• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Problem Based Learning ( PBL )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengertian Problem Based Learning ( PBL )"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Pengertian Problem Based Learning ( PBL )

Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,

menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (menurut Arends dalam Abbas, 2000:13).

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep- konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.

Problem Based Learning atau Pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya serta peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah (Ibrahim 2002 : 5).

Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh karena itu penilaian tidak hanya cukup dengan tes. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.

Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian ini antara lain :

– asesmen kerja, asesmen autentik dan portofolio.

Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana siswa menunjukkan pengetahuan dan ketrampilannya. Airasian dalam Diah Eko Nuryenti (2002) menyatakan bahwa penilaian kinerja memungkinkan siswa menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka disamping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan siswa dapat secara aktif mengembangkan kerangka berfikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah beradaptasi.

Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 8

(2)

hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

e. Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang

bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

Menurut Lepinski (2005) tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu: 1) penyampaian ide (ideas), 2) penyajian fakta yang diketahui (known facts), 3) mempelajari masalah (learning issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan) dan 5) evaluasi (evaluation).

a. Penyampaian Ide (Ideas). Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pembelajar merekam semua daftar masalah (gagasan,ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang

dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah actual, atau masalah yang relevan dengan 9 kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah.

b. Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts)

Pada tahap ini, mereka diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh mereka berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.

c. Mempelajari Masalah ( Learning Issues). Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita hadapi?” Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi. Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai. Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untuk

memecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.

d. Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan). Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah.

e. Evaluasi

Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana pebelajar dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses, 2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara melakukan proses belajar

kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik.

(3)

Pengertian Project Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek (PBL) merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. PBL dirancang untuk digunakan pada

permasalahan komplek yang diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi dan memahaminya.

Pembelajaran Berbasiskan Proyek berasal dari gagasan John Deweytentang konsep “Learning by Doing” yakni proses perolehan hasil belajardengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya,terutama penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaanyang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiriatas tujuan yang ingin dicapai sebagai subyek yang berada di dalam kontekssuatu masyarakat di mana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan

alatalat,peraturan kerja, pembagian tugas dalam penerapan di kelas bertumpupada kegiatan aktif dalam bentuk melakukan suatu (doing) daripada kegiatanpasif “menerima” transfer pengetahuan dari pengajar. Filosofi belajarkonstruktivisme menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilanbaru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalamkehidupannya.

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas tujuan yang ingin dicapai sebagai subyek yang berada di dalam konteks suatu masyarakat di mana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan alat-alat, peraturan kerja, pembagian tugas dalam penerapan di kelas bertumpu pada kegiatan aktif dalam bentuk melakukan suatu (doing) daripada kegiatan pasif “menerima” transfer pengetahuan dari pengajar.

Hubungan Problem Based Learning dan Project Based Learning

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) ini merupakan adaptasi dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang awalnya berakar pada pendidikan medis (kedokteran). Pendidikan medis menaruh perhatian besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual cukup tetapi gagal menggunakan

pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan (Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Setelah melakukan pengkajian bagaimana tenaga medis didik, pendidikan medis

mengembangkan program pembelajaran yang men-cemplung-kan siswa ke dalam skenario penanganan pasien baik simulatif ataupun sungguhan. Proses ini kemudian dikenal sebagai pendekatan problem-based learning. Kini, problem-based learning diterapkan secara luas pada pendidikan medis di negara-negara maju.

Berdasarkan pengalaman pada pendidikan medis, pendekatan problem-based learning diadaptasi menjadi model project-based learning untuk pendidikan teknologi dan kejuruan, terutama

program kompetensi produktif. Keduanya menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic assessment). Perbedaannya terletak pada perbedaan objek. Kalau dalam problem-based learning pendidik lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data (berhubungan dengan proses diagnosis pasien); maka dalam project-based learning pendidik lebih didorong pada kegiatan desain: merumuskan job, merancang (designing), mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil.

Karakteristik Project Based Learning

(4)

belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998). Sedangkan menurut Buck Institute for Education (1999), bahwa pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Pelajar membuat keputusan dan membuat kerangka kerja

• Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya • Pelajar merancang proses untuk mencapai hasil

• Pelajar bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan • Melakukan evaluasi secara kontinu

• Pelajar secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan • Hasil akhir berupa produk dan dievalusi kualitasnya

• Kelas memiliki atmosfer yang member toleransi kesalahan dan perubahan Prinsip – prinsip PBL

Menurut Thomas (2000), pembelajaran berbasis proyek memiliki lima prinsip, yaitu: a) Keterpusatan (centrality)

Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, proyek adalah strategi pembelajaran; pelajar mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang mengikuti pembelajaran tradisional dengan cara proyek tersebut memberi ilustrasi, contoh, praktik tambahan, atau aplikasi praktik yang diajarkan sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi, menurut kriteria di atas, aplikasi proyek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek. Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk pengayaan di luar kurikulum juga tidak termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek

b) Berfokus pada Pertanyaan atau Masalah

Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pelajar menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Definisi proyek (bagi pelajar) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam (Baron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998). Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau ill-defined problem (Thomas, 2000). Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar pelajar, sepadan dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual (Blumenfeld, et al., 1991).

c) Investigasi Konstruktif atau Desain

Proyek melibatkan pelajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi

pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak pebelajar (Bereiter & Scardamalia, 1999). Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan “tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek

(5)

Pembelajaran Berbasis Proyek yang dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin sebuah proyek, akan tetapi mungkin bukan proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek. d) Otonomi

Proyek mendorong pelajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh Pembelajaran Berbasis Proyek, kecuali jika berfokus pada

masalah dan merupakan inti pada kurikulum. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek tidak berakhir pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur) yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek Pembelajaran Berbasis Proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab pelajar daripada proyek trandisional dan pembelajaran tradisional.

e) Realisme

Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada pelajar. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan pelajar, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan pelajar dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Pembelajaran Berbasis Proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan simulatif), dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya.

Pembelajaran berbasis proyek bisa menjadi bersifat revolusioner di dalam isu pembaruan pembelajaran. Proyek dapat mengubah hakikat hubungan antara guru dan pelajar. Proyek dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan pelajar lebih kolaboratif daripada kerja sendiri-sendiri. Proyek juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide. Beberapa aspek yang membedakan pembelajaran Berbasis Proyek dengan pembelajaran tradisional dideskripsikan oleh Thomas, Mergendoller, & Michaelson (1999) sebagaimana dalam Tabel 2, sebagai berikut:

Langkah – Langkah PBL

Langkah – langkah pembelajaran berbasis proyek dilaksanakan dalam 3 tahap (Anita, 2007:25) yaitu:

1) Tahapan perencanaan proyek

Adapun langkah – langkah perencanaan tersebut adalah sebagai berikut: •Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

•Menentukkan topik yang akan dibahas

•Mengelompokan siswa dalam kelompok – kelompok kecil berjumlah 4 – 5 orang dengantingkat kemampuan beragam

•Merencang dan menyusun LKS •Merancang kebutuhan sumber belajar •Menetapkan rancangan penilaian 2) Tahap pelaksanaan

Siswa dalam masing – masing kelompok melaksanakan proyek dengan melakukan investigasi atau berpikir dengan kemampuannya berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki. Kemudian diadakan diskusi kelompok. Sementara guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan betindak sebagai fasilitator.

3) Tahap penilian

(6)

Berdasarkan penilaian tersebut, guru dapat membuat kesimpulan apakah kegiatan tersebut perlu diperbaiki atau tidak, dan bagian mana yang perlu diperbaiki.

Pengimplementasian pembelajaran berbasis proyek tidak terlepas dari kurikulum,

pertanggungjawaban, realism, belajar aktif, umpan balik, pengetahuan umum, pertanyaan yang memacu, investigasi konstruktif, serta otonomi. Purnawan (Muliawati, 2010:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis proyek mengacu pada hal –hal sebagai berikut:

a.Curriculum: memerlukan suatu strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat

b.Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerbility para siswa ke dari dan panutannya

c.Realism: kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya

d.Active learning: menumbuhkan isu yang berunjung pada pertanyaan dan keinginan siswa untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.

