• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior

A.1 Definisi organizational citizenship behavior

Bateman dan Organ merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983. Adapun definisi dari OCB adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Bateman & Organ, 1998; Garg & Rastogi, 2006).

OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat karyawan tersebut. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian bonus atau semacamnya (Organ, Dennis, Philip, M, Podsakoff & Scott, 2006).

Organizational citizenship behavior (OCB) juga mengacu pada

perilaku-perilaku yang melampui kewajiban-kewajiban normal dari yang seharusnya dikerjakan oleh pegawai. Hal ini mencakup dalam menghindari konflik yang tidak

(2)

yang berat dengan sabar, ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, dan melakukan kinerja yang melebihi tugas normal dari yang diperintahkan (McShane & Von Glinow, 2003).

Selain itu, organizational citizenship behavior (OCB) mempunyai pokok pikiran seperti tindakan sukarela yang dapat meningkatkan kesuksesan organisasi. OCB ini sering ditandai dengan spontanitas, sifatnya yang alami, menghasilkan pengaruh yang berguna bagi organisasi, pertolongan yang tanpa pamrih kepada pegawai yang lain dan merupakan suatu pilihan (Davis & Newstroom, 2002).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa organizational citizenship

behavior adalah perilaku yang bersifat sukarela dan dipilih sendiri oleh karyawan

dan bukan suatu paksaan atau keharusan yang diwajibkan oleh organisasi, perilaku ini di luar dari deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban karyawan dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi, namun tidak terkait dengan reward secara langsung oleh perusahaan, akan tetapi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja oleh atasan.

A.2 Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Ada beberapa faktor yang melandasi seorang karyawan melakukan OCB, diantaranya :

a. Kepuasan Kerja

Seorang karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Dennis Organ

(3)

sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya (George & Jones, 1992).

b. Keadilan

Karyawan harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperolehnya adalah sesuatu yang adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara keadilan dengan OCB. Keadilan sangat berpengaruh terhadap karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas di luar persyaratan kerja tertentu (Luthans, 2006).

c. Motivasi Intrinsik

OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian serta minat tertentu. Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri.

(4)

untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar (Robbins, 2001).

d. Gaya Kepemimpinan

Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan, hal ini dapat dipahami melalui proses

modeling yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para

karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih bagi organisasinya (Graham dalam Gibson, 2003).

e. Iklim dan Budaya Organisasi

Iklim dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaanya melebihi apa yang telah diisyaratkan dalam uraian pekerjaaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika me reka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif

(5)

dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya (Novliadi, 2007).

f. Jenis Kelamin

Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerja OCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu, perilaku OCB lebih menonjol dilakukan oleh wanita dibanding pria karena mereka merasa bahwa OCB merupakan bagian dari kewajiban pekerjaan dan bukanlah suatu tugas ekstranya (Lovell dalam Luthans, 2006).

g. Masa Kerja

Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Konovsky & Organ, 1995).

Selain faktor-faktor yang disebut diatas masih ada faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi OCB seperti yang dikemukakan oleh Podsakoff, MacKenzie, Moorman (2006) yaitu:

(6)

a. Karakteristik individual para pegawai

Penelitian menunjukkan jenis kelamin mempengaruhi OCB yaitu bahwa perempuan lebih perhatian dan terkait dengan perilaku menolong orang lain dibanding pria. Konovsky & Organ (1995) mengatakan bahwa faktor bawaan arau karakteristik psikologis individu seperti kepribadian, kebutuhan psikologis, dan sikap merupakan prediktor OCB. Diketahui bahwa karyawan yang sadar, optimis, ekstrovert, empatik, dan berorientasi pada tim lebih cenderung menunjukkan perilaku OCB.

b. Karakteristik tugas/pekerjaan

Podsakoff, Mackenzie & Bommer (2006) melakukan studi-studi yang berfokus pada karakteristik tugas/pekerjaan membedakan berdasarkan lima area, yaitu : (1) Task feedback, (2) Task rutinization, (3) Intinsically satisfying task, (4)

Task interdependence, dan (5) Employee involvement. Hasil dari penelitianpenelitian tersebut ditemukan bahwa employee involvement

memperlihatkan signifikansi dengan OCB, dimana ketika karyawan mendapatkan tugas yang menarik yang mampu membuat karyawan terserap dalam pekerjaannya, maka karyawan akan cenderung untuk melakukan tugas ekstra. Sedangkan task rutinization menjadi satu-satunya variabel yang memiliki hubungan yang negatif dengan OCB. Kemudian ditemukan juga bahwa task

interdependence tidak langsung berhubungan dengan OCB, melainkan melalui

variabel lain seperti perasaan tanggung jawab terhadap rekan kerja dan suatu pekerjaan.

(7)

c. Karakteristik organisasi

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa organization formalization,

organization flexibility, dan advisory/staff support tidak menunjukkan signifikansi

yang konsisten terhadap OCB.

d. Karakteristik kepemimpinan

Secara keseluruhan, perilaku kepemimpinan memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB. Transformational leadership, leader-member exchange,

super leadership, traditional path goal leadership dan substitutes for leadership

memiliki hubungan dengan OCB. Namun super leadership tidak memiliki hubungan dalam menampilkan OCB dalam organisasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa karyawan bersedia melakukan pekerjaan/tugas tambahan jika mereka bekerja pada manager/ atasan yang inspirational dan suportif.

A.3 Aspek – Aspek Organizational Citizenship Behavior

Organ dkk (2006) mengemukakan bahwa aspek-aspek organizational

citizenship behavior adalah sebagai berikut: a. Altruism

Altruism merupakan perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya

yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Aspek ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.

(8)

b. Conscientiousness

Conscientiousness merupakan perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha

melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Aspek ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas seorang karyawan.

c. Sportmanship

Sportmanship merupakan perilaku yang memberikan toleransi terhadap

keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai sportmanship yang tinggi maka akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

d. Courtesy

Courtesy adalah menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar

dari masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki aspek ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain, yaitu membantu teman kerja, mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka.

e. Civic Virtue

Civic Virtue merupakan perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab

(9)

inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi). Aspek ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

A.4 Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap Organisasi

Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah berikut ini, yaitu (Organ dkk, 2006) :

1. OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja 2. OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer

3. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

4. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif

5. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik

6. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi

7. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

(10)

B. Big Five Personality

B.1 Definisi Big Five Personality

Teori big-five personality merupakan salah satu adaptasi dari trait theory yang dikemukakan oleh Eysenck, Cattel dan tokoh-tokoh lainnya (Pervin, 2005).

Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian

tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (Pervin, dkk, 2005).

Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Factor Model

oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, dkk , 2005).

Big-five personality adalah lima trait atau dimensi dasar yang sekarang ini

menjadi gagasan utama dalam menggambarkan kepribadian seseorang (Morris dan Maisto, 2005). Howard dan Howard (2004) menjelaskan bahwa masing-masing dimensi big-five personality seperti sebuah paket yang mencakup seperangkat trait yang kemudian cenderung terjadi bersamaan. Traits adalah pola perilaku tertentu (pikiran, tindakan, dan perasaan) yang relative menetap pada berbagai situasi (Lahey, 2005).

(11)

B.2 Dimensi Big-five Personality

McCrae dan Costa (2003) menyebutkan bahwa dimensi dari big-five

personality terdiri dari lima dimensi, dan masing-masing dimensi memiliki enam facets. Facets merupakan trait yang lebih spesifik atau komponen yang

menggambarkan masing-masing cakupan faktor big-five personality tersebut. Berikut ini adalah kelima dimensi dari big-five personality :

1. Neuroticism (N) 2. Extraversion (E)

3. Openness to New Experience (O) 4. Agreeableness (A)

5. Conscientiousness (C)

Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi OCEAN (Pervin, dkk, 2005). Untuk lebih jelasnya, kelima faktor di atas akan dipaparkan pada Tabel 2. yang didapat dari hasil penelitian McRae & Costa (1992). Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan

Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan

seseorang dengan dan kepada orang lain. Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin, dkk, 2005).

(12)

Tabel 1.

Karakteristik sifat-sifat Five Factor Model dengan skor tinggi dan rendah Karakteristik dengan

skor tinggi

Sifat Karakteristik dengan

skor rendah

Rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif, original, imajinatif, modern /tidak ketinggalan jaman. Openness (O)

Mengukur keinginan proaktif dan pengalaman berharga bagi diri sendiri, toleransi yang tinggi dan senang mengetahui sesuatu yang baru.

Konvensional, mengikuti apa yang sudah ada,

down to earth, tertarik

hanya pada satu hal, tidak memiliki jiwa seni, kurang analitis.

Teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, tekun.

