Optimisasi Economic Dispatch
Menggunakan Fuzzy-Bacterial Foraging Algorithm
Muhammad Ridha Fauzi1,Imam Robandi2Power System Operation and Control Laboratory1, 2
Department of Electrical Engineering, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia, 60111,
1)E-mail: [email protected]
Abstract
Pada penelitian ini diusulkan metode optimisasi fuzzy-bacterial foraging algorithm (Fuzzy-BFA) untuk menyelesaikan permasalahan economic dispatch. Bacterial foraging algorithm (BFA) standar memiliki nilai
run length unit konstan. Run length unit memiliki peran penting dalam mempercepat konvergensi. Oleh
karena itu run length unit dibuat adaptif terhadap pergerakan bakteri dengan pendekatan aturan fuzzy
Takagi-Sugeno. Keefektifan dan keandalan metoda yang diusulkan ini diuji pada sistem IEEE 5-bus tiga generator
dan IEEE 30-bus enam generator. Hasil simulasi yang diperoleh dibandingkan dengan BFA standar dan tanpa dispatch. Hasil simulasi menunjukkan bahwa metoda yang diusulkan ini unggul dan potensial untuk menyelesaikan masalah economic dispatch.
Index Terms: Bacterial foraging algorithm, economic dispatch, fuzzy-bacterial foraging algorithm, total fuel cost.
1. Pendahuluan
Pembangkit energi listrik jenis thermal harus dioperasikan dengan biaya seminimum mungkin. Untuk menekan biaya, maka pengoperasian pembangkit perlu dioptimisasi. Optimisasi dilakukan pada pembangkitan daya output unit pembangkit (economic dispatch). Economic
dispatch memiliki karakteristik nonlinier dan
komplek terutama pada equality dan inequality
constraint sehinga sulit untuk diselesaikan. Jika
masalah ini dapat dipecahkan dengan solusi yang memuaskan maka akan sangat menguntungkan dari sisi ekonomi.
Usaha untuk menyelesaikan masalah econmic
dispatch telah banyak dilakukan. Beberapa
metoda telah digunakan untuk memecahkan masalah economic dispatch, yaitu metoda
lambda-iteration, metoda base point and participation factors, dan metoda gradient.
Tetapi pada pengaplikasiannya diperoleh error yang besar. Metoda dynamic programming tidak memiliki batasan-batasan alamiah pada kurva biaya. Hal ini dapat menghasilkan solusi global walaupun untuk kurva biaya non-linier dan
discrete dari unit-unit pembangkitan (D.N.
Jeyakumar, 2006).
Pada referensi (Ching, 2000) masalah economic
dispatch diselesaikan menggunakan pendekatan Hopfield modeling framework. Hasil analisis fuel cost dan rugi daya dengan menggunakan metoda
ini lebih baik dari metoda conventional hopfield. Referensi (Rabih, 2000) juga telah menerapkan
simplified homogeneous and self-dual (SHSD) linear programming (LP) interior point
algorithm pada masalah security constrained economic dispatch (SCED).
Pada dekade belakangan para peneliti telah menerapkan metoda artificial intelligent seperti
genetic algorithm dan fuzzy logic (A. B. M.
Nasiruzzaman, 2008), particle swarm optimization (Jong-Bae Park, 2005), differential evolution (Leandro, 2007). Beberapa metoda soft computing lainnya dicoba diaplikasikan dan
dibandingkan oleh (Jagabondhu, 2005) pada masalah economic dispatch, yaitu genetic
algorithm, ant colony optimization dan particle
swarm optimization. Hasil yang diperoleh
terdapat beberapa kelebihan pada masing-masing metoda tersebut.
Referensi (K. Vaisakh, 2009) juga melakukan penelitian dynamic economic dispatch dengan fungsi biaya non-smooth menggunakan particle swarming optimization with differentially perturbed velocity. Pendekatan ini cukup berhasil
untuk memecahkan masalah economic dispatch. Belakangan ini metoda keluarga evolusi seperti
bacterial foraging algorithm (BFA) mulai
diaplikasikan pada masalah aliran daya dengan minimisasi daya nyata dan maksimalisasi batas stabilitas tegangan dalam sistem tenaga listrik (M. Tripathy, 2009). Pada penelitian ini BFA diusulkan untuk memecahkan masalah optimisasi
economic dispatch. Konvergensi BFA standar
cukup lama mencapai nilai optimum jika diaplikasikan pada constraint yang lebih besar dan masalah yang lebih komplek. Oleh karena itu untuk mempercepat konvergensi maka run
adaptif menggunakan rule fuzy Takagi-Sugeno (S. Mishra, 2005).
2. Metodologi
2.1 Basic Bacterial Foraging Optimization Binatang yang memiliki strategi foraging kurang baik cenderung dieliminasi oleh seleksi alam dan lebih suka dengan yang memiliki strategi
foraging yang sukses. Strategi foraging pada
dasarnya dibangun oleh empat proses yaitu,
chemotaxis, swarming, reproduction, dan elimination and dispersal (P. K. Hota, 2010). 2.1.1 Chemotaxis: adalah proses pergerakan bakteri yang dilakukan dengan cara swimming dan tumbling via Flagella. Oleh karena itu, bakteri E. coli dapat bergerak dalam dua cara
yang berbeda; run (swim untuk satu periode
waktu) atau tumble, dan alternatif antara dua mode operasi ini pada seluruh lifetime bakteri. Untuk merepresen-tasikan tumble, dibangkitkan
unit length arah acak (j); ini akan digunakan untuk mendefinisikan arah pergerakan setelah
tumble, yaitu
i(j1, , )k l
i( , , )j k l C i ( ) ( )
j (7) dengan i (j,k,l) merepresentasikan bakteri ke-i pada chemotactic step ke-j reproduction ke-k danelimination and dispersal ke-l. C(i) adalah
ukuran langkah yang diambil dalam arah acak dinyatakan dengan tumble (run length unit). 2.1.2 Swarming : Ketika bakteri memperoleh nutrisi maka bakteri tersebut memberi sinyal kepada yang lain sehingga mereka bersama-sama menuju lokasi yang diinginkan (titik solusi) lebih cepat. Efek dari swarming menyebabkan bakteri berkumpul dalam kelompok dan bergerak seperti pola konsentris dengan kerapatan bakteri tinggi. Representasi matematis untuk swarm adalah,
( , ( , , )) ( , ( , , )) 1 s i i Jcc P j k l Jcc j k l i 2 1[ exp( 1( ) )] p S i attract attract m m i d
m
2 1 [ exp( 1( ) )] p S i repellant repellant m m i h
m
(8)dengan Jcc (, P(j,k,l)) adalah nilai cost function yang ditambahkan ke actual cost function yang diminimais untuk menggambarkan variasi waktu
cost function, S adalah jumlah total bakteri, p
adalah jumlah parameter yang dioptimisasi yang ada dalam masing-masing bakteri, dattract, wattract, hrepellant, dan wrepellant adalah koefisien yang dipilih sebaik mungkin.
2.1.3 Reproduction: Bakteri yang paling tidak sehat mati dan bakteri lain yang lebih sehat masing-masing membelah menjadi dua bakteri, dan ditempatkan pada lokasi yang sama. Ini membuat populasi bakteri konstan.
2.1.4 Elimination and Dispersal: Perubahan secara tiba-tiba pada lingkungan bakteri seperti karena kenaikan temperatur lokal yang signifikan dapat membunuh kelompok bakteri yang memiliki konsentrasi nutrisi tinggi atau disebar ke lingkungan baru. Elimination and dispersal membantu dalam mengurangi perilaku
stagnation, yaitu terjebak dalam titik solusi
prematur atau lokal optima.
2.2 Penerapan Fuzzy-Bacterial Foraging
Algorithm
Fuzzy inference digunakan untuk mengatur
perilaku dasar foraging bakteri pada proses
chemotaxis. Run length unit C(i) atau disebut
juga step size pada setiap langkah mempunyai nilai konstan. Jika nilai C(i) terlalu besar dan konstan maka pencarian kemungkinan terjebak lokal minimum sehingga bakteri swimming tanpa berhenti. Tetapi jika nilai C(i) terlalu kecil maka konvergen menjadi lambat dan jika memperoleh nilai lokal minimum maka pencarian tidak terlalu jauh berbeda dari nilai yang telah diperoleh.
Dalam penelitian ini, run length unit dibuat bervariasi berdasarkan formula aturan fuzzy Takagi-Sugeno (S. Mishra, 2005). Nilai step size yang variabel mempunyai peran penting dalam mempercepat konvergensi serta dekat dengan solusi optimum.
Membership function input fuzzy adalah jenis
trapesium dan mempunyai satu input min (J) yaitu nilai minimum total fuel cost pada setiap evaluasi fungsi nutrisi dan menghasilkan satu output yaitu nilai crisp u. Nilai linguistik variabel input terdiri dari empat buah himpunan fuzzy yaitu SK (Sangat Kecil), K (Kecil), S (Sedang), dan B (Besar). Sedangkan nilai crisp output terdiri dari empat buah persamaan linier.
Membership function tersebut ditampilkan pada
Gambar 1. 1 0 SK K S B J1 J2 J3 J4 J5 J6 minimum (J)
Gambar 1. Membership Function Input Fuzzy.
Ketika Fuzzy diaplikasikan pada BFA maka Persamaan (7) diganti menjadi,
i(j+1,k,l) = i(j,k,l) + u x C(i) x (J) (9)
Rule fuzzy yang mengatur adaptasi adalah,
R1 : If min(J ) Sangat Kecil (SK) then u1 = a1 min (J ) R2 : If min(J ) Kecil (K) then u2 = a2 min (J ) R3 : If min(J ) Sedang (S) then u3 = a3 min (J ) R4 : If min(J ) Besar (B) then u4 = a4 min (J )
Nilai koefisien a1 – a4 dan J1 – J6 diperoleh dengan cara try and error. Langkah-langkah komputasi untuk optimisasi economic dispatch menggunakan metoda Fuzzy-BFA adalah (Smishra, 2005):
Langkah 1 : Inisialisasi parameter BFA, (1) S : jumlah bakteri yang digunakan. (2) p : jumlah parameter yang dioptimisasi. (3) NS : panjang lifetime bakteri setelah
tumbling pada chemotactic loop.
(4) Nc : jumlah chemotactic loop ( NC > NS). (5) Nre : jumlah maksimum reproduction. (6) Ned : jumlah kejadian elimination- dispersal. (7) Ped : probabilitas elimination-dispersal. (8) P : Lokasi masing-masing bakteri P(1-p,
1-S, 1) arah acak pada [-1, 1].
(9) Nilai run length unit atau C(i). Nilai C(i) adalah konstan.
(10) Nilai-nilai dattract, wattract, hrepelent, dan wrepelent.
Inisialisasi parameter Fuzzy, (1) J1, J2, J3, J4, J5, J6
(2) a1, a2, a3, a4
Langkah 2 : Perancangan algoritma untuk optimisasi economic dispatch :
Bagian ini memodelkan populasi bakteri pada
chemotaxis, swarming, reproduction, dan elimination and dispersal (pada awalnya, (j = k = l = 0)). Dengan meng-update algoritma, isecara otomatis menghasilkan update “P”.
(1) Elimination-dispersal loop : l = l + 1. (2) Reproduction loop : k = k + 1. (3) Chemotaxis loop : j = j + 1.
(a) For I = 1,2, ..., S, hitung nilai cost
function untuk setiap bakteri i, next,
i. Hitung nilai cost function J(i,j,k,l). Selanjutnya, JSW (i,j,k,l) = J(i,j,k,l) + JCC (i(j,k,l), P(j,k,l)) .
ii. Selanjutnya, Jlast = JSW (i,j,k,l) simpan nilai ini karena kita boleh jadi menemukan cost yang lebih baik melalui run.
iii. End of for loop.
(b) For i = 1, 2, ..., S, ambil keputusan
tumbling/swimming.
i. Tumble : bangkitkan vektor random (i) RP dengan setiap elemen
m(i), m = 1,2, ..., p, jumlah acak pada [-1, 1].
ii. Move : selanjutnya i (j+1,k,l ) =i (j, k, l) + u x C(i)
( )
( ) ( )
Ti
i
i
menghasilkan step size yang dapat beradaptasi dalam arah tumble untuk bakteri i.
iii. Menghitung J(i,j+1,k,l) dan kemudian menghitung,
J i j
sw( , 1, , ) ( , 1, , )
k l J i j
k l
Jcc( ( 1, , ), ( 1, , ))i j k l P j k liv. Swim :
a. m = 0; (counter untuk swim
length)
b.While, m < Ns (apabila tidak ada
penurunan yang terlalu panjang). v. m = m + 1
vi. If JSW (i, j+1, k, l) < Jlast (jika lebih baik), kemudian Jlast = JSW (i, j+1, k, l) dan i (j+1,k,l) = i (j,k,l) + u x C(i)
( )
( ) ( )
Ti
i
i
,gunakan i (j+1,k,l) ini untuk menghitung J(i, j+1,k,l) yang baru. vii. Else, m = Ns. Ini adalah akhir dari
statement ”while”.
(c) Go to bakteri berikutnya (i + 1). Jika, i S (maka go to ”b”) untuk memproses bakteri berikutnya.
(4) If j > Nc, go to step 3, lanjutkan chemotaxis, karena life time bakteri belum berakhir. (5) Reproduction.
(a) For k dan l yang diberikan, dan untuk setiap i = 1, 2, ..., S, maka hitung
1 1 ( , , , ) Nc i sw health j J J i j k l
adalahkesehatan bakteri i. Urutkan bakteri secara ascending terhadap cost Jhealth (cost lebih tinggi berarti kesehatan lebih rendah).
(b) Sr = S/2 bakteri dengan nilai Jhealth paling tinggi mati dan Sr bakteri lainnya dengan nilai terbaik akan membelah menjadi dua berperan sebagai orang tua dan ditempatkan pada lokasi yang sama. (6) If k < Nre, go to 2; dalam kasus ini, kita belum mencapai jumlah maksimum
reproduction loop yang ditentukan, sehingga
kita mulai generasi berikutnya dalam
chemotactic loop.
(7) Elimination-dispersal : For i = 1,2 ..., S dengan probabilitas Ped, eliminate dan disperse setiap bakteri (untuk menjaga
3. Simulasi dan Hasil
Masalah economic dispatch disimulasikan pada sistem IEEE 5-bus, tiga generator (Hadi Saadat, 1999) dan IEEE 30-bus, enam generator (P. Somasundaram. 2005). Sistem IEEE 5-bus menyuplai total beban sebesar 150 MW dan sistem IEEE 30-bus menyuplai beban sebesar 283.4 MW. Data daya output min dan max setiap generator kedua sistem ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 : Data Pmin – Pmax dan Koefisien Bahan Bakar Sistem IEEE 5-Bus
No. Bus Pi min (MW) Pimax (MW) Cost coefficients a b c 1 10 85 200 7 0.008 2 10 80 180 6.3 0.009 3 10 70 140 6.8 0.007 Tabel 2 : Data Pmin – Pmax dan Koefifisien Bahan Bakar Sistem IEEE 30-Bus.
No. Bus Pi min (MW) Pi max (MW) Cost coefficients a b c 1 50 200 0 2 0.00375 2 20 80 0 1.75 0.0175 5 15 50 0 1 0.0625 8 10 35 0 3.25 0.00834 11 10 30 0 3 0.025 13 12 49 0 3 0.025
Untuk mendemonstrasikan keefektifan Fuzzy-BFA, maka metoda ini dibandingkan dengan metoda BFA standar dan tanpa dispatch. Metoda ini diuji pada kasus yang berbeda,
3.1 Sistem IEEE 5-bus :
Kasus (1) : memperhitungkan rugi daya pada transmisi, equality dan inequality constraint dengan jumlah bakteri 8.
Kasus (2) : memperhitungkan rugi daya pada transmisi, equality dan inequality constraint dengan jumlah bakteri bervariasi yaitu 4, 24, dan 48 bakteri.
3.2 Sistem IEEE 30-bus
Kasus (1) : memperhitungkan rugi daya pada transmisi, equality dan inequality constraint dengan jumlah bakteri 8.
Simulasi menggunakan MATLAB dan diruning pada komputer 3.06 GHz, Pentium-IV dengan 1.2 GB RAM. Parameter BFA yang digunakan adalah S = 8, Nc = 5, Ns = 3, Nre = 40, Ned = 4,
Ped = 0.25, C(i) = 0,1. Nilai dattract, wattract, hrepelent, and wrepelent yang digunakan 1.9, 0.2, 1.9,
dan 10.
Hasil simulasi ditampilkan pada Tabel 3–Tabel 6 dan grafik konvergensi ditampilkan pada Gambar 3 – Gambar 6.
Tabel 3 : Hasil Simulasi IEEE 5-bus Menggunakan Fuzzy-BFA, Fuzzy-BFA, dan tanpa Duispatch Memperhitungkan Rugi Transmisi
Daya Output
Metoda Tanpa
Dispatch Fuzzy-BFA BFA
P1 (MW) P2 (MW) P3 (MW) PLoss (MW) Totalfuel cost ($/h) Konvergensi 83.051 40.000 30.000 3.0526 1633.238416 3 30.318 67.966 53.917 2.2018 1596.321519 126 30.285 67.944 53.970 2.2014 11596. 321552 363 Tabel 4 : Hasil simulasi IEEE 5-bus Menggunakan Fuzzy-BFA Memperhitungkan Rugi Transmisi dengan Jumlah Bakteri Bervariasi Daya Output Fuzzy-BFA 4 Bakteri 24 Bakteri 48 Bakteri P1 (MW) P2 (MW) P3 (MW) PLoss (MW)
Total fuel cost ($/h) Konvergensi 30.318 67.956 53.927 2.2017 1596.321519 195 30.321 67.958 53.921 2.2018 1596.321519 62 30.321 67.963 53.917 2.2018 1596.321519 36 Tabel 5 : Hasil Simulasi Sistem Tenaga IEEE 5-Bus Memperhitungkan Rugi Transmisi Menggunakan BFA dengan Jumlah Bakteri Bervariasi
Daya Output BFA 4 Bakteri 24 Bakteri 48 Bakteri P1 (MW) P2 (MW) P3 (MW) PLoss (MW)
Total fuel cost ($/h) Konvergensi 30.372 67.938 53.892 2.2021 1596.321551 744 30.343 67.978 53.880 2.2020 1596.321540 738 30.319 67.977 53.905 2.2018 1596.321524 120 Tabel 6 : Hasil Simulasi IEEE-30 bus Menggunakan Fuzzy-BFA, Fuzzy-BFA, dan tanpa Dispatch Memperhitungkan Rugi Transmisi Daya Output Metoda Tanpa Dispatch Fuzzy-BFA BFA P1 (MW) P2 (MW) P3 (MW) P4 (MW) P5 (MW) P6 (MW) P loss (MW) Total fuel cost ($/h) Konvergensi 136.145 52.000 33.000 23.000 20.000 26.000 6.7449 825.242064 4 176.696 48.851 21.484 21.733 12.153 12.000 9.5171 802.378962 310 176.660 48.837 21.508 21.705 12.203 12.000 9.5132 802.378996 456
1. Sistem IEEE 5-bus
Kasus (1) : Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa
Fuzzy-BFA menghasilkan biaya pembangkitan paling minimum sebesar $ 1596.321519 per hour, dengan BFA diperoleh sebesar $ 1596.321552 per hour dan dengan tanpa dispatch sebesar $ 1633.238416 per hour. Ini berarti bahwa metoda
Fuzzy-BFA menghasilkan biaya lebih murah $ 0.00033 per hour dibandingkan BFA dan $ 36.9169 per hour lebih murah dibandingkan dengan tanpa dispatch. Selain itu, dengan mengoptimisasi daya output setiap pembangkit maka rugi transmisi dapat direduksi dari 3.0526 jika tanpa dispatch menjadi 2.2018 MW dan 2.2014 MW menggunakan Fuzzy-BFA dan BFA. Dengan menggunakan Fuzzy-BFA konvergen lebih cepat yaitu pada iterasi ke-126 dan dengan BFA pada iterasi ke-335. Performansi kedua metoda dapat dilihat pada grafik konvergensi pada Gambar 2. 0 200 400 600 800 1596 1596.5 1597 1597.5 1598 1598.5
Evaluasi fungsi nutrisi
To ta l f ue l c os t ( $/ h) BFA Fuzzy-BFA
Gambar 2 Grafik Konvergensi Fuzzy-BFA dan BFA pada. IEEE 5-Bus dengan Memperhitungkan Rugi Transmisi Kasus (2) : Hasil simulasi dengan jumlah bakteri
bervariasi menggunakan Fuzzy-BFA dan BFA ditampilkan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Dari kedua metoda diperoleh bahwa semakin banyak jumlah bakteri maka konvergensi juga semakin cepat. Dengan jumlah bakteri 4, 24, dan 48 menggunakan Fuzzy-BFA, konvergen dicapai masing-masing pada iterasi ke-195, 62, dan 36. Sedangkan dengan jumlah bakteri 4, 24, dan 48 menggunakan BFA maka konvergen perhitungan masing-masing pada iterasi ke-744, 738, dan 120. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah populasi bakteri maka semakin luas ruang pencarian nutrisi dijelajahi atau semakin banyak kombinasi kandidat solusi optimum.
Dengan menggunakan metoda Fuzzy-BFA dan jumlah bakteri bervariasi, maka biaya paling minimum yang diperoleh adalah sama besar yaitu $ 1596.321519 per hour. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan run
length unit yang adaptif terhadap kondisi operasi
maka kombinasi dan nilai yang optimum lebih cepat diperoleh sehingga tidak akan berpengaruh jika jumlah bakteri diperbanyak lagi. Performansi kedua metoda ini dapat dilihat pada Gambar 3 – Gambar 5. 0 200 400 600 800 1596 1598 1600 1602 1604 1606 1608 1610 1612
Evaluasi fungsi nutrisi
To ta l f ue l c os t ( $/ h) BFA Fuzzy-BFA
Gambar 3 Grafik Konvergensi Fuzzy-BFA dan BFA dengan 4 Bakteri pada Sistem IEEE 5-Bus, Memperhitungkan Rugi Ttransmisi 0 200 400 600 800 1596 1596.5 1597 1597.5 1598 1598.5
Evaluasi fungsi nutrisi
To ta l f ue l c os t ( $/ h) BFA Fuzzy-BFA
Gambar 4 Grafik Konvergensi Fuzzy-BFA dan BFA dengan 24 Bakteri pada IEEE 5-Bus dengan Memperhitungkan Rugi Transmisi 0 200 400 600 800 1596.35 1596.4 1596.45 1596.5 1596.55 1596.6 1596.65 1596.7 1596.75 1596.8
Evaluasi fungsi nutrisi
To ta l f ue l c os t ( $/ h) BFA Fuzzy-BFA
Gambar 5 Grafik konvergensi Fuzzy-BFA dan BFA dengan 48 bakteri pada IEEE 5-bus memperhitungkan rugi transmisi 2. Sistem IEEE 30-bus
Kasus (1) : Simulasi dengan menggunakan
metoda Fuzzy-BFA maka konvergen lebih cepat dibandingkan BFA yaitu masing-masing pada iterasi ke-310 dan iterasi ke-456. Berdasarkan perbandingan tersebut menunjukkan bahwa dengan merubah konstanta run length unit BFA berdasarkan kondisi operasi mengunakan rule
memberikan total biaya pembangkitan sedikit lebih murah dibandingkan dengan BFA. Hal ini disebabkan karena bakteri tidak akan berosilasi pada daerah yang lebih dekat dengan nilai optimum tapi menuju ke nilai optimum sehingga memperkecil jumlah iterasi. Nilai biaya paling mimimum yang diperoleh menggunakan Fuzzy-BFA, Fuzzy-BFA, dan tanpa Dispatch masing-masing adalah sebesar $ 802.378962 per hour, $ 802.378996 per hour, dan $ 825.242064 per hour.
Performansi kedua metoda ditampilkan pada Gambar 6. 0 200 400 600 800 802 804 806 808 810 812 814 816 818
Evaluasi fungsi nutrisi
T o ta l fu e l c o s t ($ /h ) BFA Fuzzy-BFA
Gambar 6 Grafik Konvergensi Fuzzy-BFA dan BFA pada. Sistem IEEE 30-Bus Memperhitungkan Rugi Transmisi.
4. Kesimpulan
Penelitian ini telah berhasil menerapkan metoda fuzzy logic dan bacterial foraging algorithm pada optimisasi masalah economic dispatch. Dari hasil yang diperoleh, Fuzzy-BFA selalu lebih unggul dari BFA standar dan tanpa dispatch. Dengan menggunakan Fuzzy-BFA, nilai biaya bahan bakar pembangkitan lebih murah dari pada BFA standar dan tanpa dispatch, bahkan konvergensi Fuzzy-BFA hampir separoh lebih cepat dari pada BFA. Jadi asimilasi fuzzy dengan BFA sukses dalam memperbaiki performansi BFA standar.
5. Pustaka
A.B. M. Nasiruzzaman, M. G. Rabbani, (2008). Implementation of Genetic Algorithm and Fuzzy Logic in Economic Dispatch Problem. 5th International Conference on Electrical and Comp Eng ICECE IEEE,
December 20-22, pp. 360–5.
Ching-Tzong Su, Chien-Tung Lin, (2000). New Approach with a Hopfield Modeling Framework. IEEE, Vol. 15, No. 2, May, pp. 541-5.
D.N. Jeyakumar, T. Jayabarathi, T. Raghunathan, (2006). Particle swarm optimization for
various types of economic dispatch problems. Elsevier, Vol. 30, pp. 36–42. Hadi Saadat, Power System Analysis (1999).
McGraw-Hill, New York.
Jagabondhu Hazra, Avinash Sinha, (2005). Application of soft computing methods for Economic Dispatch in Power Systems.
International Journal of Electrical Power and Energy System Engineering, Vol. 2,
No. 1, pp. 19–24.
Jong-Bae Park, Ki-Song Lee, Joong-Rin Shin, Kwang Y. Lee, (2005). A Particle Swarm Optimization for Economic Dispatch With Nonsmooth Cost Functions. IEEE, Vol. 20, No. 1, pp. 34–42.
K. Vaisakh, P. Praveena, S. Rama Rao, (2009). PSO-DV and Bacterial Foraging Optimization Based Dynamic Economic Dispatch with Non-Smooth Cost Functions.
International Conference on Advances in
Computing, Control, and
Telecommunication Technologies IEEE, pp.
135-9.
Leandro dos Santos Coelho, Viviana Cocco Mariani, (2007). Improved differential evolution algorithms for handling economic dispatch optimization with generator constraints. Elsevier, Vol. 48, pp. 1631– 1639.
M. Tripathy, S. Mishra, (2007). Bacteria foraging-based solution to optimize both real power loss and voltage stability limit. IEEE, Vol. 22, No. 1, pp. 240–8.
P. K. Hota, A. K. Barisal, R. Chakrabarti, (2010). Economic emission load dispatch through fuzzy based bacterial foraging algorithm.
Elsevier, Vol. xxx, pp. 1–10.
P. Somasundaram, K. Kuppusamy, (2005). Application of evolutionary programming to security constrained economic dispatch.
Elsevier, Vol. 27, pp. 343–351.
Rabih A. Jabr, Alun H. Coonick, Brian J. Cory,
(2000). A Homogeneous Linear
Programming Algorithm for the Security Constrained Economic Dispatch Problem.
IEEE, Vol. 15, No. 3, August, pp. 930–6.
S. Mishra, (2005). A Hybrid Least Square-Fuzzy Bacterial Foraging Strategy for Harmonic Estimation. IEEE, Vol. 9, No. 1, pp. 61–73.