e.Feedback: diskusi, presentasi dan evaluasi terhadap para siswa menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorng kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman

f.General skill: pembelajaran berbasis proyek dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar bagi keterampilan yang mendasar, seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self management

g.Driving question: pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau

permasalahan yang memicu siswa untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.

h.Constuctive investigations: sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para siswa

i.Autonomy: proyek menjadikan aktivitas siswa sangat penting Detail Aktivitas:

o Kelompokan siswa dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan maksimal 4 orang. o Bagikan potongan kertas putih berupa bentuk bangun datar kepada masing-masing kelompok. Pastikan masing-masing kelompok menerima satu paket bentuk bengun datar seperti pada gambar.

o Bagikan pula sebuah kertas plano yang berisikan sebuah tabel besar, yang terdiri dari dua kolom, yaitu kolom “bangun yang simetri” dan kolom “bangun yang tidak simetri”

o Berikutnya minat mereka untuk mengelompokan mana bangun yang simetri dan mana bangun yang tidak simetri dengan cara melipat satu persatu bangun yang ada, dan memastikan apakah masing-masing sudut dari berbagai bangun tersebut dapat saling berimpitan atau tidak. Minta mereka untuk mengelompokan dan menempelkan bangun datar yang ada dalam tabel yang ada dikertas plano

Peran Guru dan Siswa dalam PBL

Menurut Cord et al. (Khamdi, 2007) pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan – kegiatan yang kompleks. Pembelajran berbasis proyek adalah penggunaan proyek sebagai model pembelajaran. Proyek – proyek meletakkan siswa dalam sebuah peran aktif yaitu sebagai

pemecah masalah, pengambilan keputusan, peneliti, dan pembuat dokumen.

(7)

pendekatan kontekstual (Khamdi, 2007). Dengan demikian, pembelajaran berbasis proyek merupakan metode yang menggunakan belajar kontekstual, dimana para siswa berperan aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti, mempresentasikan, dan membuat dokumen. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan

kompleks yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi dan memahaminya.

Menurut Waras Khamdi, selama berlangsungnya proses pembelajaran berbasis proyek, pelajar akan mendapatkan bimbingan dari narasumber atau fasilitator, dimana peran fasilitator:

– Peran Guru

a. Mengajar kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman

b. Memastikan bahwa sebelum dimulai, setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi, sementara teman – temannya mendengarkan, dan seorang anggota yang bertugas mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi

c. Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok.

d. Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evalution. e. Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan.

f. Memonitor jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta mengajar agar proses belajar terus berlangsung. Dengan tujuan agar setiap tahapan dalam proses belajar tidak dilewati atau diabaikan, sehingga tiap tahapan

dilakukan dalam urutan yang tepat.

g. Menjaga motivasi pelajar dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas dan juga mempertahankan untuk mendorong pelajaran keluar dari kesulitan.

h. Membimbing proses belajar dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat, secara mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, sudut pandang, dsb.

i. Mengevaluasi kegiatan belajar termasuk partisipasi pelajar dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap pelajar terlibat dalam proses kelompok dan berbagai pemikiran dan pandangan.

– Peran Siswa

a. Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir b. Melakukan riset sederhana

c. Mempelajari ide dan konsep baru d. Belajar mengatur waktu dengan baik

e. Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok f. Mengaplikasikan belajar lewat tindakan

g. Melakukan interaksi social (wawancara, survei, observasi, dll) h. Kegiatan lebih banyak pada kerja kelompok.

Ciri pembelajaran berbasis proyek menurut Center For Youth Development and Education Boston (Muliawati, 2010:10) yaitu:

1. Melibatkan para siswa dalam masalah – masalah kompleks, persoalan – persoalan dunia nyata, dimana pun para siswa dapat memilih dan menetukan persoalan atau masalah yang bermakna 2. Para siswa diharuskan menggunakan penyelidikan, penelitian keterampilan perencanaan, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah saat mereka menyelesaikan proyek. 3. Para siswa diharapkan mempelajari dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai konteks ketika mengerjakan proyek.

(8)

pada saat mereka bekerja dalam tim kooperatif, maupun saat mendiskusikan dengan guru. 5. Memberikan kesempatan bagi para siswa mempraktekan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan dewasa mereka dan karir (bagaimana mengalokasikan waktu, menjadi individu yang bertanggung jawab, keterampilan pribadi, belajra melalui pengalaman). 6. Menyampaikan harapan mengenai prestasi/hasil pembelajaran (ini disesuaikan dengan standard an tujuan pembelajaran untuk sekolah/negara.

7. Melakukan refleksi yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman mereka dan menghubungkan pengalaman dengan pelajaran.

8. Berakhir dengan presentasi atau produk yang menunjukkan pembelajaran dan kemudian dinilai (kriteria dapat ditentukan oleh para siswa)

Adapun kelebihan dari penggunaan pembelajaran berbasis proyek menurut Kamdi (Muliawati, 2010:13) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek banyak yang mengatakan bahwa siswa tekun sampai lewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek.

b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.

c. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial , dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif.

d. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Adapun kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek menurut Anita (2007: 27) adalah sebagai berikut:

a. Tiap mata pelajaran mempunyai kesulitan tersendiri, yang tidak dapat selalu dipenuhi di dalam proyek.

b. Sukar untuk memilih proyek yang tepat.

c. Menyiapkan tugas bukan suatu hal yang mudah, karena memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.

d. Sulitnya mencari sumber-sumber referensi yang sesuai. e. Membutuhkan biaya yang cukup banyak

(9)

PROJECT BASED LEARNING(Teori dan Implementasinya pada Konsep Bioteknologi SMA Kelas XII)PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGISEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA2012

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...Daftar Isi ...

Bab I Pendahuluan

...A. Latar belakang ...B. Rumusan masalah ...C. Tujuan

... Bab II Kajian Teori dan Implementasi

...A. Kajian Teori

...1. Pengertian model PjBL ...2. Prinsip-prinsip PjBL

...3. Keunggulan PjBL

...4. Perbedaaan PjBL dengan pembelajaran tradisional ...5. Langkah-langkah PjBL

...6. Tinjauan penelitian yang relevan ...7. Kendala yang dihadapi dalam PjBL ...8. Meningkatkan efektivitas PjBL

...B. Implementasi PjBL pada konsep Bioteknologi ...

Bab III Penutup

...A. Simpulan ...B. Saran ...iii122233345681012121433333 3Referensi ... 34 1 BAB IPENDAHULUAN A . L a t a r b e l a k a n g Project Based Learning

(PjBL) adalah salah satu model dalam pembelajaran sains.PjBL juga dikenal sebagai pembelajaran berbasis proyek dan

Project BasedInstruction

(PBI). Model ini merupakan salah satu pengembangan teori belajar konstruktivisme yang

mengemukakan bahwa manusia sebagai manusia pembelajar harus membangun pengetahuannya sendiri.Siswa masuk ke dalam kelas dianggap tidak dalam keadaan kosong, melainkan sudah membawa pengetahuan yang diperoleh dan dibangun secara tidak formal dari segala hal yang terjadi di sekitarnya. Pembelajaran sains menekankan pemberian pengalaman secara langsung

(10)

melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pembelajaran sains juga harus menghasilkan produk yang meliputi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Metode investigasi yang merupakan ciri khusus pembelajaran sains memberikan solusi pembelajaran melalui inkuiri yang dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan kemampuan menganalisis dan berpikir kritis. Biologi sebagai salah satu ilmu sains hendaknya dipelajari secara menyeluruh untuk mempersiapkan struktur pengembangan kemampuan

berpikir, tingkah laku dan individu yang mandiri serta menciptakan suatu pembelajaran seumur hidup. Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 mengharapkan pembelajaran biologi sebagai salah satu disiplin ilmu sainstidak hanya membelajarkan fakta, konsep, dan prinsip biologi kepada siswa, melainkan juga mengharapkan siswa untuk dapat berinkuiri ilmiah untuk

membangun konsep sendiri melalui penjelajahan alam sekitar.Hal tersebut didukung oleh John Dewey yang mengemukakan pernyataan “

school would mirror the larger society and classrooms wouldbe laboratories for real life inquiry and problem solving

” (Arends dalam Susanto 2010). Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa pembelajaran biologi sebagai salah satu ilmu sains merupakan suatu proses untuk

2menjadikan siswa berinkuiri dalam rangka memecahkan masalah nyata di kehidupan sehari-hari.Bioteknologi merupakan salah satu konsep Biologi SMA kelas XII yang tepat dibelajarkan melalui model PjBL. Hal ini karena kebanyakan siswa sudah mengetahui hasil bioteknologi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Model PjBL akan memberikan kesempatan bagi para siswa untuk mengeksplorasi dan menyusun pengetahuannya sendiri yang bersumber pada kehidupan nyata.Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji teori PjBL dan

mengimplementasikanmodel PjBL dalam pembelajaran Biologi pada konsep Bioteknologi. Kajian teori dilakukan melalui studi pustaka dan implementasi dilakukan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penjabaran teori model PjBL merupakan bahan untuk

membantu pemahaman pembaca untuk menerapkan PjBL dalam pengajaran Biologi

nantinya.B . R u m u s a n m a s a l a h Masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah.1 . A p a k a h y a n g d i m a k s u d d e n g a n m o d e l P j B L ? 2.Bagaimana

implementasi model PjBL dalam pembelajaran Biologi SMA kelas XIIpada konsep Bioteknologi?C . T u j u a n p e n u l i s a n Makalah ini disusun dengan

tujuansebagai berikut.1 . M e m a h a m i m o d e l P j B L 2.Mengimplementasikan model PjBL dalam pembelajaran Biologi SMA kelas XIIpada konsep Bioteknologi

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi

anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

1.2 Rumusan Masalah A. Apa pengertian dari CTL?

B. Apa yang dimaksud dengan pemikiran tentang belajar? C. Bagaimana hakekat Pembelajaran Kontekstual?

D. Apa pengertian Pembelajaran Kontekstual?

E. Bagaimana perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional? F.Bagaimana penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas?

G. Apa saja komponen Pembelajaran Kontekstual? H. Apa karakteristik Pembelajaran Kontekstual?

(12)

1.3 Tujuan Penyusunan

Agar Pembaca yang hampir seluruhnya merupakan guru dan calon guru dapat lebih mengetahui konsep dari model pembelajaran konterkstual dan penerapannya di dalam proses belajar

mengajar, sehingga dapat mempermudah seorang pengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan

1.4 Metode Penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka dan penulusuran melalui internet untuk menunjang kelengkapan materi makalah tersebut.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Model Pembelajaran Kontekstual

A. Pengertian

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

B. Pemikiran tentang belajar

Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

(13)

1. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.

2. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

3. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

4. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

5. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

6. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.

7. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang. 2. Transfer Belajar

1. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

2. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)

3. Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

1. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

2. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

3. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.

4. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

1. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.

2. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

3. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. 4. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

(14)

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),

menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks

lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional Kontekstual

1. Menyandarkan pada pemahaman makna.

2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. 3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan. 5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.

7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok). 8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif. 11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan. 12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.

13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. 14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

(15)

Tradisional

1. Menyandarkan pada hapalan

2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. 3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.

4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan. 5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. 6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.

7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).

8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. 10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.

11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman. 12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.

13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.

14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan. F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

3. Ciptakan masyarakat belajar.

4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme

 Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.

(16)

 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry

 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.  Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis 3. Questioning (Bertanya)

 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.  Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry 4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

 Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.

 Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.  Tukar pengalaman.

 Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)

 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.  Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)

 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.  Mencatat apa yang telah dipelajari.

 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok 7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.  Penilaian produk (kinerja).

 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

 Kerjasama

 Saling menunjang

 Menyenangkan, tidak membosankan  Belajar dengan bergairah

 Pembelajaran terintegrasi  Menggunakan berbagai sumber  Siswa aktif

(17)

Sharing dengan teman  Siswa kritis guru kreatif

 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain

 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

1. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. 2. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu 3. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa

4. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

(18)

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

MAKALAH PENDEKATAN KONTEKSTUAL LEARNING (CTL)

A.

Pendahuluan

Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Dalam proses ini siswa membangun makna dan pemahaman dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar- mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal-hal secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif. Di sekolah, terutama guru diberikan kebebasan untuk mengelola kelas yang meliputi strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang efektif, disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, guru, dan sumber daya yang tersedia di sekolah.

