Pusdalops BNPB dengan Pusdalops BPBD provinsi atau Pusdalops BPBD kabupaten/kota.

Saat tanggap darurat, BPBD provinsi/kabupaten/kota dapat mendirikan stasiun radio komunikasi di lokasi bencana, dan dapat melakukan koordinasi dengan dinas komunikasi dan informatika terkait penggunaan frekuensi radio yang akan digunakan.

2.2. Strategi

Untuk mendukung kebijakan sebagaimana dimaksud point 2.1 dibutuhkan beberapa strategi untuk mewujudkan pengelolaan radio komunikasi kebencanaan, yaitu:

1. Operator radio komunikasi BNPB melakukan pemanggilan rutin

ke BPBD Provinsi pada :

•Pukul 07.00 dan 14.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian

timur)

•Pukul 08.00 dan 15.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian

tengah)

•Pukul 09.00 dan 16.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian

barat)

2. Jadwal pelaksanaan pemanggilan rutin antara BPBD provinsi

dengan BPBD kabupaten/kota dikoordinasikan oleh BPBD provinsi. Pelaksanaan pemanggilan rutin ke BPBD kabupaten/ kota dilakukan sebelum jadwal pelaksanaan pemanggilan dari BNPB.

3. Data dan informasi bencana hasil pemanggilan rutin digunakan

sebagai data dukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops Penanggulangan Bencana.

4. Pada kondisi darurat BPBD provinsi/kabupaten/kota dan Posko

lapangan dapat melakukan pemanggilan setiap saat langsung ke BNPB atau sebaliknya.

5. Pada kondisi darurat posko lapangan dapat melakukan

(8)

6

BAB III

ORGANISASI DAN TATA KERJA

3.1. Organisasi

Pengoperasian radio komunikasi berada pada Pusdalops Penanggulangan Bencana dan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2012 tentang Modul Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana bahwa Pusdalops PB berada di bawah dan bertanggung jawab pada Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB atau Bidang Logistik dan Kedaruratan BPBD provinsi/kabupaten/kota.

Terkait dengan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur radio komunikasi, berada dibawah koordinasi Pusat Data Informasi dan Humas BNPB atau Sekretariat BPBD provinsi/kabupaten/kota. 3.2. Tata Kerja

BPBD provinsi/kabupaten/kota dalam mengumpulkan data dan informasi bencana melalui verifikasi, cross check, pemutakhiran data dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, dengan tata kerja sebagai berikut :

1. Operator radio komunikasi Pusdalops BPBD provinsi melakukan

pemanggilan rutin ke BPBD kabupaten/kota sebelum jadwal pemanggilan rutin dari BNPB (format laporan pemanggilan rutin terlampir);

2. Dari hasil pemanggilan rutin tersebut, operator radio

komunikasi di Pusdalops BPBD provinsi melakukan rekapitulasi data dan informasi bencana dari masing-masing BPBD kabupaten/kota dan memberikan laporan tersebut kepada petugas pusdalops yang bertanggung jawab membuat laporan sebagai data pendukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops di BPBD provinsi;

3. Operator radio komunikasi BNPB melakukan pemanggilan rutin

ke BPBD provinsi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya;

4. Dari hasil pemanggilan rutin tersebut, operator radio komunikasi

di BNPB melakukan rekapitulasi data dan informasi bencana dari masing masing BPBD provinsi dan memberikan laporan tersebut paling lambat pukul 19.00 WIB kepada petugas pusdalops yang bertanggung jawab membuat laporan sebagai data pendukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops di BNPB;

(9)

7

5. Pada saat kondisi darurat BNPB dapat melakukan pemanggilan

langsung ke BPBD provinsi/kabupaten/kota dan posko lapangan, TNI POLRI dan kementerian/lembaga atau dinas tekait, Satuan Reaksi Cepat, Komunitas radio bencana setiap saat.

Mekanisme tata kerja, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Kondisi Darurat Kondisi Normal

1.Posko Lapangan BNPB 2.BPBD Provinsi 3.BPBD Kab/Kota

BNPB Pemangilan Langsung 4. TNI/POLRI/ & K/L atau Dinas

Terkait Laporan Pemanggilan Rutin

5.Komunitas Radio Bencana

6.Satuan Reaksi Cepat

BNPB Provinsi

Laporan Pemanggilan Rutin

BNPB Kab/Kota

Gambar 3.1

Mekanisme tata kerja operator radio komunikasi pada kondisi normal dan darurat

(10)

8

BAB IV

PROSEDUR DAN PENGOPERASIAN

RADIO KOMUNIKASI

4.1. Frekuensi

4.1.1 Alokasi Frekuensi

a. Frekuensi Radio HF/SSB

Frekuensi Radio HF yang dialokasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB adalah 11.473.5 MHz. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD. b. Frekuensi Radio VHF

Frekuensi Radio VHF yang dialokasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB adalah 171.300 MHz, dengan frekuensi repeater 170.300 MHz untuk RX dan 165.300 MHz untuk TX dengan Tone TX 123. Penggunaan frekuensi diperuntukkan BNPB dan BPBD.

