• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai angka yang membahagiakan. Pada tahun 2004, jumlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai angka yang membahagiakan. Pada tahun 2004, jumlah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Semenjak beberapa tahun belakangan pertumbuhan pariwisata di Indonesia mencapai angka yang membahagiakan. Pada tahun 2004, jumlah wisatawan mancanegara di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 19,1% jika dibandingkan dengan tahun 2003. Penerimaan devisa dari wisatawan asing mencapai US$ 4,798 miliar, meningkat sebanyak 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$4,037 miliar. Pada tahun 2005, diprediksi akan ada perjalanan sebanyak 206,8 juta orang, dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pemasukan sebesar Rp. 86,6 triliun.

Berdasarkan pengertian dari World Tourism Organization, pariwisata adalah "kegiatan perjalanan dan menginap di suatu tempat di luar lingkungannya, tidak lebih dari satu tahun, dengan tujuan hiburan, bisnis, atau tujuan lain”. Meski ada beberapa perdebatan mengenai definisi perjalanan dan menetap itu sendiri, namun sudah ada kesepakatan umum bahwa suatu perjalanan dianggap sebagai bentuk wisata jika menempuh jarak lebih dari 120 mil dari rumah, harus menginap lebih dari satu malam dan kurang dari satu tahun. Swarbrooke (1996: hal. 5) menjelaskan bahwa terdapat 4 jenis atraksi wisata:

1. Yang menonjolkan keistimewaan kealamian lingkungan (wisata alam). 2. Terbentuk dari buatan manusia, struktur dan tempatnya tergantung kepada

(2)

akan tetapi sekarang ada beberapa wisatawan yang menggunakannya untuk kegiatan bersantai.

3. Terbentuk dari buatan manusia, struktur dan tempatnya dengan desain untuk menarik wisatawan dan kebutuhan tujuan mereka seperti seperti Taman Safari.

4. Special event

Event merupakan bagian penting sebagai pendongkrak pariwisata, dan event ini selalu ada pada tiap perkembangan dan rencana pemasaran pariwisata

dari tiap daerah (Getz, 2008). Salah satu konsep dari pariwisata event adalah festival musik, wisata ini termasuk konsep pariwisata baru, namun perkembangan konsep ini dianggap mengalami peningkatan berarti dalam satu dekade terakhir.

Sejak pertama kemunculannya musik seringkali digunakan sebagai sarana untuk berlibur. Mendengarkan musik juga merupakan bentuk dengan wisata, bahkan dalam bentuk yang paling penting yaitu melepaskan diri dari berpikir berat. Bahkan, dalam satu titik paling ekstrim, musik dapat dianggap sama sakralnya dengan agama.

Salah satu contoh daya tarik musik dalam wisata adalah makam Jim Morrison, vokalis The Doors, di Pere La Chaise, Paris, Perancis. Makam ini diziarahi sekitar 1,5 juta orang tiap tahunnya1. Mengunjungi makam Jim Morrison adalah kegiatan wajib ketika berwisata ke Paris, sama wajibnya dengan mengunjungi Menara Eifel, Musse de Louvre atau Arch de Triumph. Mengunjungi makam Jim Morrison itu tidak jauh berbeda dengan orang-orang Indonesia yang tiap tahun berziarah ke makam para wali penyebar agama Islam di

(3)

tanah Jawa. Ziarah wali sendiri sudah dianggap sebagai bentuk wisata tersendiri, yaitu wisata religi. Hal ini membuktikan jika musik memiliki daya tarik tersendiri untuk memikat pengunjung.

Dalam penanganan pariwisata event musik, Indonesia masih harus belajar banyak dari negara lain seperti Inggris atau Amerika. Britania Raya (Inggris, Wales, Skotlandia, Irlandia Utara) bahkan punya sebuah lembaga resmi bernama

UK Music yang didirikan untuk mencatat segala angka yang berkaitan dengan

musik dan pariwisata. Adanya sebuah lembaga khusus yang mencatat serba-serbi tentang musik dan pariwisata ini membuat Britania Raya memang pantas menduduki peringkat ke-4 versi National Brand Index dengan sebutan:

"Tempat yang menarik dan menyenangkan untuk seni kontemporer seperti musik, film, dan sastra."

Dari data yang dikeluarkan National Brand Index pada tahun 2011, Britania Raya dikunjungi oleh 7,7 juta orang dari konser-konser besar yang dihelat di seluruh penjuru Britania Raya. Jumlah sebesar itu sebatas wisatawan yang datang ke pertunjukan musik saja. UK Music menyebutnya sebagai turis musik, baik dari domestik maupun mancanegara. Turis domestik mendominasi jumlah turis musik, yakni sekitar 7,4 juta orang, sisanya adalah turis mancanegara. Sebanyak 7,7 juta turis musik membelanjakan uang sebanyak 1,4 milyar poundsterling, dimana sebanyak 864 juta poundsterling masuk ke kas negara. Jumlah pemasukan sebesar itu sebagian besar berasal dari turis musik domestik yang menghabiskan 1,252 milyar poundsterling, dan sisanya berasal dari turis musik mancanegara yang menghabiskan 247 juta poundsterling. Festival-festival

(4)

musik ini juga memberikan pekerjaan penuh waktu bagi 19.700 orang (UK Music, 2010)

Sama dengan Britania Raya, Amerika juga giat menggarap wisata musik sebagai salah satu destinasi wisata andalan. Campbel (2011)2 pernah menuliskan bahwa:

"...ada hubungan antara manusia dengan musik dalam konteks perkembangan sosial, religi, politik, yang dibentuk oleh beberapa kejadian penting dan festival musik”.

Campbell mengkaji tentang industri pariwisata berbasis musik yang merupakan industri besar di Amerika Serikat. Lebih lanjut ia menjelaskan pada tahun 1999 industri musik menyumbang 17% dari total $3,5 milyar pendapatan pariwisata di Amerika. Amerika juga sudah lama dikenal dengan berbagai kegiatan wisata musik, mulai dari kunjungan ke beberapa situs musik penting, hingga festival musik seperti Woodstock dan Lollapalooza.

Secara sederhana, definisi wisata musik adalah kegiatan pariwisata yang dilakukan berdasarkan dorongan musik, seperti mendatangi negara tertentu untuk menonton konser, atau pergi ke suatu daerah untuk berziarah ke situs musik terkenal. Sedangkan festival musik adalah bagian dari pariwisata musik. Secara definisi, festival musik adalah sebuah penyelenggaraan acara musik yang dilakukan dengan mengundang banyak bintang tamu dalam satu waktu. Karena sifatnya yang massif itu, festival musik berpotensi mendatangkan lebih banyak orang.

2 Dari paper Richard Bret Campbell yang berjudul "A Sense of Place: Examining Music-based

Tourism and its Implications in Destination Venue Placement,” ditulis untuk Universitas Nevada, Las Vegas.

(5)

Jika berbicara mengenai wisata musik, Indonesia lumayan cukup jauh ketinggalan dari beberapa kompetitornya. Padahal jika berbicara pariwisata di Indonesia, Indonesia adalah salah satu negara yang pariwisatanya sedang berkembang dengan pesat. Berdasar data dari BPS, pada tahun 2011 ada 7.649.731 wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia3. Sedang dari data yang dikeluarkan oleh Kemenparekraf, ada sekitar 6,750,416 wisatawan domestik yang berwisata di Indonesia4. Jika dijumlahkan terdapat angka sebesar 14.400.147

wisatawan setiap tahunnya. Kemenparekraf juga sedang berusaha meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan melalui festival musik. Kemenparekraf sadar bahwa konser atau festival musik bisa berdampak besar terhadap perkembangan pariwisata di Indonesia.

Indonesia punya sejarah cukup panjang mengenai konser atau festival musik. Pada tahun 1975, supergrup Deep Purple datang ke Indonesia melalui promotor Denny Sabri, Deep Purple menjadi pionir artis mancanegara yang mengadakan konser di Indonesia. Deep Purple mengadakan konser selama dua hari di Jakarta. Konser megah itu menyedot penonton hingga 150.000 pengunjung selama dua hari. Konser itu berakhir menjadi tragedi sebab terjadi kericuhan yang cukup besar akibat penonton yang tak bertiket memaksa masuk ke dalam venue. Selain itu, bodyguard Tommy Bolin, gitaris Deep Purple, tewas setelah jatuh dari lift hotel yang sedang diperbaiki. Lalu pada tahun 1993, grup heavy metal asal Amerika Serikat yaitu Metallica, juga mengadakan konser di Indonesia selama dua hari. Tercatat ada sekitar 100.000 penonton di konser itu. Sama seperti konser

3 Data diambil dari tabel Badan Pusat Statistik tentang Jumlah Kedatangan Wisatawan

Mancanegara ke Indonesia Menurut Pintu Masuk 1997-2011

(6)

Deep Purple, di konser Metallica juga terjadi kerusuhan yang cukup besar. Dampaknya, Indonesia diisolasi dari dunia hiburan. Banyak artis internasional yang takut datang ke Indonesia. Apalagi setelah ada musibah bom Bali yang menyebabkan kunjungan wisata ke Indonesia jadi menurun drastis.

Pada tahun 2004, Peter Gontha, pengusaha sekaligus pecinta musik Jazz, gemas dengan kondisi seperti ini. Akhirnya setelah satu tahun persiapan, ia mengadakan sebuah festival jazz yang ia beri nama Jakarta International Java

Jazz Festival (JIJJF). Acara perdana ini terhitung cukup sukses dengan tampilnya

musisi legendaris, James Brown. Sejak saat itu, perlahan nama Indonesia mulai terangkat kembali.

Festival yang berjalan selama tiga hari ini akhirnya rutin diadakan setiap tahun dan selalu mengundang ratusan musisi jazz lokal maupun internasional untuk tampil. Pada tahun 2010, festival ini mendapat rekor dunia sebagai festival jazz terbesar yang pernah diadakan, seperti yang diungkapkan oleh Jaya Suprana:

"Karena festival tersebut diisi oleh sekitar 1.300 musisi dengan 21 panggung dalam satu kawasan."5

Pada tahun 2012 Peter Gontha mengklaim bahwa festival ini mendatangkan sekitar 120.000 pengunjung dalam tiga hari. Jumlah sebesar itu tentu mendatangkan keuntungan bagi banyak pihak. Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menerangkan kalau Java Jazz saat ini sudah dianggap sebagai daya tarik wisata.

5 Seperti diungkapkan Jaya Suprana, pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI), dikutip oleh

TEMPO, bisa dibaca di: http://www.tempo.co/read/news/2010/03/05/112230465/Java-Jazz-Raih-Rekor-Festival-Terbesar-di-Dunia

(7)

"Saat ini Java Jazz sudah menjadi ikon Indonesia. Kami dari Pemerintah Indonesia akan terus berusaha mendukung secara penuh penyelenggaraan festival ini." (Kompas, 28 Februari 2013).

Meski demikian belum ada penelitian yang mengungkap sejauh apa pengaruh Java Jazz terhadap perkembangan pariwisata di Indonesia, namun secara kasat mata peran festival musik tampak dari meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia saat ada konser atau festival musik. Marie Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengatakan jika terjadi peningkatan wisatawan mancanegara sebanyak 30 persen jika sedang diselenggarakan konser ataupun festival musik di Indonesia6. Jumlah wisatawan mancanegara ini kebanyakan datang dari negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Hongkong.

Pemerintah Indonesia sudah mulai bisa menangkap fenomena pergerakan pariwisata berbasis industri kreatif termasuk musik. Karena itu pula, Kementrian Pariwisata sekarang diubah menjadi Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Saat ini Kemenparekraf tidak hanya mengurusi pariwisata konservatif saja melainkan juga industri kreatif (termasuk industri musik dan pertunjukan) yang saat ini dianggap sebagai komponen penting dari industri pariwisata.

“Bayangkan kalau setiap ada konser di Gelora Bung Karno, penontonnya 20-30 persen dari mancanegara. Itu dampaknya signifikan jika ditambah dari kunjungan wisatawan dari daerah.” ujar Marie Elka.7

6 Dikutip dari Harian Sinar Harapan (11 April 2013)

7 Dari wawancara dengan Mari Elka, bisa diakses di:

(8)

Pernyataan Marie Elka ada benarnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah festival musik yang baik adalah festival musik yang berkelanjutan. Tidak hanya berlangsung sekali lalu mati. Karena itu perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, media, sponsor, festival lain, supplier, perusahaan swasta, dan komunitas lokal (Rivero, 2009). Jika proses kerjasama ini bisa berlangsung dengan baik maka festival musik akan menjadi sukses dalam waktu yang lama dan menjadi identitas baru sebuah daerah (Gibson dan Connel, 2005).

Sejauh ini kemungkinan Kemenparekraf belum punya data pasti mengenai perkembangan jumlah wisatawan musik di Indonesia. Meski beberapa tahun belakangan ini ada banyak sekali festival maupun konser musik dalam skala besar, penulis merasa Kemenparekraf belum terlalu mendetail dalam mendata jumlah wisatawan musik. Selain itu, berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, sejauh ini belum ada penelitian yang mengaitkan antara musik dan industri pariwisata di Indonesia. Padahal menurut Felsentein dan Fleischer (2003) festival (baik musik atau bukan) sangatlah potensial dalam meningkatkan kunjungan pariwisata.

Lebih lanjut, festival berperan besar sebagai alat pemasaran wisata suatu daerah karena kemampuan besar festival untuk meningkatkan kunjungan wisatawan (Anderson dan Getz, 2008). Festival musik yang berhasil dan berkesinambungan jelas akan meningkatkan jumlah kunjungan, dan jika terjadi secara berkelanjutan akan membawa pengaruh positif terhadap perekonomian suatu daerah dan masyarakat sekitar, terutama yang berkaitan dengan lapangan kerja (Rivero, 2009).

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas dapat diketahui bahwa sejak beberapa tahun belakangan muncul banyak festival musik dan konser musik di Indonesia. Event-event tersebut menyebabkan kunjungan wisatawan dalam jumlah yang banyak. Permasalahannya adalah, hingga saat ini Kemenparekraf belum memiliki agenda khusus maupun promosi terkait pariwisata musik ini. Padahal, jika direncanakan dengan baik, pariwisata musik ini dapat memberikan dampak positif secara langsung terhadap perkembangan ekonomi. Meskipun masih saja terdapat dampak perubahan-perubahan lain seperti perubahan sosial atau budaya. Untuk promosi pariwisata musik, Indonesia sepertinya harus belajar dari Singapura yang melalui Singapore Tourism Board sudah membuat sarana promosi khusus terkait pariwisata musik. Permasalahan dalam penelitian ini berfokus pada beberapa hal terutama berkaitan dengan potensi wisata musik di Indonesia sebagai salah satu alternatif pariwisata baru di Indonesia. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi wisata musik di Indonesia?

2. Bagaimana dampak festival musik terhadap perkembangan pariwisata di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

(10)

1. Mengenali potensi wisata musik (dengan contoh kasus Java Jazz Festival) sebagai alat yang bisa meningkatkan pertumbuhan pariwisata secara masif dan berkelanjutan.

2. Mengetahui dampak dari wisata musik di dalam dunia pariwisata di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat teoritis yaitu agar penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran potensi pariwisata musik, baik secara umum maupun secara khusus di Indonesia. Sehingga diharapkan penelitian ini berguna untuk para akademisi yang mencari referensi terkait pariwisata musik, ataupun akademisi yang kelak meneliti tentang pariwisata musik di Indonesia.

Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para pengampu kebijakan maupun praktisi dalam menempatkan festival musik sebagai salah satu atraksi wisata di Indonesia. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui gambaran umum dan khusus mengenai pariwisata musik di Indonesia. di samping itu, diharapkan penelitian ini dapat mendorong daerah-daerah lain untuk membuat festival musik yang berguna untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

(11)

1.5 Keaslian Penelitian

Pada Indonesia nyaris belum ada tesis yang membahas mengenai potensi pariwisata musik di Indonesia. Padahal pariwisata musik di Indonesia sudah semakin maju semenjak satu dekade terakhir. Melihat minimnya tesis dan penelitian tentang potensi pariwisata musik, tesis ini bertujuan untuk menuliskannya.

Pariwisata musik adalah salah satu bentuk cultural tourism dan event

tourism yang jarang dikaji dalam bentuk yang komprehensif (Gibson dan Connel,

2010). Karena hal itu, mengkaji hubungan antara musik dan pariwisata masih merupakan tantangan tersendiri bagi banyak akademisi dan pegiat pariwisata. Penelitian ini berusaha untuk menjawab tantangan tersebut. Penelitian ini berangkat dari rasa ingin tahu (curiosity) penulis mengenai perkembangan pariwisata musik di Indonesia. Dari beberapa studi pustaka, kajian mengenai pariwisata musik ini banyak bersumber dari kawasan yang sudah maju dunia pariwisatanya. Seperti kawasan Eropa dan Amerika, sedangkan di wilayah Asia Tenggara terutama Indonesia, belum ada yang melakukan kajian tentang wisata musik.

Hal ini menjadi pembeda antara beberapa kajian dari kawasan Eropa dan Amerika, dimana pariwisata musik sudah mulai mengalami titik jenuh di kawasan tersebut dan beranjak ke Asia (Hall, 1998; Williams, 1998). Selain itu, salah satu permasalahan dalam tesis ini adalah untuk mengenali potensi wisata musik sebagai salah satu alternatif wisata baru di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun laporan Tugas Akhir dengan “Tinjauan Metoda Pelaksanaan Dan Perencanaan

pertumbuhan bakteri dengan spektrum yang luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diwakilkan oleh kedua bakteri uji

Dalam Temu Alumni yang dihelat di Hotel Padjajaran tersebut, beberapa kontingen UNAIR juga berkesempatan untuk mempresentasikan karyanya di hadapan para alumni.. Nasih menjelaskan

Sumber : Permen PUPR 14/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi.. Tangerang Selatan 512 Provinsi Banten

Hasil pengujian adanya hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna, menunjukkan adanya kemiripan

Berdasarkan hasil keputusan Rapat Panitia dan Pimpinan Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta tanggal 10 Oktober 2017 tentang hasil pelaksanaan ujian tulis dan ujian

Melalui wawancara dan observasi terhadap karyawan bagian pemasaran diperoleh informasi bahwa sebagian besar karyawan bagian pemasaran tidak dapat mencapai target

Proses testing merupakan hasil data uji yang dilakukan dengan mengambil 4 sampel kernel jagung baru untuk menentukan apakah dari data training yang disimpan di database