Conscientiousness (C)

Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Berlawanan dengan individu yang banyak bicara namun tidak bergairah dan ceroboh.

Tidak bertujuan, tidak dapat dipercaya, pemalas, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang-senang.

Sociable, mudah bergaul, aktif, senang berbicara/talkative, berorientasi pada manusia/person-oriented, optimis, menyenangkan, penuh kasih sayang, bersahabat. Extraversion (E)

Mengukur kuantitas dan intensitas interaksi intrapersonal, level aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas kesenangan.

Tertutup, tidak ramah, tenang, tidak periang, menyendiri, task oriented, pemalu, pendiam.

Berhati lembut, baik, suka menolong, dapat dipercaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang.

Agreeableness (A)

Mengukur kualitas orientasi interpersonal seseorang, mulai dari perasaan kasihan sampai pada sikap permusuhan dalam hal pikiran, perasaaan, dan tindakan.

Sinis, kasar, penuh rasa curiga, tidak mau bekerjasama, pendendam, kejam, mudah marah, manipulatif. Gelisah, cemas, emosional, merasa tidak nyaman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tak beralasan.

Neuroticism (N)

Mengukur penyesuaian diri VS ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi

kecendrungan individu akan

distress psikologi, ide-ide yang

tidak realistis,

kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai.

Tenang , santai, tidak emosional, tabah, nyaman, puas terhadap diri sendiri.

(13)

Menurut McRae & Costa (1992), setiap dimensi dari Big Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:

a. Extraversion terdiri dari:

1. Gregariousness (suka berkumpul). 2. Activity level (level aktivitas). 3. Assertiveness (asertif).

4. Excitement Seeking (mencari kesenangan). 5. Positive Emotions (emosi yang positif). 6. Warmth (kehangatan).

b. Agreeableness terdiri dari:

1. Straightforwardness (berterus terang). 2. Trust (kepercayaan).

3. Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain). 4. Modesty (rendah hati).

5. Tendermindedness (berhati lembut). 6. Compliance (kerelaan).

c. Conscientiousness terdiri dari: 1. Self-discipline (disiplin). 2. Dutifulness (patuh).

3. Competence (kompetensi). 4. Order (teratur).

5. Deliberation (pertimbangan).

(14)

d. Neuroticism terdiri dari: 1. Anxiety (kecemasan).

2. Self-consciousness (kesadaran diri). 3. Depression (depresi).

4. Vulnerability (mudah tersinggung). 5. Impulsiveness (menuruti kata hati). 6. Angry hostility (amarah).

e. Openness to new experience terdiri dari: 1. Fantasy (khayalan). 2. Aesthetics (keindahan). 3. Feelings (perasaan). 4. Ideas (ide). 5. Actions (tindakan). 6. Values (nilai-nilai). C. Komitmen Organisasi

C.1 Definisi Komitmen Organisasi

Steers (1988), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

(15)

Meyer & Allen (1990) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja penuh dedikasi. Karena, karyawan yang memiliki komitmen tinggi menganggap bahwa hal paling penting yang harus dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi juga memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

Malthis dan Jackson (2001), mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.

Mowday, Steers & Porter (1982), menyebutkan bahwa komitmen organisasi adalah hubungan seseorang dengan organisasi yang memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya.

3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh, dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan proses pada individu (karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi ini meliputi hubungan yang aktif antara karyawan dengan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan bersedia memberikan sesuatu atas kemauan

(16)

dedikasi, memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

C.2 Karakteristik Individu yang memiliki Komitmen Organisasi

Mowday, Steers & Porter (1983) mengemukakan bahwa komitmen organisasi lebih dikenal sebagai suatu pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup:

a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan padanya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff & McKenzie (1994) menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan pada perusahaan memperlihatkan signifikansi dengan OCB.

c. Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

(17)

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah:

a. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu yang lama. Sehingga orang yang memiliki komitmen yang tinggi, akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaan, dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi.

b. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini terlihat melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat lebih maju. Hal ini dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra dari karyawan yang tidak terdeskripsi secara formal dalam organisasi atau perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam organisasi dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama dan juga adanya kesediaan untuk menampilkan usaha melebihi apa yang diharapkan oleh perusahaan, yang disebut juga sebagai usaha-usaha ekstra ataupun dapat juga disebut dengan organizational citizenship behaviour (OCB).

(18)

C.3 Tipe komitmen organisasi

Meyer & Allen (1990) membedakan komitmen organisasi atas tiga tipe, yaitu : 1. Affective Commitment, menunjukkan adanya ketertarikan psikologis antara individu dengan organisasinya. Ini berarti seseorang bertahan di suatu organisasi karena mereka memang menginginkannya. Komitmen ini meliputi ikatan emosional karyawan, pengenalan, dan keterlibatan dalam organisasi.

2. Continuance Commitment, yaitu komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila meninggalkan organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen ini terikat dengan organisasinya dengan alasan ekonomi dan terlalu banyak hal yang harus dikorbankan seperti waktu, dan usaha yang telah di investasikan, bila meninggalkan organisasi. Ini berarti bahwa mereka bertahan di suatu organisasi karena mereka membutuhkan organisasi tersebut. Semakin lama karyawan berada pada organisasi, maka ia akan semakin tidak ingin kehilangan apa yang sudah mereka invesatasikan pada organisasi selama mereka bekerja.

3. Normative Commitment, yaitu keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Sehingga komitmen ini didefinisikan sebagai suatu bentuk komitmen yang terbentuk karena persepsi individu bahwa sebagai anggota organisasi mereka merasa ada kewajiban untuk tetap memiliki komitmen terhadap organisasinya. Ini berarti bahwa individu tetap bertahan menjadi anggota organisasi karena ia merasa punya kewajiban.

(19)

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

D. Perbedaan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Ditinjau dari Karakter Kepribadian Big-Five

Menurut Barrick & Mount (1996), extraversion adalah penentu utama dalam perilaku sosial. Extraversion mengindikasikan sikap yang ramah, suka berteman, banyak bicara, tegas dan aktif (Barrick & Mount, 2001). Oleh karena itu, individu dengan karakter extraversion akan menampilkan perilaku yang lebih fleksibel dan membuat mereka lebih mungkin untuk menunjukkan OCB. Individu dengan karakter ekstraversion lebih terlibat dalam OCB karena mereka lebih responsif terhadap lingkungan sosial dan lebih terbuka untuk mengkritik orang lain (Organ, Podsakoff dan MacKenzie, 2006).

(20)

Menurut bukti empiris dapat diprediksi bahwa individu dengan karakter

agreeableness tinggi akan cenderung melakukan OCB karena tipe agreeableness

adalah orang yang sangat ramah, baik hati, kooperatif, membantu, sopan dan fleksibel (Barrick & Mount, 1996; Witt, Burke, Barrick & Mount , 2002).

Conscientiousness adalah salah satu ciri kepribadian yang paling penting

dalam memprediksi OCB (Hossam Abu & Elanain, 2007; Hurtz & Donovan, 2000; Organ & Ryan, 1995). Conscientiousness meliputi sifat-sifat seperti ketergantungan, terorganisir, disiplin, tekun, dan berinisiatif tinggi (Witt, Burke, Barrick & Mount, 2002). Individu dengan karakter ini cenderung untuk mengembangkan perilaku yang melampaui kinerja/ tugas yang diharapkan oleh perusahaan. Barrick & Mount (1991) menyatakan bahwa individu dengan karakter

conscientiousness akan lebih baik di tempat kerja daripada mereka yang bukan

karakter ini. Bukti empiris menunjukkan bahwa dua faktor yang paling konsisten berkorelasi dengan OCB adalah conscientiousness dan agreeableness (Organ, 1998; Organ & Ryan, 1995; Borman & Motowidlo, 1993).

Barrick, Parks & Mount (2005) menyatakan bahwa neuroticism atau kestabilan emosi sebagai salah satu penentu perilaku sosial. Karyawan yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini biasanya cemas, depresi, marah, malu, emosional, khawatir, dan tidak aman (Barrick, Mount & Judge, 1991) sedangkan karyawan yang mendapat skor rendah biasanya tenang dan santai walaupun berada dalam situasi stres atau sulit, merasa aman dan puas terhadap diri sendiri (Tsaousis, 1996). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara neurotisisme dan OCB. Menurut Organ, Podsakoff dan MacKenzie (2006), individu yang memiliki emosional stabil lebih mungkin untuk melakukan OCB

(21)

dibandingkan dengan individu dengan emosional tidak stabil. Hal ini disebabkan karena individu yang memiliki emosional stabil lebih terbuka terhadap orang lain. Sedangkan individu dengan emosional yang tidak stabil, sering sibuk dengan masalah mereka sendiri sehingga mengakibatkan ia enggan membantu orang lain.

Individu yang memiliki skor openness tinggi cenderung memiliki ide-ide baru dan selalu tertarik dengan hal-hal baru (Kumar, 2009). Openness adalah ciri kepribadian yang paling penting dalam memprediksi OCB (Hossam Abu & Elanain, 2007).

E. Perbedaan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Ditinjau dari Tipe komitmen organisasi

Berdasarkan hasil penelitian Eflina & Nina (2004) menyebutkan bahwa semua tipe komitmen organisasi memiliki kekuatan pengaruhnya sendiri terhadap dimensi-dimensi OCB. Komitmen afektif mempengaruhi hampir semua dimensi OCB kecuali dimensi sportsmanship. Komitmen normatif hanya mempengaruhi dimensi civic virtue, sedangkan komitmen kontinuans berpengaruh negatif terhadap dimensi altruism, courtesy, dan civic virtue.

Gautam, Van Dick, Wagner, Uphaday & Davis (2004) melakukan penelitian mengenai hubungan antara organizational citizenship behavior (OCB) dengan komitmen organisasi, dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara OCB dan komitmen afektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maharaj & Schlechter (2007), yang menyatakan bahawa komitmen organisasi merupakan hal penting dalam membentuk organizational

(22)

Javadi & Yavarian (2011) mengatakan bahwa komitmen organisasi sangat menentukan organizational citizenship behavior seorang karyawan. Ditambahkan Sinuraya & Zahreni (2008), mengemukakan bahwa terdapat perbedaan

Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditijau dari tipe komitmen karyawan

terhadap organisasi.

Harahap & Salim (2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan Organizational Citizenship

Behavior (OCB). OCB adalah hasil positif dari komitmen para karyawan terhadap

organisasi, dikarakteristikkan dengan memberikan kontribusi extra-role yang dilakukan secara sukarela. Becker (dalam Muhammad, 2004) menemukan penyebab dari OCB adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa OCB akan cenderung ditampilkan oleh karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi.

Pernyataan di atas didukung pula oleh Greenberg dan Baron (2000), mereka mengemukakan bahwa semakin tinggi komitmen karyawan terhadap organisasi, maka karyawan tersebut akan semakin ingin berperilaku melebihi tuntutan tugas apabila dibutuhkan. Hal ini mengarahkan karyawan untuk terlibat dalam berbagai bentuk OCB.

Penelitian yang dilakukan oleh Davis (2004), menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen affective dan normative akan lebih cenderung menampilkan OCB, sedangkan karyawan yang memiliki komitmen continuance kecenderungan untuk menampilkan OCB sangat rendah.

(23)

F. Hiipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sesuai dengan permasalahan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Ha1: Terdapat perbedaan organizational citizenship behavior (OCB) karyawan

ditinjau dari karakter kepribadian big-five PT Pertamina UPMS I Medan. 2. Ha2: Terdapat perbedaan organizational citizenship behavior (OCB) karyawan

Referensi

Dokumen terkait

Praktik jual beli makanan ringan yang tidak mencantumkan tanggal kadalursa ini masih ada penjual yang belum memenihu hak-hak konsumen dalam pasal 4 nomor 8

SCM Proses FMEA memainkan peran kunci dalam operasi manajemen rantai pasokan untuk desain, manufaktur, dan peningkatan keandalan. Output dari FMEA dapat menghasilkan hasil yang

suasana komunikasi yang hangat/ kekeluargaan. Berbeda dengan kelompok KUBe Sapta Mekar, kelompok PKM Ternak Kambing belum dapat menye- lenggarakan pertemuan rutin secara berkala. Para

45 Berdasarkan hasil anava ganda pada penambahan ekstrak daun sirsak sangat berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan es krim, hal ini ditunjukkan dengan nilai

Sehingga untuk itu Indonesia turut berperan aktif salah satu langkah Indonesia adalah dengan melengkapi peraturan perundang-undangan di bidang kedirgantaraan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol propolis lebah madu dalam menurunkan kadar gula darah dan mengetahui dosis ekstrak etanol propolis yang efektif

radias iasi i gel gelomb ombang ang ele elektr ktroma omagnet gnetik ik yan yang g dapa dapat t did didete eteksi ksi mat mata a man manusi usia. Difraksi cahaya

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bukan hanya untuk peneliti saja, namun juga bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan data maupun pengetahuan yang