• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENYIKAPI RADIKALISME ISIS DI SUMATERA BARAT [1] Oleh: Duski Samad [2] A. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENYIKAPI RADIKALISME ISIS DI SUMATERA BARAT [1] Oleh: Duski Samad [2] A. PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MENYIKAPI RADIKALISME ISIS DI SUMATERA BARAT[1] Oleh: Duski Samad[2] A. PENDAHULUAN

Gerakan radikalisme adalah satu di antara buah globalisasi. Globalisasi dan religion

movenment ini

melahirkan sebuah kata yang sudah tidak asing lagi, yakni radikal atau radikalisme. Ada beberapa pendapat dan versi dalam mendefinisikan radikalisme ini, di antaranya radikal itu berasal dari kata latin “radix” yang artinya akar atau pohon. Jadi orang yang radikal sebenarnya adalah orang yang mengerti sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya, dan karena itu mereka lebih sering memegang teguh sebuah prinsip dibandingkan orang yang tidak mengerti akar masalah.

Dalam realitas social dan wacana public istilah radikalisme cendrung dipahami dengan negative dan ujungnya menimbulkan ketidaksukaan pada konsep radikal, ketika ia menjadi paham

menyimpang dikerena alasan yang beragam. Dalam kontek global istilah radikalisme sudah melekat atau dilekatkan dengan ISIS. Dideklarasikannya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) oleh sekelompok orang dan mengklaim secara sepihak sebagai kekhalifahan Islam secara global segera mendapatkan reaksi dari berbagai pihak, ada yang menolak dan ada pula yang mendukungnya, ada yang menganggapnya sebagai ancaman dan ada pula yang

menganggapnya sebagai harapan.

Pihak yang menolak dan menganggapnya sebagai ancaman berasal dari sebagian besar umat Islam, termasuk para ulama dan pemimpin dunia Islam. Sedangkan pihak yang mendukung dan menganggapnya sebagai harapan berasal dari segelintir orang yang sejak awal telah

mempunyai cita-cita untuk mendirikan kekhalifahan Islam secara global, diantaranya ada yang menggunakan pendekatan kekerasan.

(2)

Pihak yang menolak kemunculan ISIS beserta klaimnya sebagai kekhalifahan Islam global berasal dari hampir semua komponen umat Islam. Bahkan kelompok dalam umat Islam yang selama ini dikenal sebagai pihak yang gigih mewacanakan pentingnya khilafah Islamiyah juga masuk dalam barisan pihak yang menolak pendeklarasian ISIS tersebut. Alasan yang paling menonjol dan disepakati oleh hampir semua kelompok Islam adalah terkait dengan cara yang dipergunakan oleh kelompok ISIS yang jauh dari ajaran Islam. Cara yang dipakai lebih tepat disebut sebagai teror yang mengedepankan kekerasan, kebiadaban dan ketidak-toleranan.

Apabila diidentifikasi, sekelompok orang yang mendukung dideklarasikannya ISIS ini

mempunyai karakter yang hampir sama, yakni kecenderungan mempunyai pemahaman yang kurang pas terhadap ajaran agama, sehingga menimbulkan distorsi pemahaman dan sikap radikal dalam beragama, dimana hal itu bisa berpotensi memunculkan tindakan kekerasan dan tidak toleran. Oleh karena itu, upaya pencegahan agar kelompok ini tidak bisa berkembang bukan hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan keamanan (security aproach) saja tapi juga melalui pelurusan pemahaman keagamaan.

Salah satu penyebab terjadinya distorsi dalam memahami agama adalah pemahaman terhadap dalil al-Quran dan Hadis hanya secara harfiyah atau literer. Pemahaman terhadap dalil

al-Quran dan Hadis hanya dengan menggunakan pendekatan literer ini membahayakan, karena dapat menggelincirkan seseorang dalam kesalahan pemahaman. Dalam pengambilan suatu hukum dari dalil-dalil syar’i (istinbath al-hukm) harus melewati seperangkat metodologi yang telah diformulasikan oleh para ulama, baik dengan cara pemahaman terhadap makna harfiyah

dari dalil al-Quran dan Hadis ( manthuq an-nash)

ataupun dengan cara menggali lebih dalam makna tersebunyi dari dalil al-Quran dan Hadis (

mafhum an-nash

).

Pemahaman agama yang hanya didasarkan pada manthuq an-nash saja akan menimbulkan kekakuan dalam beragama. Karena agama Islam diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai agama terakhir, sehingga apapun peristiwa dan permasalahan yang muncul seiring dengan perkembangan zaman dapat dicarikan jawabannya dalam agama. Nash keagamaan (

nushush syar’iyah

) terbatas pada ayat quraniyah dan sunnah nabawiyah sedangkan permasalahan akan senantiasa muncul seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga apabila pemahaman agama didasarkan hanya pada

manthuq an-nash

saja maka boleh jadi agama tidak akan bisa menjawab permasalahan yang muncul, karena tidak semuanya termaktub secara rinci di dalam nash. Suatu hal yang tidak mungkin menjawab

(3)

semua persoalan yang muncul hanya terpaku dengan

manthuq an-nash,

karena nash sifatnya sangat terbatas sedangkan persoalan yang terjadi terus berkembang.

Kesalahan pemahaman keagamaan kasat mata pada pola gerakan dan prilaku gerakan ISIS. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ISIS adalah gerakan separatis pemberontakan

bersenjata yang mengunakan agama dengan tafsir keras dengan sasaran kelompok muslim Syiah dan pemeluk agama Kristen. ISIS dipastikan telah meresahkan dan mencemaskan umat Islam yang memiliki kesadaran beragama yang lurus dan benar. Hampir dapat dipastikan pola gerakan ISIS adalah bahagian dari gerakkan terorisme yang menjadikan agama sebagai justifikasi perjuangan, dengan mengedepankan konsep jihad dan melakukan tindakan anarkis, penyerangan, perampasan, pembunuhan bahkan bom bunuh diri tak terkecuali bagi umat Islam yang berbeda pemahaman keagamaannya.

Pola pikir dan kecendrungan gerakan yang diperlihatkan oleh ISIS mirip dan memiliki kesamaan dengan pola gerakan kaum khawarij pada masa kekhalifah Ali Ibn Abi Thalib. Khawarij adalah suatu sekte atau kelompok atau Aliran pengikut Ali bin Abi Thalib  yang keluar meninggalkan barisannya karena ketidak sepakat terhadap keputusan Ali yang menerima

arbitrase

(tahkim) dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/ 648M dengan kelompok

bughat

(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khalifah.

B. JIHAD BUKANLAH RADIKALISME

Ideology jihad dengan penerapan keras, dan radikal yang dilakukan ISIS patut ditelisik

kesumbernya, al- Qur’an. Jihad adalah salah satu tema pokok dalam al-Qur’an. Pembahasan jihad dalam al-Qur’an cukup mewarnai sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Makkah dan Madinah. Hal ini menunjukkan urgensi jihad dalam sejarah pembentukan dan

perkembangan syariat Islam. Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar memperjuang kannya  hingga mengalahkan kebatilan. Tetapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan (jihad) menghadapi musuh. Shalat, Ibadah, dan amal kebajikan bukanlah sesuatu yang mudah dipenuhi, karena dalam diri manusia ada nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan, disekelilingnya ada setan yang

menghambat, karena itu manusia perlu berjihad mencurahkan segala tenaga dan kemampuan agar amal-amal kebajikan itu dapat terlaksana dengan baik.

(4)

Istilah al-Qur’an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya. Jihad dipahami sebagai salah satu ajaran Islam yang merupakan simbol kekerasan, kekejaman, dan terorisme. Persepsi terhadap Islam ditopang oleh realitas empiris prilaku-prilaku diantara umat yang menyebut atau memakai simbol Islam yang kerap kali melakukan aksi terorisme dan menanamkan bibit kerusakan dan perpecahan di tengah-tengah perdamaian dan ketentraman dunia.

Kata jihad terulang dalam Al-Quran sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya. Menurut Ibnu Faris (w. 395 H) dalam bukunya

Mu'jam Al-Maqayis fi Al-Lughah

, "Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung

arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya." Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti "letih/sukar." Jihad

memang sulit

dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar

kata "juhd" yang berarti

"kemampuan". Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan

sebesar kemampuan.

Al qur’an mengunakan kata jihad, dengan arti kesungguhan optimal dan maksimal(QS. 3:142. QS.2:214.) Jihad juga mengandung arti "kemampuan" yang menuntut sang mujahid mengeluar

kan segal

a day

a da

n

kemampuannya

demi mencapai tujuan. Karena itu

jihad adalah

(5)

pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid

tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau

yang dimilikinya habis. Mengunakan kemampuan secara maksimal dalam lapangan hukum dinamakan ijitihad, orangnya bernama mujtahid.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jihad adalah memaksimalkan semua potensi dengan cara baik untuk tercapainya tujuan kebaikan bagi semua. Jihad sama sekali berbeda dengan radikalisme, yang lazim anarkis, terror dan perilaku tercela lainnya.

C. PENGUNAAN KEARIFAN LOKAL DAN ADVOKASI.

Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang ramah, toleran dan berkeadilan. Upaya-upaya penanggulangan aksi-aksi dan paham-paham radikal dan terorisme seharusnya mengacu pada sistem keadilan Islam yang ramah dan toleran tersebut, serta kearifan lokal, dan ditujukan kepada kelompok-kelompok garis keras atau kelompok yang memahami jihad dengan nuansa kekerasan, agitasi dan anarkhis.

Memperkenalkan Islam moderat, ramah dan toleran pada kelompok, komunitas, jaringan atau orang-orang yang rentan terhadap penyebaran ideology yang mengarah ke tindakan terorisme adalah cara jitu yang hendaknya menjadi prioritas. Ulama, ustadz, aktivis Islam, dosen, guru, mahasiswa atau masyarakat yang memerlukan bahan-bahan sosialisasi untuk mencegah munculnya paham terorisme patut diberikan asupan informasi yang benar dan lurus. Masyarakat luas yang memerlukan pengetahuan tentang apa dan siapa teroris itu untuk membentengi diri dari pengaruh ideology atau ajakan-ajakan yang menjebak untuk bersimpati atau tertarik pada kegiatan terorisme dengan penguatan pranata sosial.

(6)

Menyediakan bahan-bahan atau materi seperti buku, majalah, brosur, tausyiah di tv dan lain-lain yang memperkenalkan “bentuk, ciri dan ancaman terorisme bagi kemanusiaan”. Merekrut lebih banyak kalangan profesional terutama dari ulama dan pemimpin Islam untuk melakukan pendekatan dan dialog ideologis kepada mereka tidak lurus dalam memahami jihad dan prilaku keras lainnya. Arab Saudi saja merekrut 800 ulama dan professor untuk program tersebut. Tentunya Indonesia harus lebih banyak lagi melibatkan kalangan agamawan karena komunitas dan cikal bakal teroris terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pendekatan jiwa bisa dilakukan dengan melibatkan psikolog dan sosiolog, tetapi fungsi kalangan ini kurang begitu besar peranannya terhadap aspek militansi mereka. Sehingga kecenderungan kepada ulama dan kalangan agamawan harus lebih diprioritaskan, karena para teroris itu bukanlah orang yang terganggu ataupun tidak stabil jiwanya. Malahan mereka

melakukan aksi-aksi teroris dengan sangat tenang yang menunjukkan mereka berada dalam keadaan jiwa yang stabil.

Memprioritaskan dan mengedepankan ulama bisa dilakukan dengan memanfaatkan SDM yang ada di MUI, pemimpin-pemimpin pesantren berpengaruh, dan tokoh-tokoh ormas atau tokoh umat yang mempunyai akses ke public. Selama ini MUI dibiarkan tidak maksimal dan tidak bekerja sama dalam deradikalisasi paham Islam, padahal banyak kalangan elit di MUI yang merupakan pemikir, professor dan tokoh berpengaruh yang bisa diajak untuk bekerjasama secara aktif dalam program counter-teroris.

Penolakan terhadap radikalisme ISIS adalah kewajiban bagi umat Islam Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab moral sejarah dan amanat agamanya. Pencegahan gerakan

radikalisme ISIS diyakini tidaklah akan mencapai hasil maksimal dan berdaya tahan lama bila hanya memadakan keamanan semata. Mempekuat kearifan local, memberdayakan institusi social keagamaan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan melakukan penyadaran menyeluruh bagi kelompok yang rentan radikalisme adalah pilihan program yang dapat disinergikan.

Semoga semua pihak menyadari dan menyadarkan siapapun akan bahaya radikalisme, lebih khusus lagi bahaya yang ditimbulkan oleh tindakan biadab yang dilakukan radikalisme ISIS di dunia Arab sana, tentu umat Islam dan bangsa Indonesia harus mewaspadainya. Mengisi pembangunan bangsa dengan kerja bernilai dan bermanfaat bagi semua adalah lebih utama.

Wallahu’alam

(7)

[1] Bahan Dialog Interaktif Pemerintah, Ormas dan Lintas Tokoh Dalam Menyikapi Aksi Radikalisme ISIS di Provinsi Sumatera Barat, Rabu, 8 April 2015 di Istana Bung Hatta Bukittinggi. Panitia Polda Sumatera Barat.

[2] Dekan/Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol/ Wakil Ketua FKUB Sumbar.

/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes;

mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm;

mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif";

mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;}

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan ubi jalar ungu pada es krim susu kambing memberikan pengaruh sangat nyata pada warna es krim.Hasil organoleptik warna

Berdasarkan perhitungan beban kerja yang telah dilakukan, beban kerja mental pada operator3 sebesar 62.Maka berdasarkan nilai tersebut, beban kerja mental yang dialami

Capaian pembelajaran terjadi proses pembelajaran berapa kajian secara akademik ilmiah tentang masalah ideologi Pancasila Indonesia kaitannya dengan aspek

Pada Desember 96 Ramanathan Guha dari Apple mengusulkan sebuah proyek dengan nama Project Sauce/X dengan format MCF (Meta Content Framework) yang merupakan ide awal untuk

Fungsi utama kultur jaringan (kultur in vitro) adalah mendapatkan tanaman baru dalam waktu relatif singkat, memiliki sifat morfologis dan fisiologis yang sama dengan tanaman

Kaleka dan Haryadi (2013) berpendapat, kandang yang baik adalah kandang yang bisa membuat ternak merasa nyaman, tidak menyulitkan pemeliharaan, serta bebas dari bibit

menunjukkan bahwa kombinasi pemberian kompos TKKS dan mulsa helaian anak daun kelapa sawit pada medium tanam sub soil bibit kelapa sawit ( Elaeis guineensis

Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kecepatan timbulnya estrus tersebut mungkin juga disebabkan oleh fase pertumbuhan folikel yang tidak berbeda