• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR. Bogor, Mei 2009 Penulls

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGANTAR. Bogor, Mei 2009 Penulls"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEN

GA

NTAR

Wi

l

ayah

I

ndones

i

a memi

li

k

i

keanekaragaman

hayati te

rt

i

n

ggi di dun

i

a

(meqsb

i

od

i

vers

it

yv.

T

inggi

n

ya keanekaragama

n

h

ayat

i

tersebut bu

k

an han

y

a

disebabka

n

oleh

letak geogra

fi

s

yang sa

n

gat

s

tr

ategis

me

la

i

nk

an

j

u

ga

dipengaruh

l

o

l

eh beberapa

f

ak

t

o

r

sepert

i

va

r

iasi ikli

m

musima

n

, a

ru

s a

t

au

rnassa a

ir t

a

ut

yang mempenga

r

uhi

massa ai

r

dar

i

dua sa

m

ude

r

a,

se

rt

a

keragaman tipe

h

abi

t

a

t

da

n

ekos

i

s

t

em yang

t

e

r

dapa

t

di da

l

a

mn

ya

. K

on

di

s

i

i

ni

b

erpenga

ruh

secara sign

if

ikan

t

erhadap kebe

r

adaan

sum

b

e

rd

aya

ika

n

da

n

daerah

p

enangkapan ikan.

Daerah

p

enangk

a

pan

ikan ada

l

ah suatu wi

l

aya

h

p

erai

r

a

n

di m

an

a

s

u

a

t

u

a

l

a

t

t

a

n

gkap

dapat

dioperas

i

kan

secara

sem

p

u

r

na

u

n

t

uk

mengeksp

l

oitasi

su

m

be

r

daya

i

ka

n

yang

t

erdapa

t

d

id

a

l

amnya.

D

ae

r

a

h

penangkapan

i

ka

n

mer

u

pakan sa

l

a

h

sa

tu

faktor pe

n

e

ntu dan

pen

tin

g

y

ang

harus

d

i

keta

hu

i

u

nt

uk

mend

uk

ung

keber

h

asi

l

an

k

e

qi

a

t

an

o

p

e

r

as

i

penangkapan ikan. Saa

t

i

n

i m

a

s

ih t

e

r

jadi ke

t

impanga

n

pema

nf

aa

t

a

n w

i

l

aya

h

perai

r

an laut d

i

Indonesia

, h

al

i

n

l

d

i

sebabkan kura

n

gnya i

n

fo

rm

as

i m

e

n

ge

n

a

i

dae

r

ah pena

n

gkapan ya

n

g po

t

e

n

s

i

a

l.

Penul

i

sa

n

buku i

ni

d

i

do

r

o

ng

pu

l

a ole

h k

ein

g

i

n

an

u

ntu

k

m

e

n

a

m

ba

h

refere

n

s

i t

en

t

ang dae

r

ah pe

n

a

ngk

apan ika

n di Ind

o

n

es

i

a ya

ng m

as

ih

sa

n

ga

t

te

r

batas

j

u

ml

ah

n

ya

.

Bagi para

m

a

h

asiswa

y

a

n

g

b

e

l

a

j

ar

t

e

nt

a

n

g pe

r

i

k

ana

n

,

khususnya

ep

erasi penangka

p

a

n

ikan,

atau

piha

k

l

ai

n

yang

m

e

r

ner

luk

a

n

nya,

kira

n

ya b

u

ku

i

ni dapa

t

me

nj

ad

i t

ambahan

r

e

f

e

r

ens

i

untuk me

n

ge

t

a

hui

da

n

m

e

m

a

h

am

i

pe

nt

ing

n

ya

d

aerah

penangka

p

a

n

i

kan

da

l

a

m

kegia

t

a

n

penangka

p

an

ik

an se

hin

gga dapa

t

mencapai hasi

l

ya

n

g optimal

.

Penu

l

is

menya

d

a

ri

bahwa

t

uli

sa

n

pad a buku

in

i mas

i

h jauh

d

ar

i

kesempurnaan,

sehingga

kri

t

ik dan saran konstrukti

f

s

a

ngat

diharapka

n

untuk

p

erbaika

n

dan pe

n

yempurnaan

buku ini

.

Semoga b

uk

u ini da

p

at ber

m

a

nf

aa

t.

Bogo

r

,

M

ei 2009

(2)

v

DAFTAR

151

Halaman

BAB I URGENSI PENDETEKSIAN DAN PERLUASAN DAERAH

PENANGKAPAN IKAN 01INDONESIA 1

1.1 Pendahuluan... 1

1.2 Pendeteksian Daerah Penangkapan Ikan 3

1.3 Perluasan Daerah Penangkapan Ikan 14

1.4 Urgensi Pendeteksian dan Perluasan Daerah

Penangkapan Ikan 15

BAB II PEMBENTUKAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN

LIGHT FISHING DAN RUMPON . 19

2.1 Pendahuluan 19

2.2 Perikanan Light Fishing............. 20

2.3 Perikanan Rumpon 28

BAB III PERANAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN

JARAK JAUH DALAM PENDUGAAN DAERAH

PENANGKAPAN IKAN 43

3.1 Pendahuluan.i.c.... 43

3.2 Penginderaan Jarak Jauh (Inderaja) 44

3.3 Peranan Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja)

dalam Pendugaan Parameter Oseanografi

Perikanan... 51 3.4 Aplikast Teknologi Penginderaan Jarak Jauh (Inderaja)

dalam Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan 67

3.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)... 73

3.6 Penyebaran Informasi Perikanan 77

BAB IV PENGELOLAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DALAM

.MENJAMIN USAHA PERIKANAN TANGKAP

BERKELANJUTAN 81

4.1 Pendahuluan... 81

4.2 Daerah Penangkapan dan Pemanfaatan Sumberdaya

Ikan... 82 4.3 Sistem Pengelolaan Daerah Penangkapan Ikan.. .. 87

(3)

4.4 Produktivitas Hasil Tangkapan Yang Berkelanjutan 90

BAB V PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS DALAM PENGELOLAAN PERI KANAN

TANGKAP SKALA KECIL 93

5.1 Pendahuluan.. 93

5.2 Ekosistem Pesisir 94 5.3 Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi Geografis (SIG).. 95

5.4 Perikanan Berkelanjutan... 98

5.5 Inderaja dan SIG dalam Penelitian Ekosistem Pesisir... 100

BAB VI KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN 111 6.1 Pendahuluan 111 6.2 Definisi Perikanan Tangkap 112 6.3 Metode Penangkapan Ikan dan Dampaknya Terhadap Kondisi Daerah Penangkapan Ikan... 112

6.4 Kondisi Sumberdaya dan Perairan Indonesia... 124

6.5 Konflik Pemanfaatan Daerah Penangkapan Ikan di Indonesia dan Upaya Pengendalian 126 BAB VII DAMPAK GLOBAL WARMING DAN CLIMATE CHANGE TERHADAP PENYEBARAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN... 137

7.1 Pendahuluan... 137

7.2 Global Warming.............................. 138

7.3 Climate Change................................. 142

7.4 Posisi Strategis Indonesia... 143

7.5 Dampak Global Warming dan Climate Change

terhadap Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan 1458

(4)

BABI

URGENSI PENDETEKSIAN DAN PERLUASAN

DAERAH PENANGKAPAN IKAN DIINDONESIA

1.1 Pendahuluan

Keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain : (1) nelayan yang mengoperasikan alat tangkap; (2) alat penangkap ikan; (3) kapal ikan dan perlengkapannya; (4) metode penangkapan ikan; (5) tingkah laku ikan; dan (6) daerah penangkapan ikan. Yang dimaksud dengan daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan

dimana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk

mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya. Nomura and

Yamazaki (1977), mengatakan bahwa kondisi daerah penangkapan ikan

dikatakan catchable area apabila :

(1) Perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan (dipengaruhi parameter oseanografi fisik, biologi dan kimiawi).

(2) Fishing gear mudah dioperasikan.

(3) Daerah penangkapan ikan ekonomis dan menguntungkan.

Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial sa at ini di

sebagian besar wilayah Indonesia masih menjadi kendala, sehingga usaha

penangkapan ikan yang dilakukan masih penuh dengan ketidakpastian

karena nelayan tidak dapat langsung menangkap ikan tapi mencari daerah penangkapannya terlebih dahulu. Dengan demikian hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti, disamping itu sebagai akibat ketidakpastian tersebut

mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan

bakar untuk mencari lokasi fishing ground, ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar. Akibatnya hasil tangkapan yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Keadaan ini diperparah dengan naiknya harga 88M, yang

menyebabkan meningkatnya biaya operasional penangkapan ikan

(30-40%) terutama sangat dirasakan oleh nelayan kecil dengan kapasitas kapal

di bawah 10 GT. Keadaan ini menyebabkan nelayan menjadi semakin

miskin dikarenakan nelayan tidak bisa lagi melaut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (2007),

(5)

BABI

URGENSI PENDETEKSIAN DAN PERLUASAN

DAERAH PENANGKAPAN IKAN DIINDONESIA

1.1 Pendahuluan

Keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain : (1) nelayan yang mengoperasikan alat tangkap; (2) alat penangkap ikan; (3) kapal ikan dan perlengkapannya; (4) metode penangkapan ikan; (5) tingkah laku ikan; dan (6) daerah penangkapan ikan. Yang dimaksud dengan daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan

dimana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk

mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya. Nomura and

Yamazaki (1977), mengatakan bahwa kondisi daerah penangkapan ikan

dikatakan catchable area apabila :

(1) Perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan (dipengaruhi parameter oseanografi fisik, biologi dan kimiawi).

(2) Fishing gear mudah dioperasikan.

(3) Daerah penangkapan ikan ekonomis dan menguntungkan.

Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial sa at ini di

sebagian besar wilayah Indonesia masih menjadi kendala, sehingga usaha

penangkapan ikan yang dilakukan masih penuh dengan ketidakpastian

karena nelayan tidak dapat langsung menangkap ikan tapi mencari daerah penangkapannya terlebih dahulu. Dengan demikian hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti, disamping itu sebagai akibat ketidakpastian tersebut

mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan

bakar untuk mencari lokasi fishing ground, ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar. Akibatnya hasil tangkapan yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Keadaan ini diperparah dengan naiknya harga 88M, yang

menyebabkan meningkatnya biaya operasional penangkapan ikan

(30-40%) terutama sangat dirasakan oleh nelayan kecil dengan kapasitas kapal

di bawah 10 GT. Keadaan ini menyebabkan nelayan menjadi semakin

miskin dikarenakan nelayan tidak bisa lagi melaut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (2007),

(6)

2

rata-rata pendapatan 2,7 juta nelayan kecil di Indonesia hanya Rp 445 rib

per keluarga per bulan. Pendapatan ini jauh di bawah pendapatan standar hidup layak. Akibat selanjutnya adalah armada perikanan skala besar akan mengalihkan wilayah tangkapan ke wilayah pesisir dengan alasan untuk menghemat 88M. Padahal pesisir sudah mengalami tangkap lebih. Ini ta

hanya mengancam sumber kehidupan nelayan tradisional, tapi juga

berpotensi menimbulkan konflik horisontal karena penyerobotan wilaya

perikanan tradisional. Akibatnya, konflik nelayan tradisional dengan armada perikanan besar semakin akut dan terbuka (8usyairi 2008).

Ciri khas perikanan Indonesia adalah didominasi perikanan rakya artisanal, subsisten, dan skala kecil. Dari satu sisi, ciri ini adalah kekuata dimana rakyat dalam jumlah besar dapat ikut serta dan terlibat dalam kegiatan ekonomi. Dari sisi lain, ciri ini adalah kelemahan yang

menunjukkan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan Indonesia dalam

memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang dimilikinya. Sumberdaya ikan yang ada memang betul harus dimanfaatkan oleh rakyat, namun ekonorni perikanan rakyat bercirikan usaha kecil, artisanal dan subsisten tidak

membuat rakyat menjadi sejahtera dan tidak membuat sumberdaya

. perikanan dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya, ikan yang tidak dimanfaatkan ditangkap secara ilegal atau dicuri oleh nelayan asing.

Dengan mengandalkan armada perikanan rakyat yang ada saat lni, Indonesia sulit memanfaatkan sumberdaya perikanan yang dimilikinya. Jumlah armada yang ada sa at ini sebanyak kurang lebih 600.000 armada perikanan. Sekilas dengan jumlah armada seperti ini, bisa dikatakan bahwa perairan Indonesia akan mudah ditaklukkan oleh nelayan, tetapi ternyata tidak demikian adanya. Dari jumlah armada perikanan tersebut, sekitar 43° adalah perahu kecil tanpa menggunakan motor, sekitar 28% adalah armada perahu motor tempel (dengan kekuatan paling besar 40 PK), dan sisanya sekitar 29% atau 127.000 unit adalah kapal bermotor (Nikijuluw 2008). Dan

127.000 kapal motor, 113.000 diantaranya adalah kapal motor < 10 GT dan sekitar 3.500 unit berukuran > 50 GT.

Dengan struktur armada sebagaimana disebutkan di atas, tentu saja

sangat sui it bagi nelayan Indonesia memanfaatkan sumberdaya ikan yang

dimilikinya. Nelayan Indonesia hanya bisa berkonsentrasi di sekitar perairan pesisir. Mereka sulit menjangkau perairan yang lebih jauh dan dalam.

(7)

Mereka sulit menjangkau perairan ZEE untuk menangkap ikan-ikan yang

lebih tinggi nilai ekonominya. Ketidakmampuan nelayan Indonesia ini tentu

saja adalah peluang dan kesempatan bagi nelayan asing untuk masuk dan menjarah sumberdaya yang tidak dimanfaatkan oleh Indonesia.

Untuk itu diperlukan adanya pengembangan teknologi dan alat bantu

penangkapan yang dapat menghemat BBM dan kepastian tersedianya

daerah penangkapan yang potensial serta perluasan daerah penangkapan sehingga konsentrasi kegiatan penangkapan tidak bertumpu pada daerah pesisir saja.

1.2 Pendeteksian Daerah Penangkapan Ikan

Penentuan atau pendeteksian daerah penangkapan ikan di perairan

Indonesia dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya berdasarkan

kebiasaan nelayan, menggunakan rumpon dan cahaya buatan sebagai alat bantu penangkapan, menggunakan teknologi satelit dan akustik.

Indikator keberadaan gerombolan ikan ditunjukkan dengan adanya

perubahan warna permukaan air laut; ikan yang melompat-Iompat di

permukaan air; terlihat riak-riak kedl; adanya buih-buih di permukaan air

laut; dan adanya burung-burung yang menyambar dan menukik ke

permukaan air laut (Ayodhyoa 1981). Nelayan melakukan hal ini secara

turun menurun berdasarkan kebiasaan yang telah dilakukan para

pendahulunya.

(1) Rumpon sebagai alat bantu penangkapan

Rumpon adalah salah satu alat bantu penangkapan ikan yang

dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan

tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di

sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan

pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya), tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut.

Rumpon merupakan suatu sistem tropic level yang komplit, dapat ditemukan mulai dari produsen (phytoplankton) sampai predator (ikan-ikan

Referensi

Dokumen terkait

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

Formulir pemesanan pembelian Unit Penyertaan MEGA DANA CAPITAL GROWTH beserta bukti pembayaran dan fotokopi bukti jati diri dan dokumen pendukung yang telah diterima

Laporan praktek kerja nyata ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan diploma tiga (D3) pada Jurusan Manajemen Perusahaan Fakultas

04 Desa Maspul (DAK Perbatasan &amp; Pendamping), dimana perusahaan saudara termasuk telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka dengan

Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.. Dalam

Karena dengan membahas kasus negara yang menganut paham marxisme yang kemudian beralih menjadi negara kapitalis tidak lain dan tidak bukan adalah karena gagalnya sistem

Pada gilirannya, pelanggan yang terikat secara emosional dengan organisasi lebih mungkin untuk membalas taktik hubungan pemasaran organisasi dengan menunjukkan loyalitas

Setelah melakukan penelitian dan observasi dengan mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak terkait yaitu ketua laboratorium dan asisten laboratorium STT