• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH KACANG PANJANG (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) Oleh GILANG KINAYUNGAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH KACANG PANJANG (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) Oleh GILANG KINAYUNGAN A"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE INVIGORASI

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH

KACANG PANJANG (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask)

Oleh

GILANG KINAYUNGAN A34404021

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PENGGUNAAN METODE INVIGORASI

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH

KACANG PANJANG (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Gilang Kinayungan A34404021

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

RINGKASAN

GILANG KINAYUNGAN. Penggunaan Metode Invigorasi Untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask). Dibimbing oleh MARYATI SARI.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya simpan benih kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) dengan menggunakan metode invigorasi yang tepat. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Bogor pada bulan Juli 2008 sampai dengan bulan November 2008. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat minimal satu metode invigorasi yang mampu meningkatkan daya simpan benih kacang panjang dan juga terdapat interaksi antara perlakuan invigorasi dengan periode simpan.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah petak utama, yakni metode invigorasi yang terdiri dari kontrol, priming dengan pasir,

matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang

sekam yang diacak dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor kedua sebagai anak petak adalah periode simpan yang terdiri dari periode simpan selama 0, 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 minggu.

Benih kacang panjang yang digunakan adalah benih kacang panjang varietas 777 dengan masa kadaluarsa pada bulan Februari 2008. Media invigorasi yang digunakan berupa pasir, serbuk gergaji dan arang sekam. Media ini adalah media yang telah diayak menggunakan ayakan 1.0 mm kemudian disterilisasikan pada suhu 1050C selama 3 jam. Priming dengan pasir, matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang sekam dilakukan pada tekanan -12.5 Bar selama 20 jam pada suhu 150C, kemudian dikeringkan kembali hingga mendekati kadar air awal (kadar air yang aman untuk penyimpanan). Benih yang telah dikeringkan kembali selanjutnya dikemas dengan kantong alumunium foil dan disimpan pada suhu kamar (±280C). Pengamatan dilakukan pada setiap akhir periode simpan terhadap kadar air (KA), daya berkecambah

(4)

benih (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor benih (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT), panjang akar kecambah (PA), dan panjang hipokotil kecambah(PH).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih kacang panjang dengan perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji yang dilakukan pada suhu 150C, tekanan -12.5 Bar selama 20 jam dan diikuti dengan pengeringan kembali tidak mengurangi daya simpan benih hingga 18 minggu penyimpanan setelah invigorasi, meskipun belum terbukti meningkatkan daya simpan benih sebagaimana yang diharapkan. Perlakuan invigorasi melalui matriconditioning dengan arang sekam mengakibatkan turunnya vigor benih, yang ditunjukkan oleh tolok ukur panjang akar yang lebih rendah dibandingkan benih tanpa invigorasi dan benih yang diberikan perlakuan priming dengan pasir.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGGUNAAN METODE INVIGORASI UNTUK

MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH KACANG PANJANG ( Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask )

Nama : Gilang Kinayungan NRP : A34404021

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Maryati Sari, SP. MSi. NIP 132 258 035

Mengetahui, Dekan Fakultas pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs. Mulyono Hadi dan Ibu Fatmah Machdar. Pada tahun 1998 penulis menamatkan pendidikan dasar dari SD Negeri 01 Bojonggede Bogor, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Bojonggede Bogor. Penulis lulus dari SMA PGRI 4 Bogor pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, dan kemudian memilih Program Studi Kekhususan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa di IPB Fakultas Pertanian, penulis juga aktif dalam organisasi kegiatan mahasiswa. Tahun 2006 penulis ikut berpartisipasi menjadi panitia Pelatihan Hidroponik Terapung dalam rangkaian acara Festival Tanaman XXVII (FESTA XXVII) dan sebagai panitia Sarana Akselerasi Wawasan Agronomi dan Hortikultura 2006 (SAWAH 2006). Penulis juga menjadi Asisten Praktikum pada Mata Kuliah Dasar Ilmu dan Teknologi Benih tahun ajaran 2007 / 2008 dan juga menjadi salah satu ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2008.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kekuatan, hidayah dan kemudahan sehingga penulisan skripsi yang berjudul Penggunaan Metode Invigorasi untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sebesar–besarnya penulis sampaikan kepada : 1. Bapak dan Mama tercinta. Terimakasih atas doa dan dukungan serta seluruh

perhatian, kasih sayang dan cinta kasih yang selalu diberikan hingga saat ini. 2. Maryati Sari, SP. MSi selaku Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas

bimbingan, pengarahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Endang Murniati, MS dan Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc selaku Dosen Penguji. Terima kasih atas saran, nasihat dan pengarahan yang diberikan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Sobir, MS selaku Pembimbing Akademik, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

5. Adikku Zie, terima kasih atas doa, semangat dan dukungannya serta bantuannya selama pelaksanaan penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. 6. Anugrah Aulia, yang selalu ada dan menjadi penyemangat untukku baik suka

maupun duka, terima kasih atas seluruh perhatian dan kasih sayangnya.

7. Sahabat-sahabatku Efi, Muthe, Farah, Sinta dan Dian yang selalu memberikan dukungan dan semangat, dan yang selalu ada untuk membantuku.. You are always be my best friend.

8. Teman-temanku Muthe, Efi, Ana, Eko, Nurul, Risma dan Mba Aida yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

9. Teman-temanku di Keluarga Besar PMTTB’41 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas keceriaan, kebahagiaan dan kenangan yang telah kalian berikan selama ini di keluarga besar PMTTB’41.

(8)

10. Bapak Sodik Sutono di Balai Penelitian Tanah, Laboratorium Fisika Tanah yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyediaan alat-alat yang dibutuhkan oleh penulis.

11. Ibu Yety, terima kasih atas bantuan penyediaan alat-alat laboratorium selama pelaksanaan penelitian.

12. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Maret 2009 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... 1  Latar Belakang ... 1  Tujuan ... 3  Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4  Kacang Panjang ... 4 

Kemunduran Benih Selama Penyimpanan Benih ... 5 

Invigorasi Benih ... 7

BAHAN DAN METODE ... 11 

Waktu dan Tempat ... 11 

Bahan dan Alat ... 11 

Metode Percobaan ... 11 

Rancangan Percobaan ... 11 

Pelaksanaan Percobaan ... 12 

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17 

Kondisi Umum ... 17 

Pengaruh Periode Simpan terhadap Viabilitas Potensial Benih ... 18 

Pengaruh Periode Simpan terhadap Vigor Benih ... 20 

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Potensial Benih ... 23 

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Vigor Benih ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30 

Kesimpulan ... 30 

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman 1. Kadar Air Benih Setelah Perlakuan Invigorasi ... 17 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan

Periode Simpan Benih terhadap Berbagai Tolok Ukur Pengamatan ... 17 3. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Kadar Air

Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal ... 18 4. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Indeks Vigor,

Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipoktil ... 21 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kadar Air Benih, Daya

Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal ... 23 6. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Indeks Vigor, Kecepatan

Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipokotil ... 26 

Lampiran

1. Bobot dan Kadar Air Media serta Volume Penambahan Air pada

Media Invigorasi Benih... 35 2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode

Simpan Benih terhadap Kadar Air Benih ... 35 3. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan invigorasi dan Periode

Simpan Benih terhadap Daya Berkecambah Benih ... 35 4. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan

Benih terhadap Indeks Vigor Benih ... 36 5. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan

(11)

6. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode

Simpan Benih terhadap Bobot Kering Kecambah Normal ... 36 7. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan

Benih terhadap Panjang Akar Kecambah ... 37 8. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan

Benih terhadap Panjang Hipokotil Kecambah ... 37 9. Suhu dan Kelembaban (RH) Harian di Darmaga pada Bulan Juli

(12)

DAFTAR GAMBAR

Lampiran

No. Halaman

1. Keragaman Kecambah Normal pada 3 HST pada Berbagai Perlakuan Invigorasi…... 39 2. Keragaman Kecambah Normal pada 5 HST pada Berbagai Perlakuan

Invigorasi... 40 3. Penyimpanan Benih dengan Kantong Alumunium Foil... 41

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak mengandung vitamin, protein, lemak dan karbohidrat. Tanaman ini banyak ditanam di Indonesia dan biasanya dipanen dalam bentuk polong muda.

Kacang panjang biasa dibudidayakan sebagai tanaman semusim yang diperbanyak secara generatif sehingga ketersediaan benih menjadi salah satu hal penting untuk kesinambungan produksi. Benih kacang panjang tergolong ke dalam kelompok benih ortodoks yang dapat disimpan dengan kadar air (KA) yang rendah untuk mendapatkan daya simpan yang tinggi. Proses kemunduran benih berjalan lambat bila benih disimpan pada suhu dan kelembaban nisbi (RH) yang rendah, meskipun demikian proses kemunduran tetap berjalan. Perubahan musim dan perubahan minat petani seringkali menyebabkan hubungan antara produksi dan permintaan benih tidak sesuai dengan perkiraan. Ada kalanya persediaan benih yang belum habis terjual ataupun belum ditanam masih cukup banyak jumlahnya ketika viabilitas benih mulai menurun.

Berbagai teknik invigorasi telah banyak dilaporkan mampu memperbaiki viabilitas pada benih yang telah mengalami kemunduran dan meningkatkan vigor benih pada kondisi suboptimum. Matriconditioning benih dengan menggunakan serbuk gergaji, GA3 dan serbuk gergaji + GA3 mampu meningkatkan persentase daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh serta mampu mengurangi kebocoran elektrolit pada benih cabai, khususnya pada benih cabai vigor sedang (Ilyas et al., 2002). Penggunaan pasir sebagai media priming solid matrix mampu meningkatkan daya berkecambah, energi perkecambahan dan indeks vigor pada empat varietas padi, serta meningkatkan tinggi bibit, panjang akar, jumlah akar dan bobot kering akar jika dibandingkan dengan benih tanpa perlakuan priming (Hu et al.,2004). Perlakuan invigorasi benih kacang panjang dengan perendaman air (soaking), matriconditionong dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji mampu meningkatkan persentase kecambah normal dibandingkan

(14)

2

dengan benih kacang panjang tanpa invigorasi (kontrol) pada cekaman salinitas (Erinnovita et al., 2008).

Perlakuan invigorasi yang bermanfaat meningkatkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, dilaporkan memiliki efek samping terhadap berkurangnya daya simpan benih. Menurut Rosliany (1998) perlakuan matriconditioning pada benih kacang panjang dengan serbuk gergaji mampu meningkatkan daya berkecambah benih kacang panjang secara nyata, dengan nilai daya berkecambah sebesar 90% dibandingkan benih kacang panjang tanpa matriconditioning yang memiliki nilai daya berkecambah sebesar 79%, tetapi hanya mampu disimpan dalam waktu yang relatif pendek (2 bulan). Benih yang diberi perlakuan

matriconditioning dengan serbuk gergaji mengalami penurunan daya

berkecambah lebih cepat daripada benih tanpa invigorasi yang dimulai pada saat periode simpan 3 bulan.

Perbedaan suhu pada saat invigorasi dilaporkan berpengaruh terhadap daya simpan benih. Benih jagung manis yang di-priming pada suhu 200C mempunyai viabilitas lebih rendah dibandingkan dengan benih tanpa priming setelah disimpan selama 12 bulan, sebaliknya dengan periode simpan yang sama, benih yang di-priming pada suhu 100C dan 150C mempunyai viabilitas lebih tinggi dibandingkan benih tanpa priming (Chiu et al., 2002). Kadar air yang dicapai pada akhir perlakuan priming pada suhu 200C lebih tinggi dibandingkan benih yang di-priming pada suhu 100C dan 150C yang menyebabkan benih mengalami kerusakan membran ketika dikeringkan kembali, meskipun pengeringan dilakukan dengan cepat (Chiu dalam Chiu et al., 2002).

Penelitian Erinnovita et al. (2008) pada benih kacang panjang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan metode invigorasi berpengaruh terhadap kadar air akhir yang dicapai setelah perlakuan. Invigorasi dengan perendaman air (soaking) selama 15 jam meningkatkan kadar air menjadi 31-34%, perlakuan matriconditioning dengan mengunakan media serbuk gergaji pada tekanan -1.25 MPa selama 20 jam meningkatkan kadar air menjadi 14-17%, sedangkan benih dengan perlakuan priming dengan media pasir pada tekanan -1.25 MPa selama 20 jam memiliki kadar air benih 8-10%, dimana kadar air benih sebelum invigorasi ±8%.

(15)

3

Perubahan kadar air (KA) pada proses invigorasi dan saat benih dikeringkan kembali untuk disimpan diduga akan berpengaruh pula terhadap daya simpannya. Pemilihan metode invigorasi yang tepat perlu dilakukan tidak hanya untuk memperbaiki perkecambahan tetapi juga untuk meningkatkan daya simpan benih kacang panjang, karena perbedaan metode invigorasi menyebabkan perbedaan peningkatan kadar air (Chiu et al., 2002; Erinnovita et al., 2008) dan perbedaan peningkatan kadar air pada akhir invigorasi dan proses pengeringannya kembali berpengaruh terhadap kerusakan membran (Chiu dalam Chiu et al., 2002).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya simpan benih kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) dengan menggunakan metode invigorasi yang tepat.

Hipotesis

1. Terdapat minimal satu metode invigorasi yang mampu meningkatkan daya simpan benih kacang panjang,

2. Terdapat interaksi antara metode invigorasi dengan periode simpan benih kacang panjang.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Panjang

Kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) adalah tanaman yang berasal dari Afrika dan memiliki dua pusat penyebaran, yakni Afrika Barat (cv. grup unguiculata) dan Asia Tenggara (cv. grup biflora dan sesquipedalis) (Ashari, 1995). Kacang panjang merupakan satu dari 160 spesies kacang yang termasuk ke dalam golongan Phaseoleae atau Leguminoceae yang ditemukan di daerah tropis (Wien dan Summerfield, 1984). Dilihat dari hubungan kekerabatan dalam dunia tumbuhan, taksonomi tanaman kacang panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soedomo, 1998) :

Divisio : Spermathophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dycotyledoneae Subkelas : Rosidae

Ordo : Polypetales (Leguminales) Famili : Papilionaceae

Genus : Vigna

Spesies : Vigna sinensis L. Savi Ex Hask.

Kacang panjang merupakan tanaman hortikultura yang termasuk ke dalam golongan sayur-sayuran dan menjadi tanaman penting di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman sayur yang memiliki banyak manfaat dan kegunaan serta mengandung banyak vitamin (B1, B2 dan C), protein (17 – 21%), lemak, karbohidrat, serat dan fosfor (Soedomo, 1998).

Tanaman kacang panjang merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri, tetapi kadang-kadang juga menyerbuk silang, dan tanaman ini tumbuh secara merambat. Kacang panjang memiliki bentuk polong yang panjang dan bentuk biji yang pipih agak panjang seperti ginjal. Kacang panjang memiliki masa berbunga 25 – 45 hari setelah tanam (HST). Syarat tumbuh kacang panjang antara lain adalah tanah yang gembur dan kaya akan bahan organik dengan pH 5.5 dan dapat

(17)

5

ditanam di lahan tegalan ataupun lahan sawah pada awal atau akhir musim hujan. Pertumbuhan optimal kacang panjang adalah pada ketinggian antara 0 - < 200 m di atas permukaan laut. Hama utama yang menyerang benih selama penyimpanan di gudang adalah Callosobrunchus sp, sedangkan hama yang menyerang tanaman selama di lapang adalah lalat bibit, kutu daun, kutu kebul dan ulat grayak (Soedomo, 1998).

Kemunduran Benih Selama Penyimpanan Benih

Kemunduran benih merupakan satu proses yang dialami oleh setiap benih setelah benih mencapai masak fisiologis dan akan berlangsung selama benih tersebut mengalami proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan juga transportasi. Menurut Sadjad (1993) kemunduran benih adalah penurunan viabilitas benih baik oleh faktor alami (deteriorasi) atau oleh faktor-faktor yang sengaja dibuat (devigorasi).

Kemunduran benih juga merupakan salah satu masalah dalam menjamin ketersediaan benih dan kemunduran benih dapat terjadi selama benih disimpan. Menurut Justice dan Bass (2002) penyimpanan benih suatu tanaman dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang dan memperlama serta mengawetkan cadangan bahan benih dari mulai panen, disimpan hingga digunakan untuk kurun waktu tertentu.

Kemunduran benih dapat digolongkan dalam tiga konsep umum, yakni : 1) kemunduran benih merupakan proses yang tidak dapat dihindarkan atau dirubah (inexorable process), 2) kemunduran benih merupakan proses yang tidak dapat balik (irreversible process), dan 3) kemunduran benih merupakan proses yang berbeda dalam suatu populasi benih (varies among seed population) bahkan antar individu benih karena penanganan antar benih juga berbeda-beda (Delouche

dalam Copeland dan McDonald, 2001).

Kuswanto (1996) menyatakan bahwa kemunduran suatu benih dapat dilihat dari turunnya kualitas benih dan juga kemampuan benih untuk berkecambah. Benih mencapai vigor dan viabilitas tertinggi pada saat masak fisiologis, setelah itu benih mulai mengalami penurunan vigor dan viabilitas, dan

(18)

6

pada akhirnya benih tersebut akan mati. Peristiwa penurunan hingga mencapai kematian inilah yang disebut sebagai proses kemunduran atau deteriorasi. Menurut Copeland dan McDonald (2001) gejala kemunduran benih merupakan proses yang sangat kompleks. Gejala tersebut dapat disebabkan oleh perubahan morfologis, kebocoran membran sel selama proses imbibisi, dan berkurangnya aktivitas enzim dan proses respirasi.

Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya hidup benih meliputi faktor internal benih dan faktor eksternal benih. Faktor internal benih mencakup sifat genetik, kondisi fisik dan juga fisiologi benih. Benih yang rusak, retak ataupun pecah akan mengalami kemunduran lebih cepat dibandingkan dengan benih yang tidak mengalami kerusakan. Sifat genetik yang mempengaruhi kemunduran benih antara lain dapat dilihat dari komposisi kimia benih, seperti benih dengan kandungan lemak yang tinggi akan lebih cepat mengalami proses kemunduran jika dibandingkan dengan benih yang mengandung karbohidrat yang tinggi. Oleh karena itu, benih yang mengandung lemak yang tinggi cenderung tidak tahan disimpan jika dibandingkan dengan benih yang mengandung karbohidrat yang tinggi. Faktor eksternal yang mempengaruhi lamanya periode hidup benih dalam penyimpanan meliputi suhu, kelembaban dan tekanan udara. Menurut Dessai et al. (1997) suhu dan kelembaban yang rendah dapat meningkatkan periode hidup benih (untuk jenis benih ortodoks). Menurut Justice dan Bass (2002) lamanya umur simpan benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi kimia benih, kemasakan benih, ukuran benih, kadar air benih, kerusakan mekanis dan vigor benih.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) tujuan utama dalam proses penyimpanan benih adalah untuk menjaga persediaan benih dengan kualitas yang tinggi sepanjang mungkin dari satu musim hingga musim berikutnya. Proses penyimpanan benih biasanya dilakukan dalam periode waktu tertentu. Kuswanto (2003) mengemukakan bahwa penyimpanan benih juga dilakukan apabila benih yang diproduksi tidak dipakai untuk usaha pertanian karena jumlah produksi lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan benih.

(19)

7

Sebagian besar spesies benih dapat disimpan secara aman hingga beberapa tahun dengan mengatur suhu dan kelembaban ruang penyimpanannya, namun memerlukan biaya yang dinilai cukup mahal bagi sebagian besar lot benih pertanian. Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada sekurang-kurangnya empat faktor yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kondisi ekonomi dalam proses penyimpanan benih, yakni : a) jenis benih yang akan disimpan, b) lamanya penyimpanan, c) kualitas benih yang disimpan, dan d) berkurangnya bobot benih selama kondisi penyimpanan.

Invigorasi Benih

Vigor merupakan salah satu parameter untuk mengetahui sifat ketahanan suatu benih untuk tumbuh di lapang. Vigor adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Menurut Sadjad (1993) vigor adalah kemampuan benih atau bibit untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang suboptimum, dan di atas normal dalam keadaan yang optimum atau mampu disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan tahan disimpan lama dalam kondisi optimum. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa vigor adalah kondisi yang mencerminkan kesehatan yang baik dan kebugaran alami benih.

Vigor benih dapat diklasifikasikan menjadi vigor genetis dan vigor fisiologis. Vigor genetis adalah vigor benih dari satu galur genetik yang berbeda (Sadjad, 1993), sedangkan vigor fisiologis adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama.

Proses invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran. Proses invigorasi dapat dilakukan sebelum benih ditanam (preplanting

treatment), sebelum benih disimpan (prestorage treatment) atau diantara periode

penyimpanan benih (midle storage treatment). Teknik invigorasi ada berbagai cara, yaitu prehydration, matriconditioning (solid matrix priming),

(20)

8

Priming adalah perlakuan benih melalui pengendalian masuknya air ke

dalam benih dengan menempatkan benih dalam udara lembab, media lembab (matriconditioning atau solid matrix priming) atau larutan yang bertekanan osmotik tinggi (osmoconditioning) (Widajati et al., 1990). Pada teknik

matriconditioning tekanan osmotiknya dapat diabaikan, menurut Bennet et al.

(1992) media matriconditioning harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu : a) tidak mengandung racun, b) memiliki daya pegang air yang tinggi dan c) mudah dipisahkan dari benih setelah benih diberi perlakuan (priming).

Prehydration (soaking) adalah perendaman benih dalam sejumlah air

secara terkontrol sebelum meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan bibit dengan mengendalikan kondisi imbibisi benih (Copeland dan McDonald, 2001), sedangkan osmohardening adalah proses pelembaban benih (imbibisi benih) dengan menggunakan air atau larutan dengan potensial air yang rendah yang kemudian dilakukan pengeringan kembali. Osmohardening biasanya juga disebut sebagai proses hidrasi dan dehidrasi (Basra et al., 2004).

Kuswanto (1996) mengemukakan beberapa keuntungan dari benih yang mengalami priming, diantaranya adalah benih dapat disemaikan lebih awal, benih dapat berkecambah pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari persyaratan untuk perkecambahan dan benih dapat bersaing dengan gulma. Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perlakuan priming benih. Faktor-faktor tersebut adalah : a) Kondisi lingkungan selama hidrasi (suhu dan cahaya), b) Ketersediaan oksigen, c) Lamanya perlakuan benih (priming), d) Pengendalian pencemaran mikroba dan e) Pengeringan.

Perlakuan invigorasi benih sebelum tanam (preplanting treatment) sudah banyak diteliti dan memberikan hasil yang mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Khan et al. (1992) melaporkan bahwa benih tomat yang

di-matriconditioning menggunakan Micro-Cell E + Lorsban mengurangi

pemunculan T10 sebesar 0.9 hari, dan meningkatkan persentase pemunculan kecambah total sebesar 86% dibandingkan benih yang tidak di-matriconditioning dan pada benih cabai, perlakuan matriconditioning menurunkan T10 dan T50 sebesar 1.5 hari dan meningkatkan nilai persentase pemunculan kecambah

(21)

9

sebesar 30%. Hu et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan pasir sebagai media priming pada benih alfalfa varietas Victoria dan Golden Empress mampu meningkatkan toleransi terhadap cekaman salinitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hussain et al. (2006) menunjukkan bahwa hidropriming selama 24 jam dan osmopriming pada larutan NaCl 0.1% selama 12 jam pada benih bunga matahari hibrida mampu meningkatkan perkecambahan total, energi perkecambahan dan populasi tanaman.

Teknik invigorasi saat ini sudah semakin banyak berkembang. Penambahan vitamin dan hormon seringkali dilakukan pada teknik invigorasi. Hasil penelitian Afzal et al. (2005) menunjukkan bahwa perlakuan priming pada benih gandum (Triticum aestivum L.) dengan asam askorbat dan asam salisilat pada konsentrasi 50 ppm selama 12 jam sebelum tanam mampu meningkatkan panjang pucuk, panjang akar, bobot basah dan bobot kering kecambah pada cekaman salinitas. Basra et al. (2006) juga menyatakan bahwa perkembangan dan perkecambahan yang cepat dan seragam pada benih padi kultivar KS-282 dan Super Basmati yang di-priming dengan menggunakan asam askorbat dan asam salisilat dengan konsentrasi 10 ppm dan 20 ppm selama 48 jam mampu meningkatkan nilai persentase perkecambahan akhir (FGP), panjang akar, panjang plumula, bobot basah dan bobot kering kecambah, namun menurunkan waktu rata-rata perkecambahan (MGT) dan waktu untuk mencapai 50% perkecambahan (T50). Basra et al. (2007) melaporkan bahwa perlakuan priming dengan menggunakan larutan salisilikat dengan konsentrasi 50 mg/L lebih efektif dalam meningkatkan waktu perkecambahan, waktu untuk mencapai 50% perkecambahan (T50) dan persentase rata-rata perkecambahan serta meningkatkan perkecambahan total, energi perkecambahan, indeks perkecambahan, panjang akar, panjang pucuk dan jumlah akar, namun bobot basah dan bobot kering kecambah maksimal dicapai dengan perlakuan asam salisilikat pada konsentrasi 100 mg/L.

Perlakuan invigorasi dengan menggunakan teknik priming pada benih juga telah di terima oleh petani untuk meningkatkan hasil produksi di lapang. Clark et al. (2001) melaporkan bahwa perlakuan priming ’on-farm’ melalui perendaman benih (soaking) pada benih jagung dilaporkan mampu meningkatkan

(22)

10

hasil tanaman dan rata-rata perkembangan tanaman. Harris et al. (2005) juga melaporkan bahwa benih-benih yang di-priming melalui perendaman dengan air (soaking) dapat tahan terhadap penyakit dan memiliki vigor yang tinggi pada saat di tanam di lapang. Benih yang digunakan untuk priming adalah benih gandum, jagung, padi, sorgum, kacang hijau dan kacang panjang). Keuntungan priming ’on-farm’ pada benih jagung, benih padi dan benih sorgum dilaporkan oleh Harris et al. (2001) yang meliputi perkembangan dan keseragaman benih yang lebih cepat, tanaman menjadi lebih vigor dan tahan terhadap kekeringan, serta pembungaan dan panen yang lebih cepat dan meningkatkan hasil panen menjadi lebih tinggi.

Perlakuan invigorasi yang telah banyak memberikan manfaat bagi petani, masih perlu lebih banyak diteliti, khususnya invigorasi ditengah periode penyimpanan (midle storage treatment). Pada perlakuan invigorasi sebagai

middle storage treatment manfaat invigorasi diharapkan dapat tetap

dipertahankan selama periode tertentu dalam penyimpanan atau selama periode distribusi hingga sampai ke tangan petani. Hasil penelitian Yullianida (2004) terhadap bunga matahari menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan air maupun larutan antioksidan hanya efektif pada periode simpan 0 bulan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah dan kecepatan tumbuh relatif serta menurunnya nilai daya hantar listrik dibandingkan dengan kontrol. Hasil invigorasi yang tetap memberikan dampak positif setelah penyimpanan diperoleh dari penelitian Lumbanraja (2006) terhadap benih pepaya. Perendaman benih papaya dengan asam askorbat mampu mempertahankan nilai kecepatan tumbuh sebesar 5.65%/etmal lebih tinggi dari kontrol (2.69%/etmal) pada minggu ke-9, sedangkan pemberian curcuma mampu memberikan nilai first count yang lebih stabil sampai masa simpan 9 minggu (42.67%).

(23)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai dengan bulan November 2008 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih Kacang panjang varietas 777 dengan masa kadaluarsa pada bulan Februari 2008, kemasan alumunium foil, aquades, pasir, serbuk gergaji, arang sekam, label, kertas merang, plastik PE, dan plastik mika.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, timbangan analitik, oven, pinset, cawan kadar air, sealer, penggaris, gelas ukur, ayakan dengan ukuran 1.0 mm dan pressure

plate extractor.

Metode Percobaan

Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini model rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan dua faktor. Faktor pertama merupakan petak utama yakni metode invigorasi yang terdiri dari kontrol, priming dengan pasir, matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang sekam, sedangkan untuk faktor kedua adalah periode simpan yang terdiri dari periode simpan selama 0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 minggu yang merupakan anak petak. Perlakuan petak utama menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL). Setiap perlakuan percobaan terdiri atas 3 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 84 satuan percobaan.

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez, 1995):

(24)

12

Yijk = μ + Vi + εij + Pj + (VP)ij + εijk

dimana ;

Yijk : Respon pengamatan dari metode invigorasi ke-i, dan perlakuan periode simpan ke-j

µ : Nilai tengah umum

Vi : Pengaruh aditif perlakuan invigorasi dari taraf ke-i Pj : Pengaruh aditif perlakuan periode simpan dari taraf ke-j

(VP)ij : Pengaruh interaksi metode invigorasi taraf ke-i dan perlakuan periode simpan ke- j

εij : Pengaruh galat yang ditimbulkan pada taraf ke-i

εijk : Pengaruh galat percobaan yang ditimbulkan pada perlakuan invigorasi taraf ke-i dan periode simpan pada taraf ke- j

Keterangan : i = 0, 1, 2, 3

j = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6

Data pengamatan diuji dengan menggunakan uji F, jika terdapat hasil yang berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan

Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Media Invigorasi

Media invigorasi berupa pasir, serbuk gergaji dan arang sekam terlebih dahulu dihaluskan dan dikeringkan, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan yang berukuran 1.0 mm. Sebagian media (sample) yang telah diayak kemudian dilembabkan menggunakan air selama 24 jam lalu dimasukkan ke dalam alat pressure plate extractor dan ditekan dengan tekanan -12.5 Bar selama 48 jam. Setelah 48 jam media dikeluarkan dari pressure plate extractor dan diukur kadar air media pada tekanan -12.5 Bar.

(25)

13

Media dioven selama 3 jam pada suhu 1050C untuk sterilisasi dan selanjutnya media diukur kadar airnya pada kondisi kering angin sehingga dapat ditentukan jumlah air yang harus ditambahkan untuk mendapatkan kelembaban media pada tekanan -12.5 Bar. Untuk mengetahui banyaknya jumlah air yang harus ditambahkan dalam media invigorasi agar tercapai kelembaban yang optimum digunakan modifikasi rumus Hor et al.(1984) :

A = W x M1 – M2 100% - M2

dimana :

A = Jumlah air yang ditambahkan (g), W = Bobot media pada -12.5 Bar (g), M1 = Kadar air pada -12.5 Bar (%), M2 = Kadar air kering udara (%).

Perlakuan Invigorasi Benih

Benih kacang panjang varietas 777 diberi perlakuan priming dengan pasir,

matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang

sekam dan sebagai kontrol adalah benih tanpa invigorasi. Perlakuan invigorasi ini dilakukan pada suhu 150C (Chiu et al., 2002) dan tekanan -12.5 Bar selama 20 jam (Erinnovita et al., 2008). Setelah perlakuan matriconditioning, benih dibersihkan dan dikeringanginkan selama 48 jam, kemudian benih dijemur selama ±5 jam hingga mencapai kadar air yang aman untuk penyimpanan. Perbandingan antara benih dengan media matriconditioning adalah sebagai berikut : Perbandingan benih dengan media pasir adalah 1 : 10 (w/w), perbandingan benih dengan serbuk gergaji dan perbandingan benih dengan arang sekam masing-masing adalah 1 : 2 (w/w). Setiap satu satuan percobaan digunakan 75 butir benih dengan bobot benih ±12 g.

Penyimpanan Benih

Benih yang telah diberi perlakuan invigorasi dan telah dibersihkan serta dikeringkan kemudian dikemas dengan menggunakan kantong alumunium dan

(26)

14

direkatkan dengan menggunakan sealer. Benih disimpan selama periode simpan 0, 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 minggu. Setiap akhir periode simpan, dilakukan pengujian viabilitas dan kadar air benih.

Pengujian Viabilitas Benih

Pengujian viabilitas benih dilakukan melalui penanaman benih pada media kertas merang. Benih kacang panjang dikecambahkan dalam media kertas merang dengan metode Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik (UKDdp). Pada percobaan ini setiap satu satuan percobaan terdiri dari 25 butir benih untuk pengamatan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh, dan 25 butir benih untuk pengamatan panjang akar, panjang hipokotil dan bobot kering kecambah normal. Perkecambahan dilakukan dengan alat pengecambah benih tipe IPB 72-1. Pengujian juga dilakukan terhadap kadar air benih.

Pengamatan

a. Daya Berkecambah (DB)

Daya Berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang optimum (Sadjad, 1993). Daya berkecambah dihitung dalam persen (%). Pengamatan Daya Berkecambah dilakukan pada Hitungan I (3 hari setelah tanam) dan Hitungan II (5 hari setelah tanam). Kecambah normal dari berbagai perlakuan invigorasi benih pada 3 hari setelah tanam dan 5 hari setelah tanam dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 dan Gambar Lampiran 2.

DB (%) = ∑ KN pada Hitungan I + ∑ KN pada Hitungan II x 100% ∑ Benih yang ditanam

dimana:

(27)

15

b. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung melalui jumlah pertambahan kecambah setiap hari selama periode perkecambahan pada kondisi yang optimum (Sadjad et al., 1999). Kecepatan tumbuh dihitung dalam satuan persen per etmal (%/etmal). Pengamatan kecepatan tumbuh dilakukan setiap hari hingga 5 hari setelah tanam (HST).

KCT (% / etmal) =

tn t N 0 dimana :

N : Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan, t : Waktu pengamatan (1 etmal = 24 jam)

tn : Waktu akhir pengamatan c. Indeks Vigor (IV)

Indeks Vigor merupakan nilai dari perkecambahan benih yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah normal pada hitungan I. Satuan pengamatan indeks vigor adalah persen (%).

IV (%) = Σ benih yang tumbuh pada hitungan I x 100 % Total benih yang ditanam

d. Panjang Akar dan Panjang Hipokotil pada 5 HST

Pengamatan panjang akar dan panjang hipokotil dilakukan pada kecambah normal yang berumur 5 HST. Satuan pengamatan yang digunakan adalah sentimeter (cm).

e. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)

Bobot kering kecambah normal (BKKN) diukur berdasarkan bobot kecambah normal tanpa kotiledon yang telah dikeringkan menggunakan oven

(28)

16

pada suhu 600C selama 3 x 24 jam. Pengamatan dilakukan pada saat umur kecambah 5 hari setelah tanam dengan satuan pengamatan adalah gram (g). f. Kadar Air (KA)

Kadar air benih dihitung berdasarkan bobot basah benih. Metode pengukuran dilakukan dengan menguapkan kandungan air pada benih dengan oven pada suhu 1050C selama 17 ± 1 jam. Satuan perngamatan adalah (%).

KA(%) = ൫M2-M3൯

൫M2-M1൯ x 100 %

dengan :

M1 : Bobot cawan

M2 : Bobot cawan + benih sebelum dioven M3 : Bobot cawan + benih setelah dioven

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Pada saat penelitian berlangsung, suhu rata-rata ruangan laboratorium yang digunakan dalam pelaksanaan percobaan untuk penyimpanan benih dan pengamatan viabilitas benih adalah ±280C dengan kelembaban nisbi (RH) ruangan sebesar ± 70%. Nilai rata-rata kadar air akhir benih setelah perlakuan invigorasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar Air Benih Setelah Perlakuan Invigorasi

Perlakuan Invigorasi KA (%)

Kontrol 9.71 c

Priming dengan pasir 16.98 b Matriconditioning dengan serbuk gergaji 18.73 b Matriconditioning dengan arang sekam 24.66 a

Koefisien Keragaman (KK) 17.52

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode simpan serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan Benih terhadap Berbagai Tolok Ukur Pengamatan

Tolok Ukur Perlakuan

Inv PS Inv x PS KK

Kadar Air (KA) ** ** tn 4.94

Daya Berkecambah (DB) tn ** tn 6.18

Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) tn ** tn 14.22

Indeks Vigor (IV) tn ** tn 11.00

Kecepatan Tumbuh (KCT) tn ** tn 6.90 Panjang Akar (PA) * ** tn 5.59 Panjang Hipokotil (PH) tn ** tn 7.50 Keterangan : tn : tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 %

* : berpengaruh nyata pada taraf 5 % ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 % Inv : Perlakuan Invigorasi

PS : Perlakuan Periode simpan

(30)

18

Analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan invigorasi dengan perlakuan periode simpan pada semua tolok ukur pengamatan. Faktor tunggal invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air benih dan berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur pengamatan yakni kadar air benih (KA), daya berkecambah benih (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor benih (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT), panjang akar kecambah (PA), dan panjang hipokotil kecambah (PH). Hasil analisis ragam untuk masing-masing tolok ukur selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 8.

Pengaruh Periode Simpan terhadap Viabilitas Potensial Benih

Terdapat fluktuasi nilai kadar air benih selama periode penyimpanan karena sifat benih yang higroskopis dan selalu mengadakan kesetimbangan dengan lingkungan sekitar (Tabel 3). Kadar air benih dipengaruhi oleh kelembaban (RH) dan suhu. Data suhu dan RH disajikan pada Tabel Lampiran 9.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Kadar Air Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal Periode Simpan (minggu) KA (%) DB (%) BKKN (gram)

0 10.20 a 95.00 a 1.67 a 3 10.06 a 94.00 a 1.65 a 6 10.02 a 94.33 ab 1.61 a 9 9.54 b 90.66 ab 1.55 a 12 8.99 c 89.66 b 1.35 bc 15 9.75 ab 84.66 c 1.22 c 18 9.98 a 91.66 ab 1.50 ab

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji lanjut DMRT.

KA : Kadar Air

DB : Daya Berkecambah

(31)

19

Kadar air benih pada 0 minggu simpan sebesar 10.20% sedangkan pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu dan 18 minggu secara berturut-turut adalah 10.06%, 10.02%, 9.54%, 8.99%, 9.75% dan 9.98% (Tabel 3). Kadar air kesetimbangan pada benih dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu disekitarnya. Nilai kadar air yang berfluktuasi selama penyimpanan diduga lebih banyak dipengaruhi oleh suhu karena benih dikemas dalam kantong alumunium foil. Menurut Justice dan Bass (2002) aluminum foil sangat sulit ditembus oleh air karena memiliki kekuatan peregangan yang besar, dan semakin meningkat dengan meningkatnya ukuran ketebalan dan semakin rendahnya suhu. Hal ini berlaku juga pada lapisan yang tipis sekalipun.

Pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap viabilitas potensial benih menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah benih (DB) dan bobot kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 2). Daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas potensial benih. Pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal dapat dilihat pada Tabel 3.

Daya berkecambah benih pada 0 minggu simpan sebesar 95.00% tidak berbeda nyata dengan nilai daya berkecambah pada 3 minggu, 6 minggu dan 9 minggu setelah simpan, dengan nilai daya berkecambah berturut-turut adalah 94.00%, 94.33% dan 90.66%. Setelah 12 minggu penyimpanan, nilai daya berkecambah telah turun secara nyata dibandingkan pada awal periode penyimpanan. Daya berkecambah benih pada 15 minggu penyimpanan turun secara nyata dibandingkan pada 12 minggu penyimpanan. Nilai daya berkecambah pada 12 minggu penyimpanan dan 15 minggu penyimpanan secara berturut-turut adalah 89.66% dan 84.66%. Penurunan nilai daya berkecambah menunjukkan viabilitas potensial yang semakin rendah karena terjadinya kemunduran benih.

Selama penyimpanan 0 minggu hingga 15 minggu, benih mengalami penurunan daya berkecambah, namun nilai daya berkecambah meningkat kembali pada periode simpan 18 minggu dengan nilai sebesar 91.66%, pola yang sama juga terjadi pada tolok ukur bobot kering kecambah normal (Tabel 3).

(32)

20

Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap tolok ukur bobot kering kecambah normal berpengaruh sangat nyata berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 2. Bobot kering kecambah normal (BKKN) pada 0 minggu periode simpan sebesar 1.67 g, dan tidak berbeda nyata dengan bobot kering kecambah normal pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu dan 9 minggu dengan nilai bobot kering kecambah normal masing-masing adalah 1.65 g, 1.61 g dan 1.55 g. Pada periode penyimpanan 12 minggu dan 15 minggu, bobot kering kecambah normal mulai menurun dengan nilai masing-masing adalah 1.35 g dan 1.22 g. Pada 18 minggu penyimpanan nilai bobot kering kecambah normal (BKKN) meningkat kembali menjadi 1.50 g.

Pengaruh Periode Simpan terhadap Vigor Benih

Parameter vigor benih dapat diukur dengan tolok ukur indeks vigor benih (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT), panjang akar kecambah (PA) dan panjang hipokotil kecambah (PH).

Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih terhadap indeks vigor untuk periode simpan benih selama 0 minggu, 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu dan 18 minggu masing-masing adalah 87.00%, 75.33%, 81.33%, 86.66%, 83.33%, 76.00% dan 79.00%. Indeks vigor benih tidak berbeda nyata antara awal penyimpanan setelah perlakuan invigorasi dengan akhir penyimpanan 18 minggu setelah proses invigorasi, tetapi terjadi fluktuasi pada rentang waktu tersebut, yaitu turunnya nilai indeks vigor pada 3 minggu dan 15 minggu setelah simpan (Tabel 4).

Tolok ukur lain dalam parameter vigor benih selain indeks vigor benih adalah kecepatan tumbuh benih. Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 2.

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap kecepatan tumbuh benih disajikan pada Tabel 4.

(33)

21

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipoktil

Periode Simpan (minggu) IV (%) KCT (%/etmal) PA (cm) PH (cm)

0 87.00 a 30.14 cd 13.42 d 12.94 a 3 75.33 b 28.50 d 15.39 b 13.10 a 6 81.33 ab 33.50 a 14.33 c 11.97 b 9 86.66 a 32.59 a 15.63 b 12.60 ab 12 83.33 ab 30.43 bc 16.41 a 12.29 ab 15 76.00 b 33.51 a 16.12 ab 11.93 b 18 79.00 ab 32.04 ab 15.44 b 11.08 c

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji lanjut DMRT.

Perubahan nilai tolok ukur kecepatan tumbuh benih selama periode simpan menunjukkan pola yang berbeda dengan tolok ukur indeks vigor. Kecepatan tumbuh benih mengalami peningkatan pada benih yang telah disimpan selama 6 minggu. Kecepatan tumbuh benih tidak berbeda antara benih yang telah disimpan selama 6 minggu hingga akhir penyimpanan 18 minggu, meskipun nilai kecepatan tumbuh benih sempat mengalami penurunan pada 12 minggu penyimpanan. Penurunan nilai kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 12 minggu ini menunjukkan adanya proses kemunduran benih, sehingga nilai kecepatan benih untuk tumbuh menjadi lebih lambat. Pada periode simpan benih 0 minggu nilai kecepatan tumbuh benih sebesar 30.14%/etmal dan pada periode simpan 3 minggu sebesar 28.50%/etmal. Nilai kecepatan tumbuh benih yang dicapai pada periode simpan benih 6 minggu sebesar 33.50%/etmal dan tidak berbeda nyata dengan nilai kecepatan tumbuh benih pada 9 minggu penyimpanan, 15 minggu penyimpanan dan 18 minggu penyimpanan, dengan nilai kecepatan tumbuh benih untuk masing-masing periode simpan tersebut adalah 32.59%/etmal, 33.51%/etmal dan 32.04%/etmal. Pada periode simpan 12 minggu nilai kecepatan tumbuh benih sebesar 30.43%/etmal, tidak berbeda nyata dengan kecepatan tumbuh pada awal penyimpanan.

Tolok ukur lain dalam parameter vigor benih adalah panjang akar. Nilai rata-rata panjang akar kecambah kacang panjang pada periode simpan 0 minggu sebesar 13.42 cm dan berbeda sangat nyata dengan nilai panjang akar kecambah

(34)

22

pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu hingga 18 minggu dengan nilai panjang akar kecambah untuk masing-masing periode simpan benih tersebut adalah 15.39 cm, 14.33 cm, 15.63 cm, 16.41 cm, 16.12 cm dan 15.44 cm. Pada tolok ukur panjang akar, pengaruh faktor tunggal periode simpan benih menunjukkan nilai yang berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, seperti disajikan pada Tabel 4.

Perkecambahan benih tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, seperti vigor benih tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu dan kelembaban nisbi (RH). Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada beberapa syarat perkecambahan benih diantaranya adalah kemasakan benih dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan perkecambahan meliputi ketersediaan air sebagai syarat penting untuk perkecambahan, udara (oksigen dan karbondioksida) dan suhu. Pada kisaran suhu yang optimum untuk perkecambahan, laju perkecambahan akan semakin cepat bila suhu lingkungan meningkat, demikian pula halnya dengan kelembaban nisbi (RH) lingkungan. Data suhu dan kelembaban nisbi udara (RH) ditampilkan pada Tabel Lampiran 9. Tolok ukur kecepatan tumbuh benih dan panjang akar kecambah yang cenderung mengalami peningkatan tidak menjelaskan adanya proses deterirorasi atau kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor benih selama penyimpanan, dan diduga karena faktor eksternal yang lebih dominan. Kecepatan tumbuh benih tertinggi dicapai pada 15 minggu setelah penyimpanan, sedangkan panjang akar tertinggi dicapai pada 12 minggu setelah penyimpanan (Tabel 4).

Pengaruh faktor tunggal perlakuan periode simpan benih terhadap panjang hipokotil kecambah kacang panjang menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata. Nilai rata-rata pengaruh perlakuan periode simpan benih secara umum mengalami penurunan dengan sedikit fluktuasi. Pada awal periode simpan 0 minggu, nilai panjang hipokotil kecambah adalah 12.94 cm dan tidak berbeda dengan nilai panjang hipokotil kecambah pada periode simpan 3 minggu yakni sebesar 13.10 cm. Pada periode simpan 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu dan 15 minggu nilai panjang hipokotil kecambah tidak berbeda nyata, dengan nilai untuk masing-masing periode simpan tersebut adalah 11.97 cm, 12.60 cm, 12.29 cm dan 11.93 cm. Pada akhir penyimpanan 18 minggu, panjang hipokotil kecambah

(35)

23

kacang panjang mencapai 11.08 cm dan turun secara nyata. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Panjang hipokotil secara umum menunjukkan nilai yang semakin turun selama periode simpan benih (Tabel 4) yang menunjukkan bahwa vigor benih semakin rendah karena adanya proses kemunduran benih pada saat benih disimpan.

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Potensial Benih Berdasarkan sidik ragam, perlakuan invigorasi benih tidak berpengaruh terhadap parameter viabilitas potensial baik pada tolok ukur daya berkecambah (DB) maupun bobot kering kecambah normal (BKKN), meskipun menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air benih (Tabel 2). Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih, daya berkecambah dan bobot kering kecambah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kadar Air Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal

Invigorasi KA (%) DB (%) BKKN (gram)

Kontrol 8.67 d 95.04 1.49

Priming dengan pasir 10.07 b 91.42 1.56

Matriconditioning dengan serbuk gergaji 9.70 c 90.28 1.45

Matriconditioning dengan arang sekam 10.73 a 89.33 1.53

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap kadar air benih menunjukkan nilai rata-rata yang sangat berbeda nyata, nilai kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dengan arang sekam yakni sebesar 10.73%, sedangkan nilai kadar air terendah didapat pada benih tanpa perlakuan invigorasi (kontrol) yakni 8.67%. Nilai kadar air untuk perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji masing-masing memiliki nilai sebesar 10.07% dan 9.70%. Secara keseluruhan, nilai kadar air benih yang diberi perlakuan invigorasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan invigorasi, meskipun

(36)

24

sebenarnya telah diupayakan pengeringan kembali selama 48 jam kering angin yang kemudian dilanjutkan dengan penjemuran selama ±5 jam segera setelah selesai proses invigorasi. Kadar air yang lebih tinggi dikhawatirkan mengakibatkan proses kemunduran benih akan semakin cepat terjadi, karena benih kacang panjang merupakan jenis benih ortodoks, dimana jenis benih ini menghendaki kadar air yang rendah agar dapat memperlambat terjadinya proses kemunduran atau deteriorasi benih.

Kadar air benih setelah perlakuan invigorasi sudah cukup aman untuk penyimpanan, tetapi penurunan kadar air benih lebih lanjut hingga kadar air ±8% setelah proses invigorasi sangat dianjurkan. Menurut Justice dan Bass (2002) faktor yang paling mempengaruhi umur benih adalah kadar air yang terkandung dalam benih tersebut. Harrington dalam Justice dan Bass (2002) mengemukakan salah satu kaidahnya yang menghubungkan antara kadar air benih, suhu dan masa hidup benih, yakni setiap kenaikan suhu sebesar 50C dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka daya simpan atau masa hidup benih akan diperpendek setengahnya, hal ini berlaku untuk kadar air pada kisaran 5% - 14% dengan suhu penyimpanan antara 00C – 500C.

Perlakuan invigorasi tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah benih. Nilai daya berkecambah benih pada perlakuan invigorasi dengan menggunakan priming dengan pasir adalah 91.42%, matriconditioning dengan serbuk gergaji adalah 90.28% dan matriconditioning dengan arang sekam adalah 89.33%, sedangkan untuk benih tanpa invigorasi (kontrol) nilai daya berkecambahnya adalah 95.04% (Tabel 5).

Tolok ukur bobot kering kecambah normal (BKKN) tidak dipengaruhi oleh perlakuan invigorasi. Benih tanpa invigorasi (kontrol) memiliki nilai bobot kering kecambah normal sebesar 1.49 g, benih dengan perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir memiliki bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 1.56 g, benih dengan perlakuan invigorasi menggunakan

matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang

sekam masing-masing memiliki bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 1.45 g dan 1.53 g (Tabel 5).

(37)

25

Hasil penelitian Erinnovita et al. (2008) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan air (soaking) dan matriconditioning dengan pasir mampu meningkatkan bobot kering kecambah normal sebesar 0.19 g dan 0.20 g lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Menurut Ilyas et al. (2002) perlakuan matriconditioning benih dengan menggunakan serbuk gergaji, GA3 dan serbuk gergaji + GA3 mampu meningkatkan persentase daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh serta mampu mengurangi kebocoran elektrolit pada benih cabai, khususnya pada benih vigor sedang. Pada penelitian ini hal tersebut tidak dicapai, diduga karena benih yang digunakan memiliki viabilitas potensial yang masih tinggi dengan nilai daya berkecambah sebesar 95.00% (Tabel 3), meskipun diambil dari benih yang telah melampaui masa kadaluarsa berdasarkan data pada label kemasan benih. Benih yang bervigor tinggi kurang tanggap terhadap perlakuan invigorasi. Perlakuan invigorasi efektif pada benih dengan vigor sedang (Ilyas et al., 2002). Hasil penelitian Widajati et al. (1990) juga menyatakan bahwa pengaruh priming lebih terlihat pada benih kacang tanah yang memiliki vigor medium yang terlihat pada tolok ukur berat kering tajuk, jumlah daun dan daya tumbuh di lapang (field emergence).

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Vigor Benih

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan invigorasi tidak nyata terhadap sebagian besar tolok ukur vigor benih yang meliputi indeks vigor benih, kecepatan tumbuh benih dan panjang hipokotil kecambah. Berdasarkan tolok ukur vigor, perlakuan invigorasi hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 2).

Pengaruh invigorasi terhadap indeks vigor benih tidak berbeda nyata. Nilai indeks vigor pada benih tanpa invigorasi (kontrol) sebesar 86.47%. Pada perlakuan priming dengan pasir nilai indeks vigor sebesar 81.14%, perlakuan invigorasi dengan menggunakan matriconditioning dengan serbuk gergaji sebesar 80.00% dan matriconditioning dengan arang sekam sebesar 77.33% (Tabel 6).

(38)

26

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipokotil

Invigorasi IV (%) KCT

(%/etmal) PA (cm) PH (cm)

Kontrol 86.47 33.03 15.49 a 12.23

Priming dengan Pasir 81.14 31.44 15.57 a 12.47

Matriconditioning dengan serbuk gegaji 80.00 31.09 15.05 ab 11.97

Matriconditioning dengan arang sekam 77.33 30.56 14.91 b 12.41

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap kecepatan tumbuh benih disajikan pada Tabel 6. Nilai kecepatan tumbuh benih pada perlakuan benih tanpa invigorasi (control) sebesar 33.03%/etmal. Nilai kecepatan tumbuh benih pada perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dengan arang sekam sebesar 30.56%/etmal. Kecepatan tumbuh yang diperoleh pada perlakuan benih dengan menggunakan priming dengan pasir memiliki nilai sebesar 31.44%/etmal, sedangkan nilai kecepatan tumbuh untuk matriconditioning dengan serbuk gergaji sebesar 31.09%/etmal.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap panjang hipokotil kecambah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata panjang hipokotil kecambah disajikan pada Tabel 6. Pengaruh perlakuan invigorasi menggunakan

priming dengan pasir, memiliki panjang hipokotil kecambah sebesar 12.47 cm.

Panjang hipokotil kecambah pada benih tanpa perlakuan invigorasi (kontrol) adalah 12.23 cm, sedangkan panjang hipokotil kecambah pada perlakuan

matriconditioning dengan serbuk gergaji dan perlakuan matriconditioning dengan

arang sekam memiliki panjang hipokotil dengan nilai masing-masing sebesar 11.97 cm dan 12.41 cm.

Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Perlakuan

priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji memiliki

panjang akar masing-masing sebesar 15.57 cm dan 15.01 cm, yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu sebesar 15.49 cm (Tabel 6), meskipun kadar air penyimpanan benih yang di-invigorasi nyata lebih tinggi, dengan nilai kadar air masing-masing 10.07% pada benih yang telah di-priming dengan pasir dan 9.70% pada benih yang telah di-matriconditioning dengan serbuk gergaji

(39)

27

dibandingkan kontrol 8.67% (Tabel 3). Hasil ini mengindikasikan kemungkinan perlakuan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji dapat meningkatkan daya simpan benih bila kadar air penyimpanan pada benih yang telah di-invigorasi diturunkan kembali hingga kadar air yang sama dengan benih tanpa invigorasi (kontrol). Harrington dalam Justice dan Bass (2002) mengemukakan salah satu kaidahnya yang menghubungkan antara kadar air benih, suhu dan masa hidup benih, yakni setiap kenaikan suhu sebesar 50C dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka daya simpan (masa hidup benih) akan diperpendek setengahnya hal ini berlaku untuk kadar air pada kisaran 5% - 14% dengan suhu penyimpanan antara 00C – 500C.

Perlakuan matriconditioning dengan arang sekam menghasilkan panjang akar kecambah dengan nilai paling rendah dan juga berbeda nyata dengan kontrol dan priming dengan pasir yakni sebesar 14.91 cm (Tabel 6).

Rendahnya vigor benih pada perlakuan matriconditioning dengan arang sekam diduga berkaitan dengan tingginya nilai kadar air akhir yang dicapai pada perlakuan invigorasi yakni 24.66% jika dibandingkan dengan nilai kadar air kontrol yakni 9.71% dan priming dengan pasir (16.98%) (Tabel 1). Penelitian terhadap benih kedelai dan kapri menunjukkan bahwa perbedaan waktu imbibisi benih yang diikuti pengeringan kembali hingga kadar air awal berpengaruh terhadap viabilitas benih. Imbibisi selama 12 jam pada benih kedelai dan 18 jam pada benih kapri yang diikuti pengeringan kembali mampu meningkatkan perkecambahan (pemunculan akar dan pucuk), tetapi imbibisi yang lebih lama yang diikuti pengeringan kembali berpengaruh terhadap turunnya viabilitas benih (Koster dan Leopold, 1988). Hal ini diduga karena perbedaan banyaknya air yang telah diimbibisi oleh benih. Menurut Chiu dalam Chiu et al., (2002) bila kadar air benih terlalu tinggi pada saat invigorasi dan melewati ambang batas yang dapat ditolerir terjadi kerusakan membran pada benih yang tidak dapat diperbaiki, meskipun benih dikeringkan kembali dengan cepat. Hal ini juga terjadi pada perlakuan priming dengan suhu yang berbeda, Chiu et al. (2002) mengemukakan bahwa benih jagung manis yang di-priming pada suhu suhu 200C memiliki viabilitas lebih rendah daripada benih tanpa priming setelah disimpan selama 12 bulan, sebaliknya dengan periode simpan yang sama, benih yang di-priming pada

(40)

28

suhu 100C dan 150C memiliki viabilitas lebih tinggi dibandingkan benih tanpa

priming. Kondisi tersebut juga disebabkan karena kadar air yang dicapai pada

akhir perlakuan priming pada suhu 200C lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang di-priming pada suhu 100C dan 150C. Berdasarkan hasil penelitian dan informasi dari berbagai penelitian terdahulu, maka pemilihan metode yang tepat untuk invigorasi benih sangat penting, baik waktu (Koster dan Leopold, 1988), suhu (Chiu et al.,2002), maupun media invigorasi agar pengaruh positif invigorasi dapat dipertahankan selama penyimpanan benih.

Banyak hasil penelitian menunjukkan invigorasi hanya meningkatkan vigor benih sesaat setelah perlakuan, tetapi justru mengalami penurunan vigor lebih cepat selama penyimpanan. Menurut Alvarado and Bradford dalam Copeland dan McDonald (2001) lamanya penyimpanan benih (waktu penyimpanan yang lama) pada benih yang diberi perlakuan dapat mengakibatkan hilangnya vigor dan viabilitas benih dibandingkan dengan benih tanpa perlakuan. Hasil penelitian Rosliany (1998) menunjukkan bahwa perlakuan

matriconditioning pada benih kacang panjang dengan serbuk gergaji mampu

meningkatkan daya berkecambah benih kacang panjang secara nyata, dengan nilai daya berkecambah sebesar 90% dibandingkan benih kacang panjang tanpa

matriconditioning dengan nilai daya berkecambah sebesar 79%, tetapi hanya

mampu disimpan dalam waktu yang relatif pendek (2 bulan). Benih yang diberi perlakuan matriconditioning dengan serbuk gergaji mengalami penurunan daya berkecambah lebih cepat daripada benih tanpa invigorasi yang dimulai pada saat periode simpan 3 bulan. Hasil penelitian Yullianida (2004) terhadap bunga matahari juga menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan air maupun larutan antioksidan hanya efektif pada periode simpan 0 bulan, sebaliknya hasil penelitian Lumbanraja (2006) menunjukkan bahwa manfaat invigorasi masih dapat dipertahankan hingga minggu ke-9. Perendaman benih papaya dengan asam askorbat mampu mempertahankan nilai kecepatan tumbuh sebesar 5.65%/etmal lebih tinggi dari kontrol (2.69%/etmal) pada minggu ke-9, sedangkan pemberian curcuma mampu memberikan nilai first count yang lebih stabil sampai masa simpan 9 minggu (42.67%).

(41)

29

Pada percobaan kali ini tidak terdapat interaksi antara perlakuan invigorasi dengan periode simpan, yang menunjukkan bahwa laju kemunduran yang terjadi pada semua benih dengan berbagai perlakuan invigorasi termasuk kontrol adalah sama hingga 18 minggu penyimpanan. Priming dengan pasir dan

matriconditioning dengan serbuk gergaji yang dilakukan pada suhu 150C, dan

pada tekanan -12.5 Bar selama 20 jam dan diikuti dengan pengeringan kembali tidak mengurangi daya simpan benih hingga 18 minggu penyimpanan setelah invigorasi, meskipun belum terbukti mampu meningkatkan daya simpan benih sebagaimana diharapkan. Pada percobaan ini kadar air simpan benih yang di-invigorasi dengan menggunakan priming dengan pasir adalah 10.07% dan benih yang di-invigorasi menggunakan matriconditioning dengan serbuk gergaji adalah 9.70% sedangkan kadar air simpan benih tanpa invigorasi (kontrol) adalah 8.67%. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka terdapat peluang bahwa perlakuan invigorasi benih yaitu priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji dapat memperbaiki daya simpan benih bila kadar air simpan benih lebih rendah (± 8%), tetapi masih perlu percobaan kembali untuk membuktikannya.

(42)

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Matriconditioning dengan arang sekam mengakibatkan turunnya vigor

benih, ditunjukkan oleh panjang akar yang lebih rendah (14.91 cm) dibandingkan benih tanpa invigorasi (kontrol) dengan nilai 15.49 cm dan benih yang diberi perlakuan priming dengan pasir dengan nilai 15.57 cm. Priming dengan pasir dan

matriconditioning dengan serbuk gergaji yang dilakukan pada suhu 150C, dan

pada tekanan -12.5 Bar selam 20 jam dan diikuti pengeringan kembali tidak mengurangi daya simpan benih hingga 18 minggu penyimpanan setelah invigorasi, meskipun belum terbukti mampu meningkatkan daya simpan benih sebagaimana diharapkan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian kembali pengaruh invigorasi terhadap daya simpan benih pada berbagai komoditas dengan berbagai metode invigorasi dengan lebih memperhatikan kadar air benih selama penyimpanan setelah proses invigorasi.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Afzal, I., S. M. A. Basra, N. Ahmad, and M. Farooq. 2005. Optimization of hormonal priming techniques for alleviation of salinity stress in wheat (Triticum aestivum L.). Caderno de Pesquisa Ser. Bio, Santa Cruz do Sul. 17(1) : 95-109.

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. UI- Press. Jakarta. 485 hal. Basra, S. M. A., M. Farooq, K. Hafeez, and N. A. Ahmad. 2004. Osmohardening:

a new technique for rice seed invigoration. International Rice Research Notes. 29(2) : 80-81.

Basra, S. M. A., M. Farooq, A. Wahid, and M. B. Khan. 2006. Rice seed invigoration by hormonal and vitamin priming. Seed Sci. and Technology. 34 : 753-758.

Basra, S. M. A., M. Farooq, H. Rehman, and B. A. Saleem. 2007. Improving the germination and early seedling growth in melon (Cucumis melo L.) by pre-sowing salicylicate treatments. International Journal of Agriculture and Biology. 09(4) : 550-554.

Bennet, A. M., A. V. Fritz, and N. W. Callan. 1992. Impact of seed treatments on crop stand establishment. Hortechnology. 2 (3) : 345-349.

Chiu, K. Y., C. L. Chen, and J. M. Sung. 2002. Effect of priming temperature on storability of primed sh-2 sweet corn seed. Crop. Sci. 42 : 1996-2003. Clark, L. J., W. R. Whalley, J. E. Jones, K. Dent, H. R. Rowse, W. E. F. Savage,

T. Gatsai, L. Jasi, N. E. Kaseke, F. S. Murungu, C. R. Riches, and C. Chiduza. 2001. On-farm seed priming in maize : a physiological evaluation. Seventh Eastern and Southern Africa Regional Maize Conference. p : 268-273.

Copeland, L. O., and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Fourth edition. Kluwer Academic Publishers. Boston, Dordrecht, London. 467 p.

Dessai, B. B., P. M. Kotecha, and D. K. Salunke. 1997. Seeds Handbook, Biology, Production, Processing and Storage. Marcel Dekker. New York. 627p.

(44)

32

Erinnovita, M. Sari, dan D. Guntoro. 2008. Invigorasi Benih untuk Memperbaiki Perkecambahan Kacang Panjang ( Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask ) pada Cekaman Salinitas. Bul. Agron. 36(3) : 213-219.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI- Press. Jakarta. 698 hal.

Harris, D., A. K. Pathan, P. Gothkar, A. Joshi, W. Chivasa, and P. Nyamudeza. 2001. On-farm seed priming using participatory methods to rerive and refine a key technology. Agricultural System. 69 : 151-164.

Harris, D., W. A. Breese and J. V. D. K. K. Rao. 2005. The improvement of crop yield in marginal environments using ‘on-farm’ seed priming : nodulation, nitrogen fixation and disease resistance. Australian Journal of Agricultural Research. 56 : 1211-1218.

Hor, Y. L., H. F. Chin, and M. Z. Karim. 1984. The effect of seed moisture and storage temperature on the storability of cocoa (Theobroma cacao) seeds. Seed Sci and Technology. 12(2) : 415-420.

Hu, J., X. J. Xie, Z. F. Wang, and W. J. Song. 2006. Sand priming improves alfalfa germination under high-salt concentration stress. Seed Sci and Technology. 34 : 199-204.

Hu, J., Z. Y. Zhu, W. J Song, J. C. Wang, and R. Naganagouda. 2004. Effect of sand priming on germination, physiologycal changes and field performance in direct-sown rice (Oryza sativa L.). Seed Symposium 27th ISTA Congress. Hussain, M., M. Farooq, S. M. A. Basra, and N. Ahmad. 2006. Influence of seed

priming techniques on the seedling establishment, yield and quality of hybrid sunflower. International Journal of Agriculture and Biology. 08(1) : 14-18.

Ilyas, S., G. A. K. Sutariati, F. C. Suwarno, dan Sudarsono. 2002.

Matriconditioning improves the quality and protein level of medium vigor

hot pepper seed. Seed Technology. 24 (1) : 65-75.

Justice, O. L., dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Edisi 1, cetakan 3. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal.

Gambar

Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan  Periode Simpan Benih terhadap Berbagai Tolok Ukur  Pengamatan
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Kadar Air  Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal  Periode Simpan (minggu)  KA (%)  DB (%)  BKKN (gram)
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Indeks  Vigor, Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipoktil
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kadar Air Benih, Daya  Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Terakhir dan yang paling utama dalam aturan keuangan Islam adalah aktivitas yang dilakukan didasarkan pada keabsahan kontrak yang tidak membolehkan institusi untuk

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Islam Plus Daarul Jannah Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Semester Ganjil Tahun.

Selain itu, hasil penelitian Magfiroh terhadap penggunaan metode Quantum Teaching dengan tehnik TANDUR terbukti dapat meningkatkan prestasi hasil belajar siswa pada

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan barokahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “PEMBUATAN GAME 2D

Uji coba instrumen yang telah dilakukan terhadap 50 item pernyataan yang ada di dalam skala self-regulated learning menghasilkan 39 item memenuhi syarat dengan nilai r

Jika mengacu pada UUD NRI 1945 Pasal 24 A ayat 1 yang menyatakan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan

Proses pemilihan penyedia barang / jasa diisi dengan ====. Proses pelaksanaan pengadaan barang / jasa diisi dengan

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 50 eksekutif public relations pada perusahaan beberapa sektor industri bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa tanggungjawab organsiasi