Saat kondisi darurat dan mesti dilakukan pembangunan stasiun radio di posko lapangan, BPBD provinsi/kabupaten kota bertanggung jawab dan dapat melakukan koordinasi ke dinas komunikasi dan informatika setempat dalam pengalokasian frekuensi sementara yang akan digunakan.

c. Frekuensi Radio UHF

Sesuai dengan alokasi yang diberikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

4.1.2 Lisensi Frekuensi

BNPB berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendapatkan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang berlaku secara nasional yang dapat digunakan oleh BNPB, BPBD propinsi/kabupaten/kota menurut peruntukan dan alokasi yang telah ditetapkan. Untuk setiap penggunaan frekuensi, BNPB, BPBD provinsi/ kabupaten/kota harus menginformasikan stasiun radionya dengan mencantumkan nama jenis perangkat, nomor seri, daya pancar, jenis antena yang digunakan serta titik koordinat ke Direktorat Jenderal Pos Telekomunikasi Kementerian

(11)

9

Komunikasi dan Informatika tembusan Pusat Data Informasi dan Humas BNPB serta melampirkan informasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BNPB bertanggung jawab mendapatkan Izin Stasiun Radio serta membayar Biaya Hak Pengguna frekuensi radio untuk setiap stasiun radio yang digunakan BNPB di tingkat pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BPBD propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab

mendapatkan Izin Stasiun Radio serta membayar Biaya Hak Pengguna frekuensi radio untuk setiap stasiun radio yang digunakan di tingkat provinsi/ kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BNPB akan memfasilitasi BPBD provinsi/kabupaten kota dalam proses mendapatkan Izin Stasiun Radio dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

4.2. Nama Panggilan

BNPB berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mengalokasikan nama panggilan atau

callsign khusus Radio Kebencanaan kepada BPBD provinsi

kabupaten/kota.

Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengelola

pengalokasian nama panggilan untuk BNPB, BPBD

provinsi/kabupaten/kota. Daftar nama panggilan diatur pada buku nama panggilan. Nama panggilan wajib digunakan setiap waktu pada saat operator melakukan komunikasi radio.

4.3. Kode Komunikasi Kebencanaan

Pada komunikasi antar operator radio, terdapat beberapa kode yang digunakan untuk menyingkat perkataan agar memudahkan dalam berkomunikasi, diantaranya adalah kode 11, kode 10, kode Z dan kode Q.

Kode 11 digunakan sebagai kode dalam komunikasi kebencanaan dan operator BNPB dan BPBD wajib menguasai kode tersebut. Sedangkan untuk kode 10, kode Z dan kode Q operator BNPB dan BPBD cukup mengetahui saja.

4.4. Bahasa Yang Digunakan

(12)

10

menggunakan bahasa Indonesia, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan interpretasi terhadap pertukaran data dan informasi antara operator radio satu dengan lainnya.

4.5. Jaring Komunikasi

Radio komunikasi merupakan peralatan pendukung di Pusdalops PB dalam mencari atau melakukan pertukaran data dan informasi kebencanaan pada kondisi normal maupun darurat

Berikut dijelaskan jaring komunikasi pada kedua kondisi tersebut: a. Kondisi Normal BNPB BPBD

KomunitasRadio Provinsi Bencana BPBD Kab/ Kota Gambar 4.1

Jaring Komunikasi Dalam Keadaan Normal

•BNPB melakukan pemanggilan rutin ke BPBD provinsi

pada waktu yang telah ditentukan.

•BPBD provinsi melakukan pemanggilan rutin kepada

BPBD kabupaten/kota dan komunitas radio bencana yang ada di provinsi tersebut.

•BPBD kabupaten/kota melakukan pemanggilan rutin ke

(13)

11

b. Kondisi Darurat

Gambar 4.2

Jaring Komunikasi Pada Saat Tanggap Darurat

•Hampir seluruh komponen dapat berkomunikasi pada

saat tanggap darurat.

•Untuk Satuan Reaksi Cepat hanya berkomunikasi dengan

BNPB dan posko lapangan

•Untuk Tim Reaksi Cepat provinsi hanya dapat

berkomunikasi dengan BPBD provinsi dan Posko lapangan.

•Koordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia, Polisi dan

Kementerian, Lembaga atau Dinas terkait disesuaikan disetiap tingkat provinsi/kabupaten/kota.

(14)

12

BAB V

STANDAR PERANGKAT

RADIO KOMUNIKASI

Standard Minimum Perangkat adalah kriteria terendah yang harus dimiliki oleh suatu perangkat supaya dapat bekerja dengan baik pada jaringan komunikasi bencana. Setiap perangkat radio komunikasi yang digunakan pada jaringan radio komunikasi bencana harus memenuhi kriteria standar minimum perangkat.

Hal-hal yang berkenaan dengan standar minimum diatur dalam petunjuk teknis.

(15)

13

BAB VI

PENUTUP

Modul Radio Komunikasi Kebencanaan disusun sebagai panduan BNPB dan BPBD provinsi/kabupaten/kota dalam penggunaan radio komunikasi bencana serta mekanisme pengumpulan data dan informasi kebencanaan dengan memanfaatkan radio komunikasi yang dapat mempermudah pemangku kepentingan untuk pengambilan keputusan dalam penyelengaraan penanggulangan bencana.

Hal-hal yang belum diatur dalam modul ini akan diatur dalam petunjuk teknis.

(16)

14

LAMPIRAN 1. KODE 11

Kode Arti

11-10 Report signal

11-11 Penerimaan kurang baik

11-12 Penerimaan bagus / sempurna

11-13 Keadaan cuaca

11-14 Butuh Informasi tentang….

11-15 Pesan dimengerti

11-18 Nomor telepon

11-20 Posisi / tempat kedudukan

11-21 Percakapan lewat telepon

11-23 Standby monitor

11-24 Mobil (pengemudi) bingung

11-25 Kepadatan lalu lintas jalan

11-26 Mobil mogok

11-27 Pindah kanal komunikasi ke

11-28 Identitas diri...

11-30 Informasi keadaan di TKP

11-31 Keadaan tenang, tidak mengkhawatirkan

11-33 Situasi darurat di...(TKP)

11-35 Pesan untuk disampaikan

11-36 Jam / penunjuk waktu

11-37 Kondisi terakhir/aktual

11-41 Minta ambulance

11-42 Minta paramedis

11-44 Keadaan memburuk

11-48 Penyedia jasa transport

11- 50 Semua Diam Selain Pengendali

11-55 Pertemuan di

11-56 Butuh Tenaga Relawan

11-57 Suasana Gaduh / Kacau

11-58 Pengerahan Massa

11-66 Traffic light Mati

11-72 Kebakaran di....

11-73 Minta Dikirim Mobil Pemadam Kebakaran

11-75 Kantor / Tempat kerja

11-76 Arah / Tujuan ke...

11-78 Banjir di aliran sungai

11-79 Banjir lokal / setempat

11-80 Ada Tabrakan, ambulance sudah di jalan

11-81 Tumburan dengan luka / kerusakan ringan

11-82 Tumburan dengan kerusakan bangunan

(17)

15

LAMPIRAN 2. Standar Pelaporan Saat Kejadian Bencana

COMMUNICATIONS LOG TASK # DATE PREPARED : TIME PREPARED : FOR OPERATIONAL TASK NAME:

PERIOD #

RADIO OPERATOR NAME STATION I.D. (LOGISTICS):

LOG

TIME STATION I.D. SUBJECT

FROM TO

BPBD/ KOMUNITAS CUACA : RADIO : INFORMASI BENCANA

• TIDAK ADA OPERATOR : • ADA 1.Jenis Kejadian : 2.Penyebab : 3.Waktu Kejadian : 4.Lokasi Bencana : 5.Dampak Bencana : Korban • Meninggal : • Hilang : • Luka : • Mengungsi : • Menderita : Kerusakan • Rumah : (RB, RS, RR) • Fas. Pendidikan : (RB, RS, RR) • Fas. Kesehatan : (RB, RS, RR) • Fas. Peribadatan : (RB, RS, RR) • Fas. Lainnya : (RB, RS, RR) 6.Upaya Penanganan : 7.Kebutuhan Mendesak : 8.Informasi Lainnya :

PAGE __ OF __ ICS 309

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pembiayaaan Murabahah sektor UMKM di Bank Rakyat Indonesia Syariah cabang Tasikmalaya selama 3 tahun terakhir (2013-2015),

development adalah harapan dari pemakai atau user akan suatu sistem dapat terpenuhi, akan tetapi dalam melakukan pengembangan suatu sistem para pemakai sistem atau

Dalam perkembangan lebih lanjut, serambi disambungkan dengan bangunan baru berupa serambi lagi, sehingga Kori Agung (sekat yang terbuat dari kayu ukir), yang terkenal

Pada saat belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka hasil pengujian hipotesis adalah pada hipotesis pertama sistem manajemen kinerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai

9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

Pasien dengan gangguan pengeluaran urin dapat terjadi kelebihan cairan di dalam ruang intersisiel, sehingga dapat mengakibatkan edema paru akut non kardiogenik karena terjadi

Hukuman pidana mati selalu dicantumkan secara alternatif dengan pidana- pidana pokok lain, yakni pada umumnya dengan pidana seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun