• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah

2.1.1 Pengertian limbah

Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan. Limbah merupakan buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak memiliki nilai ekonomi. Berdasarkan jenisnya limbah dikelompokkan atas limbah padat dan limbah cair. Berdasarkan pada sifatnya limbah dikelompokkan atas limbah organik dan limbah an-organik. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan berupa daun, kertas dan lain sebagainya yang dapat membusuk dan terurai oleh mikroorganisme pengurai sedangkan limbah an-organik adalah bahan buangan seperti sampah plastik yang tidak dapat membusuk dan sulit terurai oleh mikroorganisme pengurai. Berdasarkan pada sumbernya, limbah dikelompokkan atas limbah industri dan limbah rumah tangga. Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari industri. Ada beberapa limbah industri yang dapat mencemari lingkungan antara lain: limbah industri tekstil, limbah agroindustri (limbah industri karet, limbah kelapa sawit, limbah pabrik pulp dan kertas), limbah industri farmasi, dan lain-lain. Dalam jumlah dan kadar tertentu, limbah industri dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga diperlukan penanganan khusus terhadap limbah.

Menurut Palar (2008), mengatakan bahwa, Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun dosmetik (rumah tangga),

(2)

yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi empat bagian:

1. Limbah cair 2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel 4. Limbah B3

Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang berasal dari industri. (Ricki M, Mulia, 2005)

Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan seperti pabrik gula, pulp, kertas dan lain-lain.

2.1.2 Limbah Padat Pulp

Pulp adalah produk utama kayu. Pulp merupakan kumpulan serat-serat yang diambil dari bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan kertas. Kayu sebagai bahan dasar industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain:

a. Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan komponen yang paling disukai dalam pembuatan kertas karena panjang dan kuat.

b. Hemiselulosa, tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang. Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping.

(3)

c. Lignin, jaringan polimer fenolik tiga dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara signifikan.

d. Ekstraktif, meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain. Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah

toksik akut dalam efluen industri kertas. (Rini D.S. 2002) Minimasi Limbah

Dalam Industri Pulp and Paper (http://www.terranet.or.id/tulisan detil php id=1036

Proses pembuatan pulp diantaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses mekanis yang biasa dikenal diantaranya PGW (Pine Groundwood), SGW (Semi Groundwood). Pada pembuatan pulp dengan cara mekanis kekuatan dan derajat putih kertas tidak diutamakan sehingga cocok pada pembuatan koran dan tisu.

Proses pembuatan pulp dengan proses kimia dikenal dengan sebutan proses kraft. Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan lebih tinggi daripada proses mekanis dan semi kimia, akan tetapi rendemen yang dihasilkan lebih kecil di antara keduanya karena komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral). Pembuatan pulp dengan cara kimia kekuatan dan derajat putih kertas lebih diutamakan cocok untuk kertas tulis (HVS).

Proses semi kimia merupakan kombinasi antara mekanis dan kimia. Yang termasuk ke dalam proses ini diantaranya CTMP (Chemi Thermo Mechanical Pulping) dengan memanfaatkan suhu untuk mendegradasi lignin sehingga diperoleh pulp yang memiliki rendemen yang lebih rendah dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp dengan proses mekanis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulp)

Limbah padat pulp adalah limbah yang diperoleh dari sisa-sisa pengolahan industri pulp. Limbah tersebut dalam bentuk padat yang disebut dengan dreg, grit, biosludge.

(4)

1. Dreg

Dreg adalah material padat yang berwarna kehitaman merupakan bahan endapan dari green liquor yaitu smelt yang dilarutkan dengan weak wash dari lime mud washer. Kandungannya silica dan residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler. Bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi.

Dreg yang digunakan dalam penelitian adalah dalam bentuk serbuk lolos 100 mesh, seperti pada Gambar 2.1. Sedangkan komposisi kimia dari dreg dapat dihat pada Tabel 2.1.

Gambar 2.1 Serbuk Dreg

Tabel 2.1 Komposisi kimia Dreg

Sumber : LIPI No Parameter Komposisi (%) 1 Al2O3 26,35 2 SiO2 55,21 3 Na2O 0,30 4 K2O 0,27 5 MgO 9,12 6 CaO 2,30 7 Fe2O3 2,34 8 TiO2 3,31 9 LOI 0,80

(5)

2. Grit

Grit berasal dari proses recoustisizing, yang tidak bereaksi antara green liquor dan kapur tohor, berwarna abu abu, kandungan utamanya adalah pasir yang mengandung hidroksida. Grit yang digunakan peneliti dalam penelitian adalah dalam bentuk serbuk lolos 100 mesh, dapat kita lihat pada Gambar 2.2. Sedangkan komposisi limbah padat pulp grit dapat dilihat pada Tabel .2.2.

Gambar 2.2 Serbuk Grit Tabel 2.2 Komposisi Kimia Grit

No Parameter Komposisi (%) 1 Al2O3 24,74 2 SiO2 56,42 3 Na2O 0,33 4 K2O 0,25 5 MgO 9,40 6 CaO 2,12 7 Fe2O3 2,62 8 TiO2 3,38 9 LOI 0,74 Sumber : LIPI 3. Bio sludge

Bio sludge merupakan limbah dari proses pembuatan pulp yang berupa campuran dari endapan limbah cair, berwarna coklat kehitaman, kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati.

(6)

2.2 Semen

Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti perekat. Semen adalah

hidarulic binder artinya senyawa-senyawa di dalam semen dapat bereaksi dengan air

membentuk zat baru yang dapat mengikat benda-benda padat lainnya membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras. (Hotman, 2009)

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Defenisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang biasa digunakan untuk konstruksi beton pada bangunan. Fungsi utama semen adalah sebagai bahan perekat untuk mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat banyak digunakan pada pembangunan sektor konstruksi sipil. ( Mulyono, 2004 )

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: semen non hidrolik dan semen hidrolik. Semen non-hirolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozzolan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.

Salah satu semen hidraulis yang biasa dipakai dalam pembuatan bata konstruksi adalah semen portland. Semen portland diproduksi pertama kali pada tahun 1824 oleh Joseph Aspdin dengan memanaskan suatu campuran tanah liat yang dihaluskan dengan batu kapur atau batu tulis dalam suatu dapur sehingga mencapai suatu suhu yang cukup tinggi untuk menghilangkan gas asam karbon. Sebelumnya tahun 1845 Isaac Johnson membakar bahan yang sama bersama-sama dalam suatu

(7)

sehingga dihasilkan sejenis semen yang amat mirip dan cocok dengan sifat kimia pokok dari portland semen modern.( Murdock, L.J & Brook, K.M. 1991)

Menurut ASTM C-150;1985, semen portland didefenisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalisium dan aluminium silikat. Perbadingan bahan-bahan utama penyusunnya adalah kapur (CaO) sekitar 60 %-65 %, silika (SiO2) sekitar 20 %- 25 %

dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7 %- 12 % (Mulyono, 2004).

Menurut ASTM (American Society for Testing and Materials) semen terbagi atas lima tipe :

1. Tipe I, semen serbaguna yang digunakan pada pekerjaan konstruksi biasa. 2. Tipe II, semen modifikasi yang mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah

dari pada semen tipe I dan memiliki ketahanan terhadap sulfat yang cukup tinggi.

3. Tipe III, semen dengan kekuatan awal yang tinggi yang akan menghasilkan dalam waktu 24 jam, beton dengan kekuatan sekitar dua kali semen tipe I. Semen jenis ini memiliki panas hidrasi yang jauh lebih tinggi.

4. Tipe IV, semen dengan panas hidrasi rendah yang menghasilkan beton yang melepaskan panas dengan sangat lambat. Semen jenis ini digunakan untuk struktur-struktur beton yang sangat besar.

5. Tipe V, semen untuk beton-beton yang akan ditempatkan dilingkungan dengan konsentrasi sulfat yang tinggi. (Jack,2003)

2.3 Agregat

Agregat yang banyak digunakan karena sifatnya yang ekonomis adalah pasir dan kerikil. Pasir dan kerikil alamiah timbul pada tempat yang dangkal atau terletak di

(8)

dasar sungai-sungai maupun sebagai peninggalan ketika es mencair. Agregat merupakan komponen beton atau bata beton yang mempunyai pengaruh

terhadap ketahanan bata konstruksi.

Mengingat bahwa agregat menempati 70 % - 75 % dari total volume beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. (Paul Nugraha & Antoni, 2007).

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. (Murdock, L.J & Brook, K.M, 1991)

Sifat agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas bata konstruksi, sehingga dalam pembuatan batako harus memperhatikan sifat agregat yang akan digunakan yaitu:

1. Kekerasan, semakin kuat agregat semakin kuat bahan yang dibentuk.

2. Karakteristik panas, karakteristrik dari agregat akan sangat mempengaruhi kualitas dan keawetan bata konstruksi.

3. Massa jenis tinggi.

4. Butir bulat, agar daya lekat antara butirannya semakin kuat.

5. Distribusi ukuran butir yang cocok, agar menghasilkan pori yang kacil dan kemampatan yang tinggi, maka dibutuhkan variasi ukuran butir dan penyebaran yang baik. (Mulyono, 2004)

Agregat yang digunakan pada campuran beton dapat berupa agregat alam dan agregat buatan. Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British

(9)

Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregrat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm atau 4.75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm atau 4.75 mm. Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

2.4 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan-bahan kimia lain, bila dipakai untuk untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya dan dapat juga mengubah sifat-sifat semen. Selain itu, air yang demikian dapat mengurangi afinitas antara agregat dengan pasta semen dan mungkin pula mempengaruhi kemudahan pengerjaan. ( Nawy, Edward.G, 1998)

Di dalam campuran bata konstruksi, air mempunyai dua buah fungsi :

1. Untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsung pengerasan,

2. Sebagai pelincir campuran pasir dan semen agar memudahkan pencetakan.

Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen. Air yang berlebihan akan menyebabkan gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.

Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air standar atau air suling.

(10)

Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor dibawah ini:

a. Ukuran agregat maksimum: diameter membesar → kebutuhan air menurun. b. Bentuk butir: bentuk bulat → kebutuhan air menurun.

c. Gradasi agregat: gradasi baik → kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama.

d. Kotoran dalam agregat: makin banyak slit, tanah liat dan Lumpur → kebutuhan ait meningkat.

e. Jumlah agregat halus: agregat halus lebih sedikit → kebutuhan air menurun.

2.5 Faktor Air Semen (FAS)

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kualitas dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65.Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan antara partikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butiran semennya.

2.6 Paving Block

Paving block merupakan bentukan dari mortar atau beton, umumnya mortar merupakan campuran semen, pasir yang dapat merekatkan dalam campuran beton. Mortar merupakan sebagai plesteran dalam pemasangan batu untuk melekatkan batu bata menjadi satu kesatuan yang kuat.

Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yang digunakan sebagai salah satu alternative penutup atau pengerasan permukaan tanah. Paving block

(11)

dikenal juga dengan sebutan bata beton (concrete block) atau cone block. (Tiambun 2009)

Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat (pasir) dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton. Paving block diklasifikasikan menurut kelas penggunaannya. Mutu A digunakan untuk jalan kuat tekan 35 Mpa – 40 Mpa, mutu B digunakan untuk pelantaran parkir 17 Mpa – 20 Mpa, mutu C digunakan penjalan kaki

12,5 Mpa -15 Mpa, dan mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain 8,5 Mpa – 10 Mpa.

Paving block yang dikerjakan dengan mesin dan otomatis (preprogrammed) hasilnya tentu lebih baik dan lebih kuat lebih rapat dibanding secara manual karena adanya getaran dan pemadatan secara kontinuitas produksi yang terpercaya.

Paving block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan yang sederhana sampai penggunaan yang memerlukan spesifikasi khusus paving block dan dapat digunakan untuk pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, pengerasan jalan di kompleks perumahan atau kawasan hotel dan restoran. Apabila diperhatikan dengan seksama paving block dapat disamakan dengan mortar dan beton. Hal ini dikarenakan umumnya paving block terdiri dari campuran pasir, semen dan air ditambah dengan batu pecah (spilt), dengan perbandingan 1 sak semen, 4 sak pasir, 2 sak batu pecahan dan diberi air secukupnya lalu dicampur, dicetak dan dipadatkan dengan getaran. (Rut maria,2009)

Keuntungan penggunaan paving block :

1. Daya serap terhadap air hujan cukup baik, karena pemasangan antara satu dengan yang lain tanpa menggunakan perekat/adukan semen.

2. Daya pantul terhadap tekanan (beban) cukup baik. 3. Tidak mudah pecah/lepas.

4. Pemasangan mudah dikerjakan.

5. Proses pencetakan tidak merusak lingkungan (pencemaran).

(12)

Berdasarkan SK.SNI S-04-1989-F,DPU, berbagai bentuk dan ukuran paving block yang terdapat pada tempat-tempat penjualan dan semua itu biasanya tergantung dari pabrik yang mencetaknya. Sehingga banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada paving block dan penyimpanan yang diperkenankan sebesar

3

± mm, dalam hal ini paving block juga harus mengutamakan mutu dari paving block tersebut seperti yang terdapat pada Tabel 2.4.

Tabel. 2.3. Kuat Tekan Paving Block Menurut Departemen Pekerjaan Umum

Mutu

Kuat tekan kg/cm3 Kekuatan Aus/meneit Penyerapan Air (%) Rata-rata Minimum Rata-rata Maksimum

I 400 340 0.090 0.103 3

II 300 225 0.130 0.149 5

III 200 170 0.160 0.184 7

Sumber : Rommel Erwin, 2007.

2.7 Sifat Bahan

2.7.1 Sifat Fisis Bata Konstruksi

2.7.1.1 Penyerapan air

Besar kecilnya penyerapan air pada sampel sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada sampel. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam sampel maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada sampel terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak beraksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga.(Maria, 2009)

(13)

Daya serap air (%) x100% m m m k k b − =

Di mana : mb = massa basah benda uji (gr) mk = massa kering benda uji (gr)

2.7.1.2 Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Densitas (massa jenis) berfungsi untuk menentukan perbandingan massa benda dengan volume benda.

Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis berikut :

V m

=

ρ

Dimana: ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)

2.7.2. Sifat Mekanik Bata Konstruksi

2.7.2.1. Kuat Tekan

Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan pembebanan atau gaya – gaya mekanis sampai terjadi kegagalan. Kekuatan tekan dalam kemampuan bata untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan bata fc

(14)

dengan satuan N/m2 atau MPa. Sebelum diberlakukannya system satuan SI di Indonesia, nilai tegangan menggunakan satuan kgf/cm2 .

Kekuatan tekan ditentukan oleh pengaturan antara perbandingan semen, agregat halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air terhadap semen merupakan faktor utama dalam penentuan kekuatan bahan. Semakin rendah perbandingan air-semen, semakin tinggi kekuatan tekan. Suatu jumlah tertentu air diperlukan untuk memberikan aksi kimia di dalam pengerasan bahan, kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan akan tetapi menurunkan kekuatan.

Kuat tekan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

A F

fc =

Dimana :fc =Kuat tekan (N/m2)

F = Gaya beban maksimum (N) A = Luas bidang permukaan ( m2 )

2.7.2.2 Kekerasan

Kekerasan adalah kriteria untuk menyatakan intensitas terhadap suatu bahan terhadap deformasi yang disebabkan objek lain. Kekerasan dapat juga didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan, namun pada umumnya terhadap deformasi plastis karena pada bahan yang ulet kekerasan memiliki hubungan yang sejajar dengan kekuatan. Standard pengujian kekerasan yang dipakai yaitu SNI 07-0905-1989 Cara pengukuran kekerasan dapat ditetapkan dengan deformasi yang berbeda, yaitu kekerasan Brinnel, Rochwell, Vickers. (Ruth, 2009).

Pada metoda menurut Brinel, sebuah peluru baja yang dikeraskan ditekankan pada permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu. Benda uji tersebut harus didukung secara merata oleh bidang pendukung yang cukup tebal, sebab kalau tidak demikian, kekerasan bidang pendukung tersebut ikut terukur. (Van Vliet, G.L.J.,1984).

(15)

2.7.2.3. Kuat impak

Kuat impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan. Kuat impak juga merupakan nilai impak (pukul) suatu bahan yang dalam keadaan biasa bersifat liat, namun berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba pada suatu kondisi tertentu dengan satuan J/m2. Standard yang digunakan pada pengujian ini adalah SNI 07-0411-1989. Alat yang digunakan pada pengujian kuat impak adalah Iberttest. Harga impak itu menjadi besar dengan meningkatkan absorpsi kadar air dan menjadi kecil karena pengeringan.

Metode yang dipakai dalam melakukan uji kuat impak adalah metode Charpy , sampel terletak di tengah-tengah pada batang uji dua tumpuan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Batang Uji kuat impak

Pada penentuan nilai impak dari benda uji dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Dimana : K = nilai pukulan (J/m2) W = kerja pukulan (J)

A0= luas batang semula (m2)

0

A W

Gambar

Tabel 2.1  Komposisi kimia Dreg
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Grit
Gambar 2.3 Batang Uji kuat impak

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kountor (2004:105), “penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas

Sedangkan kekurangan dari model Problem Based Learning yaitu persiapan pembelajaran memerlukan alat, sarana dan prasana yang tidak semua sekolah memilikinya, sulit

 Produk yang ditawarkan harus berkualitas. Perilaku konsumen yang didasarkan pada teori instrumental conditioning mengharuskan pemasaran menciptakan dan menawarkan produk

Perancangan sistem informasi manajemen stok pada penelitian ini menghasilkan sistem peringatan yang akan memberitahukan kepada bagian dapur ketika stok makanan ataupun minuman

Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem

Penelitian ini dilakukan untuk meremediasi miskonsepsi siswa pada materi perpindahan kalor menggunakan metode fast feedback berbantuan iSpring pro di kelas VII SMP

penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Aditama, 2006). Tanggung jawab apoteker rumah sakit adalah: 1)

Maka dengan adanya kasus tersebut penulis tertarik untuk meneliti tradisi penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian yang terjadi di Kelurahan Titian Antui Kecamatan