Namun Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas

(19)

sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

B.

Pengertian pendekatan Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

C.

Pemikiran tentang belajar

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

 Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak

(20)

 Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

 Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan

mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,

tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

 Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,

dan bergelut dengan ide-ide. 2. Transfer Belajar

 Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

 Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)

 Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan

keterampilan itu 3. Siswa sebagai Pembelajar

 Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak

mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

 Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi,

untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

 Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah

diketahui.

 Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa

untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

 Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di

(21)

 Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.

 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

D.

Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

 Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

 kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

 Ciptakan masyarakat belajar.

 Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

 Lakukan refleksi di akhir pertemuan

 Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

E.

Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme

(constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya

 Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.

 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

(22)

(Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion)

 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.

 Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. Questioning (Bertanya)

(Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.

 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

(Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

 Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.

 Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.

 Tukar pengalaman.

(23)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru

menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.

 Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)

(Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.

 Mencatat apa yang telah dipelajari.

 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai

data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.

 Penilaian produk (kinerja).

 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

(24)

 Kerjasama

 Saling menunjang

 Menyenangkan, tidak membosankan

 Belajar dengan bergairah

 Pembelajaran terintegrasi

 Menggunakan berbagai sumber

 Siswa aktif

Sharing dengan teman

 Siswa kritis guru kreatif

 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor

dan lain-lain

 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum,

karangan siswa dan lain-lain

G.

Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

(25)

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. 3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu 4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa

5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

H.

Kelebihan dan kekurangan pendekatan Kontekstual

Kelebihan

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan

belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kelemahan

1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka

(26)

sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

I.

Kesimpulan

Pembelajaran berbasis kontekstual memiliki berbagai keunggulan di antaranya: (1) siswa terlatih untuk bernalar dan berpikir secara kritis terhadap materi pramenulis laporan dan menulis laporan, (2) siswa penuh dengan aktivitas dan antusias untuk menemukan tema, (3) siswa berani mengajukan pertanyaan dan informasi atau hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapat mereka, (4) siswa terlatih untuk belajar ’sharing ideas’ saling berbagi pengetahuan dan berkomunikasi, (5) siswa dapat memberikan contoh melakukan pengamatan terhadap suatu objek di lingkungan sekolah secara giat, serius, dan antusias untuk memperoleh data seoptimal mungkin, (6) refleksi yang dilakukan, baik selama pembelajaran berlangsung maupun dalam setiap akhir pembelajaran berlangsung, (7) penilaian menekankan pada proses dan hasil pembelajaran, seperti: presentasi atau penampilan siswa selama: berdiskusi, melakukan observasi, mendemonstrasikan, dan hasil menulis laporan; selain itu, setiap siswa melakukan penilaian terhadap laporan yang yang ditulis oleh temannya.

Pembelajaran berbasis pendekatan kontekstual merupakan upaya yang ditempuh guru untuk memberikan motivasi pada siswa agar siswa lebih aktif, kreatif, dan dapat memberdayakan kemampuan dirinya dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL LEARNING DAN IMPLIKASINYA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur

Mata Kuliah : Model-Model Pembelajaran Dosen :Muhsin Riyadi,MA

(27)

Disusun Oleh: Kelompok 3 Ani Nurhanifah Ru’yatul Ainiyah TARBIYAH/PBA-C/V

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2011 ……… ……… KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Model-Model Pembelajaran tentang “ Model Pembelajaran Kontekstual Learning dan Implikasinya” Pembagian tugas ini telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berperan aktif dalam berdiskusi dan belajar. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi kami dan teman-teman semuanya.Namun, kami sadar dalam makalah ini

(28)

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf dan kami mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada , bapak Muhsin Riyadi, MA selaku dosen pengampu mata kuliah Model-Model Pembelajaran yang telah membantu kami untuk menyusun makalah ini. Dan tidak lupa juga saya sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Cirebon, September 2011 Penyusun ……… …. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. Sedangkan pembelajaran merupakan pengeluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia. Pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning – CTL ) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menarik untuk dibahas dan dipelajari dalam pendidikan bahasa Arab. Dan dalam makalah akan membahas pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) tersebut.

1. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Contextual Teaching and Learning? 2. Apa saja komponen-komponen dalam CTL?

3. Bagaimana penerapan CTL dalam proses pembelajaran? 1. Tujuan

Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “Model-Model Pembelajaran”

……… ……….

BAB II

(29)

Elaine B. Johnson ( Riwayat,2008 ) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu usaha yang dilakukan peserta didik untuk menghasilkan pengetahuan dengan menghubungkan muatan akademis dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL ( Contextual Teaching and Learning ) adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata.

1. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kotekstual ( CTL ) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Nurhadi, 2002 ).

Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan elajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret ( terkait dengan kehidupan nyata ) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri.

1. Komponen Pembelajaran Kontekstual

CTL sebagai suatu model pembelajaran memiliki tujuh komponen. Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Selanjutnya ketujuh komponen ini akan dijelaskan dibawah ini.

1. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman( Wina Sanjaya, 2008: 118 ). Kontuktivisme merupakan

(30)

landasan berpikir ( filosofi ) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan ini memberi makna melalui pengalaman yang nyata.

1. Menemukan ( inquiry )

Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis( Wina Sanjaya, 2008: 119 ). Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.

1. Bertanya ( Questioning )

Unsur lain yang menjadi karekteristik utama CTL, adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan dalam menggunakan pertnyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.

1. Masyarakat Belajar ( Learning Community )

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman ( sharing ). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.

1. Pemodelan ( Modelling )

Yang dimaksud dengan modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa( Wina Sanjaya, 2008: 121 ). Modelling merupakan komponen yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui moelling siswa dapat terhindar dari pmbelajaran yang teoritis –abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

1. Refleksi ( Reflection )

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa yang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa mengendapakan apa yang baru dipelajarinya sebagai stuktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.

(31)

1. Penilaian Sebenarnya ( Authentic Assessment )

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai datadan informasi yang engkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.

Guru dengan cermat akan mengetahui kemajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam belajar, dan dengan itu pula guru akan memiliki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses bimbingan belajar dalam langkah selanjutnya.

1. Langkah dan Contoh Penerapan Pembelajaran CTL

Untuk memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran, dibawah ini disajikan penerapannya. Dalam contoh tersebut dipaparkan bagaimana guru menerapkan pembelajaran dengan pola CTL.

Misalkan, pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang فراع ت. kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk menguasai kosa kata baru dengan struktur kalimat ( أدت ب م رب خ ) yang baik dan benar, sesuai dengan materi pokok dan untuk memahami teks-teks berbahasa Arab serta menggunakannya dalam bahasa percakapan dan insya’ muajjah. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar:

1. siswa dapat mengucapkan mufradat baru dengan baik dan benar 2. siswa dapat mendemonstrasikan materi hiwar secara berpasangan

3. siswa dapat melakukan tanya jawab dengan mufradat dan struktur kalimat yang diajarkan 4. siswa dapat menjawab pertanyaan/latihan tentang kandungan bahan qiro’at dengan baik

dan benar

5. siswa dapat membuat kalimat dengan menggunakan kata-kata yang disediakan Pola Pembelajaran CTL

Untuk mencapai kompetensi dengan menggunakan CTL guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti dibawah ini:

a) Pendahuluan

1. guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari

2. guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar kimia siswa pada materi pokok hidrokarbon dan kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan menggunakan model

signifikan kemampuan berpikir kritis antara pembelajaran fisika dengan PBL dan konvensional dilain pihak ada perbedaan yang signifikan kemampuan problem solving antara

Penelitian yang dilakukan Suati (2010) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah atau PBL

Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah pada mata

berpikir kritis serta mampu bernalar secara teratur, menarik kesimpulan, memecahkan masalah, dan membangkitkan motivasi siswa untuk menyelesaikan masalah yang

Program Studi Pendidikan IPA STKIP Modern Ngawi mewajibkan tenaga pengajar untuk menerapkan model pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa

12 Sry Astuti, dkk., Pengembangan LKPD Berbasis PBL (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Materi Kesetimbangan Kimia,

Bahan ajar berbasis PBL pada materi suhu dan kalor untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis