• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

CATALYTIC REFORMING PROCESS/

PLATFORMING PROCESS

I . P e n d a h u l u a n

Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina.

Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.

II. Teori Catalytic Reforming

Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin.

Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan inefisien. Gambar berikut menggambarkan konversi hydrocarbon yang terjadi pada operasi typical catalytic reforming, yaitu untuk lean naphtha (high paraffin, low naphtha content) dan untuk rich naphtha (lower paraffin, higher naphthene content) :

(2)

Lean Reformate/ Rich Reformate/ Naphtha Platformate Naphtha Platformate

P P

P P

N A N A

A A

Keterangan :

P = Paraffin Loss : Karena cracking dan shrinkage

N = Naphthene

A = Aromatic

Gambar 1. Konversi Hydrocarbon pada Proses Catalytic Reformer

II.1. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming

Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :

II.1.1.Dehidrogenasi Naphthene

Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen. Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah.

R R

+ 3 H2

Keterangan :

S S : saturated ring (naphthene) : dehydrogenated ring (aromatic)

R : radikal atau rantai samping yang terikat pada ring, misal –CH2CH3, radikal ethyl

N Loss Loss Dari P Dari N Dari P Dari N Dari A Dari A N

(3)

II.1.2.Isomerisasi Napthene dan Paraffin

Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi.

R R’

Contoh reaksi isomerisasi paraffin adalah sebagai berikut : C

R - C - C - C - C R - C - C - C

II.1.3.Dehydrocyclization Paraffin

Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.

R’ S + H2 R - C - C - C - C R” S + H2 II.1.4.Hydrocracking

Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.

C C

R - C - C - C + H2 RH + C - C - C

(4)

II.1.5.Demetalization

Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis. R - C - C - C - C + H2 R - C - C – CH + CH4 dan R-C RH + H2 + CH4 II.1.6.Dealkylation Aromatic

Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :

Tabel I. Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming

Jenis Reaksi Catalyst Function Temperatur Pressure

Naphthene dehydrogenation Metal Tinggi Rendah

Naphthene isomerization Acid Rendah -

Paraffin isomerization Acid Rendah -

Parafin dehydrocyclization Metal/Acid Tinggi Rendah

Hydrocracking Acid Tinggi Tinggi

Demethylation Metal Tinggi Tinggi

Aromatic dealkylation Metal/Acid Tinggi Tinggi

II.2. Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance

Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming), sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat pada gambar berikut :

(5)

Desired Metal-Acid Balance

Platina Chloride (Metal Function) (Acid Function) Demethylation Cracking

Dehydrogenation Dehydrocyclization

Isomerization

Gambar 2. Desired Metal-Acid Balance

Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance ini dijaga dengan

pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis

semi-regeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan

permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H2O

dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).

II.3. Catalyst Unloading

II.3.1.Catalyst Unloading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer

Prosedur catalyst unloading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst unloading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bab hydrotreating process).

II.3.1.Catalyst Unloading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration

Prosedur unloading untuk catalytic reformer-CCR lebih susah dibandingkan prosedur unloading untuk fixed bed catalytic reformer. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan catalyst unloading untuk catalytic reformer-CCR adalah sebagai berikut :

• Jangan pernah membiarkan udara masuk ke dalam reactor

(6)

• Jangan pernah membuka top dan bottom reaktor secara bersamaan karena akan menciptakan natural chimney draft effect yang akan menarik udara masuk ke dalam reactor.

• Jangan menggunakan kayu, kanvas, atau material mudah

terbakar lainnya.

• Yakinkan beberapa CO2 extinguisher tersedia di sekitar lokasi

unloading dan siapkan selang water hydrant menjulur ke lokasi unloading.

• Selama unloading, reaktor harus dijaga dalam kondisi inert

dengan menggunakan nitrogen blanketting sehingga katalis tidak berkontak dengan udara.

• Semua orang yang masuk ke dalam reaktor harus dilengkapi

peralatan keselamatan yang sesuai untuk confined space dan kondisi inert (breathing apparatus).

• Gunakan drum metal sebagai penampung spent catalyst dan

setiap drum harus di-purge dengan nitrogen selama proses unloading untuk mencegah kontak katalis dengan udara.

• Semua orang yang berada di sekitar area unloading harus

menggunakan pelindung muka dan mata dan menggunakan baju lengan panjang (jika mungkin yang flame-resistant) karena sewaktu-waktu spark/api dapat saja terjadi dengan kehadiran pyrites.

• Jika timbul pyrite dalam reaktor selama proses unloading, maka naikkan supply nitrogen semaksimal mungkin, jangan pernah menggunakan air untuk memadamkannya, karena dapat merusak struktur katalis dan internal reaktor.

• Setelah drum berisi spent catalyst hasil unloading mengalami pendinginan alami dan pendinginan dengan supply nitrogen ke dalam drum, maka drum dapat ditutup dengan penutup yang sesuai untuk menghindari masuknya moisture ke dalam drum.

II.4. Catalyst Loading

II.4.1.Catalyst Loading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer

Prosedur catalyst loading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst loading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bab hydrotreating process).

II.4.1.Catalyst Loading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration

Terdapat 3 metode catalyst loading untuk catalytic reformer-CCR, yaitu:

• Reactor by reactor loading procedure

• Entire Reactor Stack Loading Procedure

(7)

Karena prosedur ketiga metode catalyst loading di atas sangat rumit dan sangat technical, maka ketiga metode catalyst loading tersebut tidak akan diuraikan disini.

II.5. Catalyst Poison

Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut :

• Sulfur

Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum. Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin) akibat temperature hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi.

• Nitrogen

Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis.

Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.

• Water

Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis,

sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan

reaksi menjadi terganggu.

Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/

(8)

pendingin steam/water di upstream unit, system injeksi water catalytic reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger, proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan kebocoran steam jacket di regeneration section.

• Metal

Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung metal sedikit pun.

Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari silicon based antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.

• High feed end point

Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam.

Jika umpan catalytic reforming merupakan hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha, cracked naphtha), maka tiap arus umpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point stream dengan low end point stream akan ”mengaburkan” kandungan fraksi endpoint yang tinggi.

III. Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit

Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming. Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.

(9)

Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesifikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.

IV. Aliran Proses Catalytic Reforming

IV.1. Aliran Proses Semi-Regenerative Catalytic Reforming (Fixed Bed Catalytic Reforming)

Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming

IV.2. Aliran Proses Catalytic Reforming-Continuous Catalytic

Regeneration/CCR

Process Flow Diagram Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration dapat dilihat pada gambar berikut :

(10)

Gambar 4. Process Flow Diagram Catalytic Reforming-CCR (Seksi Reaktor)

(11)

V. Variabel Proses Catalytic Reforming Unit

Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah sebagai berikut :

V.1. Catalyst Type

Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan activator level.

V.2. Temperatur Reaksi

Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan spesifikasi. Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal yang akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.

Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :

• Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali temperature inlet bed).

• Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).

Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.

V.3. Space Velocity

Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah katalis yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan volume katalis yang digunakan, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity (WHSV). Satuannya sama, yaitu 1/jam

Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk, maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperatur reaktor.

(12)

V.4. Reactor Pressure

Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure = purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung tekanan reaktor, berbeda dengan di unit hydrocracker yang menggunakan supply

hydrogen dari hydrogen plant.

Tekanan reaktor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperatur reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan tekanan reaktor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate, mengurangi kebutuhan temperatur untuk membuat produk dengan octane number yang sama, dan meningkatkan kecepatan pembentukan

coke pada permukaan katalis.

V.5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio

Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recycle

hydrogen per mol naphtha umpan. Kenaikan H2/HC ratio akan

menyebabkan naphtha melalui reaktor dengan lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil terhadap kualitas dan yield produk.

VI. Troubleshooting

Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Catalytic Reforming Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :

(13)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Catalytic Reforming Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting

∆T reaktor rendah • Umpan kurang naphthenic.

• Kontaminasi sulfur.

• Kontaminasi metal.

• Injeksi chloride yang berlebihan. • Bad temperature indicator.

• Tidak perlu troubleshooting.

• Cari sumber kontaminasi.

• Cari sumber kontaminasi.

• Kurangi injeksi chloride.

• Perbaiki atau ganti temperature indicator. ∆T reaktor tinggi • Umpan lebih naphthenic. Kontaminasi nitrogen. Tidak perlu troubleshooting. Cari sumber kontaminasi.

Produksi H2 purity-nya rendah

• Umpan kurang naphthenic.

• Kontaminasi sulfur.

• Injeksi chloride yang berlebihan.

• Kontaminasi metal.

• Kontaminasi water.

• Tidak perlu troubleshooting.

• Cari sumber kontaminasi.

• Kurangi injeksi chloride.

• Cari sumber kontaminasi.

• Cari sumber kontaminasi.

Yield reformate rendah

• Umpan kurang naphthenic.

• Kontaminasi sulfur.

• Injeksi chloride yang berlebihan. • Water tinggi.

• Tidak perlu troubleshooting.

• Cari sumber kontaminasi.

• Kurangi injeksi chloride.

• Kurangi injeksi water dan cari sumbernya.

Kecepatan pembentukan coking yang tinggi

• H2/HC ratio rendah.

• Umpan sangat parafinic.

• Naikkan recycle rate.

• Tidak perlu troubleshooting. ΔP reaktor tinggi

• Internal screen plugging. • Excessive coke level. • Bad pressure indicator.

• Shutdown dan cleaning reaktor.

• Shutdown dan cleaning reaktor.

• Perbaiki atau ganti pressure indicator. ΔP reaktor rendah • Loss of catalyst bed. Bad pressure indicator. Shutdown dan repair reaktor. Perbaiki atau ganti pressure indicator. Loss of chloride injection • Pompa injeksi stop atau valve tertutup. Suction atau discharge plugging. Restart pompa dan line up jika perlu. Stop pompa dan repair suction/discharge.

(14)

• Mogas Motor gasoline

• RONC Research Octane Number Clear (unleaded)

Straight run naphtha Naphtha yang berasal dari unit naptha

hydrotreater

VIII. Daftar Pustaka

1. Operating Manual CCR-Platforming Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.

2. Operation Manual for Unit 300 Platforming Process Unit, Pakistan-Arabian Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.

Gambar

Gambar 1.  Konversi Hydrocarbon pada Proses Catalytic Reformer  II.1. Reaksi-reaksi  yang  Terjadi  di Catalytic Reforming
Tabel I.  Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming
Gambar 2.  Desired Metal-Acid Balance
Gambar 3. Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai kandungan dalam sebutir telur telah diuji dari berbagai sumber bahwa putih telur lebih baik untuk fokus membantu proses penyembuhan luka karena

Subjek berkemampuan tinggi mampu menyelesaikan model matematika yang telah terbentuk dengan benar menggunakan aksi, proses, objek, dan skema lain dari suatu

Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak dengan baik dan membuat

Kandungan bahan organik dalam tanah yang cukup tinggi membuat kondisi tanah baik untuk pertumbuhan akar tanaman sehingga serapan hara pada tanaman lebih optimal, hasil tanaman

Membuat kokas dari bahan baku dengan kandungan karbon aromatik yang tinggi akan menghasilkan sebuah kokas dengan kualitas yang baik, yang dikenal sebagai needle coke..

Gambar 4.16 tersebut dapat di deskripsikan bahwa proses telah diidentifikasi adanya perencanaan sumber daya yang memiliki performa kurang baik, terutama pembuatan dan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air minum hendaknya diolah dengan baik, proses pengelolahan sumber air yang kurang baik akan mengakibatkan air minum rentan terkontaminasi oleh